Askep PPOK

download Askep PPOK

of 47

description

Sistem Keperawatan Respirasi

Transcript of Askep PPOK

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    1/47

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1Latar Belakang

    Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah suatu penyakit

    yang ditandai dengan adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh

    bronkitis kronis atau empisema. Obstruksi aliran udara pada umumnya

    progresif kadang diikuti oleh hiperaktivitas jalan nafas dan kadangkala parsial

    reversibel, sekalipun empisema dan bronkitis kronis harus didiagnosa dan

    dirawat sebagai penyakit khusus, sebagian besar pasien PPOK mempunyai

    tanda dan gejala kedua penyakit tersebut. Sekitar 14 juta orang Amerika

    terserang PPOK dan Asma sekarang menjadi penyebab kematian keempat di

    Amerika Serikat. Lebih dari 90.000 kematian dilaporkan setiap tahunnya.

    Rata-rata kematian akibat PPOK meningkat cepat, terutama pada penderita

    laki-laki lanjut usia. Angka penderita PPOK di Indonesia sangat tinggi.

    Banyak penderita PPOK datang ke dokter saat penyakit itu sudah lanjut.

    Padahal, sampai saat ini belum ditemukan cara yang efisien dan efektif untuk

    mendeteksi PPOK. Menurut Dr Suradi, penyakit PPOK di Indonesia

    menempati urutan ke-5 sebagai penyakit yang menyebabkan kematian.

    Sementara data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada

    tahun 2010 diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan ke-4 sebagai

    penyebab kematian. "Pada dekade mendatang akan meningkat ke peringkat

    ketiga. Dan kondisi ini tanpa disadari, angka kematian akibat PPOK ini makin

    meningkat.Oleh karena itu penyakit PPOK haruslah mendapatkan pengobatan

    yang baik dan terutama perawatan yang komprehensif, semenjak serangan

    sampai dengan perawatan di rumah sakit. Dan yang lebih penting dalah

    perawatan untuk memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada pasien dan

    keluarga tentang perawatan dan pencegahan serangan berulang pada pasien

    PPOK di rumah. Hal ini diperlukan perawatan yang komprehensif dan

    paripurna saat di Rumah Sakit.

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    2/47

    2

    1.2Rumusan Masalah

    1.

    Apa pengertian dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik?

    2.

    Bagaimana klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik?

    3. Bagaimana tanda dan gejala dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik?

    4.

    Bagaimana patofisiologis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik?

    5. Bagaimana pemeriksaan fisik dan diagnostic pada klien yang

    menderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik?

    6.

    Bagaimana penatalaksanaan medis terhadap Penyakit Paru Obstruksi

    Kronik?

    7.

    Bagaimana pencegahan Penyakit Paru Obstruksi Kronik ?

    8. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien yang menderita Penyakit

    Paru Obstruksi Kronik ?

    1.3Tujuan Masalah

    1.3.1 Tujuan Umum

    Untuk mendapatkan perencanaan Asuhan Keperawatan pada klien yang

    mengalami penyakit PPOK.

    1.3.2 Tujuan Khusus

    1. Mampu melaksanakan pengkajian terhadap klien dengan penyakit

    PPOK

    2. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan

    penyakit PPOK

    3. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien

    dengan penyakit PPOK4.

    Mampu mengimplementasikan dari rencana keperawatan pada

    klien dengan penyakit PPOK

    5. Mendapatkan mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien

    dengan Penyakit PPOK.

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    3/47

    3

    1.4Manfaat Masalah

    1.4.1 Perawat

    Meningkatkan kemampuan dalam memberikan asuhan keperawatan

    kepada klien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik

    1.4.2 Klien

    Meningkatkan kemampuan klien untuk dapat melakukan perawatan

    mandiri di rumah

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    4/47

    4

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Definisi PPOK/ PPOM

    PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi Kronis) adalah klasifikasi luas

    dari gangguan, yang mencangkup bronkitis kronis, bronkiestasis, emfisema,

    dan asma. PPOK merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan

    dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-

    paru.(Brunner&Suddarth,2001).Penyakit paru obstruktif kronis merupakan

    sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke luar

    paru. (Arif Muttaqin,2008).

    Obstruksi jalan napas yang menyebabkan reduksi aliran udara

    beragam tergantung pada penyakit. Pada bronkitis kronis dan bronkiolitis,

    penumpukan lendir dan sekresi yang sangat banyak menyumbat jalan napas.

    Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi

    akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi ruang

    udara dalam paru.

    Pada asma, jalan napas bronkial menyempit dan membatasi jumlah

    udara yang mengalir kedalam paru-paru. Sehingga menyebabkan gagal napas.

    Tipe-tipe gagal napas terdiri dari tipe I disebut gagal nafas normokapnu

    hipoksemia atau kegagalan oksigenasi ( PaO2 rendah dan PCO2 normal).

    Tipe II disebut gagal nafas hiperkapnue hipoksemia atau kegagalan ventilasi

    (PaO2 rendah dan PCO2 Tinggi). Protokol pengobatan tertentu digunakan

    dalam semua kelainan ini, meski patofisiologi dari masing-masing kelaian inimembutuhkan pendekatan spesifik.

    2.2 Klasifikasi PPOK/ PPOM

    A. Bronkitis Kronik

    Bronkitis kronik adalah sebagai adanya batuk produktif yang

    berlangsung 3 bulan dalam satu tahun atau selama 2 tahun berturut-

    turut. Sekresi yang menumpuk dalam bronkioles mengganggu

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    5/47

    5

    pernapasan. Polusi adalah penyebab utama bronkitis kronis. Pasien

    dengan bronkitis kronik lebih rentan terhadap kekambuhan terhadap

    infeksi saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri,

    mikoplasma yang luas dapat menyebabkan episode bronkitis akut.

    Eksaserbasi bronkitis kronik hampir pasti terjadi selama musim

    dingin. Menghirup udara yang dingin dapat menyebabkan

    bronkospasme bagi mereka yang rentan.

    B. Emfisema Paru

    Emfisema Paru adalah suatu distensi abnormal ruang udara di luar

    bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini

    merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan

    lambat selama beberapa tahun. Pada kenyataannya, ketika pasien

    mengalami gejala, fungsi paru sering sudah mengalami kerusakan

    yang ireversibel. Dibarengi dengan bronkitis obstruksi kronik, kondisi

    ini merupakan penyebab utama kecacatan.

    C. Bronkiektasis

    Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang

    disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi

    bronkus; aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari

    saluran pernapasan atas; dan tekanan akibat tumor, pembuluh darah

    yang berdilatasi, dan persebaran nodus limfe. Individu mungkin

    mempunyai predisposisi terhadap bronkiektasis sebagai akibat infeksi

    pernapasan pada masa kanak-kanaknya, campak, influenza,

    tuberkulosis, dan gangguan imunodefisiensi. Setelah pembedahan,

    bronkiektasis dapat terjadi ketika pasien tidak mampu untuk batuksecara efektif, dengan akibat lendir menyumbat bronkial dan

    mengarah pada atelektasis.

    D. Asma

    Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversible

    dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap

    stimulasi tertentu. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan

    nafas, yang menyebabkan dipsnea, batuk dan mengi.

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    6/47

    6

    2.3 Etiologi

    PPOK disebabkan oleh faktor lingkungan dan gaya hidup. Yang

    sebagian besar bisa dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab

    timbulnya 80-90% kasus PPOK.. Laki-laki dengan usia antara 30-40 tahun

    paling banyak menderita PPOK. Ada beberapa faktor resiko utama

    berkembangnya penyakit ini yang dibedakan menjadi faktor paparan

    lingkungan dan faktor host. Beberapa faktor paparan lingkungan antara lain

    adalah :

    1. Merokok

    Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK, dengan resiko

    30 kali lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok,

    dan merupakan penyebab dari 85-90% kasus PPOK. Kurang lebih 15-

    20% perokok akan mmengalami PPOK. Kematian akibat PPOK

    terkait dengan banyaknya rokok yang dihisap, umur mulai merokok,

    dan status merokok yang terakhir saat PPOK berkembang. Namun

    demikian, tidak semua penderita PPOK adalah perokok. 10% orang

    yang tidak merokok juga mungkin menderita PPOK. Perokok pasif

    (tidak merokok tetapi sering terkena asap rokok) juga berisiko

    menderita PPOK.

    2. Pekerjaan

    Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan keramik

    yang terpapar debu silika, atau pekerja yang terpapar debu katun dan

    debu gandum, toluena diisosianat, dan asbes, mempunyai resiko yang

    lebih besar daripada yang bekerja ditempat yang selain yangdisebutkan diatas.

    3. Polusi Udara

    Pasien yang mempunyai gangguan paru akan semakin memburuk

    gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari asap

    dapur, asap pabrik, dll.

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    7/47

    7

    Sedangkan faktor resiko yang berasal dari host / pasiennya antara lain

    adalah :

    1. Usia

    Semakin bertambah usia semakin besar resiko menderita PPOK.

    Pada pasien yang didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun,

    kemungkinan besar dia menderita gangguan genetik berupa

    defisiensi 1 antitripsin. Namun kejadian ini hanya dialami 1%

    pasien PPOK.

    2. Jenis Kelamin

    Laki-laki lebih berisiko terkena PPOK daripada wanita, mungkin

    ini terkait dengan kebiasaan merokok pada pria. Namun ada

    kecenderungan peningkatan prevalensi PPOK pada wanita karena

    meningkatnya jumlah wanita yang merokok.

    3. Adanya Gangguan Fungsi Paru yang Sudah Terjadi

    Adanya gangguan fungsi paru-paru merupaka faktor risiko

    terjadinya PPOK, misalnya defisiensi immunoglobulin A

    (IgA/hypogammaglobulin) atau infeksi pada masa kanak-kanak

    seperti TBC dan bronkiektasis. Individu dengan gangguan fungsi

    paru-paru mengalami penurunan fungsi paru-paru lebih besar

    sejalan dengan waktu daripada yang fungsi parunya normal,

    sehingga lebih berisiko terhadap berkembangnya PPOK.

    Termasuk didalamnya adalah orang yang pertumbuhan parunya

    tidak normal karena lahir dengan berat badan rendah, ia memiliki

    risiko lebih besar untuk mengalami PPOK.

    4.

    Predisposisi Genetik, yaitu Defisiensi 1 Antitripsin (AAT)Defisiensi AAT ini terutama dikaitkan dengan kejadian

    emfisema, yang disebabkan oleh hilangnya elastisitas jaringan di

    dalam paru-paru secara progresif karena adanya

    ketidakseimbangan antara enzim proteolitik dan faktor protektif.

    Pada peristiwa inflamasi, makrofag dan netrofil melepaskan

    enzim lisosomal yaitu elastase yang dapat merusak jaringan di

    paru. Pada individu normal, faktor protektif AAT akan

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    8/47

    8

    menghambat enzim proteolitik sehingga mencegah kerusakan.

    Karena itu, individu yang mengalami defisiensi AAT akan lebih

    rentan terhadap kerusakan paru akibat berkurangnya faktor

    proteksi ini. AAT diproduksi oleh gen inhibitor protease (M).

    Satu dari 2500 orang adalah homozigot untuk gen resesif (Z),

    yang menyebabkan kadar AAT dalam darah rendah dan berakibat

    emfisema yang timbul lebih cepat. Orang yang heterozigot

    (mempunyai gen MZ) juga berisiko menderita emfisema, yang

    makin meningkat kemungkinannya dengan merokok karena asap

    rokok juga dapat menginaktivasi AAT. Wanita mempunyai

    kemungkinan perlindungan oleh estrogen yang akan

    menstimulasisintesis inhibitor proteaseseperti AAT. Karenanya,

    faktor risiko pada wanita lebih rendah daripada pria

    Penyakit paru obstruksi menahun adalah suatu gangguan yang ditandai oleh

    uji arus ekspirasi yang abnormal yang tidak mengalami perubahan selama

    beberapa bulan diobservasi, obstruksi aliran udara mungkin bersifat struktural

    ataupun fungsional. Obstruksi aliran udara yang penyebabnya spesifik seperti

    penyakit yang berlokalisasi di saluran napas bagian atas bronkiektas dan

    ksitik fibrosis tidak dimasukkan ke dalam PPOM (american thoracic society ).

    Kesimpulan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) adalah suatu

    penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh

    emfisemaatau bronkitis kronis danasma yang mengakibatkan obstruksi jalan

    napas yang bersifat ireversibel dengan penyebab yang tidak diketahui dengan

    pasti.

    2.4 Patofisiologi

    Patofisiologi PPOK adalah sangat komplek dan komprehensif

    sehingga mempengaruhi semua sistem tubuh artinya sama juga dengan

    mempengaruhi gaya hidup manusia dalam prosesnya, penyakit ini bisa

    menimbulkan kerusakan pada alveolar sehingga bisa mengubah fisiologi

    pernapasan, kemudian mempengaruhi oksigenasi tubuh secara keseluruhan.

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    9/47

    9

    Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses

    inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus

    terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil

    (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase

    ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat

    ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara

    (air trapping).

    Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan

    segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan

    kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-

    fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan

    mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).

    Abnormalitas pertukaran udara pada paru-paru terutama berhubungan dengan

    tiga mekanisme berikut ini:

    1. Ketidak seimbangan ventilasi-perfusi. Hal ini menjadi penyebab

    utama hipoksemia atau menurunnya oksigenasi dala darah.

    Keseimbangan normal antara ventilasi alveolar dan perfusi aliran

    darah kapiler pulmo menjadi terganggu. Hubungan ventilasi dengan

    perfusi didefinisikan dalam rasio ventilasi perfusi (V/Q) peningkatan

    rasio V/Q terjadi ketika penyakit yang semakin berat sehingga

    menyebabkan kerusakan pada alveoli dan kehilangan bed kapiler.

    Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi tetap sama.

    Rasio (V/Q) yang menurun bisa dilihat pada pasien PPOK, dimana

    saluran pernapasannya terhalang oleh mukus kental ataubronchospasma. Disini penurunan ventilasi akan terjadi, akan tetapi

    perfusi akan tatap sama, berkurang sedikit. Banyak diantara pasien

    PPOK yang baik empisema maupun bronkitis kronis sehingga ini

    menerangkan sebabnya mengapa mereka memilki bagian-bagian,

    dimana terjadi rasio (v/q) yang meningkat dan ada yang menurun.

    2. Mengalirnya darah kapiler pulmo. Darah yang tak mengandung

    oksigen dipompa dari ventrikel kanan ke paru-paru, beberapa

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    10/47

    10

    diantaranya melewati bed kapiler pulmo tanpa mengambil oksigen.

    Hal ini juga disebabkan oleh meningkatnya sekret pulmo yang

    menghambat alveoli.

    3.

    Difusi gas yang terhalang. Pertukaran gas yang terhalang biasanya

    terjadi sebagai akibat dari satu atau dua sebab berikut ini yaitu

    berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaaran udara sebagai

    akibat dari penyakit empisema atau meningkatnya sekresi, sehingga

    menyebabkan difusi menjadi semakin sulit.

    Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah

    oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh.

    Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru.

    Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi

    sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.

    2.5 Manifestasi Klinis

    Batuk Produktif

    Batuk produktif ini disebabkan oleh inflamasi dan produksi mukus yang

    berlebihan di saluran nafas.

    Dispnea

    Terjadi secara bertahap dan biasanya disadari saat beraktivitas fisik.

    Berhubungan dengan menurunnya fungsi paru-paru dan tidak

    selalu berhubungan dengan rendahnya kadar oksigen di udara.

    Batuk Kronik

    Batuk kronis umumnya diawali dengan batuk yang hanya terjadi pada pagi

    hari saja kemudian berkembang menjadi batuk yang terjadi sepanjanghari.

    Batuk biasanya dengan pengeluaran sputum dalam jumlah

    kecil(

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    11/47

    11

    Berkurangnya Berat Badan

    Pasien dengan PPOM yang parah membutuhkan kalori yang lebih besar

    hanya untuk bernapas saja. Selain itu pasien juga mengalamikesulitan

    bernafas pada saat makan sehingga nafsu makan berkurangdan pasien

    tidak mendapat asupan kalori yang cukup untuk mengganti kalori yang

    terpakai. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya berat badan pasien.

    Edema Pada Tubuh Bagian Bawah

    Pada kasus CPOD yang parah, tekanan arteri pulmonary meningkatdan

    ventrikel kanan tidak berkontraksi dengan baik. Ketika jantung

    tidak mampu memompa cukup darah ke ginjal dan hati akan timbul edema

    padakaki, kaki bagian bawah, dan telapak kaki. Kondisi ini juga

    dapatmenyebabkan edema pada hati atau terjadinya penimbunan cairan

    pada abdomen (acites)

    Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak

    mampu melakukan kegiatan sehari-hari.

    Hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah.

    Penurunan daya kekuatan tubuh

    Nafas pendek dan cepat (Takipnea).

    Takikardia, berkeringat

    Hipoksia, sesak dalam dada.

    2.5.1 Gejala Klinis PPOK :

    Smokers cough (batuk khas perokok), biasanya hanya diawali

    sepanjang pagi yang dingin kemudian berkembang menjadi sepanjang

    tahun.

    Sputum, biasanya banyak dan lengket (mucoid), berwarna kuning,

    hijau, atau kekuningan bila terjadi infeksi.

    Dipsnea(sesak nafas), ekspirasi menjadi fase yang sulit pada saluran

    pernafasan.

    2.5.2 Gejala PPOK pada eksaserbasi akut :

    Peningkatan volume sputum

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    12/47

    12

    Perburukan pernafasan secara akut

    Dada terasa berat (chest tightness)

    Peningkata purulensi sputum

    Peningkatan kebutuhan bronkodilator

    Lelah dan lesu

    Penurunan toleransi terhadap gerakan fisik (cepat lelah, terengah-

    engah)

    2.5.3 Gejala Pada Kasus PPOK Berat :

    Cyanosis (kulit membiru) akibat terjadi kegagalan respirasi

    Gagal jantung kanan (cor pulmonale) dan edema perifer

    Plethoric complexion, yaitu pasien menunjukkan gejala wajah yang

    memerah yang disebabkan polycythemia (erythrocytosis, jumlah

    eritrosit yang meningkat)

    Gejala-gejala awal dari PPOM/ PPOK, yang bisa muncul setelah 5-10 tahun

    merokok, adalah batuk dan adanya lendir. Batuk biasanya ringan dan sering

    disalah-artikan sebagai batuk normal perokok, walaupun sebetulnya tidak

    normal. Sering terjadi nyeri kepala dan pilek. Selama pilek, dahak menjadi

    kuning atau hijau karena adanya nanah. Lama-lama gejala tersebut akan

    semakin sering dirasakan. Bisa juga disertai mengi/bengek. Pada umur sekitar

    60 tahun, sering timbul sesak nafas waktu bekerja dan bertambah parah

    secara perlahan. Akhirnya sesak nafas akan dirasakan pada saat melakukan

    kegiatan rutin sehari-hari, seperti di kamar mandi, mencuci baju, berpakaian

    dan menyiapkan makanan. Sepertiga penderita mengalami penurunan berat

    badan, karena setelah selesai makan mereka sering mengalami sesak yang

    berat sehingga penderita menjadi malas makan. Pembengkakan pada kaki

    sering terjadi karena adanya gagal jantung. Pada stadium akhir dari penyakit,

    sesak nafas yang berat timbul bahkan pada saat istirahat, yang merupakan

    petunjuk adanya kegagalan pernafasan akut. 30 % penderita PPOM dengan

    sumbatan yang berat akan meninggal dalam waktu satu tahun dan 95 %

    meninggal dalam waktu 10 tahun. Kematian bisa disebabkan oleh kegagalan

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    13/47

    13

    pernafasan, pneumonia, pneumotorak (masuknya udara ke dalam rongga

    paru), aritmia jantung atau emboli paru (penyumbatan arteri yang menuju ke

    paru-paru). Penderita PPOM juga memiliki resiko tinggi terhadap terjadinya

    kanker paru.

    2.6 Komplikasi

    Hipoxemia

    Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55

    mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    14/47

    14

    Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali

    terlihat.

    2.8 Pemeriksaan Fisik

    Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter

    anteroposterior dada meningkat).

    Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.

    Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati

    lebih rendah, pekak jantung berkurang.

    Suara nafas berkurang

    2.9 Pemeriksaan Diagnostik

    Sinar X Dada:dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya

    diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda

    vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler

    (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).

    JDL dan Diferensial: Hemoglobin meningkat (emfisema luas),

    peningkatan eosinofil (asma)

    Kimia Darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan

    defisiensi dan diagnosa emfisema primer

    EKG: Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat);

    disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III,

    AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema)

    EKG Latihan, Tes Stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi

    paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator,

    perencanaan/evaluasi program latihan.

    Chest X-Ray : dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened

    diafragma, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda

    vaskular/bulla (emfisema), peningkatan bentuk bronchovaskular

    (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma)

    Pemeriksaan Fungsi Paru : dilakukan untuk menentukan penyebab

    dari dispnea menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    15/47

    15

    obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk

    mengevaluasi efek dari terapi, misal : bronchodilator.

    TLC : meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma,

    menurun pada emfisema.

    FEV1/FVC : ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan

    kapasitas vital. (FVC) menurun pada bronchitis dan asthma.

    ABGs : menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun

    dan PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema)

    tetapi seringkali menurun pada asthma, pH normal atau asidosis,

    alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema

    sedang atau asthma).

    Bronchogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi,

    kollaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran

    kelenjar mukus (bronchitis).

    Darah Komplit : peningkatan hemoglobin (emfisema berat),

    peningkatan eosinofil (asthma).

    Sputum Kultur : untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi

    patogen, pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan

    atau allergi.

    ECG : deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial

    disritmia (bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi

    (bronchitis, emfisema), axis QRS vertikal (emfisema).

    Exercise ECG, Stress Test : menolong mengkaji tingkat disfungsi

    pernafasan, mengevaluasi keefektifan obat bronchodilator,

    merencanakan/evaluasi program.

    2.10 Penatalaksanaan Medis

    Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

    Memperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya

    pada fase akut, tetapi juga fase kronik.

    Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas

    harian.

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    16/47

    16

    Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat

    dideteksi lebih awal.

    Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

    Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera

    menghentikan merokok, menghindari polusi udara.

    Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

    Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi

    antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus

    tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji

    sensitivitas atau pengobatan empirik.

    Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator.

    Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi

    (bronkospasme) masih controversial.

    Pengobatan simtomatik.

    Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.

    Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus

    diberikan dengan aliran lambat 12 liter/menit.

    Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

    a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran

    secret bronkus.

    b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa

    melakukan pernapasan yang paling efektif.

    c.

    Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan

    untuk memulihkan kesegaran jasmani.

    d.

    Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap

    penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.

    Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)

    Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi

    udara

    Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    17/47

    17

    a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi

    Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S.

    Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari

    atau eritromisin 4x0.56/hari Augmentin (amoksilin dan

    asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab

    infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang

    memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti

    kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien

    yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat

    penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak

    flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode

    eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda

    pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.

    b. Terapi oksigen diberikan jika terdapata kegagalan

    pernapasan karena hiperkapnia dan berkurangnya

    sensitivitas terhadap CO2

    c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum

    dengan baik.

    d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas,

    termasuk di dalamnya golongan adrenergik b dan anti

    kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg

    dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam

    dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara

    perlahan.

    Terapi jangka panjang di lakukan :

    Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin

    4x0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.

    Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran

    napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan

    pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.

    Fisioterapi

    Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    18/47

    18

    Mukolitik dan ekspektoran

    Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal

    napas tipe II dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg)

    Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa

    sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar

    terhindar dari depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah :

    a. Fisioterapi

    b. Rehabilitasi psikis

    c. Rehabilitasi pekerjaan (Mansjoer 2001 : 481-482)

    2.11 Pencegahan

    Untuk mencegah terjadinya PPOK dapat dilakukan dengan beberapa cara,

    yaitu:

    1. Merubah pola hidup : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan

    polusi udara.

    2. Pencegahan Penyakit Paru Pada Usia Lanjut.

    Proses penuaan pada seseorang tidak bisa dihindari. Perubahan

    struktur anatomik maupun fisiologik alami juga tidak dapat dihindari.

    Pencegahan terhadap timbulnya penyakit-penyakit paru pada usia

    lanjut dilakukan pada prinsipnya dengan meningkatkan daya tahan

    tubuhnya dengan memperbaiki keadaan gizi, menghilangkan hal-hal

    yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, misalnya menghentikan

    kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya.

    3. Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan

    dengan cara yang lazim, diantaranya:

    a.

    Usaha pencegahan infeksi paru / saluran nafas

    Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambat,

    mengurangi atau meniadakan faktor-faktor yang mempengaruhi

    timbulnya infeksi. Hal positif yang dapat dilakukan misalnya

    dengan melakukan vaksinasi dengan vaksin pneumokok untuk

    menghindari timbulnya pneumoni, tetapi sayangnya pada usia

    lanjut vaksinasi ini kurang berefek (Mangunegoro, 1992).

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    19/47

    19

    b. Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma paru

    Sejak usia muda, bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap

    timbulnya kelainan paru (PPOM dan karsinoma paru), perlu

    dilakukan pemantauan secara berkala:

    Pemeriksaan foto rontgen toraks

    Pemeriksaan faal paru, paling tidak setahun sekali. Sangat

    dianjurkan bagi mereka yang beresiko tinggi tadi (perokok

    berat dan laki-laki) menghindari atau segera berhenti

    merokok.

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    20/47

    20

    ASUHAN KEPERAWATAN

    2.12 Pengkajian

    A. Identitas Klien

    Nama:

    Tempat Tanggal Lahir:

    Umur:

    jenis Kelamin:

    Agama/Suku:

    Warga Negara:

    Bahasa Yang Digunakan:

    Penanggung Jawap Meliputi : Nama, Alamat, Hubungan dengan klien:

    B. Keluhan Utama

    Keluhan yang dirasakan klien pada saat pertama kali masuk Rumah Sakit.

    C.

    Riwayat Kesehatan

    1. Riwayat Penyakit Sekarang: Klien masuk melalui IGD dengan

    keluhan sesak, sering kambuh, nyeri, tidur harus duduk.

    2. Riwayat Penyakit Dahulu: Klien mengatakan bahwa klien

    mempunyai riwayat asma sejak kecil.

    3. Riwayat Penyakit Keluarga: Orang tua dan saudarah dari klien

    ada juga yang menderita penyakit seperti yang diderita klien saat

    ini4. Riwayat Psikososial Spiritual:

    Psikologis: perasaan yang dirasakan oleh klien, apakah

    cemas/ sedih ?

    Sosial: bagaimana hubungan klien dengan orang lain

    maupun orang terdekat klien dan lingkungannya ?

    Spiritual: apakah klien tetap menjalankan ibadah selama

    perawatan di rumah sakit ?

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    21/47

    21

    D. Genogram

    Bagan penyakit keturunan yang diturunkan oleh keluarga klien

    2.13 Pemeriksaan Fisik

    a. Pernafasan ( B1: Breathing)

    Inspeksi

    Terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan serta

    penggunaan otot bantu nafas. Bentuk dada barrel chest (akibat udara

    yang terperangkap), penipisan massa otot, dan pernafasan dengan

    bibir dirapatkan. Pernafasan abnormal tidak efektif dan penggunaan

    otot-otot bantu nafas (sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut,

    dispnea terjadi saat aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-

    hari seprti makan dan mandi. Pengkajian batuk produktif dengan

    sputum purulen diserti demam mengindikasikan adanya tanda

    pertama infeksi pernafasan.

    Palpasi

    Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil biasanya menurun.

    Perkusi

    Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan

    diafragma menurun.

    Auskultasi

    Sering didapatakan adanya bunyi nafas ronkhi dan wheezing sesuai

    tingkat beratnya obstruksi pada bronkiolus. Pada pengkajian lain,

    didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar

    karbon dioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut

    penyakit. Pada waktunya, bahkan gerakan ringan sekali pun seperti

    seperti membungkuk untuk mengikatkan tali sepatu, mengakibatkan

    dispnea dan keletihan (dispnea eksersonial). Paru yang mengalami

    emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkiolus tidak

    dikosongkan secara efektif dari sekresi yang dihasilkannya. Klien

    renta terhadap reaksi imflamasi dan infeksi akibat pegumpulan

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    22/47

    22

    sekresi ini. Setelah infeksi terjadi, klien mengalami mengi yang

    berkepanjangan saat ekspirasi.

    b. Kardiovaskuler (B2: Blood)

    sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi

    takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Batas jantung tidak

    mengalami pergeseran. Vena jungularis mungkin mengalami distensi

    selama ekspirasi. Kepala dan wajah jarang dilihat adanya sianosis.

    C. Persyarafan (B3: Brain)

    Kesadaran biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi

    penyakit yang serius.

    D. Perkemihan (B4: Blader)

    Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada

    system perkemihan. Namun perawat perlu memonitori adanya oliguria

    yang merupakan salah satu tanda awal dari syok.

    E.Pencernaan (B5: Bowel)

    Klien biasanya mual, nyeri lambung dan menyebabkan klien tidak nafsu

    makan. Kadang disertai penurunan berat badan.

    F.Tulang Otot dan Integumen (B6: Bone)

    Karena penggunaan otot bantu nafas yang lama klien terlihat kelelahan,

    sering didapatkan intoleransi aktivitas dan gangguan pemenuhan ADL(AtivityDayLiving).

    G.Psikososial

    Klien biasanya cemas dengan keadaan sakitnya

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    23/47

    23

    2.14 Diagnosa Keperawatan

    1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan

    peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.

    2.

    Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen

    berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).

    3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan

    pada selaput paru-paru.

    2.15 Intervensi Keperawatan

    1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan

    peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.

    Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan

    individu.

    Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi

    napas bersih/jelas.

    Intervensi

    a. Pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.

    Rasional : Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan

    dapat ditemukan pada penerimaan atau selama

    stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat

    melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding

    inspirasi.

    b. Arahkan pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya

    peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat

    tidur.

    Rasional :Peninggian kepala tempat tidur mempermudah

    pernapasan dan menggunakan gravitasi. Namun pasien

    dengan distress berat akan mencari posisi yang lebih mudah

    untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal

    dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan

    dapat sebagai alat ekspansi dada.

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    24/47

    24

    c. Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya:

    mengi, krokels dan ronki.

    Rasional :Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan

    obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan

    dengan adanya bunyi napas adventisius, misalnya :

    penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup

    dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya

    bunyi napas (asma berat).

    d.

    Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan lapar

    udara, gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan

    penggunaan obat bantu.

    Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variable yang

    tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang

    menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi

    dan reaksi alergi.

    e. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.

    Rasional :Memberikan pasien beberapa cara untuk

    mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan

    jebakan udara.

    f. Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk

    pendek, basah, bantu tindakan untuk memperbaiki

    keefektifan jalan napas.

    Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif,

    khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan.

    Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi ataukepala dibawah setelah perkusi dada.

    g. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai

    toleransi jantung.

    Rasional :Hidrasi membantu menurunkan kekentalan

    secret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat

    dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    25/47

    25

    dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada

    diafragma.

    h.

    Bronkodilator, misalnya, -agonis, efinefrin (adrenalin,

    vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin

    (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer).

    Rasional :Merilekskan otot halus dan menurunkan

    kongesti local, menurunkan spasme jalan napas, mengi dan

    produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi

    atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan

    tekanan pada diafragma. (Doenges, 1999. hal 156).

    2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen

    berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).

    Tujuan :Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk

    keperluan tubuh.

    Kriteria hasil :

    Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan

    mengalami sesak napas. Tanda-tanda vital dalam batas normal

    Tidak ada tanda-tanda sianosis.

    Intervensi :

    a. Pantau frekuensi, kedalaman pernapasan, catat

    pengguanaan otot aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan

    bicara/berbincang.

    Respon : Berguna dalam evaluasi derajat distress

    pernapasan dan kronisnya proses penyakit.

    b. Awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.

    Rasional :Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku)

    atau sentral (terlihat sekitar bibir atau danun telinga).

    Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan

    beratnya hipoksemia.

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    26/47

    26

    c. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih

    posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam

    perlahan atau napas bibir sesuai dengan kebutuhan/toleransi

    individu.

    Rasional :Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan

    posisi duduk tinggi dan laithan napas untuk menurunkan

    kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas.

    d. Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila

    diindikasikan.

    Rasional :Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber

    utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan

    pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif.

    e. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara

    dan/atau bunyi tambahan.

    Rasional :Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan

    aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi

    mengindikasikan spasme bronkus/ter-tahannya sekret.

    Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada

    interstisial/dekompensasi jantung.

    f. Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.

    Rasional :Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan

    darah dapat menunjuak efek hipoksemia sistemik pada

    fungsi jantung.

    g. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi

    hasil GDA dan toleransi pasien.Rasional :Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya

    hipoksia. Catatan ; emfisema koronis, mengatur pernapasan

    pasien ditentikan oleh kadar CO2 dan mungkin

    dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan.

    (Doenges, 1999. hal 158).

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    27/47

    27

    3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan

    pada selaput paru-paru.

    Tujuan :Rasa nyeri berkurang sampai hilang.

    Kriteria hasil :

    Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.

    Ekspresi wajah rileks.

    Intervensi :

    a. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya ; tajam,

    konsisten, di tusuk, selidiki perubahan

    karakter/intensitasnyeri/lokasi.

    Rasional : Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa

    derajat pneumonia, juga dapat timbul komplikasi

    seperti perikarditis dan endokarditis.

    b. Pantau tanda-tanda vital.

    Rasional: Perubahan frekuensi jantung atau TD

    menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya

    bila alasan lain untuk perubahan tanda-tanda vital.

    c.

    Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan

    punggung, perubahan posisi, music

    tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.

    Rasional: Tindakan non-analgetik diberikan dengan

    sentuhan lembut dapat menghilangkan

    ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi

    analgesic.

    d.

    Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.

    Rasional : Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat

    mengiritasi dan mengeringkan memberan mukosa,

    potensial ketidaknyamanan umum.

    e. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada

    selama episode batuk.

    Rasional :Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan

    dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    28/47

    28

    f. Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi.

    Rasional : Obat ini dapat digunakan untuk menekan

    batuk non produktif/proksimal atau menurunkan

    mukosa berlebihan, meningkatkan

    kenyamanan/istirahat umum. (Doenges, 1999. hal 171).

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    29/47

    29

    BAB III

    TINJAUAN KASUS

    ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.Z DENGAN PENYAKIT PARU

    OBSTRUKSI KRONIK DI RUANG PARU RSUD. DR SOETOMO

    SURABAYA

    3.1 Pengkajian

    Tgl Masuk Rumah Sakit: 20 September 2013 Jam 16.00 WIB

    Tgl Kaji: 22 September 2013 Jam 12.15 WIB

    1. Identitas Klien

    Nama: Tn.Z

    Umur: 49 thn

    Jenis Kelamin: Laki-Laki

    Alamat: Gedangan, Probolingo

    Agama: Islam

    Pendidikan: SMA

    Pekerjaan: Karyawan Pabrik

    No Tlpn: 085700013900

    Dx Medis: PPOK

    2. Keluhan Utama: Klien mengatakan sesak di dada dan nafas terasa

    berat3. Riwayat Kesehatan:

    Riwayat Penyakit Sekarang

    Klien mengatakan batuk-batuk disertai dahak dan dada terasa

    berat kurang lebih sejak 1 tahun yang lalu. Selama sakit klien

    memeriksakannya ke puskesmas dan diberi obat kemudian

    sembuh, namun selang beberapa bulan kambuh lagi. Saat

    kambuh klien tidak mengobatinya lagi ke puskesmas karena

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    30/47

    30

    klien bilang batuknya akan hilang dengan sendirinya. Hingga 2

    hari yang lalu pada tanggal 20 September 2013 klien

    mengatakan sesak dan dibawah ke IRD RSUD Dr. Soetomo

    Surabaya. Kemudian klien mengalami opname diruang Paru

    RSUD Dr. Soetomo.

    Riwayat Penyakit Dahulu

    TB Paru (-), asma (-), dan penyakit pernafasan/ paru yang

    lainnya (-).

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang

    mempunyai penyakit paru sebelumnya.

    4. Pemeriksaan Fisik

    a. Keadaan Umum : Lemah

    Kesadaran : Compos Mentis

    Tekanan Darah : 110/70 mmhg

    Suhu : 37 derajat celcius

    Respiratory Rate : 29 x/menit

    b. Pernafasan (B1: Breathing)

    1. Inspeksi

    Pola Nafas : Tidak teratur

    Jenis : dispnea

    RR : 29x/menit

    Batuk : ya (Tidak Efektif)

    Adanya retreksi otot bantu nafas, reflek batuk (+)

    2. Palpasi

    Ekspansi meningkat dan taktil fremitus menurun

    3. Perkusi

    Sonor dan diafragma menurun

    4. Auskultasi

    Bunyi nafas wheezing

    MK: Ketidak efektifan bersihan jalan nafas

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    31/47

    31

    c. Kardiovaskuler (B2:Blood)

    1. inspeksi

    Tidak ada pembesaran jantung. Kepala dan wajah tidak

    ada sianosi.

    2. Palpasi

    N: 103 x/mnt

    Irama tidak teratur

    Akral: hangat, kering, merah

    CRT: 1 detik

    3. Auskultasi

    Tekanan Darah :110/70 mmhg

    MK: tidak ada masalah kesehatan

    d. Persyarafan (B3: Brain)

    GCS : 456

    Kesadaran : Compos Mentis

    MK : tidak ada masalah keperawatan

    e. Perkemihan ( B4: Blader)

    Klien minum 7-8 gelas perhari, BAK lancer produksi urin

    kurang lebih 1800cc/24 jam dan tidak ada keluhan pada

    system perkemihan

    MK: tidak ada masalah kesehatan

    f. Bowel (B5: Pencernaan)

    Makan 3x/hari. Porsi makan tidak habis, makan hanya 1-2

    sendok makan. Klien mual (+), muntah (-), dan tidak nafsu

    makan, BB turun dari 56 kg menjadi 53 kg. Selama di rumahsakit belum pernah BAB.

    MK: Gangguan Pemenuhan kebutuhan nutrisi

    g. Tulang, otot dan integument (B6: Bone)

    Klien mampu melakukan aktivitas dengan baik, klien terlihat

    kelelahan. Tidak ada edema

    MK: tidak ada masalah kesehatan

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    32/47

    32

    h. Psikososial

    Klien mengatakan dirinya adalah seorang yang sering sakit.

    Orang orang terdekatnya sanagat perhatian dengan klien.

    Jika ada masalah klien selalu memusyawarakan dengan

    keluarga. Klien juga mengatakan sudah terbiasa dengan

    sakitnya.

    MK: tidak ada masalah kesehatan

    5. Pemeriksaan Diagnostik

    a.

    Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)

    Kapasitas paru (TLC) dan volume residu (RV) meningkat.

    Kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi paksa (FEV) menurun

    b. Pemeriksaan Laboratorium

    Hb : 12.3 (14-16 g/dl)

    Leukosit : 7000 (5000-10000/UL)

    Trombosit : 204.000 (150.000-400000/UL)

    Eritrosit : 4.90 juta (4.5-5.5 juta)

    GDA : 157 mg/dl (

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    33/47

    33

    c. Pemeriksaan Radiologi

    Rontegen thorax menunjukan adanya hiperinflasi, pendataran

    diafragma, dan pelebaran margin interkosta

    6. Terapi Pengobatan

    Oksigen Masker 6 lpm

    RL: D5 = 1:2

    Cefotaxim 3 x lg

    Antrain 3 x lg

    Ranitidin 3 x 50 mg

    Bronkodilator :fenoterol HBr O,1% solution

    Mulokitik : ventolin 2,5 mg

    Kortikosteroid

    3.2Analis Data

    Pengelompokan Data Kemungkinan

    Penyebab

    Masalah

    S: Klien mengatakansesak di dada dan nafas

    terasa berat

    O:

    Klien tidak

    mampu batuk

    efektif

    Whezzing (+)

    RR: 29 x/menit

    Adanya retraksi

    otot bantu napas

    Obstruksi padapertukaran O2 dan

    CO2 akibat kerusakan

    dinding alveoli

    Gangguan pergerakan

    udara dari dalam ke

    luar paru

    Penurunan

    kemampuan batuk

    efektif

    Ketidakefektifan

    bersihan jalan nafas

    Ketidakefektifan

    bersihan jalan nafas

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    34/47

    34

    S: klien mengatakan

    sesak di dada

    dan nafas terasa berat

    O:

    RR: 29 x/ menit

    Nadi: 103

    x/menit

    Dispnea saat

    aktivitas

    Warna kulit

    normal:

    sianosis(-)

    Ph: 7.40

    Pco2: 68 mmHg

    Po2: 43 mmHg

    S: Klien mengatakan

    tidak nafsu makan.

    Belum pernah BAB

    selama di rumah sakit

    O:

    Porsi makan

    tidak habis (1-2

    sendok)

    Mual (+)

    Obstruksi pada

    pertukaran O2 dan

    CO2 akibat kerusakan

    dinding alveoli

    Gangguan pergerakan

    udara dari dalam ke

    luar paru

    Peningkatan usaha dan

    frekuensi pernafasan

    penggunaan otot bantu

    pernafasan

    Peningkatan kerja

    pernafasan hipoksemia

    secara reversible

    Gangguan pertukaran

    gas

    PPOK

    Respon sistemik danpsikologis

    Keluhan sistemik,

    mual, intake nutrisi

    tidak adekuat, malaise,

    kelemahan, dan

    keletihan fisik

    Gangguan Pertukaran

    Gas

    Gangguan pemenuhan

    kebutuhan nutrisi:

    kurang dari kebutuhan

    tubuh

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    35/47

    35

    3.3 Diagnosa Keperawatan

    NO Diagnosa Keperawatan

    1.

    2

    3.

    ersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan

    roduksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental. Ditandai dengan:

    Klien mengatakan sesak di dada dan nafas terasa berat

    Klien tidak mampu batuk efektif

    Whezzing (+)

    RR: 29 x/ menit

    Adanya retraksi otot bantu nafas

    erusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen

    erkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus). Ditandai

    engan:

    Klien mengatakan sesak di dada dan nafas terasa berat

    RR: 29 x/ menit

    Nadi: 103 x/menit

    Dispnea saat aktivitas

    Warna kulit normal: sianosis (-)

    Ph: 7,40

    Pco2: 68 mmHg

    Po2: 43 mmHg

    angguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

    erhubungan dengan penurunan nafsu makan. Ditandai dengan:

    BB turun: 56 kg

    53 kg

    KU: lemah Gangguan pemenuhan

    kebutuhan nutrisi:

    kurang dari kebutuhan

    tubuh

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    36/47

    36

    Klien mengatakan tidak nafsu makan

    Porsi makan tidak habis (1-2 sendok)

    Mual (+)

    BB turun: 56 53 kg

    Belum pernah BAB selama masuk rumah sakit

    KU: Lemah

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    37/47

    37

    3.4 INTERVENSI

    TGL/JAM NO

    DX

    KEP

    TUJUAN KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN RASIONAL

    22

    September

    2013

    1 Tujuan:

    Dalam waktu 15 menit setelah

    diberikan intervensi jalan

    napas kembali efektif ditandai

    dengan berkurangnyakuantitas dan viskositas

    sputum untuk

    memperbaiki ventilasi paru

    dan pertukaran gas.

    Kriteria Evaluasi:Dapat menyatakan dan

    mendemontrasikan batuk

    efektif,dan pernapasan

    klien normal

    (16-20 x/menit) tanpa ada

    penggunaan otot bantu

    napas.

    1. Atur posisi semi fowler.

    2. Ajarkan cara batuk efektif.

    3. Bantu klien latihan napas dalam.

    4. Pertahankan intake cairan

    sedikitnya 1500 ml/hari kecuali

    tidak diindikasikan.

    5. Lakukan fisioterapi dad denganteknik postural drainase dan fibrasi

    dada.

    6. Berikan obat :

    Bronkolidator,nebulizer (via

    inhalasi): fenoterol HBr 0,1%.

    7. Agen mukolitik dan

    ekspektoran: ventolin 2,5 mg.

    8. Berikan kortikosteroid.

    1. Meningkatkan ekspansi dada.

    2. Batuk yang terkontrol dan efektif dapat

    memudahkan pengeluaran dari secret yang

    melekat dijalan napas.

    3. Ventilasi maksimal membuka lumen jalannapas dan meningkatkan gerakan secret

    kedalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.

    4. Hidrasi yang adekuat membantu

    mengencerkan secret dan mengefektifkan

    pembersihan jalan napas.

    5. Postural drainase dengan perkusi danvibrasi menggunakan bantuan gaya gravitasi

    untuk membantu menaikkan sekresi sehingga

    dapat dikeluarkan atau dihisap dengan

    mudah.

    6. Pemberian bronkodilator via inhalasi akan

    langsung menuju area bronchus yang

    mengalami spasme sehingga lebih cepat

    berdilatasi.

    7. Agen mukolitik menurunkan kekentalandan perlengketan secret paru untuk

    memudahkan pembersihan. Agen

    ekspektoran akan memudahkan secret lepas

    dari perlengketan dari jalan napas.

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    38/47

    38

    2

    Tujuan :

    Dalam waktu 3x24 jamsetelah diberikan

    intervensi pertukaran gasmembaik.

    Kriteria Evaluasi:

    Frekuensi napas

    16-20 x/menit.

    Frekuensi nadi

    70-90 x/menit.

    Warna kulit

    normal.

    pH normal

    (7.35-7.45).

    pO2 normal

    (80-104 mmHg).

    pCO2 normal

    (25-45 mmHg).

    1.Kolaborasi pemberian oksigen

    via nasal.

    2. Kolaborasi untuk pemberianbronkodilator secara aerosol.

    3. Kolaborasi untuk pemantauan

    analisis gas arteri.

    4. Kaji keefektifan jalan napas.

    8. Kortikosteroid berguna dengan

    keterlibatan luas pada hipoksemia dan

    menurunkan reaksi inflamasi akibat edema

    mukosa dan dinding bronchus.

    1. Oksigen diberikan saat terjadi hipoksemia.

    Perawat harus memantau kemanjuran terapioksigen dan memastikan bahwa klien patuh

    dalam penggunaan alat pemberi oksigen.2. Terapi aerosol membantu mengencerkan

    sekresi sehingga dapat dibuang.

    Bronkodilator yang dihirup sering

    ditambahkan dalam nebulizer untuk

    memberikan aksi bronkodilator langsung

    pada jalan napas,dengan demikian

    memperbaiki pertukaran gas.

    3. Sebagai bahan evaluasi setelah melakukan

    intervensi.

    4. Bronkhospasme dideteksi ketika terdengar

    mengi saat diauskultasi dengan stetoskop.

    Peningkatan pembekuan mucus sejalan

    dengan penurunan aksi mukosiliarismenunjang penurunan lebih lanjut diameter

    bronchi dan mengakibatkan penurunan aliranudara serta penurunan pertukaran gas, yang

    diperburuk oleh kehilangan daya elastisitas

    paru.

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    39/47

    39

    3Tujuan :

    Dalam waktu 3x24 jam

    setelah diberikan tindakan

    keperawatan,intake nutrisi

    klien terpenuhi.

    Kriteria Evaluasi :

    Klien dapat

    mempertahankan status

    gizinya dari yang

    semula kurang menjadi

    adekuat.

    Pernyataan motivasikuat untuk memenuhi

    kebutuhan nutrisinya. Porsi makan habis.

    Mual (-)

    1. Fasilitasi klien untukmemperoleh diet biasa yang

    disukai klien.

    2. Fasilitasi pemberian diet TKTP,

    berikan dalam porsi kecil tapi

    sering.

    3. Lakukan dan ajarkan perawatan

    mulut sebelum dan sesudah makan

    serta sebelum dan sesudah

    intervensi/pemeriksaan per oral.

    4. Kolaborasi dengan ahli gizi

    untuk menetapkan komposisi dan

    jenis diet yang tepat.

    5. Kolaborasi untuk pemberian

    obat antimual : Ranitidien 3x50mg.

    6. Pantau intake dan output,

    timbang berat badan secara

    periodik (sekali seminggu).

    1. Memperhitungkan keinginan individu

    dapat memperbaiki intake gizi.

    2. Memaksimalkan intake nutrisi tanpa

    kelelahan dan energi besar serta menurunkan

    iritasi saluran cerna.

    3. Mengurangi rasa tidak enak karena sisa

    makanan atau obat pada pengobatan sistem

    pernapasan yang merangsang pusat mutah.

    4. Merencanakan diet dengan kandungan giziyang cukup untuk memenuhi kebutuhan

    energi dan kalori sehubung dengan statushipermetabolik klien.

    5. Mengurangi rasa mual.

    6. Berguna dalam mengukur keefektifan

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    40/47

    40

    intake gizi dan dukungan cairan.

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    41/47

    41

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    42/47

    42

    3.5 IMPLEMENTASI

    NO DX

    KEP

    TGL JAM TINDAKAN KEPERAWATAN PELAKSANA

    1

    2

    3

    23-09-2013

    23-09-2013

    23-09-2013

    09:00

    10:00

    11:00

    1. Mengatur posisi semifowler.

    2. Mengajarkan cara batuk efektif.3. Membantu klien latihan napas dalam

    mempertahankan intake cairan

    sedikitnya 1500 ml/hari kecuali tidak

    diindikasikan.

    4. Melakukan fisioterapi dada dengan

    teknik postural drainase dan fibrasi

    dada.

    5. Memberikan obat :

    Bronkodilator,nebulizer (via inhalasi)

    fenoterol HBr 0,1% solution,

    6. Memberikan mukotitik dan

    ekspektoran

    7. Memberikan Kortikosteroid.

    1. Berkolaborasi pemberian oksigen via

    nasal.

    2. Berkolaborasi untuk pemberian

    Bronkodilator secara aerosol.

    3. Berkolaborasi untuk pemantauan

    analisis gas arteri.4. Mengkaji keefektifan jalan napas.

    1.Memfasilitasi klien untuk

    memperoleh diet biasa yang disukai

    klien.

    2. Memfasilitasi pemberian diet TKTP,

    berikan dalam porsi kecil tapi sering.

    3. Melakukan dan mengajarkan

    perawatan mulut sebelum dan sesudah

    makan serta sebelum dan sesudahintervensi/pemeriksaan per oral.

    4. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk

    menetapkan komposisi dan jenis diet

    yang tepat.

    5. Berkolaborasi untuk pemberian obat

    anti mual : Ranitidine 3x50 mg.

    6. Memantau intake dan output,

    timbang berat badan secara periodik

    (sekali seminggu).

    Ners

    Ners

    Ners

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    43/47

    43

    3.6 EVALUASI

    TANGGAL

    JAM

    NO DX

    KEP

    CATATAN PERKEMBANGAN PELAKSANA

    24

    September

    2013

    10:00 WIB

    25

    September

    2013

    1

    2

    3

    2

    3

    S : Klien mengatakan tidak sesak lagi

    O:

    Klien mampu melakukan batuk efektif

    Whezzing (-)

    RR : 18 x/menit

    Retraksi otot bantu napas (-)

    A: Masalah teratasi

    P : Intervensi dihentikan

    S : Klien mengatakan tidak sesak lagi

    O:

    RR : 18 x/menit

    Nadi : 90 x/menit

    Dispnea saat aktivitas

    Warna kulit normal tidak sianosis

    PH : 7.40

    pO2 : 68 mmHg

    pCO2 : 43 mmHg

    A : Masalah teratasi sebagian

    P : Lanjutkan intervensi 1-4

    S : Klien mengatakan tidak napsu makanO :

    Porsi makan tidak habis

    Mual (+)

    A : Masalah belum teratasi

    P : Lanjutkan intervensi 1-6

    S : Klien mengatakan tidak sesak lagi

    O :

    RR : 20 x/menit

    Nadi : 88 x/menit Dispnea saat aktivitas

    Warna kulit normal tidak sianosis

    pH : 7.41

    pO2 : 88 mmHg

    pCO2 : 29 mmHg

    A : Masalah teratasi

    P : Intervensi dihentikan

    S : Klien mengatakan tidak napsu makan

    O :

    Ners

    Ners

    Ners

    Ners

    Ners

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    44/47

    44

    26

    September

    2013

    3

    Porsi makan tidak habis

    Mual (+)

    A : Masalah belum teratasi

    P : Lanjutkan intervensi 1-6

    S : Klien mengatakan sudah enak saat makan

    O :

    Porsi makan habis

    Mual (-)

    A : Mual teratasi

    P : Hentikan intervensi

    Ners

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    45/47

    45

    BAB IV

    PENUTUP

    4.1 Kesimpulan

    PPOK merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan

    dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-

    paru. ( Penyakit Paru Obstruksi Kronis) adalah klasifikasi luas dari gangguan,

    yang mencangkup bronkitis kronis, bronkiestasis, emfisema, dan asma. PPOK

    disebabkan oleh factor lingkungan dan gaya hidup. Perkembangan gejala-

    gejala yang merupakan ciri dari PPOM adalah malfungsi kronis pada sistem

    pernafasan yang manifestasi awalnya yaitu sesak napas. Batuk-batuk dan

    produksi dahak khusunya yang makin menjadi di saat pagi hari. Kehilangan

    berat badan yang cukup drastis. Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara

    fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Hilangnya

    nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah.Penurunan daya

    kekuatan tubuh.

    4.2 Saran

    Di dalam masalah PPOK, sebaiknya terlebih dahulu mencegah

    faktor pencetus seperti asap rokok, polusi udara dan lain-lain agar tidak

    terkena PPOK. Karena mengingat penderita akan mengalami sakit yang

    berkepanjangan dan hal ini sangat merugikan penderita.

    1. Untuk Penderita PPOK

    Menghindari faktor resiko :

    Anjurkan klien untuk tidak merokok

    Anjurkan klien untuk cukup istirahat

    Anjurkan klien untuk menghindari allergen

    Anjurkan klien untuk mengurangi aktifitas

    Anjurkan klien untuk mendapatkan asupan gizi yang cukup

    2. Untuk Keluarga

    Memberikan dukungan: Anjurkan keluarga untuk memberi

    perhatian pada klien

    Anjurkan keluarga untuk memantau kondisi klien

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    46/47

    46

    Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif

    DAFTAR PUSTAKA

    Grainger, Allison : Diagnostic Raddiology An Anglo American Textbook of

    Imaging, second edition, Churchil Livingstone, page :122.

    Horrison : Principle of Internal Medicine, 15th edition, McGraw-Hill, page :

    1491-1493.

    G.Simon : Diagnostik Rontgen, cetakan ke-2, Erlangga, 1981, hal :310-312.

    Meschan : Analysis of Rontgen Signs in General Radiology, Volume II, page :

    954,990-993.

    Danu Santoso Halim,Dr.SpP : Ilmu Penyakit Paru, Jakarta 1998, hal :169-192.

    Gofton, Douglas : Respiratory Disease, 3rd edition, PG Publishing Pte Ltd, 1984,

    page : 346-379.

    Harrison : Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, edisi 13, volume ketiga, Jakarta20003, hal :1347-1353.

    Lothar, Wicke, Atlas Radiologi, edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran 1985, page:

    157.

    Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Media Aesculapius 1999, Jakarta, hal :

    480-482.

    Smeltzer, Suzanne C. (2001)Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

    Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta:

    EGC

    Long Barbara C. (1996) Perawatan medical Bedah Suatu pendekatan Proses

    keperawatan, alih bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan

    Keperawatan Padjajaran Bandung, Bandung.

  • 5/19/2018 Askep PPOK

    47/47

    47

    Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut),

    Jakarta: Balai penerbit FKUI

    Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

    Penyakit, alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta:

    EGC

    Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2001) Buku Ajar Ilmu

    Penyakit Dalam Jilid II, edisi ketiga, Jakarta: balai Penerbit FKUI

    Nugroho, Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta: EGC

    Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk

    Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made

    Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC

    Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa:

    Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EGC