aru 2015

download aru 2015

of 33

Transcript of aru 2015

TUGAS PENCERNAAN 2

M A K A L A HASUHAN KEPERAWATANKLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAANATRESIA ESOFAGUS

OLEHKELOMPOK VSRI ULIS(131411123057)ENDAH EKA PRAYANTI (131411123059) TUTIK MALICHAH (131411123061)RINY PUJIYANTI (131411123063)VIVI SILVIA ANGGARA (131411123065)WIWIT WIDYAWATI (131411123067)DEWI NOER MAEMUNAH (131411123069)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERSFAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGASURABAYA2013

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar belakangAtresia esofagus merupakan malformasi yang disebabkan oleh kegagalan esofagus untuk melakukan pasase yang kontinu (Sodikin, 2011) kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu suatu kelainan hubungan antara trakea dan esofagus. Jika berhubungan dengan atresia esofagus biasanya fistula terdapat antara bagian distal segmen esofagus dan bagian trakea yang letaknya di atas karina. Meskipun begitu, kedua kelainan ini dapat pula muncul pada beberapa tingkat antara kartilago krikoid dan karina, fistula trakeosofagus dapat juga berjalan oblik pada bagian akhir proksimal trakea atau pada tingkat vertebra torakal segmen kedua.Kemungkinan atresia semakin meningkat dengan ditemukannya polihidramnion. Selang nasogastrik masih bisa dilewatkan pada saat kelahiran semua bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion sebagaimana juga bayi dengan mukus berlebihan, segara setelah kelahiran untuk membuktikan atau menyangkal diagnosa. Pada atresia esofagus selang tersebut tidak akan lewat lebih dari 10 cm dari mulut (konfirmasi dengan Rongent dada dan perut).Menurut hipotesis, atresia ini terjadi akibat adanya gangguan rekanalisasi yang mengikuti proses penyumbatan lumen yang terjadi selama fase proliferasi epitel. Sedangkan hipotesis lain mengatakan bahwa atresia ini terjadi akibat anomali vaskuler lokal sehingga mengakibatkan gangguan vaskularisasi usus yang akhirnya terjadi perforasi dan resorbsi dinding intra uterin, sehingga terbentuk diskontinuitas dari lumen usus. 80-90% anak-anak dengan kelainan trakeoesofageal mempunyai kantong esophagus segmen atas yang buntu disertai sebuah fistula antara segmen esophagus bawah dengan trakea bagian bawah dekat karina. Variasi lain yang biasa ditemukan adalah atresia esophagus dengan 2 kantong buntu tanpa adanya fistula trakeoesofageal dan fistula trakeoesofageal tipe-H dimana esophagus dan trakeanya intak. Kelainan-kelainan awal organogenesis yang mengakibatkan atresia esophagus sering disertai kelainan-kelainan organ lainnya, antara lain berupa sindrom VACTERL (Vertebra defect, Anorectal malformation, Cardiac-anomali, Trachea-oesophageal fistula, Esophageal atresia, Renal abnormalities and Limb defect, include radial dysplasia)dan sindrom VATER (Vertebral defect, Anal atresia, Tracheal-Esophageal atresia with esophageal atresia, Renal defect and Radial limb dysplasia).

1.2 Rumusan masalahRumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimana mengetahui konsep penyakit dan asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada penyakit atresia esophagus.

1.3 Tujuan penulisanTujuan penulisan dibagi menjadi 2, yaitu:1. Tujuan umumUntuk mengetahui konsep penyakit dan proses keperawatan atresia esophagus.2. Tujuan khusus1) Untuk mengetahui anatomi sistem pencernaan2) Untuk mengetahui pengertian atresia esofagus.3) Untuk mengetahui penyebab atresia esofagus.4) Untuk mengetahui tipe-tipe kelainan patologi atresia esophagus.5) Untuk mengetahui manifestasi klinis atresia esofagus.6) Untuk mengetahui patofisiologi atresia esofagus.7) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang atresia esofagus.8) Untuk mengetahui penatalaksanaan atresia esofgus.9) Untuk mengetahui komplikasi paska pembedahan.10) Untuk mengetahui prognosis atresia esophagus.11) Untuk mengetahui proses keperawatan atresia esophagus.

1.4 Manfaat penulisan1. Bagi mahasiswa/mahasiswiMakalah ini hendaknya memberikan masukan dalam pengembangan diri untuk pengembangan pengetahuan mahasiswa/ mahasiswi mengenai konsep penyakit dan proses keperawatan atresia esophagus. 2. Bagi penulisDengan makalah ini, di harapkan mampu memberikan pemahaman yang lebih tentang mengenai konsep penyakit dan proses keperawatan atresia esophagus.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi sistem pencernaanOrgan penyusun sistem pencernaan terdiri dari:1. Mulut2. Pharynx3. Esophagus4. Lambung5. Usus Halus6. Usus Besar7. Rektum8. AnusFungsi system pencernaan adalah mengolah makanan menjadi sari makanan (zat gizi) agar dapat diasimilasi tubuh.Proses pencernaan dibantu oleh sistem enzym dan penyerapan zat gizi terjadi pada usus halus.

2.2 Pengertian Atresia Esopagus1. Atresia esofagus adalahkasus yang terjadi pada 1 dari 4000 kelahiran hidup, umumnya disertai fistel trakeo-esofageal (TEF). (Toy, et al,. 2011:381)2. Atresia esofagus adalah buntu pada ujung esofagus, sedangkan pada 1/4 1/3 kasus lainnya esofagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia esofagus dengan fistula). (Ngastiyah, 2005:214)3. Atresia esofagus adalah malformasi yang disebabkan oleh kegagalan esofagus untuk mengadakan pasase yang kontinu, esofagus mungkin saja atau mungkin juga tidak membentuk sambungan dengan trakea (fistula trakeoesofagus). (Wong, 2003:518)

2.3 Etiologi Menurut Haws (2008: 323), AE dan TEF dipercaya sebagai hasil dari pemisahan tak sempurna kuntum paru dari foregut selama perkembangan awal janin. Atresia esopagus dapat terjadi karena faktor genetik. Akan tetapi ada faktor resiko pendukung terjadinya atresia esopagus, yaitu :1. Paparan virus2. Obat-obatan3. Bahan kimia4. Alkohol5. Defisiensi vitamin6. Insufisiensi vaskulerWong (2008) menjelaskan bahwa penyebab atresia kongenital esopagus dan fistula trakheoesopagus tidak diketahui. Insiden atresia esopagus sering terjadi pada bayi dengan berat lahir rendah dan prematuritas abnormal. Anomali kongenital lain seperti sindrom vater atau vacterl. Sindrom ini meliputi kombinasi abnormalitas vertebra, anorektal, kardiovaskuler, trakheoesopagus, renal dan ekstremitas.

2.4 Tipe-Tipe Kelainan PatologiWong (1996) menyebutkan lima tipe yaitu : A,B,C,D, dan E. Tipe-tipe tersebut berdasar kelainan antara esofagus dan trakea.1. Tipe A(tipe 5-8 %); kantong buntu disetiap ujung esofagus, terpisah jauh, dan tanpa hubungan ke trakea. Kedua ujung esofagus terpisah satu sentimeter atau lebih.2. Tipe B; (jarang) kantong buntu di setiap ujung esofagus dengan fistula dari trakea ke segemn esofagus bagian atas, dimana esofagus di bagian bawah tidak mempunyai hubungan dnegan trakea, kantong bagian bawah sangat pendek dan hanya menonjol sedikit diatsa diafragma.3. Tipe C; (80-95 %); segmen esofagus proksimal berakhir pada kantong buntu, dan segmen distal dihubungkan ke trakea atau bronkus primer dengan fistula pendek pada atau dekat bifurkasi.4. Tipe D (jarang); kedua segmen esofagus atas dan bawah dihubungkan ke trakea.5. Tipe E ; (lebih jarang dibanding A dan C); trakea dan esofagus normal dihubungkan dengan fistula umum.

Kelainan tampak pada gambar dibawah ini:

2.5 Manifestasi Klinis1. Ibu mungkin mengalami hidroamnion, karena cairan amnion tidak tertelan oleh janin.2. Bayi banyak mengeluarkan air liur sejak bayi.3. Perut distensi oleh karena udara (dimana udara tidak dapat mencapai usus dan perut akan tampak rata).4. Terjadi refluks asam lambung yang masuk melalui distal fistula ke dalam paru dan terjadilah pneumonitis kimiawi.5. Makanan tidak boleh diberikan. Jika diberikan, cairan akan mengisi kantong yang buntu tersebut dan kelebihan makanan akan masuk ke dalam trakea, dengan resiko bronkopneumonia. Pada kasus dimana bayi sudah dicoba diberikan susu, sianosis selama diberikan susu dapat merupakan simtom pertama yang terlihat.

2.6 Patofisiologi Beberapa teori menjelaskan bahwa masalah pada kelainan ini terletak pada proses perkembangan esophagus. Trakea dan esophagus berasal dari embrio yang sama. Selama minggu keempat kehamilan, bagian mesodermal lateral pada esophagus proksimal berkembang.Pembelahan galur ini pada bagian tengah memisahkan esophagus dari trakea pada hari ke- 26 masa gestasi. Kelainan notochord, disinkronisasi mesenkim esophagus dan laju pertumbuhan epitel, keterlibatan sel neural, serta pemisahan yang tidak sempurna dari septum trakeosofageal dihasilkan dari gangguan proses apoptosis yang merupakan salah satu teori penyebab embryogenesis atresia esophagus.Sebagai tambahan bahwa insufisiensi vaskuler, faktor genetik, defisiensi vitamin, obat-obatan dan penggunaan alkohol serta paparan virus dan bahan kimia juga berkontribusi pada perkembangan atresia esophagus.Berdasarkan pada teori-teori tersebut, beberapa faktor muncul menginduksi laju dan waktu pertumbuhan dan froliferasi sel pada proses embrionik sebelumnya. Kejadian ini biasa terjadi sebelum 34 hari masa gestasi.Organ lainnya seperti traktus intestinal, jantung, ginjal, ureter dan sistem masculoskeletal, juga berkembang pada waktu ini, dan organ-organ tersebut tidak berkembang secara teratur dengan baik.Atresia esofagus ditandai oleh pembentukan esofagus yang tidak sempurna. Karena terdapat diskontinuitas esofagus , bayi dengan atresia esofagus tidak dapat membersihkan sekresinya. Defek ini menimbulkan pengeluaran air liur yang menetap, aspirasi atau regurgitasi makanan.Atresia esofagus sering dihubungkan dengan fistula yang terletak antara trakea dan esofagus. Fistula ini menyebabkan komplikasi tambahan sebagai akibat adanya hubungan antara esofagus dan trakea. Ketika bayi dengan fistula trakeoesofagus tegang, batuk atau menangis, udara masuk kedalam lambung melalui fistula.Akibatnya, perut dan usus kecil berdilatasi yang akan mengangkat diafragma. Keadaan ini akan membuat bayi kesulitan bernafas. Reflux makanan dan sekresi lambung melalui fistula menuju pohon trakeobronkus dan naik ke esofagus dapat juga terjadi. Reflux ini dapat menyebabkan pneumonia dan atelektasis.Oleh karena itu, pneumonia dan distress pernafasan merupakan komplikasi yang biasanya terjadi pada fistula trakeoesofagus.Pergerakan esofagus yang abnormal telah diobservasi pada anak-anak dengan atresia esofagus dan/atau fistula trakeoesofagus. Kontroversi terjadi saat abnormalitas berkembang pada esofagus anak-anak atau tanpa atresia esofagus dan/atau fistula trakeoesofagus sebagai akibat dari pengobatan bedah.Penelitian manometric menunjukkan kelainan pergerakan ada sebelum pembedahan. Penelitian pada hewan menunjukkan transeksi esofagus yang diikuti dengan perbaikan tidak membuat gangguan pada pergerakan esofagus.Pada atresia esofagus, kelainan juga terjadi pada trakea. Kelainan tersebut terdiri atas deficiensi absolut cartilago trakea dan meningkatnya panjang muskulus tranversus yang terletak di posterior dinding trakea. Pada kasus yang berat, abnormalitas ini dapat menjadi tracheomalacia dengan kolaps trakea sekitar 1-2 cm pada segmen sekitar fistula.

2.7 Pemeriksaan penunjang1. Radiografi dada dan abdomena. AE: NGT akan menggulung di mediastinum atas; tidak ada udara dalam lambung atau usus bisa mengindikasikan AE tanpa TEF.b. TEF distal: udara dalam lambung dan bagian distal usus.2. Pemeriksaan kontras direkomendasikan untuk menentukan adanya fistula tipe H.3. Bronkoskopi memungkinkan visualisasi langsung TEF. (Haws, 2008: 324)

2.8 Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan segeraKateter radio-opak ukuran dewasa harus dimasukkan ke dalam esofagus. Kateter ini hanya akan masuk sedalam 10 cm (4 inci) sampai mencapai ujung buntu. Jika digunakan kateter kecil, kateter dapat melingkar dalam kantong. Pemeriksaan radiologis dada dan perut segera dilakukan, untuk melihat:1) Setinggi apa obstruksinya2) Apakah usus berisi udara 3) Adakah anomali anorektal lain yang berhubungan dengan atresia intestinal, hemivertebra atau pneumonia.Pemasangan kateter radio-opak

2. Pembedahan Operasi harus segera dilakukan segera setelah lahir apabila memungkinkan, karena ada bahaya kolaps paru sebagai akibat inhalasi mukus atau makanan. Dalam keadaan apapun, makanan tidak boleh diberikan sampai diagnosanya ditegakkan.Bayi dipindahkan ke bangsal bedah dengan kepala tetap di atas dan terus menerus dilakukan penghisapan dari dalam kantong buntu di bagian atas esofagus. Hal ini untuk mencegah refluks asam lambung yang lebih mengiritasi dibandingkan air liur. Pada bayi yang menunggu pembedahan untuk mengganti esophagus, kateter dilepas dan drainase segmen esophagus yang proksimal dilakukan lewat esofagostomi servikal. Tindakan ini mengganggu sekali karena kulit dapat mengalami iritasi karena basah oleh saliva yang dikeluarkan secara terus-menerus. Biasanya pengeluaran cairan drainase yang frekuen dan pengolesan salep pelindung merupakan tindakan yang memadai. Kasa absorben atau kantong ostomi mungkin perlu dipasang untuk mengumpulkan cairan drainase tersebut. Sehingga ahli terapi enterostoma diperlukan dalam memberikan bimbingan yang membantu untuk pencegahan dan penanganan gangguan keutuhan kulit. Bagi bayi yang memerlukan operasi penggantian esophagus, kebutuhan mengisap dapat dipenuhi dengan pemberian dot. Kadang-kadang sedikit susu formula dapat diberikan per oral, dan kendati cairan susu ini akan mengalir lewat lubang esofagostomi, proses tersebut memungkinkan bayi mengembangkan pola pengisapan yang matur. Stimulasi oral lainnya yang tepat dapat mencegah keengganan menyusu. Bayi yang dibiarkan berpuasa dalam periode waktu yang panjang atau yang tidak mendapatkan stimulasi oral dengan sering akan mengalami kesulitan ketika harus menyusu lewat mulut sesudah dilakukan pembedahan korektif, disamping itu, bayi tersebut dapat mengalami hipersensitivitas oral dan enggan menyusu. Bayi-bayi ini memerlukan bimbingan dengan penuh kesabaran dan ulet untuk mempelajari teknik memasukkan makanan ke dalam mulut dan menelannya sesudah dilaksanakan operasi korektif. Rujukan multidisiplin diperlukan untuk mengatasi kesulitan makan.Sebagaimana pada setiap anomalikongenital, orang tua memerlukan dukungan dalam menyesuaikan diri dengan keadaan anaknya. Salah satu kesulitan yang dihadapi orang tua pada fistula trakeoesofagus adalah pemindahan segera bayi baru lahirke unit perawatan intensif dan perawatan di rumah sakit yang berlangsung lama. Proses pembentukan ikatan antara orang tua dan bayinya difasilitasi dengan menganjurkan orang tua untuk mengunjungi bayinya, turut serta dalam setiap perawatan jika keadaannya memungkinkan, dan mengekspresikan perasaan mereka tentang keadaan bayinya. Perawat pada unit perawatan intensif harus memikul tanggung jawab yang sama untuk memastikan agar orang tua terus memperoleh informasi yang lengkap mengenai kemajuan bayi mereka.

3. Perawatan pasca bedahBayi dikembalikan ke dalam boks dengan alat penghangat dan selang gastrostomi dikembalikan pada drainase gravitasi sampai bayi dapat mentoleransi pemberian susu. Toleransi biasanya muncul pada hari ke 5 hingga ke 7 pasca bedah. Pada saat ini selang ditinggalkan dan difiksasi pada titik atas lambung. Tindakan ini memungkinkan pengaliran sekret lambung ke dalam duodenum, dan udara yang tertelan dapat mengalir keluar lewat selang yang terbuka. Jika terdapat toleransi, pemberian susu lewat gasttrostomi diteruskan sampai terjadi kesembuhan pada luka anastomosis esofagus yang biasanya terlihat pada sekitar 10 hingga 14 hari. Setelah itu dimulai pemberian cairan makanan per oral.Upaya pertama dalam pemberian cairan per oral harus diamati dengan hati-hati untuk memastikan apakah bayi bisa menelan tanpa tersedak. Pemberian cairan per oral dimulai dengan pemberian air steril yang kemudian diikuti oleh pemberian susu formula sedikit demi sedikit tetapi sering. Biasanya bayi baru dipulangkan dari rumah sakit setelah ia dapat minum cairan atau susu dengan baik dan selang gastrostomi telah dilepas.

2.9 Komplikasi Pasca PembedahanKomplikasi respiratori atas merupakan keadaan yang mengancam jiwa bayi dalam periode prabedah maupun pascabedah. Di samping pneumonia, terdapat pula bahaya gawat napas yang konstan akibat atelektasis, pneumotoraks, dan edema laring. Setiap kesulitan respiratori yang terjadi secara persisten sesudah pengeluaran secret harus segera dilaporkan kepada dokter bedah. Bayi tersebut harus di pantau untuk mendeteksi kebocoran anastomosis sebagaimana terbukti lewat drainase yang purulen dalam slang dada, peningkatan jumlah sel darah putih, dan ketidakstabilan suhu tubuhnya.

2.10 Prognosis Jika bayi beratnya >2,5 Kg, tidak ada kelainan lain, tidak ada pneumonia pada waktu didiagnosis, harapan hidup dengan tindakan operasi adalah 95%. Jika bayi beratnya 2,5 kg, tidak ada kelainan lain, tidak ada pneumoniaBerat bayi < 2,5 kg, disertai kelainan lain/ pneumonia Harapan hidup 95%Harapan hidup 30%BAB 3ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian1. Kewaspadaan keperawatanSetiap bayi yang air ludahnya berbuih dengan jumlah berlebihan di mulutnya atau yang menghadapi kesulitan untuk mengeluarkan sekretnya dan disertai kejadian sianosis yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya, harus dicurigai sebagai kasus fistula trakheoesopagus.2. Observasi manifestasi atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus (FTE), salivasi berlebihan dan mengiler, tersedak, sianosis, apnea, peningkatan distres pernapasan setelah pemberian makan, distensi abdomen.1) SianosisTerjadi karena laringospasme yang disebabkan oleh aliran air ludah (saliva) berlebihan dari kantong esopagus proksimal ke dalam laring, keadaan ini biasanya akan kembali normal setelah sekret tersebut dikeluarkan dari dalam orofaring dengan tindakan pengisapan.2) Tanda aspirasiJika disusui, bayi akan menelan air susu secara normal namun mendadak batuk dan tampak tersedak, cairan susu yang diminumnya dapat teraspirasi atau mengalir balik lewat hidung dan mulutnya.3) Pantau dengan sering tanda-tanda distres pernapasan.3. Kaji posisi bayiPosisi paling disukai bayi baru lahir dengan suspek fistula trakheoesopagus adalah berbaring terlentang (supinasi) dengan kepala yang ditinggikan sekitar 30o. Posisi ini dapat meminimalkan refluks sekret lambung yang naik sampai esopagus distal dan dapat memasuki trakhea serta bronkus.4. Bantu dengan prosedur diagnostik misalnya radiografi dada dan abdomen, kateter dengan perlahandimasukkan ke dalam esofagus yang membentur tahanan bila lumen tersebut tersumba.

5. Lakukan pengkajian bayi baru lahir1) Pengkajian kardiovaskular(1) Nadi1. Denyut apeks, frekuensi, irama, dan kualitas1. Nadi perifer, ada atau tidak ada, jika ada frekuensi, irama, kualitas, dan kesimetrisan, perbedaan antar ekstremitas1. Tekanan darah, semua ekstremitas (2) Pemeriksaan toraks dan hasil evaluasi1. Lingkar dada (toraks)1. Adanya deformitas toraks1. Bunyi jantung, murmur1. Titik impuls maksimum(3) Tampilan umum1. Tingkat aktivitas1. Tinggi dan berat badan1. Perilaku gelisah dan ketakutan1. Jari tabuh (clubbing) pada tangan dan kaki(4) Kulit1. Pucat1. Sianosis, membran mukosa, ekstremitas, dan dasar kuku1. Diaphoresis1. Suhu(5) Edema1. Periorbital1. Ekstremitas2) Pengkajian respiratori(1) Bernapas1. Frekuensi pernapasan, kedalaman, dan kesimetrisan1. Pola napas, apnea, takipnea1. Retraksi, suprasternal, interkostal, subkostal, dan supraklavikular1. Pernapasan cuping hidung1. Posisi yang nyaman(2) Hasil askultasi toraks1. Bunyi napas merata1. Bunyi napas abnormal, rongki kering, rongki basah1. Fase inspirasi dan ekspirasi memanjang1. Serak, batuk, dan stridor(3) Hasil pemeriksaan toraks1. Lingkar dada1. Bentuk dada(4) Tampilan umum1. Warna, merah muda, pucat, sianosis, akrosianosis1. Tingkat aktivitas1. Perilaku, apatis, tidak aktif, gelisah, dan ketakutanTinggi dan berat berat3) Pengkajian gastrointestinal(1) Hidrasi 1. Turgor kulit1. Membrane mukosa1. Asupan dan haluaran(2) Abdomen 1. Nyeri1. Kekakuan1. Bising usus1. Muntah, jumlah, frekuensi, dan karakteristik1. Fases, jumlah, frekuensi, dan karakteristiknya1. Kram1. Tenesmus

3.2 Diagnosa Keperawatan1. PK : RDS2. PK : Bronkopneumonia3. PK : Pneumonitis kimiawi4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapilari membran alveolar5. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi mukus/ lendir6. Resiko aspirasi berhubungan dengan kelainan struktur anatomi : fistula trakheoesopagus 7. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis : distensi lambung 8. Pola makan bayi tidak efektif berhubungan dengan abnormalitas anatomi : atresia esopagus9. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan memasukkan dan mencerna makanan10. Resiko cidera berhubungan dengan prosedur pembedahan.Keluarga :11. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan anak12. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang mengalami defek fisik.

3.3 Intervensi1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapilari membran alveolar1)NOC:Respiratory status : gas exchange

2)Tujuan:Pasien mampu mencapai status respirasi : pertukaran gas secara adekuat

1. Outcomes(1) Pasien mampu mempertahankan pertukaran gas yang optimal yang ditunjukkan dengan ABG normal , saturasi oksigen 90 % atau lebih(2) Tidak ada penurunan tingkat kesadaran (3) Pernapasan dan HR normal1. NIC(1) Respiratory monitoring(2) Oxygen therapy(3) Ventilation assistanceIntervensi:(1) Observasi RR, ritme dan kedalamanRasional:Pola napas pasien akan beradaptasi terhadap perubahan gas. Pernapasan yang cepat dan danagkal mungkin akibat dari hipoksia atau asidosis dengan status syok. Hipoventilasi mengindikasikan dibutuhkannya ventilasi tambahan

(2) Observasi takikardi, napas pendek, penggunaan muskulus assesoriusRasional:Signifikan dalam peningkatan usaha bernapas dengan tanda hipoksia dan peningkatan HR. Penggunaan muskulus assesorius meningkatkan ekskursi dada untuk memfasilitasi pernapasan yang efektif.

(3) Observasi suara napas, batuk dan adanya sputum bercampur darah.Rasional:Perubahan suara napas menunjukan penyebab gangguan pertukaran gas. Hemoptisis merupakan indikasi adanya perdarahan pada saluran pernapasan.

(4) Observasi adanya perubahan tingkat kesadaran.Rasional:Tanda awal hipoksia cerebral adalah gelisah dan cemas, tanda selanjutnya adalah agitasi, letargi dan konfusi.

(5) Gunakan oksimeter nadi untuk memonitor saturasi oksigen, monitor ABGs.Rasional:Oksimeter nadi digunakan sebagai alat untuk mendeteksi perubahan saturasi oksigen secara cepat. Saturasi oksigen sebaiknya berkisar pada angka 90 % atau lebih.

Intervensi Terapeutik(1) Posisikan pasien pada posisi fowler tinggi (apabila hemodinamik stabil).Rasional:Posisi duduk memungkinkan untuk ekskursi diafragma dan paru secara adekuat, dan mengoptimalkan ekspansi paru.

(2) Lakukan suction jika diperlukan.Rasional:Jika pasien tidak mampu mengeluarkan sekresi secara mandiri, suction mungkin diperlukan untuk meningkatkan kepatenan jalan napas dan mengurangi kerja napas.

(3) Berikan oksigen sesuai terapi.Rasional:Untuk menyediakan sejumlah oksigen perlu pemasokan secara berlanjut supaya pasien mampu mempertahankan saturasi oksigen 90 % atau lebih.

(4) Antisipasi kebutuhan intubasi dan ventilasi mekanik.Rasional:Intubasi yang cepat dan ventilasi mekanik direkomendasikan untuk mencegah dekompensasi pasien.

2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi mukus/ lendir1)NOC:Respiratory status : airway patency

2)Tujuan:pasien mampu menjaga kepatenan jalan napas yang adekuat

3) OutcomesPasien mampu mempertahankan kebersihan jalan napas, yang ditunjukkan dengan :(1) Suara napas normal(2) RR dan kedalaman respirasi normal4) NIC:(1) Airway management(2) Airway suctioningIntervensi : (1) Lakukan penghisapan sesuai kebutuhan.Rasional:Untuk menghilangkan penumpukan sekresi di orofaring

(2) Beri posisi terlentang dengan kepala ditempatkan pada sandaran yang ditinggikan (sedikitnya 30 derajat)Rasional:Untuk menurunkan tekanan pada rongga torakal dan meminimalkan refluks sekresi lambung ke esofagus distal dan ke dalam trakea dan bronki.

(3) Beri oksigen jika bayi menjadi sianotik.Rasional:Untuk membantu menghilangkan distres pernapasan.

(4) Jangan gunakan tekanan positif (mis., kantong resusitasi/masker).Rasional:Karena dapat memasukkan udara ke dalam lambung dan usus, yang menimbulkan tekanan tambahan pada rongga torakal.

(5) Puasakan.Rasional:Untuk mencegah aspirasi.

(6) Pertahankan penghisapan segmen esofagus secara intermiten atau kontinu, bila dipesankan pada masa praoperasi.Rasional:Untuk menjaga agar kantong buntu tersebut tetap kosong.

(7) Tinggalkan selang gastrotomi, bila ada, terbuka untuk drainase gravitasi.Rasional:Sehingga udara dapat keluar, meminimalkan resiko regurgitasi isi lambung ke dalam trakea.

3. Resiko aspirasi berhubungan dengan kelainan struktur anatomi : fistula trakheoesopagus 1)NOC:Aspiration prevention

3)Tujuan:Pasien mampu mencegah aspirasi secara adekuat.

3) OutcomesPasien menunjukkan kepatenan jalan napas, yang ditunjukkan dengan :(1) Suara napas normal(2) Tidak terdapat batuk(3) Tidak terdapat napas pendek(4) Tidak terjadi aspirasi4) NIC(1) Aspiration precaution(2) Airway suctioningIntervensi(1) Observasi adanya reflek batuk dan muntah.Rasional:Paru secara normal dilindungi terhadap terjadinya aspirasi oleh adanya reflek batuk dan muntah. Jika tidak ada/ menurun reflek batuk dan muntah maka akan meningkatkan resiko aspirasi.

(2) Auskultasi suara peristaltik dan adanya distensi abdomen.Rasional:Penurunan motilitas usus meningkatkan resiko aspirasi karena makanan dan cairan terakumulasi di lambung.

(3) Observasi status pulmonari terhadap adanya tanda aspirasi.Rasional:Antisipasi tindakan segera tanda-tanda aspirasi

Intervensi Terapeutik(1) Pastikan suction tersedia saat diperlukan.Rasional:Suction trakhea memungkinkan untuk mempertahankan kepatenan jalan napas. Sekrresi dapat secara cepat terakumulasi pada posterior paring dan trakhea atas, hal ini akan meningkatkan resiko aspirasi.

(2) Laporkan pada dokter adanya penurunan batuk atau reflek muntah.Rasional:Intervensi cepat dapat menjaga kepatenan jalan napas pasien dan mencegah aspirasi.

(5) Posisikan pasien yang mengalami penurunan kesadaran dengan posisi miring.Rasional:Posisi ini akan menurunkan resiko aspirasi dengan meningkatkan pengeluaran drainase melalui mulut.

Edukasi(1) Jelaskan pada orang tua mengenai posisi yang aman bagi bayinya.Rasional:Posisi yang tegak menurunkan resiko aspirasi.

(2) Ajarkan pada oraqng tua tehnik penghisapan lendir untuk mengurangi akumulasi sekresi pada mulut bayi.Rasional:Meningkatkan pengetahuan orang tua untuk meningkatkan keamanan pasien.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan memasukkan dan mencerna makanan1)NOC:Nutritional status : food and fluid intake

2)Tujuan:Pasien mampu mencapai status nutrisi : makanan dan cairan secara adekuat.

3) Outcomes1. Menerima zat gizi yang adekuat untuk pertumbuhan1. Memiliki turgor kulit yang baik1. Mempertahankan keseimbangan nitrogen yang positif, elektrolit, kalsium, fosfor, dan indeks biokimiawi nutrisi yang lain dengan stabil4) NIC:(1) Nutrition therapy(2) Nutrition monitoring(3) Fluid managementIntervensi :(1) Beri makan melalui gastrotomi sesuai ketentuanRasional:Untuk memberikan nutrisi sampai pemberiaan makan oral memungkinkan.

(2) Observasi distensi abdomen.Rasional:Distensi abdomen dapat terlihat pada inflamasi saluran cerna dan penurunan motilitas.

(3) Pantau masukan, keluaran, dan berat badan.Rasional:Untuk mengkaji keadekuatan masukan nutrisi.

(4) Kolaborasikan dengan dokter/ ahli gizi untuk pemberian TPNRasional:Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi

(5) Informasikan pada keluarga tentang teknik pemberian makanan yang tepat untuk bayinya.Rasional:Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang pemenuhan nutrisi bayinya

(6) Kaji turgor kulit.Rasional:Turgor kulit adalah indikasi status cairan, walaupun indikasi buruk. Pada bayi prematur, penurunan turgor kulit dapat disebabkan oleh penurunan elastisitas kulit.

(7) Pantau kimia serum (glukosa, protein, kalsium dan zat besi).Rasional:Untuk mengidentifikasi zat gizi yang memerlukan penggantian/ penambahan guna mencegah komplikasi.

(8) Untuk bayi yang mendapat TPN, pantau untuk infeksi, trombosis vena, dan kelebihan cairan.Rasional:Septikemia candida memberi alasan setengah komplikasi yang berkaitan dengan TPN. Dispnea mungkin merupakan gejala kelebihan cairan.

(9) Berikan cairan IV (mis., dekstrose 10 % dalam air), TPN, sesuai program.Rasional:Untuk menyediakan cairan dan zat gizi yang diperlukan guna mempertahankan kebutuhan dan pertumbuhan. Pemberian cairan IV dini untuk mencegah hipoglikemi dan menyuplai cairan, pemberian makan oral dapat ditunda hingga status pernapasan bayi stabil. Bayi kurang bulan memerlukan 110 hingga 140 kal/kg BB per hari.

5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang mengalami defek fisik1)NOC:Family coping

2)Tujuan:Keluarga mampu mendemonstrasikan koping yang efektif

3) Outcomes(1) Keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan pada bayi, memahami tanda-tanda komplikasi, dan tindakan yang tepat.(2) Mengungkapkan kesadaran tentang kemampuan koping sendiri.(3) Mengidentifikasi perilaku yang tepat secara individu untuk mempertahankan kontrol4) NIC:(1) Coping enhancement(2) Family supportIntervensi :(1) Ajarkan pada keluarga tentang posisi yang benar di rumah.Rasional:Untuk mencegah aspirasi.

(2) Ajarkan pada keluarga tanda-tanda distres pernapasan.Rasional:Untuk mencegah keterlambatan tindakan.

(3) Ajarkan pada keluarga tanda-tanda komplikasi, menolak makan, disfagia, peningkatan batuk.Rasional:Informasi tersebut diteruskan ke praktisi.

(4) Ajarkan pada keluarga perawatan gastrotomi dan esofagostomi bila bayi telah dioperasi, termasuk teknik-teknik seperti penghisapan, pemberian makan, perawatan sisi operasi dan/atau ostomi, penggantian balutan.Rasional:Untuk menjamin perawatan yang tepat setelah pulang.

(5) Dorong orang tua untuk partisipasi dalam perawatan anak.Rasional:Untuk memberikan rasa aman dan nyaman.

BAB 4TRIGER CASE

4.1 Biodata 1. KlienNama: Bayi Ny. RinaTempat, Tgl lahir: Surabaya, 13 April 2013Jenis Kelamin: Laki-lakiAnak ke: Pertama2. Orang TuaNama: Tn. Samito/ Ny. RinaUmur: 30 Th/ 28 ThAgama: IslamPendidikan: SMA/ SMAAlamat: Mulyorejo, Surabaya

4.2 Keluhan UtamaBayi Ny. R. mengalami akumulasi air liur yang banyak di mulut, bayi mengiler, dan saat disusui, ASI keluar lagi dari mulut.

4.3 Riwayat Penyakit SekarangPada tanggal 13 April 2013 pukul 08.00 WIB bayi Ny. R. dirujuk oleh bidan ke RS Sayang Bunda dengan keluhan sejak bayinya lahir, selalu mengeluarkan air liur, terdapat banyak akumulasi air liur di dalam mulut dan bayi mengiler. Saat diberi ASI, bayi bisa menelan, akan tetapi dalam beberapa menit ASI nya selalu keluar lagi dari mulut bayi. Bidan telah melakukan pemasangan sonde akan tetapi selang berhenti sepanjang 8 cm dan hasilnya tidak dapat masuk dalam lambung. Di rumah sakit dilakukan pemeriksaan radiologi, dan didapatkan hasil bahwa bayi Ny. R mengalami atresia esopagus tanpa adanya fistula trakheoesopagus.

4.4 Riwayat Kesehatan Dahulu1. Riwayat IntranatalIbu mengatakan memeriksakan kehamilannya di bidan :Trimester I: 2 kaliTrimester II : 3 kaliTrimester III : 4 kaliSelama hamil ibu melakukan ANC sebanyak 9 kali. Ibu mengatakan imunisasi TT lengkap selama kehamilan. Ibu mengatakan obat-obatan yang pernah diminum Fe, Kalk, Vitamin C, Vitamin B6, Vitamin B. Keluhan selama hamil :TM I : mual dan muntah pada pagi hariTM II : tidak ada keluhanTM III: sering kencingIbu tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, minuman maupun obat-obatan. Ibu mengatakan tidak menderita penyakit menular. Seperti hepatitis, AIDS, PMS. Ibu mengatakan tidak ada penyakit menahun,seperti Asma, TBC. Ibu melahirkan pada usia kehamilan 40 minggu. Selama hamil ibu tidak ada pantangan terhadap makanan, minuman maupun obat-obatan serta minum jamu-jamuan.2. Riwayat IntranatalIbu merasa kenceng-kenceng mulai tanggal 12 April 2013 pukul 21.00 WIB, sifat adekuat, kontraksi 5 kali dalam 10 menit, sudah mengeluarkan lendir yang bercampur darah, ketuban sudah pecah, bayi lahir tanggal 13 April 2013 pukul 06.00 WIB ditolong oleh bidan. Persalinan berlangsung secara spontan pervaginam. Jenis kelamin laki-laki, berat badan 2900 gram. Panjang badan 48 cm, lingkar dada 31 cm. Selama persalinan tidak ada kesulitan, tidak ada kelainan, tidak ada cacat fisik, plasenta lahir pada pukul 06.15 WIB dengan cara spontan.Lama persalinan :Kala I : 9 jamKala II : 1 jamKala III : 20 menitKala IV : 2 jamObat yang diberikan adalah oksitosin 10 unit, untuk bayi diberi imunisasi hepatitis B.

4.5 Pemeriksaan neonatal1. Tanda-tanda vital1) Nadi : 140 x/menit2) Respirasi : 42 x/menit3) Suhu : 37C2. Berat badan : 2900 gram3. Panjang badan: 48 cm4. Kepala1) Simetris2) Lingkar kepala : 34 cm3) Fontanel anterior dan posterior normal, tidak ada caput succe atau chepal hoematoma, tidak ada benjolan abnormal lainnya.4) MataSimetris, ada sedikit secret , palpebra tidak odema, sclera putih.5) HidungSimetris, bersih, tidak ada secret, tidak ada pernapasan cuping hidung6) MulutBibir : simetris, tidak ada bibir sumbing, warna pucat, tidak ada luka, banyak terdapat air liur7) Lidah : bersih, warna merah jambu, tidak glositis8) Gusi : Warna merah jambu, tidak gingivitis9) TelingaSimetris, tidak OMP, bersih, tidak ada serumen5. Dada1) Lingkar dada : 32 cm2) Inspeksi: Simetris, tidak ada retraksi dada, 3) Auskultasi: bunyi jantung normal, teratur dan terdengar, tidak ada ronchi, wheezing dan juga tidak ada bunyi mur-mur4) Terdengar suara ngrok-ngrok dari tenggorokan bayi5) Bayi batuk dengan suara kasar6. Perut1) Setelah lahir BAB 1 kali, warna hitam kehijauan, bau khas, konsistensi lunak, tidak ada pus atau darah.2) Lingkar perut: 3) Inspeksi: Simetris,4) Auskultasi: peristaltik 5 kali/menit5) Perkusi: timpani6) Palpasi: tidak terdapat distensi abdomen

7. GenetaliaTestis sudah turun di skrotum, tidak ada kelainan pada genetalia, dan teraba lubang anus.8. EkstremitasSimetris, tidak ada gangguan pergerakan, tidak ada odema, tidak ada luka, kulit bersih, tidak polidaktil atau sindaktil, sianosis di ujung akral9. Reflek1) Reflek rooting (+)3) Reflek swalowing (+)2) Reflek suching (+)4) Reflek moro (+)

4.6 Pemeriksaan PenunjangRadiologi : atresia esopagus tanpa adanya fistula trakheoesopagus

4.7 Pengkajian psikososial orang tuaIbu mengatakan sedih dan khawatir dengan kondisi bayinya saat ini, takut jika bayinya tidak bisa disembuhkan. Ekspresi wajah ibu tampak cemas, ibu menangis.

4.8 Data Fokus1. Data SubjektifIbu mengatakan :1) Sedih dan khawatir dengan kondisi bayinya saat ini, takut jika bayinya tidak bisa disembuhkan.2) Saat diberi ASI, bayi bisa menelan, akan tetapi dalam beberapa menit ASI nya selalu keluar lagi dari mulut bayi. 3) Bidan telah melakukan pemasangan sonde akan tetapi selang berhenti sepanjang 8 cm dan hasilnya tidak dapat masuk dalam lambung2. Data Objektif1) KU bayi lemah2) Terdapat akumulasi air liur di mulut, bayi mengiler3) Setelah di beri ASI, ASI keluar lagi dari mulut bayi4) Terdengar suara ngrok-ngrok dari tenggorokan bayi5) Bayi batuk dengan suara kasar6) Ekspresi wajah ibu tampak cemas, ibu menangis.7) Radiologi : atresia esopagus tanpa adanya fistula trakheoesopagus4.9 Analisa DataNo.DataProblemEtiologi

1.DS : -DO :1) KU bayi lemah2) Terdapat akumulasi air liur di mulut, bayi mengiler3) Setelah di beri ASI, ASI keluar lagi dari mulut bayi4) Terdengar suara ngrok-ngrok dari tenggorokan bayi5) Bayi batuk dengan suara kasar6) Radiologi : atresia esopagus tanpa adanya fistula trakheoesopagusPK : Aspirasipeningkatan produksi mukus/ lendir

2.DS : Ibu mengatakan :1) Saat diberi ASI, bayi bisa menelan, akan tetapi dalam beberapa menit ASI nya selalu keluar lagi dari mulut bayi. 2) Bidan telah melakukan pemasangan sonde akan tetapi selang berhenti sepanjang 8 cm dan hasilnya tidak dapat masuk dalam lambungDO :1) Bayi menangis lemah2) Perut bayi tampak cekung3) Perkusi abdomen : timpani4) Peristaltik usus : 5x/menitKetidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuhketidakmampuan memasukkan/ menelanmakanan akibat atresia esofagus

3.DS :Ibu mengatakan sedih dan khawatir dengan kondisi bayinya saat ini, takut jika bayinya tidak bisa disembuhkan.DO :Ekspresi wajah ibu tampak cemas, ibu menangis.Ansietas (orang tua)krisis situasional : anak yang mengalami defek fisik

4.10 Prioritas Masalah1. PK : Aspirasi berhubungan dengan peningkatan produksi mukus/ lendir 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan memasukkan/ menelan makanan akibat atresia esofagus3. Ansietas (orang tua) berhubungan dengan krisis situasional : anak yang mengalami defek fisik

4.11 Intervensi1. PK : aspirasi berhubungan dengan kelainan struktur anatomi : fistula trakheoesopagus1)NOC:Aspiration prevention

2)Tujuan:Pasien mampu mencegah aspirasi secara adekuat setelah dilakukan tindakan selama 1 jam

3) OutcomesPasien menunjukkan kepatenan jalan napas, yang ditunjukkan dengan (1) Suara napas normal(2) Tidak terdapat batuk(3) Tidak terdapat napas pendek(4) Tidak terjadi aspirasi4) NIC(1) Aspiration precaution(2) Airway suctioning

Intervensi(1) Observasi adanya reflek batuk dan muntah.Rasional:Paru secara normal dilindungi terhadap terjadinya aspirasi oleh adanya reflek batuk dan muntah. Jika tidak ada/ menurun reflek batuk dan muntah maka akan meningkatkan resiko aspirasi.

(2) Auskultasi suara peristaltik dan adanya distensi abdomen.Rasional:Penurunan motilitas usus meningkatkan resiko aspirasi karena makanan dan cairan terakumulasi di lambung.

(3) Observasi status pulmonari terhadap adanya tanda aspirasi.Rasional:Antisipasi tindakan segera tanda-tanda aspirasi

Intervensi Terapeutik(4) Pastikan suction tersedia saat diperlukan.Rasional:Suction trakhea memungkinkan untuk mempertahankan kepatenan jalan napas. Sekrresi dapat secara cepat terakumulasi pada posterior paring dan trakhea atas, hal ini akan meningkatkan resiko aspirasi.

(5) Laporkan pada dokter adanya penurunan batuk atau reflek muntah.Rasional:Intervensi cepat dapat menjaga kepatenan jalan napas pasien dan mencegah aspirasi.

(6) Posisikan pasien dengan posisi semi fowler dengan kepala miring.Rasional:Posisi ini akan menurunkan resiko aspirasi dengan meningkatkan pengeluaran drainase melalui mulut.

(7) Jelaskan pada orang tua mengenai posisi yang aman bagi bayinya.Rasional:Posisi yang tegak menurunkan resiko aspirasi.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan memasukkan/ menelan makanan akibat atresia esofagus1)NOC:Nutritional status : food and fluid intake

2)Tujuan:Pasien mampu mencapai status nutrisi : makanan dan cairan secara adekuat.

3) Outcomes(1) Menerima zat gizi yang adekuat untuk pertumbuhan(2) Memiliki turgor kulit yang baik(3) Mempertahankan keseimbangan nitrogen yang positif, elektrolit, kalsium, fosfor, dan indeks biokimiawi nutrisi yang lain dengan stabil4) NIC:(1) Nutrition therapy(2) Nutrition monitoring(3) Fluid managementIntervensi :(1) Beri makan melalui gastrotomi sesuai ketentuanRasional:Untuk memberikan nutrisi sampai pemberiaan makan oral memungkinkan.

(2) Observasi distensi abdomen.Rasional:Distensi abdomen dapat terlihat pada inflamasi saluran cerna dan penurunan motilitas.

(3) Pantau masukan, keluaran, dan berat badan.Rasional:Untuk mengkaji keadekuatan masukan nutrisi.

(4) Kolaborasikan dengan dokter/ ahli gizi untuk pemberian TPNRasional:Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi

(5) Informasikan pada keluarga tentang teknik pemberian makanan yang tepat untuk bayinya.Rasional:Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang pemenuhan nutrisi bayinya

(6) Kaji turgor kulit.Rasional:Turgor kulit adalah indikasi status cairan, walaupun indikasi buruk. Pada bayi prematur, penurunan turgor kulit dapat disebabkan oleh penurunan elastisitas kulit.

(7) Pantau kimia serum (glukosa, protein, kalsium dan zat besi).Rasional:Untuk mengidentifikasi zat gizi yang memerlukan penggantian/ penambahan guna mencegah komplikasi.

(8) Untuk bayi yang mendapat TPN, pantau untuk infeksi, trombosis vena, dan kelebihan cairan.Rasional:Septikemia candida memberi alasan setengah komplikasi yang berkaitan dengan TPN. Dispnea mungkin merupakan gejala kelebihan cairan.

(9) Berikan cairan IV (mis., dekstrose 10 % dalam air), TPN, sesuai program.Rasional:Untuk menyediakan cairan dan zat gizi yang diperlukan guna mempertahankan kebutuhan dan pertumbuhan. Pemberian cairan IV dini untuk mencegah hipoglikemi dan menyuplai cairan, pemberian makan oral dapat ditunda hingga status pernapasan bayi stabil. Bayi kurang bulan memerlukan 110 hingga 140 kal/kg BB per hari.

3. Ansietas (orang tua) berhubungan dengan krisis situasional : anak yang mengalami defek fisik1)NOC:Family coping

2)Tujuan:Keluarga mampu mendemonstrasikan koping yang efektif setelah dilakukan tindakan 1 hari

3) Outcomes(1) Keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan pada bayi, memahami tanda-tanda komplikasi, dan tindakan yang tepat.(2) Mengungkapkan kesadaran tentang kemampuan koping sendiri.(3) Mengidentifikasi perilaku yang tepat secara individu untuk mempertahankan kontrol4) NIC:(1) Coping enhancement(2) Family supportIntervensi :(1) Ajarkan pada keluarga tentang posisi yang benar di rumah.Rasional:Untuk mencegah aspirasi.

(2) Ajarkan pada keluarga tanda-tanda distres pernapasan.Rasional:Untuk mencegah keterlambatan tindakan.

(3) Ajarkan pada keluarga tanda-tanda komplikasi, menolak makan, disfagia, peningkatan batuk.Rasional:Informasi tersebut diteruskan ke praktisi.

(4) Ajarkan pada keluarga perawatan gastrotomi dan esofagostomi bila bayi telah dioperasi, termasuk teknik-teknik seperti penghisapan, pemberian makan, perawatan sisi operasi dan/atau ostomi, penggantian balutan.Rasional:Untuk menjamin perawatan yang tepat setelah pulang.

(5) Dorong orang tua untuk partisipasi dalam perawatan anak.Rasional:Untuk memberikan rasa aman dan nyaman.

DAFTAR PUSTAKA

Gulanick, Meg and Judith L. Myers, 2011. Nursing Care Plans Diagnoses, Intervention, and Outcomes, 7th Edition. St. Louis : Mosby Elsevier.

Hamilton, Persis. 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Matenitas. Jakarta: EGC

Haws, Paulette S. 2008. Asuhan Neonatus: Rujukan Cepat. Jakarta: EGC

Herdman, T.H., 2012.NANDA I Nursing Diagnosis : Difinition and Clasification 2012-2014. St Louis : Mosby Elsevier.

Johnson, Marion, et al., 2006. NANDA, NOC and NIC Linnkages. 2nd Edition. St. Louis : Mosby Elsevier.

Nelson & Kliegman. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Rendle-Short. 2011. Sinopsis Pediatri. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher

Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal & Hepatobilier. Jakarta:Salemba Medika

Toy, Eugene C.. 2011. Case Files: Pediatri. . Tangerang Selatan:Karisma Publishing Group

Wong, Donna L.. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Internet:http://www.infokedokteran.com/referat-kedokteran/referat-kedokteran-patofisiologi-atresia-esophagus.html