Askep Hematemesis Melena Ec Sirosis Hepatis
-
Upload
wali-mahan -
Category
Documents
-
view
26 -
download
2
Transcript of Askep Hematemesis Melena Ec Sirosis Hepatis
ASKEP HEMATEMESIS MELENA EC SIROSIS HEPATIS
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
HEMATEMESIS MELENA
a. PENGERTIAN
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran faeses atau
tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan
saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya
hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya
perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan
bergumpal-gumpal.
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunun
dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis.
Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan
melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit
dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran
makan bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang
gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit.
Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas
• Kelainan esofagus: varise, esofagitis, keganasan.
• Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan
dan lain-lain.
• Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation),
purpura trombositopenia dan lain-lain.
• Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
• Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid,
alkohol, dan lai-lain.
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran
makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap
macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran
makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya
varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan
bagian atas (Hilmy 1971: 58)
b. DIAGNOSIS
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lamah
atau kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan
riwayat penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun,
alkoholisme, penyakit lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit
darah seperti: leukemia dan lain-lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan
bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya
keluhan rasa nyeri atau pedih di daerah epigastrium dan gejala hematemesis
timbul secara mendadak.
Dari hasil anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang
keluar dengan memakai takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng
dan lain-lain. Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas
yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah,
tanda-tanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui
keadaan yang lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati.
Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti
spider naevi, ginekomasti, eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral,
asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai. Pemeriksaan laboratorium
seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, sediaan darah hapus, golongan
darah dan uji fungsi hati segera dilakukan secara berkala untuk dapat mengikuti
perkembangan penderita.
1) Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram
untuk daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada
lambung dan duodenum. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi
terutama pada daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk
mencari ada/tidaknya varises. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan,
dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera
setelah hematemesis berhenti.
2) Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan
secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat
tempat asal dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan
endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi,
aspirasi cairan, dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan
saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik
dapat dilakukan secara darurat atau sedini mungkin setelah hematemesis
berhenti.
3) Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi
penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab
perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan
dan tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.
c. TERAPI
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini
mungkin dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan
yang teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan
saluran makan bagian atas meliputi :
1. Pengawasan dan pengobatan umum
• Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek
sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
• Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila
perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
• Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam fisiologis selama
belum tersedia darah.
• Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu
dipasang CVP monitor.
• Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk
mengikuti keadaan perdarahan.
• Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
• Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari,
karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis
(simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
• Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian antibiotika
yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh
bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
2. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung,
lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian
air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga
diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian
perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali
memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan
bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi
dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
3. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga
menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan
varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot
polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati
dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung
iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis
terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
4. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan
makna pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja
ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini
dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya
varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi
dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
5. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini
tidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara
pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang
baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang
disebabkan pecahnya varises esofagus.
6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan
perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi .
Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi
esofagus, pintasan porto-kaval.
Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari
membaik.
D. Prognosis
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas yang
disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang
buruk/.terganggu sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil
mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi
prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah selama
perawatan, dan lain-lain. Hasil penelitian Hernomo menunjukan bahwa angka
kematian penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas dipengaruhi
oleh faktor kadar Hb waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan
hati, seperti ikterus, encefalopati dan golongan menurut kriteria Child.
Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam menanggulangi
perdarahan sakuran makan bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan
yang bersifat preventif terutama untuk mencegah terjadinya sirosis hati.
SIROSIS HEPATIS
a. Pengertian
Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara
anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan
nekrosis.
b. Penyebab
Beberapa penyebab dari sirosis hepatic yang sering adalah:
1) Post nekrotic cirrhosis (viral hepatits)
2) Proses autoimmune:
a) Cronic active hepatitis.
b) Biliary cirhosis
3) Alkoholisme
c. Gambaran Klinis
1) Mual-mual, nafsu makan menurun
2) Cepat lelah
3) Kelemahan otot
4) Penurunan berat badan
5) Air kencing berwarna gelap
6) Kadang-kadang hati teraba keras
7) Ikterus, spider naevi, erytema palmaris
8) Asites
9) Hematemesis, melena
10) Ensefalopati
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Urine : bila ada ikterus, urobilin dan bilirubin menjadi positif.
2) Feses : ada perdarahan maka test benzidin positif.
3) Darah : dapat timbul anemia, hipoalbumin, hiponatrium.
4) Test faal hati.
e. Prognosis Yang Jelek
1) Adanya ikterus yang jelek.
2) Pengobatan sudah satu bulan tanpa perbaikan.
3) Asites.
4) Hati yang mengecil.
5) Ada komplikasi yang neurologist.
6) Ensefalopati.
7) Perdarahan.
f. Pengobatan
1) Istirahat yang cukup.
2) Makanan tinggi kalori dan protein.
3) Vitamin yang cukup.
4) Pengobatan terhadap penyulit.
PENGKAJIAN HEMATEMESIS DAN MELENA
1) Riwayat Kesehatan
1. Riwayat mengidap : Penyakit Hepatitis kronis, cirrochis hepatis, hepatoma,
ulkus peptikum
2. Kanker saluran pencernaan bagian atas
3. Riwayat penyakit darah, misalnya DIC
4. Riwayat penggunaan obat-obat ulserogenik
5. Kebiasaan/gaya hidup :
Alkoholisme, kebiasaan makan
2) Pengkajian Umum
1. Intake : anorexia, mual, muntah, penurunan berat badan.
2. Eliminasi :
• BAB :
konstipasi atau diare, adakah melena (warna darah hitam, konsistensi pekat,
jumlahnya)
• BAK :
warna gelap, konsistensi pekat
3. Neurosensori :
adanya penurunan kesadaran (bingung, halusinasi, koma).
4. Respirasi :
sesak, dyspnoe, hipoxia
5. Aktifitas :
lemah, lelah, letargi, penurunan tonus otot
3) Pengkajian Fisik
1. Kesadaran, tekanan darah, nadi, temperatur, respirasi
2. Inspeksi :
Mata : conjungtiva (ada tidaknya anemis)
Mulut : adanya isi lambung yang bercampur darah
Ekstremitas : ujung-ujung jari pucat
Kulit : dingin
3. Auskultasi :
Paru
Jantung : irama cepat atau lambat
Usus : peristaltik menurun
4. Perkusi :
Abdomen : terdengar sonor, kembung atau tidak
Reflek patela : menurun
5. Studi diagnostik
Pemeriksaan darah : Hb, Ht, RBC, Protrombin, Fibrinogen, BUN, serum,
amonoiak, albumin.
Pemeriksaan urin : BJ, warna, kepekatan
Pemeriksaan penunjang : esophagoscopy, endoscopy, USG, CT Scan.
4) Pengkajian Khusus
Pengkajian Kebutuhan Fisiologis
1. Oksigen
Yang dikaji adalah :
• Jumlah serta warna darah hematemesis.
• Warna kecoklatan : darah dari lambung kemungkinan masih tertinggal,
potensial aspirasi.
• Posisi tidur klien : untuk mencegah adanya muntah masuk ke jalan nafas,
mencegah renjatan.
• Tanda-tanda renjatan : bisa terjadi apabila jumlah darah > 500 cc dan terjadi
secara kontinyu.
Jumlah perdarahan : observasi tanda-tanda hemodinamik yaitu tekanan darah,
nadi, pernapasan, temperatur. Biasanya tekanan darah (sistolik) 110 mmHg,
pernafasan cepat, nadi 110 x/menit, suhu antara 38 - 39 derajat Celcius, kulit
dingin pucat atau cyanosis pada bibir, ujung-ujung ekstremitas, sirkulasi darah
ke ginjal berkurang, menyebabkan urine berkurang.
2. Cairan
Keadaan yang perlu dikaji pada klien dengan hematemesis melena yang
berhubungan dengan kebutuhan cairan yaitu jumlah perdarahan yang terjadi.
Jumlah darah akan menentukan cairan pengganti.
Dikaji : macam perdarahan/cara pengeluaran darah untuk menentukan lokasi
perdarahan serta jenis pembuluh darah yang pecah. Perdarahan yang terjadi
secara tiba-tiba, warna darah merah segar, serta keluarnya secara kontinyu
menggambarkan perdarahan yang terjadi pada saluran pencernaan bagian atas
dan terjadi pecahnya pembuluh darah arteri. Jika fase emergency sudah berlalu,
pada fase berikutnya lakukan pengkajian terhadap :
• Keseimbangan intake output. Pengkajian ini dilakukan pada klien
hematemesis melena yang disebabkan oleh pecahnya varices esofagus sebagai
akibat dari cirrochis hepatis yang sering mengalami asites dan edema.
• Pemberian cairan infus yang diberikan pada klien.
• Output urine dan catat jumlahnya per 24 jam.
• Tanda-tanda dehidrasi seperti turgor kulit yang menurun, mata cekung, jumlah
urin yang sedikit. Untuk klien dengan hemetemesis melena sering mengalami
gangguan fungsi ginjal.
3. Nutrisi
Dikaji :
• Kemampuan klien untuk beradaptasi dengan diit : 3 hari I cair selanjutnya
makanan lunak.
• Pola makan klien
• BB sebelum terjadi perdarahan
• Kebersihan mulut : karena hemetemesis dan melena, sisa-sisa perdarahan
• dapat menjadi sumber infeksi yang menimbulkan ketidaknyamanan.
4. Temperatur
Klien dengan hematemesis melena pada umumnya mengalami kenaikan
temperatur sekitar 38 - 39 derajat Celcius. Pada keadaan pre renjatan temperatur
kulit menjadi dingin sebagai akibat gangguan sirkulasi. Penumpukan sisa
perdarahan merupakan sumber infeksi pada saluran cerna sehingga suhu tubuh
klien dapat meningkat. Selain itu pemberian infus yang lama juga dapat menjadi
sumber infeksi yang menyebabkan suhu tubuh klien meningkat.
5. Eliminasi
Pada klien hematemesis melena pada umumnya mengalami gangguan eliminasi.
Yang perlu dikaji adalah :
• Jumlah serta cara pengeluaran akibat fungsi ginjal terganggu. Urine berkurang
dan biasanya dilakukan perawatan tirah baring.
• Defikasi, perlu dicatat jumlah, warna dan konsistensinya.
6. Perlindungan
Latar belakang sosio ekonomi klien, karena pada hematemesis melena perlu
dilakukan beberapa tindakan sebagai penegakan diagnosa dan terapi bagi klien.
7. Kebutuhan Fisik dan Psiologis
Perlindungan terhadap bahaya infeksi. Perlu dikaji : kebersihan diri, kebersihan
lingkungan klien, kebersihan alat-alat tenun, mempersiapkan dan melakukan
pembilasan lambung, cara pemasangan dan perawatan pipa lambung, cara
persiapan dan pemberian injeksi IV atau IM.
Perlindungan terhadap bahaya komplikasi :
• Kaji persiapan pemeriksaan endoscopy (informed concern).
• Persiapan yang berhubungan dengan pengambilan/pemeriksaan darah.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan metode proses keperawatan
yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 4 tahap yaitu : Pengkajian,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. (H. Lismidar, 1990, IX)
1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah komponen kunci dan pondasi proses keperawatan,
pengkajian terbagi dalam tiga tahap yaitu, pengumpulan data, analisa data dan
diagnosa keperawatan. (H. Lismidar, 1990. Hal 1)
1) Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu
a) Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan
status ekonomi.
b) Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini.
c) Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh klien yang
mungkin sehubungan dengan hematemesis melena.
d) Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga yang menderita penyakit tersebut.
e) Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk.
2) Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan hematemesis melena biasanya tinggal didaerah yang
berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal
dirumah yang sumpek.
b. Pola nutrisi dan metabolic
Pada klien dengan hematemesis melena biasanya mengeluh anoreksia, nafsu
makan menurun.
c. Pola eliminasi
Klien hematemesis melena tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam
miksi maupun defekasi
d. Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas.
e. Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita hematemesis melena
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
f. Pola hubungan dan peran
Klien dengan hematemesis melena akan mengalami perasaan asolasi.
g. Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran)
tidak ada gangguan.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa
khawatir klien tentang penyakitnya.
i. Pola reproduksi dan seksual
pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan.
j. Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang maka akan mengakibatkan stress pada
penderita.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.
2. PEMERIKSAAN FISIK
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1) Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
a. inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas
yang tertinggal, suara napas melemah.
b. Palpasi : Fremitus suara meningkat.
c. Perkusi : Suara ketok redup.
d. Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan
yang nyaring.
3) Sistem pengindraan
Pada klien hematemesis melena untuk pengindraan tidak ada kelainan
4) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis.
5) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6) Sistem musculoskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan
sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu kompos mentis dengan GCS : 456
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Radiologi
2) Pemeriksaan laboratorium
4. ANALISA DATA
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah
klien. Masalah klien yang timbul yaitu, sesak napas, batuk, nyeri dada, nafsu
makan menurun, aktivitas, lemas, potensial, penularan, gangguan tidur,
gangguan harga diri.
5. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tahap akhir dari perkajian adalah merumuskan Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah
kesehatan klien yang dapat diatas dengan tindakan keperawatan.
Dari analisa data diatas yang ada dapat dirumuskan diagnosa keperawatan pada
klien dengan hematemesis melena sebagai berikut :
1) Kekurangan Volume cairan berhubungan dengan perdarahan esofagus dan
anemia
2) Perfusi jaringan tidak efektif : serebral, perifer berhubungan dengan
penurunan kadar hemoglobin akibat perdarahan.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
status puasa, penurunan nafsu makan.
6. PERENCAAAN
Setelah mengumpulkan data, mengelompokan dan menentukan Diagnosa
keperawatan, maka tahap selanjutnya adalah menyusun perencaan. Dalam tahap
perencanaan ini meliputi 3 menentukan prioritas Diagnosa keperawatan,
menentukan tujuan merencanakan tindakan keperawatan.
Dan Diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana keperawatan.
7. PELAKSANAAN
Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu
:
1) Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
2) Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat
dan efisien pada situasi yang tepat
3) Keamanan fisik dan psikologia dilindungi
4) Dokumentasi intervensi dan respon klien.
8. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap
proses keperawatan (Diagnosa, tujuan intervensi) harus di evaluasi, dengan
melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan
untuk menilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan tercapai atau tidak
untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum hasil.
Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil
atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam
jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapu alternatif
tersebut adalah :
1) Tujuan tercapai
2) Tujuan tercapai sebagian
3) Tujuan tidak tercapai