askep ruang seruni

27
A. Definisi Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Fraktur adalah deformasi atau dekontinuitas dari tulang oleh tenaga yang melebihi kekuatan tulang. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya. Tulang Belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai ke selangkangan. Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Fraktur vertebrae adalah terputusnya discus invertebralis yang berdekatan dan berbagai tingkat perpindahan fragmen tulang yang disebabkan oleh kecelakaan, jatuh, dan perilaku kekerasan. B. Etiologi Adapun penyebab dari fraktur menurut Brunner and Suddart, 2001 adalah sebagai berikut : 1. Trauma langsung merupakan utama yang sering menyebabkan fraktur. Fraktur tersebut terjadi pada saat benturan dengan benda keras.

description

dsa

Transcript of askep ruang seruni

A. Definisi

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal

yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Fraktur adalah

deformasi atau dekontinuitas dari tulang oleh tenaga yang melebihi kekuatan

tulang. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai

dengan jenis dan luasnya.

Tulang Belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai

ke selangkangan. Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal,

12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral.

Fraktur vertebrae adalah terputusnya discus invertebralis yang berdekatan dan

berbagai tingkat perpindahan fragmen tulang yang disebabkan oleh kecelakaan,

jatuh, dan perilaku kekerasan.

B. Etiologi

Adapun penyebab dari fraktur menurut Brunner and Suddart, 2001 adalah

sebagai berikut :

1. Trauma langsung merupakan utama yang sering menyebabkan fraktur.

Fraktur tersebut terjadi pada saat benturan dengan benda keras.

2. Putaran dengan kekuatan yang berlebihan (hiperfleksi) pada tulang akan

dapat mengakibatkan dislokasi atau fraktur.

3. Kompresi atau tekanan pada tulang belakang akibat jatuh dari ketinggian,

kecelakaan lalu lintas dan sebagainya.

4. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang

menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang.

5. Postur Tubuh (obesitas atau kegemukan) dan “Body Mekanik” yang salah

seperti mengangkat benda berat.

Fraktur vertebra, khususnya vertebra servikalis dapat disebabkan oleh trauma

hiperekstensi, hiperfleksi, ekstensi rotasi, fleksi rotasi, atau kompresi

servikalis. Fraktur vertebra thorakal bagian atas dan tengah jarang terjadi,

kecuali bila trauma berat atau ada osteoporosis. Karena kanalis spinal di daerah

ini sempit, maka sering disertai gejala neurologis. Mekanisme trauma biasanya

bersifat kompresi atau trauma langsung. Pada kompresi terjadi fraktur

kompresi vertebra, tampak korpus vertebra berbentuk baji pada foto lateral.

Pada trauma langsung dapat timbul fraktur pada elemen posterior vertebra,

korpus vertebra dan iga di dekatnya.

Etiologi fraktur dapat dibagi menjadi 2, yaitu:

1.  Fraktur patologis yaitu fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau

tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :

Osteoporosis Imperfekta, Osteoporosis dan Penyakit metabolik

2. Trauma

Dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita

terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung

terbentur dengan benda keras (jalanan).

b. Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur

berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.

C. Patofisiologi

Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antara korpus vertebra

yang saling berdekatan. Diantaranya korpus vertebra mulai dari vertebra

sevikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat discus intervertebralis.

Discus-discus ini membentuk sendi fibrokartilago yang lentur antara korpus

pulposus ditengah dan annulus fibrosus di sekelilingnya. Nucleus pulposus

merupakan rongga intervertebralis yang terdiri dari lapisan tulang rawan dalam

sifatnya semigelatin, mengandung berkas-berkas serabut kolagen, sel – sel

jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan.

Zat-zat ini berfungsi sebagai peredam benturan antara korpus vertebra yang

berdekatan, selain itu juga memainkan peranan penting dalam pertukaran

cairan antara discus dan pembuluh-pembuluh kapiler. Apabila kontuinitas

tulang terputus, hal tersebut akan mempengaruhi berbagai bagian struktur yang

ada disekelilingnya seperti otot dan pembuluh darah. Akibat yang terjadi

sangat tergantung pada berat ringannya fraktur, tipe, dan luas fraktur. Pada

umumnya terjadi edema pada jaringan lunak, terjadi perdarahan pada otot dan

persendian, ada dislokasi atau pergeseran tulang, ruptur tendon, putus

persyarafan, kerusakan pembuluh darah dan perubahan bentuk tulang dan

deformitas. Bila terjadi patah tulang, maka sel – sel tulang mati. Perdarahan

biasanya terjadi disekitar tempat patah dan kedalaman jaringan lunak disekitar

tulang tersebut dan biasanya juga mengalami kerusakan. Reaksi peradangan

hebat timbul setelah fraktur.

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur vertebrae menurut Lewis (2006) adalah sebagai

berikut:

1. Nyeri

Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya

spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.

2. Edema

Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada

daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.

3. Ekimosis / Memar

Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di

jaringan sekitarnya.

4. Spasme otot

Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.

5. Penurunan sensasi

Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.

6. Gangguan fungsi

Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.

paralysis dapat terjadi karena kerusakan saraf.

7. Krepitasi

Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-baaian tulang

digerakkan.

8. Deformitas

Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma

dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal,

akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

9. Shock hipovolemik

Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Rontgen Spinal, yang memperlihatkan adanya perubahan degeneratif

pada tulang belakang, atau tulang intervetebralis atau mengesampingkan

kecurigaan patologis lain seperti tumor, osteomielitis.

2. Elektromiografi, untuk melokalisasi lesi pada tingkat akar syaraf spinal

utama yang terkena.

3. Venogram Epidural, yang dapat dilakukan di mana keakuratan dan miogram

terbatas.

4. Fungsi Lumbal, yang dapat mengkesampingkan kondisi yang berhubungan,

infeksi adanya darah.

5. Tanda Le Seque (tes dengan mengangkat kaki lurus ke atas) untuk

mendukung diagnosa awal dari herniasi discus intervertebralis ketika

muncul nyeri pada kaki posterior.

6. CT - Scan yang dapat menunjukkan kanal spinal yang mengecil, adanya

protrusi discus intervetebralis.

7. MRI, termasuk pemeriksaan non invasif yang dapat menunjukkan adanya

perubahan tulang dan jaringan lunak dan dapat memperkuat adanya herniasi

discus.

8. Mielogram, hasilnya mungkin normal atau memperlihatkan “penyempitan”

dari ruang discus, menentukan lokasi dan ukuran herniasi secara spesifik.

F. Komplikasi

1. Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke

jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar

akibat trauma.

2. Mal union, gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek

menyebabkan mal union, sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan

lunak yang terjepit diantara fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat

saling beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non

union).

3. Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu.

Hal ini diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.

4. Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam

waktu lama dari proses penyembuhan fraktur.

5. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID). Infeksi

terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada

saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat

seperti plate, paku pada fraktur.

6. Emboli lemak

Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum

tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung

dengan trombosit dan membentuk emboli yang kemudian menyumbat

pembuluh darah kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.

G. Penanganan

Pada penanganan pertama dilakukan imobilisasi terhadap tulang belakang

pasien. Hal ini bertujuan untuk mencegah atau memnghindari memperparah

fraktur yang sedang terjadi. Penanganan selanjutnya dibagi menjadi 2, yaitu

secara medis dan konservatif.

1. Pengobatan dan terapi medis

a. Pemberian obat antiinflamasi seperti ibuprofen dan prednisone, hal ini

mencegah untuk terjadinya inflamasi pada vertebrae setelah beberapa

saat terjadi fraktur.

b. Pemberian obat-obatan narkotik, pemberian obat-obatan narkotik ini

bertujuan untuk mengurangi nyeri dan memberika efek relaksasi pada

klien setelah klien memasuki fase akut.

c. Obat-obatan relaksan untuk mengatasi spasme otot

d. Menganjurkan pasien untuk banyak bedrest dan meminmalkan gerakan

karena berpengaruh terhadap tulang belakang pasien

e. Menganjurkan klien untuk melakukan fisioterapi

2. Konservatif atau pembedahan

Pembedahan dapat mempermudah perawatan dan fisioterapi agar mobilisasi

dapat berlangsung lebih cepat. Pembedahan yang sering dilakukan seperti

disektomi dengan peleburan yang digunakan untuk menyatukan prosessus

spinosus vertebra; tujuan peleburan spinal adalah untuk menjembatani

discus detektif, menstabilkan tulang belakang dan mengurangi angka

kekambuhan. Laminectomy mengangkat lamina untuk memanjakan elemen

neural pada kanalis spinalis, menghilangkan kompresi medulla dan radiks.

Pathway Trauma mengenai tulang belakang (vertebrae): kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, terjatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, luka tembak

Fraktur cervicalis

Diskontinuitas tulang

Pergeseran fragmen tulang

Perubahan jaringan sekitar

Laserasi kulit Spasme otot

Deformitas Nyeri akut

Kerusakan integritas kulit

Open fraktur

Perdarahan hebat

Putus vena/arteri

Shock hipovolemik

Defisit volume cairan

Kerusakan struktural

Gangguan saraf spinal dan pembuluh darah sekitar

Suplai oksigen terhambat

Iskemia jaringan

Pelepasan vasoactive agent dan cellular enzyme

Konstriksi kapiler pada grey rima

Ca intrasel ↑

Kerusakan endotel

Hipoksia

Reaksi inflamasi

Pelepasan mediator kimia: histamine,

bradikinin, prostaglandin

Peningkatan permeabilitas kapiler

Edema

Gangguan perfusi jaringan

Gangguan citra tubuh

Gangguan mobilitas fisik

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN FRAKTUR VERTEBRAE

A. Pengkajian

Pengkajian Keperawatan

Merupakan tahap awal dari pendekatan proses keperawatan dan dilakukan

secara sistematika mencakup aspek bio, psiko, sosio, dan spiritual. Langkah

awal dari pengkajian ini adalah pengumpuln data yang diperoleh dari hasil

wawancara dengan klien dan keluarga, observasi pemeriksaan fisik, konsultasi

dengan anggota tim kesehatan lainnya dan meninjau kembali catatan medis

ataupun catatan keperawatan. Pengkajian fisik dilakukan dengan cara inspeksi,

palpasi, perkusi dan auskultasi.

Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien fraktur menurut

Brunner and Suddarth, 2002 adalah sebagai berikut :

1. Data demografi/ identitas klien

Antara lain nama, umur, jenis kelamin, agama, tempat tinggal, pekerjaan,

dan alamat klien.

2. Keluhan utama

Adanya nyeri dan sakit pada daerah punggung

3. Riwayat kesehatan keluarga

Untuk menentukan hubungan genetik perlu diidentifikasi misalnya adanya

predisposisi seperti arthritis, spondilitis ankilosis, gout/ pirai (terdapat pada

fraktur psikologis).

4. Riwayat spiritual

Apakah agama yang dianut, nilai-nilai spiritual dalam keluarga dan

bagaimana dalam menjalankannya.

5. Aktivitas kegiatan sehari-hari

Identifikasi pekerjaan klien dan aktivitasnya sehari-hari, kebiasaan

membawa benda-benda berat yang dapat menimbulkan strain otot dan jenis

utama lainnya. Orang yang kurang aktivitas mengakibatkan tonus otot

menurun. Fraktur atau trauma dapat timbul pada orang yang suka berolah

raga dan hockey dapat menimbulkan nyeri sendi pada tangan.

6. Pemeriksaan fisik

a. Pengukuran tinggi badan

b. Pengukuran tanda-tanda vital

c. Integritas tulang, deformitas tulang belakang

d. Kelainan bentuk pada dada

e. Adakah kelainan bunyi pada paru-paru, seperti ronkhi basah atau kering,

sonor atau vesikuler, apakah ada dahak atau tidak, bila ada bagaimana

warna dan produktivitasnya.

f. Kardiovaskuler: sirkulasi perifer yaitu frekuensi nadi, tekanan darah,

pengisian kapiler, warna kulit dan temperatur kulit.

g. Abdomen tegang atau lemas, turgor kulit, bising usus, pembesaran hati

atau tidak, apakah limpa membesar atau tidak.

h. Eliminasi: terjadinya perubahan eliminasi fekal dan pola berkemih

karena adanya immobilisasi.

i. Aktivitas adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur

j. Apakah ada nyeri, kaji kekuatan otot, apakah ada kelainan bentuk tulang

dan keadaan tonus otot.

7. Tes Diagnostik

Pada klien dengan trauma tulang belakang, biasanya dilakukan beberapa tes

diagnostik untuk menunjang diagnosa medis, yaitu :

a. Foto Rontgen Spinal, yang memperlihatkan adanya perubahan

degeneratif pada tulang belakang, atau tulang intervetebralis atau

mengesampingkan kecurigaan patologis lain seperti tumor, osteomielitis.

b. Elektromiografi, untuk melokalisasi lesi pada tingkat akar syaraf spinal

utama yang terkena.

c. Venogram Epidural, yang dapat dilakukan di mana keakuratan dan

miogram terbatas.

d. Fungsi Lumbal, yang dapat mengkesampingkan kondisi yang

berhubungan, infeksi adanya darah.

e. Tanda Le Seque (tes dengan mengangkat kaki lurus ke atas) untuk

mendukung diagnosa awal dari herniasi discus intervertebralis ketika

muncul nyeri pada kaki posterior.

f. CT - Scan yang dapat menunjukkan kanal spinal yang mengecil, adanya

protrusi discus intervetebralis.

g. MRI, termasuk pemeriksaan non invasif yang dapat menunjukkan adanya

perubahan tulang dan jaringan lunak dan dapat memperkuat adanya

herniasi discus.

h. Mielogram, hasilnya mungkin normal atau memperlihatkan

“penyempitan” dari ruang discus, menentukan lokasi dan ukuran herniasi

secara spesifik.

Pengkajian pada klien dengan trauma tulang belakang meliputi:

1. Aktifitas dan istirahat: kelumpuhan otot, terjadi kelemahan selama syok

spinal

2. Sirkulasi: berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi,

Hipotensi, bradikardi, ekstremitas dingin atau pucat

3. Eliminasi: inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi

perut, peristaltik hilang

4. Integritas ego: menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas,

gelisah dan menarik diri

5. Pola makan: mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang

6. Pola kebersihan diri: sangat ketergantungan dalam melakukan ADL

7. Neurosensori: kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis

flasid, hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek,

perubahan reaksi pupil

8. Nyeri/kenyamanan: nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma,

dan mengalami deformitas pada daerah trauma

9. Pernapasan: napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis

10. Keamanan: suhu yang naik turun

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk

melakukan tugas-tugas umum, ketidakseimbangan mobilitas

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasa kognitif

5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan imoblisasi fisik

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa

keperawatan

Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional

1 Nyeri akut

berhubungan

dengan agen

cedera fisik

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri yang

dirasakan klien akan berkurang/hilang

NOC:

1. Pain control

2. Pain level

Kriteria hasil:

a. Klien akan dapat mengontrol nyeri

dengan indikator:

1) mendemonstrasikan tentang

pengenalan nyeri secara konsisten

2) mendemonstrasikan penggunaan

analgesik secara konsisten

3) mendemonstrasikan pelaporan nyeri

secara konsisten

N I C :

Pain management

1 . Kaji ekspresi non verbal klien

yang menunjukkan

ketidaknyamanan

2 . Berikan informasi tentang

penyebab nyeri, berapa lama

nyeri akan hilang, dan cara

mengatasi nyeri

3 . Ajarkan prinsip manajemen

nyeri pada klien

4 . Hilangkan faktor resiko yang

dapat meningkatkan nyeri klien

5 . Fasilitasi waktu tidur yang

adekuat bagi klien

1. Mengkaji ekspresi non verbal

klien

2. Meningkatkan pengetahuan

klien tentang nyeri yang

dirasakan

3. Berusaha memandirikan

klien

4. Membantu meningkatkan

kenyamanan klien

5. Membantu klien

meningkatkan kualitas

b. Klien akan dapat mencapai level nyeri

rendah dengan indikator:

1) tidak melaporkan nyeri

2) tidak menunjukkan ekspresi wajah

nyeri

6 . Ajarkan teknik nafas dalam dan

distraksi bagi klien

7 . Kolaborasi pemberian analgetik

bagi klien

istirahat

6. Membantu mengalihkan

perhatian klien dari nyeri

yang dirasakan

7. Analgetik mengurangi nyeri

klien

2 Gangguan

mobilitas fisik

berhubungan

dengan gangguan

muskuloskeletal

Setelah dilakukan asuhan keperawatan

selama 3x24 jam pasien mampu bergerak

bebas

NOC:

1) mobility level

Kriteria Hasil:

1) Peningkatan aktivitas pasien

2) Memperagakan penggunaan alat bantu

untuk mobilisasi

N I C:

Exercise therapy (ambulation)

1. Kaji kemampuan fungsional otot

2. Atur posisi tiap 2 jam, (supinasi,

sidelying) terutama pada bagian

yang sakit

1. Mengidentifikasi kekuatan

/kelemahan dapat membantu

memberi informasi yang

diperlukan untuk membantu

pemilihan intervensi

2. Dapat menurunkan resiko

iskemia jaringan injury. Sisi

yang sakit biasanya

kekurangan sirkulasi dan

sensasi yang buruk serta

lebih mudah terjadi

3. Mulai ROM. Aktif/pasif untuk

semua ekstremitas . Anjurkan

latihan meliputi latihan otot

quadriceps/gluteal ekstensi, jari

dan telapak tangan serta kaki.

4. Tempatkan bantal di bawah

aksila sampai lengan bawah

5. Elevasi lengan dan tangan

6. Observasi sisi yang sakit seperti

warna, edema, atau tanda lain

seperti perubahan sirkulasi.

7. Kolarobarsi dengan ahli terapi

fisik, untuk latihan aktif, latihan

dengan alat bantu dan ambulasi

kerusakan kulit/dekubitus

3. Meminimalkan atropi otot,

meningkatkan sirkulasi,

membantu mencegah

kontraktur, menurunkan

resiko hiperkalsiurea dan

osteoporosis pada pasien

dengan haemorhagic.

4. Mencegah abduksi bahu dan

fleksi siku

5. dapat meningkatkan aliran

balik vena dan mencegah

terjadinya formasi edema.

6. jaringan yang edema sangat

mudah mengalami trauma,

dan sembuh dengan lama.

7. program secara individual

akan sesuai dengan

kebutuhan pasien baik dalam

pasien. perbaikan defisit

keseimbangan , koordinasi

dan kekuatan

3 Gangguan citra

tubuh

berhubungan

dengan perubahan

kemampuan

untuk melakukan

tugas-tugas

umum,

peningkatan

penggunaan

energi,

ketidakseimbanga

n mobilitas

Tujuan: setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1 x 24 jam pasien

akan beradaptasi dengan baik.

NOC: Body image

Kriteria hasil:

Klien akan mampu menerima perubahan

tubuhnya dengan indikator:

1) Pasien akan menyesuaikan perubahan

fungsi tubuhnya

2) Pasien akan dapat menyesuaikan

tubuhnya terhadap perubahan adanya

penyakit

NIC: Increasing coping

1. Bantu pasien mengidentifikasi

tujuan yang diinginkan

2. Berikan semangat pada pasien

3. Jelaskan proses penyakit pada

pasien

4. Bantu pasien untuk tidak merasa

marah dan depresi

5. Tingkatkan aktifitas sosial dan

komunitas

6. Dukung penggunaan mekanisme

pertahanan

1. Proses perawatan dan

intervensi sesuai dengan

harapan pasien

2. Motivasi dapat

mempengaruhi konsep diri

pasien

3. Meningkatkan pengetahuan

pasien tentang kondisinya

4. Pengendalian diri

meningkatkan penerimaan

terhadap keadaan diri

5. Salah satu bentuk pengalihan

terhadap kondisi pribadi

6. Meningkatkan koping dan

mempengaruhi pasien

7. Instruksikan pasien menggunakan

teknik relaksasi

mempersepsikan citra

tubuhnya

7. Menurunkan stress

4 Kurang

pengetahuan

berhubungan

dengan

keterbatasan

kognitif

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 1 x 24 jam pasien mengalami

peningkatan pengetahuan

NOC:

Knowledge:disease process

Knowledge:medication

Kriteria hasil :

a. Mampu mengerti proses penyakit yang

dialami dengan indikator:

1) tahu proses penyakit secara spesifik

2) tahu efek dari penyakit yang

dialami

3) tahu tanda dan gejala dari penyakit

N I C :

Teaching: disease process

1. Kaji tingkat pengetahuan pasien

tentang penyakit

2. Jelaskan patofisiologi penyakit

dan kaitanya dengan pengobatan

3. Gambarkan tanda dan gejala yang

mungkin timbul

4. Diskusikan perubahan gaya hidup

yang diperlukan untuk mencegah

komplikasi

5. Dukung pasien dalam melakukan

pemilihan pengobatanya

1. Mengetahui batasan

pengetahuan pasien

2. Mencegah kesalahan pasien

dalam interpretasi penyakit

3. Apabila tanda dan gejala

timbul pasien segera

menginformasikan

4. Pencegahan segera

komplikasi lebih lanjut

5. Memandirikan pasien

yang dialami

b. Mampu mengerti pengobatan yang

dianjurkan dengan indikator:

1) tahu efek terapeutik dari

pengobatan

2) tahu efek samping pengobatan

3) tahu strategi untuk mendapatkan

pengobatan yang dibutuhkan

Teaching: prescribed medication

1. Jelaskan tujuan dari masing-

masing pengobatan

2. Jelaskan dosis, rute, dan durasi

pengobatan

3. Periksa kembali pengetahuan

pasien tentang pengobatan

4. Jelaskan efek samping dari setiap

pengobatan

5. Jelaskan tanda dan gejala dari

overdosis atau kekurangan dosis

pengobatan

1. Meningkatkan pengetahuan

pasien

2. Mencegah kecemasan yang

mungkin timbul pada pasien

3. Mengetahui batasan

pengetahuan pasien

4. Mencegah kecemasan yang

mungkin timbul pada pasien

5. Mencegah kecemasan yang

mungkin timbul pada pasien

Daftar Pustaka

Adhim.2010. Diagnosis dan Penanganan Fraktur Servikal.http/www.fik-

unipdu.web.id.

Doengoes, M.E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ed 3. Jakarta:

EGC.

Herdman, Heather T. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi

2009-2011.Jakarta : EGC. Allih bahasa: Made Sumarwati, Dwi Widiarti,

Etsu Tiar.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ed 3, jilid 2. Jakarta:

Aesculapius.

Price, S A & Wilson, L M. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit, jilid 2. Jakarta: EGC

Wilkinson, M. Judith. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 7.

Jakarta :EGC.