antropologi bebas
-
Upload
rocky-dousje-umboh -
Category
Documents
-
view
97 -
download
8
description
Transcript of antropologi bebas
KODIKLAT TNI ANGKATAN DARATPUSAT PENDIDIKAN KESEHATAN
ANTROPOLOGI
BAB IPENDAHULUAN
1. Umum.
a. Pendidikan dilingkungan TNI AD memiliki peran dalam menyiapkan sumber
daya manusia agar memiliki kriteria sebagai Prajurit Angkatan Darat yang
profesional. Untuk dapat membentuk Prajurit Profesional maka diperlukan adanya
pengetahuan tentang masyarakat dan budaya Indonesia yang dapat
mempengaruhi secara langsung terhadap pola pikir personel dan dibutuhkan
untuk melaksanakan tugas pokoknya yaitu menegakkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia serta membina potensi matra darat untuk kekuatan pertahanan
negara.
b. Pengetahuan tentang Antropologi perlu dimiliki oleh segenap personel TNI-
AD, terutama Perwira agar mampu bertugas dan melaksanakan salah satu tugas
TNI –AD yaitu membina potensi matra darat, dimana ruang lingkupnya adalah
manusia atau masyarakat yang menempati suatu wilayah di darat.
c. Mencermati maksud tersebut di atas, untuk memenuhi tuntutan tujuan
pendidikan di lingkungan TNI AD, khususnya Pendidikan Dasar Kecabangan
Kesehatan maka disusun bahan ajaran ( Hanjar ) tentang Antropologi yang
digunakan sebagai pedoman dalam proses belajar mengajar guna mendukung
tercapainya tujuan pendidikan secara berdaya dan berhasil guna.
2. Maksud dan Tujuan.
a. Maksud. Naskah Departemen ini disusun dengan maksud untuk
dijadikan pedoman oleh tenaga pengajar dan siswa Diksarcab Kes dalam Proses
Belajar Mengajar tentang Antropologi.
RAHASIA
RAHASIA
2
b. Tujuan. Tujuan dari penyusunan bahan ajaran ini untuk memberikan
bekal pengetahuan bagi para siswa Diksarcab Kes agar lebih mengerti tentang
Antropologi.
3. Ruang lingkup dan Tata Urut. Naskah ini meliputi penjelasan tentang
Antropologi dengan tata urut sebagai berikut:
a. Pendahuluan.
b. Antropologi sebagai ilmu.
c. Hubungan Antropologi dengan ilmu lain.
d. Sistem Kekerabatan.
e. Faktor Sosial Budaya Yang Mempengaruhi masyarakat.
f. Evaluasi
g. Penutup
4. Referensi.
a. Haviland A,William, Anthropology 4th Edition, New York, CBS College
Publishing, 1985.
b. Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, Jakarta, Penerbit Rineka
Cipta,Jakarta, 2005
5. Pengertian. Istilah Antropologi berasal dari bahasa Yunani, dari kata antropos
yang berarti manusia dan logos yang berarti ilmu atau studi. Secara harafiah Antropologi
berarti ilmu atau studi tentang manusia. Antropologi mempelajari manusia sebagai
mahkluk biologis, dan sebagai makhluk sosial. Ada beberapa pendapat para ahli tentang
pengertian Antropologi antara lain:
a. Keesing (1981) , Antropologi adalah kajian tentang manusia
b. Haviland (1985), Antropologi adalah studi tentang manusia dan
perilakunya, melaluinya diperoleh pengertian lengkap tentang keanekaragaman
manusia
3
c. Kamus Antropologi dan Ariyono Suyono (1985), Antropologi adalah suatu
ilmu yang berusaha mencapai pengertian tentang makhluk manusia dengan
mempelajari aneka warna, bentuk fisik, kepribadian, masyarakat serta
kebudayaannya
d. Koentjaraningrat (1990), Ilmu antropologi memperhatikan lima masalah
mengenai makhluk hidup yaitu :
1) Masalah Perkembangan manusia sebagai makhluk biologis
2) Masalah sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia,
dipandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya.
3) Masalah sejarah asal, perkembangan, serta penyebaran berbagai
macam bahasa di seluruh dunia.
4) Masalah persebaran dan terjadinya aneka warna kebudayaan
manusia di seluruh dunia.
5) Masalah dasar-dasar dan aneka warna kebudayaan manusia dalam
kehidupan masyarakat-masyarakat dan suku bangsa yang tersebar di
seluruh bumi pada zaman sekarang ini.
Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, subjek dari
antropologi adalah manusia. Ilmu pengetahuan antropologi memiliki tujuan untuk
mempelajari manusia dalam bermasyarakat, bersuku bangsa, berperilaku dan
berkebudayaan untuk membangun masyarakat itu sendiri.
BAB II
ANTROPOLOGI SEBAGAI ILMU
6. Umum. Selama manusia hidup di dunia, mereka bertanya-tanya siapa
mereka sebenarnya, dari mana asalnya, dan mengapa mereka berperilaku seperti itu.
Akan tetapi, disebagian besar perjalanan sejarahnya, manusia tidak mampu
mengumpulkan kelompok data yang luas dan dapat dipercaya mengenai perilaku dan
latar belakang mereka sendiri. Oleh karena itu mereka berpegang pada sekumpulan mitos
dan cerita untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dalam 200 (dua ratus) tahun terakhir,
Antropologi telah menjadi pendekatan yang lebih ilmiah untuk menjawab pertanyaan yang
telah dikemukakan orang tentang dirinya sendiri. Secara sederhana Antropologi telah
menjadi ilmu untuk mempelajari atau studi tentang umat manusia. Dengan menggunakan
pendekatan ilmiah, antropologi berusaha menyusun sejumlah generalisasi yang
4
bermakna tentang makhluk manusia dan perilakunya, dan untuk mendapatkan pengertian
yang tidak berprasangka terhadap keanekaragaman manusia.
7. Metode Ilmiah Antropologi. Metode ilmiah dari suatu cabang ilmu pengetahuan
adalah semua cara yang dapat digunakan dalam ilmu tersebut untuk mencapai suatu
kesatuan pengetahuan. Tanpa metode ilmiah, suatu pengetahuan bukanlah ilmu,
melainkan hanya suatu himpunan pengetahuan saja mengenai berbagai gejala alam atau
masyarakat, tanpa adanya kesadaran mengenai hubungan antara gejala-gejala yang ada.
Kesatuan pengetahuan itu dapat dicapai para ahli dalam ilmu yang bersangkutan melalui
3 (tiga) tingkat yaitu :
a. Pengumpulan Data/Fakta. Dalam ilmu Antropologi kegiatan ditingkat ini
adalah pengumpulan data mengenai kejadian dan gejala masyarakat serta
kebudayaan untuk diolah secara ilmiah. Dalam kenyataan, aktifitas pengumpulan
fakta disini terdiri dari berbagai metode, yaitu observasi, mencatat, mengolah, dan
mendeskripsikan fakta-fakta yang terjadi dalam suatu masyarakat. Pada
umumnya metode-metode pengumplan fakta dalam ilmu pengetahuan dapat
dibagi dalam 3 (tiga) golongan yang masing-masing mempunyai perbedaan
yaitu:
1) Penelitian di lapangan. Dalam penelitian lapangan seorang
peneliti harus menunggu saat terjadinya gejala yang menjadi obyek
pengamatannya. Seorang peneliti harus secara langsung melibatkan diri
dengan obyeknya
2) Penelitian di laboratorium. Dalam penelitian laboratorium gejala itu
dapat dibuat atau disengaja oleh peneliti.
3) Penelitian di perpustakaan. , Dalam penelitian perpustakaan gejala
itu harus dicari dari bahan yang ada beratus ribu buku yang beraneka
ragam. Dalam penelitian di perpustakaan dan laboratorium peneliti tetap
berada diluar, tidak melibatkan dirinya secara langsung dengan obyek yang
di telitinya.
Untuk Antropologi Budaya penelitian di lapangan merupakan cara yang
terpenting untuk mengumpulkan fakta-fakta, yang juga perlu ditunjang dengan
penelitian perpustakaan. Metode-metode penelitian di laboratorium untuk ilmu-ilmu
alam dan teknologi, merupakan metode pengumpulan fakta yang umum, hampir
5
tidak berarti dalam Antropologi Budaya, tetapi merupakan metode yang penting
bagi Antropologi Biologi/Fisik.
Dalam penelitian di lapangan seorang peneliti secara langsung berhadapan
dengan masyarakat yang ditelitinya untuk mendapatkan keterangan mengenai
suatu gejala kehidupan dalam masyarakat yang bersangkutan. Selain dengan cara
mengamati obyeknya, sebagian besar bahan keterangan diperlolehnya dari
masyarakat yang menjadi informannya. Para peneliti Antropologi Budaya umumnya
sangat tertarik pada tindakan dan tingkah laku manusia, berhubungan dengan
kelompok-kelompok kecil yang biasanya tidak melebihi 3000 (tiga ribu) orang, yang
dipilihnya agar mereka sedapat mungkin diteliti secara khusus dan mendalam
mengenai segala aspeknya. Peneliti menggunakan metode-metode pengumpulan
fakta yang bersifat kualitatif, terutama metode-metode wawancara dan catatan-
catatan hasil wawancara. Catatan-catatan hasil wawancara yang terkumpul
kemudian harus disusun sedemikian rupa sehingga orang lain dapat menggunakan
dan mengolahnya menjadi teori-teori tentang suatu kebudayaan, atau untuk
menambah pengetahuan peneliti lain yang juga bermaksud mengunjungi daerah
yang bersangkutan. Contoh seorang peneliti mengamati dan mencatat semua
keterangan dalam masyarakat X yang ditelitinya, melihat orang sedang memarahi
saudaranya yang lebih muda, dimana orang yang lebih muda hanya
mendengarkan dan tidak berani membantah. Dari seorang informan, si peneliti
mengetahui bahwa orang dalam masyarakat tersebut harus patuh dan menghargai
orang yang lebih tua, dan apabila sedang berjalan atau berpapasan dengan
seseorang yang lebih tua maka yang lebih muda harus terlebih dahulu memberi
hormat. Dari peristiwa yang diamatinya, dan dari keterangan-keterangan yang
diperolehnya, akan dicatat dan dihimpun, kemudian peneliti membuat suatu
pernyataan deskriptif sebagai berikut ; ” Dalam masyarakat X, orang lebih tua
berkedudukan lebih tinggi daripada saudaranya yang lebih muda”.
Semua metode yang digunakan yaitu sejak melakukan pengumpulan bahan
tentang suatu masyarakat yang hidup, sampai metode untuk mengolah bahan yang
akhirnya menjadi karangan yang dapat dibaca orang lain, merupakan bidang
deskriptif dari Antropologi yang disebut Etnografi. Istilah yang berarti “deskripsi
tentang Ethnos (suku bangsa), selain mengandung arti seluruh metode Antropologi
deskriptif, juga berarti bahan tentang kehidupan masyarakat dan kebudayaan suatu
pelukisan tentang kehidupan suatu masyarakat dan kebudayaan di suatu daerah.
Buku pedoman yang dipakai sebagai pegangan oleh seorang peneliti etnografi
6
adalah “ A Handbook Of Methods In Cultural Anthropology (1970) karya R. Naroll
dan R. Cohen.
b. Penentuan Ciri-Ciri Umum dan Sistem. Penentuan ciri-ciri umum serta
sistem merupakan suatu tahap dalam cara berpikir ilmiah, yang bertujuan untuk
menentukan ciri-ciri umum dan sistem yang digunakan dalam menganalisa fakta-
fakta yang telah terkumpul dalam suatu penelitian. Pada tahap ini digunakan
metode-metode untuk mencari ciri-ciri yang sama dan umum diantara beragam
fakta yang terdapat dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan umat manusia.
Proses berpikir pada tahap ini berlangsung secara induktif, yaitu dari pengetahuan
tentang peristiwa-peristiwa dan fakta-fakta yang nyata, kepada konsep-konsep
mengenai ciri-ciri umum yang lebih abstrak. Dalam Antropologi, yang menggunakan
bahan berupa fakta-fakta dari sebanyak mungkin masyarakat dan kebudayaan yang
sangat berbeda-beda, harus menggunakan metode komparatif/perbandingan untuk
mendapatkan suatu ciri umum yang biasanya dimulai dari metode klasifikasi. Dalam
menghadapi suatu obyek yang beraneka ragam, terlebih dahulu harus berusaha
menguasai keaneka ragaman itu, lalu ia harus menciutkannya sedemikian rupa
sehingga hanya ada beberapa perbedaan pokok saja. Dalam ilmu-ilmu alam, ciri-ciri
umum dan sistem fakta-fakta alam, akan ditentukan dengan cara mencari
perumusan yang menyatakan berbagai hubungan yang mantap antara fakta-fakta
tersebut. Hubungan itu biasanya adalah hubungan kovariabel (apabila suatu fakta
berubah dengan cara tertentu, maka fakta-fakta lain yang berhubungan dengan
fakta tersebut juga akan berubah) atau hubungan sebab-akibat (apabila suatu fakta
dapat meyebabkan terjadinya, berubahnya, atau hilangnya fakta lain). Perumusan
yang menyatakan hubungan-hubungan yang mantap antara berbagai fakta alam
disebut kaidah alam. Mengenai kemungkinan adanya kaidah-kaidah tentang tingkah
laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat masih ada pendapat atau anggapan
yang bertentangan, ada yang mengatakan bahwa fakta-fakta tingkah laku manusia
tidak mungkin dirumuskan dalam kaidah-kaidah yang mantap, tetapi ada pula yang
mengatakan bahwa sampai suatu batas tertentu hal itu mungkin terjadi.
merumuskan kaidah-kaidah tentang hubungan antara fakta dan kekuatan yang
mendorong kehidupan suatu masyarakat dan kebudayaan. Antropologi hanya dapat
mencapai suatu pengertian tentang kehidupan masyarakat dan kebudayaan.
7
c. Verifikasi. Metode-metode yang digunakan untuk melakukan verifikasi
dilakukan dalam kenyataan alam atau dalam masyarakat yang hidup, terhadap
kaidah-kaidah yang telah dirumuskan atau kaidah-kaidah yang dimaksudkan untuk
memperkuat pengertian yang telah ada. Proses berpikir dalam melakukan pengujian
dilakukan secara deduktif, yaitu perumusan umum ke fakta-fakta yang ada.
Pengetahuan dalam Antropologi yang lebih banyak berdasarkan pengertian
daripada kaidah, menggunakan metode-metode verifikasi yang bersifat kualitatif,
yang dimaksudkan untuk memperkuat pengertian dengan cara menerapkannya
secara rinci pada kenyataan yang ada di masyarakat. Pada metode-metode
kuantitatif, verifikasi dilakukan dengan cara mengumpulkan sebanyak mungkin fakta
dari kejadian-kejadian dan gejala-gejala sosial budaya yang sama atau
menunjukkan persamaan yang mendasar, yang disebut metode statistik. Metode
statistik merupakan metode yang sangat penting bagi Antropologi, meskipun pada
era terdahulu memang jarang digunakan.
8. Tenaga Ahli, Lembaga, Majalah dan Prasarana Antropologi. Kehidupan ilmiah
suatu cabang ilmu pengetahuan dapat dikatakan”hidup” apabila para ahli ilmu
pengetahuan tersebut melakukan kegiatan-kegiatan penelitian untuk memecahkan
berbagai macam masalah dibidang tersebut. Karena suatu penelitian memerlukan
pendanaan yang besar, maka untuk menyokong kegiatan-kegiatan penelitian diperlukan
kehadiran lembaga atau badan-badan yang dapat menopang kegiatan tersebut. Tugas
lembaga ilmiah yang utama pada umumnya adalah menyelenggarakan pertemuan-
pertemuan atau kongres-kongres ilmiah dan menerbitkan majalah ilmiah. Dalam suatu
pertemuan konggres para peneliti berkesempatan bertukar pikiran. Selain metode ilmiah,
suatu cabang ilmu pengetahuan dilengkapi dengan :
a. Tenaga Ahli. Para ahli Antropologi bermunculan sesuai perkembangan zaman
atau situasi kehidupan masyarakat.
1) Fase Pertama. Pada mulanya Antropologi belum memiliki tokoh-tokoh
ahli, pengetahuan mengenai masyarakat merupakan kisah pengalaman
atau perjalanan para musafir, pelaut, para penyiar agama nasrani atau
pegawai pemerintah penjajah, ketika mereka berkunjung ke daerah-daerah
tersebut.Seorang pengarang etnografi golongan musafir adalah A, Bastian
seorang dokter kapal yang menuliskan etnografi masyarakat di Afrika
8
Barat, India, Cina, Australia, Kepulauan Oseania, Meksiko dan Amerika
Lattin. Bastian juga menulis etnografi mengenai kebudayaan berbagai
suku bangsa di Indonesia dalam 3(tiga) Jilid.
Pengarang etnografi kuno golongan penyiar agama Nasrani
sangat banyak jumlahnya antara lain Pendeta Katolik Perancis, J.F.Lafitau.
Ia menulis buku etnografi klasik (1724 M) tentang kebudayaan suku-
suku bangsa Indian penduduk daerah sungai St. Lawrence di Amerika
Utara dan Kanada Timur. Pengarang etnografi dari kalangan pejabat
pemerintah penjajah banyak jumlah ,diantaranya adalah Thomas S.
Rafless yang pernah menjabat Letnan Jenderal Gubernur di Indonesia
antara tahun 1811 sampai dengan1815. Rafless menulis 2(dua) jilid buku
etnografi tentang kebudayaan Jawa yang terbit dalam tahun 1817 M.
2) Fase Kedua. Para ahli Antropologi pada fase ini sangat dipengaruhi
oleh teori evolusi dari Darwin. L.H. Morgan adalah salah satu ahli
Antropologi yang tertarik pada adat-istiadat dan kebudayaan suku bangsa
Indian. Ia kemudian menulis sebuah etnografi dan sebuah karangan
teoritis mengenai evolusi dalam masyarakat manusia berdasarkan data
yang dikumpulkannya dengan susunan masyarakat dari berpuluh-puluh
suku bangsa lain di dunia, dalam buku berjudul Ancient Society (1877).
Teori mengenai tingkat-tingkat evolusi masyarakat manusia kemudian
sangat mempengaruhi teori Karl Marx mengenai evolusi masyarakat dan
tingkat-tingkat perkembangan ekonomi dan sistem kelas sosial.
3) Fase Ketiga. Para ahli Antropologi pada fase ini, terutama berasal dari
negara-negara yang memliki daerah jajahan. Para Ahli meneliti tentang
suku bangsa dan kebudayaan di luar negara-negara Eropa, guna
kepentingan negara penjajah. B. Malinowski, telah menulis sejumlah buku
antropologi tentang penduduk kepulauan Trobriand, dan M.Fortes banyak
menulis kebudayaan suku-suku bangsa Afrika Barat, khususnya Ghana
Utara.
4) Fase Keempat. Para Ahli Antropologi pada fase ini diawali kehadiran
F.Boas (1858-1942 M) dari Amerika Serikat. Boas dianggap sebagai ahli
Antropologi yang baru/berbeda dengan ahli sebelumnya yakni mempelajari
9
manusia dari beragam bentuk fisiknya, masyarakatnya, serta
kebudayaannya. Tokoh lain adalah AL.Koeber. Para ahli yang
menggunakan pendekatan psikologi (etnopsikologi) adalah Ruth Benedict,
Margaret Mead, dan R .Linton. Penelitian antropologi dalam menganalisa
proses-proses ekonomi pada masyarakat Polynesia dan Malaysia adalah
Antropolog Inggris, R.Firth. Dari fase ini berkembang Antropologi terapan
yang mempunyai tokoh-tokohnya sendiri-sendiri.
b. Lembaga-lembaga dan Majalah Antropologi. Salah satu majalah
Antropologi yang terpenting dan diperlukan oleh setiap ahli Antropologi adalah
Current Anthropology yang diterbitkan oleh University of Chicago Press, yang
memuat berita mengenai perkembangan Antropologi hampir seluruh universitas
atau pusat ilmiah terpeting di seluruh dunia. Dalam edisi tahun 1970 jilid II/3,
mencantumkan nama dan alamat dari beribu-ribu ahli antropologi dari seluruh
dunia, lengkap dengan sub-ilmu dan keahlian khusus mereka, sehingga kita dapat
berhubungan dengan para ahli itu secara langsung. Dalam edisi tahun 1965 jilid
6/5, tercantum daftar dari kurang lebih 600 lembaga, museum, organisasi atau
perkumpulan antropologi yang tersebar di 30 negara, termasuk Indonesia. Dalam
terbitan XIII tahun 1972, majalah itu memuat daftar kurang lebih 200 majalah
antropologi yang terbit di 30 negara termasuk Indonesia. Di Indonesia ada
Asosiasi Antropologi Indonesia(AAI), majalah “Berita Antropologi” terbitan jurusan
Antropologi Fisip Universitas Indonesia. Pendidikan sarjana antropologi di
Indonesia terdapat di berbagai universitas, seperti Uniersitas Sumatera Utara,
Universitas Andalas, Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas
Gadjah Mada, Universitas Airlangga, Universitas Udayana, Universitas
Hasanudin, Universitas Sam Ratulangi dan Universitas Cenderawasih Papua.
c. Prasarana Antropologi. Prasarana antropologi sebagai ilmu yaitu Kamus
dan Atlas Antropologi.
1) Kamus. Suatu hal yang sangat penting dalam suatu ilmu adalah
kamus, yang memuat istilah-istilah dari semua konsep dan bahan yang
dikenal dan dipakai dalam suatu cabang ilmu pengetahuan. Dalam
antropologi selain sebuah kamus susunan C. Winick, Dictionary of
Antrhopology (1958), telah ada pula kamus Dictionary of Anthropology karya
W.L Lindig dan kamus-kamus mengenai istilah ilmiah dalam 6 (enam)
10
bahasa, Inggris, Perancis, Jerman, Spanyol, Jepang dan Rusia yang
disusun dibawah redaksi G. Mostny berjudul Multilingual of Glossary
Anthropologi Term. Sejak tahun 1980 dalam bahasa Indonesia telah disusun
Kamus Istilah Antropologi oleh Tim Ahli Antropologi dari Universitas
Indonesia.
2) Atlas. Seperti halnya Ilmu bumi, Antropologi sangat membutuhkan
atlas dunia guna mengetahui lokasi suku-suku bangsa di seluruh dunia.
Dalam kepustakaan Antropologi memang ada atlas yang sudah menjadi
barang antik, karya G.Gerland, berjudul Atlas Der Voelkerkunder yang terbit
1892, yang kini sudah sulit diperoleh. Atlas yang terbit sesudahnya berjudul
Die Grosse Volkerkunder, yang terbit tahun 1930, karya ahli geografi
Jerman, H.Bernetzik. R.F Spencer dalam tahun 1956 menerbitkan suatu
atlas kecil berjudul An Ethno-Atlas. Ahli Antropologi Indonesia, Junus
Melalatoa, tahun 1990 menyusun suatu ensiklopedia etnik Indonesia.Tahun
1968, ahli antropologi Indonesia, Koentjaraningrat menyusun Atlas Etnografi
Sedunia dalam bahasa Indonesia.
9. Jenis Cabang Ilmu Antropologi. Ilmu antropologi telah berkembang begitu luas
ruang lingkup maupun batas lapangan kajian yang diteliti. Ilmu Antropoogi paling tidak
mempunyai 5 (lima) perhatian penelitian atau kajian khusus yaitu; (1) Masalah sejarah
dan perkembangan manusia (evolusinya) dipandang dari segi biologi, (2) Masalah sejarah
terjadinya berbagai ragam manusia, dipandang dari ciri-ciri tubuhnya, (3) Masalah sejarah
asal, perkembangan, serta penyebaran berbagai macam bahasa di seluruh dunia, (4)
Masalah perkembangan, penyebaran, dan terjadinya beragam kebudayaan di dunia,
(5) Masalah mengenai asas-asas kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat-
masyarakat suku bangsa di dunia. Lapangan penelitian yang bermaksud memecahkan
kelima masalah tersebut diatas sangat luas sehingga untuk setiap masalah diperlukan
ahli-ahli khusus dengan penjurusan khusus pula. Ilmu Antropologi berkembang menjadi
2(dua) kajian yaitu Antropologi Biologi dan Antropologi Budaya.
a. Antropologi Biologi. Antropologi Biologi mempelajari atau melakukan
pengkajian tentang manusia sebagai organisme biologis. Paleoantropologi adalah
ilmu bagian antropologi yang meneliti asal-usul atau terjadinya serta evolusi
manusia, yang menggunakan sisa-sisa tubuh yang telah membatu (fosil manusia)
yang ditemukan dalam lapisan-lapisan bumi sebagai bahan untuk penelitiannya.
11
Antropologi fisik adalah bagian dari ilmu antropologi yang mencoba memahami
sejarah terjadinya beragam makhluk manusia berdasarkan perbedaan ciri-ciri
tubuhnya, dengan bahan penelitian berupa ciri-ciri tubuh manusia yang tampak dari
lahir atau fenotipik (seperti misalnya warna kulit, warna dan bentuk rambut, indeks
tengkorak, bentuk muka, warna mata, bentuk hidung, tinggi dan bentuk tubuh)
maupun ciri-ciri tubuh yang “dalam” atau genotipik (seperti misalnya frekuensi
golongan darah). Dengan cara itu manusia dapat dikelompokkan ke dalam
berbagai golongan tertentu (yaitu ras) berdasarkan persamaan ciri-ciri tubuh yang
terdapat pada sebagian besar individu. Ahli Antropologi Fisik modern
menggunakan pengetahuan genetika dan biokimia untuk memperoleh pengertian
yang lengkap tentang variasi umat manusia dan tata cara orang menyesuaikan diri
dengan lingkungannya yang beraneka ragam. Faham mengenai Ras itu dicapai
dengan mengklasifikasikan beragam ciri tubuh manusia yang sering disebut
dengan somatologi.
b. Antropologi Budaya. Antropologi Budaya mempelajari atau mengkaji
tentang pola-pola kehidupan masyarakat. Prehistori/prasejarah mempelajari
sejarah perkembangan dan penyebaran kebudayaan manusia sebelum mengenal
tulisan. Suatu bangsa yang tidak mengenal tulisan tentu tidak dapat menyatakan
kejadian-kejadian atau peristiwa dalam masyarakat dan kebudayaannya. Zaman
sebelum manusia mengenal tulisan disebut zaman prehistori atau prasejarah. Sub-
ilmu prasejarah seringkali juga dinamakan ilmu arkeologi, namun berbeda dengan
arti ilmu arkeologi di Indonesia, dimana arkeologi diartikan sebagai sejarah dan
kebudayaan zaman prasejarah Indonesia, yang dilanjutkan sampai zaman masa
jatuhnya negara-negara Hindu dan lenyapnya kebudayaan Hindu-Indonesia. Ilmu
prasejarah Idonesia masih sangat muda dimulai disekitar tahun 1920, dengan
penelitian-penelitian para ahli arkeologi,yaitu A.J.J T a. T. Van der Hoop dan C.T
van Stein Callenfels. Sekarang ini ilmu prasejarah di Indonesia resmi masuk dalam
ilmu arkeologi, hal ini berbeda di universitas serta lembaga ilmiah di negara lain.
Ilmu Presejarah Indonesia tidak merupakan bagian dari ilmu Antrolpologi.
Etnolinguistik atau antropologi linguistik mengkaji atau meneliti daftar kata-kata dan
deskripsi tentang ciri dan tata bahasa dari beratus-ratus bahasa suku bangsa di
berbagai tempat di muka bumi, yang berkembang berbagai metode analisa
kebudayaan dan metode untuk menganalisa serta mencatat bahasa-bahasa yang
tidak mengenal tulisan. Semua bahan dan metode tersebut sekarang telah terolah
12
dalam ilmu linguistik umum, namun demikian ilmu etnolinguistik menjadi bagian
dari ilmu antropologi.
Etnologi adalah bagian ilmu antropologi yang mempelajari asas-asas manusia
dengan cara meneliti sejumlah kebudayaan suku-suku bangsa yang tersebar
diseluruh dunia. Hasil penelitiannya dinamakan etnografi. Ahli etnologi mempelajari
kebudayaan manusia ditinjau dari sudut komparatif atau historis dengan
mengadakan observasi secara langsung kepada masyarakat yang diteliti. Etnografi
mendeskripsikan suatu kebudayaan suatu suku bangsa. Selain meneliti kebudayaan
yang telah lewat seorang etnolog juga mengkaji kebudayaan-kebudayan
zaman sekarang.
Etnopsikologi adalah bagian dari ilmu antropologi yang menggunakan konsep-
konsep psikologi dalam analisanya. Hal ini dikarenakan timbulnya perhatian para ahli
antropologi terhadap; (1) Kepribadian bangsa, (2) perasaan individu dalam proses
perubahan adat-istiadat,(3) Nilai universal dari konsep-konsep psikologi.
Meski pada tahun 1930 dengan menggunakan metode antropologi, ahli
antropologi Inggris R.Firth mulai meneliti gejala-gejala ekonomi pedesaan,
penumpukan modal, pengerahan tenaga, sistem produksi, serta pemasaran hasil
pertanian dan perikanan yang dilakukan terhadap masyarakat Oseania dan
Malaysia, yang melahirkan spesialisasi antropologi ekonomi, namun perkembangan
spealisasi antropologi baru berkembang setelah berakhirnya perang dunia II, karena
adanya pembangunan di negara-negara berkembang. Konsep-konsep dan teori-teori
antropologi dipergunakan dalam mempelajari dan menganalisa masalah-masalah
yang menyangkut pembangunan pedesaan, masalah sikap petani terhadap teknologi
baru, dan lain-lain permasalahan yang menyangkut masyarakat terkait
pembangunan.
Masalah pendidikan yang juga banyak ditemukan di negara-negara
berkembang, yang erat kaitannya dengan pembangunan pedesaan, mendorong
timbulnya spesialisasi ilmu antropologi pendidikan. Masih dalam rangka
pembangunan pedesaan, sering kali ahli antropologi diminta oleh para dokter ahli
kesehatan masyarakat atau dokter ahli gizi untuk membantu mereka dalam hal
meneliti atau memberi data mengenai konsepsi dan sikap penduduk desa tentang,
sakit, sehat, dukun, obat tradisional, kebiasaan dan pantangan makan, dan lain-lain
sehingga timbul antropologi kesehatan.
Pembangunan desa juga menimbulkan masalah-masalah penggunaan tanah-
tanah adat atau ulayat, penyakit-penyakit pembangunan seperti kriminalitas, dan
13
kondisi ini menimbulkan spelsialisasi Antropologi yaitu Antropologi Hukum.
Pembangunan ekonomi masyarakat juga tidak dapat dilepaskan dari proses-proses
perubahan dan perkembangan politik yang terjadi. Masalah-masalah politik yang
sebenarnya menjadi kajian ahli ilmu politik, kemudian tidak dapat dipelajari atau dikaji
tanpa memperhatikan latar belakang kebudayaan, sistem nilai dan sistem norma dari
orang-orang yang melaksanakannya, maka munculah spesialisasi Antropologi politik.
Spesialisasi antropologi yang baru berkembang adalah Antropologi psikiatri,
diantara berbagai penyakit jiwa yang diobati para dokter ahli jiwa ada yang tidak
disebabkan karena adanya kerusakan dalam otak atau organisma, melainkan karena
tertekannya jiwa dan emosi sipenderita, yang diakibatkan peranan aspek sosial
budaya sebagai latar belakang penyakitnya. Penelitian-penilitian mengenai masalah
latar belakang sosial budaya pada penyakit jiwa, menyebabkan timbulnya antropologi
psikiatri.
BAB III
HUBUNGAN ANTROPOLOGI DENGAN ILMU LAIN
10. Umum. Antropologi bukan satu-satunya disiplin ilmu yang mempelajari
tentang manusia. Antropologi mempunyai tujuan yang sama dengan ilmu sosial lainnya
dan ilmu alam. Antropologi mempunyai hubungan timbal balik dengan ilmu-ilmu lain
misalnya, geologi, paleontologi, anatomi, kesehatan, psikologi, linguistik, psikiatri,
arkeologi, sejarah, geografi, ekonomi, hukum adat dan administrasi, serta politik.
11. Hubungan Antara Geologi dan Antropologi. Bantuan ilmu geologi yang
mempelajari ciri-ciri dari lapisan bumi beserta perubahan-perubahannya, terutama
dibutuhkan oleh sub-ilmu paleoantropologi dan prasejarah, menetapkan unsur relatif dari
fosil-fosil makhluk Primat serta fosil-fosil manusia zaman dulu, dan juga artefak-artefak
maupun bekas-bekas kebudayaan hasil galian para ahli arkeologi, untuk menganalisa
umur dari lapisan bumi tempat benda-benda itu tersimpan.
12. Hubungan Antara Paleontologi dan Antropologi. Bantuan dari paleontologi
sebagai ilmu yang meneliti fosil makhluk-makhluk purba guna merekontruksi proses
evolusi yang terjadi pada manusia, tentu sangat memerlukan ilmu paleoantropologi dan
ilmu prasejarah. Pengertian tentang umur fosil-fosil kera dan manusia, serta umur artefak-
14
artefak yang diperoleh dengan cara menggali, dapat juga dicapai dengan mengetahui
umur relatif dari fosil-fosil paleontologi yang ditemukan di dekat situs yang bersangkutan.
13. Hubungan Antara Ilmu Anatomi dan Antropologi. Seorang ahli antropologi
fisik, baik yang mengkhususkan perhatiannya pada paleoantropologi maupun meneliti ciri-
ciri ras sangat memerlukan bantuan ilmu anatomi karena ciri-ciri dari berbagai bagian
kerangka manusia, bagian tengkorak, serta ciri-ciri dari bagian tubuh pada umumnya
menjadi obyek penelitian yang terpenting bagi seorang ahli antropologi fisik untuk
memahami asal mula serta penyebaran manusia, dan hubungan antara berbagai ras di
dunia.
14. Hubungan Antara Ilmu Kesehatan dan Antropologi. Dalam memahami data
tentang konsepsi dan sikap penduduk suatu daerah tentang kesehatan, sakit, dukun,
obat-obatan tradisional kebiasaan serta pantangan makanan dan lain-lain, seorang ahli
antropologi perlu dan membutuhkan pengetahuan ilmu kesehatan. Bagi seorang dokter
yang bertugas, tinggal dan bekerja di wilayah yang asing bagi dirinya, antropologi memiliki
metode-metode dan cara-cara untuk dapat memahami serta menyesuaikan diri dengan
kebudayaan serta adap-istiadat setempat.
15. Hubungan Antara Ilmu Psikologi dan Antropologi. Ketika hubungan antar bangsa
semakin erat, pengetahuan tentang suatu bangsa lain mulai dipelajari oleh para ahli.
Untuk mengkaji dan meneliti kepribadian suatu suku bangsa, diperlukan pengetahuan
ilmu psikologi dan konsep-konsep serta teori-teori yang dikembangkan oleh ilmu psikologi
16. Hubungan Antara Ilmu Linguistik dan Antropologi. Ilmu Lingusitik atau ilmu bahasa
mula-mula adi pada akhir abad ke-18, ketika para ahli mulai menganalisa naskah-naskah
klasik dalam bahasa-bahasa Indo-German (yaitu bahasa Latin, Yunani, Gotis, Avestis,
Sansekerta, dan lain-lain). Sekarang ilmu linguistic telah berkembang menjadi ilmu yang
berusaha mengembangkan konsep-konsep dan metode-metode untuk mengupas segala
macam bentuk bahasa global. Dalam antropologi, untuk pengumpulan data diperlukan
pengetahuan kilat tentang bahasa penduduk daerah yang di jadikan obyek penelitian.
Bahan tentang kehidupan penelitian hanya dapat diperoleh apabila komuniasi dengan
penduduk dapat berjalan lancar, dan untuk berkomunikasi diperlukan bahasa. Apabila
bahasa dari penduduk yang bersangkutan belum pernah diteliti orang lain, bahasa
tersebut tidak dapat dipelajari sebelumnya dari buku-buku pelajaran, buku tata bahasa,
15
ataupun kamus. Oleh karena itu dengan berbekal pengetahuan mengenai linguistic (ilmu
bahasa) seorang antropolog menguasai alat atau metode untuk dapat menganalisa dan
mempelajari bahasa dalam waktu reatif singkat.
17. Hubungan Antara Arkeologi dan Antropologi. Antropologi mempelajari kebudayaan
manusia sejak manusia belum mengenal tulisan (prasejarah). Bahan yang digunakan
dalam meneliti kebudayaan kuno dengan menggunakan bekas-bekas bangunan kuno,
reruntuhan kuil, istana, bangunan irigasi, piramida, candi, prasasti-prasati, buku-buku
kuno. Analisa dan kajian peneltian bahan-bahan tersebut, memerlukan pengetahuan
tentang ilmu arkeologi. Antropologi juga membantu kajian ilmu arkeologi dalam
kebudayaan manusia yang lebih luas. Ilmu arkelogi Indonesia, misalnya meneliti
kubudayaan-kebudayaan kuno dari suatu lapisan social yang sangat kecil yaitu lapisan
sosial yang hidup disekitar istana raja-raja yang masa lalu menulis prasasti, membuat
candi dsb., sebaliknya antropologi Indonesia dapat menambah pengetahuan kita tentang
kebudayaan rakyat jelata yang tinggal di pedesaan, pantai dll.
18. Hubungan Antara Geografi dan Antropologi. Geografi atau ilmu bumi, mencoba
mencapai pengertian tentang alam dunia ini dengan gambaran-gambaran tentang bumi
dan ciri-ciri dari segala bentuk hidup yang ada di bumi, seperti flora dan fauna serta
manusia. Ahli antroplogi memerlukan ilmu geografi karena banyak masalah kebudayaan
manusia berkaitan dengan keadaan alamnya. Ahli geografi juga memerlukan
pengetahuan tentang ilmu antropologi karena kajian bumi dan isinya terdapat manusia
yang beraneka ragam rupa dan sifatnya.
19. Hubungan Antara Ilmu Hukum dan Antropologi. Sejak timbulnya ilm hukum adat
pada awal abad-20, para ahli hukum telah menyadari pentingnya antropologi sebagai ilmu
bantu dalam melakukan penelitian-penelitiannya. Beberapa ahli hukum adat secara nyata
telah menggunakan metode-metode antropologi guna menyelami latar belakang
kehidupan hokum adat diberbagai masyarakat Indonesia. Antropologi dianggap penting
karena hukum adat bukan suatu system hukum yang telah diabstraksikan sebagai aturan-
aturan dalam undang-undang, melainkan timbul dan hidup langsung dari masalah-
masalah perdata yang berasal dari aktivitas masyarakat.
Sebaliknya Antropologi, memerlukan bantuan ilmu hukum adat Indonesia, Karena
setiap masyarakat, baik yang sangat sederhana bentuknya maupun yang telah maju,
tentu mempunyai kegiatan-kegiatan yang berfungsi sebagai pengendali sosial, salah
16
satunya hukum. Konsepsi antropologi yang menganggap hukum hanya sebagai salah
salu pengendali sosial itu yang menyebabkan seorang ahli antropologi juga harus
mengetahui pengetahuan umum tentang konsep-konsep hukum pada umumnya.
20. Hubungan Antara Ilmu Administrasi dan Antropologi. Di Indonesia masalah-
masalah agrarian (tanah) memerlukan suatu kajian dan penanganan yang komplek guna
pelaksanaan administrasi yang baik. Masalah-masalah administrasi terutama masalah
agraria dapat diperoleh dari penelitian-penelitian yang menggunakan metode-metode
antropologi.
21. Hubungan Antara Ilmu Politik dan Antropologi. Dalam mempelajari suatu
masyarakat, yang dilakukan untuk menulis suatu deskripsi etnografi, seorang antropologi
secara langsung akan berhadapan dengan kekuatan-kekuatan dan proses-proses politik
local, maupun dengan aktifitas-aktifitas dan cabang-cabang politik nasioanal. Untuk
menganalisa itu, maka diperlukan ilmu politik. Ahli ilmu politik dalam mengalisa dan
melakukan penelitian tentang partai-partai politik misalnya harus juga memahami latar
belakang, system norma, adat istiadat tradisional dari ketua partai atau anggota partai
politik yang diteliti. Untuk memahami latar belakang adat istiadat tradisional itulah metode
analisa antropologi penting bagi ahli politik, guna mendapatkan pengertian mengenai
tindak tanduk partai politik yang ditelitinya.
22. Hubungan Antara Ilmu Sejarah dan Antropologi. Hubungan ini sebenarnya mirip
dengan hubungan antara arkeologi dan antropologi. Para ahli antropologi memerlukan
ilmu sejarah, terutama sejarah dari suku-suku bangsa penduduk daerah yang ditelitinya,
untuk memecahkan masalah yang diakibatkan oleh pengaruh kebudayaan asing. Sering
kali ahli antropologi juga masih harus merekontruksi sejarah suatu suku bangsa yang
diteliti, yang memerlukan pengetahuan tentang metode-metode sejarah.
22. Ilmu Gabungan Mengenai Tingkah Laku Manusia. Dalam zaman modern sekarang
ini, suatu pengertian tentang azas-azas kehidupan serta tingkah laku manusia dirasakan
sangat perlu. Tingkah laku dan tindakan manusia, tidak hanya diteliti oleh ahli antropologi
melainkan juga oleh berbagai disiplin ilmu seperti, sosiologi, psikologi, kesehatan dan lain-
lain. Dan ahlipun mulai sadar akan batas-batas kemampuan mereka masing-masing, dan
pengertian yang komprehensif mengenai tingkah laku dan tindakan manusia hanya dapat
dicapai dengan bantuan ilmu lain. Bahkan ada saran untuk membina suatu kerjasama
17
antar disiplin ilmu untuk melakukan penelitian tentang tingkah laku dan tindakan manusia
secara terpadu. Di bawah pimpinan ahli antropologi J.Gillin beberapa ahli antropologi,
sosiologi dan psikologi kemudian mendiskusikan tentang kemungkinan kerjasama antara
ketiga bidang ilmu tersebut, hasil diskusi tersebut diterbitkan dalam bentuk buku berjudul “
Towards A Unified Theory Of Human Behavior “(1956).
BAB IV
SISTEM KEKERABATAN
23. Umum. Orang disebut berkerabat dengan seseorang apabila orang tersebut
mempunyai “hubungan darah” (sebenarnya hubungan genetika) dengan seseorang
individu tadi, baik melalui ibunya maupun melalui ayahnya. Walaupun orang-orang yang
saling mempunyai ”hubungan darah”, sangat besar jumlahnya, mereka masing-masing
tentu hanya mengenal beberapa saja diantaranya.
24. Fungsi Kekerabatan. Hubungan kekerabatan yang ditentukan oleh prinsip-
prinsp keterunan yang selektif, mengikat sejumlah kerabat yang bersama-sama memiliki
hak dan kewajiban tertentu, misalnya hak waris atas harta, gelar, pusaka, lambang-
lambang dan lain-lainnya, dan juga hak atas suatu kedudukan, kewajiban untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama, serta kewajiban untuk
melakukan kegiatan produktif bersama-sama. Prinsip keturunan juga mempunyai fungsi
untuk menentukan keanggotaan dalam kelompok-kelompok kekerabatan.
25. Prinsip Keturunan. Dalam menentukan dan memilih keturunan atau kekerabatan
terdapat beberapa prinsip yaitu;
a. Prinsip Patrilineal, yang memperhitungkan hubungan kekerabatan
melalui garis keturunan pria, sehingga semua kaum kerabat ayah termasuk
dalam batas kekerabatannya, sedang semua kaum kerabat ibu berada di luar
batas itu. Di Indonesia sangat banyak menganut prinsip ini. Dalam masyarakat
Batak, misalnya hubungan kekerabatan diperhitungkan dari garis keturunan pria.
Kaum kerabat ayah juga kaum kerabat ”sosilogisnya” , yaitu kaum kerabat menurut
adat .
18
b. Prinsip Matrilenial, yang memperhitungkan hubungan kekerabatan
melalui garis keturunan wanita, semua kaum kerabat ibu termasuk dalam batas
kekerabatannya, sedang kaum kerabat ayah diluar batas itu. Suku Bangsa di
Indonesia yang menganut sistem matrilenial adalah suku bangsa Minangkabau.
Suku (marga/kelompok) seseorang di minangkabau adalah mengikuti suku ibunya.
Seorang perempuan mempunyai kedudukan istimewa di dalam adat masyarakat
Minangkabau. Yang menguasai harta pusaka adalah ibu dan yang mengikat tali
kekeluargaan rumah gadang adalah hubungan dengan harta dan sako(gelar)
c. Prinsip Bilenial, yang memperhitungkan hubungan kekerabatan
melalui garis keturunan pria bagi hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu, dan
hubungan kekerabatan melalui garis keturunan wanita bagi hak-hak dan
kewajiban-kewajiban lain pula, sehingga untuk keperluan tertentu seorang individu
menggunakan kedudukannya sebagai kerabat ayahnya, dan di kesempatan lain
sebagai kerabat ibunya. Hubungan kekerabatan dengan sistem ini,ada pada
banyak suku bangsa di Indonesia, namum belum terdeskripsikan dengan baik.
Contoh yg jelas, di luar Indonesia, terdapat pada suku bangsa Umbundu penduduk
daerah padang rumput di dataran tinggi Benguella di Angola Afrika Barat, yang
hidup dari bertenak lembu dikombinasikan dengan pertanian. Hubungan
kekerabatan mereka diperhitungkan secara bilenial, dan setiap individu mengurus
ternaknya bersama dengan kerabat ayahnya(disebut oluse), tetapi bekerja di tanah
pertanian bersama kaum kerabat ibunya(disebut oluina). Demikian pula hukum
adat waris menentukan bahwa ternak hanya dapat diwariskan secara patrilenial,
sedangkan tanah secara matrilenial.
d. Prinsip Bilateral, yang memperhitungkan hubungan kekerabatan
melalui garis keturunan pria maupun wanita. Contoh suku bangsa di Indonesia
yang menganut sistem kekerabatan bilateral adalah suku bangsa Jawa, suku
bangsa Dayak Iban Ulu Ai di Kalimantan.
26. Kelompok Kekerabatan. G.P Murdock membedakan antara 3(tiga) kategori
kelompok kekerabatan berdasarkan fungsi-fungsi sosialnya yaitu: (1) Kelompok
kekerabatan berkorporasi/corporate kingroup, yang sifatnya ekseklusif. Kelompok ini
mempunyai aturan-aturan, norma-norma dan adanya hak bersama atas sejumlah harta.
(2) Kelompok kekerabatan kadangkala/occasional kingroup, kelompok jenis ini biasanya
19
terdiri dari banyak anggota, sehingga interaksi yang terus-menerus dan intensif, tidak
mungkin lagi, tetapi hanya berkumpul kadang-kadang saja.
L.H Morgan dan beberapa ahli antropologi menggolongkan bentuk-bentuk kelompok
kekerabatan sebagai berikut:
a. Keluarga Inti. Dengan menikah sepasang suami-istri membentuk suatu
kesatuan sosial yang disebut rumah tangga, yaitu kesatuan yang mengurus
ekonomi keluarga rumah tangganya. Rumah tangga biasanya terdiri dari satu
keluarga inti, tetapi mungkin juga terdiri dari 2 atau 3 keluarga inti. Di kota besar
seperti Jakarta misalnya, seringkali masalah perumahan menyebabkan keluarga-
keluarga muda terpaksa menumpang di rumah orang tua mereka. Keluarga inti
terdiri dari suami, isteri dan anak kandung atau anak angkat yang diakui sebagai
anak.
b. Kindred. Di berbagai masyarakat dunia, orang sering saling bantu serta
melakukan kegiatan bersama saudara-saudara kandungnya, atau dengan para
sepupu dari pihak ayah maupun pihak ibu, dan dengan kerabat-kerabat isterinya.
Dalam kegiatan seperti itu sering kali diundang kaum kerabat dari generasi yang
lebih tua, yaitu orang tua suami dan isteri, serta saudara kandung orang tua suami
atau isteri, tetapi juga kaum kerabat dari generasi yang lebih muda, yaitu para
kemenakan. Kesatuan kekerabatan yang disebut kindred ini bermula dari seseorang
yang memprakarsai suatu kegiatan, misalnya pertemuan, upacara, atau pesta daur
hidup, juga pada seseorang yang tertimpa musibah(misalnya kematian). Karena
batasannya yang tidak jelas, maka kindred tidak bersifat corporate tetapi hanya
ocasional/kadangkala saja.
c. Keluarga Luas. Kelompok kekerabatan yang merupakan kesatuan sosial
yang sangat kuat ini selalu terdiri dari lebih satu keluarga inti. Terutama di daerah
pedesaan, warga keluarga luas umumnya masih tinggal berdekatan, dan seringkali
bahkan tinggal dalam satu rumah, seakan-akan mereka merupakan satu keluarga
inti yang sangat besar. Kelompok kekerabatan keluarga luas biasanya dikepalai
oleh anggota pria yang tertua. Dilihat dari komposisinya ada 3(tiga) macam
Keluarga Luas yaitu;
1) Keluarga Luas Utrolokal, yang terdiri dari satu keluarga inti senior
dengan keluarga inti anak-anaknya baik yang pria maupun yang wanita.
20
2) Keluarga Luas Virilokal, yang terdiri dari satu keluarga senior dengan
keluarga inti dari anak-anak laki-lakinya.
3) Keluarga Luas Uxorilokal, yang terdiri dari keluarga inti senior dengan
keluarga inti senior keluarga-keluarga inti dari anak-anak wanitanya.
Contohnya adalah keluarga luas di Minangkabau, yang terdiri dari suatu
keluarga inti yang senior dengan keluarga inti saudara-saudara kandung
wanita, dan keluarga inti semua anak wanita, yang semuanya menempati
satu rumah adat yang luas, seakan-akan mereka satu keluarga inti besar. Di
Bali, keluarga luas virilokal, tinggal dalam satu komplek perumahan yang
dibatasi dengan tembok. Didalam tembok terdiri dari beberapa rumah yang
ditempati keluarga inti senior dan keluarga-keluarga inti dari anak-anak laki-
laki dari keluarga tsb.
d. Keluarga Ambilenial Kecil. Kelompok kekerabatan ini terjadi apabila suatu
keluarga luas utrolokal membentuk suatu kepribadian yang khas, yang disadari oleh
warganya. Kekerabatan ambilenial kecil biasanya terdiri sekitar 25-30 jiwa, sehingga
mereka masih mengenal dan mengetahui hubungan kekerabatan masing-masing.
Kekerabatan ambilenial kecil, juga menumbuhkan rasa kepribadian, karena adanya
harta produktif milik bersama berupa tanah, kolam ikan, atau pohon buah-buahan,
yang dapat dinikmati oleh semua warga kelompok. Karena itu kelompok keluarga
ambilenial adalah kelompok kekerabatan yang berkorporasi. Contoh kelompok
kekerabatan ambilenial adalah suku bangsa Dayak Iban Ulu Ai yang tingal di
sepanjang sungai Baleh dan sungai Rejang di Serawak Kalimantan. Ahli Antropologi
J.D Freeman, menggambarkan atau mendeskripsikan kegiatan kebudayaan suku
bangsa ini termasuk sistem kekerabatannya.
e. Keluarga Ambilenial Besar. Apabila suatu keluarga ambilenial tidak hanya
terbatas pada 3-4 generasi saja,tetapi juga mencakup lebih banyak generasi yang
diturunkan seorang nenek-moyang tertentu (yang biasanya sudah tidak saling
mengenal bahkan tidak mengetahui hubungan masing-masing), maka kelompok
kekerabatan seperti ini disebut kelompok ambilenial besar. Jumlah warganya bukan
hanya 25-30 orang, tetapi telah membengkak menjadi beberapa ratus orang. Salah
satu contohnya adalah suku bangsa Puyuma di daerah Timur Taiwan. Dalam musim-
musim tertentu mereka mengadakan upacara-upacara besar untuk kesejahteraan
21
umum di suatu balai keramat(ka-lumah-an) dengan penghormatan ruh nenek
moyang (yang dikenal dari dongeng yang diceritakan secara turun-temurun). Biaya
pelaksanaan upacara ditanggung secara bersama. Kalumahan juga merupakan
tempat menyimpan benda pusaka, dan juga digunakan sebagai tempat musyawarah
serta kegiatan-kegiatan kelompok lainnya. Kewargaan dalam keluarga ambilenial
besar dapat diperhitungkan melalui garis ayah, dan dapat pula garis ibu.
f. Klen Kecil. Klen kecil adalah kelompok kekerabatan yang terdiri dari
beberapa keluarga luas dari keturunan satu leluhur. Ikatan kekerabatan berdasarkan
hubungan melalui garis keturunan pria saja (patrilinelial), atau garis keturunan ibu
saja(matrilenial) sehingga ada klen kecil patrilenial ,klen kecil matrilenial. Warga dari
klen kecil (jumlahnya sekitar 50-70 orang) biasanya masih mengetahui hubungan
kekerabatan masing-masing, dan mereka masih saling mengenal dan saling bergaul,
karena umumnya mereka masih tinggal dalam satu desa. Fungsi dari klen kecil
adalah; (1) Memelihara harta pusaka,atau memegang hak ulayat atau hak milik
komunal atau harta produktif(biasanya tanah dengan segala hal yang diatas maupun
dibawahnya),(2) Bergotong royong dalam pelbagai kegiatan mata pencaharian, (3)
Bergotong-royong dalam melakukan pelbagai kegiatan sosial maupun pribadi, (4)
Mengatur perkawinan sesuai adat mereka. Dalam masyarakat nagari di daerah
Minangkabau sampai sekarang masih ada kelompok-kelompok kekerabatan paruik,
yaitu gabungan dari keluarga-keluarga luas matrilenial(kaum) ,yang dalam
antropologi disebut klen kecil matrilenial.
g. Klen Besar. Klen Besar adalah kelompok kekerabatan yang terdiri dari
semua keturunan dari seorang leluhur, yang diperhitungkan melalui garis keturunan
pria atau wanita, sehingga ada klen besar patrilenial, ada klen besar matrilenial.
Sosok leluhur yang menurunkan para warga klen besar berpuluh-puluh genarasi
lampau sudah tidak jelas lagi, dan sering kali sudah dianggap sebagai tokoh keramat
yang memiliki sejumlah ciri yang luar biasa. Jumlah warga yang sangat besar bahwa
mereka pada umumnya tidak mengenal kerabat-kerabat yang hubungan
kekerabatannya jauh. Walau sudah tidak saling mengenal ,warga klen besar merasa
dirinya terikat pada klen besar, berkat adanya tanda-tanda lahir yang dimiliki klen
besar yang bersangkutan, yaitu nama, nyanyia-nayayian, serta dogeng suci tertentu,
dan juga lambang-lambang. Warga dari suku bangsa Batak, misalnya menyandang
nama dari marga mereka masing-masing. Di daerah Toba kita jumpai nama-nama
22
Hutabarat, Simanjutntak, dan lain-lain. Di daerah Karo ada nama-nama Ginting,
Sembiring dan lain-lain. Nama disini berfungsi sebagai tanda dari keanggotaan
marga. Setiap klen besar dalam masyarakat suku bangsa Indian Haida( penduduk
pulau dekat pantai Kanada), memilii gambar berupa hewan tertentu, yang digunakan
sebagai motif pakaian, hiasan rumah dan sebagainya. Suku bangsa Indian Hopi
yang bermukim di Negara Bagian Arizona Amerika Serikat, memiliki nyayian suci
yang hanya boleh dinyanyikan klen tertentu.
Fungsi dari klen besar pada umumnya adalah; (1) Mengatur perkawinan,(2)
menyelenggarakan kehidupan keagamaan kelompok,(3) mengatur hubungan antar
kelas/strata dalam masyarakat,(4) Dasar dari organisasi-organisasi politik.
Walaupun demikian, tidak semua masyarakat klen besar memiliki keempat
fungsi tersebut. Marga dalam masyarakat Batak, berfungsi sebagai pengatur
perkawinan. Adat marga seakan-akan menentukan dari marga mana seseorang
diperbolehkan mencari pasangan hidupnya.
h. Fratri. Kata Fratri merujuk pada kelompok kekerabatan patrilenial atau
matrilenial yang sifatnya lokal, dan merupakan gabungan dari kelompok-kelompok
klen setempat (bisa klen kecil, tetapi bisa juga bagian klen besar). Penggabungan ini
tidak selalu merata dan menyangkut seluruh klen. Fungsi dari Fratri dapat disamakan
dengan klen besar, namun fratri lebih bersifat local, dan karena itu fungsi-fungsinya
juga lebih konkret.
i. Paroh Masyarakat. Istilah dalam bahasa Inggris yaitu moiety, adalah
kelompok kekerabatan gabungan klen mirip fratri. Namun ciri khas dari paroh
masyarakat ialah bahwa dalam suatu masyarakat kelompok kekerabatan ini
merupakan setengah bagian dari seluruh masyarakat. Maka tergantung dari struktur
masyarakat, moiety dapat merupakan gabungan dari bagian-bagian lokal suatu klen
besar. Misalnya dalam suatu daerah tertentu terdapat 5 buah desa tempat tinggal
dari 10 klen kecil. Diantara ke 10 klen itu, 4 bergabung menjadi satu, sisanya, 6 klen
juga bergabung menjadi satu. Dengan penggabungan itu, seluruh daerah seakan-
akan terbagi menjadi dua dalam “paroh” yang masing-masing terikat dalam
hubungan kekerabatan. Fungsi dari paroh masyarakat secara garis besar sama
dengan klen besar dan fratri . Walaupun demikian, paroh masyarakat biasanya
masih mempunyai fungsi yang sangat penting, yaitu fungsi politik guna menjaga
kekuasaan serta kekuatan dalam masyarakat.
23
j.
BAB V
FAKTOR SOSIAL BUDAYA YANG MEMPENGARUHI MASYARAKAT
27. Umum. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi sesuai
dengan sistem adat-istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan, dan terikat oleh
suatu rasa identitas bersama. Keberadaan masyarakat dan perubahannya dipengaruhi
oleh faktor sosial budaya. Faktor sosial budaya tersebut, faktor intern atau dari dalam
masyarakat itu sendiri, dan faktor ektern, yaitu yang berasal dari luar masyarakat tersebut.
28. Faktor Sosial Budaya Intern. Faktor internal atau dari dalam masyarakat itu sendiri
antara lain;
a. Pertambahan jumlah penduduk atau warga dari masyarakat. Pertambahan
jumlah penduduk atau warga baik dari kelahiran maupun datang dari luar
masyarakat itu, akan mempengaruhi jumlah warga, komposisi pelapisan sosial di
masyarakat
b. Penemuan-penemuan baru. Adanya penemuan-penemuan baru yang ada di
masyarakat akan mempengaruhi bahkan mengubah pola tingkah laku pada
masyarakat. Contoh pada era tahun 80-an disalah satu satu desa di daerah
Singaraja/Buleleng yang sebagian besar masyarakatnya hidup dari bercocok tanam
padi dan berladang, ketika ditemukan air terjun di hutan wilayah kampung tersebut
dan dibangun sarana jalan menuju air terjun tersebut, mulai berdatangan para
wisatawan. Setelah adanya obyek wisata tersebut banyak warga masyarakat yang
awalnya bekerja dengan berladang atau buruh tani, berubah menjadi pedagang-
pedagang yang menjual aneka makanan kepada para wisatawan.
c. Konflik yang ada di Masyarakat . Konflik-konflik atau pertentangan di dalam
masyarakat memiliki pengaruh di masyarakat tersebut. Suatu wilayah yang tadinya
menjadi satu dalam kegiatan kehidupan maupun budaya bisa terbelah menjadi dua
masyarakat. Contoh Konflik yang terjadi di Ambon, mengubah masyarakat menjadi
dua bagian baik secara fisik maupun kultural yakni Islam dan Kristen.
d. Terjadinya pemberontakan dalam Masyarakat. Pemberontakan dalam
masyarakat juga berdampak atau memiliki pengaruh dalam mengubah masyarakat.
24
Contohnya, pemberontakan atau pergolakan di Iran awal tahun 86-an, mampu
mengubah masyarakat Iran yang tadinya hidup dibawah Raja yang sekuler, menjadi
suatu masyarakat dengan agama Islam sebagai landasan kehidupan bernegara dan
kehidupan dalam berkebudayaan.
29. Faktor Eksternal. Selain faktor sosial budaya yang berasal dari masyarakat
sendiri, faktor sosial budaya dari luar mampu mempengaruhi/mengubah suatu
masyarakat. Faktor-faktor ekternal antara lain:
a. Fisik Alam. Suatu masyarakat melakukan aktifitas hidup berada dalam
dunia dengan lingkungan alam di sekitarnya. Pengaruh alam dapat mengubah atau
membentuk suatu masyarakat. Masyarakat yang hidup dengan lingkungan alam
bersalju tentu berbeda perilaku kehidupan dan perilaku kebudayannya dengan
masyarakat pantai, masyarakat pegunungan dll. Demikian juga Bencana alam
dapat mengubah struktur fisik dan kebudayaan suatu masyarakat. Bencana alam
tsunami di Aceh pada tahun 2004, selain mengubah/menhancurkan fisik bumi aceh,
juga mengahancurkan artefak-artefak, benda-benda kehidupan di masyarakat.
b. Peperangan. Suatu struktur fisik dan sosial budaya masyarakat juga bisa
berubah karena pengaruh atau dampak-dampak dari suatu peperangan. Struktur
masyarakat Negara Afganisthan porak poranda semenjak adanya perang invasi
negara uni soviet maupun serbuan tentara amerika dan sekutunya. Masyarakat
Afghanistan di daerah-daerah yang dilanda perang yang dulunya masyarakat
peladang dan peternak berubah menjadi masyarakat pengungsi yang hidup di
barak-barak penampungan dengan tingkat kualitas hidup dan kesehatan yang
memprihatinkan.
c. Pengaruh Kebudayaan Lain. Di era global saat ini dimana batas
komunikasi dan pengetahuan sudah menipis, kebudayaan dari luar/asing dapat
menerpa ke suatu masyarakat. Bahkan dengan teknologi komunikasi yang canggih,
kebudayaan lain atau asing mampu menerobos dinding-dinding kamar tidur warga
masyarakat. Dengan Televisi atau Internet digenggaman tangan, kebudayaan lain
dapat mempengaruhi warga masyarakat dimanapun berada termasuk di kamar
RAHASIA
25
tidur, kantor, sekolah dll. Serbuan-serbuan budaya lain mampu mengubah pola
kehidupan dan kebudayaan suatu masyarakat, dari cara berpakaian, pola makan,
etika, aturan adat, pendidikan dll.
BAB VI
PENUTUP
30. Penutup. Demikian Naskah Departemen tentang Antropologi ini disusun
sebagai Bahan Ajaran pada Pendidikan Dasar Kecabangan Perwira Kesehatan.
Komandan Pusat Pendidikan Kesehatan
dr. Bambang Pratomo Sulistyanto, MM
Kolonel Ckm NRP 31444
RAHASIA
RAHASIA