Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019

86

description

tenaga kerja

Transcript of Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019

  • BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INFORMASI

    JAKARTA, 2013

    NASKAH AKADEMIKARAH KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN2014-2019

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    vPUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    KATA PENGANTARPersoalan ketenagakerjaan dan penghidupan yang layak merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana diamanatkan pasal 27 ayat 2 UUD 1945, dan sampai saat ini, masih menjadi persoalan mendasar bagi pemerintah dan stakeholders lainnya karena kompleksitasnya. Hal ini dipersulit oleh kondisi lingkungan perkembangan dunia yang semakin global dengan persaingannya yang semakin ketat, penggunaan teknologi yang semakin canggih terutama dalam bidang komunikasi, transportasi dan produktivitas kerja, serta kondisi politik dan hukum nasional serta lokal yang masih hingar bingar, dan kesemuanya menjadi tantangan berat bagi persoalan ketenagakerjaan. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang merupakan salah satu kementerian dengan tugas utama di bidang ini, dituntut berada di garda depan dalam upaya turut mengurai dan menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan. Oleh karena itu, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi perlu memiliki arah kebijakan dalam bidang ketenagakerjaan ke depan yang komprehensif dan berkesinambungan terutama sekali karena masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu II

  • vi PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    segera berakhir di tahun 2014. Dalam rangka inilah Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi sebagai satuan kerja pendukung di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi memberikan tugas kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan agar mempersiapkan sebuah naskah arah kebijakan bidang ketenagakerjaan 2014-2019. Naskah ini berusaha menyajikan beberapa wacana kritis dan paradigma baru yang dirasa terlewatkan dalam kebijakan ketenagakerjaan di masa lalu agar dapat diperhatikan di masa-masa mendatang. Di samping itu tentunya, keberhasilan yang sudah dicapai dapat menjadi pijakan untuk melaksanakan kebijakan yang sustainable dan berkesinambungan ke depan. Naskah ini diharapkan menjadi dasar bagi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigasi dalam penyusunan kebijakan strategis dan praktis di masa mendatang.Semangat dan kerja keras Tim yang terdiri atas Peneliti, Pejabat Struktural, dan staf di Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan, serta masukan para narasumber yang memiliki kepakaran, pengetahuan dan pengalaman di bidang ketenagakerjaan dan bidang-bidang terkait dengan bidang ketenagakerjaan dalam menyusun Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019 ini, patut diberikan apresiasi setinggi-tingginya. Dengan rahmat dan ijin Tuhan yang Maha Kuasa, naskah ini dapat tersaji ke hadapan kita semua. Selaku Pimpinan Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan, kami mengucapkan terima kasih, penghargaan dan atensi yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusinya dalam menyelesaikan naskah ini. Akhirul kalam, semoga Arah Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019 ini sungguh-sungguh dapat memberi masukan dan landasan dalam menyusun kebijakan-kebijakan bidang ketenagakerjaan 2014-2019 yang lebih realistis dan bermanfaat bagi bangsa dan Negara.Kepala PusatPenelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan

    Wahyu Indrawati, SE, MM

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    viiPUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    KATA PENGANTAR vDAFTAR ISI viiDAFTAR TABEL xDAFTAR GRAFIK xiDAFTAR GAMBAR xii

    BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan 3 1.3. Pola pikir penyusunan 3 1.4. Metode 5 1.4.1. Penyusunan naskah awal 5 1.4.2. Workshop 8 1.4.3. Seminar 8 1.4.4. Penyusunan draft akhir dan buku naskah 9 1.5. Sistematika 9BAB II BIDANG-BIDANG YANG BERPENGARUH TERHADAP BIDANG KETENAGAKERJAAN DAN PERMASALAHANNYA 11 2.1. Kependudukan 11 2.1.1. Angkatan Kerja 12 2.1.2. Punduduk yang bekerja 13

    DAFTAR ISI

  • viii PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    2.1.3. Setengah Penganggur 15 2.1.4. Pengangguran terbuka 16 2.1.5. Bonusdemografi 18 2.2. Ekonomi 20 2.3. Politik dan hukum 23 2.4. Globalisasi perekonomian 26 2.5. Sifat pasar kerja 28 2.6. Budaya perusahaan 31 2.7. Budaya pekerja 34 2.8. Budaya pemerintah 35 2.9. Otonomi daerah 36BAB III PERMASALAHAN BIDANG KETENAGAKERJAAN 39 3.1. Pelatihan keterampilan kerja 39 3.2. Penempatan tenaga kerja 41 3.3. Hubungan industrial dan Jamsostek 42 3.4. Pengawasan ketenagakerjaan 43BAB IV ARAH KEBIJAKANBIDANG-BIDANG YANG BERPENGARUH TERHADAP BIDANG KETENAGAKERJAAN 2014-1019 45 4.1. Kependudukan 45 4.2. Ekonomi 47 4.3. Politik dan hukum 48 4.4. Globalisasi perekonomian 49 4.5. Sifat pasar kerja 50 4.6. Budaya perusahaan 52 4.7. Budaya pekerja 53 4.8. Budaya pemerintah 54 4.9. Otonomi daerah 54BAB V ARAH KEBIJAKAN BIDANG KETENAGAKERJAAN 2014-1019 57 5.1. Pelatihan keterampilan kerja 57 5.2. Penempatan tenaga kerja 60 5.3. Hubungan industrial dan jamsostek 63

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    ixPUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    5.4. Pengawasan ketenagakerjaan 65BAB VI PENUTUP 69Daftar Bacaan 73

  • x PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    DAFTAR TABELTABEL II.1 Daya Saing Industri Indonesia Berbanmding Negara Lain di Asia Tenggara Pada Aspek InfrastrukturdanEfisiensiPasarKerja Tahun 2012 23TABEL II.2 Dua bentuk perlindungan pekerja yang bertolak belakang 29TABEL II.3 Karakteristik perusahaan yang menerapkan Low Road Industrial Relation System 33

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    xiPUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    DAFTAR GRAFIKGRAFIK II.1 Persentase angkatan kerja menurut pendidikan Tahun 2008-2012 12GRAFIK II.2 Persentase penduduk yang bekerja menurut pendidikanTahun 2008-2012 13GRAFIK II.3 Persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama Tahun 2008-2012 14GRAFIK II.4 Persentase penduduk yang bekerja menurut status pekerjaan Tahun 2008-2012 14GRAFIK II.5 Persentase setengah penganggur menurut lapangan pekerjaan utama Tahun 2008-2012 15GRAFIK II.6 Persentase setengah penganggur menurut status pekerjaan Tahun 2008-2012 15GRAFIK II.7 Persentase penganggur terbuka menurut pendidikan Tahun 2008-2012 16GRAFIK II.8 Distribusi Penduduk Indonesia Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010 19GRAFIK II.9 Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tahun 2004-2013 20GRAFIK II.10 Penanaman Modal Dalam Negeri di Sektor Industri Menurut Jenis Industri Tahun 2012 22GRAFIK II.11 Penanaman Modal Asing di Sektor Industri Menurut Jenis Industri Tahun 2012 22

  • xii PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    DAFTAR GAMBARGAMBAR I.1 Pola pikir penyusunan arah kebijakan bidang ketenagakerjaan 5

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    1PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Bab IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangSuatu kebijakan, terutama kebijakan pembangunan meminta biaya dan pengorbanan yang tidak kecil, baik materi, waktu dan tenaga, termasuk opportunity cost lainnya. Oleh karena itu, sudah seharusnya apabila suatu kebijakan diawali dengan berbagai persiapan, perencanaan yang matang, pembahasan yang intens, sebelum akhirnya dituangkan dalam suatu naskah atau sebagai dokumen kebijakan. Bila tahapan ini diikuti secara konsisten dan jujur, maka arah kebijakan yang dihasilkan akan memberi peluang yang besar bagi keberhasilan kebijakan yang dilaksanakan. Tetapi sebaliknya, bila tahapan ini tidak dilakukan secara konsisten dan jujur, maka besar kemungkinan arah kebijakan yang dihasilkan akan memberi arah yang salah dan berakibat kebijakan yang diterapkan menemui kegagalan (loss development).Berdasarkan pengamatan selama beberapa tahun belakangan ini, kebijakan ketenagakerjaan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum menunjukkan hasil

  • 2 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Pendahuluan

    yang signifikan. Beberapa hal yang kemungkinan besar menyebabkan hal itu adalah:a. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum secara ajeg, metodik, dan sistematis mempertimbangkan issu-issu di luar ketenagakerjaan sebagai dasar atau bahan dalam menyusun kebijakan ketenagakerjaan, yang mengakibatkan kurangnya inovasi dan kreasi dalam penyusunan kebijakan.b. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum melakukan koordinasi yang efektifnya dengan Kementerian/Lembaga terkait lainnya dalam menyusun arah kebijakan ketenagakerjaan.c. Masih banyak program dalam kebijakan ketenagakerjaan yang tidak dapat mencapai target dan sasaran seperti yang direncanakan.d. Masih terdapat program ketenagakerjaan yang luput dari kebijakan ketenagakerjaan.e. Masih terdapat duplikasi program ketenagakerjaan antar satuan kerja dan atau unit kerja.f. Masih terdapat program ketenagakerjaan yang dilaksanakan berulang-ulang tanpa perubahan yang signifikan.

    Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam kurun waktu 2014-2019, dan tahapan pembangunan berikutnya, kebijakan ketenagakerjaan harus:a. Mempertimbangkan issu-issu di luar ketenagakerjaan secara ajeg, metodik, dan sistematis.b. Ditentukan menurut evidence base dan koordinatif dengan Kementerian/Lembaga terkait.c. Memuat program-program yang inovatif, kreatif, relevan, prioritas, dan terukur, serta tidak duplikatif, tidak repetitif tanpa perubahan yang signifikan.

    Untuk itu, diperlukan suatu arah kebijakan yang memuat pemikiran dan informasi yang dapat digunakan sebagai tuntunan dalam menyusun kebijakan, strategi, dan program oleh unit kerja di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Untuk itulah buku arah kebijakan ini disusun.

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    3PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    1.2. TujuanBuku arah kebijakan ini disusun untuk memberi masukan kepada unit-unit kerja di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam menyusun kebijakan, strategi, dan programnya masing-masing selama tahun 2014-2019.1.3. Pola pikir penyusunan Dalam konteks pembangunan Indonesia secara keseluruhan, bidang ketenagakerjaan tidak berdiri sendiri atau bebas nilai dari berbagai faktor, termasuk faktor-faktor yang berada di luar kontrol atau kewenangan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Artinya, bidang ketenagakerjaan merupakan fungsi dari bidang-bidang lain di luar bidang ketenagakerjaan itu sendiri. Ibarat sungai, bidang ketenagakerjaan adalah muara dari berbagai bidang. Setiap kebijakan di berbagai bidang ini akan berpengaruh terhadap bidang ketenagakerjaan. Bagaimana dan seberapa besar pengaruh bidang-bidang lain terhadap bidang ketenagakerjaan akan menjadi penentu terhadap keberhasilan bidang ketenagakerjaan. Selain itu, keberhasilan bidang ketenagakerjaan juga sangat tergantung pada bagaimana dan seberapa kemampuan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi merespon pengaruh bidang-bidang lain tersebut. Seperti telah banyak diungkapkan oleh para pengamat, tidak sedikit bidang-bidang lain di luar bidang ketenagakerjaan yang memberi dampak positif terhadap bidang ketenagakerjaan, tetapi tidak sedikit pula yang justru mendistorsi bidang ketenagakerjaan.Penjelasan di atas menjadi pola pikir yang diterapkan dalam penyusunan buku arah kebijakan bidang ketenagakerjaan ini. Oleh karena itu, sebelum mengidentifikasi arah kebijakan bidang ketenagakerjaan, pertama-tama akan diuraikan bidang-bidang yang dipandang memiliki pengaruh yang kuat terhadap kondisi dan lingkungan strategis bidang ketenagakerjaan. Bila tidak dapat dikatakan semua, maka bidang-bidang yang dipandang mempunyai

  • 4 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Pendahuluan

    pengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap bidang ketenagakerjaan adalah:a. Kependudukan.b. Ekonomi.c. Politik dan hukum.d. Globalisasi perekonomian.e. Sifat pasar kerja.f. Budaya perusahaan.g. Budaya pekerja.h. Budaya pemerintah.i. Otonomi daerah.Selanjutnya, akan diidentifikasi pula permasalahan yang meliputi bidang-bidang ini, dan permasalahan yang ada pada bidang

    ketenagakerjaan itu sendiri. Berdasarkan identifikasi permasalahan ini, pada tahap berikutnya dilakukan identifikasi arah kebijakan yang harus dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga yang terkait dengan bidang-bidang lain tersebut. Terakhir, akan diidentifikasi arah kebijakan yang harus dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk memecahkan masalah yang berada disekitar bidang ketenagakerjaan yang menjadi bagian dari tugas dan fungsi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    5PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    1.4. MetodeUntuk memenuhi pola pikir tersebut di atas, penyusunan arah kebijakan bidang ketenagakerjaan tahun 2014-2019 ini dilaksanakan dengan dua cara yang saling terkait, yakni:1.4.1. Penyusunan naskah awalSebagai langkah pertama, dihimpun masukan berupa pemikiran yang berkaitan dengan bidang-bidang di luar ketenagakerjaan yang dipandang berpengaruh terhadap bidang ketenagakerjaan

    GAMBARI.1Pola pikir penyusunan arah kebijakan bidang ketenagakerjaan

  • 6 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Pendahuluan

    seperti kependudukan, ekonomi, politik dan hukum, globalisasi perekonomian, sifat pasar kerja, budaya perusahaan, budaya pekerja, budaya pemerintah, otonomi daerah. Bersamaan dengan itu dihimpun pula masukan yang termasuk di dalam bidang ketenagakerjaan itu sendiri seperti pelatihan keterampilan kerja, penempatan tenaga kerja, hubungan industrial dan jaminan sosial tenaga kerja, serta pengawasan ketenagakerjaan. Masukan ini diperoleh dari berbagai literatur dan narasumber, yang berasal dari kalangan pemerintah, pengusaha, pekerja, dan para pakar serta lembaga swadaya masyarakat (Tripartit Plus), yakni:a. Prof. DR. Sri Moertiningsih (Pakar Demografi, Guru Besar FE-UI)Memberi masukan mengenai permasalahan kependudukan dan arah kebijakan ketenagakerjaan yang berkenaan dengan kependudukan.b. Prof. DR. Chris Manning (Guru Besar Ekonomi Australian National University)Memberi masukan mengenai permasalahan, kecenderungan perekonomian, pasar kerja Indonesia, dan globalisasi perekonomian, serta arah kebijakan ketenagakerjaan yang berkenaan dengan ekonomi dan pasar kerja.c. Suryadi Sasmita (Pengurus APINDO)Memberi masukan mengenai permasalahan perkembangan perekonomian, investasi, dan sifat pasar kerja di Indonesia, serta arah kebijakan ketenagakerjaan yang berkenaan ekonomi, investasi, dan sifat pasar kerja.d. Prof. Dr. Ir. Raldi H. Koestoer, M.Sc (Staf Ahli Bidang Ketenagakerjaan Menko Perekonomian)Memberi masukan mengenai permasalahan ekonomi dan ketenagakerjaan, serta arah kebijakan ketenagakerjaan berkenaan dengan pelatihan keterampilan kerja, penempatan tenaga kerja berdasar kerangka MP3EI.

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    7PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    e. DR. Ir. Rachmat Pambudi (Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia )Memberi masukan mengenai permasalahan penempatan tenaga kerja di Indonesia, dan arah kebijakan ketenagakerjaan berkenaan dengan penempatan tenaga kerja melalui peningkatan kegiatan agrobisnis.f. Prof. DR. Payaman J. Simanjuntak (Pakar Ketenagakerjaan)Memberi masukan mengenai permasalahan SDM Indonesia, dan hubungan industrial di Indonesia, serta arah kebijakan ketenagakerjaan yang berkenaan dengan pengembangan SDM, produktivitas, dan hubungan industrial.g. Prof. DR. Dra. Sulistyowati Irianto (Guru Besar Hukum dan Antropologi UI dan Ketua Pusat Kajian Wanita dan Gender)Memberi masukan mengenai permasalahan dan arah kebijakan ketenagakerjaan yang berkenaan dengan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.h. Saut Aritonang (Pengurus SB/SP)Memberi masukan mengenai permasalahan perburuhan di Indonesia, dan arah kebijakan ketenagakerjaan yang berkenaan dengan hubungan industrial.i. Drs. I Gusti Made Arke M. Si (Pakar Ketenagakerjaan)Memberi masukan mengenai permasalahan dan arah kebijakan ketenagakerjaan yang berkenaan dengan pengawasan ketenagakerjaan, dan otonomi daerah.

    Selain narasumber utama di atas, dalam proses penyusunan naskah awal melibatkan narasumber pendamping yang menambah masukan dan memperkaya draft tersebut, yakni:

  • 8 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Pendahuluan

    a. Prof. DR. Yeremias T. Keban (Gurubesar Fisipol UGM)b. DR. Abdul Aziz, MA (Staf Ahli Menakertrans Bidang ESDM)c. Johnson Tampubolon, SH, C.Law (Asdep Kemenko Perekonomian)d. Drs.Soewartoyo, MA (Peneliti Utama Bidang Ketenagakerjaan LIPI)e. Drs. H. Suwito Ardiyanto, SH, MH (Widyaiswara Kemenakertrans)f. Drs. Nyoman Tjenik Swata, MM (Pakar Ketenagakerjaan)Semua masukan yang diperoleh melalui narasumber tersebut di atas disusun oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan untuk menghasilkan satu naskah awal (first draft) berisi arah kebijakan bidang ketenagakerjaan 2014-2019.

    1.4.2. WorkshopNaskahawal arah kebijakan bidang ketenagakerjaan yang telah disusun berdasarkan masukan dari narasumber dibahas dalam dua workshop, yakni workshop sub bidang pelatihan keterampilan kerja dan penempatan tenaga kerja; dan worksop sub bidang hubungan industrial dan jaminan sosial tenaga kerja, serta pengawasan ketenagakerjaan. Selain pemaparan draft awal termaksud, dalam worksop ini juga diundang peserta yang mencakup perwakilan satuan-satuan kerja di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.Masukan yang diperoleh dari kedua workshop ini dielaborasi oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan untuk menghasilkan draft sementara arah kebijakan bidang ketenagakerjaan 2014-2019.1.4.3. SeminarDraft sementara arah kebijakan bidang ketenagakerjaan yang telah disusun berdasarkan masukan dari workshop tersebut di atas, dipaparkan dan dibahas dalam Seminar dengan mengundang beberapa narasumber terdahulu, dan perwakilan-perwakilan dari satuan kerja di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Kementerian/Lembaga terkait.

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    9PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    1.4.4. Penyusunan draft akhir dan buku naskahBerdasarkan masukan dari Seminar tersebut di atas, Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan menyusun draft akhir arah kebijakan bidang ketenagakerjaan 2014-2019 dan setelah menjadi buku, diserahkan kepada pimpinan Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi untuk kemudian disalurkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan sesuai prosedur yang berlaku.1.5. SistematikaSecara keseluruhan, buku arah kebijakan bidang ketenagakerjaan 2014-2019 ini terdiri dari enam Bab, yang dapat dijelaskan sebagai berikut.Bab I Merupakan bagian pendahuluan yang memuat latar belakang, tujuan, pola pikir, dan metode penyusunan buku arah kebijakan bidang ketenagakerjaan 2014-2019, serta sistematika penulisannya.Bab II Memuat tentang bidang-bidang yang berpengaruh terhadap bidang ketenagakerjaan dan permasalahannya.Bab III Memuat tentang permasalahan di bidang ketenagakerjaan, yakni pelatihan keterampilan kerja, penempatan tenaga kerja, hubungan industrial dan jaminan sosial tenaga kerja, serta pengawasan ketenagakerjaan.Bab IV Memuat tentang arah kebijakan bidang-bidang yang berpengaruh terhadap bidang ketenagakerjaan.Bab V Memuat tentang arah kebijakan bidang ketenagakerjaan yang mencakup pelatihan keterampilan kerja, penempatan tenaga kerja, hubungan industrial dan jaminan sosial tenaga kerja, serta pengawasan ketenagakerjaan.Bab VI Merupakan bagian penutup, yang memuat kesimpulan dan atau ringkasan dari arah kebijakan bidang ketenagakerjaan 2014-2019.

  • 10 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Pendahuluan

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    11PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Bab IIBIDANG-BIDANG YANG BERPENGARUH TERHADAP BIDANG KETENAGAKERJAAN DAN PERMASALAHANNYABidang ketenagakerjaan tidak berdiri sendiri atau bebas nilai dari berbagai faktor, termasuk faktor-faktor yang berada di luar kontrol atau kewenangan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Bidang ketenagakerjaan merupakan muara dari berbagai bidang. Setiap kebijakan di berbagai bidang ini akan berpengaruh terhadap bidang ketenagakerjaan. Bila tidak dapat dikatakan semua, maka bidang-bidang yang dipandang mempunyai pengaruh, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap bidang ketenagakerjaan adalah: (a) Politik dan hukum, (b) Ekonomi, (c) Kependudukan, (d) Globalisasi, (e) Persepsi terhadap pasar kerja, (f) Budaya perusahaan, (g) Budaya pekerja, (i) Budaya pemerintah dan (h) Otonomi daerah.2.1. KependudukanAspek kependudukan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap masalah ketenagakerjaan, karena di dalamnya terdapat

  • 12 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

    angkatan kerja baik yang bekerja maupun menganggur, serta setengah pengangguran yang selama ini masih menjadi permasalahan nasional. Meskipun kependudukan berada di luar kontrol tugas dan fungsi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, tetapi boleh dikatakan bahwa obyek dan subyek kebijakan ketenagakerjaan sesungguhnya adalah penduduk. Oleh karena itu, berikut ini akan diuraikan permasalahan bidang ketenagakerjaan dilihat dari aspek kependudukan.2.1.1. Angkatan KerjaBerdasarkan data Badan Pusat Statistik, seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, jumlah angkatan kerja yang pada tahun 2008 berjumlah 111.947.265 orang meningkat menjadi 118.053.110 orang pada tahun 2012. Bila diteliti lebih dalam, perubahan tersebut juga merupakan akibat dari perubahan tenaga kerja yang masuk ke dalam pasar kerja. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan TPAK, dari 67,18 pada tahun 2008 menjadi 67,88 pada tahun 2012. Bila dilihat menurut komposisi umur, sebagian besar dari angkatan kerja adalah mereka yang berumur muda dan dewasa. Cukup menarik untuk diperhatikan adalah adanya penurunan angkatan kerja di pedesaan karena adanya urbanisasi, baik karena pemekaran daerah perkotaan maupun adanya migrasi angkatan kerja dari desa ke kota. Selanjutnya, tidak jauh berbeda dengan periode-periode sebelumnya, peningkatan angkatan kerja lebih besar dari pada perempuan, yakni 6% berbanding 4,5%.Meskipun secara umum tingkat pendidikan masih tergolong rendah, tetapi selama lima tahun terakhir nampak adanya perbaikan. Bila pada tahun 2008 separuh lebih dari angkatan kerja masih berpendidikan SD ke bawah, pada tahun 2012 0.0

    10.0

    20.0

    30.0

    40.0

    50.0

    60.0

    2008 2009 2010 2011 2012

    GRAFIK II.1Persentase angkatan kerja

    menurut pendidikanTahun 2008-2012

    SD

    SMTP

    SMTA Umum

    SMTA Kejuruan

    DIPLOMA I/II/III/AKADEMI

    UNIVERSITAS

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    13PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    persentase tersebut menurun menjadi 47,36%. Seiring dengan itu, persentase angkatan kerja berpendidikan menengah ke atas mengalami peningkatan.Walaupun ada peningkatan ratio pendidikan menengah ke atas, namun seperti tahun-tahun sebelumnya, persentase angkatan kerja yang menambah keterampilan kerjanya melalui pelatihan masih tergolong rendah, yakni hanya sekitar 5%, dan selama 5 tahun angka tersebut tidak berubah secara siginfikan. Jenis-jenis kejuruan yang paling banyak diikuti adalah aneka kejuruan, seperti jahit-menjahit, bordir, tata boga, dan aneka kejuruan lainnya (65%), tata niaga (23%), pertanian (2,4%), dan yang paling sedikit adalah kejuruan pariwisata (sekitar 0,5%).2.1.2. Penduduk yang bekerjaPenduduk yang bekerja selama lima tahun terakhir terus mengalami peningkatan, yakni dari 102.552.650 orang atau dengan employment rate 91,6% pada tahun 2008, menjadi 173.926.703 orang atau dengan employment rate 93,9% pada tahun 2012. Sebagian besar dari penduduk yang bekerja ini berada di pedesaan meskipun secara perlahan-lahan persentasenya menurun bila dibandingkan dengan di perkotaan.Seirama dengan penurunan proporsi angkatan kerja berpendidikan SD ke bawah, maka proporsi penduduk yang bekerja dengan pendidikan SD ke bawah juga mengalami penurunan dari 53,96% menjadi 48,62%, yang diiringi dengan meningkatnya proporsi yang berpendidikan menengah ke atas dari 6,85% menjadi 8,98% selama kurun waktu 2008-2012.

    -

    10.00

    20.00

    30.00

    40.00

    50.00

    60.00

    2008 2009 2010 2011 2012

    GRAFIK II.2Persentase penduduk yang bekerja

    menurut pendidikanTahun 2008-2012

    SD

    SMTP

    SMTA Umum

    SMTA Kejuruan

    Diploma I/II/III/Akademi

    Universitas

  • 14 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

    Proporsi terbesar tenaga kerja yang bekerja menurut lapangan usahanya masih di pertanian, kehutanan, perburuan, dan perikanan; kemudian terbanyak kedua adalah lapangan usaha perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel. Sedangkan lapangan usaha yang paling sedikit tenaga kerjanya adalah di pertambangan dan galian. Secara umum tenaga kerja yang bekerja di sektor petanian mengalami penurunan. Pada tahun 2008 berjumlah 41.331.706 orang (40.30%) turun menjadi 38.882.134 orang (35,09%). Sedangkan yang meningkat adalah mereka yang bekerja di lapangan usaha industri, pada tahun 2008 berjumlah 12.549.376 orang (12,24%), setelah lima tahun meningkat menjadi 15.367.242 orang (13,87%). Lapangan usaha lain yang meningkat adalah jasa kemasyarakatan, pada tahun 2008 berjumlah 13.0099.817 orang (12,77%) selanjutnya pada tahun 2012 menjadi 17.100.896 orang (15,43%). Status pekerjaan yang banyak digeluti oleh penduduk yang bekerja adalah buruh/karyawan/pegawai yang selama tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 jumlahnya terus meningkat dari 27,48% menjadi 36.36%. Berikutnya adalah berusaha di bantu buruh tetap, meskipun menurun dari 21,23% menjadi 16,93%. Pada urutan ketiga adalah yang berstatus berusaha sendiri, yang juga mengalami penurunan proporsi dari 20,40% menjadi 16,64%. Status pekerjaan dengan proporsi terendah adalah

    0.0

    5.0

    10.0

    15.0

    20.0

    25.0

    30.0

    35.0

    40.0

    45.0

    2008 2009 2010 2011 2012

    GRAFIK. II.3Persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama

    Tahun 2008-2012Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan PerikananPertambangan dan Penggalian

    Industri

    Listrik, Gas dan Air

    Konstruksi

    Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa AkomodasiTransportasi, Pergudangan dan Komunikasi

    Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa PerusahaanJasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan

    -

    5.0

    10.0

    15.0

    20.0

    25.0

    30.0

    35.0

    40.0

    2008 2009 2010 2011 2012

    GRAFIK II.4Persentase penduduk yang bekerja

    menurut status pekerjaanTahun 2008-2012

    Berusaha Sendiri

    Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap/Buruh Tidak DibayarBerusaha Dibantu Buruh Tetap/Buruh Dibayar

    Buruh/Karyawan/Pegawai

    Pekerja Bebas di Pertanian

    Pekerja Bebas di Non Pertanian

    Pekerja Keluarga/Tak Dibayar

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    15PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    berusaha dibantu buruh tetap, tetapi justru mengalami peningkatan yakni dari 2,94% menjadi 3,50%.2.1.3. Setengah Penganggur Penduduk yang termasuk kategori setengah penganggur atau yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu masih cukup tinggi, yakni sekitar 30% selama tahun 2008-2012. Mereka ini sebagian besar adalah yang bekerja di sektor pertanian, yakni sebesar 61,23% pada tahun 2008 dan 61,64% pada tahun 2012. Lapangan usaha lainnya dengan angka setengah pengguran relatif tinggi perdagangan, yakni 12,42% pada tahun 2008 dan 12,62% pada tahun 2012. Sementara setengah penganggur pada lapangan usaha jasa kemasyarakatan pada tahun 2008 sebesar 11,49% meningkat menjadi 23,07% pada tahun 2012.Bila dilihat menurut status pekerjaan utama, sekitar 33% dari setengah penganggur ini berstatus sebagai pekerja tidak dibayar, sekitar 20% berusaha dibantu buruh tidak tetap, dan sekitar 17% berusaha sendiri. Selama lima tahun sejak Agustus 2008 s.d Agustus 2012

    -

    10.0

    20.0

    30.0

    40.0

    50.0

    60.0

    70.0

    2008 2009 2010 2011 2012

    GRAFIK II.5Persentase setengah penganggur

    menurut lapangan pekerjaan utamaTahun 2008-2012

    Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan PerikananPertambangan dan Penggalian

    Industri

    Listrik, Gas dan Air

    Konstruksi

    Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi

    Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi

    Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa PerusahaanJasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan

    -

    5.0

    10.0

    15.0

    20.0

    25.0

    30.0

    35.0

    40.0

    2008 2009 2010 2011 2012

    GRAFIK II.6Persentase setengah penganggur

    menurut status pekerjaanTahun 2008-2012

    Berusaha Sendiri

    Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap/Buruh Tidak DibayarBerusaha Dibantu Buruh Tetap/Buruh Dibayar

    Buruh/Karyawan/Pegawai

    Pekerja Bebas di Pertanian

    Pekerja Bebas di Non Pertanian

  • 16 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

    jumlah dan komposisi setengah penganggur berdasarkan statusnya tidak banyak mengalami perubahan. Adapun yang jumlahnya paling sedikit adalah mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap. Sementara yang berststus sebagai pekerja keluraga pada awalnya sedikit mengalami kenaikan sampai tahun 2010, kemudian secara perlahan menurun kembali sampai tahun 2012. Setengah pengaggur yang sedikit mengalami kenaikan adalah mereka yang bersatatus sebagai buruh/ karyawan/pegawai. 2.1.4. Pengangguran terbuka Selama lima tahun sejak 2008 sampai dengan tahun 2012 jumlah penganggur terbuka maupun tingkat p e n g a n g g u r a n n y a mengalami penurunan bahkan secara perlahan mendekati tingkat pengangguran alami. Pada tahun 2008 tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 8,39%, kemudian pada tahun 2012 menurun menjadi 6,14%.Bila dilihat menurut daerah, maka persentase penganggur terbuka di pedesaan lebih rendah dibanding perkotaan, yakni 44,78% pada tahun 2008 dan pada tahun 2012 turun menjadi 41,81%, sementara di perkotaan sebanyak 55,19% pada tahun 2008 lalu meningkat menjadi 58,19% pada tahun 2012. Tingkat penganggurannya pun di perkotaan lebih tinggi dari pada di pedesaan. Sementara bila dilihat menurut jenis kelamin, angka penganggur laki-laki lebih banyak dari pada perempuan, yakni 55,83% pada tahun 2008 meningkat menjadi 56,23% pada tahun 2012, sedangkan penganggur perempuan sebesar 44,17 % pada tahun 2008 lalu menurun menjadi 39,77% pada tahun 2012.Lebih lanjut, proporsi yang terbesar dari penganggur terbuka ini adalah mereka yang berpendidikan rendah, yaitu berpendidikian SD

    0.0

    5.0

    10.0

    15.0

    20.0

    25.0

    30.0

    2008 2009 2010 2011 2012

    GRAFIK II.7Persentase penganggur terbuka

    menurut pendidikanTahun 2008-2012

    SD

    SMTP

    SMTA Umum

    SMTA Kejuruan

    DIPLOMA I/II/III/AKADEMI

    UNIVERSITAS

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    17PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    tahun 2008 sebnyak 28,18% pada tahun 2012 tidak banyak berbeda sebesar 28,09%; SMTP tahun 2008 sebanyak 21,01% menjadi 23,48% pada tahun 2012. Berpendidikan SMTA tahun 2008 berjumlah 40,08% pada tahun 2012 turun menjadi 39,66%. Begitu juga yang berpendidikan Tinggi pada tahun 2008 sebesar 6,37% turun menjadi 6.5% dari jumlah penganggur di tahun yang sama. Berbeda dengan jumlah, ternyata TPT yang paling sedikit, dan terus mangalami penurunan adalah mereka yang berpendidikan SD kebawah, pada tahun 2008 sebanyak 4,57% pada tahun 2012 turun menjadi 3,64%. Tingkat penganguran yang TPTnya masih relative tinngi adalah SMTA, namun selama 5 tahun mengalami penurunan yang cukup berarti. Pada tahun 2008 TPT SMTA Umum 14,31% pada tahun 2012 turun menjadi 9,60%. Untuk SMTA Kejuruan TPT pada tahun 2008 17,26% turun menjadi 9,87% pada tahun 2012. Sedangkan yang berpendidikan tinggi pada tahun 2008 TPTnya 12,59 % pada tahun 2012 turun menjadi 5,91%.Bila dilihat menurut kelompok umur, maka sebagian besar dari penganggur terbuka ini adalah mereka yang berumur muda, yaitu umur 15-24 tahun, dan yang berumur 25-29 tahun. Sementara bila dicermati berdasarkan pendidikannya, ternyata untuk yang umur 15-19 tahun didominasi oleh mereka yang berpendidikan SMTA Kejuruan dan SMTP, dan penganggur dengan kelompok umur 20-24 tahun didominasi oleh mereka yang berpendidikan Diploma dan SMTA UMUM. Untuk penganggur dengan kelompok umur 25-29 tahun dan 30-34 didominsi oleh mereka yang berpendidikan Universitas dan Diploma. Sedangkan kelompok umur penganggur ditas 35 tahun di dominasi oleh mereka yang berpenddidikan SD ke awah.Cukup menarik untuk diperhatikan adalah bahwa sebagian dari para penganggur ini sudah mengikuti pelatihan kerja dan bersertifikat. Selain itu, pada kenyataannya TPT antara yang pernah mengikuti pelatihan dan yang tidak mengikuti pelatihan hampir sama saja. Ini menunjukkan bahwa tidak ada atau sangat kecil civil effect dari pelatihan terhadap kesempatan untuk memperoleh pekerjaan atau berusaha. Bila dilihat berdasarkan jenis keterampilan/pelatihan kerja, ternyata secara umum pelatihan yang TPTnya lebih besar dari TPT Total adalah pelatihan kerja otomotif, listrik, dan tata niaga. Jenis pelatihan kerja yang TPTnya di bawah TPT Nasional atau dngan kata

  • 18 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

    lain yang terserap dalam pasar kerja lebih banyak adalah jenis pelatihan bangunan, aneka kejuruan, dan pertanian. Sedangkan untuk pelatihan kerja pariwisata pada awalnya, yaitu tahun 2008 TPTnya lebih tinggi, tetapi secara berangsur-angsur terus menurun menjadi 2,23% pada tahun 2012.2.1.5. Bonus demografiMenurut Sri Moertiningsih, Indonesia sudah mencapai bonus demografi mulai 2010 dan akan mencapai puncaknya sekitar tahun 2020 hingga tahun 2030. Secara konseptual, bonus demografi adalah proporsi penduduk usia produktif yang sangat besar atau sekitar 69% dari jumlah penduduk, sedangkan rasio angka ketergantungan (dependency ratio) mencapai titik terendah. Artinya, pada saat itu jumlah angkatan kerja sangat besar, namun menanggung beban kelompok usia anak dan lansia yang sangat kecil. Sebagian besar penduduk usia produktif yang ada pada satu hingga tiga dekade mendatang itu adalah para remaja dan generasi muda saat ini. Selain itu perlu dicatat, bahwa bonus demografi hanya akan dialami sekali bagi sebuah bangsa. Berdasarkan data BPS hasil sensus penduduk tahun 2010 angka rasio ketergantungan adalah 51,3%. Bonus demografi tertinggi biasanya didapatkan angka ketergantungan berada di rentang antara 40-50%, yang berarti bahwa 100 orang usia produktif menanggung 40-50 orang usia tidak produktif. Bonus demografi akan menjadi jendela kesempatan (windows of opportunity) apabila usia produktif tidak hanya potensial tapi aktual. Artinya harus tersedia lapangan kerja seimbang dengan pertumbuhan pencari kerja, ternasuk pencari kerja perempuan yang telah menyelesaikan tugas reproduksinya. Artinya, mereka juga memiliki ketrampilan, pengetahuan, kesehatan serta etos kerja yang mampu mengelola produkstivitasnya sehingga terbentuk tabungan yang dimanfaatkan untuk investasi selanjutnya. Akan tetapi, bonus demografi Indonesia yang bakal terjadi pada satu hingga tiga dekade mendatang bakal menjadi pintu malapetaka jika gagal mengelolanya. Bila demikian, maka potensi manfaat ekonomi dari bonus demografi yang dialami oleh Indonesia terancam sia-sia.

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    19PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Jika penduduk usia produktif lebih banyak menganggur dan tidak mempunyai penghasilan, akan menjadi beban dan ancaman. Pada 2020-2030, 100 penduduk usia produktif diperkirakan menanggung 44 orang tak produktif. Setelah itu, angka ketergantungan penduduk akan naik kembali. Berkaitan dengan hal ini, Chris Manning mengingatkan bahwa bonus demografi ini kemungkinan besar tidak akan dapat dimanfaatkan oleh Indonesia melihat rendahnya kualitas penduduk Indonesia baik dari aspek pendidikan maupun keterampilan. Lebih lanjut, Dorodjatun Kuntjoro Jakti menambahkan, jika tidak dilakukan aksi sejak sekarang, maka yang akan terjadi bukanlah windows of opportunity, melainkan door to disaster. Pengangguran akan didominasi oleh penduduk muda dan terdidik yang dapat mendorong timbulnya sosial unrest dan peningkatan jumlah penduduk miskin.

    Fenomena kependudukan yang akan terjadi tiga dekade ke depan ini memerlukan kebijakan pemerintah yang mempertimbangkan aspek kependudukan. Namun menurut Moertiningsih, anehnya soal kependudukan tak berada di posisi utama sesuai amanah UU No 52

    GRAFIK II.8DistribusiPenduduk Indonesia

    Menurut Umur dan Jenis KelaminTahun 2010

    Perempuan Laki-laki

  • 20 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

    tahun 2009, tentang perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang menempatkan penduduk sebagai titik sentral pembangunan (peoples centre depelovment). Pertanyaannya sekarang adalah: apakah pemerintah sadar dan mau menetapkan kebijakan yang dapat menjadikan bonus demografi tersebut sebagai jendela peluang yang berpotensi bagi pembangunan?2.2. EkonomiSituasi perekonomian, yang dipengaruhi oleh kebijakan perekonomian, termasuk fiskal, moneter, dan investasi mempunyai pengaruh yang sangat langsung dan signifikan terhadap bidang ketenagakerjaan. Logikanya adalah, bila kebijakan perekonomian sedemikian rupa dirancang dengan baik berdasarkan pertimbangan terhadap kesempatan kerja, maka pertumbuhan yang dihasilkan akan membuka kesempatan kerja yang mencukupi bagi penduduk yang membutuhkan pekerjaan. Kebijakan fiskal, moneter, dan investasi yang berpihak kepada kemudahan dunia usaha akan meningkatkan pertumbuhan dunia usaha, atau meningkatkan kesehatan dunia usaha yang sudah ada. Implikasinya adalah peningkatan kebutuhan dunia usaha terhadap tenaga kerja. Selain itu, kemungkinan perusahaan akan mampu memberikan upah yang lebih mensejahterakan pekerja, yang selanjutnya akan menekan serendah mungkin gerakan-gerakan unjuk rasa pekerja yang destruktif, dan hubungan industrial yang harmonis akan dapat terwujud. Sebaliknya, ketidak berpihakan kebijakan perekonomian terhadap kesempatan kerja akan menjadi bumerang bagi perekonomian itu sendiri, karena tidak akan menciptakan banyak kesempatan kerja yang selanjutnya akan mengakibatkan bertambahnya jumlah pengangguran. Kebijakan semacam ini akan menjadi bumerang

    01234567

    2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (Q1)

    2013 (Q2)

    Pers

    enta

    se (%

    )

    Tahun

    GRAFIK II.9Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tAHUN 2004-2013

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    21PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    bagi perekonomian itu sendiri, karena semakin banyak pengangguran, maka beban pembangunan akan semakin berat. Seperti dikatakan Okuns Law, setiap 1% pengangguran akan membebani PDB sebesar 2%. Berdasarkan data BPS, beberapa tahun belakangan ini pertumbuhan ekonomi Indonesia dikatakan cukup baik, dan lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Asean-5. Bahkan di tengah kondisi dunia yang sedang krisis, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat hasil positif pada kisaran 6% lebih.Namun menurut Indonesia for Global Justice, pertumbuhan ekonomi Indonesia tergolong anomali. Alasannya karena pertumbuhan ekonomi tidak diikuti peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berkenaan dengan itu, perlu pula dicermati catatan Kadin pada tahun 2007 yang mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mengesankan itu kelihatannya hanya tampak luar saja, karena pola dan arah perkembangan ekonomi tidak konsisten, sehingga dikhawatirkan tidak kokoh dalam menghadapi goncangan eksternal. Selain itu, Indonesia juga diperkirakan akan sulit menghadapi persoalan-persoalan sosial di dalam negeri, antara lain karena adanya wrong incentive structure, dimana sektor yang dapat diperdagangkan (tradeable) yang seharusnya menjadi basis pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja tumbuh jauh di bawah pertumbuhan PDB (kecuali sektor pertanian), sementara sektor yang tidak dapat diperdagangkan (non-tradeable) justru sebaliknya (terutama sub sektor komunikasi).Argumen-argumen tersebut di atas dapat diterima bila melihat komposisi penanaman modal. Selama tahun 2012 misalnya, penanaman modal baik dalam negeri (PMDN) maupun asing (PMA) sangat sedikit pada sektor yang memberikan nilai tambah besar seperti industri pengolahan (manufaktur). Selain itu, investasi yang tertanam pada sektor industri pengolahan inipun lebih banyak pada sub-sub sektor yang tidak pada karya.

  • 22 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

    Oleh karena itu tidak mengherankan apabila pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif tinggi tidak mampu menyerap tenaga kerja secara signifikan. Menurut Pande Raja Silalahi, ini menandakan bahwa daya serap pertumbuhan ekonomi Indonesia terhadap tenaga kerja telah merosot sangat tajam dari 400.000 tenaga kerja per 1% menjadi hanya sekitar 200.000 tenaga kerja per 1%. Jelas bahwa penyebabnya selain wrong incentive structure, tetapi juga karena akselerasi pertumbuhan ekonomi tidak memperhatikan aspek kualitas, yakni adanya efisiensi, kesinambungan, dan pro kesempatan kerja. Ini juga berarti bahwa Indonesia akan sulit keluar dari lingkaran setan (vicious circle) menuju lingkaran kebajikan (virtuous circle) dimana perbaikan ekonomi terjadi secara berantai dan membawa perekonomian Indonesia pada tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, karena pengangguran akan membebani ekonomi secara keseluruhan dan akan mengganggu stabilitas nasional dengan efek domino-nya. Menurut Chris Manning, ada beberapa pertanyaan yang akan muncul selama tahun 2013 dan 2014. Beberapa kebijakan pemerintah nampaknya telah memperlambat pertumbuhan produktivitas dan pekerjaan. Akibatnya, dapat dikatakan bahwa sampai sekarang Indonesia masih berada dalam tahap transisi dari labour surplus economy.

    GRAFIKII.10Penanaman Modal Dalam Negeri di SektorIndustri MenurutJenis Industri Tahun 2012

    GRAFIKII.11Penanaman Modal Asing di Sektor Industri

    Menurut Jenis Industri Tahun 2012

    Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2012 Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2012

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    23PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Lebih lanjut, World Economic Forum dengan Global Competitiveness Index 2013-2014, mencatat bahwa dalam suasana persaingan yang semakin kuat dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, daya saing industri Indonesia juga sangat tidak kompetitif karena berbagai hal, antara lain kurangnya dukungan infrastruktur, dan kurang efisiennya pasar kerja Indonesia.

    TABEL II.1Daya Saing Industri Indonesia Berbanmding Negara Lain di Asia Tenggara Pada Aspek Infrastruktur dan Efisiensi Pasar Kerja Tahun 2012

    2.3. Politik dan hukumHubungan antara politik dan hukum dengan ketenagakerjaan adalah semacam suatu hubungan yang tidak langsung, tetapi positif. Logikanya adalah, semakin baik situasi politik dan penegakan hukum, akan semakin baik pula kondisi Negara dan pemerintah, akan semakin meningkat kepercayaan dunia usaha dan investor kepada negeri ini, masyarakat juga akan mempercayai dan mendukung kebijakan pemerintah. Bila situasi ini dapat dicapai, maka perekonomian akan berjalan dengan baik, dan kesempatan kerja akan tercipta lebih banyak.Akan tetapi situasi politik yang hingar bingar, penggunaan kekuatan politik untuk keuntungan kelompok, dan penegakan hukum terhadap pelanggaran hukum yang tidak tegas, termasuk tindak pidana khusus korupsi, akan mengurangi bahkan menghilangkan kepercayaan dunia usaha baik nasional maupun internasional terhadap pemerintah. Masyarakat akan turut memperburuk situasi dengan tindakan-tindakan tanpa dasar hukum, dan tindakan-tindakan parlemen jalanan.Melalui budaya berpolitik yang jujur dan konsisten antara janji dan perbuatan para politisi, bidang ketenagakerjaan akan mendapatkan

    Rank (out of 148)

    Indonesia

    Brunei Darussal

    am

    Malaysia

    Singapore

    Thailand

    Philippines

    Viet Nam

    Infrastructure 61 58 29 2 47 96 82

    Labor market efficiency

    103 10 25 1 62 100 56

    Sumber: World Economic Forum,Global Competitiveness Index 2013-2014

  • 24 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

    suasana dan kondisi yang kondusif dan konstruktif. Tetapi seperti sering terjadi, bidang ketenagakerjaan yang sangat seksi ini hanya dijadikan sebagai jargon politik dalam kampanye-kampanye politik mulai dari tingkat tertinggi sampai terendah. Janji-janji penciptaan lapangan kerja atau pengurangan pengangguran adalah jargon-jargon yang sangat kasat mata dan jelas dalam pendengaran masyarakat. Akan tetapi dalam kenyataannya, janji-janji tersebut akan menguap dan terlupakan saat para politisi telah terpilih, baik sebagai legislatif maupun eksekutif. Sayangnya, para pengingkar janji tersebut tidak dapat dituntut dan ditindak secara hukum karena dalam sistem hukum tata negara Indonesia, pengingkaran janji politik oleh siapapun sah-sah saja. Setidaknya itu yang terjadi pasca amandemen UUD 1945. Setinggi apa pun janji yang dibuat, semanis apa pun harapan yang dilontarkan di atas kertas, tidak ada pengaruhnya sama sekali. Tidak ada sanksi hukum. Dipenuhi atau diingkari, ditunaikan atau diabaikan, undang-undang memilih diam.Situasi politik di Indonesia yang acap kali mengalami eskalasi, disebabkan dan/atau diwarnai oleh polemik serta perseteruan baik di dalam Parlemen maupun di media massa, telah menimbulkan sikap sinis dan pesimis dari masyarakat terhadap manfaat politik bagi kemajuan, ketenangan dan kesejahteraan masyarakat. Keharmonisan antara legislatif dengan pemerintah juga kurang nampak, termasuk dalam menyelesaikan masalah-masalah ketenagakerjaan yang terkait dengan perselisihan kepentingan antara pengusaha dengan pekerja. Lebih lanjut, kondisi ini telah mengurangi minat investor luar negeri yang bergitu besar untuk menanamkan modal di Indonesia. Tentu saja secara tidak langsung hal ini telah mengurangi kemungkinan terciptanya kesempatan kerja bagi masyarakat Indonesia. Sayangnya, meskipun situasi seperti ini sudah berjalan sejak awal era reformasi, nampaknya situasi politik Indonesia belum berpihak kepada ketenagakerjaan. Para politisi belum menyadarinya, sehingga alih-alih menurunkan eskalasi dan menciptakan suasana politik yang berbudaya serta menimbulkan rasa nyaman bagi siapa saja, yang terjadi justru eskalasi yang semakin menjadi-jadi, terutama menjelang Pemilu 2014 mendatang.

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    25PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Selain situasi politik yang kurang berpihak terhadap ketenagakerjaan sebagaimana dijelaskan di atas, nyatanya hukum juga tidak jauh berbeda. Sejak era reformasi telah dilakukan berbagai upaya perbaikan hukum, termasuk amandemen terhadap Konstitusi. Akan tetapi, perbaikan yang menyangkut perubahan pada the content of the law, the structure of the law, dan the culture of the law tidak dilakukan secara menyeluruh. Perubahan yang dilakukan semata-mata baru pada the content of the law, seperti dengan membuat sebanyak mungkin undang-undang dan peraturan untuk mengatasi persoalan di masyarakat. Perubahan dalam the structure of the law belum konsisten karena masih dihuni oleh oknum-oknum yang bermasalah dan berperan aktif dalam rangkaian keputusan atau praktek hukum yang menyimpang. Begitu pula halnya dengan the culture of the law, budaya sogok dan suap jauh lebih menonjol ketimbang profesionalisme sebagai aparatur penegak hukum. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hukum telah lumpuh. Harapan akan adanya instrumen dan pengadilan yang fair dan berkeadilan sangat bertentangan dengan maraknya mafia-mafia peradilan dan praktek-praktek hukum yang menyimpang. Pada tingkatan tertentu Indonesia bahkan dapat dikatakan berada pada situasi lawlessness. Orang dapat melakukan korupsi tanpa takut dan malu karena hukuman yang diputuskan oleh Pengadilan acap kali sangat ringan, sehingga tidak menimbulkan efek jera. Dari 178 negara yang disurvey dalam survey korupsi, Indonesia memperoleh indeks persepsi korupsi hanya sebesar 2,8 (IPK 10,0 = bebas korupsi; 0,0 = korupsi semua). Indeks ini membuat posisi Indonesia berada pada ranking 110 bersama dengan Benin, Bolivia, Gabon, Kosovo, dan Solomon Island.Hukum yang berada dalam kuasa negara menjadi semakin tidak berdaya ketika praktek-praktek politisasi lebih dominan ketimbang praktek hukum yang sebenarnya. Law enforcement menjadi kehilangan ruang, sehingga Ronald Katz kemudian menyebutkan bahwa apa yang terjadi di Indonesia adalah law without law. Dunia hukum Indonesia berada dalam kuasa demoralisasi, disorientasi, dehumanisasi dan dekadensi.

  • 26 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

    2.4. Globalisasi perekonomianAbad 20 adalah abad millennium, yang salah satu produknya adalah apa yang disebut oleh Theodore Levitte sebagai globalisasi. Hampir semua aspek kehidupan manusia di bumi ini dipengaruhi oleh globalisasi, yakni keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas Negara.Seperti diketahui, salah satu bentuk globalisasi adalah globalisasi perekonomian, yang merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa. Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Menurut Tanri Abeng, perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk:a. Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.b. Globalisasi Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan non-tarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan adil.Jan Aart Scholte merangkum kedua wujud globalisasi tersebut

    di atas menjadi satu definisi, yaitu liberalisasi, dimana semakin

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    27PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    menipisnya batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.Banyak pihak yang tidak meragukan bahwa globalisasi ekonomi akan membawa manfaat bagi suatu bangsa, seperti: (a) Produksi global dapat ditingkatkan, (b) Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu Negara, (c) Memperluas pasar produksi dalam negeri, (d) dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik, dan (e) menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi.Akan tetapi, sebagai Negara berkembang, dampak positif ini kemungkinan besar masih sulit untuk diraih Indonesia, karena:a. Perdagangan bebas dapat menghambat pertumbuhan sektor industri karena Indonesia tidak dapat lagi menggunakan tarif yang tinggi untuk memberikan proteksi kepada industri yang baru berkembang (infant industry). Industri domestik akan menghadapi hambatan untuk berkembang lebih cepat, seperti industri tekstil dan produk dari tekstil, alas kaki, dan elektronika yang pada umumnya adalah industri padat karya.b. Indonesia akan mengalami ketergantungan yang semakin meningkat kepada industri-industri yang dimiliki perusahaan multinasional.c. Indonesia akan kesulitan menghadapi masuknya barang-barang impor, karena barang-barang Indonesia tidak akan mampu bersaing, sehingga ekspor tidak akan berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi neraca pembayaran.Dalam jangka pendek, kondisi tersebut di atas akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi menjadi tidak stabil. Dalam jangka panjang pertumbuhan yang seperti ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi. Pendapatan nasional dan kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk. Pada akhirnya, apabila globalisasi menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil dan masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk.

  • 28 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

    2.5. Sifat pasar kerjaSalah satu yang menggejala belakangan ini adalah tuntutan untuk menciptakan pasar kerja yang bersifat fleksibel (PKF). Dari berbagai literatur dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan PKF adalah sebuah pasar dimana pekerja, dan pemberi kerja memiliki suatu kebebasan yang relatif setara untuk saling berinteraksi dan melakukan pertukaran yang bersifat rasional.Berdasarkan strategi perusahaan, Atkinson (1984) membagi jenis PKF menjadi empat, yakni:a. Fleksibilitas eksternal, yang merujuk kepada penyesuaian penggunaan pekerja, atau jumlah pekerja dari pasar eksternal. Hal ini dapat dicapai dengan mempekerjakan pekerja pada pekerjaan temporer atau kontrak kerja waktu tertentu, atau melalui peraturan rekrutmen dan PHK yang longgar.b. Fleksibilitas internal, atau jam kerja fleksibel atau temporal

    flexibility. Fleksibilitas ini dicapai dengan menyesuaikan jam kerja atau jadual pekerja yang bekerja di perusahaan. Fleksibilitas ini dapat dicapai dengan memperbolehkan pengusaha menerapkan sistem kerja penggal-waktu (part-time), shift, dan lembur.c. Fleksibilitas fungsional, disebut juga fleksibilitas organisasional, dimana pekerja dapat dipindahkan ke pekerjaan lain di dalam perusahaan. Termasuk dalam hal ini adalah menggunakan pekerja outsourcing.d. Fleksibilitas finansial atau upah, dimana tingkat upah tidak ditentukan secara kolektif, dan harus ada perbedaan upah antar pekerja melalui rate-for-the-job systems, atau assessment based pay system, atau individual performance wages.

    Berkenaan dengan hal ini, Eamets dan Masso membuat sebuah tabel yang dapat menunjukkan cirri-ciri tingkat fleksibilitas dan atau rigiditas pasar kerja suatu Negara berdasarkan peraturan perlindungan pekerjanya.

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    29PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    TABEL II.2Dua bentuk perlindungan pekerja yang bertolak belakang

    Selain itu, pada tahun 2008 OECD telah menyusun suatu tabel Index Rigiditas Peraturan Perlindungan Pekerja1 yang didasarkan pada analisis peraturan perlindungan pekerja beberapa Negara. Menurut tabel tersebut, index rigiditas Indonesia tergolong paling tinggi, yakni 3,02 atau sedikit di atas garis tengah skala 0 6. Ini berarti Indonesia dianggap sangat membatasi tindakan-tindakan perusahaan yang dianggap merugikan pekerja.Berkenaan dengan informasi tersebut di atas, kalangan pengusaha menuntut diterapkannya pasar kerja fleksibel di Indonesia melalui pengurangan rigiditas peraturan perlindungan pekerja (P3), atau bila perlu diabolisi. Kenyataan ini membuat Indonesia berada pada posisi yang dilematis.Bila PKF dilaksanakan maka gejolak akan timbul dari sisi pekerja, karena masih belum terpenuhinya beberapa persyaratan bagi sebuah Negara untuk melaksanakan PKF.1 Indeks rigiditas perlindungan pekerja dihitung dengan menggunakan metodologi

    yang disusun oleh OECD. Ia merupakan indeks komposit yang merefleksikan peraturan mengenai kontrak kerja waktu tidak terbatas, kontrak kerja temporer dan PHK massal yang dikonstruksikan sebagai rata-rata tertimbang dari indikator untuk mengukur tingkat kesulitan melakukan PHK, pemberitahuan sebelum melakukan PHK dan pembayaran pesangon bagi pekerja yang terkena PHK, dan lain-lain. Indeks ini terdiri dari mulai yang terendah 0 (P3 liberal) sampai yang tertinggi 6 (P3 rigid). Lihat selengkapnya dalam OECD, Employment Outlook 1999.

    KAKU / DIATUR FLEKSIBEL / TIDAK DIATURStandar rekrutmen pekerja diatur Tidak ada standar rekrutmen pekerjaHak pengusaha untuk melakukan PHK dibatasi

    Hak pengusaha untuk melakukan PHK tidak dibatasi

    Harus ada pemberitahuan bila hendak melakukan PHK

    Tidak perlu ada pemberitahuan bila hendak melakukan PHK

    Substansi persyaratan PHK sangat ketat Substansi persyaratan PHK sangat longgar

    Hubungan kerja waktu tertentu dibatasi Hubungan kerja waktu tertentu tidak dibatasi

    Pekerjaan temporer dibatasi Pekerjaan temporer tidak dibatasiPHK kolektif sangat dibatasi PHK kolektif tidak terlalu dibatasiSumber: Eamets dan Masso (2004)

  • 30 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

    a. Rendahnya Hofstedes IDV Index masyarakat Indonesia (termasuk pekerja) dan tingginya tingkat pengangguran terbuka. Black, Gospel, and Pendleton (2000) mengasosiasikan PKF sebagai fungsi dari atau dipengaruhi oleh beberapa indikator, antara lain Hofstedes Individualism (IDV) index, dan tingkat pengangguran. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Stephen Taylor, IDV Index2 Indonesia hanya 14, atau salah satu negara dengan index paling rendah di dunia. Manifestasi dari rendahnya individualisme ini adalah naluri untuk selalu berkelompok, dan cenderung mempedomani pendapat atau tindakannya pada panutan seperti pimpinan, sehingga sulit mengembangkan potensi dirinya atas inisiatif sendiri. Sifat ini, lebih jauh juga tertanam di dalam pelaksanaan hubungan industrial yang lebih menekankan pada nilai kelompok, dengan pendekatan hirarkis, sehingga dikatakan bahwa sifat hubungan industrial di Indonesia adalah paternalistik.b. Masih cukup tingginya tingkat pengangguran terbuka (TPT) Indonesia, meskipun sudah berada pada area the natural rates of unemployment. Selain itu, pengangguran di Indonesia juga bersifat persisten. Seperti dikatakan oleh Nesporova (2003), negara-negara yang mengalami surplus tenaga kerja, TPT yang tinggi sebaiknya berkonsentrasi lebih dahulu pada penerapan kebijakan dan program-program penciptaan dan perluasan kesempatan kerja.c. Belum seimbangnya posisi tawar pekerja. Dalam situasi sekarang, dimana perlindungan pemerintah terhadap pekerja masih demikian kuat, kenyataannya posisi tawar pekerja masih belum kuat dan tidak sebanding dengan posisi tawar pengusaha. Ini semua merupakan akibat masih rendahnya pemahaman kebanyakan pekerja di Indonesia terhadap hak-haknya. Oleh karena itu, kemungkinan pekerja akan kehilangan posisi tawar yang rendah atau tidak

    2 Yakni suatu metode yang dibuat oleh Hofstede, berupa index yang dapat menjelaskan derajat sifat suatu masyarakat atau bangsa, apakah individual atau kolektif, dan hubungan interpersonalnya. Tingginya indeks individualisme menggambarkan bahwa individualitas dan hak individu adalah paling penting. Setiap orang lebih mementingkan diri sendiri dan tidak terdapat hubungan yang erat antar individu. Indeks individualisme yang rendah menunjukkan sifat masyarakat yang kolektif dimana terdapat hubungan yang erat antar individu. Budaya ini menonjolkan rasa kekeluargaan dan kebersamaan, dimana setiap orang mempunyai tanggung jawab terhadap sesama anggota kelompok.

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    31PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    seimbang itu apabila PKF diterapkan. Dengan memiliki posisi tawar absolut, pihak pengusaha akan menjadi superordinat yang dapat dengan leluasa melakukan kehendaknya tanpa prasyarat apapun dari pihak pekerja.d. Masih rendahnya budaya perusahaan, yang akan mempersulit terlaksananya PKF yang baik dan benar. Tentang hal ini akan dijelaskan lebih mendalam pada uraian berikut.Sebaliknya, jika PKF tidak dilaksanakan maka pihak perusahaan akan terus menjadikan rigiditas P3 sebagai alasan untuk menyatakan kondisinya tidak sehat, tidak dapat berkreasi, dan tidak produktif. Lebih jauh, tentu saja Indonesia akan semakin tidak menarik bagi calon investor baik dari dalam maupun dari luar negeri.

    2.6. Budaya perusahaanBanyak faktor yang mampu mempengaruhi berlangsungnya suatu perusahaan dan salah satunya adalah budaya perusahaan, yakni nilai-nilai yang dianut dan cara bertindak dalam perusahaan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan pihak dalam maupun luar perusahaan. Keberhasilan dalam memahami dan mengaplikasikan budaya perusahaan berpengaruh terhadap kesuksesan perusahaan. Oleh karena itu, budaya perusahaan memegang peran penting.Perusahaan yang memiliki Budaya Perusahaan yang kuat akan mampu bertahan lama. Sebagai contoh adalah IBM dengan IBM means services, P&G dengan Bussiness Integrity, transparan dalam laporan keuangan, produksi, fair treatment of employees. Perusahaan yang memiliki budaya akan berusaha untuk meningkatkan produksi dan profit, tanpa mengabaikan kesejahteraan pekerjanya. Perusahaan harus berani dan siap memikul biaya tertentu tidak ada yang gratis. Biaya tersebut mengandung beberapa unsur, antara lain:a. Memperbaiki tingkat upah dan kesejahteraan pekerja. Upah harus dipandang bukan hanya sekedar kompensasi atas jasa pekerja, atau menjadi beban bagi pengusaha yang akan menekan tingkat laba, tetapi juga salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas perusahaan melalui produktivitas pekerja.

  • 32 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

    b. Tidak menganggap pekerja hanya sebagai faktor produksi (xL), melainkan sebagai mitra kerja yang setara, termasuk melibatkan pekerja di dalam menentukan kebijakan perusahaan, baik di bidang keuangan seperti upah dan jaminan sosial maupun dalam berbagai hal lain yang berkaitan dengan perusahaan. Dengan demikian, hubungan kerja akan lebih stabil dan berjangka panjang, karena pekerja dan pengusaha diharapkan menunjukkan komitmen yang tinggi, serta tidak bersikap oportunistik. Disini, rasa tidak puas pekerja akan diselesaikan melalui berbagai mekanisme ketimbang melakukan PHK.c. Menjamin kepastian kesinambungan kerja bagi pekerja sesuai dengan perjanjian kerja. Ini bukan diartikan bahwa perusahaan harus mempekerjakan pekerja selama-lamanya. Yang terpenting disini adalah mempekerjakan pekerja sepanjang waktu yang disebutkan di dalam perjanjian kerja, kecuali karena keadaan tertentu yang sah, hal tersebut tidak dapat dilakukan.d. Mengelola hubungan yang baik dengan serikat pekerja, karena sebagai representasi pekerja, serikat pekerja dapat memberi jaminan bergaransi akan diperolehnya dukungan absolut dari pekerjaApakah seluruh perusahaan di Indonesia sudah memilikinya? Mungkin sudah banyak yang memiliki, tetapi situasi hubungan industrial sejak dahulu hingga sekarang menunjukkan masih banyak pula perusahaan yang belum memiliki budaya perusahaan sebagaimana

    didefinisikan di muka. Berdasarkan pengalaman nyata sehari-hari, dapat dilihat dan dirasakan dalam perilaku pengusaha sehari-hari.a. Masih adanya perusahaan yang mengambil keuntungan dari banyaknya penganggur. Secara teori memang perilaku ini sah-sah saja, karena pengusaha sangat berkepentingan dengan adanya pengangguran. Semakin tinggi tingkat pengangguran, akan semakin banyak orang yang mencari pekerjaan; dan semakin banyak orang yang mencari pekerjaan akan membuat mereka bersedia menerima pekerjaan dengan kondisi apapun, termasuk upah rendah; dan semakin mereka bersedia menerima pekerjaan dengan kondisi apapun, semakin mudah bagi perusahaan untuk berkembang,

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    33PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    karena mereka tidak lagi mengkhawatirkan adanya pemogokan pekerja karena tuntutan-tuntan hak yang bersifat normatif.b. Masih adanya anggapan bahwa pekerja hanya sebagai faktor produksi (xL), bukan sebagai mitra kerja yang setara dalam mengelola dan memajukan perusahaan.c. Masih adanya anggapan bahwa upaya peningkatan keterampilan pekerja melalui program-program pelatihan sebagai cost, bukan investasi.d. Tidak diberikannya suatu jaminan kepastian kesinambungan kerja bagi pekerja sesuai dengan perjanjian kerja.e. Kurang terkelolanya dengan baik hubungan antara perusahaan dengan serikat pekerja, sehingga perusahaan kurang mendapat dukungan dari serikat pekerja sebagai representasi pekerja.Bila dikaitkan dengan teori atau pola pikir Stiglitz (2000), maka

    perusahaan-perusahaan di Indonesia masih menerapkan Low-Road Industrial Relations System, yang merupakan sistem Anglo American, dimana pengusaha tidak memberi kepercayaan kepada pekerja, sehingga tingkat keterlibatan pekerja di dalam pengambilan keputusan sangat rendah atau tidak ada sama sekali.

    TABEL II.3 Karakteristik perusahaan yang menerapkan Low Road Industrial Relation System KARAKTERISTIK PERUSAHAAN KEBIJAKAN PERUSAHAANPengambilan keputusan Tidak melibatkan pekerja.

    Kompensasi Upah kontraktualPerbedaan upah Perbedaan tinggi karena mengutamakan

    peningkatan insentif bagi individu.Perlindungan kerja Rendah: PHK adalah alat pengusaha untuk

    mendisiplinkan pekerja.Biaya pelatihan Dibayar oleh pekerja untuk meningkatkan

    harga pasarnya.Ligkungan kerja Penyesuaian terhadap melemahnya ekonomi

    perusahaan dilakukan dengan merumahkan atau PHK pekerja.

    Sumber: Stiglitz, 2000.

  • 34 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

    Dalam sistem ini, pekerja menjadi tidak mengalami kepuasan, dan selanjutnya tingkat ketidak-tenangan pekerja menjadi sangat tinggi yang mengakibatkan seringnya terjadi perselisihan industrial dan atau pemogokan yang dapat berakhir pada PHK. Oleh karena itu, hubungan kerja di dalam sistem seperti ini biasanya adalah jangka pendek.2.7. Budaya pekerjaSebagai motor utama berjalannya perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan, maka pekerja juga harus memiliki budaya, katakanlah budaya pekerja sebagai pasangan budaya perusahaan. Bila perusahaan dituntut memiliki budaya, maka pekerja juga harus dituntut memiliki budaya. Sulit membayangkan perusahaan dapat maju bila pekerja tidak memiliki budaya, meskipun perusahaan sudah memiliki budaya perusahaan.Bila di dalam budaya perusahaan disebutkan bahwa pekerja adalah mitra pengusaha, dan oleh karenanya harus dilibatkan dalam segala perencanaan perusahaan, maka berarti pekerja harus meyakini bahwa dirinya adalah bagian dari perusahaan. Runtuhnya perusahaan adalah keruntuhannya juga. Oleh karena itu, sudah seharusnya apabila pekerja memahami setiap kondisi perusahaan. Adalah tidak berbudaya apabila pekerja menuntut peningkatan upah pada saat perusahaan sedang menghadapi masalah yang mengganggu kemampuannya memberikan upah yang dituntut. Dalam bahasa Batak perilaku seperti ini disebut situnjang na gadap atau menendang orang yang sudah terjatuh atau tidak berdaya. Akan lebih elegan dan berbudaya bila pekerja meningkatkan kinerjanya untuk mendongkrak kembali kinerja perusahaan, sehingga pada akhirnya akan mampu memberikan apa yang mereka tuntut.Akan tetapi, dari berbagai pengamatan dan kasus-kasus yang terjadi baik di dalam maupun di luar perusahaan, kebanyakan dari pekerja di Indonesia belum memiliki budaya kerja.a. Karena IDV Index yang rendah, pekerja cenderung kolektivis ketimbang individualis, sehingga sulit mengembangkan potensi diri atas inisiatif sendiri. Lebih mengedepankan pendekatan hirarkis,

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    35PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    yang sangat respek terhadap yang berada dalam kekuasaan (paternalistik)b. Belum merasa sebagai bagian atau asset perusahaan, sehingga acap kali mudah melakukan unjuk rasa dan pemogokan dalam jumlah besar dan jangka waktu lama tanpa mempertimbangkan akibatnya yang dapat merugikan perusahaan dan pekerja itu sendiri.2.8. Budaya pemerintahKebijakan apapun, termasuk kebijakan di bidang ketenagakerjaan tidak akan berjalan dengan baik, dan kemungkinan besar akan gagal dan akan menimbulkan kerugian (development loss) apabila pemerintah sebagai pengambil keputusan dan pelaksana kebijakan pembangunan tersebut tidak memiliki budaya yang didasarkan pada filosofis dan visi membangun untuk kemanfaatan.

    Kriteria budaya pemerintah dapat dilihat di dalam Tap MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, dan Undang-undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, dimana terdapat tujuh azas umum penyelenggaraan Negara, yakni: (a) Kepastian hukum, (b) Tertib penyelenggaraan, (c) Kepentingan umum, (d) Keterbukaan, (e) Proporsionalitas, (f) Profesionalitas, dan (g) Akuntabilitas. Pemerintah yang menyimpang dari tujuh azas ini dapat dikatakan tidak memiliki budaya, dan oleh karenanya dapat menimbulkan kejahatan pemerintah (state crime), dan pada akhirnya menimbulkan korban (state violence).Dalam kenyataannya, permasalahan umum yang juga turut mendistorsi bidang ketenagakerjaan adalah budaya pemerintah yang tidak mendukung. Sama halnya dengan kondisi politik dan hukum sebagaimana dijelaskan di muka, tidak terlepas dari tidak adanya budaya pemerintah yang mendukung visi pembangunan ketenagakerjaan. Filosofi dan cita-cita good governance belum terwujud dengan sempurna, baik di pusat, dan terlebih di daerah. Hal ini sangat jelas terlihat dari:a. Kuatnya ego sektoral di pusat, yang acap kali tidak mempertimbang-kan kepentingan tugas dan fungsi kementerian/lembaga lain.

  • 36 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

    b. Kuatnya ego pemerintahan di daerah sebagai akibat eforia Otonomi Daerah, yang tidak jarang mengabaikan kepentingan program nasional.c. Dikedepankannya faktor nepotisme, dan mengabaikan faktor kompetensi dalam penempatan aparat sipil Negara pada jabatan tertentu.d. Adanya unsur pembiaran atau permissive Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam penerapan peraturan perundang-undangan, yang ditunjukkan oleh kurang tegasnya memberi sanksi terhadap pelanggar hukum.2.9. Otonomi daerahUndangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 2 ayat 3 disebutkan bahwa tujuan otonomi daerah adalah: memberikan kewenangan kepada pemerintahan daerah untuk menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.Berdasarkan ketentuan tersebut disebutkan adanya tiga tujuan otonomi daerah, yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. Peningkatan kesejahteraan masyarakat diharapkan dapat dipercepat perwujudannya melalui peningkatan pelayanan di daerah dan pemberdayaan masyarakat atau adanya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan di daerah. Sementara upaya peningkatan daya saing diharapkan dapat dilaksanakan dengan memperhatikan keistimewaan atau kekhususan serta potensi daerah dan keanekaragaman yang dimiliki oleh daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara konseptual, otonomi daerah diharapkan dapat mendorong terciptanya demokratisasi di Indonesia, yang ditandai dengan meningkatnya peran masyarakat dalam proses pembangunan. Peran tersebut diwujudkan dalam bentuk partisipasi, prakarsa dan kreativitas untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya masing-masing.

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    37PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Akan tetapi nyatanya, bagai panggang jauh dari api, kebijakan otonomi daerah justru telah menimbulkan gangguan terhadap sektor pelayanan publik dan menimbulkan ancaman terhadap stabilitas ekonomi dan politik. Beberapa bukti empiris yang ditunjukkan oleh berbagai studi dan pengamatan menunjukkan:a. Terbukanya peluang yang sangat besar bagi terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme serta memungkinkan terjadinya kontrol yang kuat dari para elit politik di tingkat lokal (daerah).b. Terjadinya perubahan yang sangat besar dan signifikan disemua aspek pemerintahan dengan cepat yang berdampak negatif karena tidak diimbangi dengan kesiapan seluruh pihak yang akan berperan, serta tidak didahului dengan penyiapan infrastruktur yang

    memadai, baik berupa sarana dan prasarana fisik maupun regulasi atau peraturan perundang-undangan yang lebih komprehensif.c. Timbulnya ketidakjelasan atau kekaburan antara lembaga yang memberikan kewenangan dan lembaga yang menerima kewenangan atau yang mewakili. Hal ini menimbulkan ketidakharmonisan antar lembaga-lembaga yang ada dan berpotensi menghambat penyelenggaraan good governance atau tata kelola yang baik.d. Kuatnya upaya pemerintah daerah untuk menjadikan semua program pemerintah sebagai sumber PAD dengan mengabaikan fungsi sosial dari program tertentu.e. Rendahnya kemampuan aparat daerah dalam menyusun regulasi, sehingga banyak peraturan yang disusun tidak sesuai dengan teknik legal drafting, yang berpotensi bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya3 .

    3 Menteri Dalam Negeri telah membatalkan sejumlah peraturan daerah yang dinilai tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  • 38 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Bidang-Bidang yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan dan Permasalahannya

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    39PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Bab IIIPERMASALAHAN BIDANG KETENAGAKERJAAN

    Bidang ketenagakerjaan yang menjadi bagian dari tugas dan fungsi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi terbagi menjadi empat besaran, yakni: (a) Pelatihan keterampilan kerja, (2) Penempatan tenaga kerja, (3) Hubungan industrial dan jaminan sosial tenaga kerja, dan (4) Pengawasan ketenagakerjaan.Berikut ini akan dijelaskan permasalahan bidang ketenagakerjaan yang diturunkan menjadi empat bagian sesuai dengan pengelompokan tugas dan fungsi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagaimana disebutkan di atas.3.1. Pelatihan keterampilan kerjaSebagai sebuah program yang berkaitan langsung dengan pengembangan sumber daya manusia (SDM), lebih-lebih dalam situasi dimana SDM Indonesia belum menjadi modal sumber daya yang kompeten, kondisi yang dialami oleh program pelatihan keterampilan

  • 40 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Permasalahan Bidang Ketenagakerjaan

    kerja justru memprihatinkan. Pelatihan belum mendapat posisi penting dalam pembangunan ketenagakerjaan nasional dan belum menjadi gawe nasional. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kenyataan, antara lain yang menonjol adalah:a. Adanya duplikasi pelaksanaan pelatihan keterampilan kerja antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dengan yang dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.b. Belum adanya koordinasi yang integratif antara Kementerian/Lembaga dan swasta yang melaksanakan pelatihan dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.c. Belum kuatnya peraturan perundang-undangan tentang pelatihan yang dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi karena hanya setingkat Peraturan Pemerintah (PP).d. Belum memadainya anggaran pelatihan keterampilan kerja pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.e. Belum dijadikannya spesifikasi potensi wilayah sebagai dasarpelaksanaan pelatihan keterampilan kerja pada BLK UPTP Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, yang menyangkut kejuruan, peralatan dan bahan, instruktur, dan proporsi anggaran.f. Sangat sedikitnya jumlah lulusan pelatihan keterampilan kerja yang dilaksanakan oleh BLK UPTP Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasibila dibandingkan dengan pencari kerja baru yang perlu dilatih.g. Belum dapat diketahuinya dengan pasti berapa persen lulusan pelatihan keterampilan kerja BLK UPTP Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang dapat bekerja dan/atau berusaha mandiri.h. Kurangnya skill dan attitude kebanyakan lulusan BLK UPTP Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sehingga belum profesional dan belum dapat menjadihuman capital.i. Belum adanya keselarasan antara program pelatihan keterampilan kerja dengan program peningkatan produktivitas.j. Belum jelasnya konsep pelaksanaan pemagangan.k. Terjadinyapelemahanfungsilembagapengembanganproduktifitas

    daerah. Kebutuhan pelayanan pengembangan produktifitas didaerah masih relatif besar, namun tidak diikuti dengan peningkatan kapasitas pelayanan (lembaga, instruktur, metodologi).

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    41PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    l. Lumpuhnya sebagian besar BLK UPTD.m. Masih banyaknya perusahaan yang belum menganggap pelatihan keterampilan kerja bagi pekerja sebagai bagian dari investasi.n. Masih banyaknya angkatan kerja yang belum memandang pelatihan keterampilan kerja sebagai kebutuhan.o. Belum diakuinya secara internasional sertifikat kompetensinasional.3.2. Penempatan tenaga kerjaSebagai salah satu ujung tombak pengurangan angka pengangguran melalui penciptaan dan perluasan kesemapatan kerja baik di dalam maupun di luar negeri, pada kenyataannya sampai saat ini program penempatan tenaga kerja belum menunjukkan hasil dan bukti yang signifikan. Hal ini terjadi karena program penempatantenaga kerja belum mempertimbangkan dinamika global, belum dapat memberikan informasi pasar kerja dan pelayanan kepada masyarakat; belum menjamin penempatan tenaga kerja yang layak, bermartabat, anti diskriminasi gender, mempertimbangkan disabilitas, serta memanfaatkan keberadaan TKA untuk peningkatan keterampilan tenaga kerja Indonesia.a. Belum dijadikannya perkembangan teknologi informasi dan sarana transportasi, serta meningkatnya migrasi tenaga kerja internasional sebagai dasar penyusunan kebijakan penempatan tenaga kerja.b. Belum sesuainya program penempatan tenaga kerja dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (psl 27 UU 39 Tahun 2004).c. Belum dapatnya peraturan penempatan tenaga kerja yang ada mengakomodasi perkembangan skema penempatan. d. Masih banyaknya kesempatan kerja melalui program penempatan tenaga kerja yang tidak produktif dan berpenghasilan kurang layak.e. Sulitnya unit kerja teknis terkait untuk mengakses data penempatan tenaga kerja, sehingga unit kerja teknis terkait tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik.

  • 42 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Permasalahan Bidang Ketenagakerjaan

    f. Belum berfungsinya secara efektif informasi pasar kerja dan bursa kerja.g. Belum berfungsinya BKOL dalam mewadahi semua informasi penempatan tenaga kerja.h. Semakin melemahnya peran dan fungsi Pengantar Kerja dalam era otonomi daerah.i. Tidak jelasnya informasi pasar kerja di luar negeri.j. Masih kurangnya pemanfaatan peluang kerja formal dan usaha di luar negeri.k. Banyaknya permasalahan TKI akibat sistem penempatan dan perlindungan TKI yang masih lemah.l. Masih banyak TKI yang menjadi korban human trafficking danperan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum optimal.m. Belum berperannya Pemda dalam penempatan TKI.n. Masih tingginya rasio pekerja sektor informal yang pada umumnya rentan dengan upah yang rendah dan tereksploitasi, dibandingkan pekerja pada sektor formal.o. Masih terbatasnya kesempatan kerja bagi kaum penyandang disabilitas, pemuda dan lansia.p. Masih terjadinya diskriminasi kesempatan kerja berdasarkan gender.q. Masih lemahnya pengendalian penggunaan TKA.r. Masih belum terlaksananya dengan baik program alih keahlian dari TKA kepada tenaga kerja pendamping.3.3. Hubungan Industrial dan JamsostekHubungan industrial di Indonesia masih diwarnai oleh pendekatan Low Road Industrial Relation System, belum terwujudnya hubungan industrial yang harmonis, masih maraknya perselisihan antara pengusaha dengan pekerja, dan adanya anggapan rigidnya peraturan perlindungan pekerja di Indonesia, serta lemahnya jaminan sosial bagi tenaga kerja.a. Penentuan upah terkooptasi oleh kepentingan politik.b. Belum adanya penilaian/evaluasi dari Biro Hukum Kementerian

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    43PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Tenaga Kerja dan Transmigrasiterhadap peraturan-peraturan daerahyangteridentifikasimenimbulkankemelutdalampenentuanupah minimum, sehingga masyarakat dapat menganggap Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah melakukan pembiaran.c. Masih sempitnya pemahaman tentang unsur kesejahteraan pekerja, yang hanya didasarkan pada upah.d. Belum terjaminnya kesejahteraan, keberlangsungan pekerjaan, dan jaminan sosial bagi pekerja dalam kegiatan pemborongan dan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain.e. Belum tegasnya penegakan hukum dalam pelaksanaan kegiatan pemborongan dan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain.f. Terjadinya kontroversi dalam pelaksanaan kegiatan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain karena terbitnya Permenakertrans No 19 Tahun 2012, Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No 4 Tahun 2013.g. Kurang terlihatnya aspek perlindungan dalam penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain, justru yang lebih menonjol adalah tentang pemberian ijin yang seharusnya menjadi urusan Ditjen Binapenta.h. Belum pro-aktifnya PT JAMSOSTEK melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan SKPD ketenagakerjaan tentang kepesertaan jamsostek.i. Kurang profesionalnya serikat pekerja/buruh.j. Lemahnya kelembagaan hubungan industrialdalam menjalankan fungsinya karena tidak kompetennya SDM, tidak memadainya dana, dan kurangnya sarana serta prasarana.k. Kurangnya pemahaman daerah terhadap peraturan perundang-undangan mengenai hubungan industrial.l. Belum efektifnya Peradilan Hubungan Industrial.

    3.4. Pengawasan ketenagakerjaanFungsi Pengawasan Ketenagakerjaan sebagai pengawal utama terlaksananya peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan

  • 44 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Permasalahan Bidang Ketenagakerjaan

    dengan baik, telah mengalami degradasi dan pelemahan karena kooptasi politik serta kebijakan yang mendistorsi fungsi pengawasan ketenagakerjaan.a. Tidak dipertimbangkannya faktor pengetahuan dan kompetensi dalam rekrutmen dan mutasi pengawas ketenagakerjaan.b. Dijadikannya fungsi pengawasan ketenagakerjaan sebagai sumber retribusi.c. Masih adanya tekanan kepentingan kelompok tertentu terhadap pengawas ketenagakerjaan dalam menjalankan tugas dan fungsinya.d. Tersumbatnya aliran informasi hasil dan masalah pengawasan ketenagakerjaan dari kabupaten/kota ke provinsi dan pusat (antara lain wajib lapor bagi perusahaan).e. Belum berperannya pengawas ketenagakerjaan terhadap penegakan hukum terkait dengan peraturan ketenagakerjaan, antara lain pengawasan terhadap penggunaan TK penyandang cacat, pengendalian penggunaan TKA, dan perlindungan TKI di luar negeri.f. Belum mencukupinya jumlah dan spesialisasi Pengawas Ketenagakerjaan untuk menjamin pelaksanaan tugas-tugas pengawasan yang efektif. g. Kurangnya kualitas dan kompetensi pengawas ketengakerjaan.h. Belum matangnya pemahaman aparat pemerintah daerah dan masyarakat luas terhadap fungsi pengawasan ketenagakerjaan yang sudah diserahkan kepada daerah dalam era otonomi daerah.

  • NASKAH AKADEMIKArah Kebijakan Ketenagakerjaan Tahun 2014-2019

    45PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Bab IVARAH KEBIJAKAN BIDANG-BIDANG YANG BERPENGARUH TERHADAP BIDANG KETENAGAKERJAAN 2014-2019Berdasarkan uraian mengenai issu-issu yang terkait dengan bidang ketenagakerjaan, dan permasalahan yang dihadapi oleh bidang ketenagakerjaan, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus sebagaimana dijelaskan di muka, maka berikut ini akan diuraikan arah kebijakan yang mutlak harus dilaksanakan (conditio sine qua non), baik oleh pemerintahan secara keseluruhan maupun oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi secara khusus.4.1. Kependudukan

    Untuk mencapai kondisi demografi yang ideal, yang selanjutnya dapat terserap dalam pasar kerja baik sebagai pekerja upahan maupun berusaha mandiri, termasuk pemanfaatan windows of opportunity dari bonus demografi yang memuncak pada tahun 2020-2030, maka kebijakan pemerintah harus mempertimbangkan aspek kependudukan. Oleh karena itu, kebijakan kementerian/lembaga di luar Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasiharusdiarahkan kepada pengendalian

  • 46 PUSAT LITBANG KETENAGAKERJAANBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi

    Arah Kebijakan Bidang-Bidang Yang Berpengaruh Terhadap Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019

    supplai tenaga kerja, peningkatan kualitas tenaga kerja, penciptaan dan perluasan kesempatan kerja, sekaligus menekan angka TPT, yakni sebagai berikut:a. Menurunkan tingkat fertilitas, karena dengan jumlah anak sedikit memungkinkan perempuan memasuki pasar kerja, membantu peningkatan pendapatan.b. Menahan masuknya penduduk ke dalam angkatan kerja melalui program wajib belajar 12 tahun atau 15 tahun yang konsisten.c. Meningkatkan kualitas penduduk baik melalui sisi kesehatan maupun pendidikan.d. Merubah orientasi penduduk dari orientasi pekerja upahan menjadi wirausahawan melalui peningkatan jiwa kewirausahaan di sekolah-sekolah menengah dan perguruan tinggi.e. Meningkatkan employment creation dan job creation padat karya yang layak, sehingga pendapatan perkapita naik dan bisa menabung yang akan meningkatkan tabungan nasional. f. Mengarahkan dan memotivasi penduduk agar menginvestasikan tabungan rumah tangga untuk kegiatan produktif.

    g. Seiring dengan menurunnya jumlah penduduk usia 0-15 tahun, maka anggaran yang sebelumnya dipakai untuk anak usia 0-15 tahun dialihkan kepada peningkatan sumber daya manusia untuk penduduk usia 15 tahun ke atas seperti untuk traning, pendidikan, dan upaya pemeliharaan kesehatan remaja terutama kesehatan reproduksi dan penanggulangan perilaku tidak sehat seperti alkohol, narkoba, rokok dan seks bebas.Sementara pada saat yang sama, Kemente