askep hemoroid
-
Upload
aldila-kurnia-p -
Category
Documents
-
view
47 -
download
2
description
Transcript of askep hemoroid
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia hemoroid disebut wasir, sedangkan ambeien berasal dari kata
Belanda ‘ambeijen’ (diambil dari kata buah arbij). Hemoroid sangat umum terjadi.
Pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemorroid berdasarkan
luasnya vena yang terkena. Sering terjadi namun kurang diperhatikan kecuali
kalau sudah menimbulkan nyeri dan perdarahan. Beberapa literatur lain
menyebutkan bahwa hemoroid adalah varices vena eksternal dan/atau internal dari
kanal anus yang disebabkan oleh adanya tekanan pada vena-vena anorektal. Jika
tidak mendapat penanganan maka hemoroid akan semakin bertambah parah,
jarang yang mengalami perbaikan dengan sendirinya karena biasanya kelainan ini
berhubungan dengan pembuluh darah, jaringan lunak, dan otot-otot anus.
Hemoroid diklasifiksasikan menjadi dua tipe. Hemoroid internal yaitu
hemoroid yang terjadi diatas stingfer analsedangkan yang muncul di luar stingfer
anal disebut hemorod eksternal (brunner &suddarth, 1996). Kedua jenis hemoroid
ini sangat sering terjadi dan terdapat pada sekitar 35% penduduk. Hemoroid bisa
mengenai siapa saja, baik laki-laki maupun wanita. Insiden penyakit ini akan
meningkat sejalan dengan usia dan mencapai puncak pada usia 45-65 tahun.
Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, tetapi dapat menyebabkan perasaan
yang sangat tidak nyaman. Hal itulah yang mendasari kelompok untuk membahas
tentang “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Hemoroid”.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi hemoroid?
1.2.2 Apa etiologi dari penyakit hemoroid?
1.2.3 Bagaimana klasifikasi dari penyakit hemoroid?
1.2.4 Apa saja tanda dan gejala dari penyakit hemoroid?
1.2.5 Apa saja komplikasi dari penyakit hemoroid?
2
1.2.6 Bagaimana pentalaksanaan dari penyakit hemoroid?
1.2.7 Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat diterapkan dari penyakit
hemoroid?
1.2.8 Apa saja pencegahan yang bisa diterapkan dari penyakit hemoroid?
3
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Hemoroid atau lebih dikenal dengan wasir adalah penyakit yang
disebabkan karena melebarnya pembuluh darah (vena) didaerah dubur. Ada juga
yang menyebutkan hemoroid adalah penyakit yang mengenai rectum dan anus
yang disebabkan rusaknya pleksus hemoroidalis (pembuluh darah disekitar rectum
dan anus). Hemoroid dapat digambarkan sebagai gumpalan-gumpalan jaringan
dalam saluran anal yang berisi pembuluh darah dan jaringan penunjang yang ada
disekelilingnya, yang terdiri atas otot dan serat elastic. Hemoroid muncul pada
orang dewasa baik diperkampungan maupun perkotaan. Penderita hemoroid
stadium lanjut akan membutuhkan pertolongan dokter. Pada keadaan hemoroid ini
terjadi dilatasi pleksus vena yang mengitari area rectal dan anal. Dilatasi ini sangat
sering dan terjadi pada individu yang rentan karena peningkatan tekanan yang
menetap dalam pleksus vena hemoroidal. Wasir ini dapat diderita oleh semua
orang baik laki-laki maupun perempuan. Wasir diderita sama banyaknya pada
laki-laki dan perempuan dan sedikit meningkat pada wanita yang sedang
mengandung dan akan melahirkan. Prevalensinya meningkat antara usia 45 dan 65
tahun (Budiman, 2010).
2.2 Penyebab dan Patofisiologi
Hemoroid timbul karena kongesti Vena yang disebabkan gangguan aliran
balik dari vena hemoroidalis sehingga terjadi dilatasi, pembengkakan atau
inflamasi vena hemoroidalis yang diawali oleh faktor-faktor resiko atau faktor
pencetus.
Faktor resiko hemoroid dalam Haryono (2012) antara lain:
1. mengejan pada saat buang air besar yang sulit;
2. pola buang air besar yang salah (lebih banyak memakai jamban duduk, terlalu
lama duduk dijamban sambil membaca;
4
3. peningkatan tekanan intra abdomen yang disebabkan oleh tumor (tumor usus,
tumor abdomen);
4. kehamilan disebabkan karena tekanan janin pada abdomen dan perubahan
hormonal;
5. usia tua;
6. konstipasi kronik atau diare yang berlebihan;
7. hubungan seks per anal;
8. kurang minum air;
9. kurang makan makanan berserat (sayur dan buah);
10. kurang olahraga atau imobilisasi.
2.3 Klasifikasi
Berdasarkan letak terjadinya hemoroid dibedakan dalam dua klasifikasi
yaitu hemoroid interna dan hemoroid eksterna.
1. Hemoroid interna (wasir dalam)
Wasir dalam ini adalah pleksus hemoroidalis superior yang berada diatas
garis mukokotan (ditutupi mukosa) (Budiman,2010). Hemoroid interna adalah
pelebaran pleksus v.hemoroidalis superior diatas garis mukokutan (linea dentata)
dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid interna ini merupakan bantalan vaskuler
didalam jaringan submukosa pada rektum sebelah bawah. Sering hemoroid
terdapat pada posisi primer, yaitu kanan-depan, kanan-belakang, dan kiri-lateral.
Hemoroid yang lebih kecil terdapat diantara ketiga letak primer tersebut.
Gejala yang dapat ditemukan pada wasir dalam dibagi menjadi 4 derajat
yaitu:
Derajat 1: terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps. Adanya darah segar
yang menetes saat buang air besar.
Derajat 2: muncul benjolan dari anus saat buang air besar yang dapat masuk
kembali dengan sendirinya.
Derajat 3: muncul benjolan dari anus saat buang air besar yan perlu dibantu
tangan untuk memasukkannya kembali.
5
Derajat 4: muncul benjolan dari anus saat buang air besar dan benjolan tersebut
keluar lagi walaupun sudah dibantu dimasukkan dengan tangan.
2. Hemoroid ekksterna (wasir luar)
Wasir luar merupakan penonjolan pleksus hemoroid inferior. Terletak
dibawah garis mukokutan pada jaringan dibawah epitel anus. Kedua pleksus
hemoroid yaitu interna dan eksterna berhubungan secara longgar (Budiman,
2010).
Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk akut
berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya
merupakan hematoma, bentuk ini sering sangat gatal dan nyeri karena ujung-
ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemoroid eksterna kronik atau
skin tag berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan
penyambung dan sedikit pembuluh darah (Haryono, 2012).
2.4 Tanda dan gejala
Tanda dan gejala hemoroid dalam haryono, 2012 antara lain:
1. terjadi benjolan-benjolan disekitar dubur setiap kali buang air besar;
2. rasa sakir atau perih.
Rasa sakit yang timbul karena prolaps hemoroid (benjolan tidak dapat
kembali), dari anus terjepit karena adanya thrombus;
3. pendarahan segar disekitar anus disebabkan karena adanya ruptur varises;
4. perasaan tidak nyaman ( duduk terlalu lama dan berjalan tidak kuat lama);
5. keluar lender yang menyebabkan perasaan isi rektum belum keluar semua;
6. pada kasus berat timbul benjolan besar disertai rasa nyeri sehingga penderita
sulit duduk;
7. kendati tanda-tanda wasir mudah dikenali namn tidak semua penderita wasir
menunjukkan adanya keluhan.
6
2.5 Komplikasi
Menurut Black M Joyce at al (2000), komplikasi dari hemoroid antara
lain:
1. Terjadinya pendarahan
Pada derajat 1 darah keluar menetes dan memancar
2. Terjadi thrombosis
Karena hemoroid keluar sehingga lama-lama darah akan membeku dan terjadi
thrombosis
3. Peradangan
Kalau terjadi lecet karena tekanan vena hemoroid akan terjadi infeksi dan
meradang karena disana banyak kotoran yan terdapat kuman-kumannya.
Sedangkan menurut Budiman (2010) komplikasi wasir yaitu:
1. Ulserasi
Terjadi luka pada lapisan mukosa (selaput lender)
2. Prolaps dan strangulasi
Terjadinya prolaps dari wasir dalam dan bila terjepit dapat menyebabkan
gangguan peredaran darah sehingga bisa terjadi nekrosis atau matinya jaringan.
3. Anemia dari pendarahan yang berulang
Keluarnya darah yang disebabkan karena sobeknya pembuluh darah
hemoroidalis yang terjadi berulang-ulangakan menyebabkan kekurangan darah
(anemia) pada penderita wasir
4. Thrombosis vena
Thrombosis terjadi karena tekanan yang tinggi pada vena (misalnya pada
saat batu, mengedan, atau ibu baru melahirkan). Vena lebar yang menonjol dapat
terjepit dan terjadi thrombosis
5. Infeksi
Setelah thrombosis dengan udem ata pembengkakan dan radang bisa
mengakibatkan infeksi
6. Portal pyaemia (peradangan supurataif vena porta)
7
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan colok dubur
2. Anorektoskopi (untuk melihat kelainan anus dan rectum)
3. Pemeriksaan rectal dan palpasi digital
4. Proctoscopi atau colonoscopy (untuk menunjukkan hemoroid internal)
(haryono, 2012).
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Farmakologis
a. Obat yang memperbaiki defekasi
Terdapat dua macam obat yang memperbaiki defekasi yaitu supplement
serat (fiber supplement) dan pelican tinja (stool softener). Supplement serat
komersial yang banyak dipakai antara lain psylium atau isphaluga husk (mulax,
Metamucil, mucofalk) yang berasal dari kulit biji plantago ovate yang
dikeringkan dan digiling menjadi bubuk. Obat ini bekerja dengan cara
membesarkan volume tinja dan meningkatkan peristaltic usus. Obat kedua
adalah laxant atau pencahar (laxadine, dulcolax).
b. Obat simptomatik
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal,
nyeri atau kerusakan kulit didaerah anus. Jenis sediaannya misalnya anusol,
boraginol, N/S dan faktu. Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan
untuk mengurangi radang daerah hemoroid atau anus, contoh obat misalnya
ultraproct, anusol HC, scheriproct.
c. Obat penghenti pendarahan
Pendarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya
vena hemoroid yang dindingnya tipis. Psylium, citrus bioflavanoida yang
berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas
dinding pembuluh darah.
8
d. Obat penyembuh dan pencegah serangan
Menggunakan radium 500 mg 3x2 tablet selama 4 hari lalu 2x2 tablet
selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala
inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.
2.7.2 Pembedahan
Terapi bedah dilakukan pada hemoroid derajat III dan IV dengan penyulit
prolaps, thrombosis atau hemoroid yang besar dengan pendarahan berulang.
Pilihan pembedahan adalah hemoroidektomi secara terbuka, secara tertutup, atau
secara submukosa. Bila terjadi komplikasi pendarahan dapat diberikan obat
hemostatik seperti asam traneksamat yang terbukti secara bermakna efektif
menghentikan perdarahan dan mencegah perdarahan ulang
2.7.3 Tindakan minimal invasive
a. Skleroskopi hemoroid dilakukan dengan cara menyuntikkan obat langsung
kepada benjolan/prolaps hemoroidnya
b. Ligasi pita karet dilakukan dengan cara mengikat hemoroid. Prolaps akan
menjadi layu dan putus tanpa rasa sakit.
c. Penyinaran laser
d. Penyinaran infra red
e. Dialiri arus listrik (elektrokoagulasi)
f. Hemoroideolysis
2.7.4 Tindakan mandiri pasien
a. Perbaiki pola hidup (makanan dan minuman): perbanyak konsumsi makanan
yang mengandung serat (buah dan sayur) kurang lebih 30 gram perhari, serat
selulosa yang tidak dapat diserap selama proses pencernaan makanan dapat
merangsang gerak usus agar lebih lancer, selain itu serat selulosa juga
menyimpan air sehingga dapat melunakkan feses. Mengurangi makanan yang
terlalu pedas atau terlalu asam, menghindari makanan yang sulit dicerna oleh
usus, tidak mengkonsumsi alcohol, kopi dan minuman bersoda. Perbanyak
minum air putih 30-40cc/kg BB/hari
b. Penderita hemoroid dianjurkan untuk menjaga kebersihan local daerah anus
dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15 menit 3x sehari. Selain itu
9
penderita disarankan untuk tidak terlalu banyak duduk atau tidur, lebih baik
banyak berjalan.
c. Menghindari mengejan yang berlebihan selama defekasi.
d. Menjaga personal hygiene yang baik terutama didaerah anus (Haryono, 2012).
2.8 Pencegahan
Pencegahaan yang dapat dilakukan untuk mencegah wasir atau hemoroid
yaitu sebagai berikut:
a. Mengusahakan pasien berendam air hangat untuk mengurangi nyeri dan
menjaga kebersihan selama sekitar 15 menit. Setidaknya 2-3 kali dalam
sehari.
b. Mengkonsumsi makanan berserat.
c. Menghindari minuman beralkohol.
d. Minum dalam jumlah yang cukup, setidaknya 1,5 liter dalam sehari.
e. menghindindari menggosok-gosok daerah dubur agar tidak terjadi perlukaan.
f. Tidak membiasakan menahan BAB dan janga pula memaksa BAB.
g. Menghindari terlalu lama nongkrong di toilet saat buang air besar misalnya
sambil membaca, karena kebiasaan injoni akan meningkatkan tekanan di
daerah dubur.
h. Olahraga teratur.
i. Gunakan obat antihemoroid sesuai anjuran dokter.
Sedangkan menurut Haryoga (2009), ada beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk mencegah berulangnya kekambuhan keluhan hemoroid, yaitu:
1. hindari mengedan terlalu kuat saat buang air besar;
2. cegah konstipasi dengan banyak mengonsumsi makanan kaya serat (sayur dan
buah serta kacang-kacangan) serta banyak minum air putih minimal delapan
gelas sehari untuk melancarkan defekasi;
3. jangan menunda-nunda jika ingin buang air besar sebelum feses menjadi
keras;
4. tidur cukup;
5. jangan duduk terlalu lama dan senam atau olahraga rutin.
10
BAB 3. PATHWAYS
Konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, fibrinomauteri, pembesaran prostat, tumor, rektum, tekanan intra abdominal
Kongesti vena plexus
Aliran vena balik terganggu
HEMOROID
Tekanan perifer meningkat dan pelebaran vena hemoroidalis (varices)
interna eksterna
DRJ I DRJ III DRJ IVDRJ II akut kronik
Prolab pembuluh darah
Peningkatan tekanan kapiler darah
Dilatasi pembuluh darah
Rubor+kalor
Diskontinuitas jaringan
Sianosis sel
Pelepasan mediator kimia (bradikinin, histamin,
serotonis, prostaglnadin
Merangsang ujung saraf sel perifer
Resiko perdarahan
11
Peningkatan permeabilitas endotelia/cairan
Kurang informasi tentang pembedahan
nyeri
Menghantarkan rangsang ke substansi gelantinosa
eksudat
inflamasi
cemas
Ambang nyeri menurun
Ketakutan pada prognosis
Ansietas
konstipasi
12
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
Fokus pengkajian
1. Riwayat kesehatan : seperti rasa gatal, nyeri selama defekasi, nyeri abdomen,
apakah terjadi perdarahan rectum, terdapat mucus atau tidak ketika buang air
besar.
2. Riwayat diet : pola makan klien dan konsumsi makanan klien dalam kehidupan
sehari-hari
3. Riwayat kehamilan
Kehamilan dengan frekuensi sering akan menyebabkan hemorroid berkembang
cepat.
4. Riwayat penyakit Dahulu:
Riwayat penyakit hati: pada hipertensi portal, potensi berkembangnya
hemorroid lebih besar.
5. Riwayat pekerjaan
6. Prolaps (sudah berapa lama pasien mengeluh, faktor-faktor yang
menyebabkannya dan upaya yang dapat menguranginya serta upaya atau obat-
obatan yang sudah digunakan).
7. Pemeriksaan fisik
a. Kaji tingkat kesadaran
b. Ukur tanda-tanda vital
c. Auskultasi bunyi nafas
d. Kaji kulit (bengkak, pucat, dingin)
e. Kaji terhadap nyeri atau mual
f. Abdomen : nyeri tekan pada abdomen
g. Ans : pembesaran pembuluh darah balik (vena) pada anus, terdapat benjolan
pada anus, nyeri pada anus atau bahkan perdarahan.
13
4.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan iritasi, tekanan dan sensitivitas pada area rektal
atau anal sekunder akibat penyakit anorektal.
2. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat
nyeri selama eliminasi.
3. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan rasa malu.
4. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat.
(Smeltzer, 2002)
14
4.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
Nyeri berhubungan
dengan iritasi,
tekanan dan
sensitivitas pada
area rectal atau
anal sekunder
akibat penyakit
anorektal.
Tujuan:
Pasien mampu
melaporan nyeri
hilang/terkontrol
Kriteria Hasil:
Pasien mampu
tidur/istirahat dengan
tepat dan tampak
rileks.
1. Kaji skala nyeri, karakteristik
nyeri. Laporkan perubahan nyeri
dengan tepat.
2. Catat respon terhadap obat, dan
laporkan pada dokter bila nyeri
hilang
3. Tingkatkan tirah baring, biarkan
pasien melakukan posisi yang
nyaman
1. Membantu memberikan
informasi tentang
kemajuan/perbaikan penyakit,
terjadinya komplikasi dan
keefektifan intervensi.
2. Nyeri berat yang tidak hilang
dengan tindakan rutin dapat
menunjukkan terjadinya
komplikasi/kebutuhan terhadap
intervensi lebih lanjut.
3. Tirah baring pada posisi fowler
rendah menurunkan tekanan
intrabdomen, namun pasien
akan melakukan posisi yang
menghilangkan nyeri secara
alamiah.
4. Menurunkan iritasi /kulit kering
15
4. Gunakan sprei halus/katun
5. Pada nyeri awal berikan kompres
dingin pada daerah anus 3-4 jam
dilanjutkan dengan rendam duduk
hangat 3-4x/hari.
6. Dorong menggunakan tehnik
relaksasi, misal bimbingan
imajinasi dan visualisasi. Berikan
aktivitas senggang.
7. Berikan diet tinggi serat dan
hidrasi yang cukup
8. Elaborasi dengan tim kesehatan
lain: berikan obat sesuai indikasi.
dan sensai gatal.
5. Mengurangi inflamasi pada
daerah anus atau meringankan
nyeri.
6. Meningkatkan istirahat,
memusatkan kembali perhatian,
dapat meningkatkan koping.
7. Melancarkan defekasi atau
melunakkan feses.
8. Meningkatkan istirahat,
meringankan nyeri dan
merilekskan otot halus.
Konstipasi
berhubungan
dengan
mengabaikan
dorongan untuk
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3X24 jam
konstipasi pasien
1. Monitor tanda-tanda ruptur
bowel/peritonitis
2. Jelaskan penyebab dan
rasionalisasi tindakan pada pasien
1. Mengetahui adanya rupture
2. Pasien mengetahui tindakan
yang dilakukan beserta
penyebabnya
16
defekasi akibat
nyeri selama
eliminasi.
teratasi dengan
Kriteria hasil:
pola BAB dalam batas
normal, feses lunak,
cairan dan serat
adekuat, aktivitas
adekuat, hidrasi
adekuat
3. Catat peningkatan dan penurunan
bising usus
4. Jelaskan pada pasien manfaat diet
(cairan dan serat) terhadap
eliminasi
5. Sediakan privacy dan keamanan
selama BAB
6. Kolaburasi dengan ahli gizi diet
tinggi serat dan cairan
3. Mengetahui ada atau tidaknya
peningkatan dan penurunan
bisisng usus
4. Pasien dapat mengetahui
manfaat dari makanan yang
mengandung cairan dan serat
5. Pasien dapat BAB tanpa ada
rasa malu dan takut
6. Kebutuhan makanan yang
mengandung cairan dan serat
dapat terpenuhi
Ansietas
berhubungan
dengan rencana
pembedahan dan
rasa malu.
Tujuan:
Pasien melaporkan
ansietas menurun
sampai tingkat yang
dapat ditangani.
Kriteria Hasil:
1. Evaluasi tingkat ansietas, catat
respons verbal dan non-verbal
pasien
2. Kaji tanda-tanda vital
1. Ketakutan dapat terjadi karena
nyeri hebat, meningkatkan
perasaan sakit, penting pada
prosedur diagnostik.
2. Perubahan pada tanda-tanda
vital mungkin menunjukkan
17
Pasien menyatakan
kesadara terhdap
perasaan dan cara
yang sehat untuk
menghadapi masalah,
tampak rileks.
3. Berikan informasi tentang proses
penyakit dan antisipasi tindakan.
4. Jadwalkan istirahat adekuat dan
periode menghentikan tidur.
5. Evaluasi mekanisme koping
selama digunakan untuk
berhadapan dengan perasaan
ataupun ancaman yang
sesungguhnya.
tingkat ansietas yang dialami
pasien atau merefleksikan
gangguan-gangguan faktor
psikologis .
3. Mengetahui apa yang
diharapkan dapat menurunkan
ansietas.
4. Membatasi kelemahan,
menghemat energi, dan dapat
meningkatkan koping.
5. Mungkin dapat menghadapi
situasi dengan baik pada waktu
itu, misalnya penolakan dan
regresi mungkin dapat
membantu mekanisme koping
untuk suatu waktu tertentu.
Meski demikian, penggunaan
mekanisme ini akan
mengalihkan energi yang
18
diperlukan oleh pasien untuk
kesembuhan.
Resiko terhadap
infeksi
berhubungan
dengan pertahanan
primer tidak
adekuat.
Tujuan: Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan selama 3X24
jam pasien tidak
mengalami infeksi
Kriteria Hasil:
Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi,
Pasien menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi,
Jumlah leukosit dalam
batas normal,
Menunjukkan perilaku
hidup sehat,
Status imun,
1. Pertahankan teknik aseptif
2. Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan
3. Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
4. Tingkatkan intake nutrisi
5. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
6. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
7. Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam
Kolaborasi dengan tim kesehatan
lain mengenai terapi antibiotik
1. Mencegah terjadinya infeksi
2. Membersihkan kuma yang
menempel di tangan
3. Mencegah menempelnya kuman
di baju dll
4. Intake nutrisi pasien terpenuhi
5. Mengetahui adanya tanda-tanda
infeksi
6. Mengetahui adanya gangguan
atau tida pada kulit dan
membrane mukosa
7. Mengatahui adanya peningkatan
atau penurunan suhu pada
pasien
8. Meminimalkan terjadinya
infeksi
20
4.4 Implementasi
Hari/tanggal Waktu No. Dx Implementasi
Kamis, 7 Mei
2013
08.00 1 2. Telah melakukan pengkaji
skala nyeri, karakteristik
nyeri.
3. Telah mencatat respon
terhadap obat
4. Tingkatkan tirah baring,
biarkan pasien melakukan
posisi yang nyaman
5. Telah menggunakan sprei
halus/katun
6. Pada nyeri awal berikan
kompres dingin pada daerah
anus 3-4 jam dilanjutkan
dengan rendam duduk hangat
3-4x/hari.
7. Telah melakukan tehnik
pengurangan nyeri dengan
menggunakan tehnik relaksasi
yaitu dengan bimbingan
imajinasi dan visualisasi.
8. Telah memberikan diet tinggi
serat dan hidrasi yang cukup
9. Telah melakukan elaborasi
dengan tim kesehatan lain
dengan memberikan obat
sesuai indikasi.
21
4.5 Evaluasi Keperawatan
No Hari/tanggal No. Dx Evaluasi
1 Kamis, 7 Mei 2013 1 S:
Pasien masih mengeluh sedikit nyeri
ketika badannya dibuat bergerak
Pasien merasa nyaman ketika
dilakukan tehnik relaksasi
O:
Pasien tampak rileks ketka dilakukan
tehnik pengurangan nyeri
Pasien dapat istirahat cukup
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi keperawatan dilanjutkan
22
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hemoroid adalah penyakit yang disebabkan karena melebarnya pembuluh
darah (vena) didaerah dubur. Hemoroid timbul karena kongesti vena yang
disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis sehingga terjadi dilatasi,
pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidalis. Penaykit hemoroid ini
dkalsifikasikan menjadi hemoroid internaa yaitu pelebaran pleksus v.hemoroidalis
superior diatas garis mukokutan (linea dentata) dan ditutupi oleh mukosa dan
hemoroid eksterna yaitu penonjolan pleksus hemoroid inferior. Terletak dibawah
garis mukokutan pada jaringan dibawah epitel anus.
5.2 Saran
Untuk mahasiswa keperawatan
Mahasiswa keperawatan mempelajari dengan detail mengenai penyakit hemoroid
sehingga nantinya lebih memahami dan mengerti tentang penyakit hemoroid,
patifisiologi, tanda dan gejala, komplikasi serta dapat menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan hemoroid
23
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Doddy & Sutedjo, Kristina. 2010. Mencegah Dan Megobati Wasir.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 2.
Jakarta: EGC. Haryono, Rudi. 2012. Keperawatan Medikal Bedah system
Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Doenges. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (Ed. 3). Jakarta: EGC
Prince, Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4
Buku 2. Jakarta: EGC.