Aqidah Kls I Final Odd

download Aqidah Kls I Final Odd

of 73

Transcript of Aqidah Kls I Final Odd

BAB I KONSEP DASAR TENTANG AGAMAA. Arti AgamaKita sudah terbiasa mengucapkan atau mendengar kata atau istilah atau sebutan "agama"seperti agama Islam, agama Kristen, agama Yahudi, agama Hindu, agama Konghutsu dan lain-lain. Istilah Agama yang kita kenal adalah kata dalam bahasa Indonesia yang diambil dari Sangsekerta. Dalam bahasa Arab disebut "Dn". Dalam bahasa Inggris disebut "Religion". Sejarah mencatat, bahwa munculnya istilah agama ke Indonesia berawal dari kata Sangsekerta, yang pada mulanya sebagai nama kitab golongan Hindu Syiwa atau kitab suci mereka bernama "agama". Kata itu kemudian menjadi dikenal luas dalam masyarakat Indonesia. Akan tetapi dalam penggunaanya sekarang, ia tidak mengacu kepada kitab suci tersebut. Ia dipahami sebagai nama jenis bagi keyakinan hidup tertentu yang dianut oleh suatu masyarakat (lihat: Ensiklopedi Islam Indonesia, hal. 62). Dalam al-Qur'n kata dn dipergunakan baik untuk Islam maupun agama lain, termasuk juga kepercayaan terhadap berhalaseperti yang dianut masyarakat Hijz pada awal keraslan Muhamad saw. Ini sebagaimana dipahami dalam Firman-Nya Q.S. al-Kfirn/109: 6 dan Q.S. Ash-Shfft/61:9. Dari sini menunjukkan bahwa kata dn biasa dipergunakan untuk semua agama. Dan ini juga memperlihatkan bahwa sebelum al-Qur'n diturunkan keadaan masyarakat sudah terbiasa dengan istilah dn. Kata dn menjadi khusus untuk agama Islam yang dibawa oleh Muhamad saw apabila kata itu dihubungkan dengan kata Allah dan al-Haqqseperti Dnullh dan Dnu'l haqq. Namun apabila kata dn belum dihubungkan dengan kata tersebut, maka penggunaannya meliputi seluruh agama yang ada di dunia. (lihat: Dirsah al-Islmiyyah, hal. 5) Di samping dn terdapat pula istilah lain yang menunjukkan arti agama yaitu millah. Baik millah maupun dn memiliki persamaan arti. Perbedaannya terletak pada konteks penggunaannya. Millah digunakan ketika dihubungkan dengan nama yang kepadanya agama itu diwahyukanseperti millah Ibrhm, millah Ishq dan lain sebagainya; sedangkan dn digunakan ketika dihubungkan dengan salah satu agama, atau sifat agama atau dihubungkan dengan Allah yang mewahyukan agama ituseperti Dnu'l Islm, Dnu'l Qayyim, Dnullh, Dnu'l haqq dan lain sebagainya (lihat: Kitb al-Ta'rft, hal. 96 ). Agama didefinisikan sebagai keyakinan tentang Ketuhanan yang mengikat seseorang untuk mempercayainya dengan menjalankan perintah dan larangannya. Agama menjadi berbeda-beda seperti disebutkan di atas karena perbedaan Tuhannya. Dengan perbedaan Tuhannya, maka perintah dan larangannya pun bisa berbeda-beda, walaupun sangat mungkin terdapat perintah atau larangan1

2. Agama Ardhi Agama Ardhi (secara harfi berarti: agama bumi) ialah yang berasal dari pikiran atau hayalan manusia, atau merupakan hasil budaya manusia, seperti agama Hindhu, agama Budha, agama Konghutsu dan agama-agama atau kepercayaan lainnya. Agama ardhi ini lazim disebut dengan agama tabi'i (kultur, budaya). Kitab-kitab dari agama ini biasanya ditulis setelah sang guru meninggal dan si penulis tidak mencantumkan namanya dan sebagian ada pula yang ditulis sendiri oleh sang guru. Kitab-kitab agama ardhi ini antara lain Weda, Tripitaka, Zenda Awesta dan banyak lagi yang lainnya (lihat: Parasit Aqidah,hal. 8).

Ada kemungkinan agama Ardhi yang telah memiliki kitab suci, semula tumbuh dari agama Samawi. Namun akibat terpengaruh dengan budaya yang berkembang kian banyak pada saat itu, sehingga agama pun berubah kian lama kian jauh dari pokok ajarannya. Adapun agama Samawi yang dibawa oleh Muhamad sebagai Nabi dan Rasl terakhir (agama Islam) merupakan agama akhir zaman, yang menyempurnakan agama-agama Samawi sebelumnyayang dibawa oleh Nabi Ms dan 's, sekaligus sebagai agama yang diridhai Allah. Kesempurnaan Islam sebagai agama yang diridhai Allah telah diproklamirkan secara tegas dan diabadikan dalam Q.S. al-M'idah/5:3 sebagai berikut: "Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu." Ayat tersebut diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhamad saw dalam keadaan berdiri pada hari 'Arafah ketika mengerjakan Haji Wad' yang bertepatan dengan hari Jum'at (lihat: Bukhr (I/17; III/83, 126; IV/298), Muslim (II/238), Tirmidz (V/33), Nas' (VI/257; VIII/181) dan al-Hkim (III/18)dari 'Umar Ibn al-Khath-thb ]. Dalam pelaksanaan Haji Wad' merupakan akhir dari masa keraslan dan risalah Muhamad saw setelah syari'at dan rukun-rukunnya sempurna (lihat: Fathu'l Br, I/146). Bagi orang yang memilih dan memeluk Islam sebagai agama, tentu saja ia akan memperoleh kebahagian dunia dan akhirat kelak. Dan bagi mereka yang mengingkari dan mencari agama di luar Islam, maka akan termasuk orang-orang yang merugi (Q.S. li 'Imrn/3:85). Mengapa demikian? Karena Islam yang dibawa oleh Nabi Muhamad adalah rahmat bagi seluruh Alam (Q.S. al-Anbiy'/21: 107). Di samping itu, karena Islam adalah agama ilmu, agama yang mudah, agama yang adil dan agama yang mengajarkan kebaikan (lihat: Dnu'l Haqq, hal. 12). Kehadiran agama Samawi (Islam) pada hakikatnya adalah untuk membimbing umat manusia agar memiliki aqidah yang benar, yang bersih dari khurafat-khurafat yang batil dan memiliki peraturan-peraturan hidup yang luhur demi kemaslahatan mereka. Agama Islam telah berperanan untuk mendorong

3

agama Islam disebut Muslim (pemeluk Islam laki-laki) dan Muslimat (pemeluk Islam perempuan), kalau penyebutan dalam jumlah disebut kaum atau umat Muslimn-Muslimt; pemeluk agama Nashrani disebut kaum Nashr (baca: Nashoro), juga biasa disebut Kristiani; dan pemeluk agama Yahudi disebut Isr'l atau Ban Isr'l. Penyebutan Isr'il (diindonesiakan: Israel) berasal dari nama putra Nabi Ya'qb as. Jadi Ban Isr'l adalah keturunan dari Nabi Ya'qb as.

D. Perlunya Manusia Terhadap AgamaManusia sejak ada di muka bumi ini, yang ditandai setelah dam (Ab alBasyar=Bapak manusia) dan Haw' diturunkan dari surga, ia berada dalam kebutuhan yang mendesak dan memerlukan aturan-aturan untuk meluruskan tabiatnya, mengatur perjalanan hidupnya, menentukan arah dan tujuan, dan mempersiapkan dirinya untuk lebih sempurna. Kebutuhan itu diperlukan dalam rangka dua hal. (1) Untuk mencapai tujuan sementara di muka bumi ini; dan (2) untuk memperoleh kesempurnaan hidup di alam lain yang bukan alam iniyaitu akhirat. Di samping kebutuhan tersebut, manusia yang bersifat fisik tumbuh secara alami; tidak dipelajari dan tidak dipengaruhi lingkungan pendidikan apapun. Sifatnya sama pada semua orang, bahkan sama dengan makhluk lainnyaseperti kebutuhan makan, minum, seks dan istirahat. Untuk mengarahkan kebutuhankebutuhan fisik tersebut agar lebih baik manusia memerlukan petunjuk-petunjuk dan aturan-aturan. Sehingga dengan demikian dalam memenuhi kebutuhan fisik tersebut manusia dapat mengetahui makanan, minuman dan kebutuhan material apa saja yang baik dan boleh digunakan, dan bagaimana cara mendapatkan dan menggunakannya agar membawa kemaslahatan bagi yang bersangkutan. (lihat: 'Aqdatu'l Mu'min, hal. 8) Untuk mengarahkan kebutuhan-kebutuhan itu semuabaik yang bersifat spiritual (rohaniah) maupun material (jasmaniyah)manusia memerlukan peran dan bimbingan agama. Karena dalam agama terdapat serangkaian aturan-aturan dan petunjuk-petunjuk ilahiyyah yang dapat mengarahkan, membimbing, menuntun manusiabaik dalam hubungannya dengan sang Pencipta (Khliq), sesama manusia dan makhluk lainnya maupun alam sekitarnya. Sehingga dengan demikian keadaan manusia akan bermartabat, terhormat dan tidak jatuh dalam kehidupan hewani. Kebutuhan akan bimbingan dan peran agama bagi manusia mutlak sangat diperlukan. Karena agama dapat mengarahkan kebutuhan spiritual maupun jasmaniah manusia. Dan juga merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia yang kedudukannya tidak dapat digantikan oleh apapun. Di samping dapat mengarahkan kebutuhan manusia sebagaimana telah disebutkan di atas agama juga dapat memenuhi kebutuhan emosionalantara lain sebagai berikut.

5

perbudakan materi, karena agama mengajarkan manusia agar tunduk hanya kepada Allah. Dengan demikian, ia menjadi besar, kuat dan tidak gampang ditundukkan oleh siapapun. Agama mendidik manusia agar berani menegakan kebenaran dan tidak melakukan kesalahan. Agama memberikan dorongan agar berusaha menumbuhkan sifat-sifat baikseperti rendah hati, sopan santun dan menghormati. Sebaliknya, agama melarang manusia bersifat sombong, congkak dan sifat buruk lainnya. Di samping itu, agama mengajarkan dan mendorong manusia agar berbuat amal shaleh untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Apabila manusia melaksanakan ajaran agama tersebut, keberadaan mereka di dunia akan lebih bermakna.

E. Mengetahui Agama Yang benarJangan mengatakan bahwa semua agama benar, karena kalau semua agama benar, maka "kebenaran" akan menjadi tidak jelas atau menjadi abu-abu. Ibarat warna, mustahil warna putih sama dengan warna hitam, merah, kuning, biru dan lain-lain. Hitam dan putih pasti berbeda, kalau beda tidak bias disebut bahwa semua warna sama. Oleh karenanya, bagaimana mungkin bisa disebut semua agama benar, padahal masing-masing agama memiliki Tuhan yang berbeda, kitab suci yang berbeda, panutan (Rasl) berbeda dan ibadahnya pun berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut mustahil menghasilkan "kebenaran" yang sama. Oleh karena itu, untuk mengetahui "agama yang benar" bagi manusia yang berakal adalah dengan mengukur "apakah (ajaran) agama tersebut masuk akal atau tidak masuk akal". Kalau masuk akal berarti "benar" dan kalau tidak masuk akal berarti agama tersebut "salah". Ukuran masuk akal atau tidak masuk akal sudah pasti harus berdasarkan pembuktianyang biasa disebut dengan istilah dalil dan terbagi menjadi dua bagian yaitu: (1) Dalil naql (dalil kutipan) yaitu dalil yang kutip atau berdasarkan kitab suci agama bersangkutan; dan (2) Dalil 'aql (dalil akal) yaitu dalil yang dihasilkan oleh kekuatan akal manusia atas kebenaran agama tersebut. Dalil ini tiada lain untuk mendukung dan menguatkan dalil naql. Dalil 'aql (akal) adalah dalil milik semua orang dengan memeluk agama apa saja (universal) yang bersifat objektif. Kebenaran dalil akal seperti kebenaran 2x2= 4 yang dibenarkan oleh semua akal manusia. Kedua dalil tersebut dapat dijadikan patokan untuk mengukur benar dan salahnya suatu agama. Contoh pembuktian kebenaran agama tentang adanya "Tuhan" melalui pendekatan dua dalil tersebutsebagai berikut. (1) Berdasarkan dalil 'aql, bahwa Tuhan wajib ada, karena ada bukti ciptaan-Nya berupa langit-bumi dengan segala isinya. Dalil akal seperti ini masih bisa ditolak dengan teori yang mengatakan bahwa langit-bumi dengan segala isinya tercipta dengan sendirinya akibat ada ledakan dahsyat. Teori yang menolak adanya tuhan dengan mengatakan bahwa langit-bumi dengan segala isinya tercipta dengan sendirinya akibat ada ledakan dahsyat dipatahkan lagi karena7

(a) Mengakui adanya Tuhan yaitu Allah yang sudah dibuktikan baik menurut dalil akal maupun dalil naql. (b) Memiliki kitab suci yakni "al-Qur'n" yang memiliki "keunggulan" atas kitab atau buku lainnya baik bahasanya maupun materi kandungannya. Oleh karena itu disebut "mu'jizat" (yang melemahkan/mengalahkan lainnya) (c) Memiliki panutan yang menjadi utusan Allah dengan riwayat hidup yang lengkap serta memiliki akhlak mulia tanpa cacat sehingga wajib menjadi panutan. Beliau adalah Raslullh Muhammad saw. (d) Memiliki ajaran cara hidup yang mulia dan memiliki tata-laksana peribadatan yang konsisten dan stabil. (e) Memiliki pengikut yakni kaum muslimn-muslimt. Demikianlah pembuktian tentang kebenaran agama dan adanya Tuhan melalui pendekatan dalil 'aql. Dan bagi mereka yang memiliki akal sehat tentu saja akan menerima dengan sepenuh hatinya. (2) Berdasarkan dalil naql. Berbeda dengan dalil akal, bahwa dalil naql dalam perdebatan universal (semua agama) merupakan dalil ke-dua mencari agama yang benar, karena dalil naql bisa dipandang bersifat subjektif menjadi dalil di kalangan pemeluknya. Non-muslim akan mudah mengatakan bahwa pantas saja umat Islam akan membanggakan al-Qur'n karena memang kitab sucinya. Namun sebenarnya, khusus kitab suci al-Qur'n bisa menjadi dalil akal lintas agama karena bahasa dan kandungannya sanggup mengalahkan dan mengoreksi hasil akal pada berbagai temuan ilmiah ilmu pengetahuan dan teknologi. Lalu adakah kitab suci agama lain yang bisa menandingi keunggulan alQur'n? Jawabannya pasti tidak ada. Di samping berdasarkan ciri-ciri sebagaimana disebutkan di atas, pembuktian bahwa Islam sebagai agama yang benar dapat diketahui pula melalui patokan-patokan yang jelas dan tegas berdasarkan petunjuk Allahyaitu sebagai berikut: Agama yang datang dari sisi Allah diturunkan dengan wahyu melalui perantaraan malikat (Jibrl) kepada para Rasl untuk disampaikan pada hamba-hamba-Nya. Karena sesungguhnya agama yang benar adalah agama Allah, dan Allah akan membalas dan menghisb makhluk-Nya pada hari kiamat atas agama yang diturunkan kepada mereka (lihat: Q.S. AnNis'/4:163 dan Q.S. al-Anbiy'/21:25). Ajarannya berisi da'wah (ajakan, seuan) untuk Meng-Esakan Allah dalam beribadah, melarang berbuat syirik dan melarang menjadikan perantaraperantara dalam beribadah kepada-Nya. Karena da'wah untu meng-Esakan adalah dasar-dasar da'wah dari semua para Nabi dan Rasl, dan setiap para Nabi menyerukan kepada kaumnya untuk beribadah hanya kepada Allah (Q.S al-A'rf/7:73). Da'wah yang disampaikan para Rasl sejalan dengan pokok-pokok agamayaitu untuk beribadah kepada Allah, mengajak untuk menuju

9

"Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (Q.S. al-Baqarah/2:120)Agama Islam yang rasional dan arif karena atas petunjuk langsung dari Allah swt yang Maha Mengetahui sangat memahami kondisi keagamaan manusia yang serba emosional dan fanatik tanpa akal dan nurani. Islam sebagai agama pembawa kedamaian dengan tepat mengajarkan kepada para pemeluknya untuk berhati-hati dan waspada dalam mensikapi kondisi keagamaan manusia yang serba emosional dan fanatik. Lahirlah dalam ajaran Islam keharusan bagi pemeluknya untuk menghormati ajaran keyakinan agama lainnya. Karena keyakinan merupakan persoalan yang tidak bisa dipaksakan kepada orang lain. Menghormati agama lain dalam arti memberikan tolerasnsi terhadap keyakinan yang mereka anut dan membiarkan tanpa mengganggu pemeluk agama lain untuk menjalankan ajarannya sepanjang mereka juga tidak mengganggu Islam. Ada dua hal yang dilarang oleh Allah untuk bertoleransi dan kerjasama dengan agama lainyaitu dalam urusan 'aqidah dan ibadah. Karena dua hal tersebut menyangkut persoalan yang esensial yang tidak dapat dikompromikan dengan saling tukar atau saling menerima. Oleh karena itu perlu diingatkan bahwa menghormati pemeluk agama lain bukan berarti ikut-ikutan agama lain dan mencampuradukan (iltibs) ajaran berbagai agama. Karena masing-masing agama memiliki prinsip yang berbeda dalam ajarannya. Firman Allah:

"Bagi Kalian agama kalian dan bagiku agamaku." (Q.S. al-Kfirn/109:6)

"Dan janganlah kamu campur-adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui."(Q.S. al-Baqarah/2:42)

Sikap umat Islam dalam segi 'aqidah dan ibadah adalah "jelas" dan "tegas". Jelas dalam arti tidak dapat disembunyikan atau berpura-pura, tetapi jelas dan tampak secara nyata perbedaan prinsip keduanya dalam setiap agama. Sedangkan tegas dalam arti berdiri tegak atas keyakinan tanpa mengkompromikan dengan keyakinan lain dalam berbagai bentuk dan sifatnya. Oleh karena itu, orang Islam dilarang keras ikut kebaktian di gereja bersama kristiani. Demikian pula, orang11

BAB II RUANG LINGKUP AGAMA ISLAM (DNUL ISLAM)A. Arti Agama IslamIstilah agama Islam (Dnu'l Islam) terdiri dari kata yaitu agama dan Islam. Agama diartikan sebagai keyakinan tentang Ketuhanan yang mengikat seseorang untuk taat dan patuh (Islam) terhadap perintah dan larangan serta ajaran TuhanNya. Sedangkan kata Islam secara bahasa (lughaw) berarti "taat, patuh, tunduk, menyerah, menyelamatkan". Secara istilah agama Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah kepada manusia melalui utusan (Rasl)-Nya Nabi Besar Muhammad saw, memiliki kitab suci bernama al-Qur'n, bertujuan menyelamatkan umatnya di dunia dan di aherat dengan cara mentaati dan mengamalkan ajaran-ajaranya. Nama Islam sebagai suatu agama, baru digunakan pada zaman Nabi Muhamad saw, sekaligus diproklamasikan sebagai agama yang sempurna syari'atnya dan juga agama yang diridhai di sisi Allah. Penamaan Islam sebagai nama agama secara resmi ditandai dan diabadikan dengan diturunkannya Q.S. alMidah/5:3. (lihat: Dirsah al-Islmiyyah, hal. 26). Allah memberi nama agama yang dibawa oleh Muhamad saw dengan sebutan Islamkarena dalam ajarannya terdapat ajaran ketaatan kepada Allah dan ketundukan terhadap perintah-perintah-Nya, memurnikan dalam beribadah dan keimanan kepada-Nya. Penyebutan Islam sebagai suatu agama Allah memiliki keistimewaan tersendiri dibanding agama-agama lainnya. Mengapa demikian? Sesungguhnya di muka bumi ini terdapat bermacam-macam agama, yang penamaannya dinisbahkan (dihubungkan) kepada nama seseorang atau umat tertentuseperti agama Budha diambil dari nama tokoh pendirinya yaitu Sidharta Budha Ghautama; agama Yahudi diambil dari nama keturunan Nabi Ya'qb as; dan lain sebagainya. Berbeda dengan Islam, nama dan penyebutannya tidak dinisbahkan kepada nama seseorang atau umat tertentu. Karena kata tersebut menunjukkan sifat khusus yang terkandung dalam makna dari kata Islam itu sendiri. Atau dengan kata lain penamaan Islam dikaitkan dengan missi risalah ilahiyyahyaitu ketundukan dan kepatuhan kepada Allah untuk memperoleh keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat (lihat: alIslm: Ushluh wa Mabdi'uh, hal. 50-1). Ini mempertegas bahwa agama Islam bukanlah agama buatan, karangan atau ciptaan Nabi Muhamad saw sebagaimana yang dituduhkan orang-orang yang benci terhadap Islam. Tetapi Islam betul-betul agama yang mengemban risalah Ilhiyyah.

B. Tiga Pilar Ajaran IslamIslam sebagai agama Allah memiliki ajaran yang begitu agung. Saking agungnya Islam, sampai-sampai Ibn 'Abbs salah seorang shahbat Nabi saw yang13

: : A K@ "(Seseorang laki-laki) berkata: sampaikanlah kepadaku tentang iman? Beliau menjawab: kamu beriman kepada Allah, para malikat-Nya, kitab-kitabNya, para Rasl-Nya, dan hari akhir (kiamat), dan kamu beriman kepada taqdr yang baik dan buruk." [H.R. Ahmad (I/51), Muslim (I/29), Tirmidz(IV/275), Nas (VIII/102), Ab Dwud (II/416), Ibn Mjah I/36), al-Baghaw (I/24) dan al-Tabrz (I/43)dari 'Umar Ibn al-Khath-thb ]

Iman kepada Allah meliputi empat halyaitu: (1) beriman akan keberadaan (wujd) Allah; (2) beriman akan ke-Rubbiyyahan (kepengurusan)Allahyakni mengakui bahwa adalah Rabb segala sesuatu, Pemilik, Pencipta, Pemberi rezeki, Yang menghidupkan dan mematikan, serta meng-Esakan segala perbuatan-Nya; (3) beriman akan ke-Ulhiyyahan (ketuhanan) Allahyakni mengakui bahwa hanya Allah-lah semata yang berhak atas segala bentuk ibadah baik yang nampak maupun tersembunyi; dan (4) beriman kepada nama-namaNya (asm') dan sifat-Nyayakni menetapkan asm' dan sifat Allah berdasarkan apa yang telah ditetapkan untuk Dzat-Nya di dalam al-Qur'n maupun Sunnah Rasl-Nya. Iman kepada malikat yaitu mempercayai dengan pasti tentang keberadaan malikat dan bahwasanya mereka adalah salah satu jenis makhluk Allah yang tidak pernah mendurhakai apa yang diperintahkan Allah kepada mereka dan senantisa melakukan apa yang diperintahkan-Nya (Q.S. alAnbiy'/21:26-27). Beriman kepada malikat mencakup empat halyaitu: (1) beriman akan keberadaan mereka; (2) beriman kepada mereka yang kita ketahui nama-namanyaseperti Jibrl, Isrfl dan seterusnya, dan terhadap mereka yang tidak diketahui nama-nama-nya; (3) beriman kepada apa yang kita ketahui dari sifatsifat mereka; dan (4) beriman kepada apa yang kita ketahui dari tugas-tugas yang mereka lakukan atas perintah Allahseperti bertasbh dan beribadah kepada-Nya siang dan malam tanpa lelah atau jenuh. Iman kepada kitab-kitab-nya yaitu mempercayai dengan pasti bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang diturunkan kepada para Rasl-Nya untuk disampaikan kepa umatnya, dan bahwasanya kitab-kitab tersebut adalah kalm-Nya, yang dengannya Allah berbicara sesungguhnya sesuai yang pantas untuk Dzat-Nya, dan bahwa dalam kitab-kitab tersebut terdapat kebenaran, cahaya dan petunjuk bagi manusiabaik di dunia maupun di akhirat. Beriman kepada kitab-kitab Allah mencakup tiga perkarayaitu: (1) beriman bahwa kitab-kitab itu benar-benar diturunkan dari Allah; (2) beriman kepada apa yang Allah telah namakan dari kitab-kitab-Nyaseperti al-Qur'n yang diturunkan kepada Nabi kita Muhamad saw, Taurt dan Injl yang diturunkan kepada Nabi Ms dan 's; dan (3) mempercayai berita-berita yang

15

mereka, dan Allah yang menciptakan mereka serta yang menciptakan kemampuan mereka. Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan rahmat-Nya dan menyesatkan siapa yang Dia kehendaki-Nya dengan hikmah-Nya.

2. IslamIslam atau yang lazim disebut dengan syari'atdimaksudkan adalah ajaran-ajaran Islam yang berhubungan dengan ketaatan dan tata cara beribadah kepada Allahbaik secara langsung (mahdhah) maupun tidak langsung (ghair mahdhah). Al-Qur'n menggambarkan Islam dalam arti syari'at atau ibadah dengan sebutan "amal shaleh". Oleh karenanya tidaklah heran iman dan amal shaleh sering disebut bersama-sama atau berbarengan (muqranah). (lihat: Tauhdu'l Khlish, hal. 7) Pokok-pokok Islam dalam arti syari'at (ibadah) secara garis besar terdiri dari lima perkara yang disebut "Arknu'l Islm (rukun Islam)yaitu: (1) syahdat; (2) shalat; (3) zakat; (4) shaum di bulan Ramadhan; dan (5) haji. Ini sebagaimana dijelaskan dalam hadts Nabi saw:

: K@

A

"Islm dibangun atas lima perkara: syahdat bahwasanya tidak ada ilh kecuali Allah dan bahwasanya Muhamad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, haji dan shaum pada bulan Ramadhn." [H.R. Bukhr (I/9),Muslim (I/35), Ahmad (II/26, 120, 143, 193), Tirmidz (V/275), Nas' (VIII/112), Baihaq (I/95), Ab Ya'l (II/371), al-Baghaw (I/30) dan Ab Nu'aim al-Ashbahan (III/63)dari Ibn 'Umar ] Syahdat terdiri dari dari dua bagianyaitu (1) syahdat "tidak ilh selain Allah"; dan (2) syahdat "Muhamad sebagai utusan Allah". Syahdat pada bagian pertama mengandung arti tidak ada yang berhak untuk diibadahi baik di bumi maupun di langit kecuali Allah yang Maha Esa, Dia-lah ilh (sembahan) yang hak (benar) dan ilh selain Allah semuanya batil. Orang yang mengucapkan syahdat ini tidak akan bermanfaat apabila tidak memenuhi dua halyaitu: (1) ucapan "l ilha illallh" harus dibarengi dengan kepercayaan yang kuat, pengetahuan yang tepat tentangnya, keyakinan, pembenaran yang teguh dan kecintaan terhadapNya; dan (2) kufur terhadap sembahan selain Allah. Apabila dua hal tersebut terpenuhi maka ucapan syahdat "l ilha illallh" bermanfaat bagi yang membacanya. Sedangkan syahdat pada bagian kedua mengandung arti bahwasanya Muhamad utusan Allah yang harus ditaati perintahnya, membenarkan apa yang diberitakannya, menjauhi apa yang dilarangannya, tidak beribadah kepada Allah kecuali apa yang ditetapkan olehnya, dan juga mengetahui dan meyakini bahwa Muhamad utusan Allah bagi seluruh manusia, dia adalah seorang hamba Allah yang tidak harus disembah, keraslannya tidak boleh didustakan bahkan harus

17

"(Seseorang laki-laki) berkata: sampaikanlah kepadaku tentang tentang ihsn?. Beliau menjawab: kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihatnya, sesunggunya Dia (Allah) melihat kamu. " [H.R.Ahmad (I/51), Muslim (I/29), Tirmidz (IV/275), Nas (VIII/102), Ab Dwud (II/416), Ibn Mjah I/36), al-Baghaw (I/24) dan al-Tabrz (I/43)dari 'Umar Ibn al-Khath-thb]

Ke-tiga pilar ajaran Islam tersebut di atas "Iman, Islam dan Ihsn" merupakan kesatuan utuh ibarat lingkaran yang tidak putus. Namun karena agama dimulai dari Ketuhanan, maka keimanan menjadi titik pemberangkatan mengamalkan Islam dan Ihsn. Walau demikian, iman menjadi tidak sempurna kalau tanpa Islam dan Ihsn. Akhirnya, ketiga-tiganya menjadi kesatuan utuh yang tidak bisa dipisahkan. Demikian pula dalam pelaksanaanya, tiga pilar ajaran tersebut harus terwujud secara utuh. Sebagai contoh, mengerjakan shalat sesungguhnya menurut hukum syari'at boleh saja tanpa memakai kopiah, sarung, bahkan tanpa kaos atau baju. Menurut hukum, pakaian shalat cukup dengan menutup aurat. Padahal yang disebut aurat bagi laki-laki menurut hukum adalah bagian badan antara pusar sampai lutut. Dengan demikian, menurut hukum pakain, maka sholat adalah "sah" tanpa harus pakai baju dan tutup kepala. Namun demikian, keabsahan shalat tersebut akan terasa tidak sempurna kalau dilihat dengan "ihsn" karena pasti akan terlihat tidak sopan dan tidak layak apabila menghadap Allah dalam shalat dengan pakaian yang hanya menutup aurat. Oleh karena itu, apabila melakukan shalat hendaknya yang sopan dan pantasantara lain seperti dengan memakai kain sarung, berbaju polos putih bersih, seperti koko (tidak warna-warni seperti mau ke pesta); dan memakai tutup kepala seperti kopiah haji atau kopiah hitam nasional. Mengerjakan shalat dengan penuh ihsn akan membantu "kesiapan" lebih khusy' dan lebih mantap ketimbang hanya dengan pakaian terbatas menutup aurat. Kemudian mengerjakan shalat yang menurut tampilan syari'at sudah dengan ihsn bisa menjadi "sia-sia" atau tidak sempurna apabila shalatnya tidak didasarkan pada keyakinan menjalankan "perintah Allah"seperti shalat bercampur dengan rasa ria dalam hatinya karena ingin dilihat atau dipuji orang lain. Atau, shalatnya sebenarnya bukan takut kepada Allah, tetapi takut oleh orang tuanya atau oleh gurunya. Nabi saw bersabda:

A K@

"Siapa saja yang membaguskan shalat ketika dilihat manusia dan jelek shalatnya ketika menyendiri (atau tidak dilihat orang), maka itu adalah menganggap hina, yang ia telah menghina Rabbnya yang Maha berkah lagi Maha tinggi." [H.R. AbYa'l (IV/190)dari 'Abdullh Ibn Mas'd]

19

Islam sebagai pewarisnya harus melanjutkan perjuangan dalam mewujudkan tujuan ini melalui "seruan, ajakan"yang disebut dengan "da'wah" Da'wah untuk mengajak, menyeru manusia menjadi muslim atau memeluk agama Islam bersifat tidak memaksa. Di samping tidak memaksa, da'wah Islam mengandung muatan memberikan penjelasan dan pencerahan pemikiran kepada manusia tentang jalan yang benar dan jalan yang salah. Firman Allah:

"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka sesunguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Q.S. al-Baqarah/2:256)

Da'wah kepada Islam adalah kasih sayang Allah dan Rasl-Nya kepada manusia (termasuk jin) agar mendapat "salam" (kebahagiaan, kesejahteraan, kedamaian dan kemajuan) di dunia dan akhirat. Kalau umat Islam tidak bahagian, tidak damai, tidak sejahtera, maka yang salah bukan Islam-nya, tetapi manusianya. Hal demikian pertanda bahwa umat Islam tidak/belum menjalankan Islam secara sempurna. Atau boleh jadi karena adanya pengaruh "luar Islam" yang sengaja mengacaukan umat Islam. Islam sebagai agama pembawa kebahagiaan, kesejahteraan, kedamaian, dan kemajuan sudah dibuktikan oleh Raslullh saw pada zamannya dalam kekuasaan Islam yang berpusat di Madinah. Allah swt membebaskan manusia untuk "memilih" agamanya. Siapa saja yang mau beriman, silahkan! Dan siapa saja yang mau kufur, silahkan! Dan setiap pilihan tentu saja ada konsekuensinya. Firman Allah:

"Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Rabbmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zhalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek." (Q.S. al-Kahfi/18:29)Misi da'wah tidak hanya terbatas dalam pengertian menyeru, mengajak manusia agar memeluk agama Islam atau menjadi muslim semata, tetapi yang yang tidak kalah pentingnya, da'wah diarahkan dalam rangka mengaktualisasikan, mendemonstrasikan dan menebarkan rahmat dan kebaikan

21

Sehingga dengan demikian ajaran Islam dapat disuarakan di manapun saja berada di sekeliling kita. Firman Allah:

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'rf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik." (Q.S. li 'Imrn/3:110)Amar ma'rf dalam kaitan ini dimaksudkan memerintahkan agar beriman kepada Allah dan Rasl-Nya dan menjalankan syari'at-syari'atnya; sedangkan nahyi munkar dimaksudkan melarang perbuatan syirik (menyekutukan Allah), pendustaan terhadap Rasl-Nya dan pelanggaran terhadap apa yang telah dilarang-Nya (lihat: Jmi' al-Bayn, III/57). Islam mengajarkan 'wah secara bertahap dan bertingkat sesuai dengan kapasitas pemahaman dan kemampuan intelektual dalam memahami dan menguasainya. Da'wah dapat dilakukan dengan cara yang hikmah (arif), memberikan nasehat yang baik (fatwa dan keteladanan). Kalau diperlukan bisa dengan cara bermujdalah (berdiskusi atau berdebat) secara rasional dan objektif. Allah Berfirman:

"Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Rabbmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (Q.S. AnNahl/16:125)

Saking pentingnya da'wah dalam Islam Allah memerintah dengan tegas kepada umatnya untuk senantiasa memperjuangkannya dan memasukkannya ke dalam orang orang yang beruntung ("al-Muflihn"). Firman Allah:

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'rf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung." (Q.S. li 'Imrn/3:104)

D. Prosesi Masuk IslamSebagaimana telah dijelaskan pada uraian sebelumnya bahwa kebutuhan akan peran dan bimbingan agama bagi manusia mutlak sangat diperlukan dan

23

tergolong kafirpada awalnya secara rohaniah memiliki fitrah atau naluri beragama tauhd, atau lebih tegasnya lagi berpotensi kuat menjadi seorang muslim. Dalam konsep ini manusia tidaklah seperti kertas kosong sebagaimana digambarkan teori tabularasa. Setiap manusia memiliki potensi kuat menjadi muslim atau memeluk agama Islam, karena fitrahnya melekat dari sejak penciptaan. Namun apabila dalam kenyataannya berubah tidak menjadi muslim atau tidak beragama Islam atau menjadi kafir, hal ini disebabkan karena faktor pendidikan dan bawaan orang tuanya dan juga pengaruh lingkungan sekitarnya ke arah mana agama itu dibawa. Orang tua yang muslim akan melahirkan keturunan yang muslim pula. Demikian pula orang tua yang Nashrani, Yahudi, Majusi, Budha dan agama lainnya akan melahirkan keturunannya sesuai dengan agama yang dibawa orang tuanya. Atas proses tersebut, maka sering dipermasalahkan tentang "Islam keturunan" yaitu seseorang yang menjadi muslim karena orang tuanya adalah muslim. Sesungguhnya Islam keturunan seperti demikian tidak perlu dipermasalahkan. Artinya bahwa menjadi muslim dengan secara alamiah seperti demikian sah-sah saja, tanpa harus berikror secara seremonial khusus "masuk Islam". Karena fitrah keagamaannya pada diri dan orang tuanya. Kemudian secara perlahan dan berangsur sesuai pertambahan usianya dan perkembangan pengetahuan dan pengalamannya, yang bersangkutan secara terus menerus dalam ke-Islaman, bahkan kemudian secara sadar atas bimbingan dan pendidikan (siapa saja; keluarga atau guru) Ia menjalankan syari'at Islam. Semua proses ke-Islaman yang berlangsung sudah pasti mengandung "ikrar" ke-Islaman seseorang. Oleh karena itu, Islam mengajarkan supaya umat Islam berkeluarga dengan sesama Islam lagi (Suami muslim, istri muslim, anak-anaknya juga muslim). Namun demikian Islam menghalalkan seorang laki-laki menikah dengan perempuan ahli kitab. Dan jangan lupa, Islam mengharamkan muslimat (muslim perempuan) dinikahi oleh laki-laki non-muslim. Lain halnya dengan ke-Islaman orang-orang yang sebelumnya "nonmuslim (bukan muslim)" berkehendak masuk Islam, atau seseorang yang murtad (keluar dari Islam) kemudian berkehendak masuk Islam kembali maka mereka diwajibkan mengikuti "Prosesi Ikrar masuk Islamdengan mengucapkan "syahdatain". Sejarah mencatat, bahwa prosesi ikrar masuk Islam pernah terjadi dilakukan oleh Tsummah di hadapan Raslullh sawdengan mengucapkan dua kalimat syahdat [lihat: H.R. Bukhr (I/112) dan Ahmad (II/354)dari Ibn 'Abbs ]. Pengucapan ikrar syahdatain (dua kalimah syahdat) masuk Islam biasanya melalui prosesi sebagai berikut: Prosesi pertama : Seorang Pembimbing peng-Islaman memberikan mukaddimah dengan bercerita singkat tentang "pokok-pokok ajaran agama Islam". Ada baiknya kalau dilakukan semacam tanya-jawab atau dialog yang bisa membangun "penguatan" ke-Islaman

25

Kffah dalam keimanan ('aqidah) adalah bulat dan teguhnya hati dalamberiman kepada Allah yang Maha Esa dengan segala Dzat, Sifat, Asm' dan Af'lNya; meyakini bahwa Nabi Muhammad saw adalah utusan (Rasl) Allah yang pribadi dan ajaranya wajib dicontoh, ditaati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari; dan membenarkan al-Qur'n dengan segala isi dan muatan di dalamnya. Seorang muslim yang kffah dalam keimanannya, ia tidak melakukan dosa besarseperti syirik. Karena perbuatan tersebut tidak akan diampuni. Allah berfirman:

"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar." (Q.S. Luqmn/31:13)Syirik dimaksudkan perbuatan menyekutukan Allah dengan apapun selain Dia. Di satu pihak beribadah kepada Allah dan pihak lain datang-datang ke dukun, menyembah benda-bendaseperti pohon-pohonan, batu-batuan, kuburan dan sebagainya. Allah yang Maha Esa, Satu, Tunggal pasti sangat marah sehingga tidak akan mengampuni orang yang menduakan-Nya. Manusiapun akan marah kalau di-dua-kanseperti seorang raja akan marah kalau di-dua-kan dengan raja lainnya dalam satu kerajaan. Kffah dalam ibadah adalah mengamalkan apa yang diperintahkan dan dilarang menurut Islam sesuai kemampuan maksimalnya. Syari'at Islam yang di luar batas kemampuan boleh tidak diamalkanseperti zakat bagi yang tidak nishb dan berhaji bagi yang tidak mampu. Adapunseperti syahdat dan shalat adalah kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan oleh semua muslim karena sudah terukur bisa diamalkan oleh siapapun hatta yang sedang sakit sekalipun. Shalat orang sakit bisa sambil berbaring, duduk, atau mungkin hanya dengan hati dan kedipannya. Firman Allah:

"Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Q.S. At-Taghbun/64:16) Kffah dalam akhlak adalah mengamalkan budi pekerti, adab, sopan santun, tatakrama dan etika sebagaimana diajarkan dan dicontohkan oleh Raslullh sawantara lain seperti: Menghormati dan mentaati orangtua dan guru, serta mereka yang lebih atas dari dirinyabaik ilmu, usia maupun kedudukan. Firman Allah:

27

"Maka siapa saja yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan siapa saja mengerjakan kejelekan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya." (Q.S. al-Zalzalah/99:7-8)Berdasarkan uraian singkat di atas dapat dipahami bahwa totalitas dalam beragama Islam pada hakikatnya membentuk pola pikir dan pola tindakan seseorang sehingga melahirkan bentuk dan watak pribadi muslim yang utuh dan terintegrasibaik dalam keimanannya, ibadahnya maupun akhlak serta dampak positif lainnnya dalam kehidupan.

F. Islam Itu Nikmat1. Islam Memberi KebebasanSering terdengar suara guyonan yang tidak tepat, mengatakan bahwa Islam adalah agama yang serba tidak boleh, serba haram, serba terkekang, tidak bebas dan seterusnya. Dan prihatinnya, apabila pernyataan guyonan tersebut keluar dari mereka yang mengaku muslim. Pendapat atau pernyataan guyonan tersebut sangat mungkin disebabkan oleh sikap emosional yang tidak terkendali apapun sebabnya (seperti: karena sedang kesal, marah, dan semacamnya). Namun alasan paling mendasar atas pernyataan tersebut adalah karena tidak memahami Islam secara mendalam dan atau tidak mengamalkan Islam secara kffah (sesuai kemampuan maksimalnya). Perlu ditegaskan bahwa sejak awal, Islam tidak memaksa siapapun untuk memeluknya. Artinya, siapapun bebas untuk memeluk agama Islam atau memeluk agama apa saja yang disukai. Artinya, bahwa dari prinsip dasarnya saja sudah jelas bahwa Islam adalah agama yang memberikan kebebasan. Firman Allah:"Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Rabbmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". (Q.S.al-Kahfi/18:29)

Ketika sudah masuk Islam-pun, Islam tetap memberikan kebebasan. Persoalannya adalah bagaimana orang berpendapat dalam memahami kebebasan. Kalau apa yang disebut kebebasan adalah serba semaunya, maka kebebasan seperti ini di manapun dan kapanpun tidak akan pernah ada, bukan tidak ada di Islam saja. Dalam agama apapun dan di masyarakat atau tempat manapun tidak akan ditemukan kebebasan yang bermakna semau gue bagaimana suka-sukanya. Kecuali pada orang gila dan di lingkungan masyarakat binatang. Bahkan orang gila dan binatangpun tidak bisa bebas sempurna, selalu di batasi oleh kebebasan lainnya. Bukan hanya dalam Islam saja, agama apapun dan di tempat serta negara manapun sama bahwa tidak ada kebebasan sempurna, karena kebebasan

29

Di Indonesia saja terdapat seabreg peraturan perundang-undangan, ada yang disebut: UUD, Undang-undang, PERPPU, Kepres, Kepmen, Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Acara, dan yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Banyak banget! Tambah ruwet dan rumit lagi, di antara para ahli hukum, tukang membuat hukum, penyelenggara hukum serta tukang hukum tidak pernah sepakat-sepaham, selalu ingin "menang" sendiri. Logikanya, semakin banyak peraturan dan hukum, maka kebebasan semakin dibatasi. Semakin banyak hukum, semakin dekat menjadi neraka. Karena di surga itu bebas tanpa hukum. Jadi kalau Islam disebut serba tidak boleh dan serba tidak bebas, maka negara (manapun) bisa disebut neraka, karena peraturan-peraturan dan hukum dalam sebuah negara bisa berjumlah ratusan kali lipat daripada hukum-hukum dalam Islam.

2. Islam Agama MudahApabila diamati secara seksama, Islam adalah agama Rahmatan li'l 'lamn. Karena ajarannya dapat dilakukan oleh semua pemeluknya. Ini berarti bahwa Islam itu adalah agama yang mudah, ringan dan tidak memberatkan umatnya. Nabi saw bersabda:

K@

A

"Sesungguhnya agama itu ringan, dan tidaklah seseorang mempersempit agama ini melainkan ia telah memberatkannya. (Oleh karena itu) maka kerjakanlah (ibadah) secara tetap dengan tidak berlebihan dan dekatilah kesempurnaan (dalam ibadah jika melakukan secara sempurna belum sanggup, dan sampaikan (dan terimalah) kabar gembira (akan pahala yang diberikan dari amal yang dilakukan) dan memohonlah kepada Allah (dengan melakukan ibadah secara rutin) pada waktu pagi, siang, dan penghujung malam." [H.R. Bukhr (I/17) dan al-Tabrz (I/361)dari Ab Hurairah ]Islam sebagai agama yang mudah atau tidak memberatkan akan lebih terlihat jelas apabila kita memahami ajarannya secara mendalam. Ini terbukti bahwa hukum-hukum dalam Islam sesungguhnya sangat sederhana, mudah dan tidak banyak-banyakbaik dalam hal yang diperintahkan maupun dalam hal yang dilarang. Oleh karenanya, suatu dusta besar kalau orang mengatakan bahwa Islam adalah agama yang serba tidak boleh dan serba memberatkan. Sebagai contoh bahwa Islam memberikan aturan perintah yang begitu mudah untuk dilakukanseperti dalam mengerjakan rukun Islam. Islam memerintahkan membaca syahdat. Apa sulitnya untuk membacanya dan menghapalnya, kemudian memahami dan meyakininya. Kalimatnya saja cuma beberapa kata (baca "syahdatain"). Ditambah dengan memahami Rukun

31

Demikian pula dalam hal larangan, Islam tidak mutlak melarang semuanya tetapi dalam hal-hal tertentu dan itu pun untuk kebaikan dan kemaslahatan umatnya. Contoh perbuatan yang dilarang dalam Islamantara lain sebagai berikut: Larangan mengkonsumsi dari yang memabukkanseperti minuman yang beralkohol (minuman keras, bir, arak dan sejenisnya) dan sejenis isapan, suntikan, obat-obat terlarang (ganja, narkotika, ekstasi dan sejenisnya). Larangan melakukan perzinaan dan hal-hal yang dapat mengakibatkan terjadinya perzinaanseperti pergaulan bebas, nonton film forno, membatasi hubungan lawan jenis (pacaran) dan hal-hal yang serupa seperti itu. Larangan tersebut hanya bias dihalalkan melalui pernikahan. Mabuk adalah penyakit: hilang akal, hilang ingatan, badan lemah, sarafsaraf rusak, jalan sempoyongan, ngomong ngawur tidak karuan, hidup di emperan, tidur di comberan. Bukan hanya terbatas orang muslim, siapa saja yang berakal sehat pasti "tidak mau sakit" seperti orang mabuk di atas. Penyakit harus dihindari, malah dicari. Penyakit mabuk berbeda dengan penyakit biasanya. Dengan sakit seperti di atas, maka pemabuk berpotensi merugikan orang lain dan berpotensi melakukan kejahatanseperti membuat kegaduhan atau keonaran, pemerkosaan, menimbulkan perkelahian (tawuran), mengganggu ketertiban umum (azas hukum), kadang bisa memeras orang lain dan semacamnya. Ketika Islam melarang perbuatan memabukan, maka Islam bukan mengekang tanpa alasan. Bahkan Islam memiliki "kasih sayang" agar umatnya tidak berpenyakit "mabuk". Larangan tersebut merupakan tindakan kasih sayang "preventif" (sebelum terjadi). Kalau sudah terjadi, merugi semua. Larangan Islam tersebut akhirnya diikuti oleh semua pihak yang mau peduli akan keselamatan jiwa orang lain karena larangan tersebut sangat "tepat dan bermanfaat". Pemerintah melarang bahkan mengancam sangsi penjara bagi yang melakukan pemabokan. Organisasi-organisasi husus secara sukarela beroperasi melawan pemabokan (preventif persuasif). Pendidik (Guru dan orangtua) terus melakukan penerangan dan nasehat. Larangan Islam seperti melarang pemabukan akhirnya sangat masuk akal, diterima umum, disambut positif, dijalankan oleh semua. Negara/pemerintah, masyarakat dunia (Islam non Islam) sama-sama mengamalkan "larangan" Islam. Apabila yang menolak, merekalah orang yang tidak sehat, tidak normal dan tidak peduli kasih sayang. Kalaupun dilarang mengkonsumsi barang yang memabukan, masih sangat banyak jenis konsumsi barang yang dibolehkan dengan rasa sangat enak, sehat serta nikmat lebih dari barang yang memabukan. Islam itu nikmat. Demikian pula dengan larangan perzinaan sangat masuk akal diterima umum dan dijalankan oleh banyak agama selain Islam. Bahkan pemerintah di banyak negara telah membuat peraturan perundang-undangan yang melindungi lembaga pernikahan. Perzinaan melahirkan penyesalan, penyimpangan dan ketidakjelasan keturunan. Dengan perzinaan, tidak jelas "siapa anak siapa". Akibatnya menjadi

33

Namun jangan lupa bahwa azas universalitas (kesamaan) tersebut hanya berlaku pada ruang-lingkup kemanusiaannya yang bersifat skunder (ke-dua) di dalam Islam. Ibarat dalam sambal hanya pedasnya saja yang sama. Adapun pada tataran primer-nya (ke-satu) yang fundamental terletak pada "'aqidah keimanan" tentang ketuhanan. Berdasarkan tataran primer fundamental 'aqidah-keimanan, siapapun mengetahui bahwa antar agama berbeda-beda. Atas dasar apa paham pluralisme mengatakan bahwa semua agama sama. Berdasarkan perbedaan 'aqidah-keimanan (idiologi) tersebut, seharusnya masing-masing agama yang memiliki prinsip dasar ketuhanan bersuara sama bahwa setiap agama berbeda-beda, tidak sama. Dengan berbeda fondasi 'aqidahnya, maka berbeda pula tujuannya. Agama Islam bertujuan kepada Allah. Agama kristen kepada trinitas. Budha kepada dewa-dewa, Hindu kepada sang hyang. Kalau pada tataran ketuhanan, pluralisme menyebut tujuan semua agama sama kepada tuhan, maka tuhan itu berbeda-beda pada masing-masing agama. Ajaran pluralisme adalah ajaran tidak tuntas, ibarat Teori Evolusi Darwin yang mengatakan "manusia berasal dari kera (monyet)". Teori sambal hanya sampai pedas. Ketidak tuntasan tersebut bisa disengaja untuk mengelabui masyarakat atas kepentingan budaya baik ekonomi, keamanan maupun politik. Padahal apabila kembali kepada pemahaman "toleransi antar agama" akan sangat memadai karena semua agama akan memiliki ruang universalitas dalam kemanusiaan. Islam memiliki perintah ruang bertoleransi sangat besar untuk saling menghormati, menghargai dan tidak saling mengganggu setiap pemeluk agama untuk melaksakan ajaran agamanya masing-masing. Islam menjamin terwujudnya "kerukunan hidup beragama" tanpa menyalahi keyakinan ketuhanan agamanya masing-masing. Kerukun beragama menurut ajaran Islam sudah dibuktikan sempurna pada zaman Raslullh saw oleh beliau sendiri selaku utusan Allah swt. Dalam kerukunan hidup, Islam pasti mendatangkan kedamaian, keselamatan dan kesejahteraan. Islam itu nikmat!

3. Islam Agama Nikmat dan MahalTerdapat adagium (patokan) umum orang akan menghargai sesuatu kalau "mengetahui" bahwa sesuatu itu mahal. Demikian juga selanjutnya orang berani membayar mahal sesuatu kalau Ia "mengetahui bahwa sesuatu tersebut sangat berharga. Kebalikan dari adagium di atas bahwa orang akan memandang sesuatu remeh, biasa-biasa, sama saja kalau "tidak mengetahui" betapa berharganya sesuatu tersebut. Untuk "mengetahui" sesuatu tersebut jangan dianggap mudah, apalagi kalau banyak yang serupa padahal tidak sama. Tambah lagi kalau banyak tiruan, maka semakin sulit untuk bisa membedakan. Kita tidak bisa mengatakan bahwa semua batu putih yang berkelip ketika tertimpa sinar matahari adalah "berlian", tidak semua logam putih itu adalah logam mulia. Jangan mengatakan bahwa

35

Raslullh adalah manusia biasa yang sama memiliki hawa-nafsu. Buktinya Raslullh saw adalah pengembala, pedagang, makan, minum seperti layaknya manusia, dan Raslullh saw juga menikah. Pertanyaan penasaran ke-dua, mengapa Nabi saw tidak mau menukarkannya padahal menurut sebagian bahwa Islam hanya merepotkan dan mengekang kebebasan? Jawaban pasti adalah pasti bahwa Raslullh saw sangat mengetahui kalau "Islam jauh lebih berharga dan mahal" ketimbang tahta, harta, dan wanita (keduniaan). Kalau dikatakan keduniaan adalah kenikmatan, sekarang terbukti bahwa Islam bagi yang mengetahuinya "jauh lebih nikmat" dari segala apapun tentang keduniaan. Islam berharga, Islam mahal, Islam nikmat kemudian ternyata tidak subjektif hanya pada tangan Raslullh saw, tetapi juga dirasakan oleh ratusan dan ribuan para shahbat beliau semasa hidupnya dan oleh para pengikutnya sepeninggalnya. Dan berlanjut dinikmati oleh mereka para muslim yang mengamalkan Islam secara kffah. Semoga kita termasuk di dalamnya. Para shahbat Nabi saw di zamannya yang dikenal dengan sebutan "Empat Khulaf'ur-Rsyidn" (Abu Bakar, 'Umar Ibn al-Khath-thb, 'Ustman Ibn 'Affn dan 'Al Ibn Ab Thlib) serta para pengikutnya telah juga membuktikan betapa Islam sangat berharga, mahal dan nikmat. Para shahbat Raslullh saw tersebut telah rela meninggalkan keluarga yang mereka cintai, rela meninggalkan harta benda yang sudah mereka kumpulkan, rela meninggalkan tanah kampung halaman yang dirindukan. Mereka berangkat dalam kesengsaraan "berhijrah" ke luar Makkah (Thif dan Madnah) demi Islam dan untuk membela Islam atas perintah Raslullh saw. Demi Islam yang mereka cintai sepenuh hati (kffah) mereka rela mengorbankan apa saja (jiwa dan harta). Sikap rela berkorban para shahbat Raslullh saw menunjukan keyakinan dan pengetahuan mereka bahwa Islam jauh lebih berharga, lebih mahal dan lebih nikmat daripada segalanya. Dalam al-Qur'n, para shahbat Raslullh saw yang berhijrah tersebut biasa disebut dengan istilah "al-Muhjirn (orang yang berhijrah)" atas perintah Raslullh saw. Demikian halnya dengan para shahbat Raslullh saw yang bertempat tinggal di Madnah. Mereka sukaria menyambut kedatangan kaum muhjirn, mereka sehidup-semati membela Islam. Mereka rela menyediakan apapun untuk keperluan dan kebutuhan para shahbat muhjirnseperti tempat tinggalnya, keperluan makan-minumnya dan keperluan lain-lainya, bahkan mereka rela mengorbankan jiwanya untuk membela kaum muhjirn dan Islam. Kaum muhjirn dan Anshr lebih dari sekedar bersaudara adik-kakak yang dipersaudarakan (mukhokh). Mereka bersaudara dalam satu perjuangan membela dan menegakan Islam, persaudaran sedemikian disebut "Ukhuwwah Islammiyyah" (persaudaraan sesama muslim untuk membela dan menegakan Islam).

37

39

"berakhlak". Sedangkan orang yang berprilaku tidak baik sering disebut orang yang "tidak berakhlak". Artinya bahwa secara tradisi penggunaan kata akhlak lebih cenderung digunakan untuk menunjukkan prilaku baik. Akhlak dalam Islam memiliki kedudukan dan karakter tersendiri yang berbeda dengan agama-agama lainnya. Akhlak Islam didasarkan pada ajaran Allah, atau dengan kata lain merupakan produk dari jiwa tauhd. Oleh karena itu banyak ayat dalam al-Qur'n dan keterangan hadts Nabi saw yang menjelaskan tentang keharusan manusia berakhlak baik dan meninggalkan akhlak jelek. Dalam sejarah disebutkan, orang yang memiliki akhlak Islam yang sempurna adalah Nabi Muhamad sawsebagaimana dalam riwyat berikut:

@

A

"Adalah Raslullh saw manusia yang paling baik akhlaknya." [H.R. Muslim(IV/74), Baihaq (al-Kubr: III/454; IV/191) dan Ibn Ab Syaibah (VI/90)dari Anas Ibn Mlik ]

Bahkan, al-Qur'n sendiri menjelaskan bahwa beliau memiliki budi pekerti atau akhlak yang agung dan perlu dicontoh oleh umat manusia. Ungkapan yang digunakan al-Qur'n adalah "uswatun hasanah" (teladan paling baik) bagi manusia. Bahkan saking agung dan sempurnanya akhlak beliau, sampai-sampai Allah dalam al-Qur'n memujinya, dan pujian itu diabadikan dalam surat alQalam/68: 4 dengan ungkapan: "Innaka la'al khuluqin 'Azhm (Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung)". Nabi saw memperoleh pujian itu karena kesempurnaan dan agungnya akhlak yang berlandaskan al-Qur'n, atau dengan kata lain beliau berakhlak dengan akhlaknya al-Qur'n. Dalam sebuah riwyat disebutkan, bahwasanya 'isyah pernah ditanya perihal akhlak Nabi saw. Jawab 'isyah: akhlak beliau adalah al-Qur'n [H.R. Ahmad (II/54), Muslim (I/109), al-Hkim (III/214) dan Baihaq (al-Dal'il: I/231) dan Ab Ya'l (IV/106)]. Ini berarti bahwa akhlak yang dimiliki beliau berada dalam bimbingan dan naungan wahyu al-Qur'n. Oleh karena itu, sebagian orang ada yang menyebut Nabi saw sebagai al-Qur'n berjalan. Karena prilaku dan tindak-tanduk beliau merupakan cerminan, perwujudan dan penjelmaan al-Qur'n. Dengan akhlak yang beliau miliki itu menjadi modal besar dalam memimipin dan menumbuhkan wibawa yang kuat dan daya tarik yang luar biasa. Karena akhlak menjadi intisari dari seluruh ajaranajarannya. Oleh karenanya tidak heran jika Nabi saw diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dalam sebuah hadits Nabi saw bersabda:

@

A]

"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kesempurnaankesempurnaan akhlak." [H.R. Baihaqi (XV/252), Bukhr (al-Adab:81), Ahmad(II/381), Ibn Ab Syaibah (VII/440) dan al-Hkim (III/214)dari Ab Hurairah

41

dan insaniyyah (kemanusiaan), saling tolong menolong, pemurah dan penyantun, menepati janji, dan saling wasiat dalam kebenaran dan ketaqwaan. 6. Akhlak yang berhubungan antara manusia alam sekitarseperti tidak melakukan perusakkan lingkungan ekosistem dan tidak melakukan ekspoloitasi sumber daya secara berlebihan dan lain sebagainya. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa akhlak memberikan peranan penting untuk mengatur pola sikap dan tindakan dalam rangka kemaslahatan manusia di muka bumi.

C. Induk-Induk AkhlakSebagaimana disebutkan pada uraian sebelumnya bahwa akhlak terbagi menjadi dua bagianyaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela. Masing-masing dari keduanya memiliki induk-induk atau pokok-pokok yang akan melahirkan akhlakakhlak lainnyabaik yang terpuji maupun yang tercela. Menurut al-Ghazl induk akhlak yang baik ada empatyaitu: (1) hikmah atau kebijaksanaan; (2) keberanian (syaj'ah); (3) lapang dada ('iffah); dan (4) adil (lihat: Ihy' 'Ulmuddn, III/53). al-Suyth juga mengatakan, bahwa akhlak yang baik pokok-pokoknya ada empat. Yang kedua, ketiga dan keempat sama dengan apa yang dikemukakan oleh al-Ghazl. Namun untuk yang pertama al-Suyth memasukan induk akhlak yang baik ituialah sabar. Demikian pula induk akhlak yang jelek ada empatyaitu: (1) kebodohan (al-Jahl); (2) zhalim (al-Zhulm); (3) syahwat; dan (4) marah (al-Ghadhab) (lihat: Madrijus-Slikn, II/308).

1. Induk-induk akhlak yang baik a. SabarSabar secara bahasa berarti menahan atau mencegah (al-Habs wa al-Kaff). Dalam kajian ilmu akhlak, sebagian ahli mendefinisikan sabaryaitu menahan diri dari kemarahan atau sesuatu yang dibenci. Sabar bukan berarti berdiam diri, akan tetapi merupakan sikap jiwa yang ditampilkan dalam penerimaan terhadap sesuatubaik penerimaan tugas dalam bentuk perintah dan larangan maupun bentuk penerimaan terhadap perlakuan orang lain dan sikap dalam menghadapi musibah. Dari sini dapat dipahami bahwa sabar pada hakekatnya pengendalian nafsu yang ada pada diri setiap orang. Nafsu yang terkendali akan melahirkan akhlak yang baik dan terpujiseperti prilaku dan sikap yang mantap, optimis dan bertanggungjawab, tidak tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu, menahan diri dari menyakiti orang lain dan ketenangan dalam menghadapi persoalan. Dengan pentingnya kesabaran sebagai induk akhlak yang baik, sampai-sampai sebagian ahli menyebutkan bahwa sabar setengah dari iman. Dan juga saking utamanya kesabaran, dalam banyak ayat, al-Qur'n menjelaskan tentang keharusan manusia bersabar, pujian dan43

e. KeadilanKeadilan merupakan sikap pertengahan antara pengekangan hawa nafsu dan syahwat dan nafsu amarah dibawah bimbingan akal dan agama. Dari sini juga timbul akahlak yang muliaseperti yang disebutkan di atas. Akhlak yang demikian itu pada intinya bertujuan mendidik manusia dan mensucikan jiwanya, mengangkat kedudukannya ke tempat yang terhormatbaik secara invidual maupun secara kolektif, dan menumbuhkan rasa tolong menolong diantara sesama manusia dengan sikap-sikap positif.

2. Induk-induk akhlak yang jelek a. al-Jahl (kebodohan)Kebodohan (al-Jahl) timbul disebabkan lemahnya akal dan kebekuan dalam berpikir, sehingga dengannya tidak dapat mengetahui perbedaan antara yang benar dan yang salah. Jahl merupakan lawan dan musuh dari akal dan ilmu. Karena musuh dari akal dan ilmu, Jahl harus diberantas. Al-Jahl akan menggiring manusia kepada kelemahan dan kebekuan berpikir, sekaligus akan melahirkan atau menjadi sumber akhlak yang jelek dan tercela. Al-Jahl ada dua macamyaitu: (1) Jahlu'l Basth dan (2) Jahlu'l Murakkab. Jahlu'l basth yaitu jahl yang disebabkan oleh keadaan seseorang yang benar-benar tidak tahu tentang sesuatu dari kebenaran. Jahl seperti ini akan melahirkan akhlak jelekseperti urakan, seenaknya sendiri dan lain sebagainya. Sedangkan jahlul'l murakkab adalah jahl bukan karena tidak tahu, tetapi tidak mau tahu sama sekali, atau jahl yang sebenarnya tidak tahu, tetapi merasa diri tahu sehingga ia menjadi orang sok tahu. Jahl ini akan melahirkan akhlak jelek seperti angkuh, sombong dan keras kepala.

b. al-Zhulm (Zhalim)Zhalim menurut bahasa menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Secara sederhana zhalim dimaksudkan perbuatan yang melampaui batas. Zhalim pada hakekatnya timbul dari ketidakmampuan menahan dorong jiwa secara seimbang atau tidak dapat menempatkan kebenaran secara tepat. Dari sini dapat melahirkan akhlak jelekseperti melakukan setiap perbuatan dengan berlebih-lebihan. Dan kezhaliman ini biasanya berawal dari perbuatan baik yang berlebihancontoh, keberanian pada dasarnya merupakan akhlak baik dan terpuji, namun apabila ditempatkan secara tidak benar dan berlebihan, membabi buta, tanpa perhitungan akhirnya akan berujung pada satu bentuk penganiayaan, dan ini menimbulkan akhlak jelek.

c. al-Ghadhab (Marah)Marah atau al-Ghadhab merupakan gejolak emosional yang muncul dari diri seseorang, yang nampak kepermukaan dalam berbagai perwujudannya. Menrut al-Ghazl, marah itu ialah nyala api yang bersumber dari api Allah, menyala berkobar-kobar, menjulang tinggi hingga naik ke ulu hati dan45

"Apabila 'aqidahnya selamat (maksud: terbebas dari syrikik dan kufur), maka ibadahnya akan sah, akhlaknya akan baik dan muamalahnya (hubungan pergaulan) akan mulia (lihat: 'Aqdatu'l Wsithiyyah, hal. 8)."Bertolak dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa antara 'aqidah, ibadah, akhlak dan muamalah memiliki hubungan yang saling mengisi sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya dan saling menentukan dan mempengaruhi. 'Aqidah atau iman adalah pondasi bagi setiap muslim, sedangakan ibadah adalah manifestasi (perwujudan) dari iman. Kuat dan lemahnya ibadah seseorang ditentukan oleh kualitas imannya. Dalam Islam, manusia dituntut bukan hanya untuk beriman saja, dan rukun-rukun iman tidak hanya dijadikan semboyan. Tetapi mereka dituntut membuktikan iman itu dengan perbuatan nyata. Pembuktian dan realisasi iman diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan semua petunjuk Allah dan Rasul-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya. Keyakinan yang ditanamkan dalam jiwa manusia dan aktivitas ibadah yang teratur sesuai dengan tuntunan agama mengandung hikmah yang luhur dan merupakan puncak pendidikan rohani dan jati diri manusia. Keduanya membangkitkan semangat manusia untuk memiliki akhlak yang baik dan terpuji, sekaligus memberi efek yang positif dalam kehidupan muamalah antara manusiabaik dalam lingkungan keluarga, masyarakat luas maupun pergaulan internasional. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa 'aqidah dan ibadah mempunyai hubungan erat dengan pembinaan akhlak. Keterkaitan antara 'aqidah, ibadah dan akhlak digambarkan oleh Allah swt dalam sebuah perumpamaansebagaimana firman-Nya:

"Tidakkah kamu kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya.Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat." (Q.S. Ibrhm/14:24-25)Ayat di atas menganalogikan ajaran Islam dengan sebuah pohon yang baik. Ia tumbuh subur menjulang tinggi dan buahnya sangat lebat. 'Aqidah, ibadah dan akhlak dimisalkan sebagai akar, cabang dan buah pada sebuah pohon yang rindang, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Akar merupakan inti dari sebatang pohon yang menopang tegak dan berdirinya pohon tersebut, bahkan akar akan menentukan baik dan tidaknya pohon itu. Jika akar itu baik

47

Dari uraian di atas terlihat jelas bahwa dalam ajaran Islam antara 'aqidah, ibadah dan akhlak memiliki hubungan yang sangat erat antara satu dengan lainnya. 'aqidah mendasari dan mengarahkan ibadah agar tertuju kepada Allah, sedangkan ibadah membuktikan bahwa 'aqidah ada dalam diri seseorang. Tanpa 'aqidah tidak akan membawa hasil yang dapat dirasakan. Dan akhlak mulia merupakan hasil perpaduan dari 'aqidah dan ibadah tersebut. Sebaliknya, akhlak yang mulia akan mempertebal 'aqidah dan meningkatkan ibadah.

E. Ciri-Ciri Akhlak BaikSebagian ada yang beranggapan bahwa ketika seseorang meninggalkan perbuatan jelek dan keji, dosa dan maksiat, maka sebetulnya ia telah mendidik akhlaknya dan telah memiliki akhlak yang baik dan terpuji. Anggapan tersebut dinilai kurang tepat. Karena akhlak yang baik ditandai bukan hanya sekedar kesungguhan meninggalkan perbuatan jelek semata, tetapi lebih dari itu adanya kesungguhan mengerjakan segala perintah Allah dan hal-hal yang terkait di dalamnya. Seseorang dapat dikatakan memiliki akhlak yang baik manakala dalam dirinya terdapat sifat-sifat orang mu'min. Dengan kata lain, sifat-sifat orang mu'min yang dimiliki seseorang menjadi ciri bahwa ia telah berakhlak baik. Adapun sifat-sifat orang mu'min yang sekaligus menjadi ciri seseorang berakhlak baik (ihat: Minhju'l Qshidn, hal. 231)sebagaimana terungkap dalam rangkaian uraian Firman Allah sebagai berikut:

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabblah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rejeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rejeki (nikmat) yang mulia." (Q.S. al-Anfl/8:4)

"Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadah, memuji (Allah), yang melawat, yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat49

(pembalasan) dosa (nya)." (Q.S. al-Furqn/25:67-68). "Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Rabb mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta." (Q.S. alFurqn/25:71-73).Uraian ayat-ayat di atas secara tegas menjelaskan tentang sifat-sifat orang yang beriman, yang sekaligus menjadi ciri-ciri bahwa seseorang dapat dikatakan berakhlak baik. Dan sebaliknya, seseorang dapat dikatakan belum berakhlak baik manakala tidak memiliki sifat-sifat tersebut. Oleh karena itu, apabila seseorang ingin memiliki akhlak baik maka peliharalah sifat-sifat yang menjadi sifatnya orang-orang yang berimansebagaimana pada ayat-ayat di atas. Orang yang memiliki akhlak baik pada hakikatnya adalah orang mu'min yang paling sempurna keimanannya. Nabi saw bersabda:

K@ A

"Orang mu'min yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya di antara kalian." [H.R. Ahmad (II/250, 472), Ab Dwud (II/413),Tirmidz (II/387), Drim (II/323), al-Hkim (I/99), Ab Ya'l (IV/409), al-Baghaw (V/406), al-Tabrz (II/240; III/90), Baihaq (XV/252) dan Ibn Ab Syaibah (VI/88; VII/219)dari Ab Hurairah ]

Apabila dihubungkan dengan pembahasan sebelumnya tampak lebih jelas bahwa akhlak merupakan pancaran dan cerminan dari keimanan yang kuat. Dan akhlak baik akan terwujud melainkan oleh orang-orang yang beriman. Karena keimanan merupakan pondasi dari setiap perbuatan baik.

F. Latihan Mendidik AkhlakAda sebagian orang yang beranggapan bahwa akhlak jelek manusia tidak dapat dirubahsebagaimana tidak dapat merubahnya keadaan bentuk fisik kita. Tentu saja anggapan seperti ini tidak benar. Memang benar adanya bahwa keadaan bentuk fisik manusia tidak dapat dirubah sesuai dengan penciptaan-Nya, namun untuk persoalan akhlak tidak demikian. Seandainya akhlak jelek manusia tidak dapat menerima perubahan, maka apalah artinya nasehat, petuah dan petunjuk. Bukankah Allah menurunkan al-Qur'n dan mengutus Nabi saw untuk merubah akhlak jelek dan menyempurnakannya dengan akhlak yang baik? Ini semua untuk menunjukkan bahwa akhlak jelek manusia dapat dirubah menjadi baik. Yang menjadi persoalan dalam hal ini adalah tiada lain ada yang cepat dan ada pula yang sulit dalam menerima perubahan akhlak jelek menjadi baik.

51

K@ KKKK

KKKK A

" tunjukkanlah aku pada akhlak yang terbaik, tidak akan ada yang menunjukkan kepadanya kecuali Engkau, dan hindarkanlah aku dari akhlak jelek, tidak akan ada yang dapat menjauhkanku daripadanya kecuali Engkau " [H.R. Muslim (I/185)dari 'Al ]Demikianlah pentingnya berdoa kepada Allah agar berakhlak baik dan terhindar dari akhlak jelek. Karena pada hakikatnya manusia tidak dapat memiliki atau merubah sesuatu kecuali dengan bantuan dan pertolongan Allah swt, dan Dia lebih tahu keadaan hamba-Nya daripada hambanya itu sendiri, karena Dia Pencipta setiap diri. Demikian pula akhlak, tidak ada yang dapat merubah dari akhlak jelek manjadi baik kecuali atas bantuan dan pertolongan-Nya. Di samping riydhah dan berdoa, proses perubahan akhlak ke arah lebih baik dapat dilakukan dengan cara bergaul, tentunya saja bergaul dengan orang orang yang berakhlak baik. Disadari ataupun tidak, pergaulan dapat mencuri tabiat seseorang. Bergaul dengan orang yang baik sangat besar kemungkinan mempengaruhi seseorang menjadi baik. Sebaliknya, berteman dengan orang yang tidak baik dapat mempenaruhi pula seseorang menjadi tidak baik. Dan ini sejalan dengan sabdanya:

K@ A

"Seseorang itu tergantung agama (maksud: kebiasaan) temannya. (Oleh karena itu) maka hendaklah salah seorang di antara kalian memperhatikan siapa yang akan menjadi temannya." [H.R. Ahmad (II/303, 334), Tirmidz(IV/167), Ab Dwud (II/449), al-Hkim (V/94) dan al-Baghaw (VIII/322)dari Ab Hurairah ]

Oleh karena itu, bergaullah dengan orang yang baik dan shaleh, dan berwaspadalah bergaul dengan orang yang kurang baik. Karena hal itu akan mempengaruhi terhadap tabiat seseorang. Dan untuk mengukur baik dan tidaknya seseorang maka lihatlah yang menjadi temannya. Berkenaan dengan hal tersebut, dalam sebagian kesempatan Nabi saw pernah memberikan perumpamaan antara pertemanan dengan orang yang baik dan orang tidak baik sebagai berikut:

"Perumpamaan teman yang shaleh dan teman yang jelekadalah seperti penjual misik (minyak kasturi) dan peniup kr (tukang besi). Penjual misik akan memberinya kepadamu sebagai hadiah, boleh jadi kamu membeli53

. . .

55

jadwal yang berlaku; kapan harus belajar, beristirahat, bermain, berolahraga, makan, tidur, dan kegiatan lainnya serta menjaga kesehatan, tampil yakin, energik, optimis. Kemudian memiliki perlengkapan belajar yang memadai seperti buku-buku pelajaran dan alat tulis, berpakaian bersih dan rapih sesuai kegiatan yang akan dikerjakan. Memelihara rasa hormat dan senantiasa dekat kepada guru sebagaimna wajibnya bersikap hormat kepada orangtua. Akhirnya, berdoa kepada Allah swt supaya mendapatkan ilmu-Nya yang banyak dan bermanfaat. Dengan persiapan dan prilaku tersebut, insyaallah sang anak akan berhasil mencapai tujuanya. Islam telah mengajarkan pemeluknya supaya mengetahui "tujuan hidupnya". Tujuan hidup seorang muslim tiada adalah mendapat "ridha" Allah swt. Lalu mengapa tujuan hidup seorang muslim adalah memperoleh ridha Allah? Karena keridhaan Allah merupakan kenikmatan hidup yang hakiki dan kebagahagiaan sejati. Nabi saw bersabda:

K@

A

"Siapa saja yang mencari keridhaan Allah dengan kemurkaan manusia, maka Allah akan mencukupi kepadanya dari daripada keperluan kepada manusia. Dan siapa saja yang mencari keridhaan manusia dengan kemurkaan Allah, maka Allah akan serahkan dia kepada manusia." [H.R. Tirmidz (IV/187) dan alBaghaw (VIII/294)dari 'isyahd]

Bagi seorang muslim yang kffah, dalam upaya mencapai tujuan hidup yang diridhai Allah, ia tidak segan-segan walaupun dengan mengorbankan dirinya sendiri. Karena yang demikian itu merupakan satu tuntutan kehidupannya. Firman Allah:

"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambaNya." (Q.S. al-Baqarah/2:207)Kepuasan hidup seorang muslim bukan terletak pada bentuk dan ujud materi, tetapi sebaliknya justru pada kebahagiaan jiwa karena mendapat ridha Allah. Firman Allah:

"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih." (Q.S.al-Insn/76:8-9)

57

sebagai petugas atau pegawai pemerintah, mendapat gajih dan fasilitas yang memadai. Pantas mereka betah dan ogah dibebas tugaskan (dipensiunkan). Kedudukan petugas/pegawai penjara memang sangat beda dengan para tahanan penjara. Para pegawai masuk penjara karena "ridho" sang pemilik (pemerintah), sedangkan para tahanan masuk penjara karena "murka" sang pemilik. Jadi, enak-tidak enak, senang-tidak senang, bahagia atau sengsara bukan ditentukan oleh penjara atau istananya, tetapi ditentukn oleh "pemilik"-nya atau penguasanya. Hukum atau sunnah demikian berlaku di mana-mana. Mengetahui siapa pemilik atau penguasa adalah langkah awal paling utama apabila kita mau bahagia dan sejahtera di manapun; di rumah, di sekolah, di pesantren, di kantor, di tempat kerja, .. di dunia dan di akhirat. Seperti, kalau di pesantren pasti pak Kyai-nya, kalau di kelas pasti pak gurunya, kalau di kantor pasti pak kepalanya, kalau di tempat pekerjaan pasti bos-nya minimal atasannya. Sekarang kita hidup (secara umum) di dunia, kelak setelah mati kita hidup di akhirat. Persoalannya adalah siapakah pemilik atau penguasa dunia dan akhirat. Inilah persoalan yang pertama dan utama harus kita ketahui, bahkan harus mengetahui juga "siapa" kekasihnya. Persoalan kemudian setelah mengenal pemiliknya adalah "bagaimana usaha mendapatkan ridhanya". Kalau sudah bisa menemukan dan mendapatkan keduanya, dijamin bahwa siapapun akan mendapatkan "salam" di dunia dan di akhirat karena sudah bisa mencapai tujuan hidupnya. Mengenal siapa pemilik dunia-akhirat akan dibahas secara tajam dan luas pada buku aqidah akhlak ke dua tentang pokok-pokok aqidah. Namun secara singkat dan garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada materi tentang agama sudah dijelaskan bahwa manusia mengakui adanya Tuhan. Siapa tuhan, masing-masing agama memiliki tuhan berbeda. Islam dengan bukti al-Qur'n yang nyata telah mengajarkan bahwa "tiada Tuhan selain Allah". Setelah dibuktikan dengan al-Qur'n bahwa tuhan adalah Allah, maka di dalam al-Qur'n yang terdiri dari 114 surat dengan 6666 ayat (paling mu'tabar) telah dijelaskan pula oleh Allah sendiri bahwa pemilik, penguasa dan penguruspengatur dunia dan akhirat adalah Allah swt.

"Maka bagi Allah-lah segala puji, Rabb langit dan Rabb bumi, Rabb semesta alam." (Q.S. al-Jtsiyah/45:36) "Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan." (Q.S. li 'Imrn/3:109)Sekarang jelaslah bagi kaum muslimn-mu'minn bahwa pemilik alam semesta serta yang mengurus dan mengaturnya adalah Allah swt yang Maha Tunggal. Setelah kita mengetahui, percaya dan yakin bahwa Allah adalah pemilik, penguasa dan pengurus-pengatur dunia dan akhirat, maka kita sudah sangat mudah untuk mendapatkan "salam" (kebahagiaan, kedamaian, keselamatan dan59

(baca "kaum muslimn") terdapat banyak macam golongan. Tidak perlu bingung untuk mensikapinya. Pertama yang harus dibedakan adalah antara golongan Islam lurus dan golongan Islam sesat. Islam lurus dan Islam sesat secara mudah bisa dikenal dengan patokan "Rukun Iman dan Rukun Islam". Selama meyakini dan mengamalkan ke dua rukun tersebut, maka kita sebut dari golongan Islam lurus. Sebaliknya, kalau ajaran golongan Islam menyimpang apalagi berlawanan dengan salah satu saja dari ke dua rukun tersebut, maka tegas bahwa golongan tersebut adalah golongan Islam sesat. Adapun dalam kelompok Islam lurus juga terdapat banyak golongangolonganseperti NU (Nahdhotul Ulama), Muhammadiyah, Persis (Persatuan Islam), PUI (Persatuan Umat Islam), al-Irsyaad, dan lain-lain (sangat banyak), semuanya secara mendasar (ushul) adalah sama saja. Kalaupun terjadi perbedaan di antara mereka hanya sebatas pada hal-hal ijtihdiyah (pendapat hukum) atau pada orientasi gerakan sosial keagamaan. Semua orang muslim dari golongan-golongan lurus akan masuk sorga apabila "bertaqwa" kepada Allah swt. Sebaliknya dari orang-orang muslim golongan lurus apapun "bias" masuk neraka kalau "tidak bertaqwa". Artinya, patokan mendapat ridha Allah swt yang menjadi tujuan hidup muslim bukan diletakkan pada golongannya, tetapi hanya pada ketaqwaanya. Firman Allah:

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Q.S. alHujurt/49:13)

Muslim dari golongan Islam lurus apapun akan mendapat "ridha" Allah (sebut "surga") apabila bertaqwa. Dan muslim dari golongan apapun dari Islam lurus akan mendapat "murka" Allah apabila tidak bertaqwa. Dalam satu hadits, Raslullh saw menjelaskan bahwa umat Islam akan terbagi kepada tujuh puluh tiga golongan(Abu Daud (2/503), Ahmad (4/102) dan al-Hakim (1/128)). Dari golongan sebanyak tersebut hanya satu golongan saja yang akan masuk surga. Penulis berkeyakinan bahwa yang dimaksud dengan satu golongan yang akan masuk surga tersebut adalah golongan "muttaqn". Lahirnya banyak golongan tidak harus membuat seorang muslim bingung karena sudah memiliki "patokan" utama yakni "bertaqwa". Kemudian muslim awam sering dibuat "bingung" lagi dengan "perbedaan pendapat" di antara para ulama ahli di bidangnyaseperti menyentuh/membawa al-Qur'n harus dengan berwudhu atau tidak; kalau shalat subuh dengan qunt atau tidak; apabila mau

61

yang kemudian sama-sama menjadi ulama besar (ulama Jumhr). Tidak ada masalah. Kalau kemudian penulis ditanya, siapa yang penulis ikuti?. Jawaban pasti adalah pendapat yang penulis yakini kebenaranya tanpa menyalahkan pendapat lain sepanjang tidak bertentangan dengan sumbernya. Persoalan bagaimana bisa meyakini kebenarnnya, itulah kewajiban seorang muslim untuk belajar sungguhsungguh tentang agamanya. Keyakinan akan kebenaran dalam menjalankan ibadah adalah syarat mutlak benarnya ibadah. Oleh karena itu, yakini apa yang dipandang benar menurut pengetahuan masing-masing. Dan jangan mengamalkan ibadah dengan ragu-ragu dan dalam beribadah, keraguan harus ditinggalkan. Nabi saw bersabda:

"Tinggalkanlah apa yang kamu ragu (dan ambillah) apa yang kamu yakin."

.

[H.R. Ahmad (I/200), Tirmidz (IV/232), Nas' (VIII/344), Drim (II/245) dan alHkim (II/147)dari al-Hasan Ibn 'Al]

Seperti kalau kita ragu apakah shalat kita pada rakaat ketiga atau ke empat, maka keputusan perintahnya harus "memastikan yang ketiga" karena pasti yakin benarnya. Sedang yang ke-empat, itulah yang diragukan. Sekali lagi ditegaskan bahwa perbedaan pendapat ijtihdiyah (fur') adalah wajar dan bisa diterima. Secara lebih mendasar, itulah Islam yang senantiasa memberikan "kebebasan" berpikir dan sangat "menghargai" mereka yang mau berpikir (menggunakan akalnya), tapi jangan akal-akalan. Satu-satunya syarat keabsahan sebuah pendapat ijtihdiyah adalah "tidak bertentangan dengan dalil sumbernya yakni al-Qur'n dan hadts" Adapun syarat (kualifikasi) menjadi seorang mujtahid tentunya harus memiliki pengetahuan agama Islam yang luas dan mendalam serta berahlak mulia. Kalau baru hapal satu dua ayat atau hadts dengan terjemahan kutipan yang dihapalkan sebaiknya jangan berani berijtihd dahulu karena belum memenuhi syarat. Derajat yang mungkin cukup menjadi muttabi' (pengikut) atau menjadi "muqallid" (ikut-ikutan) yang mau belajar.

"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhjirn dan anshr dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar." (Q.S. AtTaubah/9:100)

63

mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (Q.S. Ath-Thalq/65:2-3)Jangan salah menempatkan tawakkal. Bertawakkal harus di lakukan sebelum melakukan sesuatu kegiatan yang sudah direncanakan. Ibarat, seorang pedagang mau berangkat (pagi-pagi) berdagang ke pasar. Sebelum melangkahkan kaki meninggalkan rumah, lebih dahulu hendaknya menyatakan ketawakkalanya kepada Allah akan hasil perdagangannya di ujung hari nanti kembali lagi ke rumah setelah berdagang. Demikian semua muslim dalam profesi (pekerjaanya masing-masing). Pernyataan "tawakkal" yang tertanam tajam dalam hati dengan segenap keyakinan kepada Allah bisa disertai dengan mengatakan ucapan sebagai berikut:

"Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan melainkan dengan idzin Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung."Maksudnya sekali lagi bahwa "hasil" dari apa yang akan diusahakannya (belajar, dagang, bepergian, dll.) sepenuhnya berserah diri kepada Allah. Manusia hanya berencana, Allah-lah yang telah menetapkan hasilnya dalam qadha-Nya.

.

"Manusia itu berencana dan Allah menetapkan hasilnya."

.

[2] Sabar. Di samping tawakkal, seorang muslim memiliki sikap hidup berupa kesabaran. Sabar tidak berarti menerima apa adanya secara apriori (tanpa usaha). Sabar justru bermakna "aktif" mengerjakan sesuatu dengan berdisiplin, tekun dan kerja keras dalam keinginan "mencapai" hasil optimal. Dalam bahasa sehari-hari, orangtua berkata, "bersabarlah nak!" artinya terus jalani dengan tekun, jangan menyerah kalah. Ucapan tersebut "bersabarlah nak!" tidak berarti "ya sudahlah, berhenti saja!". Oleh karena itu pepatah arab mengatakan bahwa "sabar dapat menolong/membantu (sukses) setiap pekerjaan" ] [ . Maksudnya "dengan sikap sabar, segala pekerjaan optimis berhasil" dibanding kalau tidak sabar (ditinggalkan), maka otomatis pekerjaan terhenti dan pasti gagal.

"Siapa siapa sabar, maka ia akan beruntung."

Kemudian terdapat makna shabar dalam kondisi "ketika mendapatkan musibah" yang seperti berbeda dengan makna sabar di atas. Makna "sabar" ketika menerima musibah inilah yang sering menjadi "makna baku" dalam pemahaman65

dengan sikap-sikap merugikan lainnya. Seperti orang jatuh rugi usaha malah berputus asa. Artinya kerugiannya sudah terjadi dilanjutkan dengan berdiam diri, jadinya tambah rugi. Siswa tidak naik kelas, malah berhenti sekolah, akibatnya sekolahnya mandeg tidak berkelanjutan. Itulah ruginya orang bersikap kufur. Kepolosan berpikir juga bisa terjadi pada orang yang mendapat kenikmatanseperti untung berusaha malah poya-poya; naik jabatan dan tambah kekayaan malah jadi sombong dan takabbur. Salah satu yang mengakibatkan "kepolosan" tersebut adalah "ketidakpahaman" akan ajaran Islam dan tujuan hidup menurut Islam. Apabila mereka memahami ajaran Islam, maka siapapun tidak akan berpikir polos seperti di atas. Ajaran Islam berkaitan dengan kewajiban bersyukrantara lain: Dengan sikap "tawakkal" sejak awal sebagaimana sudah dijelaskan di atas, bermakna bahwa apapun "hasil" yang diterima baik anugrah maupun musibah adalah kepastian yang sudah ditetapkan Allah. Atas ketetapan hasil akhir tersebut, manusia tidak perlu merasa penasaran (apalagi menyalahkan Allah) karena secara akal bahwa perjalanan sampai hasil ahir tersebut mudah dipikirkan dengan hukum sebab-akibat yang harus dijalani dengan sikap "sabar". Hasil ahir baik yang disebut "anugrah atau musibah" menurut pandangan manusia "belum tentu sama" dengan kehendak Allah swt. Banyak pengalaman menunjukan bahwa orang berjaya bisa berakhir sengsara, dan orang sengsara bisa berakhir jaya. Artinya, manusia hanya mengerti apa yang terjadi dan tidak mengetahui apa yang akan dihadapi. Padahal Allah Maha Mengetahui, boleh jadi apa yang menurut manusia buruk dan musibah, menurut Allah "ke depannya" malah menjadi "baik dan anugrah". Firman Allah:

"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahu, sedang kamu tidak mengetahui."(Q.S. al-Baqarah/2:216)

Yang paling pasti adalah bahwa apa yang didapat oleh manusia baik anugrah maupun musibah hakekatnya adalah "ujian" dari Allah swt dalam ketaatan menjalankan perintah atau cegahan-Nya. Berdasarkan tiga ajaran di atas (lebih luas bisa dibaca pada buku ke dua) bahwa anugrah atau musibah harus disikapi sama karena hakekatnya juga samayakni "ujian" dalam menjalankan ketaatan kepada perintah atau cegahan Allah swt. Sikap sama dimaksud adalah keharusan "bersyukr".

67

hubungan muzakk dan mustahiq, tholabul ilmi (guru, santri siswa), imm dan ma'mm dalam shalat, dan lain-lain. Pengamalan bersyukr harus diletakkan setelah berakhir sesuatu. Dengan bersyukr baik atas anugrah maupun musibah memiliki hikmah yang sangat luar biasa baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Minimal dengan bersyukr, orang merugi tidak akan tambah merugi dan bisa bangkit kembali. Orang sakit tidak akan tambah sakit dan bisa semangat sehat kembali. Dengan bersyukr sebagaimana diuraikan di atas, dijamin tidak akan ada orang stress dan berputus asa karena bersyukr akan melahirkan sikap optimistis. Firman Allah:

"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukrlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku."(Q.S. al-Baqarah/2:152)

"Dan (ingatlah juga), takala Rabbmu mema'lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih"."(Q.S. Ibrhm/14:7)

Sebenarnya ajaran bersyukr menurut Islam tersebut sudah terbudayakan dalam kebiasaan orang Indonesia dalam ajaran yang benar. Orang Indonesia sering spontanitas mengucapkan kata bermakna syukr walau dalam musibah seperti kata-kata: beruntung hanya jatuh dari pohon, coba kalau jatuh dari pesawat, beruntung cuma ketiban rambutan dari pohon yang pendek, coba kalau ketiban duren dari pohon yang tinggi. Ajaran kebiasaan yang benar tentang bersyukr kultural tersebut hanya tinggal dilanjutkan dengan mengembalikannya kepada Allah swt. Al-Hamdulillh ya Allah! cuma rugi satu juta rupiah, coba kalau rugi satu milyar habislah semuanya. Demikian pula kalau rugi satu milyar, bacalah al-Hamdulillah saya masih bisa hidup

C. Program Hidup Seorang MuslimSemua kegiatan dan "program hidup" orang-orang yang telah sempurna keimanannya tiada lain kecuali dipusatkan hanya untuk "beribadah" kepada Allah swtbaik ibadah yang khusus (seperti: shalat, zakat dan lain-lain) maupun ibadah yang umum (seperti: berbuat kebaikan dalam mu'malah). Tidak ada satu program kegiatanpun keluar dari lingkaran ibadah kepada Allah. Apapun yang dikerjakannya itu, semuanya juga berfungsi dan bernilai ibadah kepada Allah. Karena ibadah kepada Allah itu, bagi orang muslim yang sempurna keimanannya merupakan "satu-satunya tugas pokok" yang wajib ditunaikan dalam kehidupan di dunia yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Dan itulah program hidup seorang muslim. Firman Allah:69

serta menciptakan, menjaga dan memelihara keamanan, ketertiban, untuk memakmurkan dunia dengan patuh akan segala ketentuan-ketetentuan yang menjadi peraturannya.

D. Jalan Hidup Seorang MuslimBagi orang-orang yang keimanannya telah sempurna, tidak ada jalan lain yang ia mesti tempuh dalam mencapai tujuannya (keridhaan Allah) hanyalah satu jalanyaitu Islam. Mengapa demikian? Karena bagi mereka percaya dan yakin bahwa Islam merupakan wahyu Allah yang mempunyai kebenaran mutlak. Sedangkan jalan-jalan atau teori-teori lain yang merupakan ciptaan atau produk manusia, semuanya tidak mempunyai kebenaran yang bersifat mutlak. Kebenaran itu hanya satu dan tidak banyak, dan ia datang dari Allah. Tidak ada setelah kebenaran itu melainkan kesesatan. Firman Allah:

"Kebenaran itu adalah dari Rabb-mu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu." (Q.S. al-Baqarah/2:147)Orang yang menggunakan "jalan hidup" selain Islam tidak dapat mengantarkan kepada kehidupan bahagia yang hakikibaik di dunia dan di akhirat kelak, dan juga jalan itu tidak akan diterima bahkan ditolak sama sekali oleh Allah. Firman Allah:

"Siapa saja yang mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi." (Q.S. li 'Imrn/3:85)Islam itu merupakan satu-satunya jalan hidup yang lurus, diciptakan Allah untuk dapat mengantarkan umat manusia kepada keselamatan dan kebahagian hidup di dunia dan akhirat. Oleh karena itu wajib diikuti dan ditempuh oleh setiap muslim, dan tidak boleh menyimpang sedikit pun daripadanya. Firman Allah:

"Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa." (Q.S. al-An'm/6:153)Dengan demikian jelaslah, bahwa orang yang menyimpang dari jalan hidup yang telah ditentukanyaitu Islam, berarti orang tersebut mengikuti jalan syaithn yang akan menjerumuskan pada kebinasaan hidup baik di dunia maupun di akhirat.

71

Waktu mutlak milik Allah yang tidak pernah diwakilkan kepada manusia untuk menguasainya. Oleh karenanya tidak heran, jika dalam al-Qur'n, Allah bersumpah dengan menggunakan objek waktuseperti: ("Demi masa""Demi waktu dhuh""Demi waktu fajar")

Masih banyak lagi sumpah-sumpah Allah lainnya yang serupa dengan menggunakan waktu sebagai objeknya. Ini semua menunjukkan bahwa waktu dalam genggaman Allah sekaligus membuktikan bahwa Allah berkuasa atas waktu, dan juga mengingatkan kepada manusia agar senantiasa memanfaatkan waktu sebaik mungkin dan tidak melupakannya. Sebagai pemilik waktu, Allah dalam hadts quds menyatakan bahwa DiriNya adalah al-Dahr (baca: Ad-Dahr)yaitu Pemilik waktu dan Pengatur atas segala sesuatu. Ini sebagaimana dalam sabdanya:

. "Allah 'Azza wa Jalla berfirman: anak dam menyakitiku (dengan perkataannya) karena ia mencela al-Dahr (waktu), padahal Aku adalah alDahr (pemilik waktu dan mengatur segala sesuatu). Di tangan-Ku tergenggam segala sesuatu dan Aku melakukan perubahan malam dan siang."[H.R. Bukhr (III/193; IV/91, 341), Muslim (IV/45), Mlik (625), Ahmad (II/238), Ab Dwud (II/539), Ab Ya'l (IV/442-443) dan al-Tabrz (I/45)dari Ab Hurairah ]

Berbeda dengan makhluk lain yang sama-sama milik Allah, namun makhluk-makhluk tersebut dalam penguasaan-Nya di dunia diberikan kepada manusia sebagai khalfah. Pada titik-titik waktu itulah Allah menetapkan qadha-Nya. Salah satu yang menjadi kepastian pada titik-titik waktu itu adalah hidup dan mati bagi manusia. Sebagaimana manusia tidak mau mati, sebenarnya tidak ada manusia yang pernah mau hidup. Ini membuktikan bahwa hidup-mati adalah milik, hak dan kehendak Allah, karena Dia yang menjadikan keduanya. Firman Allah:

"Dan sesungguhnya benar-benar Kami-lah yang menghidupkan dan mematikan dan Kami (pulalah) yang mewarisi." (Q.S. al-Hijr/15:23)

"Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia73

Hadts Raslullh saw di atas sangat sarat (penuh) makna untuk bekal menjalani kehidupan yang sangat singkat harus benar-benar menjadi "jimat". Itulah jimat yang harus dipercaya dan menjadi pelajaran. Anak usia belajar jangan buang waktu memikirkan yang macam-macam seperti memikirkan usaha cari duit kecuali keadaan memaksa, memikirkan berkeluarga sebelum datang jodohnya, menghayal kehidupan menyimpang yang merusak akhlak. Anak usia belajar, belajarlah untuk mendapatkan ilmu yang seluas-luasnya. Waktu usia belajar, gunakan waktu untuk membaca buku-buku, belajar kepada guru, banyak bertanya kalau belum bisa, perdalam ilmu sampai menjadi cahaya dalam kehidupan yang akan menuntun perjalanan ke depan. Olahraga penting untuk memelihara kesehatan, hiburan perlu untuk menjaga kejenuhan, namun sekali-kali jangan mengalahkan atau melupakan tugas pokok "belajar". Hidup harus memiliki tujuan. Hidup harus punya sikap, Hidup harus bermanfaat. Jalani semuanya dengan petunjuk-petunjuk al-Qur'n, sunnah Rasl, dan fatwa para ulama. Insya Allah akan sampai kepada tujuan menggapai ridha Allah swt dan mendapat syaf'at Raslullh saw. Lalu mengapa hidup harus memiliki tujuan dan bermanfaat bagi orang