arsip

36
2.1.1 Pasien Gawat Darurat Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya. Bisanya di lambangkan dengan label merah. Misalnya AMI (Acut Miocart Infac). 2.1.2 Pasien Gawat Tidak Darurat Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Bisanya di lambangkan dengan label Biru. Misalnya pasien dengan Ca stadium akhir. 2.1.3 Pasien Darurat Tidak Gawat Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya. Bisanya di lambangkan dengan label kuning. Misalnya : pasien Vulnus Lateratum tanpa pendarahan. 2.1.4 Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Bisanya di lambangkan dengan label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek. 2.1.5 Pasien Meninggal Label hitam ( Pasien sudah meninggal, merupakan prioritas terakhir. Adapun petugas triage di lakukan oleh dokter atau perawat senior yang berpengalaman dan petugas triage juga bertanggung jawab dalam operasi,pengawasan penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu. Selain dari penjelasan di atas di butuhkan pemahaman dampak atau psikologis pada saat keadaan gawat darurat. 2.1.6 Aspek Psikologis Pada Situasi Gawat Darurat • Cemas cemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difius, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervaniasi, pada setiap orang tidak sama. • Histeris Dalam penggunaan sehari-hari nya histeria menjelaskan ekses emosi yang tidak terkendali. Orang yang "histeris" sering kehilangan kontrol diri karena ketakutan yang luar biasa karena suatu kejadian atau suatu kondisi • Mudah marah Hal ini terjadi apabila seseorang dalam kondisi gelisah dan tidak tahu apa yang harus di perbuat I. Pendekatan Pelayanan keperawatan gawat Darurat Tepat adalah melakukan tindakan dengan betul dan benar, Cermat adalah melakukan tindakan dengan penuh minat, perhatian, sabar, tanggap terhadap keadaan pasient, penuh ketelitian dan berhati-hati dalam bertindak serta hemat sesuai dengan kebutuhan sedangkan Cepat adalah tindakan segera dalam waktu singkat dapat menerima dan menolong pasien, cekatan, tangkas serta terampil.

Transcript of arsip

Page 1: arsip

2.1.1 Pasien Gawat DaruratPasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya. Bisanya di lambangkan dengan label merah. Misalnya AMI (Acut Miocart Infac). 

2.1.2 Pasien Gawat Tidak DaruratPasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Bisanya di lambangkan dengan label Biru. Misalnya pasien dengan Ca stadium akhir.

2.1.3 Pasien Darurat Tidak GawatPasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya. Bisanya di lambangkan dengan label kuning. Misalnya : pasien Vulnus Lateratum tanpa pendarahan.

2.1.4 Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Bisanya di lambangkan dengan label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.

2.1.5 Pasien MeninggalLabel hitam ( Pasien sudah meninggal, merupakan prioritas terakhir. Adapun petugas triage di lakukan oleh dokter atau perawat senior yang berpengalaman dan petugas triage juga bertanggung jawab dalam operasi,pengawasan penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.Selain dari penjelasan di atas di butuhkan pemahaman dampak atau psikologis pada saat keadaan gawat darurat.

2.1.6 Aspek Psikologis Pada Situasi Gawat Darurat • Cemascemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difius, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervaniasi, pada setiap orang tidak sama.• Histeris Dalam penggunaan sehari-hari nya histeria menjelaskan ekses emosi yang tidak terkendali. Orang yang "histeris" sering kehilangan kontrol diri karena ketakutan yang luar biasa karena suatu kejadian atau suatu kondisi • Mudah marahHal ini terjadi apabila seseorang dalam kondisi gelisah dan tidak tahu apa yang harus di perbuat

I.            Pendekatan Pelayanan keperawatan gawat Darurat

Tepat adalah melakukan tindakan dengan betul dan benar, Cermat adalah melakukan tindakan dengan penuh minat, perhatian, sabar, tanggap terhadap keadaan pasient, penuh ketelitian dan berhati-hati dalam bertindak serta hemat sesuai dengan kebutuhan sedangkan Cepat adalah tindakan segera dalam waktu singkat dapat menerima dan menolong pasien, cekatan, tangkas serta terampil.Sementara itu urutan prioritas penanganan kegawatan berdasarkan pada 6-B yaitu :• B -1 = Breath – system pernafasan

Page 2: arsip

• B -2 = Bleed – system peredaran darah ( sirkulasi )• B -3 = Brain – system saraf pusat• B -4 = Bladder – system urogenitalis• B -5 = Bowl – system pencernaan• B -6 = Bone – system tulang dan persendian 

Kegawatan pada system B-1, B-2, B-3, adalah prioritas utama karena kematian dapat terjadi sangat cepat, rangkin pertolongan ini disebut “ Live Saving First Aid “ yang meliputi :  Membebaskan jalan napas dari sumbatan  Memberikan napas buatan Pijat jantung jika jantung berhenti  Menghentikan pendarahan dengan menekan titik perdarahan dan menggunakan beban  Posisi koma dengan melakukan triple airway menuver, posisi shock dengan tubuh horizontal, kedua tungkai dinaikan 200 untuk auto tranfusi  Bersikap tenang tapi cekatan dan berfikir sebelum bertindak, jangan panic  Lakukan pengkajian yang cepat terhadap masalah yang mengancam jiwa Lakukan pengkajian yang siatematik sebelum melakukan tindakan secra menyeluruh.Berdasarkan urain diatas dapat disimpulkan segera sesuai dengan standar dan fasilitas yang tersedia karena faktor waktu dan infornasi terbatas untuk mencegah kematian dan mencegah kecacatan.

II.          PENGERTIAN

A. Pasien Gawat DaruratPasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.

B. Pasien Gawat Tidak DaruratPasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut.

C. Pasien Darurat Tidak GawatPasien akibat musibah yang datag tiba-tiba, tetapi tidak mêngancam nyawa dan anggota badannya, misanya luka sayat dangkal.

D. Pasien Tidak Gawat Tidak DaruratMisalnya pasien dengan ulcus tropiurn, TBC kulit, dan sebagainya.

E. Kecelakaan (Accident)Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai factor yang datangnya mendadak, tidak dikehendaki sehinga menimbulkan cedera (fisik. mental, sosial)

F. CederaMasalah kesehatan yang didapat/dialami sebagai akibat kecelakaan.

G. BencanaPeristiwa atau rangkaian peritiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia. kerugian harta benda, kerusakan

Page 3: arsip

Iingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan pertolongar. dan bantuan.

II. PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT (PPGD)

2.1 Tujuana. Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada periderita gawat darurat, hingga dapat hidup dan berfungs kembali dalarn masyarakat sebagaimana mestinya.b. Merujuk penderita . gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang Iebih memadai.c. Menanggulangi korban bencana.

2.2 Prinsip Penanggulangan Penderita Gawat DaruratKematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dan salah satu sistem/organ di bawah ini yaitu :1. Susunan saraf pusat2. Pernapasan3. Kardiovaskuler4. Hati5. Ginjal6. PankreasKegagalan (kerusakan) sistem/organ tersebut dapat disebabkan oleh:1. Trauma/cedera2. lnfeksi3. Keracunan (poisoning)4. Degenerasi (failure)5. Asfiksi6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of wafer and electrolit)7.Dan lain-lain.Kegagalan sistem susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernapasan dan hipoglikemia dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat (4-6 menit). sedangkan kegagalan sistem/organ yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lebih lama.Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Pendenta Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh:1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat2. Kecepatan meminta pertolongan3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan ditempat kejadian, dalam perjalanan kerumah sakit, dan pertolongan selanjutnya secara mantap di Puskesmas atau rumah sakit.

III. SISTEM PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT

3.1 TujuanTercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap anggota masyarakat yang berada daam keadaan gawat darurat.Upaya pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat pada dasarnya mencakup suatu rangkaian kegiatan yang harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau cacat yang mungkin terjadi.

Page 4: arsip

Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi:a. Penanggulangan penderita di tempat kejadianb. Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian kesarana kesehatan yang lebih memadai.c. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan penanggulangan penderita gawat darurat.d. Upaya rujukan ilmu pengetahuan,pasien dan tenaga ahlie. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat rujukan (Unit Gawat Darurat dan ICU).f. Upaya pembiayaan penderita gawat darurat.2.4.2 Pengaturan Penyelenggaraan Pelayanan Gawat DaruratKetentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam pasal 51 UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan. Selanjutnya, walaupun dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan gawat darurat namun secara tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebut sebenarnya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal (pasal 4).Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa “Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat” termasuk fakir miskin, orang terlantar dan kurang mampu.6 Tentunya upaya ini menyangkut pula pelayanan gawat darurat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta). Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin rumah sakit. Dalam pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian pelayanan.Dalam penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase pra-rumah sakit dan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase rumah sakit telah terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/ 1988 tentang Rumah Sakit, di mana dalam pasal 23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari. Untuk fase pra-rumah sakit belum ada pengaturan yang spesifik. Secara umum ketentuan yang dapat dipakai sebagai landasan hukum adalah pasal 7 UU No.23/1992 tentang Kesehatan, yang harus dilanjutkan dengan pengaturan yang spesifik untuk pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit. Bentuk peraturan tersebut seyogyanya adalah peraturan pemerintah karena menyangkut berbagai instansi di luar sector kesehatan.

2.4.3 Masalah Lingkup Kewenangan Personil dalam Pelayanan Gawat DaruratHal yang perlu dikemukakan adalah pengertian tenaga kesehatan yang berkaitan dengan lingkup kewenangan dalam penanganan keadaan gawat darurat. Pengertian tenaga kesehatan diatur dalam pasal 1 butir 3 UU No.23/1992 tentang Kesehatan sebagai berikut:6 “tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”. Melihat ketentuan tersebut nampak bahwa profesi kesehatan memerlukan kompetensi tertentu dan kewenangan khusus karena tindakan yang dilakukan mengandung risiko yang tidak kecil. Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan dapat dilihat dalam pasal 32 ayat (4) yang menyatakan bahwa “pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenagakesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu”. 6 Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari tindakan seseorang yang tidak

Page 5: arsip

mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan pengobatan/perawatan, sehingga akibat yang dapat merugikan atau membahayakan terhadap kesehatan pasien dapat dihindari, khususnya tindakan medis yang mengandung risiko. Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medik diatur dalam pasal 50 UU No.23/ 1992 tentang Kesehatan yang merumuskan bahwa “tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan”.6 Pengaturan di atas menyangkut pelayanan gawat darurat pada fase di rumah sakit, di mana pada dasarnya setiap dokter memiliki kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam keadaan gawat darurat. Dalam hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan maka yang bersangkutan harus menerapkan standar profesi sesuai dengan situasi (gawat darurat) saat itu.6,10 Pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit umumnya tindakan pertolongan pertama dilakukan oleh masyarakat awam baik yang tidak terlatih maupu yang terlatih di bidang medis. Dalam hal itu ketentuan perihal kewenangan untukmelakukan tindakan medis dalam undang-undang kesehatan seperti di atas tidak akan diterapkan, karena masyarakat melakukan hal itu dengan sukarela dan dengan itikad yang baik. Selain itu mereka tidak dapat disebut sebagai tenaga kesehatan karena pekerjaan utamanya bukan di bidang kesehatan. Jika tindakan fase pra-rumah sakit dilaksanakan oleh tenaga terampil yang telah mendapat pendidikan khusus di bidang kedokteran gawat darurat dan yang memang tugasnya di bidang ini (misalnya petugas 118), maka tanggungjawab hukumnya tidak berbeda dengan tenaga kesehatan di rumah sakit. Penentuan ada tidaknya kelalaian dilakukan dengan membandingkan keterampilan tindakannya dengan tenaga yang serupa.

2.4.4 Masalah Medikolegal pada Penanganan Pasien Gawat DaruratHal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat meliputi hubungan hukum dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan pelayanan gawat darurat. Karena secara yuridis keadaan gawat darurat cenderung menimbulkan privilege tertentu bagi tenaga kesehatan maka perlu ditegaskan pengertian gawat darurat. Menurut The American Hospital Association (AHA) pengertian gawat darurat adalah: An emergency is any condition that in the opinion of the patient, his family, or whoever assumes the responsibility of bringing the patient to the hospital-require immediate medical attention. This condition continuesuntil a determination has been made by a health care professional that the patient’s life or well-being is not threatened.Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat darurat walaupun sebenarnya tidak demikian.Sehubungan dengan hal itu perlu dibedakan antara false emergency dengan true emergency yang pengertiannya adalah: A true emergency is any condition clinically determined to require immediate medical care. Such conditions range from those requiring extensive immediate care and admission to the hospital to those that are diagnostic problems and may or may not require admission after work-up and observation.”Untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah kesehatan yang dihadapi pasien diselenggarakanlah triage. Tenaga yang menangani hal tersebut yang paling ideal adalah dokter, namun jika tenaga terbatas, di beberapa tempat dikerjakan oleh perawat melalui standing order yang disusun rumah sakit. Selain itu perlu pula dibedakan antara penanganan kasus gawat darurat fase pra-rumah sakit dengan fase di rumah sakit.4 Pihak yang terkait pada kedua fase tersebut dapat berbeda, di mana pada fase pra-rumah sakit selain tenaga kesehatan akan terlibat pula orang awam, sedangkan pada fase rumah sakit umumnya yang terlibat adalah tenaga kesehatan, khususnya tenaga medis dan perawat. Kewenangan dan tanggungjawab tenaga kesehatan dan orang awam tersebut telah dibicarakan di atas. Kecepatan dan ketepatan tindakan pada

Page 6: arsip

fase pra-rumah sakit sangat menentukan survivabilitas pasien.

2.4.5 Hubungan Hukum dalam Pelayanan Gawat DaruratDi USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan perundang-undangan pada hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut terutama diberlakukan dalam fase pra-rumah sakit untuk melindungi pihak yang secara sukarela beritikad baik menolong seseorang dalam keadaan gawat darurat.3,5 Dengan demikian seorang pasien dilarang menggugat dokter atau tenaga kesehatan lain untuk kecederaan yang dialaminya. Dua syarat utama doktrin Good Samaritan yang harus dipenuhi adalah :1. Kesukarelaan pihak penolong. Kesukarelaan dibuktikan dengan tidak ada harapan atau keinginan pihak penolong untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk apapun. Bila pihak penolong menarik biaya pada akhir pertolongannya, maka doktrin tersebut tidak berlaku.2. Itikad baik pihak penolong. Itikad baik tersebut dapat dinilai dari tindakan yang dilakukan penolong. Hal yang bertentangan dengan itikad baik misalnya melakukan trakeostomi yang tidak perlu untuk menambah keterampilan penolong. Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga kesehatan karena diduga terdapatkekeliruan dalam penegakan diagnosis atau pemberian terapi maka pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah yang menjadi penyebab kerugiannya/cacat (proximate cause).5 Bila tuduhan kelalaian tersebut dilakukan dalam situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi.2 Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang berkualifikasi sama, pada pada situasi dan kondisi yang sama pula. Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan gawat darurat di mana harus segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadar dan tidak didampingi pasien, tidak perlu persetujuan dari siapapun (pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut harus disimpan dalam berkas rekam medis.Kegawatdaruratan gigi

Bab IPendahuluan

DefinisiKegawatdaruratan gigi adalah suatu keadaan dimana terdapat trauma terhadap mulut yang melibatkan gigi yang tercabut, rahang yang bergeser dan trauma wajah atau fraktur. Sebagai tambahan adalah perlukaan soft tissue seperti bibir, gusi, atau pipi. Perlukaan pada mulut sering menimbulkan sakit yang cukup hebat dan harus dirawat oleh dokter gigi sesegera mungkin.Latar BelakangKegawatdaruratan ini menyangkut rasa sakit, perdarahan, infeksi dan estetika dimana ada keadaan-keadan tertentu yang irreversible bila tidak ditangani dengan cepat.Batasan MasalahPada makalah ini hanya dibahas mengenai sakit gigi, perdarahan, komplikasi operasi, gigi yang patah, gigi yang tercabut, trauma pada wajah,

Bab IIPembahasan

Page 7: arsip

A. Sakit gigiNyeri pulpa adalah nyeri yang spontan, kuat, sering berdenyut dan dipicu oleh

suhu, dan masih terasa beberapa saat setelah penyebabnya dihilangkan. Lokalisasinya pada tempat yang buruk dan nyeri cenderung menjalar ke telinga, pelipis, atau pipi. Nyeri ini dapat hilang spontan, namun pasien tetap harus diarahkan untuk menemui dokter gigi, karena dapat terjadi nekrosis pulpa dan dapat terjadi periodontitis apikalis akut (abses gigi). Perawatan endodontik (perawatan saluran akar) atau pencabutan gigi mungkin dibutuhkan.

Nyeri periodontitis apikalis berupa nyeri yang spontan dan hebat, berlangsung selama beberapa jam terlokalisir dengan baik dan ditimbulkan oleh proses pengunyahan. Gusi dari gigi yang bersangkutan sering teraba lunak. Absesnya dapat berbentuk (“gumboil” atau abses subperiosteal pada gusi) kadang dengan pembengkakan wajah, demam dan sakit. Infeksi pada rongga wajah dapat membahayakan saluran nafas dan harus dikonsulkan ke spesialis, untungnya hal ini jarang terjadi.

Terapi terbaiknya adalah menginsisi absesnya, memberikan antimikroba (Amoksisilin) dan analgesik. Situasi yang akut ini biasanya menyembuh tetapi absesnya dapat timbul lagi apabila pulpa yang nekrotik tersebut terinfeksi kembali, kecuali dilakukan perawatan endodontik atau pencabutan gigi. Hipersekresi sinus yang asimtomatik dapat merupakan gejala dari adanya abses kronik. Abses ini jarang terbuka sampai ke kulit.B. PerdarahanPerdarahan pada mulut sebagian besar disebabkan oleh gingivitis atau trauma, namun apabila berkepanjangan perlu dipertimbangkan adanya kecenderungan perdarahan.

TraumaSetelah sebuah gigi dicabut atau diekstraksi, soket gigi tersebut mengeluarkan darah secara normal selama beberapa menit, kemudian akan membeku/membentuk clot.Perawatan darurat untuk perdarahan post ekstraksi adalah menyuruh pasien untuk menggigit kapas selama 15-30 menitPerdarahan menetap mungkin memerlukan penutupan soket dengan bahan haemostatic atau penjahitan. Namun biasanya dilakukan pada pasien kecenderungan perdarahanIndikasi perawatan gigi yang harus segera dirujuk ke rumah sakit, misalnya:a. Trauma

- Fraktur wajah bagian sepertiga tengah atas.- Fraktur mandibula, kecuali jenis yang sederhana atau hanya dislokasi- Fraktur zigomatis, dimana terdapat bahaya kerusakan bola matab. Lesi Inflamasi dan Infeksi- Infeksi pada leher atau rongga wajah- Infeksi oral dimana pasien keracunan atau mengalami gangguan imunitas hebat- Tuberkulosis- Infeksi virus hebat- Kelainan vesikobulosa yang hebat (Pemvigus), Sindroma Stevens Johnson, Nekrolisis

Epidermis yang toksisc. Kehilangan DarahPerdarahan yang menetap atau hebat (biasanya pada pasien dengan kecenderunganperdarahan)

d. Lain – lain

Page 8: arsip

Diabetes yang tidak terkontrolC. Komplikasi Bedaha. Nyeri Pasca Pencabutan Gigi / Post Extraction

Beberapa kasus nyeri dan bengkak setelah ekstraksi gigi adalah biasa terjadi namun akan hilang setelah beberapa jam. Parasetamol biasanya memberikan efek analgesik yang cukup. Nyeri dari tindakan ekstraksi yang rumit mungkin bertahan lebih lama dan harus dikontrol secara teratur dengan analgesik. Jika nyeri menetap atau bertambah pasien harus kembali ke dokter gigi untuk mencari penyebabnya (seperti dry socket atau fraktur rahang).b. InfeksiOsteitis lokalisata (dry socket) biasanya disebabkan oleh pencabutan gigi, khususnya ekstraksi molar bawah. Setelah 2 - 4 hari, dapat terjadi nyeri yang meningkat, halitosis, rasa tidak enak, rongga gigi yang kosong (empty socket), dan terasa lunak. Infeksi ini dirawat dengan irigasi dengan air garam hangat (50°C) atau cairan chlorhexidine, kemudian menutup socket (dengan campuran yang sudah tersedia) dan berikan analgesik dan antimikroba (metronidazol). Perawatan ini tidak dapat dilakukan bila ada akar yang tertinggal, benda asing, fraktur rahang, osteomielitis, atau penyebab lain khususnya bila ada demam, nyeri yang menetap atau gangguan neurologis lain seperti rasa baal pada bibir.Nyeri yang terus meningkat bisa menandakan adanya fraktur atau infeksi.

Aktinomikosis merupakan komplikasi jangka panjang yang jarang dari ekstraksi atau fraktur rahang. Dan biasanya tampak sebagai pembengkakan kronis yang keunguan. Hal ini mungkin mengindikasikan adanya penggunaan penicillin selama 3 minggu.

c. Komplikasi AntralBila terjadi masuknya gigi ke dalam antrum, beri antimikroba dan dekongestan hidung dan cari gigi tersebut dengan radiografi. Terapi selanjutnya memerlukan tindakan bedah.d. Fistula Oroantral

Pasien sebaiknya tidak menghembuskan nafas kuat-kuat. Antimikroba dan dekongestan hidung dapat menolong. Jika didiagnosa lebih awal, dapat dilakukan penutupan secara

Page 9: arsip

primer, namun pada kasus lain perlu dikonsul ke spesialis untuk dilakukan penutupan dengan flap.

Fistula oroantral terjadi setelah pencabutan gigi molar atas. Dasar antrum sering berbatasan dengan akar dari molar dan premolar rahang atas.

D. Fraktur GigiTrauma pada gigi susu mungkin tidak memerlukan perawatan darurat gigi. Tetapi

cidera yang tampaknya ringan dapat merusak gigi pengganti yang akan menjadi gigi tetap. 30% kerusakan pada gigi permanen terjadi pada usia 15 tahun.

Fraktur pada enamel tidak memerlukan perawatan darurat. Tetapi tetap memerlukan pengawasan. Kebanyakan cedera berat pada dentin harus dirawat dengan segera karena dapat menimbulkan infeksi pulpa. Perawatan darurat seperti menambal dengan material khusus pada dentin yang patah dan perawatan secara cepat oleh dokter gigi harus dilakukan pada waktu yang bersaman atau paling lambat pada keesokan harinya.E. Gigi Avulsi

Avulsi pada gigi tetap anterior dapat ditanam kembali pada anak-anak, khususnya apabila apex pada akar belum terbentuk dengan sempurna (dibawah 16 Tahun). Avulsi pada gigi susu tidak perlu ditanam kembali. Semakin muda usia anak, maka penanaman kembali semakin cepat yaitu 15 menit dan lebih baik yaitu 98% dapat kembali normal dengan perawatan berkala.

Fraktur gigi pada kecelakaan olahraga

Penanaman yang segera memberikan hasil yang terbaik. Jika gigi tersebut terkontaminasi, cucilah dengan larutan air garam steril, dan apabila soket terisi bekuan darah, hilangkan dengan irigasi larutan garam. Tanam kembali gigi dengan benar sesuai permukaannya (pastikan bagian labial (cembung) menghadap kedepan) dan secara manual tekan soketnya dan balut giginya. Anak tersebut harus menemui dokter gigi dalam waktu 72 jam setelah kejadian.

Jika penanaman kembali tidak dapat dilakukan segera, taruh gigi pada larutan isotonic seperti susu segar dingin yang terpasteurisasi, larutan garam atau larutan lensa kontak. Atau bila anak cukup kooperatif, letakkan gigi pada sulcus buccalis dan bawa ke dokter gigi dalam waktu 30 menit. Cairan yang tidak sesuai dan merusak adalah air (terjadi karena pemaparan yang lama dan mengakibatkan kerusakan keseimbangan isotonis), desinfektan, pemutih, dan jus buah. Penggunaan larutan minyak doxycilin sebelum penanaman kembali oleh dokter gigi dapat membantu pencegahan resorpsi akar di kemudian hari.Balut gigi selama 7-10 hari, tidak boleh menggigit pada gigi yang dibalut., diet harus lunak dan lakukan perawatan kebersihan mulut yang baikF. Trauma Maxillofaciala. Dislokasi atau subluksasi pada mandibula.Ini biasanya disebabkan oleh pembukaan rahang yang terlalu lebar. Condylus bergeser ke depan atas, anterior dari eminensia dan mulut pasien terbuka terus.

Page 10: arsip

Proses pengembalian posisi dapat dilakukan dengan menghadap wajah pasien dan meletakkan ibu jari tangan kanan dan kiri yang sudah dibalut perban pada gigi molar bawah dan lakukan tekanan ke arah bawah secara bersaman dengan jari lainnya dibawah dagu, dorong dari bawah ke atas.Apabila otot-otot mengalami spasme, dapat diberikan midazolam i.v. Apabila posisi rahang sudah kembali, hindari pembukaan rahang yang lebar. Dislokasi yang berulang dapat menunjukkan adanya sindrom Ehlers-Danlos dan Sindroma Marfanb. Fraktur Rahang

Umumnya terjadi karena trauma dengan kecepatan tinggi seperti kecelakaan lalulintas dan kecelakaan lainnya. Tindakan yang terutama adalah membebaskan jalan nafas. Bebaskan semua trauma pada pasien sepanjang jalan nafas dengan pedoman ATLS. Masalah lain yang mengancam kehidupan seperti pendarahan intracranial, pendarahan hebat dari organ lain dan kerusakan tulang leher harus segera ditangani. Dalam pengamatan selanjutnya, perhatikan robekan pada kepala dan adanya kebocoran cairan serebrospinal.

Oklusi yang tampak bertingkat mengarah akan adanya fraktur mandibula

Pendarahan yang berhubungan dengan fraktur rahang dapat mempengaruhi jalan nafas. Fraktur rahang sendiri jarang menyebabkan pendarahan yang hebat, kecuali berhubungan dengan palatum yang terpisah atau luka tembak.

Pendarahan dari pecahnya arteri inferior gigi biasanya berhenti dengan sendirinya. Tetapi timbul kembali pada traksi mandibula. Pendarahan maxillofacial yang hebat dapat ditamponade dengan fiksasi craniofacial,. Pendarahan dapat timbul dari fraktur tulang hidung, dimana dibutuhkan fiksasi pada hidung. Jika pendarahan berulang, pembuluh darah yang rusak harus dijahit.

Penatalaksanaan fraktur, walaupun terjadi kerusakan wajah yang parah, bukan merupakan prioritas yang utama. Namun serpihan seperti gigi yang patah, darah, atau air liur harus dibersihkan dari mulut. Dan diperlukan pembebasan jalan nafas orofaringeal.

Intubasi mungkin diperlukan pada cedera kepala, cricotiroidotomy dapat dilakukan apabila intubasi tidak dapat dilakukan, atau keadaan kontraindikasi dari intubasi nasotrakheal. Diagnosa frakturnya dari anamnesa yaitu nyeri, bengkak, memar, pendarahan (biasanya dalam mulut), adanya fragmen yang bergeser (adanya krepitasi), oklusi yang tidak rata, paresthesia dan anesthesia dari saraf yang bersangkutan dan tanda-tanda fraktur pada radiografi.c. Fraktur MandibulaHal ini biasanya tidak berhubungan dengan luka atau pendarahan lain yang serius. Jika sympysis mengalami remuk, lidah dapat terdorong ke belakang dan menyumbat jalan nafas, dan ini perlu dicegah. Fraktur sederhana yang tidak bergeser dapat dirawat secara konservatif dengan diet lunak apabila gigi tidak rusak. Jika fragmen bergeser, nyeri cenderung terjadi dan fiksasi dini merupakan penatalaksanaan terbaik. Umumnya fraktur dapat ditangani dengan pembedahan dan fiksasi dengan mini plate.d. Fraktur tengkorak bagian sepertiga tengah atas.Ini biasanya ditimbulkan oleh trauma yang parah. Biasanya kecelakaan lalu lintas dan diklasifikasikan menurut garis fraktur Le Fort (Fraktur horizontal pada bilateral maksila).Klasifikasi Fraktur Le Fort :Le Fort I    bagian bawah dasar hidung segmentasi / horizontal dari processus

alveolaris (pembengkakan bibir bagian bawah)

Page 11: arsip

Le Fort II  unilateral atau bilateral maksila (subzygomaticus), menyebabkanpembengkakan wajah yang masif (ballooning) dan (Panda Facies)

Le Fort III            Seluruh maksila (suprazygomatic) dan satu atau lebih tulang wajahterpisah dari kerangka craniofacial (terjadi pembengkakan wajah masifdan kebocoran cairan serebrospinal melalui hidung).

Klasifikasi fraktur Le Fort(Scully et al. Oxford Handbook of Dental Patient Care. Oxford University Press, 1998)

Mungkin terdapat pula penyumbatan jalan nafas, cedera kepala, cedera dada, robekan organ visceralis, fraktur tulang belakang dan tulang panjang. Sebagian besar fraktur sepertiga tengah dirawat dengan pembedahan dan fiksasi dengan mini plate.e. Fraktur Zygomatic (Malar)

Sering mengenai organ-organ orbital termasuk depresi pada pipi, pendarahan subkonjungtiva lateralis, deformitas wajah, pergerakan mata yang terbatas, perubahan daya penglihatan, variasi besar dan reaksi pupil serta enophthalmus atau exophthalmus.Fraktur yang tidak bergeser dan tidak mengalami komplikasi tidak perlu dirawat, tetapi harus diamati kembali dalam waktu 2 minggu.

Prioritas utama penanganan pasien dengan fraktur maxillofacial adalah membebaskan jalan nafasnya.

Bab IIIPenutup

KesimpulanPada umumnya, kegawatdaruratan gigi berhubungan dengan nyeri, pendarahan, trauma pada orofacial, dan harus ditangani oleh dokter gigi. Namun bila tidak terdapat dokter gigi, dokter umum pun harus dapat menangani kedaruratannya dan pasien harus segera diarahkan untuk menemui dokter gigi.Saran1. Setiap calon dokter umum harus diajarkan mengenai kegawatdaruratan gigi dan carapertolongan pertamanya.2. Sediakan selalu peralatan kegawatdaruratan gigi seperti :a. Nomor telepon dokter gigi terdekat (rumah dan kantor).b. Larutan garam sterilc. Bulatan kapas/ gauzed. kain dan kassa sterile. Analgesik dan anti inflamasi seperti :Ibuprofen  Anti inflamasi yang mempunyai efek analgesik (Hindarkan pemberianAspirin, karena Aspirin juga mempunyai efek antikoagulan, dimanadapat memperparah pendarahan.3. Setelah dilakukan pertolongan pertama, segera rujuk ke dokter gigi atau rumah sakitterdekat.

Bab IV

Page 12: arsip

Daftar Pustaka1. Andreasen JO, Andreasen FM. Textbook and colour atlas of traumatic injuries to the teeth.

Copenhagen: Munksgaard, 1994.2. Bishop BG, Donnelly JC. Proposed criteria for classifying potential dental emergencies in

Department of Defence military personnel. Mil Med 1997;162:130-5.3. Gilthorpe MS, Wilson RC, Moles DR, Bedi R. Variations in admissions to hospital for head

injury and assault to the head. Part 1: Age and gender. Br J Oral Maxillofac Surg 1999;37:294-300.

4. Nelson LP, Shusterman S. Emergency management of oral trauma in children. Curr Opin Pediatr 1997;9:242-5.

5. Roberts G, Longhurst P. Oral and dental trauma in children and adolescents. Oxford: Oxford University Press, 1996.Kegawatdaruratan Medis di Bidang Kedokteran Gigi Anak

Kegawatdaruratan di bidang kedokteran gigi anak adalah kasus-kasus kegawatdaruratan yang terjadi pada anak saat dilakukan perawatan gigi. Kejadian kegawatdaruratan merupakan kasus yang jarang terjadi di tempat praktek namun kejadian ini sangat tidak diharapkan terjadi. Beberapa kasus kegawatdaruratan terjadi pada dewasa namun ternyata dapat pula terjadi pada anak-anak (Riyanti, 2008).Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Committee for the Prevention of Systematic Complications During Dental Treatment of The Japanesse Dental Society antara tahun 1980-1984 di Jepang menunjukkan sekitar 19-44% dokter gigi mendapatkan kasus kegawatdaruratan setiap tahun. Sekitar 90% merupakan kasus ringan namun sekitar 8% merupakan kasus yang cukup berat (Haas, 2006). Kasus kegawatdaruratan paling sering didapatkan adalah saat dan setelah dilakukan anestesi lokal, dimana lebih dari 60% adalah kasus sinkop dan 7% disertai hiperventilasi (Melamed, 2003).Kegawatdaruratan pasien anak merupakan hal yang jarang dalam perawatan kedokteran gigi tetapi jika hal ini terjadi maka dapat mengancam nyawa. Kegawatdaruratan dapat terjadi sehubungan dengan berbagai penyebab (Melamed, 2003). Dokter gigi secara umum harus siap untuk menangani secara menyeluruh dan efektif jika kegawatdaruratan ini terjadi.Penanganan Dasar pada KegawadaruratanDi dalam merawat pasien, dokter gigi akan berhadapan dengan pasien dengan populasi dan variasi status kesehatan pasien yang berbeda-beda. Oleh karena itu, persiapan dalam menghadapi pasien-pasien dengan status kesehatan medically compromised patient merupakan hal utama yang harus dilakukan. Anamnesa lengkap sebelum tindakan harus dilakukan oleh setiap dokter gigi. Anamnesa tidak hanya mengenai gigi yang menjadi keluhan utama, namun kesehatan umum dan riwayat perawatan gigi terdahulu juga merupakan hal yang perlu mendapat perhatian khusus. Orang tua kadang tidak menyadari kelainan sistemik yang dialami oleh anaknya, oleh karena itu dokter gigi harus dapat mengarahkan pertanyaan yang diberikan agar segala kelainan sistemik yang dialami anak dapat terungkap saat perawatan gigi akan dilakukan (Riyanti, 2008).Beberapa pertanyaan awal di bawah ini sangat membantu saat akan merawat pasien yaitu, apakah ada efek samping dan jika ada bagaimana perawatan umumnya, apakah efek perawatan gigi akan menyebabkan penyakit secara umum, dan bagaimana reaksi obat yang akan timbul serta interaksinya dan bagaimana mengantisipasinya. Tindakan yang dilakukan seorang dokter gigi

Page 13: arsip

harus mengacu pula pada clinical risk management yaitu proses sistematik untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengontrol kejadian ataupun reaksi yang akan muncul setelah tindakan medis (Field & Longman, 2004).Sebagai seorang dokter gigi, kita harus memiliki ilmu dan keterampilan dalam menghadapi keadaan gawat darurat tersebut. Pada pasien anak, keadaan kegawatdruratan yang paling umum terjadi adalah biasanya sehubungan dengan pemberian obat-obatan, yang paling sering adalah anestesi lokal dan/atau penggunaan depresan sistem saraf pusat sebagai sedasi, selain itu juga disebabkan oleh adanya riwayat penyakit sistemik dari anak tersebut. Sebelum melakukan perawatan, maka seorang dokter gigi harus bias mendapatkan informasi riwayat kesehatan pasien tersebut, sehingga dokter gigi dapat memberikan perawatan yang sesuai dan bertindak hati-hati terhadap adanya kemungkinan dari kondisi sistemik pasien tersebut.Tindakan yang cepat dan benar merupakan kunci utama penatalaksanaan kegawatdaruratan. Kecekatan operator di dalam mengambil tindakan harus dilatih dengan benar, agar kesalahan pengambilan keputusan dapat dihindari. Perlu pula ditentukan apakah pasien dalam keadaan sadar atau tidak, bila pasien tidak sadar maka tidak ada respons terhadap stimulasi. Penatalaksanaan dasar dalam kegawatdaruratan yaitu position, airway, breathing, circulation, dandefinitive care (pada basic life support biasa disebut dengan defibrillation) (Gambar 1) (Melamed, 2003; Frush et al., 2008).Peran Perawat Gigi Dalam Kegawatdaruratan di Praktek Dokter Gigi

Kedokteran gawat daruratMencakup diagnosis dan tindakan terhadap semua pasien yang memerlukan perawatan yang

tidak direncanakan dan mendadakPelaksana kegawatdaruratan adalah dokter dan perawat yang telah mendapat pelatihan di

pusat-pusat pelatihan kegawatdaruratanTingkatan kesadaran

Ada 5 yaitu :1.     Compos mentis : pasien dengan kesadaran penuh.2.    Delirium          : pasien mulai agak mengantuk, tapi bisa   diajak bicara.3.    Somnolen          : pasien mengantuk,dan bereaksi bila diberi   rangsang4.    Sopour          : pasien mengantuk lebih dalam, dan baru   bereaksi bila diberi rangsang

nyeri5.    Comatous           : pasien tertidur, dan tidak bereaksi terhadap         rangsang nyeri

•Tanda – tanda klinis syok•Gangguan perfusi perifer  Raba telapak tangan  Hangat, kering merah : Normal  Dingin, basah, pucat   : Syok   Tekan ujung kuku/ telapak tangan     kembali < 2 s : Normal     > 2 s  : SyokTanda – tanda klinis syok•Nadi meningkat  raba nadi radialis   Nadi < 100/mnt : Normal  Nadi > 100/mnt : Syok•Tekanan darah menurun  Sistolik > 100 mmhg : Normal  Sistolik < 100 mmhg : Syok

Page 14: arsip

•Tata laksana mengatasi perdarahan hebat•Airway  •Breathing •Circulation and kontrol perdarahan  (posisi syok, mengganti kehilangan darah dan menghentikan/mengurangi proses

perdarahan)•Minta bantuan•Basic Life Support•Airway : Chin lift and head tilttehnik Head tilt chin lifta.       Letakkan tangan pada dahi pasien/korbanb.      Tekan dahi sedikit mengarah ke depan dengan telapak tangan penolong.c.       Letakkan ujung jari tangan lainnya dibawah bagian ujung tulang rahang pasien/korband.      Tengadahkan kepala dan tahan/tekan dahi pasien/korban secara bersamaan sampai

kepala pasien/korban pada posisi ekstensi

•Basic Life Support•Breathing : Look, Listen and Feel•Circulation•Place the heel of hand in the centre of the chest•Place other hand on top•Interlock the finger•Compres the chest•Chest Compression•If a carotis pulse (-)•At the centre of the chest•Rescue breaths•Pinch the nose•Take a normal breath•Place lips over mouth•Blow until the chest rises•Take about 1 s•Allow chest to fall

Gambar 1. Diagram penatalaksanaan kegawadaruratan medis. Sumber: Melamed, 2008Pada saat terjadi kegawadaruratan media pasien anak di dalam ruang praktek, maka tindakan penanganannya adalah mengacu pada penatalaksanaan dasar dalam kegawatdaruratan yaitu position, airway, breathing, circulation, dandefinitive care.PositionPenyebab utama hilangnya kesadaran adalah hipotensi. Segera letakkan pasien tidak sadar pada tempat yang rata dengan posisi supine dimana kaki lebih tinggi daripada badan. Posisi ini akan menghasilkan peningkatan aliran darah di daerah kepala dengan sedikit hambatan dalam sistem respirasi. Pada pasien dengan penyebab acute respiratory distress seperti acute asthmatic bronchospasmmaka posisi yang paling nyaman adalah tegak lurus agar ventilasi dapat meningkat (Melamed, 2003; Melamed 2007; Frush et al., 2008).Airway and BreathingTindakan airway dan breathing pada pasien sadar dilakukan dengan heimlich maneuver dan pasien tidak sadar dilakukan dengan menerapkan posisi tilt-chin lift maneuver (Gambar 2) kemudian diikuti dengan pemeriksaan ventilasi melalui

Page 15: arsip

look, listen, feel. Perhatikan dan pastikan apakah penderita dapat bernafas spontan ataukah penderita mencoba untuk dapat bernafas. Cara ini dilakukan dengan mendengarkan dan merasakan pertukaran udara yang keluar melalui mulut ataupun hidung. Apabila tidak ada usaha respirasi spontan yang ditandai dengan tidak ada pergerakan pundak maka kontrol ventilasi harus menggunakan bantuan nafas (Melamed, 2003; Melamed 2007).

Gambar 2. Teknik chin lift-head tilt (kiri). Mouth-to-mask ventilation (kanan). Sumber: Melamed, 2003Penggunaan full face mask dan positive pressure oxygen bagi pasien di atas usia delapan tahun yaitu dengan memberikan ventilasi kira-kira satu hembusan nafas untuk setiap lima detik, dan satu kali nafas tiap tiga detik untuk bayi dan anak (Frush et al., 2008). Apabila ventilasi spontan sudah terjadi yaitu ditandai dengan adanya gerakan spontan pada dada maka tindakan ventilasi harus dihentikan oleh karena dapat mengakibatkan gastric distension danregurgitation (Melamed, 2003; Melamed 2007).Definitive CareTindakan definitive care dilakukan sesuai dengan diagnosis yang telah ditegakkan. Tentukan dengan benar diagnosis penyebab terjadinya kegawatdaruratan agar tindakan definitive care bisa berhasil (Melamed, 2003; Melamed 2007).

Kegawatdaruratan gigi

Bab I

Pendahuluan

Definisi

Kegawatdaruratan gigi adalah suatu keadaan dimana terdapat trauma terhadap mulut yang melibatkan gigi yang tercabut, rahang yang bergeser dan trauma wajah atau fraktur. Sebagai tambahan adalah perlukaan soft tissue seperti bibir, gusi, atau pipi. Perlukaan pada mulut sering menimbulkan sakit yang cukup hebat dan harus dirawat oleh dokter gigi sesegera mungkin.

Latar Belakang

Kegawatdaruratan ini menyangkut rasa sakit, perdarahan, infeksi dan estetika dimana ada keadaan-keadan tertentu yang irreversible bila tidak ditangani dengan cepat.

Batasan Masalah

Page 16: arsip

Pada makalah ini hanya dibahas mengenai sakit gigi, perdarahan, komplikasi operasi, gigi yang patah, gigi yang tercabut, trauma pada wajah,

Tujuan

Kegawatdaruratan gigi dan penanganannya merupakan hal yang yang harus diketahui oleh setiap dokter karena hal tersebut dapat ditemui dalam praktek sehari-hari. Dalam hal ini praktek dokter umum. Oleh sebab itu, penulis bermaksud untuk membahas mengenai kegawatdaruratan gigi dengan tujuan agar:

1. Dokter muda mengetahui batasan kegawatdaruratan gigi

2. Dokter muda mengetahui cara mengangani kegawatdaruratan gigi sebagai seorang

dokter umum nantinya.

Bab II

Pembahasan

A. Sakit gigi

Nyeri pulpa adalah nyeri yang spontan, kuat, sering berdenyut dan dipicu oleh suhu, dan masih terasa beberapa saat setelah penyebabnya dihilangkan. Lokalisasinya pada tempat yang buruk dan nyeri cenderung menjalar ke telinga, pelipis, atau pipi. Nyeri ini dapat hilang spontan, namun pasien tetap harus diarahkan untuk menemui dokter gigi, karena dapat terjadi nekrosis pulpa dan dapat terjadi periodontitis apikalis akut (abses gigi). Perawatan endodontik (perawatan saluran akar) atau pencabutan gigi mungkin dibutuhkan.

Pembengkakan orofacial pada pasien dengan abses gigi akut.

Nyeri periodontitis apikalis berupa nyeri yang spontan dan hebat, berlangsung selama beberapa jam terlokalisir dengan baik dan ditimbulkan oleh proses pengunyahan. Gusi dari gigi yang bersangkutan sering teraba lunak. Absesnya dapat berbentuk (“gumboil” atau abses subperiosteal pada gusi) kadang dengan pembengkakan wajah, demam dan sakit. Infeksi pada rongga wajah dapat membahayakan saluran nafas dan harus dikonsulkan ke spesialis, untungnya hal ini jarang terjadi.

Page 17: arsip

Abses gigi kronik (gumboil) pada gusi yang bersangkutan, dalam kasus ini berhubungan dengan gigi molar yang mengalami kerusakan.

Terapi terbaiknya adalah menginsisi absesnya, memberikan antimikroba (Amoksisilin) dan analgesik. Situasi yang akut ini biasanya menyembuh tetapi absesnya dapat timbul lagi apabila pulpa yang nekrotik tersebut terinfeksi kembali, kecuali dilakukan perawatan endodontik atau pencabutan gigi. Hipersekresi sinus yang asimtomatik dapat merupakan gejala dari adanya abses kronik. Abses ini jarang terbuka sampai ke kulit.

B. Perdarahan

Perdarahan pada mulut sebagian besar disebabkan oleh gingivitis atau trauma, namun apabila berkepanjangan perlu dipertimbangkan adanya kecenderungan perdarahan.

Infeksi gigi yang tembus sampai ke kulit

Trauma

Setelah sebuah gigi dicabut atau diekstraksi, soket gigi tersebut mengeluarkan darah secara normal selama beberapa menit, kemudian akan membeku/membentuk clot.

Perawatan darurat untuk perdarahan post ekstraksi adalah menyuruh pasien untuk menggigit kapas selama 15-30 menit

Perdarahan menetap mungkin memerlukan penutupan soket dengan bahan haemostatic atau penjahitan. Namun biasanya dilakukan pada pasien kecenderungan perdarahan

Indikasi perawatan gigi yang harus segera dirujuk ke rumah sakit, misalnya:

a. Trauma

- Fraktur wajah bagian sepertiga tengah atas.

- Fraktur mandibula, kecuali jenis yang sederhana atau hanya dislokasi

Page 18: arsip

- Fraktur zigomatis, dimana terdapat bahaya kerusakan bola mata

b. Lesi Inflamasi dan Infeksi

- Infeksi pada leher atau rongga wajah

- Infeksi oral dimana pasien keracunan atau mengalami gangguan imunitas hebat

- Tuberkulosis

- Infeksi virus hebat

- Kelainan vesikobulosa yang hebat (Pemvigus), Sindroma Stevens Johnson, Nekrolisis Epidermis yang toksis

c. Kehilangan Darah

Perdarahan yang menetap atau hebat (biasanya pada pasien dengan kecenderungan

perdarahan)

d. Lain – lain

Diabetes yang tidak terkontrol

C. Komplikasi Bedah

a. Nyeri Pasca Pencabutan Gigi / Post Extraction

Beberapa kasus nyeri dan bengkak setelah ekstraksi gigi adalah biasa terjadi namun akan hilang setelah beberapa jam. Parasetamol biasanya memberikan efek analgesik yang cukup. Nyeri dari tindakan ekstraksi yang rumit mungkin bertahan lebih lama dan harus dikontrol secara teratur dengan analgesik. Jika nyeri menetap atau bertambah pasien harus kembali ke dokter gigi untuk mencari penyebabnya (seperti dry socket atau fraktur rahang).

b. Infeksi

Osteitis lokalisata (dry socket) biasanya disebabkan oleh pencabutan gigi, khususnya ekstraksi molar bawah. Setelah 2 - 4 hari, dapat terjadi nyeri yang meningkat, halitosis, rasa tidak enak, rongga gigi yang kosong (empty socket), dan terasa lunak. Infeksi ini dirawat dengan irigasi dengan air garam hangat (50°C) atau cairan chlorhexidine, kemudian menutup socket (dengan campuran yang sudah tersedia) dan berikan analgesik dan antimikroba (metronidazol). Perawatan ini tidak dapat dilakukan bila ada akar yang tertinggal, benda asing, fraktur rahang, osteomielitis, atau penyebab lain

Page 19: arsip

khususnya bila ada demam, nyeri yang menetap atau gangguan neurologis lain seperti rasa baal pada bibir.

Nyeri yang terus meningkat bisa menandakan adanya fraktur atau infeksi.

Aktinomikosis

Aktinomikosis merupakan komplikasi jangka panjang yang jarang dari ekstraksi atau fraktur rahang. Dan biasanya tampak sebagai pembengkakan kronis yang keunguan. Hal ini mungkin mengindikasikan adanya penggunaan penicillin selama 3 minggu.

c. Komplikasi Antral

Bila terjadi masuknya gigi ke dalam antrum, beri antimikroba dan dekongestan hidung dan cari gigi tersebut dengan radiografi. Terapi selanjutnya memerlukan tindakan bedah.

d. Fistula Oroantral

Pasien sebaiknya tidak menghembuskan nafas kuat-kuat. Antimikroba dan dekongestan hidung dapat menolong. Jika didiagnosa lebih awal, dapat dilakukan penutupan secara primer, namun pada kasus lain perlu dikonsul ke spesialis untuk dilakukan penutupan dengan flap.

Fistula oroantral terjadi setelah pencabutan gigi molar atas. Dasar antrum sering berbatasan dengan akar dari molar dan premolar rahang atas.

D. Fraktur Gigi

Trauma pada gigi susu mungkin tidak memerlukan perawatan darurat gigi. Tetapi cidera yang tampaknya ringan dapat merusak gigi pengganti yang akan menjadi gigi tetap. 30% kerusakan pada gigi permanen terjadi pada usia 15 tahun.

Fraktur pada enamel tidak memerlukan perawatan darurat. Tetapi tetap memerlukan pengawasan.Kebanyakan cedera berat pada dentin harus dirawat dengan segera karena dapat menimbulkan infeksi pulpa. Perawatan darurat seperti menambal dengan material khusus pada dentin yang patah dan perawatan secara cepat oleh dokter gigi harus dilakukan pada waktu yang bersaman atau paling lambat pada keesokan harinya.

E. Gigi Avulsi

Page 20: arsip

Avulsi pada gigi tetap anterior dapat ditanam kembali pada anak-anak, khususnya apabila apex pada akar belum terbentuk dengan sempurna (dibawah 16 Tahun). Avulsi pada gigi susu tidak perlu ditanam kembali. Semakin muda usia anak, maka penanaman kembali semakin cepat yaitu 15 menit dan lebih baik yaitu 98% dapat kembali normal dengan perawatan berkala.

Fraktur gigi pada kecelakaan olahraga

Penanaman yang segera memberikan hasil yang terbaik. Jika gigi tersebut terkontaminasi, cucilah dengan larutan air garam steril, dan apabila soket terisi bekuan darah, hilangkan dengan irigasi larutan garam. Tanam kembali gigi dengan benar sesuai permukaannya (pastikan bagian labial (cembung) menghadap kedepan) dan secara manual tekan soketnya dan balut giginya. Anak tersebut harus menemui dokter gigi dalam waktu 72 jam setelah kejadian.

Jika penanaman kembali tidak dapat dilakukan segera, taruh gigi pada larutan isotonic seperti susu segar dingin yang terpasteurisasi, larutan garam atau larutan lensa kontak. Atau bila anak cukup kooperatif, letakkan gigi pada sulcus buccalis dan bawa ke dokter gigi dalam waktu 30 menit. Cairan yang tidak sesuai dan merusak adalah air (terjadi karena pemaparan yang lama dan mengakibatkan kerusakan keseimbangan isotonis), desinfektan, pemutih, dan jus buah. Penggunaan larutan minyak doxycilin sebelum penanaman kembali oleh dokter gigi dapat membantu pencegahan resorpsi akar di kemudian hari.

Balut gigi selama 7-10 hari, tidak boleh menggigit pada gigi yang dibalut., diet harus lunak dan lakukan perawatan kebersihan mulut yang baik

F. Trauma Maxillofacial

a. Dislokasi atau subluksasi pada mandibula.

Ini biasanya disebabkan oleh pembukaan rahang yang terlalu lebar. Condylus bergeser ke depan atas, anterior dari eminensia dan mulut pasien terbuka terus.

Proses pengembalian posisi dapat dilakukan dengan menghadap wajah pasien dan meletakkan ibu jari tangan kanan dan kiri yang sudah dibalut perban pada gigi molar bawah dan lakukan tekanan ke arah bawah secara bersaman dengan jari lainnya dibawah dagu, dorong dari bawah ke atas.

Page 21: arsip

Apabila otot-otot mengalami spasme, dapat diberikan midazolam i.v. Apabila posisi rahang sudah kembali, hindari pembukaan rahang yang lebar. Dislokasi yang berulang dapat menunjukkan adanya sindrom Ehlers-Danlos dan Sindroma Marfan

b. Fraktur Rahang

Umumnya terjadi karena trauma dengan kecepatan tinggi seperti kecelakaan lalulintas dan kecelakaan lainnya. Tindakan yang terutama adalah membebaskan jalan nafas. Bebaskan semua trauma pada pasien sepanjang jalan nafas dengan pedoman ATLS. Masalah lain yang mengancam kehidupan seperti pendarahan intracranial, pendarahan hebat dari organ lain dan kerusakan tulang leher harus segera ditangani. Dalam pengamatan selanjutnya, perhatikan robekan pada kepala dan adanya kebocoran cairan serebrospinal.

Oklusi yang tampak bertingkat mengarah akan adanya fraktur mandibula

Pendarahan yang berhubungan dengan fraktur rahang dapat mempengaruhi jalan nafas. Fraktur rahang sendiri jarang menyebabkan pendarahan yang hebat, kecuali berhubungan dengan palatum yang terpisah atau luka tembak.

Pendarahan dari pecahnya arteri inferior gigi biasanya berhenti dengan sendirinya. Tetapi timbul kembali pada traksi mandibula. Pendarahan maxillofacial yang hebat dapat ditamponade dengan fiksasi craniofacial,. Pendarahan dapat timbul dari fraktur tulang hidung, dimana dibutuhkan fiksasi pada hidung. Jika pendarahan berulang, pembuluh darah yang rusak harus dijahit.

Penatalaksanaan fraktur, walaupun terjadi kerusakan wajah yang parah, bukan merupakan prioritas yang utama. Namun serpihan seperti gigi yang patah, darah, atau air liur harus dibersihkan dari mulut. Dan diperlukan pembebasan jalan nafas orofaringeal.

Intubasi mungkin diperlukan pada cedera kepala, cricotiroidotomy dapat dilakukan apabila intubasi tidak dapat dilakukan, atau keadaan kontraindikasi dari intubasi nasotrakheal. Diagnosa frakturnya dari anamnesa yaitu nyeri, bengkak, memar, pendarahan (biasanya dalam mulut), adanya fragmen yang bergeser (adanya krepitasi), oklusi yang tidak rata, paresthesia dan anesthesia dari saraf yang bersangkutan dan tanda-tanda fraktur pada radiografi.

c. Fraktur Mandibula

Hal ini biasanya tidak berhubungan dengan luka atau pendarahan lain yang serius. Jika sympysis mengalami remuk, lidah dapat terdorong ke belakang dan menyumbat jalan nafas, dan ini perlu dicegah. Fraktur sederhana yang tidak bergeser dapat dirawat secara konservatif dengan diet lunak apabila gigi tidak rusak. Jika fragmen bergeser, nyeri cenderung terjadi dan fiksasi dini merupakan penatalaksanaan terbaik. Umumnya fraktur dapat ditangani dengan pembedahan dan fiksasi dengan mini plate.

Page 22: arsip

d. Fraktur tengkorak bagian sepertiga tengah atas.

Ini biasanya ditimbulkan oleh trauma yang parah. Biasanya kecelakaan lalu lintas dan diklasifikasikan menurut garis fraktur Le Fort (Fraktur horizontal pada bilateral maksila).

Klasifikasi Fraktur Le Fort :

Le Fort I bagian bawah dasar hidung segmentasi / horizontal dari processus

alveolaris (pembengkakan bibir bagian bawah)

Le Fort II unilateral atau bilateral maksila (subzygomaticus), menyebabkan

pembengkakan wajah yang masif (ballooning) dan (Panda Facies)

Le Fort III Seluruh maksila (suprazygomatic) dan satu atau lebih tulang wajah

terpisah dari kerangka craniofacial (terjadi pembengkakan wajah masif

dan kebocoran cairan serebrospinal melalui hidung).

Klasifikasi fraktur Le Fort

(Scully et al. Oxford Handbook of Dental Patient Care. Oxford University Press, 1998)

Mungkin terdapat pula penyumbatan jalan nafas, cedera kepala, cedera dada, robekan organ visceralis, fraktur tulang belakang dan tulang panjang. Sebagian besar fraktur sepertiga tengah dirawat dengan pembedahan dan fiksasi dengan mini plate.

e. Fraktur Zygomatic (Malar)

Sering mengenai organ-organ orbital termasuk depresi pada pipi, pendarahan subkonjungtiva lateralis, deformitas wajah, pergerakan mata yang terbatas, perubahan daya penglihatan, variasi besar dan reaksi pupil serta enophthalmus atau exophthalmus.

Fraktur yang tidak bergeser dan tidak mengalami komplikasi tidak perlu dirawat, tetapi harus diamati kembali dalam waktu 2 minggu.

Page 23: arsip

Prioritas utama penanganan pasien dengan fraktur maxillofacial adalah membebaskan jalan nafasnya.

Bab III

Penutup

Kesimpulan

Pada umumnya, kegawatdaruratan gigi berhubungan dengan nyeri, pendarahan, trauma pada orofacial, dan harus ditangani oleh dokter gigi. Namun bila tidak terdapat dokter gigi, dokter umum pun harus dapat menangani kedaruratannya dan pasien harus segera diarahkan untuk menemui dokter gigi.

Saran

1. Setiap calon dokter umum harus diajarkan mengenai kegawatdaruratan gigi dan cara

pertolongan pertamanya.

2. Sediakan selalu peralatan kegawatdaruratan gigi seperti :

a. Nomor telepon dokter gigi terdekat (rumah dan kantor).

b. Larutan garam steril

c. Bulatan kapas/ gauze

d. kain dan kassa steril

e. Analgesik dan anti inflamasi seperti :

Ibuprofen Anti inflamasi yang mempunyai efek analgesik (Hindarkan pemberian

Aspirin, karena Aspirin juga mempunyai efek antikoagulan, dimana

dapat memperparah pendarahan.

3. Setelah dilakukan pertolongan pertama, segera rujuk ke dokter gigi atau rumah sakit

terdekat.

Bab IV

Page 24: arsip

Daftar Pustaka

1. Andreasen JO, Andreasen FM. Textbook and colour atlas of traumatic injuries to the teeth. Copenhagen: Munksgaard, 1994.

2. Bishop BG, Donnelly JC. Proposed criteria for classifying potential dental emergencies in Department of Defence military personnel. Mil Med 1997;162:130-5.

3. Gilthorpe MS, Wilson RC, Moles DR, Bedi R. Variations in admissions to hospital for head injury and assault to the head. Part 1: Age and gender. Br J Oral Maxillofac Surg 1999;37:294-300.

4. Nelson LP, Shusterman S. Emergency management of oral trauma in children. Curr Opin Pediatr 1997;9:242-5.

5. Roberts G, Longhurst P. Oral and dental trauma in children and adolescents. Oxford: Oxford University Press, 1996.

KEGAWATDARURATAN MEDIS PASIEN GIGI ANAK DAN PENANGANANNYA

BAB I

PENDAHULUAN

Kegawatdaruratan dapat terjadi di mana saja termasuk dalam praktek kedokteran gigi. Walaupun

kebanyakan kegawatdaruratan terjadi pada orang dewasa, tetapi suatu masalah yang serius dapat

terjadi pada pasien yang lebih muda. Meskipun kegawatdaruratan pasien anak merupakan hal yang

jarang dalam perawatan kedokteran gigi tetapi jika hal ini terjadi maka dapat mengancam nyawa.1,2

Kegawatdaruratan dapat terjadi sehubungan dengan berbagai penyebab. Dokter gigi secara umum

harus siap untuk menangani secara menyeluruh dan efektif jika kegawatdaruratan ini terjadi. 2

Unit kegawatdaruratan pediatrik merupakan bagian yang tidak terpisah dengan Departemen

Kegawatdaruratan Medik. 

Kegawatdaruratan dapat dibagi dalam dua kelompok besar; yaitu kegawatdaruratan medis yang dapat

terjadi dalam praktek dokter gigi sehubungan dengan kondisi sistemik seorang pasien, dan

kegawatdaruratan dental yang dapat terjadi diluar praktek dokter gigi tetapi membutuhkan penanganan

yang segera dari dokter gigi. Kegawatdaruratan dental ini dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu; yang

berhubungan dengan suatu trauma, dan non-trauma. Tetapi yang akan dibahas dalam tulisan kali ini

adalah mengenai kegawatdaruratan medis pada pasien anak yang dapat terjadi dalam lingkungan

praktek dokter gigi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan gawat darurat yang merupakan suatu keadaan yang dapat terjadi kapan dan dimana saja

dalam praktek medis, sebagaimana hal ini juga bukanlah hal yang mustahil untuk ditemui dalam praktek

dokter gigi. Kagawatdaruratan ini dapat terjadi pada semua jenjang usia, baik pada orang dewasa

maupun pada pasien anak.1,2

Sebagaimana dalam bidang kedokteran umum, dalam praktek dokter gigi, penanganan

kegawatdaruratan ini memiliki perbedaan antara pasien anak dengan pasien dewasa. Hal ini

sebagaimana yang kita ketahui bahwa pasien anak memiliki pola anatomis dan psikologis yang berbeda

Page 25: arsip

dengan orang dewasa, atau seperti yang sering kita dengar dan baca bahwa anak bukanlah miniature

dari orang dewasa.

2.a. Kegawatdaruratan Medis pada Pasien Gigi Anak

Kegawatdaruratan medis dapat terjadi dalam praktek kedokteran gigi. Kebanyakan kegawatdaruratan

medis berkembang pada saat pasien pada usia dewasa, yaitu sebagai akibat dari rasa cemas atau

kontrol nyeri yang tidak adekuat. Kegawatdaruratan yang paling umum terjadi pada pasien gigi dewasa

termasuk sinkop, alergi yang tidak mengancam jiwa, episode angina akut, hipotensi postural, seizure,

srangan asma akut, dan hiperventilasi.2

Pada pasien anak, keadaan kegawatdruratan yang paling umum terjadi adalah biasanya sehubungan

dengan pemberian obat-obatan, yang paling sering adalah anestesi lokal dan/atau penggunaan depresan

sistem saraf pusat sebagai sedasi. Beberapa penulis mengakui bahwa skenario yang paling sering terjadi

pada keadaan gawat darurat yang sehubungan dengan obat-obatan ini biasanya terjadi pada ; pasien

anak yang lebih muda, anak dengan berat badan yang lebih ringan dan menerima perawatan gigi pada

beberapa kuadran gigi pada suatu praktek dokter gigi dengan dokter gigi yang lebih muda, kurang

berpengalaman, dan bukan dokter gigi anak (contohnya; dokter gigi umum).2

Semua dokter gigi harus siap untuk menangani kegawatdaruratan yang berpotensi mengancam jiwa,

apakah itu pada pasien dewasa maupun pasien anak. Ada 4 aset yang penting dalam mempersiapkan

kantor praktek dokter gigi dan staf untuk mengenali dan menangani kegawatdaruratan medis secara

efektif:2

· Kemampuan untuk melakukan Basic Life Support secara tepat

· Pemberdayaan tim gawat darurat dalam klinik dokter gigi

· Akses terhadap bantuan kegawatdaruratan

· Ketersediaan obat-obatan dan peralatan kegawatdaruratan.

Dalam berbagai kegawatdaruratan pediatrik, ABC (airway, breathing, circulation) harus dilakukan

dengan cepat. Pengenalan dan penanganan secara dini pada kegagalan nafas pada anak merupakan

suatu hal yang kritis. Penanganan jalan nafas merupakan prioritas utama pada anak yang mengalami

kegawatdaruratan medis, atau anak yang mengalami sumbatan jalan nafas. Kegagalan pernafasan

merupakan penyebab paling umum terjadinya henti jantung-paru (cardiopulmonary arrest). Jalan nafas

pada anak berbeda dibandingkan pada orang dewasa dalam beberapa hal, dimana pada anak semakin

mudah terjadinya sumbatan jalan nafas. Bahkan suatu penurunan dalam jumlah yang kecil dari jalan

nafas dapat meningkatkan resistensi jalan nafas yang signifikan.2

Basic Life Support (BSL)

Basic Life Support atau resusitasi kardiopulmonari merupakan tahapan yang utama dalam persiapan

ditempat praktek dan para staf untuk keberhasilan penanganan kegawatdaruratan medis. BSL praktisi

kesehatan didefinisikan sebagai: Posisi, jalan nafas (Airway), Pernafasan (Breathing), Sirkulasi

(Circulation), dan Defibrilasi (Defibrilation/Devenitive treatment). 2,3

Pentingnya BLS sebagai persiapan untuk menangani kegawatdaruratan medis pada anak merupakan

suatu hal pokok dimana fakta menunjukkan bahwa etiologi utama henti jantung pada pasien anak adalah

masalah jalan nafas, biasanya hambatan jalan nafas atau henti nafas (sebagaimana yang biasanya

terjadi pada sedasi sadar yang dalam). Jantung anak-anak adalah sehat secara normal. Penyakit arteri

koroner biasanya belum ada pada kelompok ini. 2

Langkah yang sangat dasar dari penanganan jalan nafas (head tilt-chin lift) merupakan hal yang sangat

penting dalam menyelamatkan hidup seorang anak.

Basic Life Support bagi Anak usia 1-8 tahun1

· Nilai kesadaran dan posisi pasien

· Penilaian dan pembukaan jalan nafas

Head tilt-chin lift (kecuali jika terdapat trauma)

· Menilai dan memastikan pernafasan. Pertolongan pernafasan awal, memberikan dua kali nafas dalam 1

Page 26: arsip

detik per nafas. Lakukan pernafasan dari mulut ke mulut. Selanjutnya, lakukan 20 nafas per menit hanya

untuk bantuan nafas. Aktifkan EMS (Emergency Medical System).

· Menilai dan memastikan sirkulasi. Periksa denyut, palpasi arteri karotis. Pada saat penekanan

(kompresi), jika denyutan kurang dari 60 dan terdapat perfusi sistemik yang jelek. Kedalaman

penekanan adalah 1/3 dari kedalaman kavitas toraks. Rata-rata penekanan adalah 100 kali per menit.

Perbandingan antara penekanan dan ventilasi adalah 5:1. lokasi tempat dilakukannya penekanan adalah

1/3 bawah dari sternum, dengan teknik menggunakan tumit satu tangan

· Mengaktifkan EMS setelah 20 siklus (satu menit) penekanan + ventilasi.

· Pemberian oksigen sebanyak 10 L/menit, dan memonitor tanda vital.

Anak-anak itu berbeda dengan orang dewasa, karenanya Malamed SF merekomendasikan bahwa dokter

gigi dan stafnya di tempat praktek dimana jumlah yang signifikan dari pasien yang lebih muda berhasil

dirawat dengan melengkapi suatu pelatihan pemberian dukungan hidup pada pasien anak (Pediatric

Advanced Life Support/PALS). Serupa dengan BLS, PALS menekankan pada teknik pemberian bantuan

hidup dasar bagi pasien yang lebih muda, yang melibatkan rumah sakit, lingkungan kedokteran gigi

anak, dan penyedia pelayanan pendidikan khusus.2

Selain itu terdapat pula PEDO (Pediatric Emergencies in Dental Office), merupakan pelatihan pendidikan

dan klinis dalam kegawatdaruratan medis yang diciptakan untuk staf dalam praktek dokter gigi. 2

2.b.Tim Kegawatdaruratan

Tim kegawatdaruratan dalam praktek dokter gigi terdiri atas 3 orang, masing-masing memiliki tugas

khusus sebagaimana yang terlampir pada Tabel 1. seluruh anggota tim kegawatdaruratan sebaiknya

dipergilirkan dalam penugasannya. Meskipun penanganan yang tepat dan efektif pada keadaan gawat

darurat utamanya merupakan tanggung jawab seorang dokter gigi, penanganan gawat darurat dapat

dilakukan oleh orang terlatih dalam pengawasan dokter gigi.2

Tabel 1. Tim kegawatdaruratan dan tanggung jawabnya masing-masing

2.c.Penanganan Dasar

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, penangan dasar untuk seluruh kegawatdaruratan medis

mengikuti singkatan PABCD (Positioning, Airway, Breathing, Circulation, dan Defibrilation). Yang pertama

kali perlu kita ketahui adalah apakah pasien dalam keadaan sadar atau tidak sadar. Keadaan tidak sadar

didefinisikan sebagai kurangnya/tidak adanya respon terhadap rangsangan sensori.2

Posisi

Sebagai penyebab umum kehilangan kesadaran adalah hipotensi, semua pasien yang tidak sadar

ditempatkan dalam posisi supinasi dengan kaki yang dielevasikan secara ringan. Posisi ini memberikan

peningkatan aliran darah serebral dengan bantuan respirasi yang minimum. Orang yang sadar yang

mengalami keadaan gawat darurat medis ditempatkan dalam posisi yang mereka rasa nyaman. 2,3

Jalan Nafas dan Pernafasan (Airway and Breathing)

Pada orang yang tidak sadar, tindakan head tilt-chin lift harus dilakukan diikuti dengan penilaian

ventilasi (“look, listen, feel”). Satu hal yang penting untuk diingat adalah, bahwa dengan melihat

pergerakan pipi pasien tidaklah menjamin bahwa pasien tersebut benar-benar bernafas (pertukaran

udara), tetapi secara sederhana pasien itu sedang berusaha untuk bernafas. Mendengar dan merasakan

pertukaran udara dengan menggunakan pipi pemeriksa merupakan indikasi keberhasilan ventilasi.2,3

Head tilt-chin lift

Manuver ini merupakan salah satu manuver terbaik untuk mengatasi obstruksi yang disebabkan oleh

lidah karena dapat membuat pembukaan maksimal jalan napas. Teknik ini mungkin akan memanipulasi

gerakan leher sehingga tidak disarankan pada penderita dengan kecurigaan patah tulang leher, dan

sebagai gantinya, gunakan manuver jaw-thrust.4

Page 27: arsip

Teknik chin lift-head tilt:4

1. Pertama, posisikan pasien dalam keadaan terlentang, letakkan satu tangan di dahi dan letakkan ujung

jari tangan yang lain di bawah daerah tulang pada bagian tengah rahang bawah pasien (dagu).

2. Tengadahkan kepala dengan menekan perlahan dahi pasien.

3. Gunakan ujung jari Anda untuk mengangkat dagu dan menyokong rahang bagian bawah. Jangan

menekan jaringan lunak di bawah rahang karena dapat menimbulkan obstruksi jalan napas.

4. Usahakan mulut untuk tidak menutup. Untuk mendapatkan pembukaan mulut yang adekuat, Anda

dapat menggunakan ibu jari untuk menahan dagu supaya bibir bawah pasien tertarik ke belakang.

Jaw Thrust

Manuver jaw thrust digunakan untuk membuka jalan napas pasien yang tidak sadar dengan kecurigaan

trauma pada kepala, leher atau spinal. Karena dengan teknik ini

diharapkan jalan napas dapat terbuka tanpa menyebabkan pergerakan leher dan kepala.4

Teknik jaw thrust:4

1. Pertahankan dengan hati-hati agar posisi kepala, leher dan spinal pasien tetap satu garis.

2. Ambil posisi di atas kepala pasien, letakkan lengan sejajar dengan permukaan pasien berbaring.

3. Perlahan letakkan tangan pada masing-masing sisi rahang bawah pasien, pada sudut rahang di bawah

telinga.

4. Stabilkan kepala pasien dengan lengan bawah Anda.

5. Dengan menggunakan jari telunjuk, dorong sudut rahang bawah pasien ke arah atas dan depan.

6. Anda mungkin membutuhkan mendorong ke depan bibir bagian bawah pasien dengan menggunakan

ibu jari untuk mempertahankan mulut tetap terbuka.

7. Jangan mendongakkan atau memutar kepala pasien.

Gambar 1. Teknik head tilt chin lift dan jaw thrust

Jika tidak ada usaha aspirasi secara spontan, harus dilakukan pengontrolan ventilasi seefesien mungkin.

Dengan menggunakan masker wajah penuh dan oksigen bertekanan positif, pasien yang lebih tua dari 8

tahun diventilasi sebanyak 1 nafas setiap 5 detik, sedangkan 1 nafas per 3 detik degunakan pada bayi

atau anak-anak.2

Gambar 2. Teknik mendengar (listen) pernafasan

Gambar 3. Bantuan pernafasan mouth to mouth.

Sirkulasi

Palpasi denyut arteri carotid lebih disukai pada anak usia 1 tahun atau lebih tua dan pada dewasa,

dimana denyut brachialis lebih disukai pada bayi dibawah usia 1 tahun. Jika tidak ada denyutan yang

teraba, harus dilakukan penekanan pada dada, dan segera memanggil bantuan (EMS).2,3

Gambar 4. Perabaan pulsasi carotid, pulsasi carotid hilang sebanyak 40%.

Gambar 5. Teknik kompresi dada

2.d.Kegawatdaruratan Khusus

2.d.1.Bronkospasme Akut (Serangan Asma)

Salah satu keadaan gawat darurat yang mungkin dijumpai di klinik gigi adalah asma. Asma merupakan

suatu keadaan paroksismal dari hiper reaktifitas saluran tracheo-bronchial. Ketika alergen eksternal

Page 28: arsip

menyebabkan spasme bronkus yang diperantarai antibodi, kejadian tersebut dikategorikan sebagai

asma ekstrinsik, sedangkan asma yang disebabkan oleh faktor-faktor non alergika seperti stress, infeksi

saluran pernafasan, uap iritatif atau aktifitas fisik dapat dikategorikan sebagai asma intrinsik. Asma

intrinsik umum terjadi pada orang dewasa sedangkan asma ekstrinsik umum terjadi pada anak-anak. 5

Serangan asma yang terjadi pada praktek kedokteran gigi dapat dihindari dengan mengetahui secara

lengkap riwayat kesehatan pasien. Sangat penting untuk menanyakan kepada pasien beberapa hal

seperti frekuensi serangan serta derajat keparahan ketika serangan asma terjadi dan apa yang sering

memicu serangan tersebut. Petunjuk lain yang dapat digunakan untuk mengetahui keparahan penyakit

tersebut adalah dengan menanyakan berapa jumlah obat serta jenis obat yang diminum pasien,

demikian juga dengan mengetahui seberapa sering pasien tersebut mendapat perawatan gawat darurat

di rumah sakit serta riwayat rawat inap pasien akibat serangan asma. Apabila pasien mendapat

perawatan dengan inhaler bronkodilator seperti albuterol atau metaproterenol dan digunakan apabila

diperlukan, dapat diindikasikan bahwa pasien menderita asma yang ringan. Pada kasus yang lebih berat

pasien dirawat dengan pemberian obat-obatan profilaksis seperti kortikosteroid, cromolyn, beta-2

agonists dan leukotrien modifiers.5

Gejala yang biasa terjadi diantaranya adalah nafas yang berbunyi, terutama pada saat ekspirasi

(mengik), sesak nafas, batuk-batuk dan dyspnea. Pasien biasanya akan berusaha duduk untuk mencoba

mengambil nafas. Gejala yang lebih berat diantaranya adalah cemas, detak jantung cepat,sianosis pada

jaringan di bawah kuku dan penggunaan otot-otot aksesorius pernafasan seperti muskulus SCM,

muskulus trapezius dan muskulus abdominalis.5

Penanganan

Apabila terjadi gejala-gejala asma, maka:5

- menghentikan segala jenis perawatan dental yang sedang dilakukan,

- menempatkan pasien pada posisi yang paling nyaman (biasanya menegakkan tubuh pasien dengan

kedua lengan terlentang),

- pemberian inhaler bronkodilator serta diikuti dengan pemberian oksigen.

Jika gejala tidak mereda dan cenderung memburuk:

- segera dilakukan tindakan Sistem Gawat darurat Medis (SGM)/Medical Emergency System (MES)

- pemberian epinephrine (0,3 mg)

- pemberian inhaler yang dapat diulang setiap dua menit dan epinephrine setiap 10 menit

Apabila serangan asma diakibatkan oleh alergen eksogen dapat diberikan hidrokortison (100 mg)

intramuskular atau intravena.

Dari segi teknis untuk mengurangi kecemasan akibat perawatan yang diberikan, dapat dilakukan kontrol

nyeri dan teknik sedasi. Dengan demikian pemicu serangan asma yang diakibatkan oleh faktor intrinsik

dapat dikurangi. Dokter gigi hendaknya juga memastikan apakah pasien sudah meminum obat asma

sebelum tindakan perawatan gigi dilakukan. Pasien sebaiknya juga sudah menyiapkan obat pribadi yang

khusus digunakan apabila sewaktu-waktu terjadi serangan asma. Apabila pasien sering mengalami

serangan asma, maka penggunaan inhaler profilaksis hendaknya dipertimbangkan untuk dilakukan

beberapa saat sebelum dilakukan tindakan perawatan gigi.5

Pengenalan: Pasien sadar kepayahan nafas akut, memperlihatkan adanya wheezing, retraksi

supraklavikula dan interkosta.2

Posisi: Posisi yang nyaman, biasanya tegak lurus.

A, B, C: Dianggap adekuat, karena pasien sadar dan dapat berbicara.

D: (1) Pemberian bronkodilator

(2) Pemberian oksigen, baik dengan masker wajah atau kanula hidung sebanyak 3-5 liter per menit

(3) Memanggil EMS, jika orangtua pasien meminta atau jika episode bronkospasme tidak berakhir

setelah pemberian dua dosis bronkodilator.

2.d.2.“Grand Mal” Seizure

Pengenalan : Periode kekakuan otot (sekitar 20 detik) diikuti dengan pertukaran kontraksi dan relaksasi

otot paling kurangnya sekitar 1-2 menit.2

Page 29: arsip

Posisi : Posisi supinasi

A, B, C : Dinilai adekuat (rangsangan pernafasan dan kardiovaskular biasanya terjadi selama seizure)

D : (1) Lindungi pasien dari luka. Jaga pasien di atas kursi unit; pegang dengan lembut tangan dan

tungkai, cegah pergerakan yang tidak terkontrol.

(2) Jika ada orangtua atau penjaga pasien, maka bawa mereka ke ruang perawatan untuk membantu

penangan/penilaian terhadap pasien.

(3) Memanggil EMS, jika orangtua atau penjaganya menyarankan hal itu, atau jika seizure terus berlanjut

lebih dari 2 menit.

Perlu diingat untuk tidak menempatkan apapun diantara gigi orang yang mengalami konvulsi.

Kebanyakan kecacatan dan kematian sehubungan dengan seizure terjadi dalam periode postseizure,

oleh karena itu pihak penolong harus betul-betul memperhatikan P, A, B, C dari pasien.2

2.d.3.Overdosis Sedasi

Pengenalan: Kurangnya/tidak adanya respon terhadap rangsangan sensoris

P : Posisi supinasi

A, B, C : Dinilai dan ditangani sesuai kebutuhan. Dalam kebanyakan kasus, A sendiri dibutuhkan: dimana

A dan B akan dibutuhkan dalam beberapa situasi, C umumnya akan ada jika A dan B dinilai dan

ditangani secara tepat.2

D: (1) Monitor pasien, dengan menggunakan oksimeter denyutan (dan tekanan darah dan denyut

jantung)

(2) Rangsang pasien secara periodic, baik itu secara verbal dan/atau tekanan pada otot trapezius,

(3) Terapi antidotum: jika obat-obatan sedative diberikan secara parenteral, dan terdapat akses secara

intravena, berikan flumezenil IV dalam dosis 0,2 mg (2 mL) selama 15 detik dan tunggu hingga 45 detik

untuk mengevaluasi pemulihan ketika pemberian benzodiazepin. Ulangi setiap menit hingga terjadi

pemulihan hingga dicapai dosis 1,0 mg. nirat nalokson IV dengan dosis 0,1 mg (0,25 mL) per menit

hingga dosis 1,0 mg jika diberikan suatu opioid. Nalokson dapat diberikan secara intramuscular dalam

dosis 0,01 mg/kg setiap 2-3 menit hingga pasien memberikan respon.2

Perlu diingat bahwa terapi antidotum tertentu mungkin tidak efektif jika diberikan secara oral pada

penekanan system saraf pusat, dan terapi antidotum sebaiknya diberikan secara intravena jika

memungkinkan.2

2.d.4.Overdosis anestetikum lokal

Pengenalan : seizure atau keadaan tidak sadar dapat terjadi 5 – 40 menit setelah pemberian anestetik

lokal.2

P : Posisi supinasi

A, B, C : Dinilai dan diberikan sesuai kebutuhan.

D : Mengikuti protokol seperti pada seizure

Obat-obatan yang Sering Digunakan dalam Kegawatdaruratan Pasien Anak.1

Epinephrine:untuk henti denyut : 0.01 mg/kg setiap 3-5 menit IV. Dosis pemberian selanjutnya 0.1

mg/kg.Untuk bradikardi: 0.01 mg/kg IV. Dosis pemberian selanjutnya 0.1 mg/kg.Untuk anafilaxis: 0.01

mg/kg IM, SQ, IV. Diulang setiap 15 menit. Jika perlu.

Atropine: Diberikan setelah pemberian epinephrine. Berikan atropine 0.02 mg/kg IV.

Lidocaine: 1.0 mg/kg dengan dorongan yang cepat secara IV.

Naloxone: 0.1 mg/kg IV/IM/SQ untuk mengurangi toksisitas narkotik.

Flumazenil: 0.02 mg/kg IV untuk mengurangi oksisitas benzodiazepin.

Antihistamine: I.M. Benadryl 1 mg/kg, hingga maksimal 75 mg.

Kortikosteroid: Krisis adrenal. Prednisolone 1 mg/kg/hari IV. Atau Decadron 0.3 mg/kg.

Nitroglycerin: satu tablet sublingual setiap 5 menit. Atau semprotan 1 detik diulang setiap 5 menit. Untuk

angina.

Bronchial dilator: Mengatasi bronkospasme dengan albuterol 0.5% 2 tiupan, dari inhaler.

Antiemetic: Hydroxyzine pamoate 25 mg oral suspension preop; atau berikan hydroxizine 1.1 mg/kg

Page 30: arsip

suntikan IM.

Anectine: 4.0 mg/kg IM. atau 1 mg/kg IV. Neuromuscular blocking agent untuk laryngospasm. Durasi 10

menit.

50% Dextrose: 1-2 ml/kg. untuk hipoglikemi. Maximum 25cc pada anak.

Peralatan Kegawatdaruratan Pasian Anak yang sebaiknya Tersedia1

Kombinasi masker berkatup longgar untuk pasien pediatrik dan dewasa, masing-masing dengan katup

lepasan yang dapat dipasang. Berbagai jenis masker pediatrik dan dewasa untuk membantu ventilasi.

Alat suction – dengan bantuan baik secara manual maupun dengan tenaga listrik.

Tip dan selang/kateter suction – Yankauer, 8, 10, 14 F.

Oropharyngeal airways – ukuran bayi,anak, remaja, dan dewasa.

Peralatan intubasi – pegangan laryngoskop dengan baterai, bohlam cadangan, pisau Miller (lurus) 1-2-3,

dan tube endotracheal tanpa manset ukuran 3.0 – 8.0 .ukuran tube endotracheal sebaiknya: mm i.d. =

UMUR/4 + 4

Stylets (kecil dan besar) – yang sebaiknya tidak pernah berada melewati ujung distal dari tube

endotracheal.

Perban adhesive untuk membantu tube endotracheal.

Seperangkat jarum cricothyrotomy.

Jarum intraosseous - 15 or 18 guage.

Kateter IV, pendek, diatas jarum 18, 20, 22, 24 – guage.

Jarum Butterfly – 23 guage.

Papan IV, perban, tampon alkohol, touniquet.

Pediatric drip chambers and tubing.

Cairan Isotonik (normal saline atau lactated Ringers’s solution).

Manset tekanan darah otomatis – bayi, anak, dan dewasa.

Sphygmomanometer (manual) – anak dan dewasa.

Tube nasogastrik – 8, 10, 14 F.

Stetoskop.

Gambar 6. Contoh emergency kit yang sebaiknya dimiliki dalam lingkungan praktek dokter gigi

BAB III

KESIMPULAN

Keadaan gawat darurat dapat terjadi kapan dan dimana saja, termasuk dalam praktek dokter gigi.

Kegawatdaruratan ini juga dapat terjadi pada siapa saja, baik pada pasien dewasa maupun anak-anak.

Kegawatdaruratan yang terjadi dapat berupa kegawatdaruratan medis ataupun kegawatdaruratan

dental.

Page 31: arsip

Sebagai seorang dokter gigi, kita harus memiliki ilmu dan keterampilan dalam menghadapi keadaan

gawat darurat tersebut. Pada pasien anak, keadaan kegawatdruratan yang paling umum terjadi adalah

biasanya sehubungan dengan pemberian obat-obatan, yang paling sering adalah anestesi lokal dan/atau

penggunaan depresan sistem saraf pusat sebagai sedasi, selain itu juga disebabkan oleh adanya riwayat

penyakit sistemik dari anak tersebut. Sebelum melakukan perawatan, maka seorang dokter gigi harus

bias mendapatkan informasi riwayat kesehatan pasien tersebut, sehingga dokter gigi dapat memberikan

perawatan yang sesuai dan bertindak hati-hati terhadap adanya kemungkinan dari kondisi sistemik

pasien tersebut.

Tindakan yang paling sering dan harus diketahui oleh para praktisi kesehatan adalah Basic Life Support

(BSL), memberdayakan tim kegawatdaruratan dalam praktek dokter gigi, akses terhadap bantuan

kegawatdaruratan, dan ketersediaan obat-obatan dan peralatan yang diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Frush, K. Cinoman, M. Bailey, B. Hohenhaus, S. Management of Pediatric emergencies in dental office.

Available at:http://dentalsource.org/pediatricdentalhealth.htm. Accessed: Mei, 1.2008.

Malamed, SF. Emergency medicine in pediatric dentistry: Preparation and management. Available

at:http://cdajournal.org/emergency/malamed.pdf. Accessed: May, 1. 2008.

3. Hales, RT. Patient evaluation and medical history. In: Manual of minor oral surgery for the general

dentistry. Edited by: Koerner, KR. Iowa: Blackwell Munksgraad; 2006. p:14-8.

Mengantisipasi kegawatdaruratan medik dental 2. Available

at:http://www.dentisia.com/liputan/gawatdarurat.medik. Accessed: Mei, 8. 2008.

5. Prosedur tetap respon medis akut pada fase pra rumah sakit. Available

at: http://protap_respon_medis_akut.pdf. Accessed: Mei, 8. 2008.

ertanyaan mengenai PPGD dan RGP yang berimplementasi dengan medik dental :1. Jelaskan mengapa mahasiswa kedokteran gigi memerlukan pengetahuan PPGD dan RJP ?2. Apa yang anda lakukan apabila anda temukan ggigi tiruan pasien anda tertelan ?3. Apa gunanya metode back-blow di bidang kedokteran gigi ?4. Apa gunanya metode hiemlich maneuver di bidang kedokteran gigi ?5. Apa gunanya metode chest thrust di bidang kedokteran gigi ?6. Apa yang anda lakukan pada saat anda jumpai seseorang mengalami pingsan setelah kecelakaan lalu lintas ? jelaskan !

Jawaban saya :1. Mahasiswa kedokteran gigi penting sekali memiliki pengetahuan tentang PPGD dan RGP karena nanti jika sudah lulus dari pendidikan dokter gigi (klinik) ataupun telah menjadi dokter gigi, maka ketika menghadapi pasien yang tiba-tiba tidak sadarkan diri ataupun dalam kondisi gawat darurat, kita dapat langsung memberikan pertolongan pertama untuk menyelamatkan jiwa pasien sebelum akhirnya diberikan perawatan yang sesuai dengan keadaan korban. selain itu, sebagai orang yang paham tentang medis daripada masyarakat awam lainnya, ketika menemui korban yang dalam kondisi gawat darurat tiba-tiba dijalan, kita dapat langsung memberi pertolongan pertama.2. Segera memberikan PPGD, yaitu dengan melakukan back-blow ataupun hiemlich

Page 32: arsip

maneuver jika gigi tiruan sudah tertelan mencapai abdomen.3. Jika tiba-tiba mendapati seorang pasien yang tersedak (gigi tiruan tertelan, dsb) sehingga membuntu jalan nafas sehingga dibutuhkan PPDG dengan cara back-blow maneuver.4. Hiemlich maneuver dilakukan jika back-blow maneuver tidak berhasil mengeluarkan benda yang tertelan. dengan kata lain fungsinya sama, namun bagian yang ditekan ialah ulu hati, sehingga dilakukan jika benda yang tertelan sudah mencapai perut.5. Sama seperti back-blow dan hiemlich maneuver, chest thrust maneuver juga dilakukan dan biasanya dipadukan dengan back-blow untuk mengeluarkan benda asing tersebut.6. Mencoba memberi PPGD dengan langkah awal yan harus dilakuka ialah pengkajian korban, meliputi pernapasan korban dan peredaran darahnya. jika pasien tidak sadar, yang pertama diperiksa ialah pernapasannya (dapat dilihat dari terangkatnya dada ataupun dari pupil mata), kemudian diperiksa juga denyut nadinya melalui arteri karotis yang ada di leher. jika memang dibutuhkan diberi nafas buatan, segera dilakukan sambil tetap menghubungi RS/pihak yang berwenang.