anvis

37
Glukosa dan asam amino direabsorpsi oleh transportasi aktif sekunder yang bergantung pada Na* Sejumlah besar molekul organik yang mengandung nutrisi, misalnya glukosa dan asam amino difiltrasi setiap harinya. Karena zat-zat ini secara normal direabsorpsi secara total kembali ke darah oleh mekanisme yang bergantung-energi dan -Na* yang terletak di tubulus proksimal, mereka biasanya tidak diekskresikan dalam urin. Reabsorpsi yang cepat dan tuntas di awal tubulus ini mencegah hilangnya nutrien-nutrien organik yang penting ini. Walaupun glukosa dan asam amino secara aktif bergerak melawan gradien konsentrasi mereka dari lumen tubulus ke dalam darah sampai konsentrasi mereka di cairan tubulus sebenarnya nol, tidak ada energi yang secara langsung dipakai untuk menjalankan pembawa glukosa dan asam amino. Glukosa dan asam amino diangkut melalui proses transportasi aktif sekunder; suatu pembawa kotransportasi khusus yang secara simultan memindahkan Na* dan molekul organik tertentu dari lumen ke dalam sel (lihat h. 66). Gradien konsentrasi Na* lumen-ke-sel yang diciptakan oleh pompa Na*-K* ATPase basolateral yang memerlukan energi ini mengaktifkan sistem kontransportasi ini dan menarik molekul-molekul organik melawan gradien konsentrasi mereka tanpa secara langsung Htenggunakan energi. Karena proses keseluruhan reabsorpsi glukosa dan

description

ilmu

Transcript of anvis

Glukosa dan asam amino direabsorpsi oleh transportasi aktif sekunder yang bergantung pada Na*Sejumlah besar molekul organik yang mengandung nutrisi, misalnya glukosa dan asam amino difiltrasi setiap harinya. Karena zat-zat ini secara normal direabsorpsi secara total kembali ke darah oleh mekanisme yang bergantung-energi dan -Na* yang terletak di tubulus proksimal, mereka biasanya tidak diekskresikan dalam urin. Reabsorpsi yang cepat dan tuntas di awal tubulus ini mencegah hilangnya nutrien-nutrien organik yang penting ini.Walaupun glukosa dan asam amino secara aktif bergerak melawan gradien konsentrasi mereka dari lumen tubulus ke dalam darah sampai konsentrasi mereka di cairan tubulus sebenarnya nol, tidak ada energi yang secara langsung dipakai untuk menjalankan pembawa glukosa dan asam amino. Glukosa dan asam amino diangkut melalui proses transportasi aktif sekunder; suatu pembawa kotransportasi khusus yang secara simultan memindahkan Na* dan molekul organik tertentu dari lumen ke dalam sel (lihat h. 66). Gradien konsentrasi Na* lumen-ke-sel yang diciptakan oleh pompa Na*-K* ATPase basolateral yang memerlukan energi ini mengaktifkan sistem kontransportasi ini dan menarik molekul-molekul organik melawan gradien konsentrasi mereka tanpa secara langsung Htenggunakan energi. Karena proses keseluruhan reabsorpsi glukosa dan asam amino bergantung pada pemakaian energi, molekul-molekul organik ini dianggap\direabsorpsi secara aktif, walaupun tidak ada energi yang secara langsung digunakan untuk mengangkut mereka menembus membran. Pada dasar-nya, glukosa dan asam amino mendapat tumpangan gratis dari proses reabsorpsi Na* yang menggunakan energi. Transportasi aktif sekunder memerlukan kpber-adaan Na* di lumen; tanpa adanya Na* pembawa kotranspor tidak dapat beroperasi. Setelah diangkut ke dalam sel tubulus, glukosa dan asam amino secara pasif berdifusi mengikuti penurunan gradien konsentrasi mereka menembus membran basolateral ke dalam plasma, difasilitasi oleh pembawa yang tidak memerlukan energi.

Kecuali Na*, bahan pertama yang direabsorpsi aktif memperlihatkan maksimum transportasi.Semua bahan yang direabsorpsi secara aktif berikatan dengan pembawa di membran yang memindahkan mereka menembus membran melawan gradien konsentrasi. Setiap pembawa bersifat spesifik untuk jenis bahan yang dapat mereka angkut; sebagai contoh, pembawa kotransportasi glukosa tidak dapat mengangkut asam amino, atau sebaliknya. Karena di sel-sel yang melapisi tubulus jumlah masing-masing jenis pembawa terbatas, jumlah suatu bahan yang secara aktif dipindahkan dari cairan tubulus dalam rentang waktu tertentu memiliki batas maksimum. Kecepatan reabsorpsi maksimum tercapai apabila semua pembawa yang spesifik untuk suatu bahan terisi penuh atau jenuh, sehingga mereka tidak dapat lagi mengangkut tambahan penumpang saat itu. Maksimum tubulus (Tm) adalah jumlah maksimum suatu bahan yang dapat diangkut ;ecara aktif oleh sel-sel tubulus dalam rentang waktu tertentu. Kecuali Na*, semua bahan yang direabsorpsi secara aktif memperlihatkan Tm (Natrium tidak memperlihatkan Tm karena aldosteron mendorong sintesis membawa Na*-K* ATPase di sel tubulus distal dan mengumpul sesuai kebutuhan) Setiap bahan yang difiltrasi yang jumlahnya melebihi Tm tidak akan direabsorpsi dan lean keluar tubuh melalui urin.Konsentrasi plasma sebagian, tetapi tidak semua bahan yang memperlihatkan reabsorpsi dengan Tm diatur oleh ginjal. Bagaimana ginjal dapat mengatur sebagian bahan yang direabsorpsi secara aktif sementara sebagian innya tidak, apabila tubulus ginjal membatasi jumlah lasing-masing bahan yang dapat direabsorpsi dan kembalikan ke plasma? Kita akan membandingkan ukosa, suatu bahan yang memiliki Tm tetapi tidak atur oleh ginjal, dengan fosfat, suatu bahan dengan Tm tapi diatur oleh ginjal.Reabsorpsi Glukosa Konsentrasi glukosa normal dalam plasma adalah 100 mg gIukosa/100 ml plasma. Karena glukosa difiltrasi secara bebas di glomerulus, zat ini akan masuk ke kapsul Bowman dengan konsentrasi yang sama dengan konsentrasinya di plasma. Dengan demikian, terdapat 100 mg glukosa untuk setiap 100 ml plasma yang difiltrasi. Dengan jumlah plasma yang difiltrasi per menit dalam keadaan normal adalah 125 ml (GFR rata-rata = 125 ml/menit), setiap menit lewat 125 mg glukosa ke dalam kapsul Bowman. Jumlah setiap bahan yang difiltrasi per menit, yang dikenal sebagai beban filtrasi (filtered load), dapat dihitung sebagai berikut:

= 125 mg/ menit Pada GFR yang konstan, beban filtrasi glukosa berbanding lurus dengan konsentrasi glukosa dalam plasma. Penggandaan konsentrasi glukosa plasma menjadi 200 mg/100 ml akan menggandakan beban filtrasi glukosa menjadi 250 mg/menit, demikian seterusnyafm untuk glukosa rata-rata adalah 375 mg/menit; jadi, mekanisme pembawa glukosa mampu secara aktif mereabsorpsi glukosa dengan jumlah sarnpai 375 mg per menit sebelum kapasitas transportasi glukosa maksimum tercapai. Pada konsentrasi glukosa plasma yang normal sebesar 100 mg/100 ml, 125 mg glukosa yang difiltrasi per menit dapat mudah direabsorpsi oleh mekanisme pembawa glukosa, karena beban filtrasi cukup jauh di-bawah Tm untuk glukosa. Dengan demikian, biasanya tidak ada glukosa yang muncul di urin karena semua glukosa yang difiltrasi direabsorpsi. Jika beban filtrasi glukosa melebihi 375 ml/menit barulah Tm tercapai. Jika jumlah glukosa yang difiltrasi per menit melebihi jumlah yang dapat direabsorpsi karena Tm telah tercapai, jumlah maksimum yang direabsorpsi tercapai, sedangkan sisanya akan tetap berada dalam filtrat untuk diekskresikan. Dengan demikian, konsentrasi glukosa plasma harus lebih besar dari 300 mg/100 ml - lebih dari tiga kali nilai normal - sebelum glukosa mulai muncul di urin.

Konsentrasi plasma pada saat Tm suatu bahan tertentu tercapai dan bahan tersebut mulai muncul di urin disebut ambang ginjal (renal treshold). Pada Tm normal 375 ml/ menit dan GFR 125 ml/menit, ambang ginjal untuk glukosa adalah 300 mg/100 ml. Di atas Tm, reabsorpsi akan tetap konstan pada kecepatan maksimum, dan setiap penambahan lebih lanjut akan diiringi oleh peningkatan ekskresi bahan yang bersangkutan secara proporsional. Sebagai contoh, pada konsentrasi glukosa plasma 400 mg/100 ml, beban filtrasi glukosa adalah 500 mg/menit, dengan 375 mg/menit di antaranya dapat direabsorpsi (senilai dengan Tm) dan 125 ml/menit sisanya akan diekskresikan di urin. Pada konsentrasi glukosa plasma 500 mg/100 ml, beban filtrasi menjadi 625 mg/ menit, sedang yang dapat direabsorpsi tetap 375 mg/ menit, sehingga 250 mg/menit akan keluar melalui urin. Konsentrasi glukosa plasma dapat menjadi sangat tinggi pada diabetes melitus, suatu gangguan endokrin yang melibatkan defisiensi insulin, yaitu hormon pankreas. Hormon ini penting untuk mempermudah transportasi glukosa ke dalam sebagian besar sel tubuh. Pada defisiensi insulin, glukosa yang tidak dapat masuk ke dalam sel akan tetap berada di plasma, sehingga konsentrasi glukosa plasma meningkat. Akibatnya, meskipun dalam keadaan normal tidak terdapat glukosa di urin, glukosa dapat ditemukan pada urin pengidap diabetes glukosa jika konsentrasi glukosa plasma melebihi ambang ginjal, walaupun tidak terjadi perubahan fungsi ginjal. Apa yang terjadi apabila konsentrasi glukosa plasma turun di bawah normal? Tubulus ginjal, tentu saja, mereabsorpsi semua glukosa yang difiltrasi, karena kapasitas reabsorpsi glukosa masih jauh lebih besar. Ginjal tidak dapat melakukan apa-apa untuk menaikkan kadar glukosa plasma yang rendah menjadi normal. Ginjal hanya rnengembalikan semua glukosa yang difiltrasi ke plasma.Dengan demikian, ginjal tidak mempengaruhi konsentrasi glukosa plasma yang dapat bervariasi sangat lebar dari yang secara abnormal sangat rendah sampai tiga kali kadar normal. Karena Tm untuk glukosa jauh di atas beban filtrasi normal, ginjal biasanya menahan semua glukosa, sehingga nutrien penting ini tidak hilang melalui urin. Ginjal tidak mengatur glukosa karena organ ini tidak mempertahankan kadar glukosa plasma pada angka spesifik tertentu; bahkan konsentrasi glukosa plasma dalam keadaan normal diatur oleh mekanisme endokrin dan hati, sementara ginjal hanya mempertahankan berapapun konsentrasi glukosa plasma yang ditentukan oleh mekanisme-mekanisme itu (kecuali pada konsentrasi yang sedemikian tinggi yang mengalah-kan kapasitas reabsorpsi ginjal). Prinsip umum yang sama juga berlaku untuk nutrien plasma organik lainnya, misalnya asam amino dan vitamin yang larut air.Reabsorpsi Fosfat Ginjal memang secara langsung ber peran dalam pengaturan banyak elektrolit, misalnya kalsium (Ca**) dan fosfat (PO4*), karena ambang ginjal untuk ion-ion anorganik ini setara dengan konsentrasi plasma normal mereka. Kita akan menggunakan PO * sebagai contoh. Makanan kita biasa banyak rnengandung PO4*, tetapi karena tubulus hanya dapat mereabsorpsi sampai konsentrasi plasma normal, kelebihan PO* segera dikeluarkan melalui urin, sehingga konsentrasi plasma kembali ke normal. Semakin besar PO4* yang dimakan melebihi kebutuhan tubuh, semakin banyak yang diekskresikan. Dengan cara ini, ginjal mempertahankan konsentrasi PO4* plasma yang diinginkan sementara mengeliminasi setiap kelebihan PO4*.Tidak seperti reabsorpsi nutrien-nutrien organik reabsorpsi PO4* dan Ca** juga berada di bawah kontrol hormon. Hormon paratiroid dapat mengubah ambang ginjal untuk PO4* dan Ca**, sehingga jumlah kedua elektrolit yang ditahan di dalam tubuh ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan sesaat tubuh

Reabsorpsi aktif Na* menyebabkan reabsorpsi pasif Cl", H2O, dan urea.Tidak hanya reabsorpsi aktif sekunder glukosa dan asam amino yang dikaitkan dengan pompa Na*-K* basolateral, tetapi reabsorpsi pasif Cl", H2O, dan urea juga bergantung pada mekanisme reabsorpsi aktif Na* ini.Reabsorpsi Klorida Ion klorida yang bermuatan negatif direabsorpsi secara pasif mengikuti penurunan gradien listrik yang diciptakan oleh reabsorpsi aktif ion natrium yang bermuatan positif. Jumlah Cl" yang direabsorpsi ditentukan oleh kecepatan reabsorpsi Na* dan tidak dikontrol secara langsung oleh ginjal.Reabsorpsi Air Air secara pasif direabsorpsi melalui osmosis di seluruh panjang tubulus. Dari H2O yang difiltrasi, 80% direabsorpsi secara obligatorik di tubulus proksimal dan lengkung Henle karena secara osmotis mengikuti reabsorpsi zat terlarut. Reabsorpsi ini terjadi tanpa dipengaruhi oleh beban H2O tubuh dan tidak diatur. Sisa 20%-nya direabsorpsi dalam jumlah bervariasi di bagian distal tubulus; tingkat reabsorpsi ini berada di bawah kontrol langsung hormon, bergantung pada status hidrasi tubuh.Gaya yang mendorong reabsorpsi H2O di tubulus proksimal adalah kompartemen hipertonisitas di ruang lateral antara sel-sel tubulus yang diciptakan oleh penge-luaran aktif Na* oleh pompa basolateral. Akibat aktivitas pompa ini, konsentrasi Na* di cairan tubulus dan sel tubulus dengan cepat menurun disertai peningkatan konsentrasinya di ruang lateral. Gradien osmotik ini menginduksi aliran netto pasif H20 dari lumen ke dalam ruang lateral, baik melalui sel atau secara antarsel melalui taut erat yang bocor. Akumulasi cairan di ruang lateral menyebabkan terbentuknya tekanan hidrostatik (cairan), yang mendorong H2O keluar dari ruang lateral menuju cairan interstisium dan akhirnya ke dalam kapiler peri tubulus.Pengembalian H2O yang difiltrasi ini ke plasma ditingkatkan oleh kenyataan bahwa tekanan osmotik koloid plasma lebih besar di kapiler peritubulus daripada di tempat lain. Konsentrasi protein-protein plasma, yang merupakan penentu tekanan osmotik koloid plasma, meningkat di darah yang memasuki kapiler peritubulus karena filtrasi ekstensif H2O melaiui kapiler glorrieruius di sebelah hulu. Protein plasma yang tertinggal di glomerulus terkonsentrasi ke dalam volume H2O plasma yang berkurang, sehingga meningkatkan tekanan osmotik koloid plasma darah yang tidak difiltrasi yang meninggalkan glomerulus dan memasuki kapiler peritubulus. Gaya ini cenderung menarik H2O ke dalam kapiler peritubulus, dibarengi oleh dorongan tekanan hidrostatik di ruang lateral yang menyebabkan H20 berpindah ke kapiler. Melalui cara ini, 65% H2O yang difiltrasi117 liter per harisecara pasif direabsorpsi di bagian akhir tubulus proksimal. Baik tubulus proksimal maupun bagian lain dari tubulus tidak ada yang secara langsung memakai energi untuk reabsorpsi H2O dalam jumlah besar ini.Sisa 15% H2O yang difiltrasi direabsorpsi secara obligatorik dari lengkung Henle. Reabsorpsi 20% sisa H2Oyang difiltrasi dapat berubah-ubah dan dilakukan di tubulus distal dan pengumpul di bawah kontrol vasopresin. Mekanisme yang bertanggung jawab untuk reabsorpsi H2O setelah tubulus proksima akan dibahas di bagian berikutnya.

SEKRESI TUBULUSProses sekresi yang terpenting adalah sekresi H+, K+, dan ion-ion organik.Dengan menyediakan rule kedua jalan masuk ke dalam tubulus bagi zat-zat tertentu, sekresi tubulus dapat dipandang sebagai mekanisme tambahan yang meningkat-kan eliminasi zat-zat tersebut dari tubuh. Semua zat yang masuk ke cairan tubulus, baik melalui filtrasi glomerulus maupun sekresi tubulus dan tidak direabsorpsi, akan dieliminasi dalam urin.Sekresi tubulus melibatkan transportasi transepitel seperti yang dilakukan reabsorpsi tubulus, tetapi langkah-langkahnya berlawanan arah. Seperti reabsorpsi, sekresi tubulus dapat aktif atau pasif. Bahan yang paling penting yang disekresikan oleh tubulus adalah ion hidrogen (H*), ion kalium (K*). serta anion dan kation organik, yang banyak di amaranya adalah senyawa-senyawa yang asing baei tubuh.Sekresi Ion Hidrogen Sekresi H* ginjal sangatlah penting dalam pengaturan keseimbangan asam-basa tubuh Ion hidrogen dapat ditambahkan ke cairan filtrasi melalui proses sekresi di tubulus proksimal, distal, dan pengumpul. Tingkat sekresi H* bergantung pada keasaman cairan tubuh. Sebaliknya, sekresi H* berukuran apabila konsentrasi H* di dalam cairan tubuh terlalu rendah. Sekresi Ion Kalium Ion kalium adalah contoh zat yang secara selektif berpindah dengan arah berlawanan di berbagai bagian tubulus; zat ini secara aktif direabsorpsi di tubulus proksimal dan secara aktif disekresi di tubulus distal dan pengumpul. Reabsorpsi ion kalium di awal tubulus bersifat konstan dan tidak diatur, sedangkan sekresi K* di bagian akhir tubulus bervariasi dan berada di bawah kontrol. Dalam keadaan normal, jumlah K* yang diekskresikan dalam urin adalah 10% sampai 15% dari jumlahnya yang difiltrasi. Namun, K* yang difiltrasi hampir seluruhnya direabsorpsi, sehingga sebagian besar K* yang muncul di urin berasal dari sekresi K* yang dikontrol dan bukan dari filtrasi.Selama keadaan kekurangan K*, sekresi K* di bagian distal nefron berkurang hingga minimum, sehingga hanya sebagian kecil K* yang difiltrasi dan lolos dari reabsorpsi di tubulus proksimal diekskresikan dalam urin. Dengan cara ini, K* yang dalam keadaan normal akan keluar melalui urin tertahan di dalam tubuh. Di pihak lain, jika kadar K* plasma meningkat, sekresi K* disesuaikan, sehingga jumlah K* yang ditambahkan ke filtrat untuk dieliminasi cukup untuk mengurangi konsentrasi K* ke normal. Dengan demikian, sekresi K*, bukan filtrasi atau reabsorpsi K*, yang dikontrol untuk mengatur kecepatan ekskresi 1C dan mempertahankan konsentrasi K* plasma yang diinginkan.Sekresi ion kalium di tubulus distal dan pengumpul digabungkan dengan reabsorpsi Na* melalui pompa Na*-K* basolateral yang bergantung-energi. Pompa ini tidak saja memindahkan Na* ke luar ke ruang lateral, tetapi juga memindahkan K* ke dalam sel tubulus. Konsentrasi K* intrasel yang meningkat mendorong difusi K* dari sel ke dalam lumen tubulus. Perpindahan menembus membran luminal berlangsung secara pasif melalui sejumlah besar saluran K* yang terdapat di sawar tersebut. Dengan menjaga konsentrasi K* di cairan interstisium rendah, yaitu dengan memindahkan K* ke dalam sel tubulus dari cairan interstisium di sekitarnya, pompa basolateral mendorong difusi pasif K* keluar dari plasma kapiler peritubulus ke dalam cairan interstisium. Kalium yang keluar dari plasma dengan cara ini kemudian dipompa ke dalam sel, dan dari tempat ini kalium berdifusi ke dalam lumen. Dengan cara ini, pompa basolateral secara aktif menginduksi sekresi netto K4 dari plasma kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus.Beberapa faktor mampu mengubah kecepatan sekresi K*, yang paling penting adalah hormon aldosteron, yang merangsang sekresi K* oleh sel-sel tubulus di bagian akhir nefron secara simultan untuk meningkatkan reabsorpsi Na* oleh sel-sel tersebut Peningkatan konsentrasi K" plasma secara langsung merangsang korteks adrenal untuk meningkatkan keluaran aldosteronnya, yang kemudian mendorong sekresi dan ekskresi kelebihan K*. Sebaliknya, penurunan konsentrasi K* plasma menyebab-kan reduksi sekresi aldosteron, sehingga sekresi K* oleh ginjal yang dirangsang oieh aldosteron jv.ga berkurang.Perhatikan bahwa peningkatan konsentrasi K* plasma secara langsung merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal, sedangkan penurunan konsentrasi Na* plasma merangsang sekresi aldosteron melalui jalur kompleks reninangiotensin aldosteron. Dengan demikian, sekresi aldosteron dapat dirangsang oleh dua mekanisme yang berbeda. Namun, apapun rangsangannya, peningkatan sekresi aldosteron selalu mendorong reabsorpsi Na'' dan sekresi K*. Karena itu, sekresi K* dapat secara tidak sengaja dirangsang oleh peningkatan aktivitas aldosteron yang dipicu oleh deplesi Na*, reduksi volume CES, atau penurunan tekanan darah arteri yang sama sekali tidak berkaitan dengan keseimbangan K*. Pengeluaran K* yang tidak sesuai ini dapat menyebabkan defisiensi K*.Faktor lain yang dapat secara tidak sengaja mengubah besamya sekresi K* adalah status asam basa tubuh. Pompa basolateral di bagian distal nefron dapat mensekresikan K* atau H* untuk ditukar dengan reabsorpsi Na*. Peningkatan sekresi K* atau H* diikuti oleh penurunan sekresi ion lainnya. Dalam keadaan normal, ginjal terutama mensekresikan K*, tetapi apabila cairan tubuh terlalu asam dan sekresi H* meningkat sebagai tindakan kompensasinya, sekresi K* akan berkurang karenanya. Penurunan sekresi ini dapat menyebabkan retensi K* secara tidak sengaja di dalam cairan tubuh.Kecuali pada keadaan-keadaan terjadinya ketidakseimbangan K* secara tidak sengaja akibat tindakan-tindakan kompensasi ginjal untuk mengatasi defisit Na* atau volume CES atau ketidakseimbangan asam-basa, ginjal biasanya dapat mengatur secara cermat konsentrasi K* plasma. Hal ini sangatlah penting, karena bahkan fluktuasi minor konsentrasi K* plasma dapat menimbulkan efek yang berbahaya. Ion kalium, sebagai ion yang paling banyak di cairan mitrasel, memegang peran kunci dalam aktivitas listrik membran jaringan-jaringan excitable. Peningkatan atau penurunan konsentrasi K* di plasma (CES) dapat mengubah gradien konsentrasi K* intrasel-ke-ekstrasel, yang pada gilirannya dapat mengubah potensial membran istirahat. Peningkatan konsentrasi K* CES menyebabkan penurunan potensial istirahat dan diikuti dengan peningkatan eksitabilitas, terutama otot jantung. Eksitabilitas jantung yang berlebihan ini dapat menyebabkan peningkatan kecepatan denyut jantung atau bahkan aritmia jantung fatal. Sebaliknya, penurunan konsentrasi K* CES menyebabkan hiper-polarisasi membran sel saraf dan sel otot, sehingga eksitabilitas sel-sel tersebut berkurang. Manifestasi deplesi K* di CES adalah kelemahan otot-saraf, diare dan distensi abdomen akibat disfungsi otot polos, dan kelainan irama jantung serta hantaran impuls.Sekresi Anion dan Ration Organik Tubulus proksi-mal mengandung dua jenis pembawa sekretorik yang ter-pisah, satu untuk sekresi anion organik dan suatu sistem terpisah untuk sekresi kation organik. Sistem-sistem ini merriiliki beberapa fungsi penting. Pertama, dengan menambahkan lebih banyak ion organik tertentu ke cairan tubulus yang sudah mengandung bahan yang bersangkutan melalui proses filtrasi, jalur sekretorik organik ini mempermudah ekskresi bahan-bahan tersebut. Yang tetmasuk dalam ion-ion organik tersebut adalah zat-zat perantara kimiawi yang terdapat dalam darah, misalnya golongan prostaglandin, yang setelah menjalan-kan tugasnya, perlu segera dibersihkan dari darah, sehingga aktivitas biologis mereka tidak berkepanjangan.

Kedua, pada beberapa keadaan yang penting, ion organik secara ekstensif tetapi tidak ireversibel terikat ke protein plasma. Karena melekat ke protein plasma, ion-ion organik tersebut tidak dapat difiltrasi melalui glomerulus. Sekresi tubulus mempermudah eliminasi ion-ion organik yang tidak dapat difiltrasi ini melalui urin. Walaupun ion organik tertentu sebagian besar terikat ke protein plasma, sejumlah kecil dari ion tersebut selalu berada dalam bentuk bebas atau tidak terikat dalam plasma. Pengeluaran ion organik bebas melalui sekresi ini menycbabkan terlepasnya sebagian ion yang semula terikat, yang kemudian dapat dengan bebas disekresikan. Hal ini pada gilirannya mendorong dibebaskannya lebih banyak ion organik dari ikatannya dengan protein, dan seterusnya.Ketiga, dan paling penting adalah kemampuan sistem sekresi ion organik mengeliminasi banyak senyawa asing dari tubuh. Sistem ion organik dapat mensekresikan sejumlah besar ion organik yang berbeda-beda, baik yang dipt oduksi secara endogen (di dalam tubuh) maupun ion organik asing yang masuk ke dalam tubuh. Mekanisme nonselektif ini memungkinkan sistem sekresi ion organik tersebut meningkatkan pengeluaran banyak zat kimia organik asing, termasuk zat-zat tambahan pada makanan, polutan lingkungan (misalnya pestisida), obat, dan bahan organik non-nutritif lain yang masuk ke dalam tubuh.Dalam hal ini, hati berperan penting. Banyak senyawa organik asing bukan bersifat ionik dalam bentuk aslinya, sehingga mereka tidak dapat disekresikan oleh sistem ion-organik ini. Hati mengubah bahan-bahan asing ini menjadi bentuk anion yang mempermudah sekresi mereka oleh sistem anion-organik, sehingga eliminasi mereka dapat ditingkatkan.Kecepatan ekskresi senyawa organik asing tidak berada di bawah kontrol. Walaupun sistem sekretorik ion-organik yang secara relatif nonselektif ini meningkatkan pengeluaran bahan-bahan tersebut dari tubuh, mekanisme ini tidak berada di bawah kontrol fisiologis.Banyak obat, misalnya penisilin, dieliminasi dari tubuh melalui sistem sekretorik ion-organik di tubulus proksimal. Agar konsentrasi obat ini dalam plasma tetap berada pada tingkat yang efektif, dosis obat harus diulang secara teratur dan sering untuk mengimbangi kecepatan pengeluaran obat ini dalam urin.Dengan demikian selesailah pembahasan kita mengenai proses reabsorpsi dan sekresi yang terjadi di bagian proksimal dan distal nefron. Proses-proses tersebut diringkaskan di Tabel 14-3.

EKSKRESI URIN DAN KLIRENS PLASMARata-rata satu mililiter urin diekskresikan per menit.Biasanya dari 125 ml plasma yang difiltrasi per menit, 124 ml/menit direabsorpsi, sehingga jumlah akhir urin yang terbentuk rata-rata adalah 1 ml/menit. Dengan demikian, urin yang diekskresikan per hari adalah 1.5 liter dari 180 liter yang difiltrasi.TABEL 14-3 Ringkasan TransportasiMenembus Bagian Proksimal dan Distal Nefron

TUBULUS PROKSIMAL

ReabsorpsiSekresi

67% Na* yang difiltrasi secara aktif direabsorpsi, tidak berada bawah konrol: C1 mengikuti secara pasif.Semua glukosa dan asam amino yang difiltrasi direabsorpsi oleh transportasi aktif sekunder, tidak berada PO4* dan elektrolit lain yang difiltrasi direabsorpsi dalam jumlah bervariasi; berada dibawah kontrol.65% H2O yang difiltrasi secara osmotis direabsorpsi; tidak berada dibawah kontrol.Semua K* yang difiltrasi direabsorpsi; tidak berada dibawah kontrol. Sekresi H* bervariasi, variasi, bergantung di pada status asam basa tubuh. Sekresi ion organik tidak berada dibawah kontrol di bawah kontrol.

TUBULUS DISTAL

ReabsorpsiSekresi

Reabsorpsi Na* bervariasi, dikontrol oleh aldesteron, cl mengikuti secara pasif.Reasorpsi H2O bervariasi, dikontrol oleh vasopresin aldosteron Sekresi H* bervariasi, bergantung pada status asam-basa tubuh.Sekresi K* bervariasi dikontrol oleh

DUKTUS PENGUMPUL

RebsorpsiSekresi

Reabsorpsi H2O bervariasi, dikontrol oleh vasopresinSekresi H* bervariasi, bergantung pada status asam basa tubuh.

Urin mengandung berbagai produk sisa dengan konsentrasi tinggi ditambah sejumlah bahan dengan jumlah bervariasi yang diatur oleh ginjal, dan kelebihannya akan dikeluarkan melalui urin. Bahan-bahan yang bermanfaat ditahan melalui proses reabsorpsi sehingga tidak muricul di urin.Perubahan yang relatif kecil jumlah filtrat yang direabsorpsi dapat menyebabkan perubahan besar volume urin yang terbentuk. Sebagai contoh, penurunan kecepatan reabsorpsi yang kurang dari 1% dari kecepatan reabsorbsi rata-rata, dari 124 ml menjadi 123 ml/menit, meningkatkan ekskresi urin sebesar 100%, dari 1 sampai 2 mL/menit.

Klirens plasma mengacu pada volume plasma yang dibersihkan dari bahan tertentu per menit.Dibandingkan dengan plasma yang masuk ke ginjal rr.eSslui arteri renalis, plasma yang keluar dari ginjal melalui vena renalis tidak mengandung bahan yang dibiarkan tertinggal di urin untuk dieliminasi. Dengan mengekskresikan bahan-bahan dalam urin, ginjal membersihkan atau menyingkirkan bahan-bahan dari plasma yang mengalir melaluinya. Untuk setiap bahan, klirens plasmanya (plasma clearance) didefinisikan sebagai volume plasma yang dibersihkan seluruhnya dari bahan yang bersangkutan per menit1. Klirens tidak mengacu pada. jumlah bahan yang disingldrkan, tetapi pada volume plasma dari tempat jumlah tersebut disingkirkan (dibersihkan). Klirens plasma sebenamya merupakan ukuran yang lebih bermanfaat daripada ekskresi urin; efek ekskresi urin pada pembersihan bahan dari tubuh lebih penting untuk diketahui daripada volume dan komposisi urin yang dikeluarkan. Klirens plasma men-cerminkan efektivitas ginjal menyingkirkan berbagai bahan dari lingkungan cairan internal.Untuk setiap konstituen plasma, klirens plasma dapat dihitung sebagai berikut:

Laju klirens plasma untuk berbagai bahan berbeda-beda, bergantung pada bagaimana ginjal menangani setiap bahan tersebut.Apabila Suatu Bahan Diflltrasi tetapi Tidak Direabsorpsi atau Disekresi, Laju Klirens Plasmanya Santa dengan GFR Anggaplah bahwa suatu konstituen plasma, bahan X, difiltrasi secara bebas di glomerulus tetapi tidak direabsorpsi atau disekresi. Sewaktu 125 ml/menit plasma difiltrasi dan kemudian direabsorpsi, jumlah bahan X yang semula terkandung di dalam 125 ml tertinggal di dalam tubulus untuk diekskresikan. Dengan demikian, 125 ml plasma dibersihkan dari bahan X setiap menitiiyu. (Dari 125 ml/menit plasma yang difiltrasi, 124 ml/rrienit cairan filtrasi dikembalikan melalui proses reabsorpsi ke plasma tanpa diikuti oleh bahan X, sehingga plasma 124 ml/menit ini dibersihkan dari bahan X. Selain itu, cairan 1 ml/menit yang keluar dalam urin dalam jangka panjang diganti oleh H2O dalam jumlah yang sama melalui ingest! dan tidak mengandung bahan X. Dengan demikian, pada akhirnya untuk setiap 125 ml plasma yang difiltrasi per menit 125 ml plasma dibersihkan dari bahan X.)Tidak ada bahan kimia endogen yang memiliki karak-teristik seperti bahan X. Semua bahan yang terdapat secara alamiah di plasma, bahkan zat sisa, sedikit banyak mengalami reabsorpsi atau sekresi. Namun, Lnulin (jangan dikacaukan dengan insulin), suatu karbohidrat asing tidak berbahaya yang dihasilkan dari bawang merah dan bawang putih, mengalami filtrasi bebas dan tidak direabsorpsi atau disekresi suatu bahan X yang ideal. Inulin dapat disuntikkan dan klirens plasmanya ditentukan sebagai cara untuk mengetahui GFR secara klinis. Karena semua filtrat glomerulus dibersihkan dari inulin, volume plasma yang dibersihkan dari inulin per menit sama dengan volume plasma yang difiltrasi per menit (GFR).Walaupun penentuan klirens plasma inulin akurat dan langsung, cara ini kurang nyaman karena inulin harus terus menerus diinfuskan selama waktu penentuan agar konsentrasi plasmanya dipertahankan konstan. Karena itu, klirens plasma suatu bahan endogen, kreatinin, sering digunakan untuk membuat perkiraan kasar me-ngenai GFR. Kreatinin, suatu produk akhir metabolisme otot, diproduksi dengan kecepatan yang relatif konstan. Bahan ini difiltrasi secara bebas dan tidak direabsorpsi, tetapi sedikit disekresi. Dengan demikian, klirens kreatinin bukan merupakan pencerminan yang akurat dari GFR, tetapi memberi perkiraan yang mendekati dan lebih mudah ditentukan daripada klirens inulin.Jika Suatu Bahan Difiltrasi dan Direabsorpsi tetapi Tidak Disekresi, Laju Klirens Plasmanya Selalu Lebih Rendah Daripada GFR Sebagian atau semua bahan yang dapat direabsorpsi setelah difiltrasi dikembalikan ke plasma. Karena volume plasma yang dibersihkan dari bahan yang bersangkutan lebih rendah daripada volume plasma yang difiltrasi, laju klirens plasma dari suatu bahan yang dapat direabsorpsi selalu lebih kecil daripada GFR. Sebagai contoh, klirens plasma untuk glukosa dalam keadaan normal adalah nol. Semua glukosa yang difiltrasi akan direabsorpsi bersama dengan filtrat yang kembali, sehingga tidak ada plasma yang dibersihkan dari glukosa.Untuk suatu bahan yang hanya mengalami reabsorpsi parsial, misalnya urea, hanya sebagian dari plasma yang difiltrasi dibersihkan dari bahan tersebut. Sekitar 50% urea yang difiltrasi direabsorpsi secara pasif, hanya separuh dari plasma yang difiltrasi, atau 62,5 ml, dibersihkan dari urea setiap menitnya.Apabila Suatu Bahan Difiltrasi dan Disekresi tetapi Tidak Direabsorpsi, Laju Klirens Plasmanya Selalu Lebih Besar Daripada GFR Sekresi tubulus memung-kinkan ginjal membersihkan bahan tertentu dari plasma dengan lebih efisien. Hanya 20% dari plasma yang memasuki ginjal difiltrasi. Delapan puluh persen sisanya tidak difiltrasi dan mengalir ke kapiler peritubulus. Satu-satunya cara untuk membersihkan suatu bahan dari plasma yang tidak difiltrasi ini selama perjalanan melalui ginjal sebelum dikembalikan ke sirkulasi umum ini adalah melalui proses sekresi. Salah satu contoh adalah H*. Yang terjadi bukan saja pembersihan plasma yang difiltrasi dari H* yang tidak dapat direabsorpsi tetapi plasma tempat asal sekresi H* juga dibersihkan dari H*. Sebagai contoh, apabila jumlah H* yang disekresikan ekivalen dengan jumlah H* yang terdapat di 25 ml plasma, laju klirens untuk H* akan menjadi 150 ml/menit pada GFR normal 125 ml/menit. Setiap menii 125 ml plasma akan kehilangan H*-nya melalui proses filtrasi dan kegagalan reabsorpsi, dan 25 ml plasma lainnya akan kehilangan H* melalui proses sekresi. Klirens plasma untuk bahan yang disekresikan selalu lebih besar daripada GFR.Seperti klirens inulin yang dapat digunakan untuk menentukan GFR, klirens plasma untuk senyawa asing lain, yaitu anion organik asam paraaminohipurat (PAH), dapat digunakan untuk mengukur aliran plasma ginjal. Seperti inulin, PAH difiltrasi secara bebas dan tidak direabsorpsi. Namun zat ini berbeda dalam hal, yaitu bahwa semua PAH di plasma yang lolos dari filtrasi akan disekresi dari kapiler peritubulus. Dengan demikian, PAH disingkirkan dari seluruh plasma yang mengalir melalui ginjal baik dari plasma yang difiltrasi dan kemudian direabsorpsi tanpa disertai PAH-nya, maupun dari plasma yang tidak difiltrasi yang terus mengalir ke kapiler peritubulus dan kehilangan PAH-nya melalui proses sekresi aktif. Karena semua plasma yang mengalir ke ginjal dibersihkan dari PAH, klirens plasma untuk PAH dapat dipakai untuk memperkirakan kecepatan aliran plasma melalui ginjal. Biasanya aliran plasma ginjal rata-rata adalah 625 ml/menit, untuk aliran darah ginjal (plasma ditambah sel darah) sebesar 1.140 ml/menit lebih dari 20% curah jantung.Dengan mengetahui klirens PAH (aliran plasma ginjal) dan klirens inulin (GFR), Anda dapat dengan mudah menentukan fraksi filtrasi, atau fraksi plasma yang mengalir ke glomerulus yang difiltrasi ke dalam tubulus:

Dengan demikian, 20% dari plasma yang memasuki glomerulus biasanya mengalami filtrasi.

A. Urin disimpan sementara di dalam kandung kemih, lalu dikeluarkan melalui proses berkemih.Setelah dibentuk oleh ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih (buli-buli). Aliran urin di ureter tidak semata-mata bergantung pada gaya tarik bumi. Kontraksi peristaltik otot polos di dalam dinding uretra juga mendorong urin bergerak maju dari ginjal ke kandung kemih. Ureter menembus dinding kandung kemih secara oblik, melalui dinding kandung kemih beberapa sentimeter sebelum bermuara di rongga kandung kemih. Susunan anatomis seperti ini mencegah aliran balik urin dari kandung kemih ke ginjai apabila lerjadi peningkatan tekanan di kandung kemih. Ketika kandung kemih terisi. ujung ureter yang terdapat di dalam dinding kandung kemih tertekan dan menutup. Namun, urin masih tetap dapat masuk ke kandung kemih. karena kontraksi ureter menghasilkan tekanan yang cukup besar untuk mengatasi resistensi dan mendorong urin melewati muara saluran yang tertutup itu.Dinding kandung kemih terdiri dari otot polos yang dilapisi oleh epitel jenis khusus. Dahulu diperkirakan bahwa kandung kemih adalah suatu kantung inert Namun, baik epitel maupun otot polos berpartisipasi aktif dalam kemampuan kandung kemih mengakomodasi fluktuasi volume urin yang besar. Baru-baru ini para peneliti mempelajari bahwa lapisan epitel mampu rne-ningkatkan atau mengurangi luas permukaan melalui proses teratur daur-ulang membran saat kandung kemih terisi atau kosong berganti-ganti. Untuk meningkatkan luas permukaan sel-sel epitel ketika kandung kemih terisi, vesikel-vesikel sitoplasma disisipkan ke dalam membran permukaan melalui proses eksositosis; vesike! vesikel tersebut ditarik kembali melalui proses endo-sitosis untuk memperkecil luas permukaan pada saat isi kandung kemih keluar (lihat h. 24). Sebagaimana sifat otot polos, otot polos kandung kemih dapat sangat meregang tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan dinding kandung kemih. Selain itu. dinding kandung kemih yang berlipat-lipat menjadi rata sewaktu kandung kemih terisi untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih. Karena urin secara terus menerus dibentuk oleh ginjal, kandung kemih harus memiliki kapasitas pe-nyimpanan yang cukup, sehingga urin tidak perlu terus menerus dikeluarkan.Otot polos kandung kemih mendapat banyak persarafan serat parasimpatis, yang apabila dirangsang akan menyebabkan kontraksi kandung kemih. Apabila saluran keluar melalui uretra terbuka, kontraksi kandung kemih menyebabkan pengosongan urin dari kandung kemih. Walaupun demikian, pintu keluar kandung kemih dijaga oleh dua sfingter, sfingter uretra intema dan sfmgter uretra ekstema. SFingter adalah cincin otot yang, bila berkontraksi, menutup aliran yang melewati lubang yang bersangkutan. Sfingter uretra internayang terdiri dari otot polos dan, dengan demikian berada di bawah kontrol involuntersebenarnya bukan suatu otot ter-pisah, tetapi merupakan bagian terakhir dari kandung kemih. Walaupun bukan sfingter sejati, otot ini melaku-kan fungsi yang sama dengan sfingter. Sewaktu kandung kemih melemas. susunan anatomis sfingter uretra interna menutupi pintu keluar kandung kemih.Lebih jauh ke bawah, uretra dikelilingi oleh satu lapisan otot rangka, sfingter uretra eksterna. Sfingter ini diperkuat oleh seluruh diafragma pelvis, suatu lembaran otot rangka yang membentuk dasar panggul dan membantu menunjang organ-organ panggul. Neuron-neuron motorik yang mempersarafi sfingter eksternal dan diafragma pelvis secara terus menerus melepaskan potensial aksi dengan kecepatan sedang kecuali bila mengalami inhibisi, sehingga otot-otot ini mengalanu kontraksi tonik untuk mencegah keluarnya urin melalui uretra. Dalam keadaan normal, sewaktu kandung kemih melemas dan terisi, sfingter uretra interna dan eksterna tertutup untuk mencegah urin keluar. Selain itu, karena merupakafi otot rangka, sfingter eksterna dan diafragma pelvis berada di bawah kontrol kesadaran. Keduanya dapat dengan sengaja dikontraksikan untuk mencegah pengeluaran urin sewaktu kandung kemih berkontraksi dan sfingter interna terbuka.Mikturisi, atau berkemih, yaitu proses pengosongaf kandung kemih, diatur oleh dua mekanisme: refleks berkemih dan kontrol volunter Refleks berkemih dicetuskan apabila reseptor-reseptor regang di dalam dinding kandung kemih terangsang. Kandung kemih pada seorang dewasa dapat menampung sampai 250 atau 400 ml urin sebelum tegangan di dindingnya mulai meningkat untuk mengaktifkan reseptor regang. Semakin besar peregangan melebihi ambang ini, semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. Serat-serat aferen dari reseptor regang membawa impuls ke korda spinalis dan akhirnya, melalui antarneuron, merangsang saraf parasimpatis yang berjalan ke kandung kemih dan menghambat neuron motorik yang memper-sarafi sfingter eksterna. Stimulasi parasimpatis pada kandung kemih menyebabkan organ ini berkontraksi. Untuk membuka sfingter interna tidak diperlukan mekanisme khusus; perubahan bentuk kandung kemih sewaktu organ tersebut berkontraksi secara mekanis menarik sfingter intema terbuka. Secara simultan, sfingter eksterna melemas karena neuron-neuron motoriknya dihambat. Sekarang kedua sfingter terbuka dan urin terdorong ke luar melalui uretra akibat gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi kandung kemih. Refleks ber-kemih ini, yang seluruhnya merupakan refleks spinal, mengatur pengosongan kandung kemih pada bayi. Segera setelah kandung kemih terisi dalam jumlah yang cukup untuk memicu refleks tersebut, bayi secara otomatis mengompol.

Pengisian kandung kemih, selain memicu refleks berkemih, juga menyebabkan timbulnya keinginar. ;adar untuk berkemih. Persepsi kandung kemih yang penuh muncul sebelum sfingter eksterna secara refleks melemas, sehingga hal tersebut memberi "peringatan" bahwa proses berkemih akan segera dimulai. Akibatnya, kontrol volunter terhadap berkemih, yang dipelajari selama toilet training pada masa anak-anak dini, dapat mengalahkan refleks berkemih, sehingga pengosongan kandung kemih dapat terjadi sesuai keinginan orang yang bersangkutan dan bukan pada saat pengisian kandung kamih pertama kali mencapai titik yang menyebabkan pengaktifan reseptor regang. Apabila saat berkemih tidak tepat sementara refleks berkemih sudah dimulai, pengosongan kandung kemih dapat secara sengaja dicegah dengan mengencangkan sfingter ekstfirna dan diafragma pelvis. Impuls eksitatorik volunter yang berasal dari korteks serebrum mengalahkan masukan inhibitorik refleks dari reseptor regang ke neuron-neuron motorik yang terlibat (keseimbangan relatif EPSP dan IPSP), sehingga otot-otot ini tetap berkontraksi dan urin tidak dikeluarkan.

Berkemih tidak dapat ditunda selamanya. Apabila isi kandung kemih terus bertarrvbah, masukan refleks dari reseptor regang juga semakin meningkat. Akhirnya, masukan inhibitorik refleks ke neuron motorik sfingter ekstemal menjadi sedemikian kuat, sehingga tidak lagi dapat dikalahkan oleh masukan eksitatorik volunter, yang mengakibatkan sfingter melemas dan kandung kemih secara tidak terkontrol dikosongkan.Proses berkemih juga dapat secara sengaja dimulai, walaupun kandung kemih belum teregang, oleh relaksasi volunter sfingter eksternal dan diafragma pelvis. Penurunan lantai panggul juga memungkinkan kandung kemih turun, yang secara simultan membuka sfingter uretra internal dan meregangkan kandung kemih. Pengaktifan selanjutnya reseptor-reseptor regang menyebabkan kandung kemih berkontraksi melalui refleks berkemih. Pengosongan kandung kemih secara volunter dapat dibantu lebih lanjut oleh kontraksi dinding abdomen dan diafragma pernapasan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen yang selanjutnya memeras kandung kemih untuk mengosongkan isinya.Inkontinensia urin, atau ketidakmampuan mencegah pengeluaran urin, terjadi akibat gangguan jalur-jalur desendens di korda spinalis yang memperantarai kontro) volunter atas sfingter eksternal dan diafragma pelvis. Dalam hal ini, karena komponen lengkung refleks berkemih masih utuh di korda spinalis bagian bawah pengosongan kandung kemih diatur oleh refleks spinal yang tidak dapat dikontrol. seperti yang terjadi pada bayi. Inkontinensia dengan tingkat yang lebih ringan yang ditandai oleh keluarnya urin akibat peningkatan mendadak tekanan kandung kemih, misalnya sewaktu batuk atau bersin, dapat terjadi akibat gangguan fungsi sfingter. Hal ini tidak jarang terjadi pada wanita yang sering melahirkan atau pada pria yang sfingternya cedera selama pembedahan prostat.

BAB DALAM PERSPEKTIF: FOKUS PADA HOMEOSTASISGinjal berperan dalam homeostasis secara lebih ekstensif dibandingkan dengan organ-organ lain. Ginjal mengatur komposisi elektrolit, volume, dan pH lingkungan internal dan mengeliminasi semua zat sisa metabolisme tubuh, kecuali CO2 yang dikeluarkan oleh sistem pernapasan. Ginjal melaksanakan fungsi pengaturan ini dengan mengeliminasi zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh melalui urin, misalnya zat sisa metabolisme dan kelebihan garam atau air, sementara menahan zat yang bermanfaat bagi tubuh. Organ ini juga mampu mempertahankan konstituen-konstituen plasma yang konsentrasinya dijaga dalam rentang sempit agar tidak mengganggu kehidupan, walaupun pemasukan dan pengeluaran konstituen-konstituen tersebut dari jalan lain sangat bervariasi. Sebagai gambaran seberapa besar tugas ginjal, kira-kira seperempat dari seluruh darah yang dipompa ke dalam sirkulasi sistemik pergi ke ginjal untuk "disesuaikan" atau "dimurnikan", dengan hanya tiga perempatnya yang digunakan untuk memasok seluruh jaringan lain.Berikut ini adalah cara-cara spesifik yang dilakukan ginjal untuk membantu homeostasis:Fungsi regulasi Ginjal mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar elektrolit CES, termasuk elektrolit-elektrolit yang penting untuk mengatur eksitabilitas neuromuskulus. Ginjal berperan mempertahankan pH yang sesuai dengan mengeliminasi kelebihan H* (asam) atau HCO5~ (basa) dalam urin. Ginjal membantu mempertahankan volume plasm yang sesuai, yang penting untuk pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri, dengan mengontml keseimbangan garam dalam tubuh. Volume CES termasuk volume plasma, adalah pencerminan dari beban garam total dalam CES, karena Na* dan anin penyertanya Cl" merupakan penentu lebih dari 90% aktivitas osmotik (menahan air) CES. Ginjal mempertahankan keseimbangan air dalam tubuh, yang penting untuk mempertahankan osmo-laritas (konsentrasi zat terlarut) CES yang sesuai Peran ini penting untuk mempertahankan stabilitas volume sel dengan mencegah sel membengkak atau menciut akibat masuk atau keluarnya air secara osmosis, berturut-turut.Fungsi ekskresi Ginjal mengekskresikan produk-produk akhir metabolisme dalam urin, Zat-zat sisa ini bersifat toksik bagi tubuh apabila tertimbun. Ginjal juga mengekskresikan banyak senyawa asing yang masuk ke dalam tubuh.Fungsi hormonal Ginjal mensekresikan eritropoietin, hormon yang merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum tulang. Fungsi ini berperan dalam homeostasis dengan membantu mempertahankan kandungan 02 yang optimal di dalam darah. Lebih dari 98% 02 dalam darah terikat ke hemoglobin di dalam sel darah merah. Ginjal juga mensekresikan renin, hormon yang meng-awali jalur renin-angiotensin-aldosteron untuk me-ngontrol reabsorpsi Na* oleh tubulus, yang penting dalam pemeliharaan jangka-panjang volume plasma dan tekanan darah arteri.Fungsi metabolisme Ginjal membantu mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya. Vitamin D penting untuk penyerapan Ca** dari saluran pencernaan. Kalsium, sebaliknya, memiliki banyak fungsi homeostatik.