Artikel EVPROG Diare

download Artikel EVPROG Diare

of 8

description

free

Transcript of Artikel EVPROG Diare

Evaluasi Program Pengendalian Penyakit Diare di Puskesmas Kecamtan Pedes, Karawang, Periode November 2010 Oktober 2011

Hendrick Revian1, Aris Susanto11. Department of Community Medicine, Faculty of Medicine, University of Krida Wacana Jakarta

Abstrak

Penyakit diare di Indonesia sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan, angka kematian dan masih sering terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB). Angka kesakitan menurut Nasional Hasil Survei Morbiditas Diare tahun 2010 adalah 411 per 1000 penduduk pada semua golongan umur. Pada tahun 2010 telah terjadi KLB diare 33 lokasi yang tersebar di 13 propinsi dengan jumlah penderita 4204 orang meninggal 73 orang dengan Case Fatality Rate (CFR)= 1,74%. Evaluasi program pengendalian penyakit diare yang dilakukan di UPTD Puskesmas Pedes periode November 2010 sampai dengan Oktober 2011 dengan metode pendekatan sistem yang mempunyai wilayah kerja seluas 6117 Ha yang terdiri dari 12 desa berjumlah penduduk 75.902 jiwa. Hasil yang diperoleh dari laporan Puskesmas yaitu angka kesakitan 20/1000, angka kematian 0/1000, tidak pernah terjadinya KLB dalam periode ini, 0% pengobatan bedasarkan SOP diare, 39,1% cakupan kebutuhan oralit, 0 % penyedian Zinc, tidak adanya pelatihan kader dan pojok URO (Upaya Rehidrasi Oral) tidak aktif. Dari masalah keluaran diambil dua prioritas masalah yaitu 0% pengobatan berdasarkan SOP dan 60,9 % cakupan kebutuhan oralit tidak terpenuhi. Penyebabnya dikarenakan tidak ada pemantauan dari dokter dan koordinator P2M terhadap petugas kesehatan dan kader dalam pengobatan menurut SOP diare, (2), tidak ada struktur organisasi yang jelas dan pembagian tugas yang jelas dan tertulis mengenai siapa yang bertanggung jawab dalam memberikan penyuluhan, tidak ada pelatihan kader khusus penanganan diare setiap tahun, dan tidak tersedianya oralit yang mencukupi. Puskesmas perlu melakukan pemantauan terhadap penggunaan SOP diare dalam mengobati penderita diare, mengajukan proposal untuk permintaan tablet Zinc kepada Dinas Kesehatan, menyusun pembagian tugas secara jelas dan tertulis mengenai petugas yang bertanggung jawab dalam memilih dan motivasi kader untuk mengikuti pelatihan, pelaksanaan penyuluhan, rincian tugasnya masing-masing serta membuat jadwal penyuluhan secara teratur, mengadakan pelatihan-pelatihan kepada kader dalam hal penanganan diare, mengadakan pojok URO (Upaya Rehidrasi Oral), mengajukan penambahan oralit supaya mencukupi.Kata Kunci : Diare, angka kesakitan diare, angka kematian diare, Puskesmas PedesA. Latar BelakangTujuan pembangunan kesehatan Indonesia sehat 2015 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan dan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia.Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut dilakukan upaya-upaya kesehatan. Salah satu upaya kesehatan yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan yang optimal adalah program pencegahan dan pengendalian penyakit menular. Penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi program pemerintah di antaranya adalah program pengendalian penyakit diare yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit diare, menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit diare.Penyakit diare merupakan salah satu penyakit menular yang banyak penderitanya, bahkan di beberapa daerah dengan kondisi tertentu dapat timbul dalam bentuk Kejadian Luar Biasa (KLB) dan disertai angka kematian yang tinggi. Diare ditandai dengan defekasi konsistensi encer lebih dari 3 x sehari, dengan / tanpa darah dan dengan / atau lendir dalam tinja. Penyebab diare antara lain infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus, atau infeksi parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi. Virus penyebab utama diare adalah Rotavirus yang merupakan agen etiologi lebih dari 50% kasus diare akut pada anak-anak.Penyakit diare di Indonesia sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan, kematian dan masih sering terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).

Menurut data WHO pada tahun 2000-2003 diare merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia pada anak di bawah umur lima tahun, dengan Proportional Mortality Rate (PMR) diare sebesar 17% setelah kematian neonatal sebesar 37% dan pnemonia sebesar 19%. Pada tahun yang sama, diare di Asia Tenggara juga menempati urutan nomor tiga penyebab kematian pada anak di bawah umur lima tahun dengan Proportional Mortality Rate (PMR) sebesar 18%. Sesuai rekomendasi WHO/UNICEF, sejak tahun 2008 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memperbaharui tatalaksana diare yang dikenal dengan "LINTAS DIARE" (Lima Langkah Tuntaskan Diare) sebagai salah satu strategi dalam pengendalian penyakit diare di Indonesia. Lintas Diare meliputi pemberian oralit, Zinc selama 10 hari, Teruskan pemberian ASI dan makanan, antibiotik selektif serta nasihat bagi ibu/pengasuh. Untuk menurunkan angka kematian anak akibat diare, salah satu upaya adalah perlunya penerapan tatalaksana diare yang benar di sarana kesehatan.Tingginya angka kesakitan menurut Nasional Hasil Survei Morbiditas Diare tahun 2006 adalah 423 per 1.000 penduduk pada semua golongan umur. Pada tahun 2010, angka kesakitan tersebut menurun kepada 411 per 1.000 penduduk. Sedangkan angka kematian menurut Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 menunjukkan angka 23 per 100.000 penduduk dan pada balita 75 per 100.000 balita.

Penyakit diare juga dapat timbul dalam bentuk Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan Case Fatality Rate (CFR) yang tinggi. Pada tahun 2009 telah terjadi KLB Diare 24 lokasi yang tersebar di 14 propinsi dengan jumlah penderita 5756 orang meninggal 100 orang dengan Case Fatality Rate (CFR)= 1,74% dan pada tahun 2010 terjadi KLB Diare di 33 lokasi yang terbesar di 13 propinsi dengan jumlah penderita 4204 orang meninggal 73 orang dengan CFR sama dengan tahun sebelumnya yaitu 1,74%. Hal tersebut terutama disebabkan rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat. Jumlah penderita diare tertinggi ada di daerah NTT yakni 2194 jiwa, sedangkan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur sebesar 196 jiwa. Kondisi ini menimbulkan dampak beban ganda dalam upaya penanggulangan penyakit diare, sehingga sampai saat ini penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia baik ditinjau dari tingginya angka kesakitan dan kematian yang ditimbulkannya.

Pada tingkat provinsi Jawa Barat, diare masih merupakan penyakit yang berpotensial wabah. Angka kesakitan diare pada tingkat provinsi Jawa Barat masih berfluktuasi dengan nilai CFR berkisar antar 0,5 1,36 % pada tahun 2005 hingga 2009.Pada tingkat kabupaten Karawang, penemuan penderita diare pada tahun 2010 meningkat kepada 79.522 orang berbanding tahun 2009 yaitu 73.857 orang.6

Masih banyaknya penemuan kasus diare di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pedes dan perlu dilakukan evaluasi terhadap keberhasilan program pengendalian penyakit diare di Puskesmas Pedes.B. MasalahPermasalahan yang ada:

1. Angka kesakitan diare menunjukkan angka 411 per 1000 penduduk pada semua golongan umur pada tahun 2010.2. Angka kematian diare pada semua umur yaitu 23 per 100.000 penduduk.

3. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB dengan CFR yang masih tinggi.

4. Penemuan penderita diare di kabupaten karawang tahun 2010 meningkat menjadi 79.522 orang dibanding tahun 2009 sebesar 73.857 orang.

5. Banyknya penemuan kasus baru diare di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pedes.C. Metode

Membandingkan cakupan terhadap target yang ditetapkan dengan menggunakan pendekatan sistem terutama pada outputnya

D. Tolak Ukur Keberhasilan

Tolak ukur keberhasilan terdiri atas variabel-variabel : masukan, proses, keluaran, lingkungan, umpan balik dan dampak yang digunakan sebagai pembanding atau target yang harus dicapai dalam program pengendalian diare.

E. HasilGedung UPTD Puskesmas Pedes Karawang terletak di Jl Raya Sungai Buntu, No 1, Kecamatan Pedes Karawang, Jawa Barat.Batas wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pedes Karawang: Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kutawaluya, Sebelah Barat berbatasaan dengan Kecamatan Jayakerta dan Kecamatan Cibuaya dan Sebelah Timur berbatasaan dengan Kecamatan KertamuktiJumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Pedes pada tahun 2010 berdasarkan sumber data kependudukan kecamatan Pedes sebanyak 75.902 terdiri dari 37.287 orang laki laki dan 38.615 orang perempuan. 6.Sumber Air Bersih sebanyak 41,2 % rumah tangga memiliki akses sarana air bersih.F. Metode Pelaksanaan

1. Penemuan kasus penderita diare secara pasif.

Penemuan kasus oleh dokter, perawat dan kader terlatih di BPU setiap hari kerja (Senin hingga Sabtu pukul 08.00 14.00 WIB), Posyandu, Posbindu dan Pusling.

Penderita yang datang berobat : 1515

Cakupan Pelayanan Penderita : 97,11 %

2. Diagnosa

Diagnosa penyakit diare sesuai SOP3. PengobatanDilaksanakan tidak sesuai SOP mengenai penanganan diare (Lampiran VIII)

Untuk seluruh penderita diare : Pemberian oralit sebanyak 3 bungkus. Tidak diberikan Zinc pada balita. Pemberian antibiotik jika merupakan tersangka disentri atau kolera.

Pengobatan tidak berdasarkan rencana terapi A, B dan C.4. Surveilans

Dilakukan setiap hari kerja dan dilaporkan setiap minggu5. Distribusi logistik

Terdapat persediaan oralit, anti diare, dan antibiotik di Puskesmas Tidak terdapat persediaan Zinc di Puskesmas

Terdapat persediaan oralit pada setiap kader minimal 10 sachet.

Persediaan:

Persediaan oralit di Puskesmas hanya mencakup 39,1% dari kebutuhan oralit (lampiran V)

Tidak terdapat persediaan tablet Zinc6. Penyuluhan perorangan/ kelompok

Penyuluhan perorangan kepada semua penderita diare yang datang berobat di BPU oleh dokter, perawat atau bidan yang memeriksa dan penyuluhan kelompok kepada masyarakat dan ibu-ibu di Posyandu tentang PHBS setiap bulan.

7. Pelatihan kader

Pelatihan kader 0 kali tiap tahun. 8. Pojok URO (Upaya Rehidrasi Oral)Tidak aktif dan tidak ada jadwal pelaksanaan Pojok URO

9. Pencatatan dan pelaporan

Mengisi Formulir Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) setiap hari kerja Melaporkan kasus diare ke Dinas Kesehatan setiap hari senin tiap minggunya .b. Pengawasan

Pertemuan Bulanan : 12 kali/ tahun

G. Perumusan Masalah

Masalah yang ditemukan dalam Evaluasi Program Pengendalian Penyakit Diare di Puskesmas Kecamatan Pedes periode November 2010 sampai dengan Oktober 2011 adalah:

1. Masalah menurut keluaran: pengobatan sesuai dengan SOP adalah 0% dari target 100%. Besar masalah 100%. Cakupan penyediaan oralit di Puskesmas adalah 39,1% dari besar target 100%. Besar masalah 60,1%. Tersedianya tablet Zinc adalah 0% dari target 100%. Besar masalah 100%. Tidak adanya pelatihan kader dan tidak aktifnya pojok URO. Besar masalah 100%.2. Masalah menurut masukan: tidak tersedianya Zinc di Puskesmas.3. Masalah menurut proses: pengobatan diare tidak sesuai SOP, Tidak terdapat Tablet Zinc di Puskesmas, tidak ada pelatihan kader, pojok URO tidak aktif.4. Masalah menurut lingkungan: 41,2 % keluarga memiliki akses air bersih, 30,26% berpendidikan rendah. Masih banyak penduduk miskin di wilayah kerja Puskesmas Pedes

H. Penyelesaian masalahMasalah I : 0% pengobatan berdasarkan SOP diare.Penyebab masalah dari unsur masukan adalah persediaan oralit di puskesmas tidak mencukupi. Pada proses pelaksanaan pengobatan penderita pemberian oralit setiap penderita diberikan 3 bungkus dan pengobatan tidak sesuai dengan SOP rencana terapi A, B, dan C.

Penyelesaian masalahnya adalah dengan menempelkan SOP pengobatan diare ditempel di meja atau dinding supaya mudah dilihat dan dijadikan pedoman untuk mengobati penderita diare. Sebaiknya dilakukan pemantauan oleh dokter terhadap petugas kesehatan dalam pengobatan penderita diare. Dilakukan penambahan jumlah persediaan oralit supaya sesuai dengan kebutuhan.Masalah II: 60,9 % cakupan kebutuhan oralit tidak terpenuhi.Penyebab masalah dari unsur masukan adalah pengobatan tidak sesuai dengan SOP rencana terapi A, B, dan C.Penyelesaian masalahnya adalah dengan menempelkan SOP pengobatan diare di meja atau dinding supaya mudah dilihat dan dijadikan pedoman untuk mengobati penderita diare. Sebaiknya dilakukan pemantauan oleh dokter terhadap petugas kesehatan dalam pengobatan penderita diare. I. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Dari hasil penilaian program pengendalian penyakit diare yang dilakukan dengan pendekatan sistem di Puskesmas Pedes periode November 2010 Oktober 2011 didapatkan bahwa program pengendalian penyakit diare kurang berhasil karena masih ditemukan beberapa masalah yang mempengaruhi keberhasilan program ini, yaitu:

A. 0 % pengobatan berdasarkan SOP diare.

B. 0 % persediaan tablet Zinc di Puskesmas

C. 0 % pelatihan kader khusus penanganan diare

D. 60,9 % cakupan kebutuhan oralit tidak terpenuhi.E. 0% adanya Pojok URO (Upaya Rehidrasi Oral)

Masalah tersebut disebabkan oleh (1). Tidak ada pemantauan dari dokter dan koordinator P2M terhadap petugas kesehatan dan kader dalam pengobatan menurut SOP diare. (2). (3). Tidak ada struktur organisasi yang jelas dan pembagian tugas yang jelas dan tertulis mengenai siapa yang bertanggung jawab dalam memberikan penyuluhan. (4).Tidak ada pelatihan kader khusus penanganan diare setiap tahun. (5). Tidak tersedianya oralit yang mencukupi.Masalah tersebut dapat ditanggulangi dengan langkah-langkah seperti yang telah dikemukakan di atas. Dampak positif yang diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan diare, angka kematian diare, serta terhindarnya Kejadian Luar Biasa penyakit Diare di Puskesmas Pedes.

Saran

Saran yang di ajukan berupa : (1). Melakukan pemantauan terhadap penggunaan SOP diare dalam mengobati penderita diare. (2). Mengajukan proposal untuk permintaan tablet Zinc kepada Dinas Kesehatan. (3). Menyusun pembagian tugas secara jelas dan tertulis mengenai petugas yang bertanggung jawab dalam memilih dan motivasi kader untuk mengikuti pelatihan, pelaksanaan penyuluhan, rincian tugasnya masing-masing serta membuat jadwal penyuluhan secara teratur. (4). Mengadakan pelatihan-pelatihan kepada kader dalam hal penanganan diare. (5). Mengadakan pojok URO (Upaya Rehidrasi Oral). (6). Mengajukan penambahan oralit supaya mencukupi.Daftar Pustaka

1. Buku Ajar Gastroenterologi Anak. 1988. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Cetakan kedua.

2. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare pada Balita Untuk Petugas Kesehatan, 2011, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hlm 4-103. Buku Saku Lintas Diare Untuk Petugas Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010. Hlm 29-304. Buku Profil Kesehatan Propinsi Jawa Barat 2006, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, 2007. Hlm 1225. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010. Hlm 506. Data Kesehatan di Kabupaten Karawang tahun 2009 dan 2010, diunduh dari http://www.karawangkab.go.id/informasi-umum/data-hasil-pembangunan/kesehatan.html , diakses pada 5 Juli 20117. Laporan Pembangunan Kesehatan, UPTD Puskesmas Pedes tahun 2010 dan 2011, Puskesmas Pedes.8. Pedoman Pengendalian Penyakit Diare tahun 2005, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.