antropologi

18
USAHA MEMP ERBAIKI SOSIAL BUDA Y A GURU S EBAGAI P ENGAJAR AT AU P ENDIDIK MELALUI PERBAIKAN KARIER GURU A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur  pendidikan formal maupun informal. Guru menjadi faktor utama dalam penciptaan suasana  pembelajaran. Kompetensi guru dituntut dalam menjalankan tugasny a secara profesional. Studi tentang pendidikan guru di akhir abad ke 20 dan awal abad ke 21 menunjukkan fenomena yang semakin kuat menempatkan guru sebagai suatu profesi. Kondisi nyata kini memandang bahwa guru sebagai sebuah profesi, bukan lagi dianggap sebagai suatu pekerjaan (vokasional) biasa yang memerlukan pendidikan tertentu Oleh sebab itu, dalam setiap u paya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri. Filosofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka di tuntut tidak han ya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai pen jaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua anak didik dalam proses pendidikan secara global. Dalam konteks sosial budaya Jawa misalnya, kata guru sering dikonotasikan sebagai kepanjangan dari kata “digugu dan ditiru” (menjadi panutan utama). Begitu pula dalam khasanah  bahasa Indonesia, dikenal adanya sebuah peribahas a yang berunyi “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Semua per ilaku guru akan menjadi panutan bagi anak didiknya. Sebuah posisi yang mulia dan sekaligus memberi beban psykologis tersendiri bagi para guru kita. Mutu pendidikan ditentukan oleh b eberapa faktor penting, yaitu menyangkut input, proses, dukungan lingkungan, sarana dan prasarana. Penjabaran lebih lanjut mengenai faktor-faktor tersebut  bahwa input berkaitan dengan kondisi peserta didik (minat, bakat, potensi, motivasi, sikap), pros es  berkaitan erat dengan penciptaan suasana pembelajaran, y ang dalam hal ini lebih banyak ditekankan  pada kreativitas pengajar (guru) , dukungan lingkungan berkaitan dengan suasana atau situasi dan kondisi yang mendukung terhadap p roses pembelajaran seperti lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar, sedangkan sarana dan prasarana adalah perangkat yang dapat memfasilitasi aktivitas  pembelajaran, seperti gedung, alat-alat laborat orium, komputer dan sebagainya. Berkait an dengan

description

antropologi pendidikan

Transcript of antropologi

USAHA MEMPERBAIKI SOSIAL BUDAYA GURU SEBAGAI PENGAJAR ATAU PENDIDIK MELALUI PERBAIKAN KARIER GURU

A. Latar Belakang MasalahDalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal maupun informal. Guru menjadi faktor utama dalam penciptaan suasana pembelajaran. Kompetensi guru dituntut dalam menjalankan tugasnya secara profesional. Studi tentang pendidikan guru di akhir abad ke 20 dan awal abad ke 21 menunjukkan fenomena yang semakin kuat menempatkan guru sebagai suatu profesi. Kondisi nyata kini memandang bahwa guru sebagai sebuah profesi, bukan lagi dianggap sebagai suatu pekerjaan (vokasional) biasa yang memerlukan pendidikan tertentu Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri.Filosofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka di tuntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua anak didik dalam proses pendidikan secara global. Dalam konteks sosial budaya Jawa misalnya, kata guru sering dikonotasikan sebagai kepanjangan dari kata digugu dan ditiru (menjadi panutan utama). Begitu pula dalam khasanah bahasa Indonesia, dikenal adanya sebuah peribahasa yang berunyi Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Semua perilaku guru akan menjadi panutan bagi anak didiknya. Sebuah posisi yang mulia dan sekaligus memberi beban psykologis tersendiri bagi para guru kita.Mutu pendidikan ditentukan oleh beberapa faktor penting, yaitu menyangkut input, proses, dukungan lingkungan, sarana dan prasarana. Penjabaran lebih lanjut mengenai faktor-faktor tersebut bahwa input berkaitan dengan kondisi peserta didik (minat, bakat, potensi, motivasi, sikap), proses berkaitan erat dengan penciptaan suasana pembelajaran, yang dalam hal ini lebih banyak ditekankan pada kreativitas pengajar (guru), dukungan lingkungan berkaitan dengan suasana atau situasi dan kondisi yang mendukung terhadap proses pembelajaran seperti lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar, sedangkan sarana dan prasarana adalah perangkat yang dapat memfasilitasi aktivitas pembelajaran, seperti gedung, alat-alat laboratorium, komputer dan sebagainya. Berkaitan dengan faktor proses, guru menjadi faktor utama dalam penciptaan suasana pembelajaran. Sudah banyak usaha-usaha yang dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya kualitas guru ,kesejahteraan dan pendidikan guru yang dilaksanakan oleh pemerintah. Namun patut disayangkan usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas guru, kesejahteraan dan pendidikan guru tersebut dilaksanakan berdasarkan pandangan dari "luar kalangan guru ataupun luar pendidikan guru". Terlalu banyak kebijaksanaan di bidang pendidikan yang bersifat teknis diambil dengan sama sekali tidak mendengarkan suara guru. Pengambilan keputusan yang menyangkut guru di atas seakan-akan melecehkan guru sebagai seseorang yang memiliki "kepribadian".

B. Tujuan Penulisan Penulisan makalah bertujuan agar para guru meningkatkan kualitasnya dalam mengajar agar anak didik juga mendapat pendidikan yang lebih baik. Untuk itu diperlukan dukungan Pemerintah dalam upaya perbaikan ini baik dari sisi spiritual maupun materiil. Makalah ini juga memberikan gambaran tentang kondisi guru saat ini di Indonesia dan juga prospek guru di masa depan.

C. Rumusan Masalah Makalah yang berjudul Usaha Perbaikan Kualitas Guru dengan Mengoptimalkan Kompetensi Profesional dan Sosial mengambil beberapa masalah untuk dibahas, diantaranya:1. Apa yang dimaksud dengan kualitas guru ?2. Apa saja yang mencakup kompetensi guru ?3. Apa saja kriteria dari guru yang berkualitas ?4. Apa saja kendala para guru dalam meningkatkan kualitasnya dalam mengajar ?5. Bagaimana upaya Pemerintah dalam memperbaiki kualitas guru khususnya guru Geografi ?6. Sejauh mana usaha Pemerintah dalam mengatasi kendala perbaikan kualitas guru ?7. Bagaimana kaitan antara usaha memperbaiki kulitas guru dengan mengoptimalkan tercapainya kompetensi profesionalismedan sosial guru?

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian Kualitas Guru Kualitas guru adalah kemampuan yang dimiliki seorang guru untuk diberikan pada anak didiknya. Ada tiga kegiatan penting yang diperlukan oleh guru untuk bisa meningkatkan kualitasnya sehingga bisa terus menanjak pangkatnya sampai jenjang kepangkatan tertinggi. Pertama para guru harus memperbanyak tukar pikiran tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman mengembangkan materi pelajaran dan berinteraksi dengan peserta didik. Tukar pikiran tersebut bisa dilaksanakan dalam perternuan guru sejenis di sanggar kerja guru, ataupun dalam seminar-seminar yang berkaitan dengan hal itu. Kegiatan ilmiah ini hendaknya selalu mengangkat topik pembicaraan yang bersifat aplikatif. Artinya, hasil pertemuan bisa digunakan secara langsung untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Hanya perlu dicatat, dalam kegiatan ilmiah semacam itu hendaknya faktor-faktor yang bersifat struktural administrative harus disingkirkan jauh-jauh. Misalnya, tidak perlu yang memimpin pertemuan harus kepala sekolah. Kedua, akan lebih baik kalau apa yang dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah yang dihadiri para guru adalah merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh para guru sendiri. Dengan demikian guru harus melakukan penelitian. Untuk ini perlulah anggapan sementara ini bahwa penelitian hanya dapat dilakukan oleh para akademisi yang bekerja di perguruan tinggi atau oleh para peneliti di lembaga-lembaga penelitian harus dibuang jauh-jauh. Justru sekarang ini perlu diyakini pada semua fihak bahwa hasil-hasil penelitian-penelitian tentang apa yang terjadi di kelas dan di sekolah yang dilakukan oleh para guru adalah sangat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Sebab para gurulah yang nyata-nyata memahami dan manghayati apa yang terjadi di sekolah, khususnya di kelas. Ketiga, guru harus membiasakan diri untuk mengkomunikasikan hasil penelitian yang dilakukan, khususnya lewat media cetak. Untuk itu tidak ada alternatif lain bagi guru meningkatkan kemampuan dalam menulis laporan penelitian.

B. Pengertian Kompetensi GuruKompetensi pendidik merupakan pilar penting dalam menopang pencapaian mutu pendidikan secara menyeluruh. Kompetensi merupakan seperangkat kemampuan yang harus dimiliki guru searah dengan kebutuhan pendidikan di sekolah (kurikulum), tuntutan masyarakat, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kompetensi dimaksud meliputi kompetensi Keterampilan proses dan penguasaan pengetahuan.-Kompetensi PribadiGuru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Oleh karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus digugu dan ditiru). Sebagai seorang model guru harus memiliki kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal competencies), di antaranya: (1) kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya; (2) kemampuan untuk menghormati dan menghargai antarumat beragama; (3) kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan, dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat; (4) mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru misalnya sopan santun dan tata karma dan; (5) bersikap demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik.- Kompetensi ProfesionalKompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyesuaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang sangat penting. Oleh sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Oleh sebab itu, tingkat keprofesionalan seorang guru dapat dilihat dari kompetensi sebagai berikut: (1) kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan pendidikan yang harus dicapai baik tujuan nasional, institusional, kurikuler dan tujuan pembelajaran; (2) pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahapan perkembangan siswa, paham tentang teori-teori belajar; (3) kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya; (4) kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran; (5) kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar; (6) kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran; (7) kemampuan dalam menyusun program pembelajaran; (8) kemampuan dalam melaksanakan unsur penunjang, misalnya administrasi sekolah, bimbingan dan penyuluhan dan; (9) kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.- Kompetensi Sosial KemasyarakatanKompetensi ini berhubungan dengan kemampuan guru sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial, meliputi: (1) kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional; (2) kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan dan; (3) kemampuan untuk menjalin kerja sama baik secara individual maupun secara kelompok Di era yang serba canggih ini guru dituntut untuk selalu berkembang dalam hal wawasan serta kemampuannya dalam proses belajar mengajar. Wawasan seorang guru diharapkan mampu menyokong kegiatannya dalam proses belajar mengajar, selain itu wawasan yang luas membuat guru memiliki cara pandang yang maju dalm menilai berbagi hal.C. Upaya Peningkatan Kualitas Kompetensi dan Sosial GuruJalan yang dapat dilakukana untuk meningkatkan Profesionalisme guru antara lain:1.Gaji yang memadai. Perlu ditata ulang sistem penggajian guru agar gaji yang diterimanya setiap bulan dapat mencukupi kebutuhan hidup diriny dan keluarganya dan pendidikan putra-putrinya. Dengan penghasilan yang mencukupi, tidak perlu guru bersusah payah untuk mencari nafkah tambahan di luar jam kerjanya. Guru akan lebih berkonsentrasi pada profesinya, tanpa harus mengkhawatirkan kehidupan rumah tangganya serta khawatirakan pendidikan putra-putrinya. Guru mempunyai waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri tampil prima di depan kelas. Jika mungkin, seorang guru dapat meningkatkan profesinya dengan menulis buku materi pelajaran yang dapat dipergunakan diri sendiri untuk mengajar dan membantu guru-guru lain yang belum mencapai tingkatnya. Hal ini dapat lebih menyejahterakan kehidupan guru dan akan lebih meningkatkan status sosial guru. Guru akan lebih dihormati dan dikagumi oleh anak didiknya. Jika anak didik mengagumi gurunya maka motivasi belajar siswa akan meningkat dan pendidikan pasti akan lebih berhasil. 2.Kurangi beban guru dari tugas-tugas administrasi yang sangat menyita waktu. Sebaiknya tugas-tugas administrasi yang selama ini harus dikerjakan seorang guru, dibuat oleh suatu tim di Diknas atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang disesuaikan dengan kondisi daerah dan bersifat fleksibel (bukan harga mati) lalu disosialisasikan kepada guru melalui sekolah-sekolah. Hal ini dapat dijadikan sebagai pegangan guru mengajar dalam mengajar dan membantu guru-guru prmula untuk mengajar tanpa membebani tugas-tugas rutin guru.3.Pelatihan dan sarana. Salah satu usaha untuk meningkatkan profesionalitas guru adalah pendalaman materi pelajaran melalui pelatihan-pelatihan. Beri kesempatan guru untuk mengikuti pelatihan-pelatihan tanpa beban biaya atau melengkapi sarana dan kesempatan agar guru dapat banyak membaca buku-buku materi pelajaran yang dibutuhkan guru untuk memperdalam pengetahuannya.E.Upaya Pemerintah dalam Peningkatan Kualitas GuruGuru sebagai pilar negara berupaya meningkatkan kualitas guru dengan cara sebagai berikut:1. Standardisasi Kompetensi GuruStandardisasi Kompetensi Guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan bagi seorang guru dalam menguasai seperangkat kemampuan agar berkelayakan menduduki salah satu jabatan fungsional Guru, sesuai bidang tugas dan jenjang pendidikannya. Persyaratan dimaksud adalah penguasaan proses belajar mengajar dan penguasaan pengetahuan. jabatan Fungsional Guru adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak seseorang guru yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.2. Undang-undang Guru dan DosenIndonesia pada tahun 2005 telah memiliki Undang-undang guru dan dosen, yang merupakan kebijakan untuk intervensi langsung meningkatakan kualitas kompetensi guru lewat kebijakan keharusan guru untuk memiliki kualifikasi strata 1 atau D4 dan memiliki sertifikasi profesi. Dengan sertifikat profesi ini guru berhak mendapatkan tunjangan 1 bulan gaji pokok guru.F. Kendala Yang Dihadapi Guru Saat IniHingga saat ini masih banyak masalah dan kendala yang berkaitan dengan guru sebagai satu kenyataan yang harus diatasi dengan segera. Berbagai upaya pembaharuan pendidikan telah banyak dilakukan antara lain melalui perbaikan sarana, peraturan, kurikulum, dsb. tapi belum mempriotitaskan guru sebagai pelaksana di tingkat instruksional terutama dari aspek kesejahteraannya. Beberapa masalah dan kendala yang berkaitan dengan kondisi guru antara lain sebagai berikut.1. Kuantitas, kualitas, dan distribusi.Dari aspek kuantitas, jumlah guru yang ada masih dirasakan belum cukup untuk menghadapi pertambahan siswa serta tuntutan pembangunan sekarang. Kekurangan guru di berbagai jenis dan jenjang khususnya di sekolah dasar, merupakan masalah besar terutama di daerah pedesaan dan daerah terpencil. Dari aspek kualitas, sebagian besar guru-guru dewasa ini masih belum memiliki pendidikan minimal yang dituntut. Data di lampiran 1 menunjukkan bahwa dari 2.783.321 orang guru yang terdiri atas 1.528.472 orang guru PNS dan sisanya (1.254.849 orang) non-PNS, baru sekitar 40% yang sudah memiliki kualifikasi S-1/D-IV dan di atasnya. Sisanya masih di bawah D-3 atau lebih rendah. Dari aspek penyebarannya, masih terdapat ketidak seimbangan penyebaran guru antar sekolah dan antar daerah.. Dari aspek kesesuaiannya, di SLTP dan SM, masih terdapat ketidak sepadanan guru berdasarkan mata pelajaran yang harus diajarkan.2. Kesejahteraan.Dari segi keadilan kesejahteraan guru, masih ada beberapa kesenjangan yang dirasakan sebagai perlakuan diskriminatif para guru. Di antaranya adalah: (1) kesenjangan antara guru dengan PNS lainnya, serta dengan para birokratnya, (2) kesenjangan antara guru dengan dosen, (3) kesenjangan guru menurut jenjang dan jenis pendidikan, misalnya antara guru SD dengan guru SLTP dan Sekolah Menengah, (4) kesenjangan antara guru pegawai negeri yang digaji oleh negara, dengan guru swasta yang digaji oleh pihak swasta, (5) kesenjangan antara guru pegawai tetap dengan guru tidak tetap atau honorer, (6) kesenjangan antara guru yang bertugas di kota-kota dengan guru-guru yang berada di pedesaan atau daerah terpencil, (7) kesenjangan karena beban tugas, yaitu ada guru yang beban mengajarnya ringan tetapi di lain pihak ada yang beban tugasnya banyak (misalnya di sekolah yang kekurangan guru) akan tetapi imbalannya sama saja atau lebih sedikit. Kesejahteraan mencakup aspek imbal jasa, rasa aman, kondisi kerja, hubungan antar pribadi, dan pengembangan karir.3. Manajemen guruDari sudut pandang manajemen SDM guru, guru masih berada dalam pengelolaan yang lebih bersifat birokratis-administratif yang kurang berlandaskan paradigma pendidikan (antara lain manajemen pemerintahan, kekuasaan, politik, dsb.). Dari aspek unsur dan prosesnya, masih dirasakan terdapat kekurang-terpaduan antara sistem pendidikan, rekrutmen, pengangkatan, penempatan, supervisi, dan pembinaan guru. Masih dirasakan belum terdapat keseimbangan dan kesinambungan antara kebutuhan dan pengadaan guru. Rerkrutmen dan pengangkatan guru masih selalu diliputi berbagai masalah dan kendala terutama dilihat dari aspek kebutuhan kuantitas, kualitas, dan distribusi. Pembinaan dan supervisi dalam jabatan guru belum mendukung terwujudnya pengembangan pribadi dan profesi guru secara proporsional. Mobilitas mutasi guru baik vertikal maupun horisontal masih terbentur pada berbagai peraturan yang terlalu birokratis dan arogansi dan egoisme sektoral. Pelaksanaan otonomi daerah yang kebablasan cenderung membuat manajemen guru menjadi makin semrawut.4. Penghargaan terhadap guruSeperti telah dikemukakan di atas, hingga saat ini guru belum memperoleh penghargaan yang memadai. Selama ini pemerintah telah berupaya memberikan penghargaan kepada guru dalam bentuk pemilihan guru teladan, lomba kreatiivitas guru, guru berprestasi, dsb. meskipun belum memberikan motivasi bagi para guru. Sebutan pahlawan tanpa tanda jasa lebih banyak dipersepsi sebagai pelecehan ketimbang penghargaan. Pemberian penghargaan terhadap guru harus bersifat adil, terbuka, non-diskriminatif, dan demokratis dengan melibatkan semua unsur yang terkait dengan pendidikan terutama para pengguna jasa guru itu sendiri, sementara pemerintah lebih banyak berperan sebagai fasilitator.5. Pendidikan guruSistem pendidikan guru baik pra-jabatan maupun dalam jabatan masih belum memberikan jaminan dihasilkannya guru yang berkewenangan dan bermutu disamping belum terkait dengan sistem lainnya. Pola pendidikan guru hingga saat ini masih terlalu menekankan pada sisi akademik dan kurang memperhatikan pengembangan kepribadian disamping kurangnya keterkaitan dengan tuntutan perkembangan lingkungan. Pendidikan guru yang ada sekarang ini masih bertopang pada paradigma guru sebagai penyampai pengetahuan sehingga diasumsikan bahwa guru yang baik adalah yang menguasai pengetahuan dan cakap menyampaikannya. Hal ini mengabaikan azas guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran dan sumber keteladanan dalam pengembangan kepribadian peserta didik. Pada hakekatnya pendidikan guru itu adalah pembentukan kepribadian disamping penguasaan materi ajar. Sebagai akibat dari hal itu semua, guru-guru yang dihasilkan oleh LPTK tidak terkait dengan kondisi kebutuhan lapangan baik kuantitas, kualitas, maupun kesepadannya dengan kebutuhan nyata.F. Kaitan Antara Usaha Usaha Perbaikan Kualitas Guru Geografi Dengan Peningkatan Prefosionalisme dan Sosial GuruGuru akan semakin terdorong untuk meningkatkan kerjanya dalam mengajar siswa bila kebutuhan sosialnya dapat terpenuhi dengan baik. Contohnya seorang guru yang kehidupanya berkecukupan atau bahkan kelebihan uang akan menyisihkan sebagian uangnya untuk mengikuti seminar, diklat, atau study banding. Dalam acara-acara tersebut guru dapat diberikan pelatihan maupun pelatihan maupun pengetahuan, sehingga secara tidak langsung profesionalisme guru pun bertambah. Makin professional seorang guru maka makin berkualitas pula guru tersebut . Hal ini terlihat guru sedang mengajar dikelas. Ketika buku bahan ajar tertinggal di rumah, tidak menjadi masalah karena guru tersebut msih bisa menerangkan materi yang telah ia kuasai.Di Indonesia, Profesional dan sosial guru masih diragukan oleh Negara lain di dunia selain di Indonesia tergolong Negara terbelakang dan miskin, kualitas SDM pun belum tergali secara optimal. Untuk itulah pemerintah berupaya meningkatkan kualitas guru, salah satu caranya adalah dengan mengoptimalkan profesionalisme dan sosial guru. Diposkan oleh wiliandalton di Jumat, Maret 06, 2009

Pendahuluan Menghadapi pesatnya persaingan pendidikan di era global ini, semua pihak perlu menyamakan pemikiran dan sikap untuk mengedepankan peningkatan mutu pendidikan. Pihak-pihak yang ikut meningkatkan mutu pendidikan adalah pemerintah, masyarakat, stakeholder, kalangan pendidik serta semua subsistem bidang pendidikan yang harus berpartisipasi mengejar ketertinggalan maupun meningkatkan prestasi yang telah diraih. Dari pihak yang disebutkan di atas, dalam pembahasan tulisan ini yang disoroti hanya masalah guru, sebab guru menjadi fokus utama dari kritik-kritik atas ketidakberesan sistem pendidikan. Namun tidak dapat dimungkiri bahwa, pada sisi lain guru juga menjadi sosok yang paling diharapkan dapat mereformasi tataran pendidikan. Guru menjadi mata rantai terpenting yang menghubungkan antara pengajaran dengan harapan akan masa depan pendidikan di sekolah yang lebih baik.

Permasalahan guru di Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan masalah mutu profesionalisme guru yang masih belum memadai dan jelas hal ini ikut menentukan mutu pendidikan nasional. Mutu pendidikan nasional kita yang rendah, menurut beberapa pakar pendidikan, salah satu faktor penyebabnya adalah rendahnya mutu guru itu sendiri di samping faktor-faktor yang lain. Maka, sebenarnya permasalahan guru di Indonesia harus diselesaikan secara komprehensif, yaitu menyangkut semua aspek yang terkait berupa kesejahteraan, kualifikasi, pembinaan, perlindungan profesi, dan administrasinya (Purwanto, 2004).

Rendahnya kualitas tenaga kependidikan, merupakan masalah pokok yang dihadapi pendidikan di Indonesia. Katakan saja sebagai contoh, motivasi menjadi tenaga pendidik/guru di kebanyakan sekolah selama ini dikarenakan dan hanya dilandasi oleh faktor pengabdian dan keikhlasan, sedangkan dari sisi kemampuan, kecakapan dan disiplin ilmu dikatakan masih rendah (Hujair, 2003: 226). Hal ini, menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan dan tentu mengalami kesulitan untuk memiliki keunggulan kompetitif. Maka, masalah pokok dalam pendidikan pada dasarnya adalah masalah yang terkait dengan faktor kualitas tenaga guru (Mimbar dan Sulthonie, 2001).

Tuntutan profesionalisme guru tentu harus terkait dan dibangun melalui penguasaan kompetensi-kompetensi yang secara nyata dalam menjalankan dan menyelesaikan tugas-tugas dan pekerjaannya sebagai guru. Kompetensi-kompetensi penting jabatan guru tersebut adalah : Kompotensi profesional, yaitu kompetensi pada bidang substansi atau bidang studi (kurikulum), kompetensi bidang pembelajaran (menguasai materi pelajaran), teknik dan metode pembelajaran, sistem penilaian, pendidikan nilai dan bimbingan. Kompetensi sosial, yaitu kompetensi pada bidang hubungan dan pelayanan, mampu menyelesaikan masalah, pengabdian pada masyarakat. Kompetensi personal, yaitu kompetensi nilai yang dibangun melalui perilaku yang dilakukan guru, komitmen pada tugas, berdisiplin tinggi, memiliki pribadi dan penampilan yang menarik, mengesankan serta guru yang gaul dan funky sehingga menjadi dambaan setiap orang, sosok guru yang menjadi tauladan bagi siswa dan panutan masyarakat.

Profesionalisme Guru Berbicara tentang profesional guru sangat komprehensif. Profesi guru harus dilihat dari kemampuan menguasai kurikulum, materi pembelajaran, teknik dan metode pembelajaran, kemampuan mengelola kelas, sikap komitmen pada tugas, harus dapat menjaga kode etik profesi, di sekolah ia harus menjadi "manusia model" yang akan ditiru siswanya, di masyarakat menjadi tauladan. ada lima ukuran seorang guru dinyatakan profesional, yaitu : Pertama, memiliki komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Kedua, secara mendalam menguasai bahan ajar dan cara mengajarkan. Ketiga, bertanggung jawab memantau kemampuan belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi. Keempat, mampu berpikir sistematis dalam melakukan tugas dan kelima, seyogianya menjadi bagian dari masyarakat belajar di lingkungan profesinya( Ruspendi, 2004).

Malcon Allerd (2001) mengatakan, bahwa selain kelima aspek itu, sifat dan kepribadian guru amat penting artinya bagi proses pembelajaran adalah adaptabilitas, entusiasme, kepercayaan diri, ketelitian, empati, dan kerjasama yang baik. Guru juga dituntut untuk mereformasi pendidikan, bagaimana memanfaatkan semaksimal mungkin sumber-sumber belajar di luar sekolah, perombakan struktural hubungan antara guru dan murid, seperti layaknya hubungan pertemanan, penggunaan teknologi modern dan penguasaan iptek, kerja sama dengan teman sejawat antar sekolah, serta kerja sama dengan komunitas lingkungannya (Ruspendi: 2004).

Pandangan ini, menunjukkan bahwa betapa tingginya profesionalisme guru, tetapi apabila dilihat dari kondisi guru yang ada mulai dari aspek kemampuan, kesejahteraan dan fasilitas yang memadai, terasa sulit bagi guru untuk survive mengikuti tuntutan ini. Dengan demikian, profesionalisme guru tidak hanya berpulang pada guru itu sendiri, tetapi diperlukan political will dari pemerintah, dukungan, penghargaan, perbaikan kesejahteraan dan peningkatan kualitas melalui in service training. Maka, untuk lebih jelas menurut hemat penulis, perlu mencermati perkembangan dan permasalahan profesi guru, kompetensi penting profesi guru, dan upaya meningkatkan profesionalisme guru.

1. Perkembangan dan Permasalahan Profesi Guru Profesi guru adalah termasuk profesi yang tertua di dunia. Pekerjaan mengajar telah ditekuni orang sejak lama dan perkembangan profesi guru sejalan dengan perkembangan masyarakat. Pada zaman prasejarah proses belajar mengajar berlangsung melalui pengamatan dan dilakukan oleh keluarga (Purwanto: 2005). Proses pembelajaran dilakukan one-to-one dari rumah kerumah dan di tempat-tempat ibadah. Katakan saja, sistem dan model pembelajaran lebih bercorak individual, artinya para murid belajar secara individual pada guru satu persatu. Tuntutan profesi guru juga mengukuti perkembangan dan model pembelajaran pada saat itu. Pada saat sekarang ini, sejalan dengan perkembangan sistem persekolahan, maka profesi guru juga telah dan terus mengalami perubahan mengikuti tuntutan perubahan tersebut

Profesi guru pernah menjadi profesi penting dalam perjalanan bangsa ini dalam menanamkan nasionalisme, menggalang persatuan dan berjuang melawan penjajahan. Profesi guru pada zaman dulu merupakan profesi yang paling bergensi dan menjadi dambaan bagi generasi muda pada saat itu. Tetapi, sayangnya pada beberapa dekade yang lalu dan masih berlanjut sampai kini profesi guru dianggap kurang bergengsi, kinerjanya dinilai belum optimal dan belum memenuhi harapan masyarakat. Persoalan guru semakin menjadi persoalan pokok dalam pembangunan pendidikan yang disebabkan oleh adanya tuntutan perkembangan masyarakat dan perubahan global. Hingga kini persoalan guru belum pemah terselesaikan secara tuntas (Purwanto:2005). Patut diakui, bahwa guru selalu diberikan beban dan tanggung jawab yang berat dalam usaha mendidik anak bangsa, tetapi perhatian pada profesi mereka, berupa peningkatan kualitas melalui pelatihan, inservice training profesi, reward dan penghargaan yang memadai belum optimal diberikan pada mereka. Para pengamat dan penilai pendidikan dengan kapasitas ilmunya dengan mudah memberikan kritik terhadap profesi guru yang dianggap kurang bergengsi, kinerjanya yang dinilai belum optimal dan belum memenuhi harapan masyarakat, tetapi solusi jalan keluar yang bersifat action belum optimal diberikan pada mereka berupa pelatihan pada bidang pengetahuan dan keterampilan baru secara periodik.

Pada era reformasi dan disentralisasi pendidikan saat ini, guru semestinya dapat lebih mendapatkan pemberdayaan baik dalam arti profesi maupun kesejahteraan. Mengapa? Karena saat ini pendidikan menjadi urusan pemerintah daerah, sehingga berbagai persoalan yang terkait dengan profesionalisme dan kesejahteraan guru tentu dapat langsung dipantau oleh pemerintah daerah (Suyanto:2004) . Tetapi usaha itu belum terlihat secara nyata dilakukan oleh pemerintah, sementara guru selalu dihadapkan pada tuntutan profesionalisme dan harus mengikuti perubahan yang terjadi begitu cepat di masyarakat. Katakan saja, guru sekarang berhadap dengan kondisi ekstrim yaitu akan terjadi percepatan ilmu pengetahuan melalui informasi internet dan media yang lain. Siswa atau mahasiswa, mungkin akan memiliki ilmu yang lebih tinggi daripada guru. Guru, tidak lagi dapat memaksa pandangan dan kehendaknya, karena mungkin para siswa atau mahasiswa telah memiliki pengetahuan yang lebih dari infromasi yang mereka peroleh. Sebab ilmu pengetahuan akan terbentuk secara kolektif dari banyak pemikiran dan pandangan yang tersosialisasi melalui media informasi internet dan media informasi lainnya (Hujair , 2004: 95). Misalnya saja, kalau dulu siswa hanya menerima materi dari sumber tunggal, yakni guru. Tetapi, kini siswa akan menerima materi dari banyak sumber. Guru, bukan lagi satu-satunya sumber belajar, karena siswa dapat belajar dari siapa saja dengan bahasa yang mereka kuasai ( Mastuhu,1999 : 34).

Guru sekarang, harus menguasai kemampuan akademik, pedagogik, sosial dan budaya, teknologi informasi, mampu berpikir kritis, mengikuti dan tanggap terhadap setiap perubahan serta mampu menyelesaikan masalah. Guru tidak hanya datang ke sekolah melulu untuk mengajar saja sebagai tugas rutinitas dan kemampuan untuk mengelola kelas saja juga tidak cukup lagi. Tetapi, guru diharapkan dapat menjadi pemimpin dan sebagai agen perubahan yang mampu mempersiapkan anak didik agar siap menghadapi tantangan perubahan global dan era informasi di luar sekolah (Naniek Satijadi: 2004).

Dapat dikatakan bahwa persoalan guru di Indonesia sangat terkait dan terletak pada masalah-masalah kualifikasi yang rendah, kemampuan profesional, pembinaan yang terpusat, perlindungan profesi yang belum memadai dan perseberannya yang tidak merata sehingga menyebabkan kekurangan guru di beberapa lokasi. Segala persoalan guru tersebut timbul oleh karena adanya berbagai sebab dan masing-masing saling mempengaruhi (Purwanto:2005). Dengan demikian, permasalahan guru, baik secara langsung maupun tidak langsung sangat terkait dengan mutu profesionalisme guru yang dianggap belum optimal. Oleh karena itu, permasalah guru harus diselesaikan secara komprehensif yang menyangkut dengan semua aspek yang terkait yaitu aspek kualifikasi, kualitas, pembinaan, training profesi, perlindungan profesi, manajemen, kesejahteraan guru dan fasilitas.

2. Kompetensi Profesi Guru Profesionalisme guru dibangun melalui penguasaan kompetensi-kompetensi yang secara nyata diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaannya sebagai guru. Kompetensi-kompetensi penting jabatan guru tersebut adalah kompetensi bidang substansi atau bidang studi, kompetensi bidang pembelajaran, kompetensi bidang pendidikan nilai dan bimbingan serta kompetensi bidang hubungan dan pelayanan/pengabdian masyarakat. Pengembangan profesionalisme guru meliputi peningkatan kompetensi, peningkatan kinerja (performance) dan kesejahteraannya. Guru sebagai profesional dituntut untuk senatiasa meningkatkan kemampuan, wawasan dan kreativitasnya masing-masing yang saling mempengaruhi. Depdiknas, 2001, merumuskan beberapa kompetensi atau kemampuan yang sesuai seperti kompetensi kepribadian, bidang studi, dan pendidikan dan pengajaran (Suparno, 2004:47).

Masyarakat dan orang tua murid telah mempercayakan sebagian tugasnya kepada guru. Tugas guru yang diemban cukup mulia dan berat, karena dari limpahan tugas masyarakat dan orang murid tersebut, antara lain adalah kemampuan guru mentransfer pengetahuan dan kebudayaan dalam arti luas, keterampilan menjalani kehidupan (life skills), nilai-nilai (value) dan beliefs. Dari life skills ini, guru diharapkan dapat menciptakan suatu kondisi proses pembelajaran yang didasarkan pada learning competency, sehingga outputnya jelas. Dari sini, guru dengan kemampuannya diharapkan dapat mengembangkan dan membangun tiga pilar keterampilan, yaitu : (1) Learning skills, yaitu keterampilan mengembangkan dan mengola pengetahuan dan pengalaman serta kemampuan dalam menjalani belajar sepanjang hayat. (2) Thinking skills, yaitu keterampilan berpikir kritis, kreatif dan inovatif untuk menghasilkan keputusan dan pemecahan masalah secara optimal. (3) Living skills, yaitu keterampilan hidup yang mencakup kematangan emosi dan sosial yang bermuara pada daya juang, tanggungjawab dan kepekaan sosil yang tinggi (Sudjarwadi dalam Hujair, 2003: 199). Selain itu, guru sebagai pendidik bukan hanya mampu mentransfer pengetahuan, keterampilan dan sikap saja, tetapi guru juga dilimpahkan tugas padanya untuk mempersiapkan generasi yang lebih baik di masa depan. Apabila dicermati, sungguh berat tugas guru, tetapi penghargaan pada profesi guru kurang optimal dan selalu dinilai kinerjanya rendah. Apapun itu semua, mau tidak mau, guru harus memiliki kompetensi yang optimal dalam usaha membimbing siswa agar dapat siap menghadapi kenyataan hidup (the real life) dan bahkan mampu memberikan contoh tauladan bagi siswa, memiliki pribadi dan penampilan yang menarik, mengesankan dan menjadi dambaan setiap orang.

Guru akan berhadapan dengan persoalan yang serius yaitu sekolah akan berubah dari format kelas menjadi selolah bersama dalam satu kota, sekolah bersama dalam satu negara, bahkan bersama di dunia atau sekolah global. Maka, dapat dikatakan dengan kemajuan teknologi informasi, sekolah bersama yang diikuti oleh siswa dalam jumlah besar tersebut dapat terlaksana. Indikator ini, terbukti dengan kemajuan teknologi informasi dewasa ini sudah mampu meraih semua titik yang terpencil sekalipun dan masyarakat mulai belajar serta mendapatkan informasi dan ilmu dari berbagai sumber seperti radio, televisi, komputer internet, media masa dan media yang lain. Sekolah sebagai institusi pendidikan mungkin akan tergeser perannya dan sudah tidak menjadi sumber informasi satu-satunya, bahkan bukan lagi menjadi pencetus sumber informasi yang mutakhir. Kata kuncinya adalah harus berubah, karena apabila tanpa adanya kesadaran untuk malakukan perubahan, perkembangan kemajuan dunia akan menjadi ancaman untuk menjadikan sekolah sebagai lembaga usang ( Surakhmad, 2002).

Kondisi pembelajar yang disebutkan di atas akan berpengaruh pada rutinitas kehadiran guru secara fisik di kelas. Artinya, kehadiran guru secara fisik dalam ruangan yang di sebut kelas, mungkin tidak lagi menjadi keharusan dan yang menjadi keharusan adalah adanya perhatian dan aktivitas secara mandiri terhadap sesuatu persoalan yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi interaktif. Sejalan dengan perubahan format belajar klasikal ke belajar bersama secara global tapi mandiri tersebut, dapat dipastikan bahwa peran guru juga akan berubah.

Dari paparan di atas, pertanyaan kompetensi profesi yang harus dimiliki seorang guru. Kompetensi penting profesi guru adalah: Pertama, kompetensi pada bidang studi dan pendidikan/pengajaran, yaitu mengharuskan guru untuk menguasai kurikulum, menguasai materi pelajaran, menguasai teknik dan metode mengajar. Kemampuan pada bidang studi, yaitu menuntut pemahaman pada karakteristik dan isi bahan ajar, menguasai konsepnya, mengenal betul metologi ilmu tersebut, memahami konteks ilmu tersebut dengan masyarakat, lingkungan dan dengan ilmu lain. Jadi, guru tidak cukup hanya mendalami ilmunya sendiri tetapi bagaimana dampak dan relasi ilmu tersebut dalam kehidupan masyarakat dan dengan ilmu yang lain (Suparno, 2004: 51). Dengan demikian, guru diharapkan memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas. Sedangkan kemampuan guru dalam bidang pembelajaran/pendidikan, yaitu guru harus memiliki pemahaman akan sifat, ciri anak didik dan perkembangannya, mengerti beberapa konsep pendidikan yang berguna untuk membantu siswa, menguasai beberapa metode mengajar yang sesuai dengan materi pelajaran dan perkembangan siswa, menguasai sistem evaluasi yang tepat dan baik (Suparno, 2004: 52). Kedua, kompetensi sosial, yaitu kompetensi pada bidang hubungan dan pelayanan, dapat berkomunikasi dengan orang lain, mampu menyelesaikan masalah, pengabdian pada masyarakat. Ketiga, kompetensi persolan atau kepribadian mencakup aktualisasi diri, kepribadian yang utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa, beriman, bermoral, peka, objektif, luwes, berwawasan luas, berpikir kreatif, kritis, refletif, mau belajar sepanjang hayat. (Depdiknas, 2001, dalam Suparno, 2004: 47), mengikuti perubahan, komitmen pada tugas, berdisiplin tinggi, memiliki pribadi dan penampilan yang menarik, sosok guru yang menjadi tauladan bagi siswa dan panutan masyarakat.

Tuntutan ke dapan, guru harus diuji kompetensinya secara berkela untuk untuk menjamin agar kinerjanya tetap memenuhi syarat profesional yang terus berkembanga. Maka, dapat dipastikan bahwa profil kelayakan guru akan ditekankan kepada aspek-aspek kemampuan membelajarkan siswa, yang dimulai dari kemampuan menganalisis, merencanakan atau merancang, mengembangkan, dan menilai pembelajaran yang berbasis pada penerapan teknologi pendidikan. Maka, kemampuan-kemampuan yang selama ini harus dikuasai guru juga akan lebih dituntut aktualisasinya. Misalnya saja, kemampuannya dalam merencanakan pembelajaran dan merumuskan tujuan, mengelola kegiatan individu, menggunakan multi metoda, dan memanfaatkan media, berkomunikasi interaktif dengan baik, memotivasi dan memberikan respons, melibatkan siswa dalam aktivitas, mengadakan penyesuaian dengan kondisi siswa, melaksanakan dan mengelola pembelajaran, menguasai materi pelajaran, memperbaiki dan mengevaluasi pembelajaran, memberikan bimbingan, berinteraksi dengan sejawat dan bertanggungjawab kepada konstituen serta, mampu melaksanakan penelitian (Purwanto, 2004).

Dengan demikian, langkah-langkah dalam upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru: Pertama, guru harus menguasai kemampuan-kemampuan dan keterampilan dasar pembelajaran secara baik. Kedua, guru berusaha meningkatkan kualitasnya dengan mengikuti pelatihan dalam bidang keterampilan baru yang diperluakn guru sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketiga, harus mau membuat penilaian atas kinerjanya sendiri atau mau melakukan otokritik terhadap kinerjanya sendiri. Keempat, kritik yang membangun, pendapat dan berbagai harapan masyarakat harus menjadi perhatian sebagai upaya perbaikan kinerja guru. Kelima, guru harus berusaha memperbaiki profesionalismenya sendiri dan masyaraakat hanya membantu mempertajam dan menjadi pendorong untuk meningkatkan profesi guru.

3. Upaya Guru dalam Meningkatkan Profesionalisme Dengan adanya tuntutan untuk peningkatan kualitas profesionalisme guru, maka guru harus selalu berusaha melakukan hal-hal sebagai berikut : Pertama, memahami tuntutan standar profesi yang ada, yaitu guru berupaya memahami tuntutan standar profesi yang ada dan ditempatkan sebagai prioritas utama jika guru ingin meningkatkan profesionalismenya. Hal ini didasarkan kepada beberapa alasan, yaitu (1) persaingan global sekarang memungkinkan adanya mobilitas guru secara lintas negara, (2) sebagai profesional seorang guru harus mengikuti tuntutan perkembangan profesi secara global, dan tuntutan masyarakat yang menghendaki pelayanan vang lebih baik, (3) untuk memenuhi standar profesi ini, guru harus belaiar secara terus menerus sepanjang hayat, (4) guru harus membuka diri, mau mendengar dan melihat perkembangan baru di bidangnya. Kedua mencapai kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan, artinya upaya untuk mencapai kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan bagi guru. Maka, dengan dipenuhinya kualifikasi dan kompetensi yang memadai, guru memiliki posisi tawar yang kuat dan memenuhi syarat yang dibutuhkan. Ketiga, membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas termasuk lewat organisasi profesi. Upaya membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas dapat dilakukan guru dengan membina jaringan kerja atau networking. Guru harus berusaha mengetahui apa yang telah dilakukan oleh sejawatnya yang sukses. Sehingga bisa belajar untuk mencapai sukses yang sama atau bahkan bisa lebih baik lagi. Melalui networking inilah guru memperoleh akses terhadap inovasi-inovasi di bidang profesinya dan akses sosial yang lainnya. Keempat, mengembangkan etos kerja atau budaya kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu tinggi kepada pengguna pendidikan, merupakan suatu keharusan di era reformasi pendidikan sekarang ini. Artinya, semua sektor dan bidang dituntut memberikan pelayanan prima kepada kastemer atau pengguna. Maka, Guru pun harus memberikan pelayanan prima kepada pengguna yaitu siswa, orangtua dan sekolah sebagai stakeholder. Terlebih lagi pelayanan pendidikan adalah termasuk pelayanan publik vang didanai, diadakan, dikontrol oleh dan untuk kepentingan publik. Dengan demikian, guru harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada publik. Kelima, mengadopsi inovasi atau mengembangkan kreativitas dalam pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi mutakhir.

Persoalan Sertifikasi guru Masalah mutu profesionalisme guru yang masih belum memadai yang dikemuakakan di atas, diperlukan upaya peningkatan terhadap profesionalisme guru tersebut. Diperlukan upaya penilaian terhadap kinerja guru secara berkala untuk menjamin agar kinerja guru tetap memenuhi syarat profesionalisme. Tampaknya, Menteri Pendidikan Nasional, akan mencanangkan guru yang profesional. Tetapi, wacana yang mencuat ini terkait dengan rencana kebijakan tersebut adalah sertifikasi dan uji kompetensi guru, sebagai suatu wujud langkah untuk meningkatkan kualitas guru. Untuk mewujudkan gagasan tersebut, tanpaknya pemerintah memandang perlu pembentukan sebuah badan independen profesi guru yang akan menilai profesionalisme guru. Badan tersebut, nantinya akan mengeluarkan sertifikat bagi para guru yang dinilai memiliki kompetensi atau memenuhi persyaratan sebagai profesi guru.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, mengatakan bahwa badan independen tersebut nantinya berada di luar LPTK dan anggotanya juga tidak harus berprofesi sebagai guru, tetapi siapa saja yang memiliki keperdulian dan integritas untuk itu dapat menilai dan menjaga kewibawaan profesi guru. Badan tersebut mewakili stakeholder atau kepentingan publik, mulai dari pengguna, penyedia, pengatur, dan pengawas tenaga kependidikan. Lebih lanjut menurutnya, bahwa program dan penetapan kelulusan pendidikan profesi, juga ditentukan oleh badan profesi tersebut dan akan disusun persyaratan sehingga tidak semua LPTK dapat menyelenggarakan pendidikan profesi tersebut. Kebiajakan ini, tentu akan berdampak serius pada lembaga-lembaga pendidikan yang memproduk tenaga keguruan, karena lembaga-lembaga pendidikan yang berkualifikasi sajalah yang dapat dibenarkan untuk mendidik para calon guru.

Rencana pemerintah untuk melakukan sertifikasi guru perlu dihargai sebagai wujud perhatian terhadap nasib guru yang terpinggirkan dan selalu mendapatkan julukan pahlawan tanpa jasa. Namun pemerintah tidak perlu membentuk badan baru untuk melakukan sertifikasi, artinya daripada membentuk badan baru, akan lebih baik jika Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan [LPTK] atau universitas keguruan eks IKIP diberdayakan untuk melakukan sertifikasi guru. Lembaga-lembaga kependidikan yang menyelenggarakan program Akta IV sebagai upaya untuk sertifikasi guru perlu ditingkatkan kualitas, sehingga memiliki kualifikasi untuk dapat mendidik para calon guru.

KesimpulanPermasalah guru harus diselesaikan secara komprehensif yang menyangkut dengan semua aspek yang terkait, yaitu aspek kualifikasi, kualitas, pembinaan, training profesi, perlindungan profesi, manajemen, kesejahteraan guru, dan tersedianya fasilitas yang memadai.

Rencana pemerintah untuk melakukan sertifikasi guru perlu dihargai sebagai wujud perhatian terhadap nasib guru yang terpinggirkan. Tetapi, pemerintah harus mengikutsertakan guru-guru atau tenaga kependidikan sebagai variabel penting dalam badan independen sertifikasi guru tersebut dan badan tersebut tetap berada dalam Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan [LPTK] atau pemerintah tidak perlu membentuk badan baru untuk melakukan sertifikasi tetapi akan lebih baik jika Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan [LPTK] atau universitas keguruan eks IKIP diberdayakan untuk melakukan sertifikasi guru. Lembaga-lembaga kependidikan yang menyelenggarakan program Akta IV sebagai upaya untuk sertifikasi guru, perlu ditingkatkan kualitasnya baik dari sisi profesional penyelenggaraan, kurikulum, metode pembelajaran, sistem peneilaian dan manajemennya, sehingga memiliki kualifikasi untuk dapat mendidik para calon guru yang profesional