Artikel Potensi Pemanfaatan Mikroba Potensial

23
Potensi Pemanfaatan Mikroba Potensial dalam Rehabilitasi Lahan Kritis di Indonesia Potency of using potential microbes in degraded-land rehabilitation in Indonesia Betty Natalie Fitriatin Jurusan Ilmu Tanah akultas Pertanian Universitas Padjadjaran Email : [email protected] RINGKASAN Berbagai aktivitas manusia yang banyak melibatkan beberapa kegiatan seperti pembukaan hutan, penebangan kayu, penambangan, pembukaan lahan pertanian dan perkotaan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan berupa rusaknya vegetasi hutan sebagai habitat satwa dan kemungkinan hilangnya jenis-jenis flora/fauna endemik langka sebagai sumber plasma nuftah potensial, rusaknya sistem tata air (watershed), meningkatkan laju erosi permukaan, menurunkan produktivitas dan stabilitas lahan serta biodiversitas flora dan fauna. Untuk menunjang keberhasilan dalam program revegetasi (penghijauan) dan rehabilitasi lahan-lahan rusak tersebut maka dalam makalah ini dibahas peranan dan prospek cendawan mikoriza arbuskula (CMA) dan bakteri penambat N pembentuk nodula akar (Bradyrhizobium/Rhizobium) merupakan salah satu alternatif strategi yang perlu dicoba dan dikembangkan. Peran Cendawan mikoriza dan bakteri Bradyrhizobium/Rhizobium 1

Transcript of Artikel Potensi Pemanfaatan Mikroba Potensial

Page 1: Artikel Potensi Pemanfaatan Mikroba Potensial

Potensi Pemanfaatan Mikroba Potensial dalam Rehabilitasi Lahan Kritis di Indonesia

Potency of using potential microbes in degraded-land rehabilitation in Indonesia

Betty Natalie FitriatinJurusan Ilmu Tanah akultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Email : [email protected]

RINGKASAN

Berbagai aktivitas manusia yang banyak melibatkan beberapa kegiatan seperti

pembukaan hutan, penebangan kayu, penambangan, pembukaan lahan pertanian dan

perkotaan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan berupa rusaknya

vegetasi hutan sebagai habitat satwa dan kemungkinan hilangnya jenis-jenis flora/fauna

endemik langka sebagai sumber plasma nuftah potensial, rusaknya sistem tata air

(watershed), meningkatkan laju erosi permukaan, menurunkan produktivitas dan

stabilitas lahan serta biodiversitas flora dan fauna. Untuk menunjang keberhasilan

dalam program revegetasi (penghijauan) dan rehabilitasi lahan-lahan rusak tersebut

maka dalam makalah ini dibahas peranan dan prospek cendawan mikoriza arbuskula

(CMA) dan bakteri penambat N pembentuk nodula akar (Bradyrhizobium/Rhizobium)

merupakan salah satu alternatif strategi yang perlu dicoba dan dikembangkan. Peran

Cendawan mikoriza dan bakteri Bradyrhizobium/Rhizobium dalam mempercepat laju

pertumbuhan, meningkatkan kualitas dan daya hidup semai tanaman kehutanan pada

lahan-lahan marginal yang miskin unsur hara telah banyak ditunjukkan.

Kata Kunci : revegetasi, mikoriza, bakteri pemfiksasi N simbiotik

PENDAHULUAN

Perhatian dan tanggapan dunia internasional terhadap status dan kelestarian

hutan lembab tropis di Indonesia cukup serius. Hal ini beralasan karena melihat laju

kerusakan hutan dan degradasi lahan setiap setiap tahunnya telah mencapai luasan

antara 900.000 hektar sampai 2.000.000 hektar (Oldfield, 1991) dan diperkirakan

1

Page 2: Artikel Potensi Pemanfaatan Mikroba Potensial

tervesar di Asia Tenggara. Kerusakan tersebut diakibatkan oleh berbagai aktivitas

seperti perladangan berpindah, pembalakkan (logging), kebakaran hutan, transmigrasi

dan pengembangan pertanian (FAO, 1991). Akibat berbagai aktivitas tersebut sampai

saat ini diperkirakan terdapat seluas 13,2 juta hektar lahan dalam kondisi kritis dan

marginal yang memerlukan penanganan dengan segera (Haeruman dan Rahmanstsyah,

1991).

Proses penggurunan (desertification) tanah hutan akan terjadi dalam kurun

waktu yang tidak lama lagi, apabila tekanan terhadap sumberdaya hutan di Indonesia

dilakukan terus temenrus. Banyak kasus seperti penebangan illegal, kebakaran hutan,

kegiatan pertambangan, dan proyek ambisius pencetakan sawah satu juat hektar dapat

mempercepat proses penggurunan di Kalimantan. Di lain pihak proses rehabilitasi

hutan yang dilakukan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat tidak dapat mengejar

laju penggundulan hutan.

Dampak penggundulan hutan telah terjadi di Indonesia belum lama ini, bencana

banjir bandang Sungai Bohorok yang melanda Kawasan Bukit Lawang Kabupaten

Langkat Sumatera Utara merupakan bukti nyata bahwa penebangan hutan secara liar

akan berdampak buruk terhadap lingkungan, pada akhirnya menimbulkan bencana alam

yang merugikan manusia.

Untuk mencegah dan mengurangi kerusakan lingkungan yang lebih parah, maka

perlu dicari berbagai upaya pengendalian yang mengarah pada kegiatan rehabilitasi

lahan. Melihat kenyataan ini maka rehabilitasi lahan – lahan kritis dan marginal dalam

bentuk pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI), reboisasi, dan revegetasi

(penghijauan) merupakan program alternatif pemecahan masalah yang perlu dilakukan

dan diprioritaskan. Keberhasilan program tersebut tidak saja akan memperbaiki citra

Indonesia di mata dunia internasional tentang “Dampak Penggundulan Hutan”

(deforestation) yang akhir-akhir ini mendapat sorotan.

Pembangunan hutan tanaman merupakan salah satu solusi menyelematkan

hutan alam yang masih tersisa, namun harus diantisipasi bahwa dikemudian hari

pembanguanan hutan tanaman akan menciptakan masalah baru. Masih cukup waktu

bagi kita untuk mengantisipasi masalah yang akan ditimbulkan oleh pembangunan

hutan tanaman, sedangkan sudah tidak ada waktu lagi bagi kita untuk menahan laju

kemusnahan hutan alam yang tersisa. Jadi suka atau tidak suka hutan tanaman harus

2

Page 3: Artikel Potensi Pemanfaatan Mikroba Potensial

dioptimalkan pembangunannya agar tekanan terhadap hutan alam dapat segera

dikurangi (Subiakto dkk, 2000).

Kegiatan revegetasi (penghijauan) merupakan salah satu teknik vegetatif yang

dapat diterapkan dalam upaya mereklamasi lahan-lahan yang rusak. Tujuannya tidak

saja memperbaiki lahan-lahan labil dan tidak produktif serta mengurangi erosi

permukaan, tetapi juga dalam jangka panjang diharapkan dapat memperbaiki iklim

mikro, memulihkan biodiversitas dan meningkatkan kondisi lahan ke arah yang lebih

produktif.

Dalam pelaksanaannya, program reboisasi dan revegetasi tersebut seringkali

mendapat hambatan yang serius karena kondisi tanah yang tidak menguntungkan.

Kendala sifat fisik dan kimia tanah yang sering dijumpai antara lain reaksi taah yang

rendah (pH tanah rendah), kahat hara terutama fosfor (P) dan nitrogen (N), lapisan

tanah yang tipis dan miskin bahan organik. Kondisi tersebut meruapakan kendala

utama bagi pertumbuhan tanaman dan keberhasilan reboisasi. Semai (seedling) yang

baru ditanam seringkali pertumbuhannya lambat, merana dan daya hidupnya rendah.

Hal ini terutama disebabkan oleh kondisi lahan yang tidak menguntungkan untuk

menyokong pertumbuhan tanaman. Tanaman sukar tumbuh dan mempunyai daya hidup

yang rendah (Setiadi, 2002).

Usaha rehabilitasi lahan kritis dan pembangunan hutan tanaman baru banyak

mengalami kendala. Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa problematika yang

sering dijumpai di lapangan antara lain pH tanah yang masam (karakteristik tanah-

tanah di daerah tropika basah), miskin unsure hara, lapisan atas tanah ( top soil) sangat

tipis, dan masih banyak problematika yang harus diperhatikan di perlu penanganan

khusus untuk kegiatan rehabilitasi lahan ini.

Penyiapan bibit dalam skala operasional masih di bawah standar (ditinjau dari

segi kualitas maupun kuantitas), akibatnya banyak bibit tanaman hutan yang

mengalami transplant shock bahkan mengalami kematian setelah dipindahkan ke

lapangan. Faktor lain yang lebih dominan adalah faktor non teknis dalam program

rehabilitasi lahan kritis. Program rehabilitasi lahan dengan areal yang sangat luas dan

dana cukup besar dilakukan dengan tata waktu yang sangat singkat, perencanaan yang

tidak matang dan sistem tender yang melibatkan rantai-rantai sub-kontraktor yang

3

Page 4: Artikel Potensi Pemanfaatan Mikroba Potensial

panjang, sehingga sangat jelas keberhasilan penanaman mengalami kegagalan dari

tahun ke tahun (Turjaman, dkk. 2002).

Berdasarkan pengalaman di lapangan, untuk membantu pertumbuhan dan

meningkatkan daya hidup semai pada lahan-lahan marginal tersebut, disamping

diperlukan teknik silvikultur yang tepat dan pemilihan jenis yang cocok, juga

diperlukan input energi yang tinggi dan mahal seperti pengapuran, saturasi fosfat,

pemupukan lengkap dan managemen bahan organik (Setiadi, 1999). Dalam rangka

pembangunan hutan berwawasan lingkungan maka perlu dicari alternatif strategi lain

yang tidak saja efektif tetapi lebih murah dan bersahabat dengan lingkungan.

Untuk menunjang keberhasilan dalam program revegetasi (penghijauan) dan

rehabilitasi lahan-lahan rusak tersebut maka dalam makalah ini akan dibahas peranan

dan prospek cendawan mikoriza arbuskula (CMA) dan bakteri penambat N pembentuk

nodula akar (Bradyrhizobium/Rhizobium) merupakan salah satu alternatif strategi yang

perlu dicoba dan dikembangkan.

Peran Cendawan mikoriza dan bakteri Bradyrhizobium/Rhizobium dalam

mempercepat laju pertumbuhan, meningkatkan kualitas dan daya hidup semai tanaman

kehutanan pada lahan-lahan marginal yang miskin unsure hara telah banyak

ditunjukkan (De La Cruz, 1988 ; Gracia, 1886 ; Setiadi, 2002)

Makalah ini mencoba memberikan gambaran tentang potensi biologis mikroba

tanah potensial dan prospek aplikasinya sebagai alat biologis dalam rangka menunjang

program pemerintah untuk merehabilitasi lahan-lahan marginal dan kritis di Indonesia.

KONDISI LAHAN – LAHAN KRITIS DI INDONESIA

Kondisi Fisik Tanah

Aktivitas penambangan mineral menghasilkan limbah yang slah satunya disebut

tailing. Tailing merupakan bubuk batuan yang telah digerus halus setelah mineral

tembaga, emas dan peraknya dipisahkan secara fisika dengan menggunakan teknik

penggerusan dan pengapungan. Jumlah tailing yang dihasilkan setiap hari di daerah

penambangan PT. Freeport Indonesia, Timika Irian Jaya cukup besar, sehingga

endapan tailing di lahan sekitarnya terus meluas (mencapai 133 km2).

4

Page 5: Artikel Potensi Pemanfaatan Mikroba Potensial

Karakteristik umum yang paling menonjol pada lahan –lahan kritis yang rusak

berat, misalnya lahan pasca tambang adalah lapisan tanah yang tidak berprofil. Profil

tanah normal, telah terganggu oleh kegiatan pengerukan, penimbunan dan pemadatan

alat-alat berat. Kegiatan penimbunan dan pemadatan tanah dalam kegaiatan

rekonstruksi lahan tanam, menyebabkan rusknya struktur, tekstur, porositas dan bulk

density tanah sebagai karakter fisik tanah yang sangat penting bagi pertumbuhan

tanaman.

Selain itu, kondisi tanah yang kompak karena pemadatan dapat menyebabkan

buruknya system tata air (air infiltrasi dan perkolasi) dan aerasi yang secara langsung

dapat membaawa dampak negatif terhadap fungsi dan perkembangan akar. Akar tidak

dapat berkembang dengan sempurna dan fungsinya sebagai alat absorpsi unsur hara

akan terganggu. Akibatnya tanaman dapat berkembang dengan normal, tetapi tumbuh

tetap kerdil dan merana.

Rusaknya tekstur dan struktur juga menyebabkan tanah tidak mampu untuk

menyimpan dan meresapkan air pada musim hujan, sehingga aliran permukaan (surface

run off) menjadi tinggi dan berdampak pada peningkatan laju erosi. Sebaliknya, pada

musim kering tanah menjadi padat dan keras sehingga sangat berat untuk diolah yang

secara tidak langsung berdampak pada peningkatan kebutuhan tenaga kerja.

Kondisi Kimia Tanah

Dalam profil tanah yang normal, lapisan tanah atas merupakan sumber unsure-

unsur hara makro dan mikro yang esensial bagi pertumbuhan tanaman, dan juga sebagi

sumber bahan organik untuk menyokong kehidupan dan aktivitas mikroba tanah yang

potensial. Tipis dan kurangnya lapisan top soil dan bahan organik dianggap sebagai

penyebab utama buruknya tingkat kesuburan tanah pada lahan – lahan kritis. Kahat

unsure hara esensial seperti N dan P, dan reaksi tanah masam (pH rendah) atau alkaline

(pH tinggi), serta rendahnya nilai KTK (kapasitas tukar kation) merupakan problema

umum yang dijumpai pada lahan-lahan kritis.

Daerah tropis mempunyai curah hujan yang tinggi serta memiliki temperatur

yang tinggi/pasas, sehingga dapat menyebabkan tingkat pelapukan tanah yang tinggi,

semakin tinggi pelapukan membuat tanah mempunyai pH masam. Rendahnya pH tanah

5

Page 6: Artikel Potensi Pemanfaatan Mikroba Potensial

ini menyebabkan miskinnya kation-kation basa yang selanjutnya secara tidak langsung

dapat mengakibatkan mudahnya tanah tererosi.

Kondisi Biologi Tanah

Kehilangan top soil dapat mengakibatkan hilangnya lapisan serasah sebagai

sumber karbon (C) yang menjadi sumber energi untuk menyokong pertumbuhan dan

kelangsungan hidup mikroba tanah potensial, merupakan salah satu penyebab utama

menurunkannya populasi dan aktivitas mikroba tanah yang berperanpenting dalam

penyediaan unsure-unsur hara atau transformasi unsure hara. Hal ini secara tidak

langsung akan sangat mempengaruhi kehidupan tanaman, terutama jenis-jenis pohon

yang perlu berasosiasi dengan bakteri Rhizobium, Bradyrhizobium dan cendawan

mikoriza arbuskula (CMA) untuk membantu pertumbuhannya. Keberadaan mikroba

tanah yang potensial tersebut dapat memainkan peranan yang sangat penting bagi

perkembangan dan kelangsungan hidup tanaman.

Aktivitas mikroba tidak saja terbatas pada penyediaan unsure hara, tetapi juga

berperan aktif dalam mendekomposis serasah dan bahkan secara bertahap dapat

memperbaiki karakter struktur tanah. Rendahnya populasi dan aktivitas mikroba tanah

potensial pada lahan-lahan kritis, amka diperlukan usaha-usaha untuk memanipulasi

ketersediaan populasi mikroba tanah yang potensial tersebut.

PROSPEK DAN APLIKASI MIKROBA POTENSIALDALAM REHABILITASI LAHAN KRITIS

Program pembangungan hutan tanaman dan revegetasi lahan pasca tambang

merupakan kegiatan yang harus segera dilakukan dan memerlukan penanganan yang

serius. Untuk menunjang keberhasilan dalam program revegetasi (penghijauan) dan

rehabilitasi lahan-lahan rusak tersebut maka dalam makalah ini akan dibahas peranan

dan prospek cendawan mikoriza arbuskula (CMA) dan bakteri penambat N pembentuk

nodula akar (Bradyrhizobium/Rhizobium).

Asosiasi Leguminosa-Rhizobium/Bradyrhizobium

6

Page 7: Artikel Potensi Pemanfaatan Mikroba Potensial

Penggunaan bakteri Rhizobium sebagai inokulan telah popular digunakan pada

tanaman pertanian seperti kedelai dan jenis polong-polongan lainnya . Kini bakteri ini

mulai diperkenalkan penggunaanya juga untuk tanaman leguminosa yang sering

dipakai untuk kegiatan reboisasi dan agroforestri (Setiadi, 2000).

Bakteri Rhizobium/Bradyrhizobium mempunyai kemampuan menginfeksi akar

dan membentuk bintil akar )nodula) dalam simbiosisnya dengan pohon leguminosa. Di

dalam bintil akar tersebut bakteri ini mampu secara kimia untuk menambat nitrogen

bebas (N2) dari atmosfit dan merubahnya menjadi ammonia (NH3) , produk terakhir ini

dapat dimanfaatkan oleh tanaman inang (host) untuk pertumbuhannya. Sedangkan

Rhizobium sendiri memperoleh karbohidrat sebagai sumber energi dari tanaman inang.

Penambatan nitrogen oleh bakteri ini yang bersimbiosis dengan tanaman

leguminosa sebenarnya merupakan proses alami yang tingkat efektivitasnya dapat

dimanipulasi dan ditingkatkan dengan cara menginokulasikan galur-galur Rhizobia

unggul yang telah teruji. Dengan cara demikian maka tidak saja laju pertumbuhan

pohon leguminosa dapat dirangsang dengan baik, tetapi juga memungkinkan pohon

tersebut dapat hidup dalam kondisi tanah yang miskinnitrogen. Selain itu adanya

asosiasi leguminosa-rhizobium yang cocok memungkinkan kontribusi penambatan N

pada tanah yang cukup tinggi. Sebagai contoh Acacia mangium dan Leucaena

leucocephala mampu menambat N sebesar 100 – 300 kg N2/ha/tahun (Dommergues,

1987 dalam Setiadi, 2000). Sistem tersebut di atas dalam jangka waktu yang panjang

secara tidak langsung dapat mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah

sehingga memungkinkan tanaman lain (non-legum) dapat tumbuh, kekhawatiranakan

mundurnya produktivitas hutan pada rotasi berikutnya dapat diatasi.

Karakteristik dan keberadaan bintil akar pada jenis-jenis pohon leguminosa

potensial yang sering dipakai untuk kegiatan Hutan Tanaman Industri (HTI),

penhgijauan, dan agriforestri, telah banyak dievaluasi. Hal ini kini dilakukan melihat

peluang dan kemampuan dari tumbuhan tersebut untuk menambat nitrogen bebas di

atmosfir. Dari 25 jenis yang telah banyak diamati, sebanyak 17 jenis telah terbuktu

membentuk bintil akar (Setiadi dkk, 1989 dalam Setiadi, 2000). Dari jenis-jenis pohon

yang membentuk bintil, jenis yang termasuk dalam famili Mimosaceae seperti : Acacia

mangium, Acacia auriculiformis, Albizia lebbeck, Paraserianthes falfacataria,

7

Page 8: Artikel Potensi Pemanfaatan Mikroba Potensial

Calliandra callothyrsus, Enterolobium cyclocarpum dan Leucaena leucocephala ,

mempunyai frekuensi dan limpahan bintil yang tinggi.

Acacia mangium merupakan salah satu pohon leguminosa yang sangat potensial

digunakan untuk merehabilitasi lahan – lahan kritia, selain itu, kayunya

mempunyaiprospek yang cerah sebagai komoditi tanaman kehutanan. Untuk

meningkatkan produktivitas tanaman ini, pada lahan marginal dengan bantuan bakteri

Rhizobium/Bradyrhizobium , maka kini etlah dilakukan isolasi bakteri pembentuk

nodula dari akar-akar Acacia mangium (Setiadi, 2000). Dilaporkan bahwa isolat bakteri

ini dapat meningkatkan tinggi, diameter dan biomas anakan Acacia mangium 2 – 3 kali

lipat dibandingkan dengan kontrol, hal ini hampir setara dengan pemberian Urea

sebanyak 140 – 280 kg (Setiadi, 2000).

Mikoriza

Mikoriza adah suatu struktur sistem perakaran yang terbentuk sebagai

manifestasi adanya hubungan simbiosis mutualisme antara cendawan (myces)

danperakaran (rhiza) tanaman tingkat tinggi (Sieverding, 1991). Berdasarkan cara

infeksinya terhadap tanaman inang, mikoriza dapat dikelompokkan dalam tiga

golongan yaitu ektomikoriza, endomikoriza dan ektendomikoriza. Cendawan

ektomikoriza banyak dijumpai pada tanaman hutan terutama pinus. Cendawan ini dapat

dilihat secara langsung di lapangan dengan mata biasa. Bagian akar yang terinfeksi

akan membesar/membengkak dan bercabang dikotom, serta permukaan akar diselimuti

miselia yang biasa disebut mantel. Hifa cendawan ektomikoriza ini berkembang di

antara dinding-dinding sel jaringan korteks.

Menurut Mosee (1981), adanya infeksi oleh endomikoriza dapat dicirikan

dengan dibentuknya vesikula dan arbuskula, sehingga dikenal dengan MVA (mikoriza

vesikula-arbuskula). Tipe mikoriza ini infeksinya terjadi di dalam sel. Vesikula

berbentuk semacam kantung, biasanya terletak pada ujung hifa internal yang banyak

mengandung lemak, berfungsi sebagai organ penyimpan cadangan makanan. Arbuskula

(intraseluler) adalah hifa yang masuk ke dalam sel korteks tanaman inang, kemudian

hifa bercabang-cabang. Diduga melalui arbuskula inilah terjadi translokasi unsur hara

(fosfat) antara tanaman inang dengan mikoriza. Arbuskula pada umumnya dibentuk

sekitar 2 sampai 3 hari setelah akar terinfeksi.

8

Page 9: Artikel Potensi Pemanfaatan Mikroba Potensial

Selain vesikula dan arbuskula, endomikoriza ini memiliki komponen lain yaitu

hifa inter dan intra seluler dalam kortek serta eksternal miselium di sekitar akar

tanaman. Jaringan hifa yang terletak di bagian luar akar merupakan perluasan

permukaan akar. Dengan adanya hifa-hifa ini maka memungkinkan akar menyerap

unsur hara terutama P dengan jangkauan yang lebih luas dan lebih jauh.

Berbeda dengan ektomikoriza, kolonisasi mikoriza arbuskula tidak

menyebabkan terjadinya perubahan morfologi akar sehingga kuantifikasi kolonisasi

cendawan ini harus melalui pengamatan dengan mikroskop.

Selain membantu tanaman dalam penyerapan hara, CMA dapat menyebabkan

tanaman lebih toleran terhadap tekanan lingkungan seperti kekeringan, suhu yang

ekstrem dan kemasaman tanah. Mikoriza juga dapat meningkatkan pembentukkan

agregat tanah di sekitar perakaran tanaman sehingga sifat fisik tanah menjadi lebih

baik.

Mikoriza membutuhkan P sebagai sumber energi sedangkan tanaman

membutuhkan P secara fisiologis untuk metabolismenya. Dengan adanya mikoriza

maka akan meningkatkan konsentrasi P di daerah perakaran tanaman, dengan

melepaskan ikatan P yang terfiksasi menjadi P yang tersedia (Sieverding, 1991).

Menurut Smith dan Read (1997), bahwa jumlah P yang diserap dari tanah dan

ditransfer ke tumbuhan merupakan hasil dari tiga mekanisme berikut ini :

1. Penyarapan P oleh hifa dari tanah

2. Tranlokasi P sepanjang hifa

3. Transfer P dari hifa ke tanaman melalui daerah interface antara cendawan dan

tumbuhan.

Menurut Mosse (1981) menyatakan bahwa fungsi nyata CMA terhadap unsur

hara tanaman tergantung pada penjelajahan hifa dalam tanah dan perluasan permukaan

akar. Pembentukkan CMA dapat berpengaruh positif terhadap beberapa aspek

fisiologis tanaman

TEKNIK REHABILITASI LAHAN KRITIS

Rekontruksi Lahan dan Manajemen Top Soil

9

Page 10: Artikel Potensi Pemanfaatan Mikroba Potensial

Lahan – lahan kritis biasanya mempunyai bentang alam yang rusak. Sebagai

contoh lahan-lahan pasca penambangan biasanya berupa cekungan-cekungan bekas

galian (pit) yang tidak layak untuk langsung bias ditanami. Untuk bisa ditanami, maka

lahan harus ditata terlebih dahulu dengan penimbunan. Dalam melakukan kegiatan

tersebut, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah jenis dan asal bahan urugan,

ketebalan ada tidaknya system aliran air (drainase) yang kemungkinan terganggu.

Sebaiknya bahan-bahan galian dikembalikan ke asalnya mendekati keadaan

aslinya. Ketebalan penutupan tanah (sub-soil) yang disarankan berkisar antara 70 – 120

cm. Setelah lahan tanam terbentuk, kegiatan dilanjutkan dengan re-distribusi lapisan

olah/top soil. Keberadaan top soil sebagai sumber hara, bahan organik dan mikroba

potensial mutlak diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Untuk memperoleh kualitas

top soil yang baik maka pada waktu pengerukan, penyimpanan dan redistribusinya

perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Re alokasi top soil pada laahn tanam bias

dilakukan secara local (per lubang tanam) atau disebarkan secara merata dengan

kedalaman yang memadai. Hal ini akan ditentukan oleh jenis tanaman yang akan

ditanam, derajat kemiringan lereng, kualitas dan ketersediaan top soil.

Revegetasi Lahan Kritis

Kendala utama dalam pelaksanaan revegetasi di alhan-lahan kritis adalah

kondisi tanah yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman seperti telah

diuraikan sbelumnya. Dengan memperhatikan kendala yang ada maka untuk kegiatan

revegetasi, pada lahan – lahan kritis perlu dirancang sebagai berikut :

1) Pemilihan jenis pohon

Pemilihan jenis-jenis pohon yang tepat merupakan kunci utama dalam

keberhasiolan revegetasi. Berbagai pendekatan yang biasa digunakan dalam

pemilihan jenis pohon adalah sebgai berikut : daya adaptasi, cepat tumbuh teknik

silvikultur diketahui, ketersediaan bahan tanaman dan dapat bersimbiosis dengan

mikroba potensial seperti mikoriza dan rhizobia.

2) Perbaikan kondisi tanah

Kendala utama dalam pelaksanaan revegetasi pada lahan-lahan kritis adalah kondisi

tanah (kimia, fisika, dan biologi) yang marginal untuk pertumbuhan tanaman.

Untuk mengatasi ahl ini, amka berbagai strategi yang perlu diterapkan adalah

10

Page 11: Artikel Potensi Pemanfaatan Mikroba Potensial

sebgai berikut : perbaikan ruang tumbuh tanaman, pemberian top soil dan bahan

organic, pemupukan dasar, pengapuran dan pemberian asam humat.

Kegiatan Penyediaan Inokulan Mikoriza

Eksplorasi jenis-jenis CMA pada berbagai ekosistem yang masih utuh maupun

yang telah mengalami gangguan merupakan studi awal yang telah dilakukan secara

bertahap di beberapa daerah di Indonesia. Dari kegiatan ini, telah dapat

diidentifikasikan dan dipetakan jenis-jenis CMA dominan yang spesifik terdapat pada

suatu daerah. Kegiatan ini sangat penting dilakukan kerena selain untuk mengetahui

pola distribusi jenis-jenis CMA dengan ekosistemnya, juga dapat diketahui jenis-jenis

CMA potensial yang dapat dijadikan sebagai sumber material dalam pembuatan pupuk

biologis dan telah beradaptasi pada kondisi daerah setempat.

Skrining dalam rangka mencari isolat-isolat unggul yang dapat memacu

pertumbuhan dan meningkatkan kualitas bibit tanaman kehutanan, yang kan ditanam

pada lahan kritis dan marginal merupakan objek penelitian utama yang harus terus

dilakukan.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua jenis tanaman selalu

memberikan respon positif tetrhadap apliaksi CMA, sebgai contoh bibit pohon balsa

(Ochroma bicolor) dan matoa (Pometia pinnata) walaupun keduanya dapat terinfeksi

secar intensif namun tidak menunjukkan adanya respon pertumbuhan. Hal ini selain

ditentukan oleh tingkat efektivitas isolat dan status nutrisi substrat yang dipakai, juga

sangat ditentukan oleh tingkat ketergantungan tanaman tersebut terhadap mikoriza

(mycorrhizal dependency).

Penyediaan inokulan CMA dalam skala besar, untuk aplikasi di lapangan masih

menjadi kendali. Salah satu sebabnya, tipe cendawan ini bersifat obligat, sehingga

untuk hidup dan berkembang biaknya selalu memerlukan tumbuhan inang (host).

Sampai saat ini CMA belum bias dibuat biakan murninya (pure culture/arsenic). Salah

satu teknik umum yang biasa dipakai untuk mengembangbiakan CMA adalah biakan

pot (pot culture). Dengan cara ini CMA dibiarkan tumbuh dan berkembang biak dalam

system perakaran inangnya yang ditumbuhkan dalam pot yang berisi substrat tertentu

yang telah diberi nutrisi. Untuk penyediaan inokulan dalam skala besar, teknik ini

masih dianggap kurang efisien, karena tidak saja voluminous dan berat, tetapi juga

11

Page 12: Artikel Potensi Pemanfaatan Mikroba Potensial

memerlukan ruang yang cukup luas dalam pembuatannya. Salah satu cara untuk

mengatasi persoalan tersebut, telah dikembangkan system HPD inoculan (high

propagules density inoculant) (Setiadi, 2000). Inokulan tersebut dibuat dengan

mempelajari terlebih dahulu karakteristik biakan CMA yang berhubungan denngan

kecocoakan inangnya, kelayakan substrat, kisaran pH dan kebutuhan butrisi optimum

dari masing-masing isolat yang telah teruji efektif. Dengan pengetahuan ini, maka

densitas propagule aktif (apora, miselia dan akar bermikoriza) sebagai sumber

inokulum potensial dapat dimanipulasi dan jumlahnya ditingkatkan beberapa puluh kali

lipat. Penggunaan HPD inokulan yang dikombinasikan dengan teknik pra-inokulasi

(inokulasi dipersemaian), maka dapat mengatasi kendala penyediaan inokulan CMA

untuk aplikasi di lapang. Dalam rangka mereklamasi lahan kritis bekas pertambangan,

teknik ini telah dicoba dengan hasil memuaskan pada semai sengon, acasia, dan bonu di

pertambangan nikel PT. INCO SOROAKO (Setiadi, 2000). Teknik ini tidak saja

praktis dan efektif tetapi juga dapat mengurangi bobot (berat) kebutuhan inokulan

sampai 60 %.

KESIMPULAN

Cendawan mikoriza (ekto dan endo) serta Rhizobium/Brady-rhizobium

merupakan sumber daya alam hayati potensial yang terdapat di alam. Tingkat

efektivitasnya dalamhal memacu pertumbuhan dan meningkatkan kualitas bibit

tanaman kehutanan dapat dimanipulasi dan ditingkatkan melalui serangkaian penelitian

laboratorium dan pengujian di lapangan. Dengan cara tersebut maka dapat diproduksdi

dan dikemas dalam bentuk inokulum dan digunakan sebagai alat biologis untuk

memacu pertumbuhan tanaman.

Berdasarkan kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman pada

kondisi lahan-lahan tidak produktif, maka aplikasi inokulan sangat cocok diarahkan

untuk membantu program pemerintah dalam merehabilitasi lahan-lahan kritis dan

marginal seperti lahan-lahan pasca pertambangan terbuka, dan tanah-tanah hutan yang

gundul dan yang utama adalah wilayah padang alang-alang sebagai zona reboisasi

terbesar di Indonesia. Selain itu, aplikasi pupuk biologis ini juga memungkinkan untuk

dicoba sebagai salah satu strategi alternatif untuk meningkatkan produktivitas lahan-

lahan transmigrasi dan peladang berpindah.

12

Page 13: Artikel Potensi Pemanfaatan Mikroba Potensial

Pentingnya kesadaran akan pentingnya inokulasi ektomikoriza untuk

menghasilkan bibit tanaman hutan yang berkualitas sangat diperlukan agar keberhasilan

program rehabilitasi lahan kritis di Indonesia dapat diwujudkan secara nyata. Tentunya

pembuktian dalam kerangka kepraktisan dan penggunaannya dan biaya produksi

inokulum yang murah dan kemudahan teknik inokulasi di persemaian sangat mendesak

untuk dihasilkan melalui penelitian dan pengembangan yang intensif.

Aplikasi inokulan tersebut sebenarnya merupakan keutuhan ekologis karena

pada prinsipnya memanfaatkan sumber daya alam hayati potensial dengan teknologi

sederhana dan murah, aman dipakai (bukan patogen, tidak menyebabkan pencemaran

lingkungan), berperan aktif dalam siklus unsur hara dan malahan dapat memperbaiki

status kesuburan tanah. Sehingga aplikasinya dalam skala luas, diharapkan tidak saja

dapat membantu meningkatkan pertumbuhan dan kualitas bibit, meningkatkan

produktivitas lahan-lahan marginal tetapi juga dapat memperbaiki keanekaragaman

hayati dan stabilitas ekosistem.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, M.F., and Allen, E.B. 1992. Development of mycorrhizal in successional arid ecosystem. Pp 164-170 In : Read, D.J., Lewis, D.L., Fitter, A.H, and Alexander, I.J. Mycorrhizas in Ecosystems. CAB International. Wallington, UK.

Betlenfalvay, G.J. 1992. Vesicular-arbuscular mycoohizal fungi in nitrogen fixing legumes : Prospect and problems. Pp 375-389. In : Noris, J.R Read, D.J. and Varma, A.K. Methods in microbiology. Vol 24. Academic press. London.

Bolan, N.S. 1991. A critical review on the roles of mycorrhizal fungi in the upteke of phosphorus by plant. Plant Soil 134 : 189-209.

De La Cruz, R.E., Manalo, M.Q., Anggangan, N.S, & Tambalo, J.D. 1988. Growth of three legume trees inoculated with VA mycorrhizal fungi and Rhizobium. Plant Soil 108 : 111-115

FAO. 1991. Indonesia national forestry action plan (country brief).

Gupta, R.K. 1991. Drought response in fungi and mycorrhizal plants. Pp 55 – 77 In : Arora D.K. Rai, B. Mukerji, K.G. and Knudsen, G.R. (eds). Handbook of Applied Micology Vl 1. Soil and Plants. Marcel Dekker, New York.

13

Page 14: Artikel Potensi Pemanfaatan Mikroba Potensial

Greenland, D.J. and R.Lal. 1981. Soil Erotion in the Humic Tropics : The need for action and the need for research. Pp 261-268 In : Soil Conservation and Management in the Humid Tropics. A Willey-Interscience Publication. John Wiley and Sons. Chichester. NewYork. Brisbane. Toronto.

Hetrick, B.A.D., G.W.T. Wilson, and D.A.H. Figeg. 1994. The Influence of Mycorrhizal Symbiosis and Fertilizer Amendements on Establishment of Vegetation in Heavy Metal Mine Spoil. Environmental Pollution 86. Elsevier Science Limited. Great Britain.

Linderman, R.G., and Pfleger, E.L. 1994. Mycorrhizae and Plant Health. APS Press. The American Phytopathological Society. St. Paul. Minnesota. Pp. 344.

Mosse, B. 1981. Vesicular-arbuscular mycorrhiza research for tropical agriculture. Res. Bull. 194. Hawai Institute for tropical Agriculture.

Oldfield, S. 1991. Ptre-project studi of the conservation status of tropical timber in trade. CMC. Cambrige.

Pfleger, F.L., E.L. Stewart, and R.K. Noyd. 1996. Role of VAM Fungi in Mine Land Revegetation, Dalam : Pfleger F.L and R.G. Linderman. Mycorrhizal and Plant Health. St. Paul, Minnesota. American Phythological Society Press. Pp. 47-82.

Smith S.E, and D.J. Read. 1997. Mycorrhizal Symbiosis. Second Edition. Academic Press. New York. Pp. 450 –110.

Setiadi, Y. 2000. Status Penelitian dan Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Rhizobium untuk Merehabilitasi Lahan Terdegradari. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza I. Asosiasi Mikoriza Indonesia. Pusat Antar Universitas (PAU Bioteknologi IPB. Badan Litbang Kehutahan dan Perkebunan. The British Council (Jakarta). Bogor.

Setiadi, Y. 2002. Peranan Mikoriza Arbuskula dalam Rehabilitasi Lahan Kritis di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza. Asosiasi Mikoriza Indonesia Cabang Jawa Barat.

Sieverding, E. 1991. Vesicular-arbuscular Mycorrhiza Management in Tropical Agrosystems. Technical Cooperation, Federal Repbublik of Germany.

Turjaman, M. dkk. 2002. Prospek Penggunaan Cendawan Ektomikoriza dalam Rangka Produksi Bibit Tanaman Hutan untuk Kegiatan Rehabilitasi Lahan Kritis. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza. Asosiasi Mikoriza Indonesia Cabang Jawa Barat.

14