APPENDISITIS

20
APPENDISITIS 1. Definisi Appendisitis akut adalah penyakit radang pada appendiks vermiformis yang terjadi secara akut. Apendiks atau umbai cacing hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan pasti, namun sering menimbulkan keluhan yang mengganggu. Apendiks merupakan tabung panjang, sempit (sekitar 6 – 9 cm), menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal dicurahkan dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir tersebut maka dapat mempermudah timbulnya apendisitis (radang pada apendiks). Di dalam apendiks juga terdapat imunoglobulin, zat pelindung terhadap infeksi dan yang banyak terdapat di dalamnya adalah Ig A. Selain itu pada apendiks terdapat arteria apendikularis yang merupakan end-artery.

description

hgjfhdjfh

Transcript of APPENDISITIS

Page 1: APPENDISITIS

APPENDISITIS

1. Definisi

Appendisitis akut adalah penyakit radang pada appendiks vermiformis yang

terjadi secara akut. Apendiks atau umbai cacing hingga saat ini fungsinya belum

diketahui dengan pasti, namun sering menimbulkan keluhan yang mengganggu.

Apendiks merupakan tabung panjang, sempit (sekitar 6 – 9 cm), menghasilkan lendir

1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal dicurahkan dalam lumen dan selanjutnya

dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir tersebut maka dapat

mempermudah timbulnya apendisitis (radang pada apendiks). Di dalam apendiks

juga terdapat imunoglobulin, zat pelindung terhadap infeksi dan yang banyak

terdapat di dalamnya adalah Ig A. Selain itu pada apendiks terdapat arteria

apendikularis yang merupakan end-artery.

2. Etiologi

Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan

sebagai faktor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen

apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang

Page 2: APPENDISITIS

keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing

dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan.

Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan

hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering

terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa

apendiks oleh parasit E. histolytica.

 Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan  kebiasaan mengkonsumsi

makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit

apendisitis. Tinja yang keras dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. Kemudian

konstipasi akan menyebabkan meningkatnya tekanan intrasekal yang berakibat

timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman

flora kolon biasa.

Makan cabai bersama bijinya atau jambu klutuk beserta bijinya sering kali tak

tercerna dalam tinja dan menyelinap kesaluran appendiks sebagai benda asing.

Seseorang yang mengalami penyakit cacing (cacingan), apabila cacing yang beternak

didalam usus besar lalu tersasar memasuki usus buntu maka dapat menimbulkan

penyakit radang usus buntu.Semuainiakanmempermudahtimbulnyaapendisitis.

3. Klasifikasi

Adapun klasifikasi dari apendisitis terbagi atas dua, yaitu :

a. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu

setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu

sudah bertumpuk nanah.

Page 3: APPENDISITIS

b. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah

sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu

appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

4. Patofisiologi

Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke

seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan

mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus

dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin

bertambah  banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen.

Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut

menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat

tersebut akan  menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan

timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi

apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar

umbilikus.

Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat.

Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri

akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan

mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan

bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding

apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan

apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini

pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi.

Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses

peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan

usus halus, sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal

dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa

Page 4: APPENDISITIS

abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak terbentuk abses, apendisitis

akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan

mengurai diri secara lambat.

Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih

panjang, dan dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih

kurang, memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi

mudah terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah.

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi

akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan

dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan

keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami

peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.

5. Gejala Klinik

Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri

samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus.

Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada

umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih

ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan

jelas  letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak

dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga

penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya

karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai

dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 - 38,5 derajat celcius.

Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat

dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika

meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut :

Page 5: APPENDISITIS

a. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum

(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan

tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut kanan

atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas

dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi

m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

b. Bila apendiks terletak di rongga pelvis

Bila apendiks terletak di dekat  atau menempel pada rektum, akan timbul

gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristaltik

meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-

ulang (diare).

Bila apendiks  terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat

terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.

   Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan

diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga

biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana

gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.

1. Pada anak-anak

Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak

tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi

muntah-  muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala

ini,  sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 %

apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.

2. Pada orang tua berusia lanjut

Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh

penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.

Page 6: APPENDISITIS

3. Pada wanita

Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya

serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi),

radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia

kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah,

dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini.

Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral,

sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih  ke regio lumbal

kanan.  

6. PemeriksaanFisik

Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal

swelling,  sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.

Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri.

Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan

bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri

bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda

Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan

juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg

(Blumberg Sign).

Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis,

untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat

dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks

yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci

diagnosis pada apendisitis pelvika.

Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan

untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan

rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi

Page 7: APPENDISITIS

aktif sendi panggul kanan, kemudian paha  kanan ditahan. Bila appendiks

yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan

menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi

dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang

meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding

panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini

dilakukan pada apendisitis pelvika.

7. PemeriksaanPenunjang

Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif

(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.000-

20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan

jumlah serum yang meningkat.

Radiologi : foto polos jarang bermanfaat kecuali terlihatnya fekalith opaque (5%

pasien) didapatkan pada kuadran kanan bawah (terutama pada anak-anak). Sehingga,

X-ray abdominal tidak rutin dilakukan kecuali terdapat keadaan lain seperti

kemungkinan adanya obstruksi usus atau adanya batu ureter. Diagnosis mungkin

dapat ditegakkan dengan gambaran USG dengan adanya appendix yang membesar

atau berdinding tebal. USG juga terbaik untuk menyingkirkan diagnosis adanya kista

ovarium, kehamilan ektopik, dan abses tuboovarium. Beberapa penelitian telah

membuktikan manfaat dari CT-Scan dengan atau tanpa kontras untuk menegakkan

diagnosis appendicitis akut. Penemuan pada CT dapat berupa appendix menebal

dengan adanya periappendical stranding dan biasanya dengan keberadaan fecalith

(Gambar 1 dan 2). Nilai presisi dari CT-Scan adalah 95-97% an dengan akurasi

hingga 90-98%. Sebagai tambahan tidak nampaknya appendix pada gambaran CT-

Scan berkaitan dengan penemuan appendix normal pada 98% kasus. Udarabebas

peritoneum jarangterlihat, bahkanpada appendicitis denganperforasi

Page 8: APPENDISITIS

8. Diagnosis

Meskipunpemeriksaandilakukandengancermatdanteliti, diagnosis

klinisapendisitismasihmungkinsalahpadasekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis

lebihseringterjadipadaperempuandibandinglaki-laki. Hal

inidapatdisadarimengingatpadaperempuanterutama yang

masihmudaseringmengalamigangguan yang miripapendisitis. Keluhanituberasaldari

genitalia internakarenaovulasi, menstruasi, radang di pelvis, ataupenyakitginekologik

lain. Untukmenurunkanangkakesalahan diagnosis apendisitismeragukan,

sebaiknyadilakukanobservasipenderita di rumahsakitdenganpengamatansetiap 1-2

jam. Foto barium kurangdapatdipercaya.

Ultrasonografidanlaparoskopibisameningkatkanakurasi diagnosis padakasus yang

meragukan.

9. Diferensial Diagnosis

Appendisitisakuttelahdisebutjugasebagaimasquerader dan diagnosis

lebihsulitditegakkanpadawanitamuda.

Memperolehanamnesetermasukdariaktivitasseksualdankeberadaan secret vagina,

akanmembantumembedakan appendicitis denganPenyakitRadangPanggul

(PID/Pelvic Inflammatory Disease). Adanya secret vagina yang

berbaudandidapatkannyabakteri gram negative

intraselulermerupakanpatognomonikuntuk PID.

Nyeripadapergerakanserviksjugalebihspesifikuntuk PID namundapat pula terjadipada

appendicitis jikaperforasitelahterjadiatau appendix beradadekatdengan uterus atau

adnexa. Rupture of graafian follicle (mittelschmerz)

tejadipadapertengahansiklusdanakanmenyebabkannyeridanperihlebih diffuse

danbiasanyaderajatnyalebihringandibandingkanappendicitis.Rupturkistakorpus

luteum

Page 9: APPENDISITIS

miripsecaraklinisdenganrupturfolikelgraafiannamunmunculpadaperiodemenstruasi.

Adanyamassa adnexal, adanyaperdarahan,

danteskehamilanpositifmenunjukkanadanya rupture kehamilan tuba. Kistaovarium

yang terlilitdan endometriosis biasanyajugasulitdibedakandengan appendicitis.

Padakeadaanwanitasepertiini, USG danlaparoskopimemilikinilai diagnosis yang

tinggi .

Lymphadenitis mesenterikaakutdan gastroenteritis akutmenjadi diagnosis

jikanoduslimfeterlihatmembesarataukemerahaanpadamesenterikadan appendix

normal biasanyaterlihatpadaoperasipadapasien yang

biasanyamengalamikeperihanpadakuadrankananbawah.

Sebelumnyapasieninimungkinmemilikisuhutubuh yang tinggi, diare, nyeri abdomen

yang lebih diffuse, danlymphositosis. Diantarakram, abdomen

biasanyarelaksaasisecarasempurna. Anak-

anaksepertinyalebihseringmendapatkannyadibandingkanpada orang dewasa.

Beberapadaripasieniniterkenainfeksi with Y. pseudotuberculosisatauY. enterocolitica,

dimana diagnosis

hanyadapatditegakkandengankulturnodusmesenterikaataudenganpemeriksaan

serologic. Pada gastroenteritis akibatSalmonella,penemuan abdominal mirip,

walaupunnyeridapatlebihberatdanterlokalisasi, dandemamseringditemukan.

Keberadaangejala yang serupapadakeluargamembantu diagnosis.

PenyakitCrohn’sbiasanyaberkaitandenganriwayatgejala yang lama,

seringdenganeksaserbasisebelumnya yang dinilaisebagai episode gastroenteritis

kecuali diagnosis telahditegakkansebelumnya. Sering pula

massaakibatradangdapatdipalapasi. Sebagaitambahan, kolesistitisakut,

ulkusperforasi, divertikulitisakut, obstruksiusus strangulated (teremas),

kalkulusuretra, dan pyelonephritis dapatmempersulit diagnosis.

10. Penatalaksanaan

Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling

tepat adalah segera dilakukan apendiktomi. Apendektomi dapat dilakukan dalam dua

Page 10: APPENDISITIS

cara, yaitu cara terbuka dan cara laparoskopi. Apabila apendisitis baru diketahui setelah

terbentuk massa periapendikuler, maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan

adalah pemberian/terapi antibiotik kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini

merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah gejala

membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan. Jika gejala

berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan

drainase dan sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila

ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan

laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah dilakukan terapi

antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah.

Pendekatan yang berbeda dilakukan jika massa dapat terpalpasi pada 3-5 hari

dari onset gejala. Penemuan ini biasanya menandakan adanya phlegmon atau abses dan

komplikasi dari exisi bedah sering terjadi. Pasien seperti ini diatasi dengan antibiotik

spektrum luas, drainase abses >3cm, cairan parenteral, dan istirahat usus (bowel rest)

biasanya memberikan remisi dalam 1 minggu. Appendectomy biasanya dilakukan

secara aman pada 6-12 minggu kemudian. Penelitian klinis acak telah menunjukkan

bahwa pemakaian antibiotic dapat efektif untuk menangani appendicitis akut dan tidak

terperforasi pada 86% pasien pria. Namun pemberian antibiotik saja terkait dengan

jumlah rekurensi yang tinggi dibandingkan dengan intervensi bedah. Jika massa

membesar dan pasien terlihat menjadi lebih toksik, abses sebaiknya didrainase.

Perforasi berkaitan dengan peritonitis umum dan komplikasinya, termasuk abses

subphrenic, pelvis, atau abses lainnya dan dapat dihindari dengan diagnosis dini. Angka

mortalitas untuk appendicitis tidak terperforasi 0,1%, lebih kecil dibandingkan resiko

anastesia total; untuk appendicitis perforasi, mortalitas biasanya 3% (dan dapat

mencapai 15% pada orang lanjut usia).

Page 11: APPENDISITIS

PENUTUP

Kesimpulan

Appendisitis akut adalah penyakit radang pada appendiks vermiformis yang terjadi secara

akut. Pada penyakit appendisitis jika tidak diketahui secara dini dapat mengakibatkan perforasi.

Penanganan appendisitis jika sudah perforasi akan menyulitkan dokter untuk mengangkatnya.

Gejala-gejala yang ditimbulkan sudah jelas seperti yang dipaparkan diatas dan mudah ditemukan

walaupun harus dengan ketelitian yang cermat. Penanganan yang tepat dan cepat akan semakin

cepat pula proses penyembuhan kepada pasien.

Page 12: APPENDISITIS

DAFTAR PUSTAKA

Halim-Mubin, A. 2001. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.

Isselbacter, dkk. 2000. Harrison Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.

R. Putz & R. Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Ed. 22 Jilid 2. Jakarta : EGC

Repository.usu.ac.id/apendisitis.

Sjamsuhidayat, R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah ed. 3. Jakarta : EGC

Page 13: APPENDISITIS

REFERAT

APPENDISITIS

Disusun oleh :

Pembimbing : dr. Usman Wahid, SpB

Zul Achmad Fauzan, S.Ked

NIM : 2010730169

Dokter Muda Departemen Bedah BLUD RS Sekarwangi

Universitas Muhammadiyah Jakarta

2014