Aparat penegak hukum

7
FARIS ABIYYU MIRWAN XI MIA 1 NAMA : BAHARUDIN LOPA LAHIR : 27 AGUSTUS 1935, PEMBUSUANG, BALANIPA, POLEWALI MANDAR, SULAWESI SELATAN, INDONESIA WAFAT : 3 JULI 2001 (UMUR 65) RIYADH, ARAB SAUDI KEBANGSAAN : INDONESIA AGAMA : ISLAM PEKERJAAN : JAKSA Dalam menegakkan hukum dan keadilan, Baharuddin Lopa, jaksa yang hampir tidak punya rasa takut, kecuali kepada Allah dan RasulNya. Dia, teladan bagi orang-orang yang berani melawan arus kebobrokan serta pengaruh kapitalisme dan liberalisme dalam hukum. Sayang, suratan takdir memanggil Jaksa Agung ini tatkala rakyat membutuhkan keberaniannya. Tetapi dia telah meninggalkan warisan yang mulia untuk menegakkan keadilan. Dia mewariskan keberanian penegakan hukum tanpa pandang bulu bagi bangsanya. Barlop, demikian pendekar hukum itu biasa dipanggil, lahir di rumah panggung berukuran kurang lebih 9 x 11 meter, di Desa Pambusuang,

description

penegak hukum berprestasi di indonesia

Transcript of Aparat penegak hukum

FARIS ABIYYU MIRWAN

XI MIA 1

NAMA : BAHARUDIN LOPA

LAHIR : 27 AGUSTUS 1935, PEMBUSUANG, BALANIPA, POLEWALI MANDAR, SULAWESI SELATAN, INDONESIA

WAFAT : 3 JULI 2001 (UMUR 65) RIYADH, ARAB SAUDI

KEBANGSAAN : INDONESIA

AGAMA : ISLAM

PEKERJAAN : JAKSA

Dalam menegakkan hukum dan keadilan, Baharuddin Lopa, jaksa yang hampir tidak punya rasa takut, kecuali kepada Allah dan RasulNya. Dia, teladan bagi orang-orang yang berani melawan arus kebobrokan serta pengaruh kapitalisme dan liberalisme dalam hukum. Sayang, suratan takdir memanggil Jaksa Agung ini tatkala rakyat membutuhkan keberaniannya. Tetapi dia telah meninggalkan warisan yang mulia untuk menegakkan keadilan. Dia mewariskan keberanian penegakan hukum tanpa pandang bulu bagi bangsanya. Barlop, demikian pendekar hukum itu biasa dipanggil, lahir di rumah panggung berukuran kurang lebih 9 x 11 meter, di Desa Pambusuang, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, 27 Agustus 1935. Rumah itu sampai sekarang masih kelihatan sederhana untuk ukuran keluarga seorang mantan Menteri Kehakiman dan HAM dan Jaksa Agung. Di rumah yang sama juga lahir seorang mantan menteri, Basri Hasanuddin. Baharuddin Lopa dan Basri punya hubungan darah (sepupu). Baharuddin Lopa lahir dari seorang ayah bernama Lopa dengan ibu bernama Samarinah. Baharuddin Lopa memiliki seorang istri bernama Indrawulan dan tujuh orang anak.

Dalam usia 25, Baharuddin Lopa, sudah menjadi Bupati di Majene, Sulawesi Barat. Ia, ketika itu, gigih menentang Andi Selle, Komandan Batalyon 710 yang terkenal kaya karena melakukan penyelundupan. Baharuddin Lopa pernah menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Tenggara, Aceh, Kalimantan Barat, dan mengepalai Pusdiklat Kejaksaan Agung di Jakarta. Sejak 1982, Baharuddin Lopa menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Pada tahun yang sama, ayah tujuh anak ini meraih gelar doktor hukum laut dari Universitas Diponegoro, Semarang, dengan disertasi Hukum Laut, Pelayaran dan Perniagaan yang Digali dari Bumi Indonesia. Begitu diangkat sebagai Kajati Sulawesi Selatan, Baharuddin Lopa membuat pengumuman di surat kabar: ia meminta masyarakat atau siapa pun, tidak memberi sogokan kepada anak buahnya. Tak berhenti sampai disana. Setelah itu, ia menggebrak korupsi di bidang reboisasi, yang nilainya Rp 7 milyar. Dengan keberaniannya pula, Baharuddin Lopa kemudian menyeret seorang pengusaha besar, Tony Gozal alias Go Tiong Kien ke pengadilan dengan tuduhan memanipulasi dana reboisasi Rp 2 milyar. Apa yang dilakukan beliau kala itu, tergolong spektakuler. Karena, sebelumnya, Tony dikenal sebagai orang yang ''kebal hukum'' karena hubungannya yang erat dengan petinggi dan pejabat negara. Bagi Baharuddin Lopa tak seorang pun yang kebal hukum. Tak lama setelah diangkat sebagai Menteri Kehakiman dan HAM, Februari 2001, Baharuddin Lopa berhasil menjebloskan “raja hutan” Bob Hasan ke Nusakambangan. Ketegasan dan keberaniannya jadi momok bagi para koruptor kakap. Pada 6 Juni 2001, Baharuddin Lopa menjabat Jaksa Agung menggantikan Marszuki Darusman. Mulai saat itu, ia bekerja keras untuk memberantas korupsi. Dia bekerja hingga pukul 23.00 setiap hari. Selama menjabat Jaksa Agung, Baharuddin Lopa juga memburu Sjamsul Nursalim yang sedang dirawat di Jepang dan Prajogo Pangestu yang dirawat di Singapura agar segera pulang ke Jakarta. Baharuddin Lopa juga memutuskan untuk mencekal Marimuti Sinivasan. Dia kemudian juga menyidik keterlibatan Arifin Panigoro, Akbar Tandjung, dan Nurdin Halid dalam kasus korupsi. Gebrakan Baharuddin Lopa itu sempat dinilai bernuansa politik oleh beberapa kalangan, namun ia tidak mundur. Dia membuktikan, dirinya patuh kepada hukum, bukan politik. “Apapun yang terjadi, walau umur dunia tinggal sehari, hukum harus ditegakkan.” Kata Barlop. Baharuddin Lopa, adalah Jaksa Agung Republik Indonesia dari 6 Juni 2001 sampai wafatnya pada 3 Juli 2001. Baharuddin Lopa juga adalah mantan Duta Besar RI untuk Arab Saudi. Antara tahun 1993-1998, ia duduk sebagai anggota Komnas HAM. Baharuddin Lopa menerima anugerah Government Watch Award (Gowa Award) atas pengabdiannya memberantas korupsi di Indonesia selama hidupnya. Simboliasi penganugerahan penghargaan itu ditandai dengan Deklarasi Hari Anti Korupsi yang diambil dari hari lahir Lopa pada 27 Agustus. Baharuddin Lopa terpilih sebagai tokoh anti korupsi karena telah bekerja dan berjuang untuk melawan ketidakadilan dengan memberantas korupsi di Indonesia tanpa putus asa selama lebih dari 20 tahun. Almarhum Baharuddin Lopa, katanya, adalah sosok abdi negara, pegawai negeri yang bersih, jujur, bekerja tanpa pamrih, dan tidak korup. Baharudin Lopa meninggal dunia pada usia 66 tahun, di rumah sakit Al-Hamadi Riyadh, pukul 18.14 waktu setempat atau pukul 22.14 WIB 3 Juli 2001, di Arab Saudi, akibat gangguan pada jantungnya. Baharuddin Lopa, mantan Dubes RI untuk Saudi,

dirawat di ruang khusus rumah sakit swasta di Riyadh itu sejak tanggal 30 Juni. Menurut Atase Penerangan Kedubes Indonesia untuk Arab Saudi, Joko Santoso, beliau terlalu lelah, karena sejak tiba di Riyadh tidak cukup istirahat. Beliau tiba di Riyadh, 26 Juni untuk serah terima jabatan dengan Wakil Kepala Perwakilan RI Kemas Fachruddin SH, 27 Juni. Kemas menjabat Kuasa Usaha Sementara Kedubes RI untuk Saudi yang berkedudukan di Riyadh. Dia sempat menyampaikan sambutan perpisahan. Tanggal 28 Juni, beliau dan istri serta sejumlah pejabat Kedubes melaksanakan ibadah umrah dari Riyadh ke Mekkah lewat jalan darat selama delapan jam. Beliau dan rombongan melaksanakan ibadah umrah malam hari, setelah shalat Isya. Tanggal 29 Juni melaksanakan shalat subuh di Masjidil Haram. Malamnya, beliau dan rombongan kembali ke Riyadh, juga jalan darat. Ternyata ketahanan tubuh beliau terganggu setelah melaksanakan kegiatan fisik tanpa henti tersebut. Tanggal 30 Juni pagi, beliau mual-mual, siang harinya (pukul 13.00 waktu setempat) dilarikan ke RS Al-Hamadi. Jenazah Baharuddin Lopa disemayamkan di Kejaksaan Agung untuk menerima penghormatan terakhir. Jenazah Almarhum Baharuddin Lopa dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat 6 Juli 2001. Kepergian Baharuddin Lopa sangat mengejutkan, meninggal ketika ia menjadi tumpuan harapan rakyat yang menuntut dan mendambakan keadilan. Sejak menjabat Jaksa Agung (hanya 1,5 bulan), Baharuddin Lopa mencatat deretan panjang konglomerat dan pejabat yang diduga terlibat KKN, untuk diseret ke pengadilan. Meski menjabat Jaksa Agung hanya 1,5 bulan, Baharuddin Lopa berhasil menggerakkan Kejaksaan Agung untuk menuntaskan perkara-perkara korupsi. Karena itu jajaran kejaksaan merasa sangat kehilangan. Kesederhanaannya bukan pengahalang baginya untuk bersikap tegas. Baginya, hukum adalah panglima, dan dia siap melesakkan pedang keadilan kepada siapapun, termasuk kepada para koruptor negeri ini. “Walaupun esok langit akan runtuh, Hukum harus tetap ditegakkan” begitu salah satu ungkapan yang amat terkenal.

NAMA : MUHAMMAD YASIN

LAHIR : BAUBAU, SULAWESI TENGGARA, 9 JUNI 1920

WAFAT : 3 MEI 2012 ( UMUR 91)

AGAMA : ISLAM

PENGABDIAN : INDONESIA

PANGKAT : KOMISARIS JENDRAL POLRI

Komjen Pol Mohammad Jasin dikenal sebagai Bapak Korps Brigade Mobil Indonesia. Selain dikenal sebagai polisi gagah berani, Jasin pun dikenal jujur.

Di Penghujung tahun 1945, Jasin ditugasi Jenderal Soedirman menumpas gerombolan Mayor Sabarudin di Surabaya. Sabarudin ini sebenarnya Komandan Polisi Militer, tapi berkelakuan tak ubahnya seperti kepala perampok. Tak ada tentara yang berani menangkapnya. Karena itu Jenderal Soedirman menugaskan Inspektur Jasin Komandan P3 (Pasukan Polisi Perjuangan).

Saat menggerebek Sabarudin di markasnya, Jasin menemukan empat besek perhiasan berlian dan emas. Tapi Jasin sama sekali tak terpengaruh. Dia menyerahkan semua harta benda itu pada atasannya.

Komjen Pol (purn) Moehammad Jasin merupakan tokoh dari kalangan polisi, yang membentuk satuan Brigadir Mobil (Brimob) sebagai satuan elite dan tertua di Kepolisian RI. Ia Polisi yang memproklamasikan kepolisian Indonesia, kemudian beliau aktif dalam pertempuran 10 November di Suarabaya. Beliau Diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada, Kamis 5 November 2015 oleh presiden RI Joko Widodo.

Moehammad Jasin lahir di Bau-Bau, Buton, Sulawesi Tenggara, pada 9 Juni 1920. Jasin yang memperistri almarhum Siti Aliyah Kessing ini memiliki empat anak, yakni Rubyanti Jasin, Djuahar Jasin, Djuanda Jasin dan Djuwaitar Jasin.

Pada saat proklamasi dikumandangkan, Jasin telah melepas keterikatan polisi istimewa dengan Jepang, dan mengubah status dari kolonial menjadi polisi negara merdeka.

Saat pertempuran Surabaya meletus, Jasin mengumumkan lewat radio bahwa pasukan Polisi Istimewa yang dipimpinnya sudah dimiliterisasi dan diharuskan ikut dalam pertempuran.

Pada saat Belandan melakukan Agresi kedua, Jasin memimpin pasukannya bergerilya hingga wilayah Gunung Wilis dan dia juga menjadi Komandan Militer Sektor Timur Madiun.

Kegigihan yang Melahirkan Brigade Mobil

Pada 21 Agustus 1945, Inspektur Polisi Mohammad Yasin, Komandan Tokubetsu Keisatsutai (Polisi Istimewa) Surabaya, menyatakan bahwa Tokubetsu Keisatsutai Surabaya menjadi Kepolisian Negara Republik Indonesia dan segera melakukan tindakan-tindakan untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Sosok kelahiran Sulawesi ini menunjukkan semangat juang dan prestasi cemerlang ketika menjalankan tugas dari Kapolri Jenderal Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo untuk membentuk Brigade Mobil. Saat itu, 1946, Mohammad Jasin menjabat Kepala Kepolisian di Karesidenan Malang. Kesatuan yang diresmikan pada 14 November 1946 di Purwokerto ini sejak awal berdirinya berjasa mengatasi ancaman keamanan dan ketertiban seperti pada peristiwa Agresi Militer Belanda dan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) di Bandung, serta peng- amanan jalan di wilayah Jawa Barat dari ancaman gerombolan DI/TII . Mohammad Jasin diangkat sebagai Bapak Brimob Kepolisian RI.

Beliau adalah orang yang berjasa mendirikan Brimob, selain itu ketika terjadi pergolakan di Surabaya beliau menyelamatkan H.R Mohamad dari penculikan serta berhasil menguasai Madiun ketika terjadi pemberontakan PKI di Madiun. Beliau juga berperan dalam peretempuran 10 november Surabaya ketika menjabat sebagai inspesktur. Pada Masa revolusi berjasa besar dalam mempertahankan eksistensi polisi di indonesia dan melatih TRIP untuk dapat menggunakan senjata.