Askep BPH Dan TURP

20
RAMA [email protected] , 5 feb 2010 1

Transcript of Askep BPH Dan TURP

Page 1: Askep BPH Dan TURP

RAMA

[email protected], 5 feb 2010 1

Page 2: Askep BPH Dan TURP

RAMA

[email protected], 5 feb 2010 2

BPH DAN TRANS URETRA RESECTION PROSTATE

A. PENGERTIAN

Benign Prostatic Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh

karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan

kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.

B. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti dari terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia sampai sekarang

belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benign

Prostatic Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut. Karena etiologi yang belum jelas maka

melahirkan beberapa hipotesa yang diduga timbulnya Benign Prostatic Hyperplasia antara

lain :

1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan

stroma dari kelenjar prostatmengalami hiperplasia.

2. Ketidak seimbangan estrogen – testoteron

Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan

penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat menyebabkan terjadinya

hyperplasia stroma.

3. Interaksi stroma - epitel

Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan

transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.

4. Penurunan sel yang mati

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari

Page 3: Askep BPH Dan TURP

RAMA

[email protected], 5 feb 2010 3

kelenjar prostat.

5. Teori stem cell

Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI PROSTAT

Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi / mengitari uretra

posterior dan disebelah proximalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian

distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang sering disebut

sebagai otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah

kemiri atau jeruk nipis. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya

kurang lebih 2 - 3 cm. Beratnya sekitar 20 gram.

Prostat terdiri dari :

1. Jaringan Kelenjar 50 - 70 %

2. Jaringan Stroma (penyangga)

3. Kapsul/Musculer

Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang berfungsi

untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan) di dalam testis

yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar prostat akan

bekerja memeras cairan prostat keluar melalui uretra. Sel–sel sperma yang dibuat di dalam

testis akan ikut keluar melalui uretra.

Jumlah cairan yang dihasilkan meliputi 10–30% dari ejakulasi. Kelainan pada prostat

yang dapat mengganggu proses reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang

lain sepeti pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak memegang

peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada terjadinya gangguan

aliran kencing. Kelainan yang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki-

30 - 50 %

Page 4: Askep BPH Dan TURP

RAMA

[email protected], 5 feb 2010 4

laki usia lanjut.

D. PATOFISIOLOGI

Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia, jika

prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran uretra

prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan

intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor

dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang

terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot

detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan

struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah

atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS (Basuki, 2000 : 76).

Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor

berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada

fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan

kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta

lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine

di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia menambah

kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga

tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi

adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini

disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata.

Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari

menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri

tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli

Page 5: Askep BPH Dan TURP

RAMA

[email protected], 5 feb 2010 5

tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah

ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine. Retensi urine

yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal.

E. TANDA DAN GEJALA

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benign Prostatic Hyperplasia disebut sebagai

Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :

1. Gejala Obstruktif yaitu :

a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan

yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa

lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam

Page 6: Askep BPH Dan TURP

RAMA

[email protected], 5 feb 2010 6

uretra prostatika.

b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena

ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai

berakhirnya miksi.

c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.

d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan

waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.

e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

2. Gejala Iritasi yaitu :

a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.

b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam

hari (Nocturia) dan pada siang hari.

c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

Derajat Benigna Prostat Hyperplasia

Benign Prostatic Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya;

1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1–2 cm, sisa urine

kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.

2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat,

panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol,

batas atas masih teraba, sisa urine 50–100 cc dan beratnya + 20–40 gram.

3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine

lebih 100 cc, penonjolan prostat 3–4 cm, dan beratnya 40 gram.

4. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit

keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.

Page 7: Askep BPH Dan TURP

RAMA

[email protected], 5 feb 2010 7

F. PENATALAKSANAAN

1. Terapi Medikamentosa Pada Benigne Prostat Hyperplasia

Terapi ini diindikasikan pada Benigne Prostat Hyperplasia dengan keluhan ringan,

sedang dan berat tanpa disertai penyulit serta indikasi pembedahan, tetapi masih

terdapat kontra indikasi atau belum “well motivated”. Obat yang digunakan berasal

dari Fitoterapi, Golongan Supressor Androgen dan Golongan Alfa Bloker.

a. Fito Terapi

a) Hypoxis rosperi (rumput)

b) Serenoa repens (palem)

c) Curcubita pepo (waluh )

b. Pemberian obat Golongan Supressor Androgen/anti androgen :

a) Inhibitor 5 alfa reduktase

b) Anti androgen

c) Analog LHRH

c. Pemberian obat Golongan Alfa Bloker/obat penurun tekanan diuretra-prostatika :

Prazosin, Alfulosin, Doxazonsin, Terazosin

2. Pembedahan

Trans Uretral Reseksi Prostat : 90-95 %

Open Prostatectomy : 5-10 %

BPH yang besar (50-100 gram) Tidak habis direseksi dalam 1 jam.

Disertai Batu Buli Buli Besar (>2,5cm), multiple. Fasilitas TUR tak ada.

3. Indikasi Pembedahan BPH

a. Retensi urine akut

b. Retensi urine kronis

c. Residual urine lebih dari 100 ml

Page 8: Askep BPH Dan TURP

RAMA

[email protected], 5 feb 2010 8

d. BPH dengan penyulit :

Hydroneprosis

Terbentuknya Batu Buli

Infeksi Saluran Kencing Berulang

Hematuri berat/berulang

Hernia/hemoroid

Menurunnya Kualitas Hidup

Retensio Urine

Gangguan Fungsi Ginjal

e. Terapi medikamentosa tak berhasil

f. Sindroma prostatisme yang progresif

g. Flow metri yang menunjukkan pola obstruktif

Flow. Max kurang dari 10 ml

Kurve berbentuk datar

Waktu miksi memanjang

h. Kontra Indikasi

IMA

CVA akut

Tujuan :

Mengurangi gejala yang disertai dengan obstruksi leher buli-buli

Memperbaiki kualitas hidup.

4. Prostatektomi

Ada berbagai macam prostatektomi yang dapat dilakukan yang masing –

masing mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain :

a. Prostatektomi Supra pubis.

Page 9: Askep BPH Dan TURP

RAMA

[email protected], 5 feb 2010 9

Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu

suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari

atas. Pendekatan ini dilakukan untuk kelenjar dengan berbagai ukuran dan beberapa

komplikasi dapat terjadi seperti kehilangan darah lebih banyak dibanding metode

yang lain. Kerugian lainnya adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua

prosedur bedah abdomen mayor, seperti kontrol perdarahan lebih sulit, urin dapat

bocor disekitar tuba suprapubis, serta pemulihan lebih lama dan tidak nyaman.

Keuntungan yang lain dari metode ini adalah secara teknis sederhana, memberika

area eksplorasi lebih luas, memungkinkan eksplorasi untuk nodus limfe kankerosa,

pengangkatan kelenjar pengobstruksi lebih komplit, serta pengobatan lesi kandung

kemih yang berkaitan.

b. Prostatektomi Perineal.

Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini

lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka.

Keuntungan yang lain memberikan pendekatan anatomis langsung, drainage oleh

bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker radikal, hemostatik di bawah

penglihatan langsung,angka mortalitas rendah, insiden syok lebih rendah, serta

ideal bagi pasien dengan prostat yang besar, resiko bedah buruk bagi pasien sangat

tua dan ringkih. Pada pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi

dilakukan dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau

cedera rectal dapat mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalah

kemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter eksternal serta bidang operatif

terbatas.

c. Prostatektomi retropubik.

Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan suprapubik

Page 10: Askep BPH Dan TURP

RAMA

[email protected], 5 feb 2010 10

dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus

pubis dan kandung kemih tanpa tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini

cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang

keluar dapat dikontrol dengan baik dan letak bedah labih mudah untuk dilihat,

infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis. Kelemahan lainnya adalah tidak

dapat mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan serta insiden hemorargi

akibat pleksus venosa prostat meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain

adalah periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih

lebih sedikit.

d. Insisi Prostat Transuretral (TUIP)

Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen

melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat

untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral.

Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil (30 gram/kurang) dan

efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di klinik

rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.

e. TURP ( Trans Uretral Reseksi Prostat )

TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra

menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan

tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan

counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan

pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih

dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.

TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek

merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang

Page 11: Askep BPH Dan TURP

RAMA

[email protected], 5 feb 2010 11

mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan

irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur.

Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi

uretra pars prostatika (Anonim,FK UI,1995).

Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang

dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari

kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila

tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan

jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat

berkemih dengan lancar.

TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari

sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat

untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan,

infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan

komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%),

impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka

biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.

Page 12: Askep BPH Dan TURP

RAMA

[email protected], 5 feb 2010 12

G. Periode Pre Operatif

Mengkaji kecemasan klien, mengoreksi miskonsepsi tentang pembedahan dan

memberikan informasi yang akurat pada klien

Type pembedahan

Jenis anesthesi TUR – P, general / spina anesthesi

Cateter : folly cateter, Continuous Bladder Irigation (CBI).

Persiapan orerasi lainnya yaitu :

Pemeriksaan lab. Lengkap : DL, UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit

Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan Radiologi : BOF, IVP, USG, APG.

Pemeriksaan Uroflowmetri Bagi penderita yang tidak memakai kateter.

Pemasangan infus dan puasa

Pencukuran rambut pubis dan lavemen.

Pemberian Anti Biotik

Surat Persetujuan Operasi (Informed Concern).

H. Periode Intra Operatif

1. Pengelolaan Keamanan:

a. Jaminan penghitungan kasa, jarum, instrumen dan alat lain, cocok untuk

pemakaian.

b. Mengatur posisi pasien

- Posisi fungsional

- Membuka daerah untuk operasi

- Mempertahankan posisi selama prosedur.

c. Memasang alat grounding

d. Menyiapkan bantuan fisik

Page 13: Askep BPH Dan TURP

RAMA

[email protected], 5 feb 2010 13

e. Pemantauan fisiologis

a. Mengkalkulasi pengaruh terhadap pasien akibat kekurangan cairan

b. Membandingkan data normal dan abnormal dari cardiopulmonal.

c. Melaporkan perubahan-perubahan tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah dan

RR.)

f. Pemantauan psikologi sebelum induksi dan bila pasien sadar

a. Menyiapkan bantuan emosional

b. Melanjutkan observasi status emosional

c. Mengkomunikasikan status emosional pasien kepada anggota tim.

g. Manajemen Keperawatan

a. Menyelamatkan keselamatan fisik pasien.

b. Mempertahankan aseptis pada lingkungan yang terkendali

c. Mengelola dengan efektif sumber daya manusia.

2. Anggota Tim Fase intraoperatif

a. Tim bedah utama steril

a. Ahli bedah utama

b. Asisten ahli bedah

c. Perawat instrumentator.

b. Tim anestesi:

a. Ahli anestesi atau pelaksana anestesi

b. Circulating nurse

c. Lain-lain (tehnisi, ahli aptologi dll.)

c. Tugas perawat instrumentator

a. Persiapan pengadaan bahan-bahan dan alat steril yang diperlukan untuk

operasi.

Page 14: Askep BPH Dan TURP

RAMA

[email protected], 5 feb 2010 14

b. Membantu ahli bedah dan asisten bedah waktu melakukan prosedur

c. Pendidikan bagi staf baru yang berkualifikasi bedah

d. Membantu jumlah kebutuhan jarum, pisau bedah, kasa atau instrumen yang

diperlukan untuk prosedur, menurut jumlah yang biasa digunakan. Untuk

pelaksanaan kegiatan yang efektif perawat instrumen harus memiliki

pengetahuan tehnik aseptik yang baik, ketrampilan tangan dan ketangkasan,

stamina fisik, tahan terhadap berbagai desakan, sangat menghayati kecermatan

dan memperhitungkan prilaku yang menuntaskan asuhan pasien yang optimal.

e. Tugas Perawat Circulating

Perawat keliling memegang peranan dalam keseluruhan pengelolaan ruang

operasi, perawat ini dipercaya untuk koordinasi semua aktivitas di dalam

ruangan dan harus mengelola asuhan keperawatan yang diperluikan pasien.

I. Periode Pemulihan Pasca Anestesi

Trauma bedah dan anestesi mengganggu semua fungsi utama sistem tubuh, tetapi

kebanyakan klien mempunyai kemampuan kompensasi untuk memulihkan homeostasis.

Namun klien tertentu berisiko lebih tinggi untuk mengalami kompensasi tak efektif

terhadap efek merugikan dari pembedahan dan anestesi pada jantung, sirkulasi, pernafasan

dan fungsi lain.

Secara Umum Diagnosa Keperawatan yang muncul pada fase/periode pemulihan

pasca anrestesi adalah :

a. Resiko terhadap aspirasi yang berhubungan dengan samnolen dan peningkatan sekresi

sekunder terhadap intubasi.

b. Ansietas yang berhubungan dengan nyeri sekunder terhadap trauma pada jaringan dan

syaraf.

Page 15: Askep BPH Dan TURP

RAMA

[email protected], 5 feb 2010 15

c. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan samnolen sekunder terhadap

anestesia

d. Resiko terhadap hipotermia yang berhubungan dengan pemaparan pada suhu ruang

operasi yang dingin.

Kriteria umum syarat pasien dipindahkan dari ruang pemulihan pasca anestesi ke unit

perawatan adalah sbb. :

a. Kemampuan memutar kepala

b. Ekstubasi dengan jalan nafas bersih.

c. Sadar, mudah terbangun.

d. Tanda-tanda vital stabil

e. Balutan kering dan utuh

f. Haluaran urine sedikitnya 30 ml/jam.

g. Drain, selang , jalur intravena paten dan berfungsi.

h. Persetujuan ahli anestesi untuk pindah ke ruangan.

J. Periode Post Operatif

Post operatif care pada dasarnya sama seperti pasien lainnya yaitu monitoring terhadap

respirasi, sirkulasi dan kesadaran pasien :

1. Airway: Bebaskan jalan nafas

Posisi kepala ekstensi

2. Breathing : Memberikan O2 sesuai dengan kebutuhan

Observasi pernafasan

3. Cirkulasi : mengukur tensi, nadi, suhu tubuh, pernafasan, kesadaran dan produksi

urine pada fase awal (6jam) paska operasi harus dimonitor setiap jam dan harus

dicatat. Bila pada fase awal stabil, monitor/interval bisa 3 jam sekali bila tensi turun,

nadi meningkat (kecil), produksi urine merah pekat harus waspada terjadinya

Page 16: Askep BPH Dan TURP

RAMA

[email protected], 5 feb 2010 16

perdarahan segera cek Hb dan lapor dokter, tensi meningkat dan nadi menurun

(bradikardi), kadar natrium menurun, gelisah atau delir harus waspada terjadinya

syndroma TUR segera lapor dokter, bila produksi urine tidak keluar (menurun)

dicari penyebabnya apakah kateter buntu oleh bekuan darah terjadi retensi urine

dalam buli-buli lapor dokter, spoling dengan PZ tetesan tergantung dari warna urine

yang keluar dari urobag. bila urine sudah jernih tetesan spoling hanya

maintennens/dilepas dan bila produksi urine masih merah spoling diteruskan sampai

urine jernih, bila perlu analisa gas darah apakah terjadi kepucatan, kebiruan. cek lab :

Hb, RFT, Na/K dan kultur urine.

a. Pemberian Anti Biotika

Antibiotika profilaksis, diberikan bila hasil kultur urine sebelum operasi steril.

Antibiotik hanya diberikan 1 X pre operasi + 3 – 4 jam sebelum operasi.

Antibiotik terapeutik, diberikanpada pasien memakai dower kateter dari hasil

kultur urine positif. Lama pemberian + 2 minggu, mula-mula diberikan

parenteral diteruskan peroral. Setiap melepas kateter harus diberikan antibiotik

profilaksis untuk mencegah septicemia.

b. Perawatan Kateter

Kateter uretra yang dipasang pada pasca operasi prostat yaitu folley kateter 3

lubang (treeway catheter) ukuran 24 Fr.

Ketiga lubang tersebut gunanya :

1. untuk mengisibalon, antara 30 – 40 ml cairan

2. untuk melakukan irigasi/spoling

3. untuk keluarnya cairan (urine dan cairan spoling).

Setelah 6 jam pertama sampai 24 jam kateter tadi biasanya ditraksi dengan

merekatkan ke salah satu paha pasien dengan tarikan berat beban antara 2 – 5 kg.

Page 17: Askep BPH Dan TURP

RAMA

[email protected], 5 feb 2010 17

Paha ini tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan. Paling lambat pagi

harinya traksi harus dilepas dan fiksasi kateter dipindahkan ke paha bagian

proximal/ke arah inguinal agar tidak terjadi penekanan pada uretra bagian

penosskrotal. Guna dari traksi adalah untuk mencegah perdarahan dari prostat yang

diambil mengalir di dalam buli-buli, membeku dan menyumbat pada kateter. Bila

terlambat melepas kateter traksi, dikemudian hari terjadi stenosis leher buli-buli

karena mengalami ischemia.

Tujuan pemberian spoling/irigasi :

1. Agar jalannya cairan dalam kateter tetap lancar.

2. Mencegah pembuntuan karena bekuan darah menyumbat kateter

3. Cairan yang digunakan spoling H2O / PZ

Kecepatan irigasi tergantung dari warna urine, bila urine merah spoling

dipercepat dan warna urine harus sering dilihat. Mobilisasi duduk dan berjalan

urine tetap jernih, maka spoling dapat dihentikan dan pipa spoling dilepas.

Kateter dilepas pada hari kelima. Setelah kateter dilepas maka harus

diperhatikan miksi penderita. Bisa atau tidak, bila bisa berapa jumlahnya harus

diukur dan dicatat atau dilakukan uroflowmetri.

Sebab-sebab terjadinya retensio urine lagi setelah kateter dilepas :

1. Terbentuknya bekuan darah

2. Pengerokan prostat kurang bersih (pada TUR) sehingga masih terdapat

obstruksi.

TUR – P

Setelah TUR – P klien dipasang tree way folley cateter dengan retensi balon 30 – 40

ml. Kateter di tarik untuk membantu hemostasis Intruksikan klien untuk tidak

mencoba mengosongkan bladder Otot bladder kontraksi nyeri spasme CBI

Page 18: Askep BPH Dan TURP

RAMA

[email protected], 5 feb 2010 18

(Continuous Bladder Irigation) dengan normal salin mencegah obstruksi atau

komplikasi lain CBI – P. Folley cateter diangkat 2 – 3 hari berikutnya Ketika kateter

diangkat timbul keluhan : frekuensi, dribbling, kebocoran normal Post TUR – P :

urine bercampur bekuan darah, tissue debris meningkat intake cairan minimal

3000 ml/hari membantu menurunkan disuria dan menjaga urine tetap jernih.

OPEN PROSTATECTOMY

Resiko post operative bleeding pada 24 jam pertama oleh karena bladder spsme atau

pergerakan

Monitor out put urine tiap 2 jam dan tanda vital tiap 4 jam

Arterial bleeding urine kemerahan (saos) + clotting

Venous bleeding urine seperti anggur traction kateter

Vetropubic prostatectomy

Observasi : drainage purulent, demam, nyeri meningkat deep wound infection,

pelvic abcess

Suprapubic prostatectomy

Perlu Continuous Bladder Irigation via suprapubic klien diinstruksikan tetap

tidur sampai Continuous Bladder Irigation dihentikan

Kateter uretra diangkat hari 3 – 4 post op

Setelah kateter diangkat, kateter supra pubic di clamp dan klien disuruh miksi dan

dicek residual urine, jika residual urine ± 75 ml, kateter diangkat

Page 19: Askep BPH Dan TURP

RAMA

[email protected], 5 feb 2010 19

DIAGNOSA KEPERAWATAN PRE OPERASI

1. Retensio urine) berhubungan dengan obstruksi akibat pembesaran prostat/dekompresi

otot detrussor.

2. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa/distensi kandung kencing/kolik

renal/infeksi saluran kencing.

3. Cemas berhubungan dengan rencana pembedahan dan kehilangan status kesehatan

serta penurunan kemampuan sexual

4. Dysfungsi sexual berhubungan dengan obstrusi perkemihan.

5. Kurang pengetahuan tentang sifat penyakit, tujuan tindakan yang diprogramkan dan

pemeriksaan diagnostik berhubungan dengan kurangnya informasi/terbatasnya

informasi/informasi yang keliru

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering miksi pada malam hari

7. Resiko injury dan resiko infeksi berhubungan dengan obstruksi perkemihan

8. Resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan Dower Cateter yang lama

DIAGNOSA KEPERAWATAN POST OPERASI

1. PK: perdarahan berhubungan dengan tindakan bedah (reseksi).

2. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat reseksi

3. Cemas berhubungan dengan proses penyakitnya yang masih dapat kambuh lagi.

4. Retensi urine berhubungan dengan obstruksi saluran kateter oleh bekuan darah/klot.

5. Resiko terjadinya kelebihan volume cairan berhubungan dengan adanya penyerapan

cairan irigasi yang berlebihan.

Page 20: Askep BPH Dan TURP

RAMA

[email protected], 5 feb 2010 20

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan

(terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Djanalaeoni H. (1977). Aseptik dan Antiseptik. Volume 6. Ropanasuri.

Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I

(terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Hardjowijoto S. Pemeriksaan Sistoskopi. Seksi/Program Studi Urologi Unair.

Hardjowijoto S. (1999) .Benigna Prostatic Hyperplasia. Airlangga University Press.

Surabaya

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan

Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Puruhito. (1989). Tata Kerja Kamar Operasi. Surabaya.

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

Soesanto Wibowo, Puruhito, Setiono Basuki. Pedoman Teknik Operasi.

Sumartono, M., Gardjito, W., Hardjowijoto, S. (1983). Reseksi Transuretral Pada

Hyperplasia Benigna dari Kelenjar Prostat. Bagian ilmu bedah Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga.