Appendicitis

35
APENDISITIS PADA ANAK dr.Hermantos, SpB, SpBA TINJAUAN PUSTAKA A. Apendisitis I. Anatomi Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analogdengan Bursa Fabricus) membentuk produk immunoglobulin. Appendiks adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari sekum. Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Appendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan. 1 Gambar 1. Anatomi Valvula Ileocecalis Appendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. 1

description

phyloides

Transcript of Appendicitis

APENDISITIS PADA ANAK

dr.Hermantos, SpB, SpBA

TINJAUAN PUSTAKA

A. Apendisitis

I.     Anatomi

Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch

(analogdengan Bursa Fabricus) membentuk produk immunoglobulin. Appendiks

adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang berkait menempel pada

bagian awal dari sekum. Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Pada

Ileocaecal junction terdapat Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal

appendiks terdapat valvula appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm,

diameter 0,7 cm.  Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian

distal. Appendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen. Tepatnya di ileosecum

dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia

omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks berada pada titik Mc

Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari

SIAS kanan.1

Gambar 1. Anatomi Valvula Ileocecalis

Appendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang

bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.

Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5

cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang

mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.1

Gambar 2. Anatomi apendiks

Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa,

muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Appendiks mungkin

tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang

menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks.

Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat dan jaringan elastic membentuk jaringan saraf,

pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa

terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta

lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular layer).

Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada

pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari

appendiks.2

Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu

bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari

sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup

ileosekal.3

Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah

ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.

Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks

bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada

kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang

kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh

letak apendiks.1

Jenis posisi1:

Promontorik                       : ujung appendiks menunjuk ke arah promontoriun sacri

Retrocolic                           : appendiks berada di belakang kolon ascenden dan

biasanya retroperitoneal.

Antecaecal                          : appendiks berada di depan caecum.

Paracaecal                           : appendiks terletak horizontal di belakang caecum.

Pelvic descenden                : appendiks menggantung ke arah pelvis minor

Retrocaecal                         : intraperitoneal atau retroperitoneal; appendiks berputar

ke atas ke belakang caecum.

Gambar 3. Posisi Apendiks

Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan

parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika

superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari

nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di

sekitar umbilikus.1

Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis , cabang dari

a.Ileocecalis, cabang dari a. Mesenterica superior. A. Appendikularis merupakan

arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada

infeksi, appendiks akan mengalami gangren.1

Secara histologis, appendiks mempunyai basis stuktur yang sama seperti

usus besar. Glandula mukosanya terpisahkan dari vascular submucosa oleh mucosa

maskularis. Bagian luar dari submukosa adalah dinding otot yang utama. Appendiks

terbungkus oleh tunika serosa yang terdiri atas vaskularisasi pembuluh darah besar

dan bergabung menjadi satu di mesoappendiks. Jika apendik terletak

retroperitoneal, maka appendiks tidak terbungkus oleh tunika serosa.1

Histologis2:

- Tunika mucosa     : memiliki kriptus tapi tidak memiliki villus.

- Tunika submucosa            : banyak folikel lymphoid.

- Tunika muscularis            : stratum sirculare sebelah dalam dan stratum

longitudinale ( gabungan tiga tinea coli) sebelah luar.

- Tunika serosa       : bila letaknya intraperitoneal asalnya dari peritoneum viscerale.

Gambar 4. Gambaran histologi apendiks

II.       Fisiologi

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran

lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.4

Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari

sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan

oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran

cerna termasuk appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai

pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendiks tidak

mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfonodi di sini kecil

sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.4

Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu

setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan

kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan

lymphoid lagi di apendiks dan terjadi obliterasi lumen apendiks komplit.4

III.    Etiologi

Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang

bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan

limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa

merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang

mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya5 :

1.   Faktor sumbatan (obstruksi)

Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang

diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringanlymphoid sub

mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya

sumbatan oleh parasit dan cacing. Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui

pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus

apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan

90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture.5

2.   Faktor Bakteri

Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut.

Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat

infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur

didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli,

lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang

menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.5

3.   Kecenderungan familiar

Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,

apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi

apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama

dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi

lumen.5

4.   Faktor ras dan diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.Bangsa kulit

putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari negara yang

pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih

telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang

yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko

apendisitis yang lebih tinggi.5

IV.    Patofisiologi

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya, atau neoplasma.6

Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian

proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks

yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa

mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun

elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan

peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika

sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20.

Manusia merupakan salah satu dari sedikit makhluk hidup yang dapat

mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi

gangrene atau terjadi perforasi.6

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami

hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi

menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik

karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat

inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan

perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-

beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.6

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan

menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat

sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut

dengan apendisitis supuratif akut.6

Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang

diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila

dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.6

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang

disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi

abses atau menghilang.6

Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai

dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam

pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang

dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga

terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa

abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan

sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan

mengurai diri secara lambat.6

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,

dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh

yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua

perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.6

Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi

mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus

yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus

tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses

melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis.

Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan

tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus

benar-benar istirahat (bedrest).6

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan

membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan

sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan

bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan

mengalami eksaserbasi akut.6

V.       Gejala Klinis

Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain6

1.      Nyeri abdominal

Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan

samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau

sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen

kanan bawah (titik Mc Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya

sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium

biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk.

2.      Mual-muntah biasanya pada fase awal.

3.      Nafsu makan menurun.

4.      Obstipasi dan diare pada anak-anak.

5.      Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya

tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5º-38,5º C

Gejala appendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering

hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya.

Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendisitis diketahui setelah

terjadi perforasi.6

Kelainan patologi Keluhan dan tanda

Peradangan awal

Apenditis mukosa

Radang di seluruhKetebalan dinding

Apendisitis komplet radangPeritoneum parietale appendiks

Kurang enak ulu hati/daerah pusat,mungkin kolik

nyeri tekan kanan bawah(rangsaganan automik)

nyeri sentral pindah ke kanan bawah,mual dan muntah

rangsangan peritoneum lokal (somatik)nyeri pada gerak aktif dan pasif,defans muskuler lokal

Radang alat/jaringan yangMenempel pada appendiks

Perforasi

Pendindingan (Infiltrat)

Tidak berhasil

Berhasil

Abses

genitalia interna, ureter, m.psoas, kantung kemih, rektum

demam sedang, takikardia,mulai toksik, leukositosis

demam tinggi, dehidrasi,syok, toksik

massa perut kanan bawah, keadaanumum berangsur membaik

demam remiten, keadaan umum toksik,keluhan dan tanda setempat

Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak

jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat

didiagnosis setelah perforasi.6

Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan

muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering

juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks

terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah

tetapi lebih ke regio lumbal kanan.6

VI.    Pemeriksaan Fisik

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih

tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan

rektal sampai 1C.6

1.      Inspeksi

Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan

memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan

gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi

perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses

appendikuler.6

2.      Palpasi

Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis

lokal yaitu6:

                Nyeri tekan di Mc. Burney

                Nyeri lepas

                Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan

peritoneum parietal.

Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada,

yang ada nyeri pinggang.

Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung

        Nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)

        Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)

        Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk,

mengedan.

Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya

penonjolan di perut kanan bawah.(2)

3.      Auskultasi

Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik

pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.6

Pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-

12. Pada appendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan

colok dubur. Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci

diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada

anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan

pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas

dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila

apendiks yang meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan

menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang

meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul

kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang,

pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.6

Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien

dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada

hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan.6

Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan kontak

dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver (pemeriksaan).6

Gambar 5. Tes Psoas sign

Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien

difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada

tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi femur

kedalam.6

Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak

denhgan otot obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver.6

Gambar 6. Tes Obturator sign

VII.      Pemeriksaan Penunjang

1.      Pemeriksaan Laboratorium

a.       Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus

appendicitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi, C-reaktif protein

meningkat. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.7

b.      Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.

Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti

infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir

sama dengan appendisitis.7

2.      Abdominal X-Ray

Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.

Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.8

Gambar 7. Kalsifikasi yang disebabkan oleh fecalith

3.      USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,

terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai

untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan

sebagainya.7,8

4.      Barium enema

Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui

anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendisitis

pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.

Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai metode

diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis khronis. Dimana akan tampak

pelebaran/penebalan dinding mukosa appendiks, disertai penyempitan lumen

hingga sumbatan usus oleh fekalit.7

Gambar 8. Appendicogram

5.      CT-scan

Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga dapat

menunjukkan komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi abses.8

6.      Laparoscopi

Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan

dalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini

dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini

didapatkan peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung

dilakukan pengangkatan appendiks.8

Sistem skor Alvarado 

Diagnosis appendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya

berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara  anak,

orang tua dan dokter. Anak belum mampu untuk mendiskripsikan keluhan yang

dialami, suatu hal yang relatif lebih mudah pada umur dewasa. Keadaan ini

menghasilkan angka appendiktomi negatif sebesar 20% dan angka perforasi

sebesar 20-30%. Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan

medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara untuk

menurunkan insidensi apendiktomi negatif, salah satunya adalah dengan instrumen

skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan

dengan mudah, cepat dan kurang invasif. Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat

sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga tanda dan dua temuan

laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk

menilai derajat keparahan apendisitis. Dalam sistem skor Alvarado ini menggunakan

faktor risiko meliputi migrasi nyeri, anoreksia, nausea dan atau vomitus,  nyeri tekan

di abdomen kuadran kanan bawah, nyeri lepas tekan , temperatur lebih dari 37,20C,

lekositosis dan netrofil lebih dari 75%. Nyeri tekan kuadran kanan bawah dan

lekositosis mempunyai nilai 2 dan keenam sisanya masing-masing mempunyai nilai

1, sehingga kedelapan faktor ini memberikan jumlah skor 10.9

Skor Alvarado untuk diagnosis appendisitis akut:9

Gejala dan tanda:                                                                 Skor

Nyeri berpindah                                                                      1

Anoreksia                                                                                1

Mual-muntah                                                                           1                     

Nyeri fossa iliaka kanan                                                          2

Nyeri lepas                                                                              1

Peningkatan suhu > 37,30C                                                     1

Jumlah leukosit > 10x103/L                                                    2

Jumlah neutrofil > 75%                                                           1

__________________________________________________

Total skor:                                                                               10

Keterangan Alavarado score :9

  Dinyatakan appendicitis akut bila > 7 point

  Modified Alvarado score (Kalan et al) tanpa observasi of Hematogram:

1 – 4    dipertimbangkan appendicitis akut

                        5 – 6    possible appendicitis tidak perlu operasi

                        7 – 9    appendicitis akut perlu pembedahan

  Penanganan berdasarkan skor Alvarado         :

1 – 4    : observasi

                        5 – 6    : antibiotic

                        7 – 10  : operasi dini

VIII.        Diagnosis Banding

1.      Gastroenteritis

Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit

perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas

dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendisitis.7

2.      Limfadenitis mesenterica

Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri

perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan perasaan

mual-muntah.7

3.      Ileitis akut

Berkaitan dengan diare dan sering kali riwayat kronis, tetapi tidak jarang

anorexia, mual, muntah. Jika ditemukan pada laparotomi, appendiktomi insidental

diindikasikan utntuk menghilangkan gejala yang membingungkan.7

4.      DHF

Pada penyakit ini pemeriksaan darah terdapat trombositopeni, leukopeni,

rumple leed (+), hematokrit meningkat.7

5.      Peradangan pelvis

            Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua

organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adnecitis. Untuk

menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat kontak sexual. Suhu

biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus.

Biasanya disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus diayunkan maka

akan terasa nyeri.7

6.      Kehamilan ektopik

Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu. Jika

terjadi ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri

yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik.

Pada pemeriksaan colok vagina didapatkan nyeri dan penonjolan di cavum Douglas,

dan pada kuldosentesis akan didapatkan darah.7

7.      Diverticulitis

Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-

kadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur pada

diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala appendisitis.7

8.      Batu ureter atau batu ginjal

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan

merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos abdomen

atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.7

IX.     Tata Laksana

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan

merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan apendektomi sambil memberikan

antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang

dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak

masalah.7

Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi

oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang

terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan

jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika

peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga

penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah,

semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya.7

Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini

adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan

mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam massa

perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena massa

ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya

maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.7

Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau

mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus.

Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi

penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis

purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas

disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi

lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja.

Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan

pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil

diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada

demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang

dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat

perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk

abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi,

bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka

leukosit.6

Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan

tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan

terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus

dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada

pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.7

Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah

apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila

massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut.

Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun

tanpa peritonitis umum.6

Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak

kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik

atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.6

Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka

operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular

infiltrat :7

1.      Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.

2.      Diet lunak bubur saring

3.      Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap

kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu

kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase

saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak

ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak

menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan

tindakan bedah.7

Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.

Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi

perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa hendaknya

diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai mengecil

dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan

massa harus segera dibuka dan didrainase.7

Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana

nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara

ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik ini

akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat

dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar.

Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat

samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari

100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap

hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk

mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT.7

Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :

         LED

         Jumlah leukosit

         Massa

Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :

1.      Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen

2.      Pemeriksaan fisik :o    Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rectal dan

aksiler)o    Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat

o    Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil

dibanding semula.o    Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :

1.      Bila LED telah menurun kurang dari 40

2.      Tidak didapatkan leukositosis

3.      Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak

mengecil lagi.

Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksao    Apakah penderita sudah bed rest total

o    Pemakaian antibiotik penderita

o    Kemungkinan adanya sebab lain.

d. Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada perbaikan,

operasi tetap dilakukan.

e. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi

adalah drainase.

Pembedahannya adalah dengan appendiktomi, yang dapat dicapai melalui insisi Mc

Burney. Tindakan pembedahan pada kasus apendisitis akut dengan penyulit peritonitis

berupa apendektomi yang dicapai melalui laparotomi.7

            Lapisan  kulit yang dibuka pada Appendektomi :

  1.          Cutis                                          6.    MOI

  2.          Sub cutis                                   7.    M. Transversus

  3.          Fascia Scarfa                            8.    Fascia transversalis

  4.          Fascia Camfer                           9.    Pre Peritoneum

  5.          Aponeurosis MOE                   10.    Peritoneum

X.        Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa

perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami

pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk

usus halus.6

Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis

generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :6

         nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh

         Suhu tubuh naik tinggi sekali.

         Nadi semakin cepat.

         Defance Muskular yang menyeluruh

         Bising usus berkurang

         Perut distended

Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :6

1.      Pelvic Abscess

2.      Subphrenic absess

3.      Intra peritoneal abses lokal.(4)

Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk

kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.7

XI.     Prognosis

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas

penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan

mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak

diangkat.6

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja. Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun1.

Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan appendicitis akut mengalami perforasi setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih baik, appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan2.

Diagnosis appendicitis akut pada anak kadang-kadang sulit. Diagnosis yang tepat dibuat hanya pada 50-70% pasien-pasien pada saat penilaian awal. Angka appendectomy negatif pada pediatrik berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis appendicitis2.

Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari appendix yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena peritonitis dan shock. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang menjelaskan bahwa Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh dunia 3. 

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya4.

Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh letak apendiks4.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterica superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di sekitar umbilicus5.

Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi apendiks akan mengalami gangren5.

Gambar 1. Variasi lokasi Appendix

2.2 FISIOLOGI

Apendiks menghasilkan lender 1-2ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendicitis5.

Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jkumlah jaringan

limf disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh5.

2.3 INSIDENSI

Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendicitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2. Bangsa Caucasia lebih sering terkena dibandingkan dengan kelompok ras lainnya. Appendicitis akut lebih sering terjadi selama musim panas. 1

Insidensi Appendicitis acuta di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi6.

Gambar 2. Insidensi Risiko Terjadinya Appendicitis Berdasarkan Usia

2.4 ETIOLOGI

Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix sehingga terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalahfecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi:

1. Hiperplasia folikel lymphoid

2. Carcinoid atau tumor lainnya

3. Benda asing (pin, biji-bijian)

4. Kadang parasit 1

Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi mukosa appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien appendicitis yaitu7:

Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob

Escherichia coli

Viridans streptococci

Pseudomonas aeruginosa

Enterococcus

Bacteroides fragilis

Peptostreptococcus micros

Bilophila species

Lactobacillus species

2.5 PATOGENESIS

Appendicitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-

36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan abscess setelah

2-3 hari5

Appendicitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi

oleh fecalith, gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan

tetapi paling sering disebabkan obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses

peradangan. Hasil observasi epidemiologi juga menyebutkan bahwa obstruksi fecalith

adalah penyebab terbesar, yaitu sekitar 20% pada ank dengan appendicitis akut dan 30-

40% pada anak dengan perforasi appendiks. Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga

dapat menyababkan obstruksi lumen. Insidensi terjadinya appendicitis berhubungan

dengan jumlah jaringan limfoid yang hyperplasia. Penyebab dari reaksi jaringan limfatik

baik lokal atau general misalnya akibat infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau

akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis,

Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric

atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic

fibrosis memiliki peningkatan insidensi appendicitis akibat perubahan pada kelenjar yang

mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan obstruksi appendiks,

khususnya jika tumor berlokasi di 1/3proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, benda

asaning seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya appendicitis.

Trauma, stress psikologis, dan herediter juga mempengaruhi terjadinya appendicitis5

Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti berkurangnya

nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB yang minimal, dan kesalahan

pencernaan.Anoreksia berperan penting pada diagnosis appendicitis, khususnya pada

anak-anak5.

Distensi appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan

dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri dalam,

tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin bertambah

menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri. Jika mual muntah

timbul lebih dulu sebelum nyeri, dapat dipikirkan diagnosis lain5.

Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk

berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan

aliran limf, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan menyebabkan

obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan gangrene. Setelah itu,

terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks; diikuti demam, takikardi, dan leukositosis

akibat kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat

eksudat inflamasi dari dinding appendiks berhubungan dengan peritoneum parietale,

serabut saraf somatic akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi

appendiks, khususnya di titik Mc Burney’s. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran

kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada appendiks retrocaecal atau

pelvic, nyeri somatic biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai

peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture dan penyebaran infeksi. Nyeri pada

appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung atau pinggang. Appendiks pelvic yang

terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan

frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau vesica urinaria

pada appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi

retensi urine5.

Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis

umum. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan

kemampuan pasien berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi appendiks

mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala

peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi,

dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Secara umum, semakin lama

gejala berhubungan dengan peningkatan risiko perforasi. Peritonitis difus lebih sering

dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan lemak omentum. Anak yang lebih tua

atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya abscess yang dapat diketahui dari

adanya massa pada pemeriksaan fisik5

Konstipasi jarang dijumpai tetapi tenesmus sering dijumpai. Diare sering

didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu sebentar, akibat iritasi ileum terminal

atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis5

2.6 GAMBARAN KLINIS

Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat jarang pada neonatus dan bayi, appendicitis akut kadang-kadang dapat terjadi dan diagnosis appendicitis jauh lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri merupakan gejala yang pertama kali muncul. Seringkali dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring dengan waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah. Terjadi peningkatan nyeri yang gradual seiring dengan perkembangan penyakit1.

Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang terjadi. Pada anak-anak, dengan letak appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri dapat mulai terjadi di kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada periumbilikus. Nyeri pada flank, nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis juga merupakan gejala yang umum pada anak dengan appendicitis retrocecal arau pelvis1.

Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejal dapat berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan kencing dan distensi kandung kemih1.

Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah onset terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan iritasi pada ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain appendicitis. Meskipun demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan bowel habit dapat terjadi pada anak dengan appendicitis1.

Pada appendicitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,5 0 C). Jika suhu tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan terjadi perforasi. Anak dengan appendicitis kadang-kadang berjalan pincang pada kaki kanan. Karena saat menekan dengan paha kanan akan menekan Caecum hingga isi Caecum berkurang atau kosong.Bising usus meskipun bukan tanda yang dapat dipercaya dapat menurun atau menghilang1.

Anak dengan appendicitis biasanya menghindari diri untuk bergerak dan cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut diflexikan 1.Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak jarang menderita appendicitis, kecuali pada anak dengan appendicitis retrocaecal, nyeri seperti kolik renal akibat perangsangan ureter5.

Tabel 1. Gejala Appendicitis Akut8

Gejala Appendicitis AkutFrekuensi (%)

Nyeri perut 100

Anorexia 100

Mual 90

Muntah 75

Nyeri berpindah 50

Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi)

50

*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam2.7 PEMERIKSAAN FISIK

Pada Apendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut9.

Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik4:

 Rovsing’s sign: dikatakan posiif jika tekanan yang diberikan pada LLQ abdomen menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif tapi tidak spesifik4.

 Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada otot psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau abscess4.

Gambar 3 . Cara melakukan Psoas sign

Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini8.

Gambar 4. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign

 Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini menunjukkan peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu diketahui bahwa masing-masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix yang telah mengalami radang atau perforasi4.

Gambar 5. Cara melakukan Obturator sign

Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot obturator internus pada saat dilakukan manuver ini8.

Gambar 6. Dasar anatomis terjadinya Obturator sign

 Blumberg’s sign: nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas dan nyeri di RLQ)

 Wahl’s sign: nyeri perkusi di RLQ di segitiga Scherren menurun.

 Baldwin test: nyeri di flank bila tungkai kanan ditekuk.

 Defence musculare: bersifat lokal, lokasi bervariasi sesuai letak Appendix.

 Nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau Appendix letak pelvis.

 Nyeri pada pemeriksaan rectal tooucher.

 Dunphy sign: nyeri ketika batuk10.

Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6>6. Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut11.

Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis

Manifestasi Skor

Gejala Adanya migrasi nyeri 1

Anoreksia 1

Mual/muntah 1

Tanda Nyeri RLQ 2

Nyeri lepas 1

Febris 1

Laboratorium Leukositosis 2

Shift to the left 1

Total poin 10

Keterangan:

0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil

5-6 : bukan diagnosis Appendicitis

7-8 : kemungkinan besar Appendicitis

9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan11.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara 12.000-18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan appendicitis1.

Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis denganpyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter1.

Ultrasonografi

Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix1.

False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi appendix1.

CT-Scan

CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik1.

Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil sehingga memberi gambaran “halo” 10.

2.9 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis kelamin4,12.

 Pada anak-anak balita

 intususepsi, divertikulitis, dan gastroenteritis akut.

Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3 tahun. Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan Appendicitis. Nyeri divertikulitis hampir sama dengan Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu pada daerah periumbilikal. Pada pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory mass di daerah abdomen tengah.

Diagnosis banding yang agak sukar ditegakkan adalah gastroenteritis akut, karena memiliki gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, yakni diare, mual, muntah, dan ditemukan leukosit pada feses.

 Pada anak-anak usia sekolah

 gastroenteritis, konstipasi, infark omentum.

Pada gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, tetapi tidak dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi, merupakan salah satu penyebab nyeri abdomen pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya demam. Infark omentum juga dapat dijumpai pada anak-anak dan gejala-gejalanya dapat menyerupai appendicitis. Pada infark omentum, dapat terraba massa pada abdomen dan nyerinya tidak berpindah

 Pada pria dewasa muda

Diagnosis banding yang sering pada pria dewasa muda adalah Crohn’s disease, klitis ulserativa, dan epididimitis. Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat membantu menyingkirkan diagnosis epididimitis. Pada epididimitis, pasien merasa sakit pada skrotumnya.

 Pada wanita usia muda

Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda lebih banyak berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory disease (PID), kista ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID, nyerinya bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.

 Pada usia lanjut

Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis banding yang sering terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada CT Scan dan gejalanya muncul lebih lambat daripada appendicitis. Pada orang tua, divertikulitis sering sukar untuk dibedakan dengan appendicitis, karena lokasinya yang berada pada abdomen kanan. Perforasi ulkus dapat diketahui dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidak berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium.

2.10 KOMPLIKASI

1. Appendicular infiltrat:Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar.

2. Appendicular abscess:

Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus besar.

3. Perforasi4. Peritonitis5. Syok septik6. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar7. Gangguan peristaltik8. Ileus 4,12

2.11 PENATALAKSANAAN

Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis :

 Puasakan

 Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala

 Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik.

 Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi.

 Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan Laparotomy

Perawatan appendicitis tanpa operasi

 Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko tinggi untuk dilakukan operasi

Rujuk ke dokter spesialis bedah.

Antibiotika preoperative

 Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post opersi.

 Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan anaerob

 Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah. Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya

digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli,Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans,Klebsiella, dan Bacteroides.

Teknik operasi Appendectomy 2,,5

A. Open Appendectomy

1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.

2. Dibuat sayatan kulit:

Horizontal Oblique

3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:

a. Pararectal/ Paramedian

Sayatan pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis karena fascia ada 2 supaya jangan tertinggal pada waktu penjahitan karena bila terjahit hanya satu lapis bisa terjadi hernia cicatricalis.

2 lapis

M.rectus abd.

sayatan

b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting

Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.

Gambar 7. Lokasi insisi yang sering digunakan pada Appendectomy

B. Laparoscopic Appendectomy

Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi dariAppendicitis acuta sangat mudah dengan menggunakan laparoskop2,,5.

BAB IIIKESIMPULAN

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa.

Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja

Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik . Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anaka akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, appendicitis sering diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi, 80-90% appendicitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.

Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis appendicitis.