Artikel Harkitnas
-
Upload
willis-ega-taruna-istisqa -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
description
Transcript of Artikel Harkitnas
What’s on May, 20th
Tidak terasa kita sudah berada di pertengahan bulan Mei dan akan
menuju tanggal 20. Banyak yang sudah mengenal bahwa tanggal 20 Mei
merupakan Hari Kebangkitan Nasional (HARKITNAS) yang memperingati suatu
peristiwa dimana Bangkitnya Rasa dan Semangat Persatuan, Kesatuan, dan
Nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik
Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan Belanda dan
Jepang. Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi
Oetomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928).
Namun selain hari kebangkitan nasional, masih ingatkah anda dengan
tragedi Mei 1998? Banyak yang mengatakan bahwa di hari itu merupakan tonggak
reformasi bagi Indonesia, mengapa demikian? Baiklah mari kita flashback
sebentar dengan tragedi yang terjadi di bulan Mei 1998. Pada bulan ini penuh
dengan kejadian yang penuh kerusuhan yang sebenarnya ungkapan kekecewaan
masyarakat pada pemerintahan saat itu. Hal ini dimulai karena terpilihnya kembali
Soeharto sebagai Presiden RI pada siding Umum MPR pada Maret 1998 dan
Kabinet Pembangunan VII yang dibentuknya dianggap penuh dengan ciri KKN
(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Terjadinya krisis moneter juga mendorong para
mahasiswa dari berbagai daerah bergerak menggelar demonstrasi sebagai aksi
keprihatinan yang menuntut penurunan harga barang – barang kebutuhan
(sembako), penghapusan KKN dan mundurnya Soeharto dari kursi kepresidenan.
Tanggal 12 Mei 1998, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas
Trisakti Jakarta telah terjadi bentrokan denan aparat yang menyebabkan empat
orang mahasiswa yaitu Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto, Hafidhin A. Royan
dan Hendriawan Sie tertembak hingga tewas dan puluhan mahasiswa lainnya
mengalami luka-luka. Kematian empat mahasiswa tersebut mengobarkan
semangat para mahasiswa dan kalangan kampus untuk menggelah demonstrasi
secara besar-besaran. tragedi ini diikuti dengan peristiwa anarkis di Ibukota dan di
beberapa kota lainnya pada tanggal 13—14 Mei 1998, yang menimbulkan banyak
korban baik jiwa maupun material.
Pada sore hari tanggal 18 Mei 1998, kontingen para ketua lembaga
formal kemahasiswaan Jakarta yang tergabung di Forum Komunikasi Senat
Mahasiswa Jakarta (FKSMJ) berhasil menemui pimpinan dewan bersama
komponen-komponen aksi lain, dan mendapatkan pernyataan dari ketua
DPR/MPR RI saat itu, Harmoko, yang menyerukan pengunduran diri Soeharto.
Mulai Selasa, 19 Mei pagi, secara bergelombang, berdatangan ribuan
massa mahasiswa dari kampus-kampus yang para ketuanya telah terlebih dahulu
bermalam di gedung DPR/MPR RI di hari sebelumnya. Sampai saat itu, sebagai
koordinator lapangan yang ditunjuk, Heru Cokro bertugas untuk mengkoordinir
seluruh massa yang hadir dari masing-masing kampus agar sesuai arahan kolektif
dari kontingen FKSMJ dan koordinator aksi (Henri Basel).
Tapi dalam prosesnya, ternyata banyak massa mahasiswa yang
berdatangan bukan merupakan konstituen dari FKSMJ. Massa ini juga menolak
beraksi di bawah bendera dan arahan kolektif FKSMJ, yang akhirnya berujung
pada kecurigaan antar kelompok massa, kekacauan koordinasi dan praktis tidak
adanya kerjasama aksi antara satu kelompok dengan kelompok massa lainnya di
lapangan. Dan pada tanggal 19 Mei 1998, Harmoko sebagai pimpinan MPR/DPR
mengeluarkan pernyataan yang berisi anjuran agar Presiden Soeharto
mengundurkan diri.
Pada tanggal 20 Mei tersebut, aksi berjalan meriah. Banyak tokoh
nasional yang hadir di gedung DPR/MPR RI dan bergiliran memberikan orasi ke
massa. Kesemarakan ini pun makin besar, apalagi setelah dipastikan, demonstrasi
di lapangan Monas dibatalkan.
Di saat yang sama, koordinasi kembali kacau. Sebagai contoh,
sekelompok mahasiswa tanpa koordinasi merobek-robek kertas (disinyalemen
kertas tersebut arsip sekretariat DPR/MPR RI) dan melemparkannya ke arah
massa. Sementara, di lain sisi, ratusan mahasiswa mulai duduk-duduk dan berdiri
di atas kubah gedung paripurna DPR/MPR RI.
Puncaknya pada tanggal 21 Mei 1998 pukul 10.00 WIB di Istana
Negara, Presiden Soehato menyatakan pengunduran dirinya setelah 32 tahun
memimpin Republik Indonesia ini di hadapan beberapa anggota Mahkamah
Agung. Rangkaian peristiwa ini merupakan kebangkitan bangsa Indonesia dalam
memasuki era reformasi dengan kebebasan berpolitik, penyampaian pendapat dan
kebebasan pers sehingga banyak informasi yang dapat kita dapatkan dari berbagai
bentuk media seperti ini.
Pada tanggal 20 Mei 2015 ini juga beredar kabar akan ada aksi unjuk
rasa besar-besaran. Seperti yang ditulis Ray Jordan di detikNews pada senin
(18/05), kabar yang menyebar lewat broadcast message dan media sosial itu
mengusung isu yang menyeramkan. Kabarnya gerakan 20 Mei akan menurunkan
Presiden Joko Widodo. Informasi akan adanya demo besar-besaran tersebut
dilontarkan oleh Ketua KAPOLRI Badrodin Haiti ketika berada di Lanud El Tari,
Kupang, NTT.
Mendengar beberapa elemen dan organisasi mahasiswa rencananya
akan turun ke jalan untuk menggulingkan pemerintahan Jokowi yang dinilai telah
keluar dari Nawacitanya, Presiden Jokowi langsung bergerak cepat untuk
mengundang organisasi mahasiswa ke Istana Negara Senin (17/5/2015) malam.
Pertemuan yang dilaksanakan Senin (18/5/2015), disinyalir untuk "meredam"
rencana aksi besar-besaran yang akan dilaksanakan pada 20 Mei 2015.
Selain sebagai peringatan atas gerakan reformasi, aksi tersebut juga
untuk menyerukan tuntutan perbaikan dalam pemerintahan saat ini. Seperti yang
diungkapan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam M Arief
Rosyid Hasan di KOMPAS.com terdapat tiga hal utama yang akan diangkat
dalam aksi unjuk rasa yakni terkait politik, ekonomi, dan pemuda. Di bidang
politik, Rosyid menyatakan HMI akan menyerukan soal adanya "penumpang
gelap" di sekeliling Jokowi.
Seperti yang diungkapkan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
Universitas Indonesia (UI) Andi Aulia Rahman oleh BeritaPrima, Jakarta (19/05)
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) Andi Aulia
Rahman. Berbeda pada era reformasi, pergerakan mahasiswa berhasil karena
sudah menggulingkan sebuah rezim. Namun, unjuk rasa mahasiswa kali ini akan
ditujukan untuk menyadarkan pemerintah tentang masalah yang dihadapi bangsa
saat ini dan masa depan. dengan pergerakan tahun ’98 dan ’66. Kami tidak ingin
gerakan mahasiswa selalu dikaitkan dengan turunnya rezim. Kami ingin
membangunkan Presiden tentang persoalan di depan mata.
Menyikapi hal tersebut kita mahasiswa sebagai pemuda yang
mengemban tugas sebagai agen perubahan sudah semestinya mempunyai antusias
yang besar untuk mengubah Indonesia untuk menjadi lebih baik dan maju. Karena
memang pemuda adalah aset bangsa yang terpenting untuk memajukan bangsa.
Semangat kebangkitan nasional harus dipupuk mulai dari sekarang. Essensial dari
kebangkitan nasional yakni adanya sesuatu yang bangkit dan timbul, yang
dulunya belum tercapai. bagaimana kita mengeksplorasi diri kita sebaik-baiknya
dengan tujuan yang baik, saaatnya konsepsi ulang atau menilai kembali kehidupan
nasional, segala aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
Mahasiswa bukanlah sekedar siswa biasa yang hanya mengejar IP
belaka. Mahasiswa sejatinya dituntut mampu berfikir cerdas dan dapat
menawarkan idenya baik ide kritis maupun kreatif untuk berkontribusi kepada
bangsa dan masyarakat. Mahasiswa adalah model of role, sosok teladan, selain
sebagai intelektual muda, mahasiswa juga di tuntut mampu menunjukkan sikap
yang selalu berasakan norma sekaligus menjunjung tinggi toleransi dan
menunjukkan sikap peka terhadap lingkungan, baik itu dalam menyikapi
persoalan budaya, moral dll. Mahasiswa merupakan bagian dari calon pemimpin
bangsa yang digadang-gadang mampu memberikan spirit perubahan dan
kemakmuran bagi masyarakat di era yang akan datang.
Sebagai mahasiswa jangan hanya menikmati tidur pulas di kosan setiap
harinya. Karena hari kebangkitan nasional adalah awal dari pergerakan secara
intelektual, dan mengedepankan nilai rasionalitas. Oleh sebab itu pergerakan yang
sudah dimulai seratus tujuh tahun yang lalu hendaknya diteruskan oleh mahasiswa
yang notabene adalah salah satu kaum intelektual dalam upaya pembangunan.
Kekritisan harus tetap dikembangkan sebagai bukti real mahasiswa yang berfungsi
sebagai agent of control.
Kebangkitan nasional jangan hanya diperingati dengan berbagai acara
seremonial melulu, melainkan dapat diupayakan dengan pembentukan suatu
media bagi emansipasi diri dan bangsa. Saran yang dapat diberikan untuk
kedepannya dalam rangka peringatan kebangkitan nasional yakni diharapkan
setiap indivudu dari kita hendaknya tidaklah melupakan pelajaran-pelajaran yang
telah diberikan disekolah mengenai sejarah, jangan melupakan sejarah bangsa
maupun sejarah dunia. Karena dengan sejarah itulah dapat menjadikan suatu jejak
tersendiri bagi langkah kita kedepannya.
Pada hakikatnya suatu kebangkitan nasional adalah jalan utuk membuka
wawasan kita dalam meneruskan perjuangan bangsa ini kearah yang lebih maju.
Jejak langkah yang diberikan sejarahwan terdahulu sebagai founding father dapat
memberikan titik terang kepada kita dalam menguasai serta memahami proses
dari sejarah yang sebenarnya. Serta bagaimana kita mencoba menggali nilai-nilai
yang positif yang terjadi dalam era globalisasi dimana persaingan dunia yang
semakin bebas dan meneruskannya menjadi suatu sejarah yang akan dikenang
oleh anak cucu kita.