asam salisilat
-
Upload
anisa-listya -
Category
Documents
-
view
9 -
download
0
description
Transcript of asam salisilat
![Page 1: asam salisilat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022083016/563dbb95550346aa9aae7696/html5/thumbnails/1.jpg)
Efek Samping Asam Salisilat Topikal
Absorpsi Sistemik
Secara umum penggunaan terapi topikal relatif lebih aman dan memiliki efek
samping minimal bila dibandingkan dengan rute pemberian sistemik, namun terapi topikal
memiliki potensi toksisitas sistemik, efek teratogenik, dan interaksi obat akibat absorpsi
sistemik yang harus diwaspadai. Penggunaan asam salisilat pada area yang luas dapat
mencapai sirkulasi sistemik dalam jumlah yang signifikan. Asam salisilat diabsorpsi secara
cepat karena sifatnya yang cenderung lipofilik, terutama bila diberikan dalam vehikulum
minyak/salap dengan atau tanpa oklusi. Bioavailibilitas absopsi asam salisilat melalui kulit
bervariasi antara 11,8%- 30,7%. Asam salisilat yang diberikan secara topikal tidak melalui
metabolisme awal di hati, sehingga tidak mengalami penurunan signifikan jumlah zat aktif
sebelum bekerja. Hal inilah yang menyebabkan asam salisilat relatif aman bila diberikan
secara oral, namun dapat memberikan manifestasi gejala kelainan saraf pusat akibat
toksisitas pada pemberian secara topikal dalam dosis yang sama. Batas maksimal
pemberian asam salisilat adalah 2g/24 jam.
Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Sistemik dan Toksisitas
Absorpsi Perkutan
Toksisitas asam salisilat perkutan berkorelasi langsung dengan absorpsi perkutan.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi absorpsi perkutan, yaitu konsentrasi obat,
vehikulum, penggunaan oklusi, luas permukaan aplikasi, frekuensi dan durasi aplikasi, serta
keadaan kulit. Semakin tinggi konsentrasi obat maka akan semakin tinggi ke- mungkinan
absorpsi sistemik. Penggunaan vehikulum minyak/ salap akan lebih mudah diserap
dibandingkan krim. Semakin luas permukaan aplikasi, semakin sering frekuensi aplikasi
dan semakin lama durasi pengunaan asam salisilat topikal, serta oklusi akan meningkatkan
absorpsi sistemik. Keadaan kulit, terutama fungsi sawar, berpengaruh terhadap absorpsi
asam salisilat perkutan. Asam salisilat telah terde- teksi dalam urin dalam 24 jam setelah
aplikasi topikal pada penderita eritroderma. Penggunaan asam salisilat 3% dengan
frekuensi 3x/hari pada seluruh area kulit kecuali wajah dan leher menyebabkan toksisitas
sistemik pada hari ke-5.
![Page 2: asam salisilat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022083016/563dbb95550346aa9aae7696/html5/thumbnails/2.jpg)
Usia
Populasi bayi, anak, dan lanjut usia memiliki risiko kejadian toksisitas lebih besar
dibandingkan dewasa. Bayi dan anak memiliki perbandingan volume dan luas permukaan
tubuh yang besar. Selain itu fungsi detoksifikasi dan ekskresi belum berkembang secara
sempurna. Pada usia lanjut, volume cairan ekstravaskular juga lebih rendah.
Fungsi Hati dan Ginjal
Asam salisilat mengalami metabolisme di retikulum endoplasmik dan mitokondria
sel hati, serta di eksresi melalui ginjal sebagai asam salisilat bebas, salicyluric acid, dan
asam gentisat. Kegagalan fungsi hati akan menyebabkan kadar asam salisilat dalam plasma
meningkat sedangkan kegagalan fungsi ginjal akan menyebabkan ekskresi asam salisilat
dan metabolitnya menurun, sehingga meningkatkan akumula- sinya dalam plasma.
Toksisitas Sistemik
Kejadian toksisitas sistemik akibat absorpsi asam salisilat melalui kulit jarang
dijumpai, namun berpotensi menimbulkan gangguan serius, bahkan kematian. Lin dan
Nakatsui melakukan telaah pada publikasi berbahasa Inggris dan mendapatkan 32 kasus
toksisitas sistemik akibat penggunaan asam salisilat topikal. Sebagian besar pasien yang
mengalami toksisitas sistemik asam salisilat adalah pasien psoriasis (14) dan iktiosis (10).
Gejala umumnya timbul pada awal inisiasi terapi (2-3 hari setelah terapi dimulai).
Kematian terjadi pada 2 kasus.
Toksisitas akut asam salisilat melalui absorpsi topikal belum pernah diteliti pada
manusia. Toksisitas perkutan asam salisilat pada kelinci, sangat rendah, dengan LD 50
>500mg/ kg berat badan. Dosis letal LD 50 adalah dosis zat yang menyebabkan kematian
pada 50% populasi. Pada penelitian toksisitas subkronik asam salisilat topikal, dosis metil
salisilat >5g/kg BB diduga bersifat nefrotoksik, namun data pen- dukung yang tersedia
sangat terbatas. Gejala toksisitas dapat diamati pada kadar plasma 200-400 μg/ml.
Manifestasi klinis toksisitas sistemik pada berbagai sistem organ adalah sebagai berikut:
![Page 3: asam salisilat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022083016/563dbb95550346aa9aae7696/html5/thumbnails/3.jpg)
1. Salisilism
Salisilism merupakan suatu sindrom toksisitas asam salisilat yang bersifat kronik.
Gejala yang timbul meliputi nyeri kepala, pusing, tinitus, gangguan pendengaran, gangguan
penglihatan, gangguan perilaku (bingung, lesu, rasa kantuk), halusinasi, hiperventilasi,
berkeringat, haus, dan gangguan saluran pencernaan; yaitu: mual, muntah, sampai dengan
diare. Risiko kejadian salisilism meningkat pada penggunaan jangka panjang meliputi area
yang luas, anak, serta pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal.
2. Efek Neurologik
Pada toksisitas asam salisilat dapat terjadi gangguan neurologis berupa: pusing, rasa
kantuk, vertigo, tinitus, gangguan pendengaran pada nada tinggi, delirium, dan psikosis.
Pada keadaan toksisitas berat, pasien dapat pingsan bahkan koma. Tinitus dan gangguan
pendengaran diduga terjadi akibat peningkatan tekanan pada labirin dan gangguan terhadap
sel rambut koklea. Hal itu merupakan akibat sekunder terhadap vasokonstriksi pembuluh
darah auditorik.
3. Efek Respiratorik
Asam salisilat mampu menstimulasi pusat pernapasan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Gejala dan tanda toksisitas respiratorik meliputi hiperventilasi, alkalo- sis
respiratorik, dan asidosis metabolik. Efek ini mulai dapat diamati pada kadar plasma 350
μg/ml. Keadaan hiperventilasi pernafasan dapat diamati secara jelas pada kadar plasma 500
μg/ml. Bila keadaan ini terus berlanjut dapat terjadi depresi pernafasan yang berakhir pada
kegagalan sistem pernafasan.
4. Efek Metabolik
Asam salisilat mampu menginduksi sekresi steroid oleh kelenjar adrenal. Efek
inilah yang dimanfaatkan sebagai efek anti-inflamasi. Pada dosis tinggi asam salisilat dapat
mempengaruhi penggunaan glukosa yang berpotensi menyebabkan status hipoglikemik
pada pasien.
![Page 4: asam salisilat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022083016/563dbb95550346aa9aae7696/html5/thumbnails/4.jpg)
5. Efek Teratogenik
Pada kejadian absorpsi sistemik dalam dosis terapeutik sistemik, asam salisilat tidak
terbukti memiliki efek teratogenik. Ibu yang mengkonsumsi salisilat dan turunannya dalam
jangka waktu panjang selama masa kehamilan ternyata melahirkan bayi dengan berat badan
yang rendah. Penggunaan asam salisilat dalam jangka panjang pada trimester ke-3 dapat
meningkatkan mortalitas perinatal akibat penutupan prematur duktus arteriosus, anemia,
perdarahan antepartum dan postpartum, dan komplikasi pada proses.
6. Interaksi Obat
Saat mengalami absorpsi sistemik, 80-90% asam salisilat pada plasma berikatan
dengan protein (terutama albumin). Asam salisilat berkompetisi dengan berbagai obat yang
terikat pada albumin, yaitu tiroksin, triodotironin, penisilin, fenitoin, kaptopril, probenesid,
dan berbagai obat anti- inflamasi nonsteroid. Penggunaan asam salisilat secara bersamaan
dengan antikoagulan lain (sebagai contoh: warfarin dan heparin), obat hipoglikemia, dan
metotreksat perlu berhati-hati. Asam salisilat dapat meningkatkan toksisitas obat-obat
tersebut.
Klinisi perlu mempertimbangkan pendekatan sistemik secara rasional, misalnya:
fototerapi atau terapi sistemik alternatif pada pasien dengan kelainan kulit yang luas.
Pengetahuan ini mampu menjadi panduan dalam memaksimalkan efektivitas dan
tolerabilitas asam salisilat sebagai bahan dermatoterapi topikal.