asetosal

20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asetasol O C OH O C CH 3 O Gambar 1. Rumus bangun aspirin Rumus Molekul : C 9 H 8 O 4 Berat molekul : 180,16 Nama kimia : Asam asetil salisilat Pemerian : Hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih, tidak barbau atau barbau lemah. Stabil diudara kering, didalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat. Kelarutan : Sukar larut dalam air,

Transcript of asetosal

Page 1: asetosal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Asetasol

O

C OH

O C CH3

O

Gambar 1. Rumus bangun aspirin

Rumus Molekul : C9H8O4

Berat molekul : 180,16

Nama kimia : Asam asetil salisilat

Pemerian : Hablur putih, umumnya seperti jarum atau

lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih, tidak

barbau atau barbau lemah. Stabil diudara kering,

didalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa

menjadi asam salisilat dan asam asetat.

Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut

dalam kloroform, dan dalam eter,agak sukar larut

dalam eter mutlak (Ditjen POM,1995)

Page 2: asetosal

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin

merupakan salah satu senyawa yang secara luas digunakan, aspirin digunakan

sebagai obat analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi yang sangat luas

digunakan. (Wilmana,1995).

2.2 Dosis Aspirin

Dosis aspirin secara oral untuk mendapatkan efek analgetik

dan antipiretik adalah 300-900 mg, diberikan setiap 4-6 jam dengan dosis

maksimum

4 g sehari dan konsentrasi dalam plasma 150-300 mcg/ml. Untuk mendapatkan

efek antiinflamasi, doss yang digunakan adalah 4-6 g secara oral per hari.

Untuk mendapatkan efek antiagregasi platelet, dosis yang digunakan adalah 60-

80 mg secara oral per hari (Katzung, et al.,2004)

Dosis aspirin 80 mg per hari (dosis tunggal dan rendah) dapat

menghasilkan efek antiplatelet (penghambat agregasi trombosit). Secara normal,

trombosit tersebar dalam darah dalam bentuk tidak aktif, tetapi menjadi aktif

karena berbagai rangsangan. Membran luar trombosit mengandung

berbagai reseptor yang berfungsi sebagai sensor peka atas sinyal-sinyal

fisiologik yang ada dalam plasma. Efek antiplatelet aspirin adalah dengan

menghambat sintesiss tromboksan A2 (TXA2) dari asam arakidonat dalam

trombosit oleh adana proses asetilasi irreversibel dan inhibisi siklooksigenase,

suatu enzim penting dalam sintesis prostaglandin dan tromboksan A2 (

Mycek,et al.,1995).

2.3 Efek Samping Aspirin

Pada dosis biasa, efek samping utama aspirin adalah gangguan pada

lambung. Aspirin adalah suatu asam dengan harga pKa 3,5 sehingga pada

Page 3: asetosal

pH

Page 4: asetosal

lambung tidak terlarut sempurna dan partikel aspirin dapat berkontak langsung

dengan mukosa lambung. Akibatnya mudah merusak sel mukosa lambung

bahkan sampai timbul perdarahan pada lambung. Gejala yang timbul akibat

perusakan sel mukosa lambung oleh pemberian aspirin adalah nyeri epigastrum,

indigest rasa seperti terbakar, mual dan muntah. Oleh karena itu sangat

dianjurkan aspirin diberi bersama makanan dan cairan volume besar untuk

mengurangi gangguan saluran cerna (Katzung,et al.,2004).

2.4 Farmakokinetika Aspirin

Aspirin diabsorpsi dengan cepat dan praktis lengkap terutama di bagian

pertama duodenum. Namun, karena bersifat asam sebagian zat diserap pula di

lambung. Aspirin diserap dalam bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam salisilat

terutama dalam hati (Tjay, 2003).

2.5 Alginat

Alginat merupakan suatu polisakarida anionik yang diperoleh dari alga

coklat yang merupakan suatu polimer yang terdiri dari β-D asam manuronat (M)

dan α (1,4)-L asam guluronat (G). Polimer ini tidak bersifat toksik, tidak

memberikan reaksi alergi dan dapat teruai dalam tubuh (Mambo,2010). Natrium

alginat merupakan salah satu bentuk garam dari alginat. Salah satu sifat natrium

alginat adalah kemampuannya membentuk gel dengan penambahan larutan

garam-garam kalsium seperti kalsium klorida. Natrium alginat banyak digunakan

dalam bidang industri diantaranya: makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik,

detergen, cat, textile, dan lain-lain. Dalam industri natrium alginat

tersebut

Page 5: asetosal

digunakan sebagai pembentuk gel, pengemulsi dan penstabil, dan lain-lain

(Morris,et all, 1980).

2.6 Kitosan

Kitosan merupakan polisakarida kationik yang diperoleh melalui deasetilasi

kitin yang secara khusus ditemukan pada kulit binatang air berkulit keras seperti

kepiting dan udang. Kitosan telah dikenal dapat menjadi bahan yang baik sekali

untuk sediaan obat Karena polimer alami ini mempunyai keunggulan yang utama

seperti tidak toksik, biokompatibel, biodegradasi, mukoadesif, serta mampu

membentuk gel dan mengembang dalam suasana asam. Kitosan mempunyai

aktivitas sebagai antasida yang mencegah atau mengurangi iritasi obat pada

lambung. Formula matriks kitosan muncul mengapung dan perlahan-lahan

mengembang dalam medium asam. Banyak kegunaan kitosan didasarkan

pada sifat kationik yang membuatnya dapat berinteraksi dengan biomolekul

bermuatan negatif seperti protein, polisakarida anionik dan asam nukleat. Maka

alginat dan kitosan yang berbeda muatan dapat berinteraksi membentuk

kompleks polielektrolit yang dapat digunakan untuk pembuatan matriks dari obat

yang dapat mengembang dan mempunyai sifat bertahan dalam lambung sehingga

dapat digunakan untuk pembuatan pelepasan obat terkontrol (Mambo,2010).

2.7 Matriks

Suatu matriks dapat digambarkan sebagai pembawa padat inert yang

didalamnya obat tercampur secara merata. Suatu matriks dapat dibentuk secara

sederhana dengan mengempa atau menyatukan obat dan bahan matriks

secara

Page 6: asetosal

bersama-sama. Sebagian besar bahan matriks tidak larut dalam air meskipun

ada beberapa bahan yang dapat mengembang secara lambat dalam air. Jenis

matriks dari pelepasan obat dapat dibentuk menjadi suatu bentuk atau butir-

butir kecil (Shargel dan Yu, 2005). Matriks dapat digolongkan menjadi 3

karakter yaitu :

a. Matriks tidak larut, inert

Polimer inert yang tidak larut seperti polietilen, polivinil klorida,

kopolimer akrilat-metakrilat dan etilselulosa telah digunakan sebagai

dasar untuk banyak formulasi di pasaran. Tablet yang dibuat dari bahan-

bahan ini di desain untuk dimakan dan tidak pecah dalam saluran cerna.

b. Matriks tidak larut, terkikis

Matriks jenis ini mengontrol pelepasan obat melalui difusi pori dan

erosi. Bahan-bahan yang termasuk dalam golongan ini adalah asam

asetat, stearil alkohol, malam carnauba, polietilen glikol monostearat dan

trigliserida.

c. Matriks hidrofilik

Sistem ini mampu mengembang dan diikuti oleh erosi dari bentuk gel

sehingga obat dapat terdisolusi dalam media air. Media hidrofilik

diantaranya adalah metil selulosa, hidroksietil selulosa, hidroksipropil

metilselulosa, natrium karboksimetilselulosa dan natrium alginat. Bila

bahan-bahan tersebut berkontak dengan air, maka akan terbentuk lapisan

matriks terhidrasi. Lapisan ini bagian luarnya akan mengalami erosi

sehingga terlarut (Lachman dkk,1994).

Page 7: asetosal

2.8 Saluran Pencernaan

2.8.1 Lambung

Lambung adalah organ berbentuk huruf J terletak pada bagian kiri atas

rongga perut di bawah diafragma. Lambung terdiri dari epitel selapis

toraks dengan lekukan-lekukan, sehingga terbentuk lubang-lubang pada

permukaaan lambung. Lubang-lubang ini merupakan muara dari kelenjar-

kelenjar lambung. Lambung dapat diregangkan sehingga mampu menampung

sejumlah besar makanan. Lambung terdiri dari kardia, fundus, korpus dan

antrum. Lekukan sebelah medal disebut kurvatur minor sedangkan sebelah

lateral disebut kuvatur mayor. Di sebelah atas di antara kardia dan esofagus

terdapat penempitan yang disebut sfinkter esofagus. Di sebelah bawah di antara

pilorus dengan duodenum terdapat penyempitan lain yang disebut sfinkter

pilorus. Kedua sfinkter ini harus membuka sewaktu makanan melaluinya

(Leeson,1985).

Lambung terdiri dari empat lapisan umum yaitu : mukosa, submukosa,

muskularis, dan serosa. Epitel pelapis permukaan dan sumur lambung adalah

epitel selapis silindris, dan menghasilkan mucus. Sel – sel epitel itu sekitar 20-

40 mikrometer, intinya bulat dan mengandung banyak granul mukosa

(Junquiera,

2005).

2.8.2 Usus Halus

Usus halus panjang dan bergelung (berbelit-belit) dalam rongga

abdomen, panjang usus halus adalah sekitar 10-14 kaki. Usus halus terdiri atas

3 bagian : duodenum, jejunum, dan ileum. Duodenum panjangnya sekitar 25

cm, mulai dari pirolus sampai jejenum. Pemisahan duodenum dan jejenum

ditandai oleh ligamentum Treitz. Kira-kira dua perlima dari usus halus adalah

Page 8: asetosal

jejenum, tiga

Page 9: asetosal

perlima bagian terminalnya adalah ileum. Pada usus halus terdapat vilus yang

merupakan tonjolan kecil mirip jari atau daun pada membran mukosa. Vili

duodenum merupakan bangunan lebar mirip spatula, tetapi di ileum bentuknya

mirip jari. Untuk memperluas permukaan, sel silindris absorptif yang

meliputi vili terdiri atas banyak mikrovilus. Masing –masing mikrovilus

diliputi oleh membran plasma yang lapisan luarnya dilengkapi dengan jala

filamen halus (Leeson,1985).

2.8.3 Usus Besar

Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar

5 kaki(sekitar 1,5 m). Diameter usus besar lebih besar dari usus halus. Diameter

rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 m), tetapi semakin mendekati anus

diameternya semakin kecil. Usus besar mempunyai bernagai fungsi yang

semuanya berkaitan dengan proses akhir di usus. Fungsi usus besar yang paling

penting adalah absorpsi air dan elektrolit (Price dan Wilson, 1994).

2.9 Mekanisme Terjadi Perdarahan Pada Lambung

Obat-obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) termasuk aspirin dapat

menyebabkan terjadinta perdarahan karena kristal-kristal obat berkontak

langsung dengan mukosa lambung. Aspirin merusak mukosa lambung sehingga

mengubah permeabilitas sawar epitel, memungkinkan difusi balik asam klorida

dengan akibat kerusakan jaringan khususnya pembuluh darah. Histamin

dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin, sejumlah protein plasma

dapat hilang sehingga mukosa kapiler dapat rusak dan dapat mengakibatkan

perdarahan (Price dan Wilson, 1994).

Page 10: asetosal

2.10 Preparasi Jaringan

2.10.1 Fiksasi

Fiksasi adalah suatu usaha manusia untuk mempertahankan elemen-

elemen sel atau jaringan agar tetap pada tempatnya dan tidak mengalami

perubahan bentuk maupun ukuran. Untuk mencapai tujuan tersebut maka para

ahli sitologi berusaha mencari suatu media yang terdiri dari unsure-unsur kimia,

yang kemudian dibuat suatu larutan. Media ini kemudian disebut fiksatif.

Dalam hal ini digunakan formaldehid sebagai fiksatif. Formaldehid diketahui

dapat mengeraskan jaringan bahkan dapat mengendapkan protein jaringan,

terutama bila yang digunakan formaldehid 40%. Oleh karena itu konsentrasi

yang biasa digunakan untuk fiksasi adalah 4%-10% (Jones,1985).

2.10.2 Pencucian dan Dehidrasi

Setelah proses fiksasi maka dilakukan pencucian. Hal ini dimaksudkan

untuk menghilangkan larutan fiksatif dari jaringan. Setelah proses pencucian

selesai maka dilakukan dehidrasi. Istilah dehidrasi disini berarti penarikan

molekul air dari dalam jaringan. Proses ini dimaksudkan untuk menarik air yang

terdapat dalam jaringan agar nantinya seluruh ruangan antar sel dalam jaringan

dapat diisi oleh molekul-molekul parafin (Jones,1985).

Dalam proses ini, dehidran yang digunakan adalah alkohol.. Proses ini

biasanya dimulai dari alkohol persentase rendah kemudian setingkat demi

setingkat menuju ke alkohol persentase tinggi(alkohol absolute). Proses ini

dimaksudkan untuk menjaga agar tidak terjadi perubahan yang tiba-tiba terhadap

sel jaringan, sehingga perubahan struktur sel yang terjadi sekecil mungkin

(Jones,1985).

Page 11: asetosal

2.10.3 Penjernihan (clearing) dan infiltrasi Parafin

Pada proses penjernihan digunakan xilol atau xylene. Proses ini

dimaksudkan untuk menarik alkohol atau dehidran yang lain dalam jaringan,

agar nantinya dapat digantikan oleh molekul parafin (Jones,1985).

Setelah proses penjernihan , selanjutnya dimulai proses infiltrasi parafin.

Parafin yang digunakan adalah yang titik cairnya berkisar 50-56 ºC. Proses ini

seluruhnya dikerjakan di dalam oven. Waktu yang diperlukan oleh suatu

jaringan di dalam campuran zat parafin murni tidak terlalu lama cukup berkisar

antara 60 menit. Jaringan dipindahkan mulai dari parafin I, parafin II, parafin III,

hal ini dimaksudkan agar jaringan mendapatkan suatu lingkungan parafin yang

betul- betul murni. Selain itu tingkatan parafin ini dimaksudkan untuk mencegah

tertahannya sejumlah besar zat penjernih di dalam jaringan, karena akan

melunakkan jaringan dan membuat jaringan sukar diiris. Setelah proses ini maka

dibuatlah suatu blok jaringan sehingga diperoleh massa yang keras dan

padat sehingga dapat di potong menjadi jaringan yang tipis (Jones,1985).

2.10.4 Deparafinasi dan Pewarnaan

Deparafinasi adalah suatu proses menghilangkan parafin yang terdapat di dalam

jaringan. Proses ini dimaksudkan untuk mempermudah proses masuknya zat

warna ke dalam jaringan. Caranya adalah dengan merendam irisan jaringan ke

dalam xylene sekurang-kurangnya 15 menit. (Jones,1985).

Setelah proses deparafinasi dilakukan proses pewarnaan. Kebanyakan

jaringan tidak berwarna sehingga sulit memeriksa jaringan yang tidak di warnai

di bawah mikroskop. Kebanyakan zat warna yang digunakan dalam

pemeriksaan

Page 12: asetosal

histologik bersifat seperti senyawa asam atau basa dan mempunyai

kecenderungan membentuk ikatan garam dengan gugus-gugus jaringan yang

dapat berionisasi. Zat warna yang paling sering digunakan adalah hematoksilin

eosin (Junqueira dan Carneiro, 2005).

Jaringan tersebut tidak langsung dimasukkan ke dalam zat warna

hematoksilin tetapi direndam dahulu dengan larutan alcohol bertingkat dari

konsentrasi tinggi sampai ke konsentrasi rendah kemudian baru dicelupkan ke

dalam larutan hematoksilin. Hal ini dilakukan karena pewarna hematoksilin

adalah zat warna yang larut dalam air sehingga jaringan dari media xylene harus

dibawa ke media aquosa. Kemudian jaringan akan diwarnai dengan eosin 0,5%

(dalam alkohol 70%) yamg sebelumnya jaringan harus dimasukkan sebentar,

berturut-turut dari alkohol 30%, kemudian 50%, dan 70% (Jones,1985).

Eosin banyak digunakan sebagai background stain atau disebut juga

counterstain, yaitu zat warna yang berfungsi untuk memberikan warna yang

kontras dengan zat warna yang diberikan oleh zat warna yang terdahulu

(jones,

1985).