Artikel MKI

6
Artikel Penelitian J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 12, Desember 2011 487 Stresor Kerja dan Insomnia pada Petugas Pemadam Kebakaran di Jakarta Selatan Rini Afrianti,* Indah Suci Widyahening,** Zarni Amri,** A.A.A.A Kusumawardhani*** *Program Studi Magister Kedokteran Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta **Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta ***Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Abstrak: Petugas pemadam kebakaran senantiasa dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang tinggi, tanggung jawab yang besar serta keharusan untuk bekerja secara cepat, akurat pada situasi yang kritis dan berbahaya. Berbagai faktor tersebut dapat merupakan stresor kerja yang akan berdampak bagi kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara stresor kerja dengan timbulnya insomnia pada petugas pemadam kebakaran. Penelitian dilaksanakan pada Juli hingga Desember 2007 dengan desain potong lintang. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang meliputi karakteristik sosiodemografi, pengukuran stres kerja dengan menggunakan kuesioner Survai Diagnostik Stres, pengukuran insomnia dengan Insomnia Ra- ting Scale, dan faktor-faktor pencetus insomnia lainnya. Dari 259 responden didapatkan prevalensi insomnia sebesar 42,9%. Stresor kerja yang dominan adalah beban kerja berlebih kualitatif (55,6%). Stresor kerja yang memiliki hubungan bermakna dengan insomnia adalah beban kerja berlebih kualitatif (OR 3,88; 95% CI 1,80-8,36), beban kerja berlebih kuantitatif (OR 2.11; 95% CI 1,00-4,45), dan lingkungan tempat tinggal dekat dengan sumber kebisingan (OR 2,44; 95% CI 1,06-5,63). Penelitian ini menemukan prevalensi insomnia pada petugas pemadam kebakaran cukup tinggi. Stresor kerja terutama beban kerja berlebih kualitatif dan beban kerja berlebih kuantitatif serta lingkungan tempat tinggal dekat dengan sumber bising meningkatkan risiko terjadinya insomnia. J Indon Med Assoc. 2011;61:487-92. Kata Kunci: Insomnia, petugas pemadam kebakaran, stresor kerja

description

threrjher

Transcript of Artikel MKI

  • Artikel Penelitian

    J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 12, Desember 2011 487

    Stresor Kerja dan Insomniapada Petugas Pemadam Kebakaran

    di Jakarta Selatan

    Rini Afrianti,* Indah Suci Widyahening,** Zarni Amri,** A.A.A.A Kusumawardhani***

    *Program Studi Magister Kedokteran Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta**Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

    ***Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta

    Abstrak: Petugas pemadam kebakaran senantiasa dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yangtinggi, tanggung jawab yang besar serta keharusan untuk bekerja secara cepat, akurat padasituasi yang kritis dan berbahaya. Berbagai faktor tersebut dapat merupakan stresor kerjayang akan berdampak bagi kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antarastresor kerja dengan timbulnya insomnia pada petugas pemadam kebakaran. Penelitiandilaksanakan pada Juli hingga Desember 2007 dengan desain potong lintang. Data dikumpulkanmelalui kuesioner yang meliputi karakteristik sosiodemografi, pengukuran stres kerja denganmenggunakan kuesioner Survai Diagnostik Stres, pengukuran insomnia dengan Insomnia Ra-ting Scale, dan faktor-faktor pencetus insomnia lainnya. Dari 259 responden didapatkanprevalensi insomnia sebesar 42,9%. Stresor kerja yang dominan adalah beban kerja berlebihkualitatif (55,6%). Stresor kerja yang memiliki hubungan bermakna dengan insomnia adalahbeban kerja berlebih kualitatif (OR 3,88; 95% CI 1,80-8,36), beban kerja berlebih kuantitatif(OR 2.11; 95% CI 1,00-4,45), dan lingkungan tempat tinggal dekat dengan sumber kebisingan(OR 2,44; 95% CI 1,06-5,63). Penelitian ini menemukan prevalensi insomnia pada petugaspemadam kebakaran cukup tinggi. Stresor kerja terutama beban kerja berlebih kualitatif danbeban kerja berlebih kuantitatif serta lingkungan tempat tinggal dekat dengan sumber bisingmeningkatkan risiko terjadinya insomnia. J Indon Med Assoc. 2011;61:487-92.Kata Kunci: Insomnia, petugas pemadam kebakaran, stresor kerja

  • J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 12, Desember 2011488

    Work Stressor and Insomnia among Fire Fightersin South Jakarta

    Rini Afrianti,* Indah Suci Widyahening,** Zarni Amri,** A.A.A.A Kusumawardhani***

    *Postgraduate Program in Occupational Medicine, Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta**Community Medicine Department, Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta

    ***Department of Psychiatry, Faculty of Medicine Universitas Indonesia,Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta

    Abstract: Fire fighters were continually exposed to high job demand (both quantitative and quali-tative), great responsibility, and necessity to perform the task in short period of time often indangerous and critical situation. Those factors could become work stressor which would thenaffect their health. This study aim to assess the relation between work stressors and the occurenceof insomnia in fire fighters. A cross-sectional study was conducted on July-December 2007. Datawere collected through several questionnaires which include socio-demographic characteristicsof subjects, evaluation of work stressor based on Stress Diagnostic Survey questionnaire, insom-nia screening based on Insomnia Rating Scale and the occurrence of other factors which couldprecipitate insomnia. The insomnia prevalence among 259 subjects was 42.9% and the dominantwork stressor is qualitative over-load (55.6%). Factors which have significant relation withinsomnia were qualitative over-load (OR 3.88, 95% CI 1.80-8.36), quantitative over-load andliving in noisy environment (OR 2.44, 95% CI 1.06-5.63). High prevalence of insomnia wasfound among fire-fighters in this study. Work stressor especially qualitative and quantitative over-load and also noisy environment have significant relationship with insomnia. J Indon Med Assoc.2011;61:487-92.Keywords: Fire fighters, insomnia, work stressor

    PendahuluanStres kerja merupakan masalah yang sering dijumpai

    serta menjadi perhatian di bidang kesehatan dan keselamatankerja1. Masalah yang dialami pekerja dapat menghasilkanketidakstabilan psikologis dan mempengaruhi produktivitas.2Berdasarkan model stres kerja dan kesehatan dari NationalInstitute for Occupational Safety and Health (NIOSH),3berbagai stresor di lingkungan kerja dapat menimbulkanreaksi psikis, fisiologis dan perilaku yang dapat mempe-ngaruhi kesehatan. Salah satu masalah perilaku yang seringtimbul adalah adanya gangguan tidur (insomnia).

    Kejadian insomnia cukup banyak dijumpai pada tenagakerja di berbagai bidang yang berbeda. Pada pekerja pabrikelektronik di Jepang didapatkan prevalensi insomnia sebesar23,6% dari 1161 pekerja laki-laki yang diteliti.4 Penelitian lainmenyebutkan bahwa karena beban kerja yang tinggi di bagianVDT (Visual Display Terminal) pada pabrik perakitan diJepang didapatkan kejadian insomnia sebesar 27,7% dari 271responden.5 Stresor kerja diketahui berperan terhadapterjadinya insomnia, seperti yang ditemukan pada penelitianterhadap pekerja di Jepang dan Korea.6,7

    Petugas pemadam kebakaran dan petugas penyelamat(rescue workers) lainnya merupakan pekerjaan dengan risiko

    stres yang tinggi karena terpajan dengan berbagai kejadianyang bersifat traumatis sebagai bagian dari pekerjaannya.8Kejadian kebakaran merupakan peristiwa yang tidak dapatdiprediksi sebelumnya, sehingga petugas pemadamkebakaran dituntut untuk selalu siaga ketika bertugas.9 Olehkarena itu untuk menjalankan tugas dengan baik, kondisikesehatan mereka harus diusahakan berada pada kondisiyang optimal. Timbulnya gangguan kesehatan seperti insom-nia dapat berefek pada status kesehatan fisik dan psikis yangselanjutnya mempengaruhi produktivitas kerja, menurunnyakesiagaan dalam bekerja dan dapat menyebabkan timbulnyakecelakaan kerja. Di Indonesia belum banyak penelitianmengenai prevalensi insomnia sebagai akibat dari stres kerjakhususnya pada petugas pemadam kebakaran. Penelitian inibertujuan mengetahui hubungan stres kerja dengantimbulnya gangguan insomnia pada petugas pemadamkebakaran, sehingga dapat disusun langkah-langkahpenanggulangannya.

    MetodeDesain penelitian yang digunakan adalah metode survei

    yang bersifat potong lintang (cross sectional) yangdilaksanakan pada bulan Juli 2007 di 25 pos pemadam

    Stresor Kerja dan Insomnia pada Petugas Pemadam Kebakaran

  • Stresor Kerja dan Insomnia pada Petugas Pemadam Kebakaran

    J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 12, Desember 2011 489

    kebakaran wilayah Jakarta Selatan. Responden penelitianadalah petugas pemadam kebakaran Suku Dinas PemadamKebakaran Jakarta Selatan yang memenuhi kriteria inklusi.

    Kriteria inklusi adalah petugas yang telah bekerja pa-ling sedikit selama enam bulan, berusia antara 18-55 tahun,sehat fisik pada saat pengisian kuesioner dan bersediamengikuti penelitian dengan persetujuan tertulis. Sedangkankriteria eksklusi adalah petugas pemadam kebakaran yangtidak langsung menangani kebakaran, sedang menderitapenyakit yang menyebabkan nyeri hebat seperti: patahtulang, kanker stadium terminal, reumatoid artritis, sedangmenderita penyakit asma kronis, jantung, hipertiroid, diabe-tes melitus, demensia, parkinson, sedang dalam penangananoleh dokter spesialis jiwa karena stres/depresi atau sedangmenggunakan obat psikotropik.

    Pengumpulan data dilakukan dengan mendatangi pos-pos pemadam sewaktu petugas pemadam jaga/dinas.Pengambilan data diawali dengan pengisian kuesionerpenyaring untuk mengetahui populasi yang memenuhikriteria inklusi dan eksklusi. Kemudian responden yangmemenuhi kriteria inklusi diminta mengisi kuesioner yangmeliputi data umum, Survei Diagnostik Stres dan InsomniaRating Scale.

    Kuesioner data umum meliputi data sosiodemografi(umur, status perkawinan, pendidikan, kriteria pekerjaan, masakerja dan penghasilan), kegiatan rekreasi, kebiasaan olahraga, merokok, minum alkohol, minum yang mengandungkafein/soda/penambah energi, serta apakah lokasi rumahdekat dari sumber bising (pasar, rel kereta api, jalan tol, pinggir

    jalan besar, tempat hiburan, bandara, proyek pembangunan).Pengukuran variabel stresor kerja dilakukan dengan

    menggunakan kuesioner Survei Diagnostik Stres yangdikembangkan oleh Badan Penelitian dan PengembanganDepartemen Kesehatan RI. Kuesioner ini terdiri dari 30pertanyaan yang mencakup beberapa macam stresor kerja,yaitu ketaksaan peran, konflik peran, beban kerja kualitatifberlebih, beban kerja kuantitatif berlebih, pengembangankarier, dan tanggung jawab. Responden menjawab per-tanyaan dengan skala 1-7, sesuai dengan anggapannya yangpaling sesuai dalam menilai kondisi tersebut sebagai sumberstres. Penilaian stres kerja diperoleh dengan cara men-jumlahkan nilai masing-masing stresor kerja. Stresor kerjadikategorikan sebagai rendah bila skor total antara 0 hingga9, sedang bila skor total antara 10 hingga 24, dan tinggi bilaskor total 25 atau lebih. 10

    Tabel 1. Sebaran Responden Menurut Karakteristik Sosio-demografi

    Variabel N=259 %

    Umur20-30 tahun 183 71,431-40 tahun 25 9,7> 40 tahun 49 18,9

    Status PerkawinanMenikah 125 48,3Tidak menikah 134 51,7Duda/cerai 0 0

    Status PendidikanRendah 17 6,6Menengah 229 88,4Tinggi 13 5

    Kriteria PekerjaanPNS 70 27Kontrak 189 73

    Masa Kerja1-5 tahun 190 73,46-10 tahun 11 4,2>10 tahun 58 22,4

    PenghasilanRendah 27 10,4Sedang 232 89,6Tinggi 0 0

    Tabel 2. Sebaran Responden Menurut Kegiatan dan Kebia-saan/Gaya Hidup

    Variabel N=259 %

    RekreasiTidak rekreasi 67 25,9Rekreasi:Frekuensi rekreasi: 1-2 x/bulan 156 60,2

    3-4 x/bulan 28 10,8>4 x/bulan 8 3,1

    Olah raga malam hariTidak olahraga 213 82,2Olahraga:Frekuensi olah raga:5 x/minggu 0 0

    Lama olahraga: 60 menit/kali 28 10,8

    Jenis olahraga: aerobik 8 3,1non aerobik 38 14,7

    Merokok: sore sampai malam hariTidak merokok 89 34,4Merokok: 1-10 batang 120 46,3

    11-20 batang 42 16,2> 20 batang 8 3,1

    Minum alkohol: sore sampai malam hariTidak minum 247 95,4Minum: 1-2 gelas 9 3,5

    >2gelas 3 1,2Minum yang mengandung kafein:sore sampai malam hari

    Tidak minum 56 21,6Minum: 1-2 gelas 182 70,3

    >2 gelas 21 8,1Minum soda: sore sampai malam hari

    Tidak minum 218 70,3Minum: 1-2 gelas 40 15,4

    >2 gelas 1 0,4Minum penambah energi: soresampai malam hari

    Tidak minum 196 75,7Minum: 1-2 gelas 62 23,9

    >2 gelas 1 0,4

  • Stresor Kerja dan Kejadian Insomnia pada Petugas Pemadam Kebakaran

    J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 12, Desember 2011490

    Pengukuran ada atau tidaknya insomnia serta derajatnyadilakukan dengan menggunakan sistem penilaian yangdisebut Insomnia Rating Scale yang disusun oleh KelompokStudi Psikiatrik Biologik Jakarta (KSPBJ). Insomnia di-definisikan sebagai keluhan sulit tidur, mempertahankan tidur,dan siaga tidur, serta tidak merasa segar ketika tidur di malamhari yang terjadi minimal 3 kali dalam seminggu selama mini-mal satu bulan. Responden dinyatakan menderita insomniajika skor

  • J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 12, Desember 2011

    Stresor Kerja dan Kejadian Insomnia pada Petugas Pemadam Kebakaran

    491

    memenuhi kriteria inklusi. Dari jumlah tersebut diperoleh 259kuesioner yang terisi secara lengkap. Tabel 1 memperlihatkansebaran karakteristik demografi responden sedangkansebaran responden menurut kegiatan rekreasi dan kebiasaandapat dilihat pada tabel 2.

    Sebanyak 43 responden (16,6%) tinggal di lokasi yangdekat dengan sumber bising (pasar, rel kereta api, jalan tol,pinggir jalan besar, tempat hiburan, bandara, proyek pem-bangunan).

    Hasil pengukuran tingkat stres kerja dengan kuesionerSurvei Diagnostik Stres dapat dilihat pada tabel 3. SurveiDiagnostik Stres mencakup enam aspek stresor yang meliputiketaksaan peran, konflik peran, beban kerja berlebihkuantitatif, beban kerja berlebih kualitatif, pengembangankarir, dan tanggung jawab terhadap orang lain.

    Dari 259 responden didapatkan 111 orang (42,9%)menderita insomnia dengan komposisi insomnia ringan 88orang (34%) dan 23 orang insomnia sedang (8,9%). Tidakada responden yang menderita insomnia berat.

    Tabel 4 memperlihatkan hubungan antara kegiatan dankebiasaan responden serta enam aspek stresor pada surveidiagnostik stres dengan kejadian insomnia berdasarkananalisis bivariat. Lokasi tempat tinggal yang dekat dengansumber bising, dan adanya stresor kerja didapatkan me-ningkatkan kejadian insomnia.

    Analisis multivariat dilakukan terhadap semua variabelyang pada analisis bivariat memiliki nilai p

  • Stresor Kerja dan Kejadian Insomnia pada Petugas Pemadam Kebakaran

    J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 12, Desember 2011492

    kejujuran dan tanggung jawab responden. Pada saatmelakukan pengisian kuesioner, pada responden telahdijelaskan mengenai tujuan penelitian dan kerahasiaan darikuesioner sehingga diharapkan responden mengisinyadengan jujur. Selain itu beberapa faktor lain yang menurutkepustakaan juga berpengaruh terhadap timbulnya insom-nia seperti stresor di rumah dan di kehidupan sosial, faktorinternal individu (suku, kepribadian, pola tingkah laku,dukungan sosial, dan lain-lain) serta keadaan lingkungankerja tidak diteliti pada penelitian ini. Adanya beberapapenyakit yang dapat menimbulkan insomnia seperti berbagaipenyakit yang menimbulkan rasa nyeri, diabetes, asma, kanker,dan lain-lain pada penelitian ini telah disingkirkan melaluikuesioner penyaring dan pemeriksaan kesehatan sebelumpengisian kuesioner.

    KesimpulanPenelitian ini menemukan prevalensi insomnia pada

    petugas pemadam kebakaran cukup tinggi yaitu sebesar42,9%. Faktor-faktor yang ditemukan berhubungan denganterjadinya insomnia adalah beban kerja berlebih baik kualitatifmaupun kuantitatif dan lokasi tempat tinggal dekat dengansumber bising. Penatalaksanaan stressor kerja yang memadaidiperlukan sebagai pencegahan insomnia.

    Ucapan Terima KasihUcapan terima kasih ditujukan kepada Kepala Dinas

    Pemadam Kebakaran DKI Jakarta dan Kepala Suku DinasPemadam Kebakaran Kotamadya Jakarta Selatan atas izinyang diberikan bagi pelaksanaan penelitian ini. Penulis jugamengucapkan terima kasih kepada seluruh petugas pemadamkebakaran yang bersedia menjadi responden penelitian ini.

    Daftar Pustaka1. Rosenstock L, Cullen MR, Brodkin CA, Redlich CA. Textbook

    of clinical occupational and environmental medicine. 2nd ed.London: Elsevier Saunders; 2004.

    2. Seward JP. Occupational stress. In: LaDou J, editor. Occupa-tional and environmental medicine. 2nd ed. New York: Appletonand Lange; 1997. p. 585-614.

    3. Levy BS, Wegmen DH, Baron SL, Sokas RK. Occupational andenvironmental health - recognizing and preventing disease andinjury. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins;2006. p. 383-92.

    4. Nakata A, Haratani T, Takahashi M, Kawakami N, Arito H,Kobayashi F, et al. Job stress, social support, and prevalence ofinsomnia in a population of Japanese daytime workers. Soc SciMed. 2004;59(8):1719-30.

    5. Tachibana H, Izumi T, Honda S, Takemoto TI. The prevalenceand pattern of insomnia in Japanese industrial workers: relation-ship between psychosocial stress and type of insomnia. Psychia-try Clin Neurosci. 1998;52(4):397-402.

    6. Murata C, Yatsuya H, Tamakoshi K, Otsuka R, Wada K,Toyoshima H. Psychological factors and insomnia among male

    civil servants in Japan. Sleep Med. 2007;8(3):209-14.7. Kim HC, Kim BK, Min KB, Min JY, Hwang SH, Park SG. Associa-

    tion between job stress and insomnia in Korean workers. J OccupHealth. 2011 Jun 16;53(3):164-74. Epub 2011 Mar 16 [cited2012 January 30]. Available from: http://joh.sanei.or.jp/pdf/E53/E53_3_02.pdf.

    8. Berger W, Coutinho ESF, Figueira I, Marques-Portella C, LuzMP, Neylan TC, et al. Rescuers at risk: a systematic review andmeta-regression analysis of the worldwide current prevalenceand correlates of PTSD in rescue workers. Soc PsychiatryPsychiatr Epidemiol. 2011 June 18; [cited 2012 Jan 28]; [Epubahead of print]. Available from: http://www.springerlink.c o m . p r o x y. l i b r a r y. u u . n l / c o n t e n t / b 4 8 r 5 3 2 2 k p 8 8 4 6 3 x /fulltext.html.

    9. Stellman JM, editor. Encyclopedia of occupational health andsafety. 4th ed. Geneva: International Labour Office; 1998. p. 95-6.

    10. Isfandari S. Penelitian instrumen survei diagnosa stres dan stresstrait. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan KesehatanPusat Penelitian Penyakit Tidak Menular, Departemen KesehatanRI; 1992.

    11. Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI. Pedomanpenggolongan dan diagnosis gangguan jiwa III. Yogyakarta:Departemen Kesehatan RI; 1993.

    12. Rajaratnam SM, Barger LK, Lockley SW, Shea SA, Wang W,Landrigan CP, et al. Sleep disorders, health, and safety in policeofficers. JAMA. 2011;306(23):2567-78.

    13. Partinen M, Eskelinen L, Tuomi K. Complaints of insomnia indifferent occupations. Scand J Work Environ Health. 1984;10:467-9.

    14. Rafknowledge. Insomnia dan gangguan tidur lainnya. Jakarta:Elex Media Komputindo; 2004.

    15. Medscape [homepage on the internet]. Insomnia. WebMD;c1994-2012 [updated 2012 January 17; cited 2012 January 30].Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1187829-overview#aw2aab6b2b4aa.

    16. American Psychiatric Association. Sleep disorders. In: Diagnos-tic and statistical manual of mental disorders. 4th ed.WashingtonDC: American Psychiatric Association; 2005. p. 601.

    17. Medic8 [homepage on the internet]. Insomnia. Medic8 [cited2006 December 19]. Available from: http://www.medic8.com/sleep-disorders/insomnia.htm

    18. Baker DB, Karasek RA. Stress. In: Levy BS, Wegman DH, edi-tors. Occupational health-recognizing and preventing work re-lated disease and injury. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williamsand Wilkins; 2000. p. 419-36.

    19. McCrae CS, Durrence HH, Lichstein KL. Insomnia In: ThomasJC, Hersen, editors. Handbook of mental health in the work-place. California: Sage Publications; 2002. p. 351.

    20. Helpguide.org [homepage on the internet]. Insomnia and sleepproblems: Causes, types and effects. Helpguide.org [cited 2006December 19]. Available from: http://www.helpguide.org/life/insomnia_causes_diagnosis.htm.

    21. Nakata A, Haratani T, Takahashi M, Kawakami N, Arito H,Kobayashi F, Araki S. Job stress, social support, and prevalenceof insomnia in a population of Japanese daytime workers. SocialSci Med. 2004;59:171930.

    22. Doi Y. An epidemiologic review on occupational sleep researchamong Japanese workers. Ind Health. 2005;43:3-10.

    FAS