Arsen

19
PENDAHULUAN Dalam beberapa bulan terakhir, berbagai cerita mengenai arsen menjadi topik pembicaraan yang hangat. Berita mengenai arsen mencuat pertama kali ketika disinyalir ada banyak rakyat di teluk Buyat, Sulawesi Utara menderita berbagai penyakit akibat pencemaran industri pertambangan, yang diduga terjadi akibat limbah yang mengandung logam berat termasuk merkuri dan arsen. Tak berapa lama setelah itu berita mengenai arsen kembali marak ketika cak Munir, seorang aktivis HAM yang sedang dalam perjalanan ke Belanda dalam rangka melanjutkan pendidikan S2nya dibidang hukum, meninggal dunia dalam penerbangan ke Belanda. Hasil otopsi terhadap korban oleh dokter forensik dari National Forensic Institute Belanda menunjukkan adanya arsen dalam jumlah besar (lebih dari dua kali lipat dari dosis letalnya) didalam lambungnya. Kasus bertambah panjang ketika beberapa saat kemudian Yusuf Kala, Wapres RI mensinyalir adanya orang yang mencoba meracuni dirinya dengan membubuhkan arsen pada soto mie yang disuguhkan padanya. Berbagai kasus semacam ini, tampaknya akan terus bertambah dari waktu ke waktu, seiring dengan semakin tingginya kesadaran kesehatan masyarakat. Antihama Arsen merupakan logam berat dengan valensi 3 atau 5, dan berwarna metal (steel-grey). Senyawa arsen didalam alam berada dalam 3 bentuk: Arsen trichlorida (AsCl3) berupa cairan berminyak, Arsen trioksida (As2O3, arsen putih) berupa kristal putih dan berupa gas arsine (AsH3). Lewisite, yang sering disebut sebagai gas perang, merupakan salah satu turunan gas arsine. Pada umumnya arsen tidak berbau, tetapi beberapa senyawanya dapat mengeluarkan bau bawang putih. Racun arsen pada umumnya mudah larut dalam air, khususnya dalam air panas (1).

description

Arsen

Transcript of Arsen

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

Dalam beberapa bulan terakhir, berbagai cerita mengenai arsen menjadi topik pembicaraan yang hangat. Berita mengenai arsen mencuat pertama kali ketika disinyalir ada banyak rakyat di teluk Buyat, Sulawesi Utara menderita berbagai penyakit akibat pencemaran industri pertambangan, yang diduga terjadi akibat limbah yang mengandung logam berat termasuk merkuri dan arsen. Tak berapa lama setelah itu berita mengenai arsen kembali marak ketika cak Munir, seorang aktivis HAM yang sedang dalam perjalanan ke Belanda dalam rangka melanjutkan pendidikan S2nya dibidang hukum, meninggal dunia dalam penerbangan ke Belanda. Hasil otopsi terhadap korban oleh dokter forensik dari National Forensic Institute Belanda menunjukkan adanya arsen dalam jumlah besar (lebih dari dua kali lipat dari dosis letalnya) didalam lambungnya. Kasus bertambah panjang ketika beberapa saat kemudian Yusuf Kala, Wapres RI mensinyalir adanya orang yang mencoba meracuni dirinya dengan membubuhkan arsen pada soto mie yang disuguhkan padanya. Berbagai kasus semacam ini, tampaknya akan terus bertambah dari waktu ke waktu, seiring dengan semakin tingginya kesadaran kesehatan masyarakat.

Antihama

Arsen merupakan logam berat dengan valensi 3 atau 5, dan berwarna metal (steel-grey). Senyawa arsen didalam alam berada dalam 3 bentuk: Arsen trichlorida (AsCl3) berupa cairan berminyak, Arsen trioksida (As2O3, arsen putih) berupa kristal putih dan berupa gas arsine (AsH3). Lewisite, yang sering disebut sebagai gas perang, merupakan salah satu turunan gas arsine. Pada umumnya arsen tidak berbau, tetapi beberapa senyawanya dapat mengeluarkan bau bawang putih. Racun arsen pada umumnya mudah larut dalam air, khususnya dalam air panas (1). Arsen merupakan unsur dari komponen obat sejak dahulu kala. Senyawa arsen trioksida misalnya pernah digunakan sebagai tonikum, yaitu dengan dosis 3 x 1-2 mg. Dalam jangka panjang, penggunaan tonikum ini ternyata telah menyebabkan timbulnya gejala intoksikasi arsen kronis (2). Arsen juga pernah digunakan sebagai obat untuk berbagai infeksi parasit, seperti protozoa, cacing, amoeba, spirocheta dan tripanosoma, tetapi kemudian tidak lagi digunakan karena ditemukannya obat lain yang lebih aman. Arsen dalam dosis kecil sampai saat ini juga masih digunakan sebagai obat pada resep homeopathi (3)Dalam masyarakat, sampai saat ini arsen masih digunakan sebagai anti hama, terutama tikus. Dalam bentuk bubuk putih, yang dikenal sebagai warangan (As2O3), arsen merupakan obat pembasmi tikus yang ampuh. Racun ini tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna dan sangat beracun sehingga dapat mengecoh tikus sehingga mau memakan umpan yang telah diberi racun tersebut. Tikus yang memakan arsen akan mengalami gejala muntaber, kekurangan cairan (dehidrasi) dan meninggal dalam keadaan kering. Selain sebagai racun tikus, arsen juga digunakan sebagai herbisida, pestisida, racun semut, bahan cat, keramik, bahan untuk preservasi kayu dan penjernih kaca (glass clarifier) pada industri elektronik (1, 2, 3). Karena bahayanya racun ini, maka saat ini arsen tidak banyak digunakan lagi sebagai pembasmi hama dan perannya digantikan oleh bahan lain yang lebih aman. Untuk membasmi tikus misalnya, saat ini lebih banyak digunakan walfarin, sejenis racun yang jika termakan oleh tikus akan membuatnya mengalami perdarahan di seluruh tubuhnya. Meskipun demikian, sampai saat ini arsen masih banyak digunakan sebagai bahan preservasi kayu dan komponen dalam industri elektronika, karena belum ada penggantinya.

Arsen di sekitar kita

Banyak orang tidak menyadari bahwa di sekitar kita terdapat banyak arsen dan secara rutin tanpa sadar kita juga mengkonsumsinya setiap hari. Mengapa begitu? Di alam, arsen terdapat di dalam tanah dalam konsentrasi yang bervariasi (3). Tanah yang normal mempunyai kandungan arsen tidak lebih dari 200 ppm (part per million). Arsen dalam tanah akan diserap oleh akar tumbuhan dan masuk ke dalam bagian-bagian tumbuhan sehingga tumbuhan mengandung arsen. Kandungan arsen dalam tumbuhan ini akan bertambah banyak jika tumbuhan disemprot dengan antihama yang mengandung arsen. Jika tumbuhan dimakan oleh kambing atau sapi, maka daging kambing dan sapi juga mengandung arsen. Bagaimana dengan ikan dan kerang?. Adanya arsen dalam tanah akan menyebabkan sebagian arsen larut di dalam air. Arsen didalam air kemudian akan mencemari plankton, ikan dan kerang. Khusus di dalam tubuh kerang, arsen akan menumpuk dalam jumlah banyak bersama berbagai logam berat lainnya, termasuk merkuri. Alhasil, pada kenyataannya arsen memang terdapat di dalam semua tumbuhan dan hewan yang kita makan. Dengan memakan tumbuhan dan hewan, maka secara tidak langsung kita juga mengkonsumsi arsen setiap hari. Senyawa arsen yang paling sering dijumpai pada makanan adalah arsenobetaine dan arsenocholine, yang merupakan varian arsen organic yang relatif non toksik(3). Dalam keadaan normal, setiap hari tidak kurang dari 0,5 sampai 1 mg arsen akan masuk ke dalam tubuh kita melalui makanan dan minuman yang kita konsumsi. Dengan demikian, di dalam darah orang normalpun, kita dapat menjumpai adanya arsen, yang kadarnya antara 0,002 0,062 mg/LSenyawa arsen juga banyak dijumpai pada daerah pertambangan, karena senyawa arsen merupakan by-product dari ekstraksi logam Pb, Cu maupun Au. Pada daerah pertambangan tersebut, senyawa arsen tersebut merupakan kontaminan pada air sumur dan makanan (3).Arsen dalam bentuk unsur bukanlah bahan yang toksik. Arsen yang merupakan racun adalah senyawa arsen (3). Arsen valensi 5 mudah diabsorbsi dalam saluran cerna, sementara yang bervalensi 3 bersifat lebih mudah larut dalam lemak (3). Senyawa arsen masuk kedalam tubuh melalui 3 cara, yaitu peroral, melalui kontak kulit yang luas dan perinhalasi melalui paru-paru (2,3). Senyawa arsen yang paling sering digunakan untuk meracuni orang adalah As2O3 (asen tri-oksida). Arsen trioksida bersifat sitotoksik, karena menyebabkan efek racun pada protoplasma sel tubuh manusia. Racun arsen yang masuk ke dalam saluran cerna akan diserap secara sempurna di dalam usus dan masuk ke aliran darah dan disebar ke seluruh organ tubuh. Sebagai suatu racun protoplasmik arsen melakukan kerjanya melalui efek toksik ganda, yaitu :1. Ia mempengaruhi respirasi sel dengan cara mengikat gugus sulfhidril (SH) pada dihidrolipoat, sehingga menghambat kerja enzim yang terkait dengan transfer energi, terutama pada piruvate dan succinate oxidative pathway, sehingga menimbulkan efek patologis yang reversibel. Efek toksik ini dikatakan reversible karena dapat dinetralisir dengan pemberian dithiol, 2,3, dimerkaptopropanol (dimercaprol, BritishAnti-Lewisite atau BAL) yang akan berkompetisi dengan arsen dalam mengikat gugus SH (2,3). Selain itu sebagian arsen juga menggantikan gugus fosfat sehingga terjadi gangguan oksidasi fosforilasi dalam tubuh (3) 2. Senyawa arsen mempunya tempat predileksi pada endotel pembuluh darah, khususnya di dearah splanknik dan menyebabkan paralisis kapiler, dilatasi dan peningkatan permeabilitas yang patologis. Pembuluh darah jantung yang terkena menyebabkan timbulnya petekie subepikardial dan subendokardial yang jelas serta ekstravasasi perdarahan. Efek lokal arsen pada kapiler menyebabkan serangkaian respons mulai dari kongesti, stasis serta trombosis sehingga menyebabkan nekrosis dan iskemia jaringan (2) Didalam darah, arsen yang masuk akan mengikat globulin dalam darah. Dalam waktu 24 jam setelah dikonsumsi, arsen dapat ditemukan dalam konsentrasi tinggi di berbagai organ tubuh, seperti hati, ginjal, limpa, paru-paru serta saluran cerna, dimana arsen akan mengikat gugus syulfhidril dalam protein jaringan. Sebagian kecil dari arsen yang menembus blood brain barrier. Didalam tulang arsen menggantikan posisi fosfor, sehingga arsen dapat dideteksi didalam tulang setelah bertahun-tahun kemudian(3).Sebagian arsen dibuang melalui urin dalam bentuk methylated arsenic dan sebagian lainnya ditimbun dalam kulit, kuku dan rambut. Fakta terakhir ini penting, karena setiap kali ada paparan arsen, maka menambah depot arsen di dalam kulit, kuku dan rambut. Dalam penyidikan kasus pembunuhan dengan menggunakan arsen, adanya peracunan kronis dan berulang dapat dilacak dengan melakukan pemeriksaan kadar arsen pada berbagai bagian (fragmen) potongan rambut dari pangkal sampai ke ujungnya (2,3). Bentuk fisik senyawa arsen yang masuk ke dalam tubuh mempengaruhi efeknya pada tubuh. Menelan senyawa atau garam arsen dalam bentuk larutan lebih cepat penyerapannya dibandingkan penyerapan arsen dalam bentuk padat. Penyerapan senyawa arsen dalam bentuk padat halus lebih cepat dibandingkan bentuk padat kasar, sehingga gejala klinis yang terjadipun lebih berat juga. Secara umum efek arsen terhadap tubuh tergantung dari sifat fisik dan kimiawi racun, jumlah racun yang masuk, kecepatan absorpsi, serta kecepatan dan jumlah eliminasi, baik yang terjadi alamiah (melalui muntah dan diare) maupun buatan, misalnya akibat pengobatan (lavase) (2) Arsen anorganik yang masuk ke tubuh wanita hamil dapat menembus sawar darah plasenta dan masuk ke tubuh janin. Pada keadaan ini pemberian obat BAL tampaknya aman, tetapi D-penicillamin tidak boleh diberikan karena bersifat teratogen pada janin(3).Untuk eliminasi satu dosis terapeutik arsen dari semua jaringan (kecuali rambut dan kuku) diperlukan waktu 2 minggu. Setelah itu sejumlah kecil arsen tetap akan dijumpai dalam urin dan feses selama berbulan-bulan kemudian setelah paparan arsen jangka panjang dihentikan. Ekskresi arsen lewat urin mencapai puncaknya dalam beberapa hari setelah intake oral dosis tunggal atau setelah penghentian paparan kronis. Eliminasi melalui urin ini tidak berlangsung seragam, sehingga kadarnya dalam urin bervariasi dari hari ke hari. Dengan demikian untuk mendapatkan data akurat mengenai keadaan pasien dan respons terhadap terapi, maka pemeriksaan urin harus dilakukan pemeriksaan serial pada beberapa sampel urin 24 jam (2)

Toreransi individual terhadap arsen bervariasi dan berperan penting dalam respons individu secara keseluruhan, khususnya pada intoksikasi kronis. Toksisitas yang terjadi setelah pemberian potassium arsenat (larutan Fowler) mungkin tidak jelas sampai 1 atau 2 tahun, tetapi bisa juga sudah muncul dalam beberapa minggu setelah pemakaian obat tersebut. Sebaliknya ada juga orang-orang tertentu yang dapat mentoleransi potassium arsenat sampai 20 mg sehari untuk jangka waktu lama, tanpa sedikitpun menunjukkan gejala klinis keracunan. Dalam kisah Styria the arsenic eaters yang semilegendaris, bahkan diceritakan bahwa mereka dapat menelan sampai 400 mg arsen satu sampai 2 kali seminggu tanpa menimbulkan gejala sama sekali. (2)

Sejarah kriminal mencatat, bahwa peracunan dengan arsen merupakan peracunan yang paling sering dilakukan orang (meliputi 31 % dari pembunuhan dengan peracunan) dan telah dipraktekkan sejak jaman Romawi (1).Ada beberapa alasan mengapa racun ini banyak dipergunakan oleh para pembunuh. Pertama, karena sifat racunnya yang tidak berasa, tidak berwarna dan tidak berbau, membuat racun ini relatif tidak mudah diketahui oleh korbannya jika arsen dicampurkan pada makanan dan minuman. Kedua, racun ini mempunyai efek seperti penyakit biasa, terutama penyakit muntaber, sehingga pembunuhnya seringkali dapat mengelabui orang lain, yang menduga korban meninggal karena penyakit muntaber atau kolera. Kenyataannya, memang banyak dokter dan keluarga korban yang terkecoh menyangka korban meninggal karena penyakit muntaber dan bukan karena diracun, apalagi jika kejadian muntebernya telah berlangsung lama dan berulang kali. Akan tetapi, seorang dokter yang berpengalaman dan waspada, tidak mudah terkecoh, dan akan memikirkan kemungkinan keracunan arsen pada kasus tersebut. Ketiga, racun ini mudah diperoleh. Sebagai suatu bahan kimia yang umum atau biasa digunakan untuk membasmi hama, racun ini mudah diperoleh di toko kimia dan toko pertanian sehingga mudah diperoleh dan disalahgunakan oleh orang yang punya niat jahat. Orang di daerah Jawa misalnya, dapat dengan mudah membeli warangan di toko kimia, karena bahan ini merupakan bahan yang banyak digunakan untuk mencuci keris. Meskipun demikian, dalam sejarahnya arsen sebenarnya bukanlah merupakan racun yang sempurna karena sebagai racun arsen tidak terlalu efektif. Ini artinya, tindakan meracuni orang dengan menggunakan arsen belum tentu berhasil menyebabkan kematian pada korbannya. Efek kematian yang terjadi pada arsen biasanya terjadi lambat (tidak seketika) dan menimbulkan nyeri hebat pada korban, sehingga kondisi tersebut mudah menimbulkan kecurigaan orang. Salah satu contoh peracunan arsen yang gagal adalah kasus percobaan pembunuhan terhadap raja Louise XIV dari Perancis oleh Catherine Deshayes yang menggunakan racun Inheritance Powder (La Poudre de Succession), yang merupakan koktail (campuran) dari arsen, aconitum, belladonna dan opium. Atas kegagalan usahanya tersebut, Deshayes dinyatakan bersalah melakukan percobaan pembunuhan dan dihukum siksa lalu dibakar (1). Arsen juga bukan racun yang ideal karena ia merupakan racun yang mudah dideteksi. Adanya penimbunan arsen di dalam jaringan rambut dan kuku, yang merupakan jaringan yang tahan pembusukan, membuat riwayat peracunan arsen dapat dibuktikan, bahkan juga pada kasus dengan korban yang sudah tinggal tulang belulang sekalipun. Dengan melakukan pemeriksaan rambut secara fragmental dari pangkal sampai ke ujung, dan dengan memperhitungkan kecepatan pertumbuhan rambut, dokter forensik dapat menentukan sudah berapa lama dan berapa sering korban diracun sebelum akhirnya meninggal dunia (1,2). Arsen secara klinis dapat menyebabkan timbulkan gejala klinis yang berbeda:A.Sindroma paralitik akut (1,2,3) Sindroma ini terjadi jika korban menelan senyawa arsen yang cepat diabsorpsi dalam jumlah besar dan ditandai oleh gejala kolaps sirkulasi ynag nyata, stupor dan kejang-kejang. Kematian dapat terjadi dalam beberapa jam setelah paparan arsen, diduga akibat efeknya pada pusat di medulla. Muntah dan diare mungkin tidak jelas atau tak ada sama sekali, dan temuan anatomik biasanya negatif atau hanya berupa mukosa saluran cerna yang hiperemia tanpa adanya kelainan khas lainnya. Adanya kesenjangan antara gambaran klinis yang berat dan temuan anatomi yang ringan merupakan petunjuk penting dalam penegakan diagnosis. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan cara melakukan pembuktian adanya keracunan dengan pemeriksaan toksikologi atas bahan darah, isi lambung maupun viscera.B.Sindroma gastrointestinal (1,2,3). Sindroma ini merupakan gambaran klasik keracunan akut arsen yang masuk per oral. Masuknya arsen ke dalam tubuh dalam dosis besar biasanya baru menimbulkan gejala keracunan akut setelah 30 menit sampai 2 jam setelah paparan racun. Gejala yang timbul berupa rasa terbakar pada uluhati, diikuti dengan mual, muntah, tenesmus, kembung, diare dengan kotoran seperti air cucian beras, yang kadang-kadang berdarah. Karena arsen yang sudah diabsorbsi diekskresikan kembali ke gaster, maka muntah yang terjadi biasanya persisten untuk waktu lama, meskipun arsen sudah terbuang lewat muntahan. Seringkali gejala ini disertai adanya kejang otot yang nyeri. Kematian dapat terjadi dengan didahului gejala takikardi, hipotensi, kedutan otot (muscular twitching) dan kejang-kejang, yang biasanya terjadi dalam 1-2 hari atau bahkan seminggu atau lebih setelah paparan. Kadang-kadang kematian bisa terjadi dalam beberapa jam saja, sehingga bentuknya seperti tipe paralitikGejala klasik keracunan arsen (1)1. Kerontokan rambut: merupakan tanda keracunan kronis logam berat, termasuk arsen2. Bau napas seperti bawang putih: merupakan bau khas arsen3. Gejala gastrointestinal berupa diare: akibat racun logam berat termasuk arsen4. Muntah: akibat iritasi lambung, diantaranya pada keracunan arsen.5. Skin speckling: gambaran kulit seperti tetes hujan pada jalan berdebu, disebabkan oleh Keracunan kronis arsen

6. Kolik abdomen: akibat keracunan kronis7. Kelainan kuku: garis Mees (garis putih melintang pada nail bed)dan kuk yang rapuh.8. Kelumpuhan (umum maupun parsial): akibat keracunan logam beratC.Intoksikasi gas arsineKeracunan akut (kadang-kadang hiperakut) dapat terjadi akibat intoksikasi gas arsine (AsH3). Gas ini tidak berbau pada saat masih baru, tetapi kemudian berubah menjadi berbau bawang putih. Arsine merupakan senyawa arsen yang paling beracun dan di atmosfir kadarnya harus kurang dari 0,05 ppm (Maximum Allowable Concentration, MAC). Pada konsentrasi 3-10 ppm arsine dapat menimbulkan gejala dalam beberapa jam, 10 - 60 ppm berbahaya dalam 60 menit dan kadar 250 ppm dapat mematikan dalam 30 menit atau kurang (2). Gambaran klasik paparan arsine adalah adanya masa laten sampai 24 jam dilanjutkan oleh adanya nyeri abdomen, hemolisis dan gagal ginjal. Gejala klasik berupa sakit kepala, pusing, malaise dan lemah mungkin merupakan gejala yang muncul pertama kali. Gejala gastrointestinal meliputi mual, muntah dan nyeri abdomen. Paparan arsine yang berlanjut menyebabkan konfusion, disorientasi dan gagal jantung (2,3). Faktor terbesar dalam toksisitas dan mortalitas arsine adalah kemampuannya untuk menyebabkan hemolisis akut yang masif, yang kecepatanya tergantung dari konsentrasi arsine dan lamanya paparan. Destruksi eritrosit terjadi dalam keadaan aerobik dan hanya mengenai eritrosit yang matur saja dan akan menyebabkan hiperkalemi, anemia, hemoglobinemia dan hemoglobinuria (urin merah gelap). Kulit yang berwarna bronz mungkin pula ditemukan, tetapi jaundice dan hepatotoksisitas jarang terjadi. Gagal ginjal diduga terjadi akibat myoglubinuria yang menyebabkan timbulnya nefrosis hemoglobinurik (2,3)D.Intoksikasi subakut dan kronik (1,2,3)Intoksikasi subakut dan kronis dapat terjadi akibat paparan arsen dalam dosis sublethal yang berulang maupun paparan tunggal dosis besar non fatal. Paparan kronis arsen dapat terjadi akibat paparan industri maupun pekerjaan, kecerobohan dan ketidaktahuan disekitar rumah, akibat pengobatan maupun upaya pembunuhan. Arsen yang masuk ke dalam tubuh secara berulang dan tidak diekskresi akan ditimbun dalam hati, ginjal, limpa dan jaringan keratin (rambut dan kuku). Setelah penghentian paparan, arsen yang tertimbun akan dilepaskan secara perlahan dari depotnya dan menimbulkan gejala yang membandel. Keracunan arsen kronis dapat menetap berminggu-minggu sampai berbulan-bulan dengan menunjukkan satu atau lebih sindroma yang berbeda. Pada keracunan kronis gejala klinis masih dijumpai untuk waktu yang lama, meskipun paparan sudah tidak terjadi lagi (2). Berikut ini adalah beberapa kemungkinan gejala klinis keracunan Arsen kronis:

1. Gastroenteritis kronis dengan anoreksia, nausea yang tidak jelas dan diare interminten. Selain itu dapat dijumpai pula adanya rasa kecap metal pada mulut, napas berbau bawang putih, tenggorokan kering dan rasa haus yang persisten2. Jaundice akibat nekrosis sel hati subakut

3. Neuropathi perifer motoris dan sensoris dengan paralisis, parese, anestesi, parestesi (rasa gatal, geli), dan ambliopia. Kelainan neurologis berawal di perifer dan meluas secara sentripetal. Otot halus tangan dan kaki mungkin mengalami paralisis dan sering disertai adanya kelainan tropik.4. Erupsi kulit berupa perubahan eksimatoid, pigmentasi coklat (melanosis) dengn spotty leucoderma (raindrop hyperpigmentation) dan keratosis punktata pada telapak tangan dan kaki, yang tampak mirip seperti kutil (warts). Keratosis dalam jangka panjang mungkin berubah menjadi Carsinoma sel skuamosa. Carsinoma sel basal superfisial pada daerah yang unexposed dan karsinoma sel skuamiosa intra epidermal (penyakit Bowen) dapat juga terjadi pada paparan arsen jangka panjang. Pada kuku dapat dijumpai adanya stria putih transversal (garis Mees) akibat konsumsi arsen jangka panjang yang berlangsung beberapa bulan. Kuku yang rapuh dan kerontokan rambut juga merupakan petunjuk kemungkinan adanya keracunan arsen kronis. Dermatits eksfoliatif dapat terjadi pada intoksikasi kronis arsen organik.

5. Malaise dengan anemia dan hilangnya berat badan menyebabkan terjadinya kakeksia dan terjadinya berbagai infeksi. Anemia sering disertai dengan leukopenia yang berat (kurang dari 1000/cc) dan eosinofilia relatif.

6. Nefrosis dengan albuminuria yang jelas (2).Mendeteksi kematian karena arsen

Arsen (As2O3) memiliki dosis lethal 120 - 200 mg (1,2,3). Dalam dosis sekecil ini (satu kapsul sedang, 200 mg), sejumlah 1,610 x 10~18 molekul racun tersebar melalui darah ke seluruh tubuh dan menyebabkan kematian (1). Pada otopsi korban keracunan arsen akut akan dijumpai adanya selaput lendir lambung dan esophagus yang mengalami perbendungan, pengelupasan dan bercak-bercak perdarahan (esofagitis dan gastroenteritis hemoragika). Pada korban yang meninggal dalam satu atau dua hari setelah peracunan, kelainan tersebut dapat meluas ke seluruh usus halus, bahkan kadang-kadang disertai juga oleh adanya pseudomembran diatasnya. Jika korban meninggal lebih lama lagi dari itu, maka akan dijumpai adanya deposit lemak pada jaringan hati atau nekrosis hepatoselular, acute tubular necrosis (ATN), dan miokarditis interstisial. Selain itu pada otopsi dapat juga ditemukan adanya perdarahan subserosa terutama pada jantung, jaringan longgar mesenterium da daerah retroperitoneal. Subendokardium ventrikel kiri merupakan tempat predileksi untuk suatu perdarahan yang jelas dan kecil berupa flame like hemorrhage atau efusi perdarahan yang luas (2). Jika korban menelan arsen dalam bentuk padat, secara makroskopik kadang-kadang dapat dijumpai adanya kristal putih melekat pada mukosa lambung dan esofagus. Jika korban baru diotopsi setelah mayat membusuk, maka kristal putih arsen trioksida akan berubah warna menjadi kuning, karena As2O3 bereaksi dengan H2S, yang terbentuk pada pembusukan, membentuk senyawa sulfida kuning (As2S3, orpiment) atau jingga (AsS atau realgar). Sementara itu mukosa gaster warnanya juga berubah dari merah padam menjadi hijau keunguan sampai hijau kecoklatan. Jika korban bertahan hidup cukup lama sebelum akhirnya meninggal dunia, mungkin ditemukan adanya efusi para rongga-rongga serosa serta ulkus pada saluran cerna. Degenerasi lemak yang tidak khas juga dapat dijumpai pada jaringan hati, jantung dan ginjal (2). Secara umum semakin lama interval survival korban, maka semakin jelas juga kelainan anatomi yang terjadi. Lesi inflamasi pada gaster dan usus terjadi terutama akibat ekskresinya melalui mukosa dan efek toksik langsungnya pada pembuluh darah kecil submukosa. Kelainan tersebut bertambah parah dengan adanya aksi korosif arsen terhadap permukaan epitel. Peradangan pada gastrointestinal ini dijumpai juga pada paparan arsen melalui ulkus kulit yang diberi salep yang mengandung arsen, dan tanpa paparan arsen peroral. Pada jaringan otak, arsen menyebabkan destruksi hemoragik dan perivaskuler (dikenal sebagai Wernicke-like encepphalopathy, arsenical encephalopathy, hemorrhagic arsenical encephalitis, atau cerebral purpura), yang terjadi akibat kerusakan endotel yang berat. Secara mikroskopik pada kelainan ini ditemukan adanya trombosis arteriol dan kapiler serta nekrosis simetris pada daerah pons, korpus kalosum, klaustrum dan thalamus (2) Distribusi arsen posmortem

Dengan berkembangnya tehnik pemeriksaan arsen yang amat sensitif pada saat ini, seperti tehnik neutron activation analysis (NAA), maka data temuan arsen harus dianalisis secara berhati-hati. Ditemukannya arsen dalam jaringan belum tentu menunjukkan adanya intoksikasi kecuali jika data anamnesis, sindroma klinis, pemeriksaan fisik antermortem dan temuan laboratorium serta perubahan anatomi sangat menyokong kemungkinan adanya keracunan arsen. Konsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran, yang disemprot dengan lead arsenat anti ulat dan tidak cukup dicuci sebelum dimakan, konsumsi seafood dalam jumlah besar serta inhalasi asap rokok (terutama tembakau Amerika yang relatif tinggi kadar arsennya) dapat menghasilkan akumulasi arsen dalam jaringan dalam jumlah yang cukup besar sehingga dapat terdeteksi secara kimiawi, meskipun tidak dijumpai adanya gejala klinis maupun kelainan anatomic (2). Pada orang yang tidak punya riwayat paparan arsen, arsen dapat dijumpai dalam saluran cerna, yang akan cepat dibersihkan melalui urin dan akan dieliminasi secara sempurna dalam 1 2 hari saja (3)Kadar arsen dalam kuku dan rambut

Arsen disimpan secara selektif di jaringan ektodermal, terutama di jaringan keratin kuku dan rambut. Kadar arsen kurang dari 0,1 mg/100 gram rambut umumnya tidak punya makna. Kadar sebesar itu dapat terjadi akibat akumulasi arsen pada paparan subklinik pada orang normal. Pada masa yang lalu ditemukannya arsen dalam jumlah banyak dalam kuku dan rambut biasanya ditafsirkan sebagai tanda adanya paparan arsen dosis tunggal kadar tinggi 1 - 2 minggu sebelumnya atau awal dari suatu serial paparan arsen dosis kecil (2). Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa arsen dapat dideteksi pada rambut dan kuku dalam jumlah signifikan hanya 30 jam setelah paparan (3). Pada awalnya diduga bahwa arsen tersebut berasal dari kontaminasi keringat yang mengandung arsen, karena arsen memang diekskresi melalui keringat dan dapat terikat pada jaringan yang mengandung keratin jika ia berkontak. Akan tetapi, penelitian Pearson dan Pounds pada rambut dengan menggunakan metode NAA menyangkal dugaan tersebut (2). Arsen yang terdapat didalam kuku dan rambut tak akan berubah konsentrasinya selama bertahun-tahun, kecuali jika jaringan tersebut terpapar dengan lingkungan yang bersifat asam atau basa kuat. Sampai saat ini masih banyak orang yang percaya bahwa bahwa deposit arsen pada rambut mengikuti (secara kasar) kecepatan pertumbuhan rambut, yaitu seperempat sampai setengah inchi perbulan. Dengan demikian, maka lama dan saat paparan arsen pada korban dapat diperkirakan, jika rambut korban cukup panjang untuk dibagi dalam beberapa bagian dan dianalisis kandungan arsennya (2) Orang yang meninggal dalam 6-8 jam setelah menelan arsen dalam jumlah overdosis umumnya didalam rambutnya tidak menunjukkan adanya arsen (3).

Pemeriksaan toksikologi

Pemeriksaan toksikologi untuk mendeteksi adanya racun dilakukan terhadap sampel urin (seluruhnya), isi lambung (seluruhnya), darah perifer (10 cc), dan rambut (dicabut dari pangkalnya). Untuk korban keracunan yang meninggal bahan pemeriksaan diambil juga dari jaringan otak dan hati (masing-masing 100 gram), ginjal (50 gram), cairan empedu serta humor vitreus (seluruhnya). Selain bahan-bahan tersebut, sebagai pembanding dapat juga dilakukan pemeriksaan atas bahan makanan, minuman, obat-obatan yang dicurigai (1). Pemeriksaan toksikologi terhadap arsen dilakukan dengan metode kolorimetrik maupun atomic absorption spectroscopy, yang mendeteksi total arsen. Arsen biasanya telah dapat terdeteksi dalam 2-4 jam setelah masuk secara per oral (3). Untuk pemeriksaan segmental terhadap rambut dilakukan pemeriksaan dengan neutron activation analysis (NAA). Batasan nilai toksik arsen dalam berbagai jaringan adalah sbb: dalam darah 0,6 9,3 mg/L, dalam urin 3,3 mg/L, dalam rambut atau kuku 3 ppm atau lebih dari 1 ug/gram berat kering (1).Penatalaksanaan intoksaikasi arsen dilakukan dngan beberapa tindakan sbb: 1. Dekontaminasi usus: Pemberian arang aktif (norit), lavase dan/atau laksan dapat dilakukan untuk dekontaminasi usus, meskipun efektifitasnya dipertanyakan2. Percepatan eliminasi: Tindakan hemodialisis dapat dipertimbangkan jika arsen ditelan dalam jumlah banyak dan ditemukan adanya gejala sistemik berupa hipotensi, kekacauan mental, koma, oliguria dan / atau asidosis laktat. Dimercaprol atau BAL dapat diberikan bersama hemodialisis untuk mencegah kemungkina redistribusi arsen.3. Terapi suportif: Balans cairan dan elektrolit perlu mendapat perhatian karena arsen menyebabkan vasodilatasi. Obati hipotensi yang terjadi dengan pemberian cairan sebelum menggunakan obat vasopresor. Lakukan EKG dan monitor irama jantung. Lakukan pemantauan fungsi liver dan ginjal secara ketat. Foto ronsn thoraks juga perlu dilakukan karena pada intoksikasi arsen dapat terjadi komplikasi edema pulmonal, meskipun jarang, dan dapat pula terjadi gagal napas sekunder akibat kelemahan otot yang mungkin terjadi beberapa minggu setelah keracunan berat. 4. Antoidotum: British Anti Lewisite (BAL) dalam minyak (dimercaprol) merupakan antidotum untuk semua kondisi keracunan arsen akut yang serius, kecuali untuk intoksikasi arsine. Dosis pemberian BAL bervariasi tergantung dari berat ringannya paparan arsen. Pada umumnya dosis yang diberikan adalah 3 - 5 mg/kg berat badan (BB), intramuskuler setiap 4 jam selama 2 hari, lalu 3 mg/kg BB, im setiap 6 jam selama 1 hari, dilanjutkan dengan 3 mg/kg BB, im setiap 12 jam selama 7 hari atau sampai gejala tidak ada lagi atau kadar arsen dalam urin turun menjadi kurang dari 50 ug/24 jam. Terapi dengan BAL efektif untuk kelainan hematologik pada keracunan kronis arsen, tetapi tidak efektif untuk mengobati gejala neurologis. Efek samping BAL meliputi antara lain urtikaria, rasa terbakar pada bibir, mulut dan tenggorokan, demam, konjuntivitis, sakit kepala , transient leukopeni dan hipotensi. Penicillamine merupakan terapi tambahan pada kelainan pencernaan yang serius dan efek sampingnya lebih ringan dibandingkan BAL. Efek samping serius obat ini (berupa neuritis optika dan nefrotoksisitas) hanya terjadi jika obat ini digunakan untuk jangka waktu yng lama. Sensitifitas terhadap penicillamine meliputi demam, rash, leukopeni, eosinofilia dan trombositopenia. Dosis penicillamine untuk anak-anak adalah 100 mg/kg BB/hari selama 5 hari, dibagi dalam 4 dosis oral dengan dosis maksimal dosis 1 gram perhari. Pada orang dewasa dosis maksimalnyan adalah 4 x 500 mg. Obat ini dapat diulangi dengan dosis yang sama setelah istirahat 5 hari, jika gejala keracunan muncul kembali dan kadar arsen urin tetap tinggi. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien yang sensitif terhadap penisilin (3). Obat lainnya yaitu Dimercaptosuccinic acid (DMSA) merupakan obat oral dan diduga bermanfaat untuk pengobatan jangka panjang atau pengobatan lanjut keracunan arsen dan untuk khelasi arsen organik. Dimercapto propane sulfonate (DMPS) akan memproduksi kompleks yang larut air dengan arsen, sehingga lebih baik dari BAL karena dapat menembus ssp (3)

Arsen merupakan racun yang ada di mana-mana di sekitar kita. Dalam setiap makanan kita, baik yang nabati maupun hewani, terdapat arsen dalam jumlah yang bervariasi. Tempat tinggal pada daerah tambang merupakan rawan untuk terjadinya keracunan arsen. Pola konsumsi yang banyak memakan seafood dan kerang-kerangan juga merupakan potensi besar untuk mengalami intoksikasi arsen karena tingginya kandungan arsen pada makanan-makanan tersebut.

Catatan sejarah menunjukkan bahwa peracunan dengan menggunakan racun arsen merupakan modus pemebunuhan dengan racun yang paling umum sejak jaman dahuklu kala. Bagi dokter yang kurang berpengalaman dan kurang berwawasan toksikologi, kasus keracunan arsen seringkali didiagnosis secara salah sebagai kasus penyakit non keracunan, karena gejalanya yang mirip dengan banyak penyakit lainnya, seperti gastroenteritis, sindoma Guilian Barre, dermatitis dsb. Keracunan arsen hanya dapat dideteksi oleh dokter, jika ia memikirkan kemungkinan keracunan arsen dan melakukan pemeriksaan toksikologi untuk membuktikannya. Bagi dokter yang berpengalaman, keracunan arsen merupakan jenis keracunan yang relatif mudah ditegakkan karena arsen selalu meninggalkan jejak pada rambut dan kuku korban, yang dapat menetap selama bertahun-tahun, bahkan ketika jasad korban telah hancur menjadi tanah.

Dengan adanya pengetahuan mengenai gejala klinis serta pengobatan keracunan arsen baik yang akut maupun kronis, diharapkan dokter klinik dapat mendeteksi kelainan ini sedini mungkin secara lebih akurat dan dapat segera melakukan penatalaksanaan secara tepat pula.

DAFTAR PUSTAKA

1.Trestrail JH. Crimninal poisoning. New Jersey: Humana Press Inc 2000-2001: 27-44,

59-64, 107-108.

2.Adelson L. The pathology of homicide. Springfield- Illinois: Charles C Thomas: 821

- 35.

3.Schonwald S. Medical toxicology: a synopsis qnd study guide. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins 2001: 663-5

* dibawakan pada acara Pertemuan Ilmiah Tahunan Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam 2005 FKUI/RSCM Kegawat Daruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta 5 Agustus 2005.