Artikel Geografi Lingkungan
Click here to load reader
-
Upload
roisatin-nadhiroh -
Category
Documents
-
view
39 -
download
10
description
Transcript of Artikel Geografi Lingkungan
IDENTIFIKASI ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI
NON PERTANIAN DI KOTA KEDIRIFatma Roisatin Nadhiroh
Mahasiswa Geografi Universitas Negeri Malang Jalan Semarang 5 Malang, 65145Email: [email protected]
Abstrak:
Alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian di Kota Kediri terjadi pada tanah kas milik pemerintah dan milik pribadi. Lahan tersebut di gunakan menjadi perumahan dan industri. Laju alih fungsi lahan terus meningkat dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. Terjadi peningkatan persentase laju alih fungsi lahan cukup signifikan pada tahun 2011. Adanya alih fungsi lahan di Kota Kediri dipengaruhi oleh majunya sektor industri dan tingginya kebutuhan papan. Alih fungsi lahan pertanian berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Alih fungsi lahan boleh dilakukan apabila sesuai dengan RTRW Kota Kediri. Kebijakan pemerintah berpern penting dalam pengendalian alih fungsi lahan di Kota Kediri.
Kata Kunci: Alih fungsi lahan, lahan pertanian, kawasan non-pertanian
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan Laporan Strategi Pembangunan permukiman dan
Infrastruktur Perkotaan di Kota Kediri tahun 2012 Kelurahan Mrican,
Bangsal, Pesantren direncanakan sebagai tempat lokasi pengembangan
industri besar dan berpolutan. Adanya pengembangan industri akan
berpengaruh pada berkurangnya lahan pertanian di Kota Kediri. Pada tahun
2009 lahan pertanian di Kota Kediri seluas 3.314,61 Ha sedangkan pada tahun
2013 seluas 2.704,298 Ha yang berarti mengalami penurunan sebesar 610,312
Ha dalam waktu 5 tahun (Potensi dan Produk Unggulan Jawa Timur: 2013
dan Statistik Pembangunan Kota Kediri Tahun 2014: 2014)
Menurut Lestari (2009) dalam Suputra, Ambarawati, Tenaya (2012)
proses alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non-pertanian yang terjadi
disebabkan oleh beberapa faktor. Tiga faktor penting yang menyebabkan
terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu sebagai berikut.
1. Faktor eksternal merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya
dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi.
2. Faktor internal dimana faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan
oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.
3. Faktor kebijakan merupakan aspek regulasi yang dikeluarkan oleh
pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan
fungsi lahan pertanian. Kelemahan pada aspek regulasi atau peraturan
itu sendiri terutama terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi
pelanggaran, dan akurasi objek lahan yang dilarang dikonversi.
Jumlah penduduk dalam suatu kota setiap tahun semakin bertambah.
Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali menyebabkan peningkatan
kebutuhan lahan untuk tempat tinggal. Keadaan perkotaan yang telah padat
bangunan akan menyebabkan masyarakat melakukan alih fungsi lahan,
dimana lahan yang dulunya merupakan lahan pertanian dan perkebunan
difungsikan menjadi kawasan pemukiman dan industri (Febriyanto, 2012).
Alih fungsi lahan pertanian sudah tampak dengan dibangunnya industri-
industri baru, ruko, hingga komplek perumahan di Kelurahan Pesantren dan
Kelurahan Tempurejo, Kelurahan Bujel, dan Kelurahan Mrican.
Fenomena alih fungsi lahan pertanian merupakan dampak dari
transformasi sruktur ekonomi (pertanian ke industri), dan demografi
(pedesaan ke perkotaan) yang pada akhirnya mendorong transformasi
sumberdaya lahan dari pertanian ke non-pertanian (Supriyadi, 2004 dalam
Puspasari, 2012).
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengidentifikasi alih fungsi
penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian di Kota Kediri. (2) Untuk
mengetahui faktor-faktor yang berperan dalam alih fungsi lahan di Kecamatan
Pesantren, Kota Kediri.
2. Metode Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif deskriptif.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari instansi
terkait berupa citra satelit dari Google Earth dan time series data dengan
periode pengamatan tahun 2009 – 2013. Analisis yang digunakan untuk
menghitung laju alih fungsi lahan parsial dengan menggunakan persamaan
yang digunakan oleh Sutandi (2009) dalam Astuti (2011) dalam Puspasari (2012). Laju alih fungsi lahan parsial dapat dijelaskan sebagai berikut:
V = Lt−Lt−1
Lt−1 x 100%
dimana:V = Laju alih fungsi lahan (%)
Lt = Luas lahan tahun ke-t (ha)
Lt-1 = Luas lahan sebelumnya (t)
3. Hasil dan Pembahasan
Tabel Penggunaan Lahan Pertanian di Kota Kediri
Tahun Luas (ha) Laju Alih Fungsi Lahan (%)2009 3.314,61 02010 3.270,93 1,342011 3.198,78 2,2062012 2.989,67 6,542013 2.704,39 9,542
Tahun Contoh Citra
2003
2011
2014
Kota Kediri merupakan salah satu wilayah yang memiliki wewenang
otonomi daerah, sehingga pemerintah memiliki hak untuk mengatur wilayah
tersebut secara mandiri. Namun, pembangunan tersebut harus memperhatikan
ketersediaan lahan yang ditentukan sebagai kawasan pertanian dan non
pertanian, sehingga tidak akan mempengaruhi secara signifikan terhadap
ketersediaan bahan pangan.
Berdasarkan perhitungan persentase laju alih fungsi lahan di Kota
Kediri dapat diketahui bahwa setiap tahun terjadi peningkatan alih fungsi
lahan. Terjadi perubahan yang signifikan pada tahun 2012 dengan presentase
laju alih fungsi lahan 6,54% pada tahun 2011 hanya 2,206 %.
Alih fungsi lahan di Kota Kediri terus meningkat setiap tahun dan sulit
dikendalikan. Sebagai gambaran tahun 2010 Pemerintahan Kota Kediri telah
melakukan dua kali alih fungsi tanah kas yang sebelumnya merupakan lahan
pertanian. Alih fungsi lahan terhadap tanah kas Kelurahan Dandangan,
Kecamatan Kota Kediri, seluas 7 Ha untuk keperluan pembangunan rumah
susun sewa.
Selain itu Pemkot juga melakukan alih fungsi lahan pertanian berupa
tanah kas Kelurahan Mrican, Kecamatan Mojoroto seluas 24 Ha. Tanah
tersebut digunakan untuk kompleks Kampus IV Universitas Brawijaya. Rata-
rata setiap tahun penyusutan lahan pertanian di Kota Kediri mencapai 6 Ha.
Sebagian besar beralih fungsi menjadi kompleks permukiman. Paling banyak
lahan yang beralih fungsi merupakan milik pemerintah. (Kompas, 12 Pebruari
2010).
Pada citra satelit yang diambil menggunakan aplikasi Google Earth
menunjukkan adanya perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi gedung
olah raga. Pembangunan yang cukup pesat terjadi mulai tahun 2011, oleh
karena itu persentase laju alih fungsi lahan meningkat secara signifikan. Citra
satelitpun menunjukkan bahwa pembangunan sebuah sarana umum, seperti
gedung oleh raga memicu pembangunan di sekitarnya.
Terjadinya alih fungsi lahan pertanian di Kota Kediri diakibatkan oleh
semakin meningkatnya kebutuhan penduduk terhadap papan, baik untuk
industri maupun permukiman. Selain itu, berdasarkan Strategi Pembangunan
Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP) di Kota Kediri Tahun 2012
beberapa rencana tata ruang pemerintah Kota Kediri juga akan membangun
kawasan industri berat dan berpolutan di Kelurahan Persantren dan Kelurahan
Mrican. Meningkatnya perekonomian Kediri yang didukung oleh sektor
industri pengolahan juga berpengaruh pada alih fungsi lahan yang ada.
Alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah perubahan
fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan menjadi bukan lahan pertanian
berkelanjutan baik secara tetap maupun sementara (PP RI No. 1 Tahun 2011).
Hasil pangan dari luas lahan pertanian pangan di Kota Kediri tidak dapat
memenuhi kebutuhan pangan warga kota tersebut, sehingga diperlukan
pasokan bahan pangan dari wilayah sekitarnya seperti Kabupaten Kediri,
Kabupaten Nganjuk dan beberapa kabupaten lain di Karesidenan Kediri.
Selain pasokan bahan makan, alih fungsi lahan di Kota Kediri juga
berpengaruh pada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pada masyarakat petani
sulit mendapatkan tenaga kerja untuk menjadi petani buruh. Penduduk usia
produktif lebih memilih mendirikan usaha sendiri seperti pembuatan tahu dan
tempe atau bekerja di pabrik.
Disparitas antar wilayah juga dapat terjadi, pada wilayah yang dekat
dengan kawasan industri akan lebih maju dibandingkan dengan kawasan yang
berbasis pertanian. Keterbatasan lahan dan tenaga kerja membuat produksi
sektor pertanian semakin menurun. Intensifikasi yang dilakukan di bidang
pertanian tidak selalu meningkatkan hasil panen yang ada. Beberapa
kelurahan di Kota Kediri juga tidak memiliki lahan pertanian.
Kebijakan alih fungsi lahan menurut Nasoetion dalam Nogroho (2004,
h.153) diharapkan mampu mengakomodasi aktivitas pembangunan dan lokasi
sesuai dengan peruntukannya dengan meminimalkan konflik kepentingan
(Corolina, Saleh, Suwondo, 2014). Alih fungsi lahan pertanian boleh
dilakukan bila lokasi tersebut sesuai dengan draf pemetaan RTRW Kota
Kediri.
Rencana tata ruang merupakan instrumen pengenali terhadap
pemanfaatan ruang yang ada di daerah (Nana Apriyana, 2011). Di Kota
Kediri, pengendalian alih fungsi lahan pertanian diatur melalui penetapan
zonasi, perijinan, pemberian intensif dan disintersif serta pengenaan sanksi.
4. Kesimpulan
Terjadinya alih fungsi lahan di Kota Kediri terus meningkat sejak
tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Hal tersebut dipengaruhi oleh semakin
pesatnya pembangunan di bidang non-pertanian, sehingga lahan pertanian
dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman atau industri. Oleh karena itu,
diperlukan peraturan dan kebijakan untuk mengendalikan terjadinya alih
fungsi lahan di Kota Kediri.
Daftar Rujukan
Apriyana, Nana. 2011. Kebijakan Pengendalian Konversi Lahan Pertanian Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional (Studi Kasus: Pulau Jawa). Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Catur, et al. 2010. Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Sektor Non Pertanian terhadap Ketersediaan Beras di Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Fakultas pertanian UNS, Caraka Tani XXV No. 1.
Bappeda Kota Kediri. 2013. Potensi dan Produk Unggulan Jawa Timur. Kota Kediri: Bappeda.
--------------------------. 2012. Kota Kediri dalam Angka 2013. -------------------------.
--------------------------. 2014. Statistik Hasil Pembangunan Kota Kediri Tahun 2014. --------------.
--------------------------. 2012. Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP) di Kota Kediri Tahun 2012.--------------------
Corolina, Linda Cristi, Choirul Saleh, Suwondo. 2014. Implementasi Kebijakan Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Kawasan Perumahan (Studi pada Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo). Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2 No. 2, hal 224-229.
Febriyanto. 2012. Indentifikasi Perubahan Lahan Pertanian di Kecamatan Mandai Kabupaten Maros Menggunakan Citra Landsat 5 TM Tahun 2002, 2006, dan 2010 (Jurnal). Makassar: Universitas Hasanuddin.
http://nasional.kompas.com/read/2010/12/02/09240720/about.html [diakses pada tanggal 15 April 2015].
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Puspasari, Anneke. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Dampaknya terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus Desa Kodangjaya, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang) (Skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Suputra, Dewa Putu Arwan, I G.A.A Ambarawati, I Made Narka Tenaya. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alih fungsi Lahan Studi Kasus di Subak Daksina, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. E-Journal Agribisnis dan Agrowisata Vol. 1, No. 1, hlm. 61 – 68.