Artikel Koran Jakarta

1

Click here to load reader

Transcript of Artikel Koran Jakarta

Page 1: Artikel Koran Jakarta

GAGASAN ®KORAN JAKARTA4

PERSPEKTIF

Pemimpin Redaksi: M Selamet Susanto Wakil Pemimpin Redaksi: Adi Murtoyo Asisten Redaktur Pelaksana: Adiyanto, Khairil Huda, Suradi SS, Yoyok B Pracahyo. Redaktur: Alfred Ginting, Antonius Supriyanto, Dhany R Bagja, Marcellus Widiarto, M Husen Hamidy, Sriyono Faqoth. Asisten Redaktur: Ade Rachmawati Devi, Ahmad Puriyono, Budi, Mas Edwin Fajar, Nala Dipa Alamsyah, Ricky Dastu Anderson, Sidik Sukandar. Reporter: Agung Wredho, Agus Supriyatna, Benedictus Irdiya Setiawan, Bram Selo, Citra Larasati, Dini Daniswari, Doni Ismanto, Eko Nugroho, Hansen HT Sinaga, Haryo Brono, Haryo Sudrajat, Hyacintha Bonafacia, Im Suryani, Irianto Indah Susilo, Muchammad Ismail, Muhammad Fachri, Muhammad Rinaldi, Muslim Ambari, Nanik Ismawati, Rahman Indra, Setiyawan Ananto, Tya Atiyah Marenka, Vicky Rachman, Wachyu AP, Xaveria Yunita Melindasari, Yudhistira Satria Utama Koresponden: Budi Alimuddin (Medan), Noverta Salyadi (Palembang), Agus Salim (Batam), Henri Pelupessy (Semarang), Eko Sugiarto Putro (Yogyakarta), Selo Cahyo Basuki (Surabaya) Bahasa: Yanuarita Puji Hastuti Desain Grafi s: Yadi Dahlan.

Penerbit: PT Berita Nusantara Direktur Utama: M Selamet Susanto Direktur: Adi Murtoyo. Managing Director: Fiter Bagus Cahyono Manajer Iklan: Diapari Sibatangkayu Senior Sales Manager: Andhre Rahendra Adityawarman Manajer IT: Parman Suparman Asisten Manajer Sirkulasi: Turino Sakti Asisten Manajer Distribusi: Firman Istiadi Alamat Redaksi/Iklan/Sirkulasi: Jalan Wahid Hasyim 125 Jakarta Pusat 10240 Telepon: (021) 3152550 (hunting) Faksimile: (021) 3155106. Website: www.koran-jakarta.com E-mail: [email protected]

Tarif Iklan: Display BW Rp 28.000/mmk FC Rp 38.000/mmk, Advertorial BW Rp 32.000/mmk FC Rp 40.000/mmk, Laporan Keuangan BW Rp 17.000/mmk FC Rp 32.000/mmk, Pengumuman/Lelang BW Rp 9.000/mmk, Eksposure BW Rp 2.000.000/kavling FC Rp 3.000.000/kavling, Banner Halaman 1 FC Rp 52.000/mmk, Center Spread BW Rp 35.000/mmk FC Rp 40.000/mmk, Kuping (Cover Ekonomi & Cover Rona) FC Rp 9.000.000/Kav/Ins Island Ad BW Rp 34.000/mmk FC Rp 52.000 Obituari BW Rp 10.000/mmk FC Rp 15.000/mmk, Baris BW Rp 21.000/baris, Kolom BW Rp 25.000/mmk, Baris Foto (Khusus Properti & Otomotif) BW Rp 100.000/kavling

Setiap tulisan Gagasan/Perada yang dikirim ke Koran Jakarta merupakan karya sendiri dan ditandatangani. Panjang tulisan maksimal enam ribu karakter dengan spasi ganda dilampiri foto, nomor telepon, fotokopi identitas, dan nomor rekening bank. Penulis berhak mengirim tulisan ke media lain jika dua minggu tidak dimuat. Untuk tulisan Ruang Pembaca maksimal seribu karakter, ditanda tangani, dan dikirim melalui email atau faksimile redaksi. Semua naskah yang masuk menjadi milik Koran Jakarta dan tidak dikembalikan. Redaksi tidak bertanggung jawab terhadap semua isi tulisan.

Wartawan Koran Jakarta tidak menerima uang atau imbalan apa pun dari narasumber dalam menjalankan tugas jurnalistik

oleh: Ririn Handayani

Kompleksnya per-soalan perlin-dungan hukum dan jaminan keamanan

bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi yang tidak menemui titik temu akhirnya memaksa pemerin-tah bertindak tegas dengan melakukan pengetatan pengiriman TKI ke negara tersebut. Kebijakan yang berlangsung selama tiga bulan ini dimaksudkan un-tuk mengevaluasi sistem penempatan dan perlindungan TKI di Arab Saudi se-kaligus membenahi titik lemahnya.

Komisi Rekrutmen Nasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Arab Saudi pada 14 Februari lalu juga telah meng-umumkan penghentian sementara pe-nerimaan TKI. Agen-agen perekrutan disarankan untuk tidak menerima visa kerja TKI.

Jika ternyata langkah tersebut tak cu-kup efektif mereduksi masalah, bukan tidak mungkin pemerintah akan meng-ambil kebijakan yang lebih ekstrem yak-ni moratorium atau zero placement (pe-nempatan nol). Jika akhirnya kebijakan ini terpaksa diambil, zero placement ke Arab Saudi patut diapresiasi karena se-jak lama masyarakat sudah meminta pe-merintah memberlakukan moratorium atau penghentian pengiriman dan pe-nempatan TKI ke negara tersebut.

Di negara yang menjadi pengimpor pembantu rumah tangga (PRT) terbe-sar dari Indonesia ini, diperkirakan se-kitar 3,3 juta TKI bekerja sebagai PRT atau sekitar 70 persen dari total TKI yang bekerja sebagai PRT di seluruh negara tujuan. Ironisnya, di negara ini pula Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mencatat, sepanjang 2010 hingga 1 November, dari total 3.835 ka-sus penganiayaan yang menimpa TKI terbanyak terjadi di Arab Saudi, yakni sebanyak 55 persen. Begitu juga de-ngan pelecehan seksual yang menca-pai 68 persen. Tak hanya itu, TKI yang pulang dalam kondisi cacat, pulang da-lam kondisi hamil atau membawa anak hasil hubungan gelap atau karena ulah majikan, TKI yang bekerja bertahun-tahun tanpa digaji, bahkan pulang ting-

gal nama, terbanyak juga dari Arab Saudi. Berbagai catatan memilukan ini lebih dari cukup untuk menyambut gembira ke-bijakan penempatan nol ke ne-

gara tersebut. Namun, sejumlah persoalan

juga akan muncul jika kebijakan benar-benar dilaksanakan. Setelah

penghentian pengiriman tenaga kerja, pemulangan TKI yang overstay atau te-lah habis masa kerjanya dan pulangnya para TKI yang akan segera habis masa kontraknya, bisa dipastikan jumlah pengangguran di dalam negeri akan bertambah signifi kan. Bukan ti-dak mungkin, tanpa lang-kah antisipatif yang k o n k r e t

dan tepat s a s a r a n , penganggur-an baru ter-sebut akan me-nambah deret panjang daftar orang miskin di negeri ini. Sejumlah persoalan lain dipastikan akan segera menyusul dan semakin kompleks.

Masih Menjadi PilihanKetidakmampuan pemerintah un-

tuk menyediakan lapangan kerja yang memadai bagi warga negara membuat bekerja sebagai TKI menjadi alternatif terbaik bahkan lapangan kerja favorit masyarakat saat ini. Meski sejumlah ka-sus yang menimpa TKI terus mencuat,

animo masyarakat justru meningkat. Ke-tika kebijakan moratorium ke Arab Saudi diberlakukan, maka sejumlah negara lain akan menjadi tujuan berikutnya.

Beberapa negara yang menjadi “sur-ga” bagi para TKI yang bekerja sebagai PRT antara lain adalah Singapura, Hong Kong dan Taiwan. Cukup bertolak bela-kang dengan kehidupan PRT di Arab Saudi yang acap mengalami penyiksaan dan penindasan, para buruh migran di tiga negara tersebut justru bisa ber-metamorfosis secara dinamis untuk mem-persiapkan kehidupan

yang lebih baik sekem-balinya ke tanah

air. Dengan

perlindungan hukum yang jelas dari negara tempatnya bekerja, selain mem-peroleh gaji dan perlakuan yang layak, mereka juga memperoleh kesempatan untuk beraktualisasi dan mengembang-kan potensi diri.

Sejumlah TKI mempergunakan ke-sempatan tersebut untuk melanjutkan studi bahkan hingga jenjang perguruan tinggi (salah satunya melalui Universitas Terbuka). Ada pula yang menjadi penulis bahkan merambah dunia perfi lman se-perti Bayu Insani, Karin Maulana, Nessa

Metakartika dan kawan-kawan. Buruh migran di tiga negara tersebut juga sa-ngat familiar dengan internet. Beberapa bahkan mendapat fasilitas ini langsung dari majikannya. Bandingkan dengan PRT di Arab Saudi yang telepon seluler saja tidak boleh membawa apalagi me-minta fasilitas tersebut pada majikannya. Pemerintah setempat bahkan melarang pemerintah Indonesia yang beberapa waktu lalu berencana memfasilitasi TKI di sana dengan telepon seluler.

Agar persoalan di Arab Saudi tidak terulang, pemerintah harus melakukan sejumlah langkah strategis mengingat

gelombang pengiriman TKI ke ne-gara lain diperkirakan akan mening-kat jika kebijakan penempatan nol tersebut benar-benar diberlakukan.

Apalagi, permintaan TKI di luar negeri seperti Malaysia masih

sangat tinggi. Indonesia patut-nya mencontoh Filipina, yang

profesionalitas managemen pengiriman TKI mereka

ditingkatkan. Sejak per-siapan pemberangka-tan, selama bekerja di negara tujuan hingga kembali ke tanah air.

Calon TKI harus benar-benar siap untuk bekerja

di luar negeri, memahami hak dan kewajibannya

serta memahami aspek per-lindungan terhadap diri sen-diri. Ini akan meningkatkan posisi tawar TKI itu sendiri.

Sudah selayak-nya warga negara yang memilih be-

kerja sebagai TKI mendapat perlin-

dungan dan du-kungan optimal dari

negara. Mereka sudah mengurangi beban pe-

merintah bahkan justru membantu melalui remittance

yang jumlahnya sangat signifi kan. Pe-merintah juga harus bersikap kooper-atif dan memiliki peraturan yang lebih konkret tentang TKI mengingat negara-negara seperti Singapura, Hong Kong dan Taiwan memiliki undang-undang yang secara tegas mengatur dan me-lindungi para tenaga kerja asing yang bekerja di negaranya termasuk mereka yang bekerja di sektor informal seba-gai PRT. Jika mereka saja yang hanya menampung tenaga kerja kita sangat bertanggung jawab, negaranya sendiri seharusnya lebih bertanggung jawab. �

Penulis adalah Mahasiswa S2 Ilmu Hubungan Internasional Unair.

Judul : Th e Evolution of Calpurnia Tate

Penulis : Jacqueline Kelly Penerjemah : Berliani M Nugrahani Penerbit : Matahati Tahun : I, 2010 Tebal : 383 HalamanHarga : Rp52.500

Cover buku Th e Evolution of Calpurnia Tate karya Jacque-line Kelly dengan ilustrasi

seorang gadis yang membawa jaring, di sekelilingnya beterbangan burung, dan kentalnya suasana hutan yang menjuntainya dedahanan, daun, rim-ba dengan dominasi warna hijau me-mang sudah merepresentasi substansi buku yang tak jauh bercerita tentang hutan dan segenap isinya. Buku yang kental bercerita tentang Th e Origin of Species-nya Charles Darwin impres-inya begitu terasa meski baru melihat dari luar sampul depan-nya saja.

Diceritakan, Calpurnia Virginia Tate adalah seorang Darwinisme: bahkan berani menolak keinginan keluarganya yang menghendakinya berkarier pada jalur dan kodratnya: feminisme. Callie Vee, demikian ia dipanggil oleh teman, sahabat dan keluarga baru berusia 11 tahun dan menjadi perempuan satu-satunya dari tujuh bersaudara. Mungkin saja karena itu, naluri feminismenya agak sedikit tergeser dan teralienasi oleh genetika “testosteron” sehingga le-bih menonjolkan pikiran dan logika;

akhirnya ia ingin menjadi seorang ilmuwan bukan penata rambut, sekre-taris dan lain sebagainya sebagaimana yang diinginkan ibunya.

Latar waktu yang digunakan sang pengarang, Jackueline Kelly, (zaman dulu) yaitu pada medio 1899, berlatar tempat Desa Fentress, Texas, sehingga mau tak mau pembacanya diseret pada alur dan pernak-pernik khas abad akhir ke-18.

Bermula dari rasa keinginan tahunya yang membuncah tentang alam dan sekelilingnya, namun di saat bersamaan tak mendapat respons dari orang tua dan saudara-saudaranya, Tate berusaha menemukan sendiri jawaban tentang: mengapa belalang berwarna kuning cenderung lebih bisa bertahan (survive) ketimbang belalang warna hijau?

Callie Vee pun disarankan salah seorang kakaknya untuk menemui sang kakek, yang dianggap memu-nyai pengetahuan sangat luas. Maka, dari kakeknya-lah Callie mendapat-kan buku Th e Origin of Species untuk menemukan berbagai jawaban dari kegelisahan dan pertanyaan-perta-nyaan yang selama ini menyelimuti benaknya. Waktunya pun hanya diha-biskan untuk pergi ke hutan bersama sang kakek untuk meneliti, meng-analisis, dan mencatat segala feno-mena dan spesies yang ada di hutan. Sampai akhirnya, Cellie dan kakeknya menemukan satu spesies yang belum tercatat di buku-buku referensi.

Membaca buku ini, selain men-dapatkan karakter gaya kepenulisan dan bercerita yang khas, juga ter-cecer segudang pengetahuan tentang kealam an yang mengindikasikan kuatnya pengarang mengacu pada Th e Origin of Species. Lebih menarik karena setiap bab buku ini dibuka oleh epigraf yang diambil dari Th e Origin of Species Charles Darwin. �

Peresensi adalah Yuyu Yuhanah, pemerhati sosial dan peminat buku.

Songsong Nol Penempatan TKI

Benarkah gejolak pangan dapat menimbulkan gejolak politik di suatu negara? Tentu saja jawabnya sangat benar. Jika ditelusuri krisis politik yang kini melanda

kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, kaitan gejolak pa-ngan dengan politik cukup kuat walaupun gejolak itu tidak langsung menjadi trigger atau pendorong utama aksi-aksi menuntut perubahan kepemimpinan negara.

Lalu, jika ditelusuri di mana hubungan gejolak pangan dengan gejolak politik yang kemudian berkembang men-jadi krisis dan akhirnya mendorong suksesi pemerintahan, mungkin kita bisa merujuk pada terus melambungnya har-ga-harga pangan dunia.

Negara-negara yang selama ini mampu mengamankan subsidi pangan akhirnya mengeluarkan kebijakan penca-butan subsidi. Pasalnya, keuangan negara sudah tidak bisa lagi menutupi membengkaknya harga pangan. Ketika kebi-jakan itu dilaksanakan, yang merasakan dampak buruk se-cara langsung adalah rakyat secara keseluruhan, terutama di tingkat bawah.

Melambungnya harga-harga pangan dunia me-mang menarik dicermati sekaligus harus disiasati pemerintah Indonesia agar tidak timbul gejolak sosial dan politik yang menju-rus pada aksi-aksi seperti di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara tersebut.

Ihwal data kenaikan harga pangan dunia yang meroket hingga 29 persen pada Februari ini dibandingkan bulan lalu diungkapkan Presiden Bank Dunia Robert Zoellick. Dalam keterangannya kepada wartawan di Washington, Amerika Serikat, Selasa lalu, Zoellick menyatakan me-lonjaknya harga membuat 44 juta orang terperosok dalam kemiskinan. Ia mendesak para pemimpin negara-negara yang tergabung dalam G-20 agar memasukkan krisis pa-ngan dalam prioritas pembahasan.

Banyak analisis yang sudah dikemukakan soal mengapa harga pangan dunia cenderung meningkat bahkan men-capai angka kenaikan tertinggi pada bulan ini. Perubahan iklim yang diikuti menurunnya produksi pangan menye-babkan negara-negar produsen pangan menahan komo-ditas ekspor berupa bahan pangan yang dibutuhkan dunia. Hal ini memicu kenaikan harga yang tinggi.

Contoh terakhir dari kebijakan menahan komoditas eks-por untuk kebutuhan stok dalam negeri dilakukan Austra-lia. Bencana banjir, kebakaran, dan pengaruh cuara ekstrem lainnya di sana menyebabkan anjloknya produksi gandum, biji-bijian, dan daging. Padahal kita tahu, Australia adalah negara pengekspor gandum keempat terbesar di dunia.

Menghadapi gejolak kenaikan harga pangan dunia, In-donesia harus mengubah kebijakan dan orientasi menge-nai pangan. Selama ini, kita lebih mengutamakan impor bahan pangan untuk menambah stok dan kurang serius memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri secara man-diri. Padahal, dari sejumlah aspek, selayaknya kita mampu mandiri dalam bidang pangan, dan bukan tidak mungkin mengekspor komoditas yang dibutuhkan dunia.

Namun, komitmen yang kurang serius itu membuat ka-langan swasta makin merajalela dalam memanfaatkan ta-nah-tanah subur pertanian untuk kebutuhan perumahan, industri, dan sebagainya. Banyak pengusaha juga lebih me-manfaatkan situasi untuk melakukan impor pangan. Aki-batnya, kita makin bergantung pada impor pangan.

Kebijakan membebaskan bea masuk sejumlah komoditas pangan, dalam waktu singkat, memang membantu meme-nuhi stok pangan nasional, tapi dalam jangka panjang dapat menghancurkan ketahanan pangan kita. Jadi, orientasi dan keseriusan dalam mengelola pangan ini harus benar-benar dibuktikan dalam kebijakan yang pro kemandirian pangan.

Ketika membahas hubungan pangan dan politik, kita ter-ingat pada kebijakan pemerintahan Orde Baru. Presiden Soe-harto selalu menekankan pentingnya pangan bagi pemenuh-an hajat hidup rakyat. Maka, segala kemudahan, termasuk harga, pasti ditekan. Tujuannya agar rakyat tidak menjerit ka-rena kenaikan harga beras dan komoditas pangan lainnya. Jika perut rakyat keroncongan, gejolak akan merebak.

Nah, mencermati perkembangan gejolak dan krisis po-litik di Timur Tengah dan Afrika itu, sepatutnya pemerin-tah cepat menempuh kebijakan pangan yang tepat dan berjangka panjang, yakni membangn kemandirian pangan nasional. Sebab hanya dengan kemandirian itulah kita bisa memenuhi kebutuhan pangan rakyat, menghemat devisa, bahkan menambah devisa. Jika mampu, juga mengekspor. Yang tidak kalah pentingnya, meredam gejolak politik agar tidak berujung krisis politik. �

Pangan dan Politik

Tradisi yang Tertolak

Menteri-menteri ekonomi ASEAN sepakat menjadikan kawasan ASEAN sebagai pasar tunggal pada 2015. Dalam hal ini ada lima komponen utama dalam proses pem-bentukan pasar tunggal, komponen-komponen tersebut meliputi aliran barang, aliran jasa, aliran investasi, aliran modal, dan aliran tenaga trampil secara bebas di antara negara-negara anggota ASEAN.

Pemerintah juga perlu mengevaluasi kembali satu per satu masalah yang berpotensi muncul. Selain itu, me-nyiapkan antisipasi yang dibutuhkan agar supaya bisa mendapat sebanyak mungkin keuntungan dan sekecil mungkin kerugian dari implementasi pasar tunggal ASEAN. Pemerintah harus siap menghadapi pasar tunggl ASEAN karena lebih banyak memberi keuntungan bagi Indonesia. Saya menyayangkan jika banyak pelaku usaha menyatakan tidak siap menghadapi pasar tunggal ASEAN.

Yusuf SahputraJalan Enggano Raya No 19, Koja, Jakarta Utara

PERADA

RUANG PEMBACA

INFO BUKU

Senin21 FEBRUARI 2011

« Jika mampu, juga mengekspor. Yang tidak kalah pentingnya, meredam gejolak politik agar tidak berujung krisis politik. »

Siap Hadapi Pasar Tunggal ASEAN

Judul : Confi dent Parent Remarkable Kids

Penulis : Bonnie Harris MSEdPenerbit : Elex Media Tahun : I, 2010Tebal : 352 halamanHarga : Rp62.800

Buku yang informatif dan praktis yang akan bertindak se-bagai sumber tak bernilai untuk orang tua dan praktisi. Dia sangat terampil dalam menggambarkan 8 kunci prinsip yang bisa diikuti orang tua saat mereka membesar-kan anak menjadi lebih percaya diri, bertanggung jawab, dan tabah.

Dengan 8 prinsip pengasuhan anak sebagai capnya, spesialis perkembangan anak Bonnie Har-ris menunjukkan pada pembaca bagaimana memutus lingkaran ini dan meningkatkan sikap anak Anda, begitu juga dengan Anda.

Dengan menerapkan 8 prinsip, maka Anda akan memperoleh ke-percayaan diri untuk membesar-kan anak yang Anda sukai untuk hidup bersama, juga sebaliknya. �

KORAN JAKARTA/REPIANTO

« Membaca buku ini, selain mendapatkan karakter gaya kepenulisan dan bercerita yang khas, juga tercecer segudang pengetahuan tentang kealaman yang

mengindikasikan kuatnya pengarang mengacu pada The

Origin of Species.»

« Sudah selayaknya warga negara yang memilih bekerja

sebagai TKI mendapat perlindungan dan dukungan

optimal dari negara. »

j