Artikel Myasthenia Gravis
-
Upload
ika-ayu-paramita -
Category
Documents
-
view
39 -
download
0
description
Transcript of Artikel Myasthenia Gravis
Sejarah Myasthenia Gravis
Thomas Willis pertama kali menggambarkan
seorang pasien dengan MG pada tahun 1672. Dijelaskan ada banyak kasus jarang lainnya selama
tahun tersebut dan pada tahun 1900, Campbell dan Bramwell mengumpulkan 60 kasus MG dari
kepustakaan. Penyebab dari penyakit Myasthenia Gravis ini masih merupakan misteri, sampai pada
tahun 1960 ketika Simpson mengemukakan bahwa Myasthenia Gravis disebabkan oleh antibody yg
melawan reseptor asetilkolin. Pada tahun 1973 Patrick dan Lindstrom mengemukakan bahwa MG
adalah murni autoimun, dengan memperlihatkan bahwa kelinci yang diimunisasi dengan torpedo
reseptor asetilkolin menjadi mengalami Myasthenia.
Jolly (1895) adalah yang pertama kali menggunakan nama Myasthenia Gravis, dimana ia
menambahkan istilah pseudoparalitika untuk menunjukkan kekurangan dari perubahan struktur
pada autopsi. Adalah Jolly juga yang semula mendemonstrasikan bahwa kelemahan Myasthenia
dapat ditimbulkan kembali dengan stimulasi paradis yang berulangkali dari syaraf motor yang
bersangkut paut dan bahwa “kelelahan” otot akan masih membalas kepada stimulasi galvanis.
Dengan menarik, ia menganjurkan penggunaan dari physostigmin sebagai bentuk pengobatan, tetapi
obat itu diberhentikan sampai Reman (1932) dan Walker (1934) mendemonstrasikan nilai
pengobatan dari obat tersebut.
Campbell dan Bramwell (1900) dan Oppenheim (1901) masing-masing menganalisa lebih dari 60
kasus dan merealisasikan konsep klinis dari penyakit. Hubungan antara Myastenia Gravis dan tumor
kelenjar tymus pertama kali dicatat oleh Laquer dan Weigert pada tahun 1901, dan pada tahun 1949
Castleman dan Norris menggambarkan secara terperinci perubahan patologis lain di dalam kelenjar.
Pada tahun 1905 Buzzard mengumumkan seluk beluk analisa klinikopathologis dari penyakit, ia
berkomentar atas dua hal yaitu kelainan pada thymis dan penyusupan dari lymphositis (disebut
lymphorrhages) dalam otot. Ia mendalilkan bahwa sebuah agen beracun menyebabkan kelemahan
otot, lymphorrhages, dan luka thymis. Ia juga mengomentari hubungan dekat dari Myasthenia Gravis
dengan penyakit Graves dan penyakit Addison, yang juga sekarang betul-betul dipertimbangkan
memiliki dasar autoimun. Pada tahun 1960, Simpson, Nastuk dan teman-teman sekerjanya berteori
bahwa mekanisme autoimun pasti berlaku dalam Myasthenia Gravis. Akhirnya pada tahun 1973,
sifat dasar autoimun dari Mysthenia Gravis diteguhkan melalui serangkaian penelitian oleh Patrick
dan Lindstrom, Fambrough, Lennon, and Engel dan teman-teman sekerja mereka.
Sumber :
Principles of Neurology, Raymon D. Adams, Murice Victor dan Allan H. Ropper
Yale Neuromuscular MDA/ALS Program. Myasthenia Gravis (www.myasthenia.org, 2001)
Penyebab Myasthenia GravisMyasthenia Gravis disebabkan oleh adanya antibodi yang merintangi, merubah bahkan merusak
penerimaan zat asetilkolin, sehingga hal ini menghalangi terjadinya kerja otot. Antibodi ini
dihasilkan oleh sistem imun tubuh sendiri. Itulah sebabnya Myasthenia Gravis dimasukkan dalam
golongan penyakit autoimun.
Myasthenia Gravis Foundation of America menjelaskan penyebab dari penyakit ini sebagai berikut :
Otot-otot dari seluruh tubuh dikontrol oleh impul syaraf yang timbul dalam otak. Impul-impul syaraf
ini berjalan turun melewati syaraf-syaraf menuju tempat dimana syaraf-syaraf bertemu dengan
serabut otot. Serabut syaraf tidak benar-benar berhubungan dengan serabut otot. Ada tempat atau
jarak antara keduanya, tempat ini disebut persimpangan neuromuskular.
Ketika impul syaraf yang berasal dari otak sampai pada syaraf bagian akhir, syaraf bagian akhir ini
mengeluarkan bahan kimia yang disebut asetilkolin. Asetilkolin berjalan menyeberangi jarak yang
ada diantara serabut syaraf dan serabut otot (persimpangan neuromukcular) menuju serabut otot
dimana banyak diikat oleh reseptor asetilkolin. Otot menutup atau mengkerut ketika reseptor telah
digiatkan oleh asetilkolin. Pada Myasthenia Gravis, ada sebanyak 80 % penurunan pada angka
reseptor asetilkolin. Penurunan ini disebabkan oleh antibodi yang menghancurkan dan merintangi
reseptor asetilkolin.
Antibodi adalah protein yang memainkan peranan penting dalam sistem imun. Biasanya antibodi
secara langsung menolak protein-protein asing yang disebut antigen yang menyerang tubuh.Protein-
protein ini termasuk juga bakteri dan virus. Antibodi menolong tubuh untuk melindungi dirinya dari
protein-protein asing ini. Untuk alasan yang tidak dimengerti, sistem imun pada orang dengan
Myasthenia Gravis membuat antibodi melawan reseptor pada persimpangan neuromuscular.
Antibodi tidak normal dapat ditemukan dalam darah pada banyak orang-orang dengan Myasthenia
Gravis. Antibodi menghancurkan reseptor dengan lebih cepat dibanding tubuh bisa menggantikan
mereka lagi. Kelemahan otot terjadi ketika asetilkolin tidak dapat menggerakkan reseptor pada
persimpangan neuromuskular.
Selain penjelasan mengenai penyebab Myasthenia Gravis, terdapat juga penjelasan mengenai
kemungkinan adanya peranan kelenjar thymus dalam penyakit ini. Kelenjar thymus yang terletak di
daerah dada atas di bawah tulang dada, memainkan peranan penting dalam mengembangkan
system imun pada awal kehidupan. Sel-sel ini membentuk bagian dari system normal imun tubuh.
Kelenjar ini sedikit besar pada saat bayi, tumbuh secara berangsur-angsur sampai masa pubertas,
dan kemudian menjadi mengecil dan digantikan dengan pertumbuhan bersama usia.
Pada orang-orang dewasa dengan Myasthenia Gravis, kelenjar thymus tidak normal. Ini mengandung
beberapa kelompok dari indikasi sel imun dari lymphoid hyperplasia. Kondisi ini umumnya hanya
ditemukan pada limpa dan tunas getah bening pada saat reaksi aktif imun. Beberapa orang dengan
Myasthenia Gravis menghasilkan thymoma atau tumor pada kelenjar thymus. Umumnya tumor ini
jinak, tapi bisa menjadi berbahaya. Hubungan antara kelenjar thymus dan Myasthenia Gravis masih
belum sepenuhnya dimengerti. Para ilmuwan percaya bahwa kelenjar thymus mungkin memberikan
instruksi yang salah mengenai produksi antibodi reseptor asetilkolin sehingga malah menyerang
transmisi neuromuskular.
Sumber :
MGFA, Inc. Facts About Autoimmune Myasthenia Gravis for Patients & Families (www.myasthenia.org, 2001)
Office of Communications and Public Liaison National Institute of Neurological Disorders and Stroke National Institute of Health Bethesd a, Maryland.Loc.cit.
Gejala-Gejala Myasthenia Gravis Myasthenia Gravis adalah penyakit kelemahan pada otot, maka gejala-gejala yang timbul
juga dapat dilihat dari terjadinya kelemahan pada beberapa otot. Otot-otot yang paling
sering diserang adalah otot yang mengontrol gerak mata, kelopak mata, bicara, menelan
mengunyah, dan bahkan pada taraf yang lebih gawat sampai menyerang pada otot
pernafasan. Dengan ikut terserangnya otot-otot yang mengontrol pernafasan, maka hal ini
menyebabkan penderita mengalami beberapa gangguan dalam pernafasan, mulai dari nafas
yang pendek, kesulitan untuk menarik nafas yang dalam sampai dengan gagal nafas sehingga
memerlukan bantuan ventilator.
Pada 90 % penderita, gejala awal berupa gangguan pada otot-otot ocular yang menimbulkan
ptosis (menurunnya kelopak mata) dan diplopia (penglihatan ganda). Diagnosis dapat
ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot levator palpebrae kelopak mata. Bila penyakit
hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat ringan dan
tidak akan menyebabkan kematian.
Myasthenia Gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring dan faring. Keadaan ini dapat
menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan (otot-otot palatum),
menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal (sengau) serta gangguan bicara
(dysarthria), dan pasien tidak mampu menutup mulut, yang dinamakan sebagai
tanda rahang menggantung.
Terserangnya otot-otot pernafasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnya
dapat berupa serangan dispnea (ketidak nyamanan dalam bernafas) dan pasien tidak lagi
mampu untuk membersihkan lendir dari trakhea dan cabang-cabangnya. Pada kasus lanjut,
gelang bahu dan panggul dapat terserang pula, dapat pula terjadi kelemahan pada semua
otot-otot rangka.
Kelemahan otot pada Myasthenia Gravis meningkat pada saat aktivitas yang terus menerus
dan membaik setelah periode istirahat. Pasien akan mengalami penurunan tenaga sepanjang
hari, dengan kecenderungan kelelahan dalam satu hari, atau menjelang berakhirnya
aktivitas. Jika dibiarkan, keluhan umum yang dialami oleh pasien biasanya berkembang
menjadi kesulitan pengunyahan selama makan. Gejala dari berbagai kelemahan tersebut
cenderung menjadi lebih buruk dengan adanya berbagai macam stress, kepanasan, infeksi
serta pada penderita dengan akhir masa kehamilan.
Perjalanan klinis dari Myasthenia Gravis sangat bervariasi antara pasien satu dengan yang
lainnya. Dari sekian banyak pasien Myasthenia Gravis, 14 % hanya dengan gejala-gejala
mata saja yang mengarah pada ocular MG. Kehebatan maksimum dari Myasthenia Gravis
dicapai dalam waktu 1 tahun pada 55 % dari kasus, dan dalam 5 tahun pada 85 % dari
kasus. Aspek yang paling berbahaya dari Myasthenia Gravis disebut Myasthenia Krisis, yang
memungkinkan diperlukannya ventilator pada beberapa kasus.
Diagnosa Myasthenia GravisKeterlambatan diagnosa terhadap suatu penyakit seringkali terjadi. Demikian pula halnya dengan
Myasthenia Gravis, keterlambatan 1 atau 2 tahun pada penyakit ini bukanlah sesuatu yang luar
biasa. Hal ini disebabkan karena kelemahan yang merupakan cirri dari penyakit Myasthenia Gravis
juga merupakan gejala umum dari penyakit-penyakit lainnya, sehingga mengakibatkan adanya salah
diagnosa bagi orang-orang yang kelemahannya hanya pada sebagian kecil otot saja.
Diagnosa Myasthenia Gravis pada awalnya didasarkan pada gambaran klinis sebagai berikut :
bangun tidur merasa segar atau tidak merasakan gangguan apa-apa, makin siang (penderita
melakukan aktivitas tertentu sebagai suatu aktivitas rutin) penderita merasa makin lemah atau
mudah lelah, pandangan mata ganda (diplopia), atau suara makin lemah dan kesulitan menelan.
Selain dengan melihat tanda-tanda awal tersebut, ada beberapa test yang dapat dilakukan untuk
mengkonfirmasi diagnose penyakit Myasthenia Gravis. Test-test yang dapat dilakukan itu antara lain
:1. Test Wartenberg
Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba test Wartenberg. Penderita diminta untuk menatap tanpa kedip kepada suatu benda yang terletak diatas dan diantara bidang kedua mata untuk beberapa waktu lamanya. Pada Myasthenia Gravis, kelopak mata yang terkena akan menunjukkan ptosis.
2. Test Prostigmin atau Test NeostigminProstigmin 0.5-1.0 mg dicampur dengan 0.1 mg atropine sulfas kemudian disuntikkan kedalam pembuluh darah penderita (intramuskularis atau subcutan). Test dianggap positif apabila gejala-gejala kelemahan menghilang dan tenaga membaik. Prostigmin secara oral juga bisa diberikan sebagai dosis test. Efeknya masih perlahan pada permulaan dan berakhir lebih dari 2 sampai 3 jam.
Raymon D. Adams, Maurice Victor dan Allan H. Ropper memberikan penjelasan mengenai test neostigmin sebagai berikut : Neostigmin metilsulfat disuntikkan ke dalam otot dengan dosis 1.5 mg. Atropin sulfat (0.8 mg) harus diberikan beberapa menit terlebih dahulu untuk meniadakan efek muskarinik. Neostigmin mungkin diberikan melalui pembuluh darah dengan dosis 5 mg, tapi penambahan harus selalu diawali dengan atropine sulfat untuk menyingkirkan bahaya dari ventricular fibrilitasi dan perhentian jantung. Kemajuan obyektif dan subyektif terjadi dalam 10 sampai 15 menit, mencapai puncaknya pada 20 menit, dan berakhir 2 atau 3 jam.
Test yang negatif, tidak meniadakan Myasthenia Gravis tapi ini adalah poin yang kuat untuk mendiagnosa lagi. Percobaan neostigmin secara oral, 15 mg setiap 4 jam selama sehari, kadang direkomendasikan pada kasus-kasus yang meragukan, tapi cara ini juga belum teruji akurasinya.
3. Test Edrophonium Chloride (Tensilon)Test ini akan bermanfaat apabila pemeriksaan antibodi antireseptor asetilkolin tidak dapat dikerjakan, atau hasil pemeriksaannya negatif, sementara secara klinis masih tetap diduga adanya Myasthenia Gravis. Apabila tidak ada efek samping sesudah test 1-2 mg intravena, maka disuntikkan lagi 5-8 mg tensilon. Reaksi dianggap positif apabila ada perbaikan kekuatan otot yang jelas (misalnya dalam waktu 1 menit), menghilangkan ptosis, lengan dapat dipertahankan dalam posisi abduksi lebih lama, dan meningkatnya kapasitas vital. Reaksi ini tidak akan berlangsung lebih lama
dari 5 menit. Test ini dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan EMG.
Test Tensilon sering digunakan untuk mendiagnosa MG. Enzim asetilkolineterase membongkar asetilkolin (ACh) setelah otot dirangsang, mencegah perpanjangan respon otot ke impul syaraf tunggal. Edrophonium chloride (Tensilon) adalah obat yang secara berkala merintangi aksi dari asetilkolineterase. Pada MG, ada sedikit penerima asetilkolin (AChR) pada otot dan asetilkoline dihancurkan sebelum bisa secara penuh menstimulasi otot, sehingga menghasilkan kelemahan otot. Dengan merintangi aksi dari asetilkolineterase, tensilon memperpanjang stimulasi otot dan secara berkala memperbaiki kekuatan.
Pada test ini, tensilon diberikan melalui pembuluh darah (ke dalam urat darah halus) dan respon otot akan dievaluasi. Test Tensilon paling efektif ketika dapat dengan mudah terlihat kelemahan, dan sedikit kurang berguna untuk yang samar-samar atau keluhan yang turun naik. Efek samping dari test ini adalah secara temporer membuat irama jantung menjadi abnormal, seperti irama jantung yang lebih cepat (atrial fibrilasi) dan irama jantung yang lambat (bradicardia).
4. Test Single Fiber Electromyography (EMG)Serabut otot dirangsang dengan impul elektrik, bisa juga mendeteksi gangguan syaraf ke transmisi otot. EMG mengukur potensi elektrik dari sel-sel otot. Serat-serat otot pada MG dan juga pada penyakit neuromuskular lainnya, tidak memberi respon yang baik pada rangsangan elektrik yang berulang-ulang dibanding dengan otot-otot pada individu yang normal. Test ini memiliki kesensitifan hingga 95 % secara sistem dan 84 % pada MG ocular, membuat test ini menjadi yang paling sensitif untuk penyakit ini.
5. Test DarahTest darah dilakukan untuk menentukan tingkatan serum dari beberapa antibodi (seperti, AChR-pengikat antibodi, AChR-modulasi antibodi, antitriasional antibodi). Tingkat yang tinggi dari antibodi-antibodi ini dapat mengindikasikan MG. 80 % dari semua pasien dengan MG memiliki peningkatan serum antibodi yang tidak normal. Tapi hasil test yang positif, mungkin kurang disukai oleh pasien dengan MG ocular murni. Peluang untuk menerima hasil test positif yang salah dari laboratorium yang ternama adalah kecil, akan tetapi garis batas test-test harus diulang-ulang.
6. Computed Tomography Scan (CT Scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI)Digunakan untuk mengidentifikasi kelenjar thymus yang tidak normal atau keberadaan dari thymoma.
7. Pulmory Function Test (Test Fungsi Paru-Paru)Test mengukur kekuatan pernafasan untuk memprediksikan apakah pernafasan akan gagal dan membawa kepada krisis Myasthenia.
Sumber :
Keesey, John. C dan Sonshine, Rena. A Practical Guide to Myasthenia Gravis (www.myasthenia.org,
2001)
Adams, Raymon D; Victor, Maurice dan Ropper, Allan H. Op.cit.p.1470
Harsono. Op.cit.hlm.299-300
Yale Neuromuscular MDA/ALS Program.Loc.cit
Office of Communications and Public Liaison National Institute of Neurological Disorders and
Stroke National Institute of Health Bethesda, Maryland.Loc.cit.
Klasifikasi Myasthenia Gravis
Klasifikasi Klinis Myasthenia Gravis Kelompok I Myasthenia Okular
Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak ada kasus
kematian.
Kelompok II Myasthenia Umum1. Myasthenia umum ringan
progress lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka dan bulbar. Sistem pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik. Angka kematian rendah.
2. Myasthenia umum sedangprogress bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut semakin berat dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria (gangguan bicara), disfagia (kesulitan menelan) dan sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan Myasthenia umum ringan. Otot-otot pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan dan aktivitas pasien terbatas, tetapi angka kematian rendah.
3. Myasthenia umum berato Fulminan akut : progress yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang berat
disertai mulai terserangnya otot-otot pernafasan. Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan. Dalam kelompok ini, persentase thymoma paling tinngi. Respon terhadap obat buruk. Insiden krisis Myasthenik, kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi.
o Lanjut : Myasthenia Gravis berat timbul paling sedikit 2 tahun sesudah progress gejala-gejala kelompok I atau II. Myasthenia Gravis dapat berkembang secara perlahan-lahan atau secara tiba-tiba. Persentase thymoma menduduki urutan kedua. Respon terhadap obat dan prognosis buruk.
Myasthenia Gravis bisa juga diklasifikasikan dengan lebih singkat dan sederhana menjadi :
Golongan I = Gejala-gejalanya hanya terdapatpada otot-otot ocular Golongan II A = Myasthenia Gravis umum ringan
Golongan II B = Myasthenia Gravis umum berat Golongan III = Myasthenia Gravis akut yang berat, yang juga mengenai otot-otot pernafasan Golongan IV = Myasthenia Gravis kronik yang berat
Pengobatan Myasthenia Gravis
Tidak dikenal adanya penyembuhan untuk Myasthenia Gravis, namun saat ini Myasthenia Gravis
bisa dikontrol dengan beberapa terapi yang ada, yang dirasakan cukup efektif untuk membantu para
penderita Myasthenia Gravis. Terapi-terapi tersebut bisa berupa obat-obatan maupun beberapa
tindakan medis, yaitu :
Obat-obatan
A. Anticholinesterase
Anticholinesterase (contohnya mestinon) memperkenankan asetilkolin untuk tinggal pada
persimpangan neuromuskular lebih lama dari biasanya sehingga dengan begitu, lebih banyak
tempat penerima yang bisa diaktifkan. Neostigmin dapat menginaktifkan atau menghancurkan
kolinesterase sehingga asetilkolin tak segera dihancurkan. Akibatnya, aktivitas otot dapat dipulihkan
mendekati normal, sedikitnya 80-90 % dari kekuatan dan daya tahan semula. Selain neostigmin
(Prostigmin), dapat juga digunakan piridostigmin (Mestinon) dan ambenonium klorida (Mytelase),
yang merupakan obat-obat analog sintetik lain dari fisostigmin (Eserine).
Obat-obat ini tidak melakukan apapun untuk menyembuhkan MG, tapi obat-obatan ini dapat
memberikan pertolongan sementara untuk menolong pasien menjadi lebih baik. Beberapa otot
mungkin membaik untuk beberapa jam ketika yang lainnya mungkin tidak merespon atau bahkan
bertambah lemah dengan obat-obatan ini.
B. Corticosteroid dan Immunosuppressant
Kortikosteroid (contohnya prednisone) dan immunosupresan (contohnya imuran) bisa digunakan
untuk menekan reaksi tidak normal dari sistem imun yang terjadi pada MG. Di antara preparat
steroid, prednisone paling sesuai untuk Myasthenia Gravis, dan diberikan sekali sehari selang-seling
untuk menghindari efek samping.
Pada kasus yang berat, prednisone dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi, setiap hari,
dengan memperhatikan efek samping yang mungkin ada. Hal ini untuk dapat segera memperoleh
perbaikan klinis. Disarankan agar diberi tambahan preparat kalium. Apabila sudah ada perbaikan
klinis, maka dosis diturunkan secara perlahan-lahan (5 mg/bulan) dengan tujuan memperoleh dosis
minimal yang efektif. Perubahan pemberian prednisone secara mendadak harus dihindari.
C. Immunoglobulin
Immunoglobulin (IVIg) dimasukkan ke dalam pembuluh darah terkadang digunakan juga untuk
mempengaruhi fungsi atau produksi dari antibodi yang tidak normal.
Penggunaan immunoglobulin melalui pembuluh darah, sama dengan pertukaran plasma, yakni
untuk menghasilkan perbaikan yang lebih cepat untuk menolong pasien melalui periode sulit dari
kelemahan Myasthenia atau sebelum menjalani pembedahan.
Pengobatan ini memiliki keuntungan yaitu tidak memerlukan peralatan khusus untuk jalan masuk
ke pembuluh darah. Dosis yang umum adalah 400 mg/kg per hari untuk 5 hari berturut-turut (total
dosis = 2 g/kg). Perbaikan terjadi pada sekitar 70 % dari pasien, dimulai sekitar 4 sampai 5 hari
setelah pengobatan dan dilanjutkan beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pengobatan ini tidak
memiliki pengaruh yang konsisten pada nilai atau kadar sirkulasi antibodi AChR.
C. Plasmapheresis
Plasmapheresis atau pertukaran plasma mungkin juga berguna pada pengobatan MG. Cara ini memindahkan atau mengangkat antibodi tidak normal dari plasma darah. Kemajuan pada kekuatan otot mungkin terlihat jelas tetapi biasanya tidak bertahan lama karena produksi antibodi yang tidak normal masih terus berlanjut. Ketika plasmapheresis dilakukan, ini akan memerlukan pertukaran yang berulang-ulang. Pertukaran plasma mungkin khususnya berguna pada saat kelemahan MG yang sangat hebat atau sebelum menjalani pembedahan.Plasmapheresis (penarikan plasma) adalah sebuah pengobatan jangka pendek yang mahal, dimana beberapa liter dari darah diangkat dari pembuluh darah pasien, diolah dalam sebuah mesin, dan sel darah merah dikembalikan melalui pembuluh darah ke dalam plasma tiruan (albumin dan larutan garam). Plasmapheresis dilakukan berulang-ulang untuk 2 minggu ketika manfaat pengobatan jangka pendek sangat diperlukan bagi pasien, seperti ketika sedang mengalami krisis pernafasan atau sebelum menjalani pembedahan atau penyinaran. Beberapa pasien menjadi lebih kuat beberapa hari setelah menjalani proses ini, tapi manfaatnya hanya berlangsung beberapa minggu saja.
D. Thymectomy
Thymectomy (pembedahan menghilangkan kelenjar thymus) adalah pengobatan lain yang digunakan pada sebagian pasien. Kelenjar thymus terletak di belakang tulang dada dan ini adalah bagian penting dari sistem imun. Ketika ada tumor pada kelenjar thymus (10-15 %), akan dilakukan pengangkatan dikarenakan resikonya yang berbahaya. Thymectomy seringkali mengurangi kehebatan dari kelemahan MG setelah beberapa bulan. Pada beberapa orang, kelemahan mungkin hilang sepenuhnya. Ini disebut masa remisi. Tingkat sampai dimana thymectomy bisa dikatakan menolong, adalah bervariasi pada setiap pasien.
Dalam sebuah bukunya, Harrison mengatakan bahwa harus dibedakan antara pembedahan untuk menghilangkan thymoma, dengan thymectomy sebagai pengobatan bagi Myasthenia Gravis. Pembedahan untuk menghilangkan thymoma diperlukan karena adanya kemungkinan menyebarnya tumor lokal, walaupun banyak thymoma jinak. Dengan ketidak adaan tumor, fakta-fakta yang ada memperkirakan hingga 85 % pasien mengalami perbaikan setelah thymectomy, dan karena ini sekitar 35 % mencapai remisi bebas obat. Tetapi, perbaikan ini biasanya berjalan lambat hingga hitungan bulan atau tahun.
Keuntungan dari thymectomy yaitu menawarkan manfaat jangka panjang, dalam beberapa kasus terjadi berkurangnya kebutuhan untuk meneruskan pengobatan medis. Dalam tinjauan dari potensi manfaat dan resiko, tidak berarti di tangan yang ahli, thymectomy memperoleh penerimaan yang cukup luas sebagai pengobatan bagi MG. Dengan kesepakatan bahwa thymectomy harus dilakukan pada pasien-pasien MG umum antara usia puber dan kurang dari 55 tahun, apakah thymectomy direkomendasikan untuk anak-anak dan orang dewasa diatas 55 tahun, dan apakah thymectomy juga perlu dilakukan pada pasien yang kelemahannya terbatas hanya pada mata saja, hal ini masih merupakan perkara yang diperdebatkan. Thymectomy harus dilakukan di rumah sakit yang sudah terbiasa melakukannya dan memiliki staf yang berpengalaman dalam proses sebelum dan sesudah pembedahan, pembiusan serta teknik pembedahan thymectomy.
Sumber :
Harrison. Priciple of Internal Medicine Fourteenth Edition (New York : McGraw-Hill, 1998), p 2472 Price, Sylvia Anderson dan Wilson, Lorraine McCarty. Fisiologi Proses-Proses Penyakit (Clinical
Concepts of Disease Processes) (Penerbit Buku Kedokteran EGC), p 1001-1002
MGFA, Inc. Facts About Autoimmune Myasthenia Gravis for Patients & Families (www.myasthenia.org, 2001)
Harsono. Op.cit.hlm.297 & 301 Office of Communications and Public Liaison National Institute of Neurological Disorders and
Stroke National Institute of Health Bethesda, Maryland.Loc.cit.