antimikroba 1.docx
description
Transcript of antimikroba 1.docx
V. PEMBAHASAN
Senyawa antimikroba adalah zat yang dapat menghambat atau
menghentikan mikroba. Zat antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh
bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh
kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), ataupun germisidal
(menghambat germinasi spora bakteri). Menurut Soekarjdo (1995), mekanisme
daya kerja antimikroba terhadap sel dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok,
yaitu merusak dinding sel, mengganggu permeabilitas sel, merusak molekul
protein dan asam nuklet, menghambat aktivitas enzim, dan menghambat sintesa
asam nukleat.
Senyawa antimikroba umumnya berasal dari bahan alami yang telah
banyak digunakan untuk mengawetkan makanan dan mengobati berbagai
pernyakit. Bahan baku dari rimpang-rimpangan dikenal mengandung banyak
senyawa antimikroba seperti kunyit, jahe, kencur, temulawak, dll. Selain itu,
bahan alami lainnya yang mengandung senyawa antimikroba adalah madu, kayu
manis, dan jeruk nipis (Soekarjdo, 1995).
Bahan pengawet alami memiliki aktivitas antimikroba dengan daya
penghambatan yang sangat bervariasi. Oleh karena itu, untuk mengetahui
efektifitasnya perlu dilakukan pengujian kekuatan senyawa antimikroba terhadap
mikroba patogen atau kontaminan, lalu dibandingkan dengan senyawa lain
(misalnya antibiotika penicillin) yang sudah dikenal.
Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian aktivitas antimikroba dari
bahan pengawet alami yang berupa jahe, jeruk nipis, kunyit, kayu manis, propolis.
Selain itu, digunakan juga bahan pengawet sintetis, yaitu amoxilin.
Mikroorganisme yang digunakan adalah bakteri Esherichia coli. Pengujian ini
menggunakan metode filter-paper disc-agar diffusion atau dikenal juga dengan
metode Kirby-Bauer.
Prosedur awal yang dilakukan yakni menuangkan media agar NA
(Nutrient Agar) ke dalam cawan petri, kemudian didiamkan hingga beku. Setelah
itu, swab kapas steril yangtelah dicelupkan ke dalam larutan kultur mikroba ke
atas permukaan agar, lalu didiamkan selama 5 menit agar kultur meresap. Sampel
yang berupa bahan pengawet alami dan amoxilin dimortar hingga cukup halus.
Selanjutnya, ditambahkan dengan akuades secukupnya sehingga terbentuk suatu
larutan. Penumbukan sampel serta penambahan akuades bertujuan agar diperoleh
suatu larutan dengan konsentrasi tertentu.
Selanjutnya, paper-disc direndam di larutan sampel tersebut selama 30
menit. Setelah 30 menit, paper-disc diangkat dari cawan petri dengan
menggunakan pinset untuk dietakkan di atas permukaan lempeng agar dengan
sedikit ditekan supaya menempel. Kemudian, cawan petri diinkubasi selama 2
hari pada suhu 37 oC. Setelah masa inkubasi selesai, zona terang di sekitar paper-
disc diamati dan luas zona teersebut diukur menggunakan penggaris hingga mm
terdekat kemudian catat luas zona terang tersebut. Berikut adalah penjelasan
mengenai jenis sampel yang digunakan serta hasil pengamatan uji aktivitas
anitimikroorganisme dari setiap kelompok.
5.1 Jahe
Jahe merupakan salah satu jenis rempah-rempah yang mengandung zat
antimikroba yang sering digunakan sebagai bahan pengawet pangan. Penggunaan
jahe dalam bentuk ekstrak dapat digunakan sebagai bahan flavor pangan dan
alternatif bahan pengawet yang aman untuk produk pangan yang umumnya
bersifat perishable sehingga lebih efisien dalam penggunaan bahan produksi
(Lubis, 2011)
Berdasarkan hasil pengamatan, pada paper-disc yang telah dicelupkan ke
dalam larutan jahe terdapat area bening di sekitarnya. Jaraknya yakni 6 mm dan 7
mm. Zona bening ini dapat terbentuk karena senyawa antimikroba akan
mengakibatkan pembentukan cincin–cincin hambatan di dalam area pertumbuhan
bakteri yang padat sehingga tidak ada bakteri yang tumbuh di dalam cincin
tersebut. Hasil ini sesuai dengan literatur yakni jahe memang memiliki senyawa
antimikroba.
Jahe mengandung beberapa komponen kimia, seperti air, pati, minyak
atsiri, oleoresin, serat kasar, dan abu. Sifat khas jahe disebabkan oleh adanya
minyak atsiri dan oleoresin dimana aroma harum jahe disebabkan oleh minyak
atsiri (terutama zingiberen dan zingiberol), sedangkan oleoresinnya (terutama
gingerol dan zingeron) menyebabkan rasa pedas dan merupakan zat antimikroba
(senyawa fenol) yang terdapat pada jahe (Harborne, 1996).
Mekanisme antimikroba pada jahe serupa dengan mekanisme fenol dalam
membunuh dan menghambat pertumbuhan mikroba. Berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan bahwa bubuk jahe dapat digunakan untuk menekan atau
menghentikan pertumbuhan (bakteristatik dan fungistatik) bahkan membunuh
bakteri, kapang dan khamir tertentu (bakterisidal atau fungisidal). Selain itu, jahe
yang berupa sari jahe juga mempunyai aktivitas bakteristatik terhadap Escherichia
coli, Salmonella thompson dan Vibrio cholera (Harborne, 1996).
5.2 Jeruk Nipis
Buah jeruk nipis memiliki rasa pahit, asam, dan bersifat sedikit dingin.
Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam jeruk nipis di antaranya adalah
asam sitrat sebnyak 7-7,6%, damar lemak, mineral, vitamin B1, sitral limonene,
fellandren, lemon kamfer, geranil asetat, cadinen, linalin asetat. Selain itu, jeruk
nipis juga mengandung vitamin C sebanyak 27mg/100 g jeruk, Ca sebanyak
40mg/100 g jeruk, dan P sebanyak 22 mg (Hariana, 2006).
Tanaman genus Citrus ini merupakan salah satu tanaman penghasil
minyak atsiri yang merupakan suatu substansi alami yang telah dikesnal memiliki
efek sebagai antibakteri. Minyak atsiri yang dihasilkan oleh tanaman yang berasal
dari genus Citrus sebagian besar mengandung terpen, siskuiterpen alifatik,
turunan hidrokarbon teroksigenasi, dan hidrokarbon aromatik (Hariana, 2006).
Gambar 1. Jeruk nipis
(Alice, 2010)
Berdasarkan hasil pengamatan, pada paper-disc yang telah dicelupkan ke
dalam larutan jeruk nipis terdapat area bening di sekitar. Jaraknya yakni 8 mm dan
10 mm. Jarak ini lebih besar dibandingkan dengan jarak areal zona bening pada
sampel jahe. Keefektifan dari suatu antimikroba dapat dilihat dari seberapa besar
zona bening yang terbentuk akibat berdifusinya zat antimikroba tersebut. Hasil ini
menandakan bahwa aktifitas anitimikroorganisme pada jeruk nipis lebih efektif
dibandingkan pada jahe. Perbedaan efektifitas dikarenakan setiap antimikroba
memiiliki laju difusi yang berbeda sehingga keampuhan antimikroba satu dengan
yang lainnya berbeda satu sama lain (Widjajanti dan Nuraini, 1996).
Hasil pengamatan pada jeruk nipis sesuai dengan literatur yang
menyebutkan bahwa jeruk nipis dapat digunakan sebagai antimikroba dan
mengobati berbagai penyakit. Menurut Astarini (2010), jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) dapat dijadikan obat tradisional yang berkhasiat mengurangi demam,
batuk, infeksi saluran kemih, ketombe, menambah stamina, mengurangi jerawat
serta sebagai anti-inflamasi dan antimikroba.
Komposisi senyawa minyak atsiri dalam jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
adalah limonen (33,33%), β-pinen (15,85%), sitral (10,54%), neral (7,94%), γ-
terpinen (6,80%), α-farnesen (4,14%), α-bergamoten (3,38%), β-bisabolen
(3,05%), α-terpineol (2,98%), linalol (2,45%), sabinen (1,81%), β-elemen
(1,74%), nerol (1,52%), α-pinen (1,25%), geranil asetat (1,23%), 4-terpineol
(1,17%), neril asetat (0,56%) dan trans-β-osimen (0,26%). (Astarini, 2010)
5.3 Kunyit
Tanaman kunyit mengandung beberapa komponen antara lain minyak
volatil, campuran minyak (lemak), zat pahit, resin, protein, selulosa, pati,
beberapa mineral dan sebagainya. Komponen utamanya adalah pati dengan
jumlah berkisar antara 40-50% dari berat kering (Purseglove, 1981).
Hasil pengamatan pada kunyit menunjukkan bahwa tidak terdapat area
bening di sekitar paper-disc yang telah dicelupkan ke dalam larutan kunyit. Hal
ini kemungkinan disebabkan karena konsestrasi kunyit yang digunakan masih
terlalu rendah sehingga tidak dapat membendung pertumbuhan mikroorganisme
sehingga bakteri Esherichia coli resisten terhadap antimikroba kunyit.
Berdasarkan literatur, seharusnya kunyit dapat menghambat pertumbuhan bakteri
pada konterasi tertentu. Konsentrasi penghambatan bubuk kunyit terhadap bakteri
gram negatif E. coli adalah 7g/L, sedangkan bakteri gram positif seperti B. cereus
maupun Salmonella galinarum hanya membutuhkan konsentrasi 4 g/L bubuk
kunyit (Kurnia, 2010).
Kunyit bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif, yaitu
Lactobacillus fermentum, L. Bulgaricus, Bacillus cereus, B. Subtilis,
dan B. megaterium dan diduga kunyit mengandung lebih dari satu senyawa yang
bersifat bakterisidal, dan salah satu senyawa tersebut disebabkan oleh senyawa
kurkumin yang merupakan senyawa golongan fenol yang terdiri dari dua cincin fenol
simetris dan dihubungkan dengan satu rantai heptadiena (Suwanto 1983). Senyawa
fenol menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara merusak membran sel yang
akan menyebabkan denaturasi protein sel dan mengurangi tekanan permukaan sel.
Pada tanaman rempah kunyit terdapat senyawa antibakteri kurkumin dan
senyawa fenol serta turunannya. Beberapa senyawa fenol diketahui dapat
menurunkan tegangan permukaan sel sehingga dapat merusak permeabilitas
dinding sel bakteri. Aktivitas senyawa fenol ini dapat meningkat karena beberapa
faktor antara lain karena subtitusi alkil dan halogen. Semakin panjang rantai
alifatik dan kondisi media yang asam atau pH rendah, sehingga meningkatkan
aktivitas antimikrobial (Kurnia, 2010).
5.4 Kayu Manis
Kayu manis berasal dari famili Lauraceae. Kayu manis yang digunakan
sebagai rempah-rempah berasal dari kulit pohon tanaman Cinnamonum
zeylanicum. Penggunaan utama kulit kayu manis baik dalam bentuk utuh maupun
bubuk adalah sebagai bumbu dalam masakan. Bubuk kayu manis banyak digunakan
dalam industri produk roti, pikel, pudding, minuman, dan kembang gula
(Somaatmadja 1985).
Hasil pengamatan pada kayu manis menunjukkan bahwa tidak terdapat
area bening di sekitar paper-disc yang telah dicelupkan ke dalam larutan kayu
manis. Hal ini kemungkinan disebabkan karena konsestrasi kayu manis yang
digunakan masih terlalu rendah sehingga tidak dapat membendung pertumbuhan
mikroorganisme sehingga bakteri Esherichia coli resisten terhadap antimikroba
kunyit. Berdasarkan literatur, seharusnya kayu manis dapat menghambat
pertumbuhan bakteri pada konterasi tertentu. Konsentrasi kayu manis sebesar 1.6%
dapat membunuh mikoorganisme yang diuji.
Kayu manis yang digunakan dalam berbagai makanan mempunyai sifat
mengawetkan makanan, karena mempunyai sifat bakterisidal dan penghambat
khamir. Konsentrasi yang tinggi pada kayu manis dapat merangsang pertumbuhan
kapang tetapi akan menghambat pembentukan spora aseksual.
Menurut penelitian para ahli, kayu manis memiliki kandungan senyawa
sinamaldehid turunan dari senyawa fenol. Kayu manis mengandung 0.9-2.3%
minyak esensial. sinamat aldehida terkandung dalam kayu manis sebanyak 65-
75%. Komponen-komponen kimia lainnya yang terdapat dalam kayu manis antara
lain benzaldehida, nonialdehida, eugenol, metil n-amil keton, furfural, l-α pinen,
α-felandren, p-sinen, hidrosinamat aldehida, cuminaldehida, l-linalool, kriofilen,
dan linalil isobutirat.
5.5 Propolis
Sementara hasil pengujian Propolis di Laboratorium Penelitian dan
Pengujian Terpadu (LPT) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, menemukan
propolis kaya alkaloid, flavonoid, polifenol, saponin, tanin, dan kuersetin, yang
semuanya bersifat antioksidan.
Hasil pengamatan pada propolis menunjukkan bahwa terdapat area bening
di sekitar paper-disc yang telah dicelupkan ke dalam propolis. Jaraknya yakni 7
mm dan 8 mm.
5.6 Amoxicillin
Amoxicillin adalah zat pembunuh kuman golongan antibiotik penisilin
yang bekerja melawan bakteri di dalam tubuh. Amoxicillin digunakan untuk
mengobati beraneka jenis infeksi/peradangan disebabkan oleh bakteri, seperti
infeksi peradangan telinga, infeksi kandung kecing, radang paru paru, kencing
nanah, dan infeksi yang disebabkan oleh E.coli atau Salmonella. Amoxicillin juga
kadang-kadang digunakan bersama-sama dengan clarithromycin, zat pembunuh
kuman borok-borok perut yang disebabkan oleh Helicobacter pylori. Kombinasi
ini kadang-kadang digunakan dengan lansoprazole sebagai reduktor perut yang
disebut asam (Prevacid) (Anggi, 2008).
Sampel amoxilin digunakan oleh semua kelompok. Hasil pengamatan
menunjukkan semua amoxilin yang digunakan menghasilkan adanya zona bening
pada paper- disc, kecuali pada kelompok 9. Jarak yang dihasilkan memiliki
ukuran bervariasi yakni dari 5 mm hingga 9 mm. Tidak terbentuknya zona bening
pada amoxilin kelompok 9 mungkin dikarenakan adanya kesalahan dalam
melakukan prosedur praktikum.
Amoxicilin merupakan senyawa penisilina semi sintetik dengan aktivitas
antibakteri spektrum luas yang bersifat bakterisid. Aktivitasnya mirip dengan
ampisilina, efektif terhadap sebagian besar bakteri gram-positif dan beberapa
gram-negatif yang patogen. Bakteri patogen yang sensitif terhadap amoksisilina
adalah Staphylococci, Streptococci, Enterococci, S. pneumoniae, N. gonorrhoeae,
H. influenzae, E. coli, dan P. mirabilis. Amoksisilin kurang efektif terhadap
spesies Shigella dan bakteri penghasil beta-laktamase.
Berdasarkan hasil praktikum ini, senyawa antimikroba yang memiliki
aktivitas antimikroorganisme yang paling tinggi adalah amoxicillin dan bawang
putih.
Zona bening akan tumbuh pada media pertumbuhan dengan jarak dari
zona bening tersebut ke pinggir cawan yang berbeda- beda untuk setiap senyawa
antimikroba..
VI. KESIMPULAN
Senyawa antimikroba yang membentuk zona bening pada paper-discnya
dan memiliki jarak sekitar 1 mm ke pinggir cawan petri adalah amoxcillin
dan bawang putih sehingga kedua senyawa ini merupakan senyawa yang
memiliki aktivitas antimikroba tertinggi pada praktikum ini.
Senyawa antimikroba lain seperti bawang merah, jahe, kencur, garam, dan
temulawak juga membentuk zona bening, tetapi jaraknya ke pinggir cawan
petri terlalu kecil sehingga tidak dapat dihitung.
Senyawa antimikroba lain seperti ketumbar, lengkuas, dan kunyit tidak
membentuk zona bening pada paper-discnya. Hal ini kemungkinan terjadi
karena kesalahan dalam melakukan prosedur praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Anggi. 2008. Antibiotik. Dalam http://anggi05.wordpress.com/category/obat/. (diakses pada tanggal 16 Oktober 2011 pukul 19.27 WIB).
Aninda, A. 2010. Garam. Dalam http://lollylubbely.wordpress.com/2010/05/19/garam-sebagai-bahan-pengawet/. (diakses pada tanggal 16 Oktober 2011 pukul 20.52 WIB).
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fauzi,. dan Dodi, A. 2008. Manfaat Tanaman Obat. EDSA Mahkota, Jakarta.
Harborne. 1996. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terbitan Kedua. Terjemahan : K. Padmawinata dan I. Soediro. Penerbit ITB, Bandung.
Kurnia, K. 2006. Lengkuas sebagai Antimikroba. Dalam http://meruyungan.wordpress.com/2011/06/17/lengkuas-sebagai-anti-mikroba-pengawet-alami/. (diakses pada tanggal 16 Oktober 2011 pukul 19.27 WIB).
Kurnia, R. 2010. Antibakteri Tanaman Rempah. Dalam http://lordbroken.wordpress.com/2010/05/24/antibakteri-tanaman-rempah/. (diakses pada tanggal 16 Oktober 2011 pukul 21.00 WIB).
Lubis, A. 2011. Bumbu – Bumbu Berkhasiat. Dalam http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=202560:bumbu-bumbu-berkhasiat-obat&catid=28&Itemid=48. (diakses pada tanggal 16 Oktober 2011 pukul 19.10 WIB).
Soekarjdo dan Siswandono, B. 1995. Kimia Medisinal. Airlangga University Press, Jakarta.
Suriawiria, U. 1987. Pengantar Mikrobiologi Umum. Penerbit angkasa, Jakarta.
Widjajanti, U dan Nuraini. 1996. Obat – obatan. Kanisius, Yogyakarta.
JAWABAN PERTANYAAN
1. Seberapa besar efektifitas ekstrak kunyit sebgai antimikroba alami bila
dibandingkan dengan Penicilin?
Pada percobaan tidak menggunakan sampel Penicilin sehingga tidak dapat
dilakukan perbandingan. Namun, bila dibandingkan antara kunyit dengan
amoxcillin diketahui bahwa amoxcillin yang merupakan antimkroba
buatan lebih efektif dibandingkan dengan ekstrak kunyit walaupun pada
hasil pengamatan dua- duanya memiliki zona bening dengan jarak 1 mm
ke pinggir cawan petri.
ekstrak kunyit memiliki efektivitas lebih rendah dibanding dengan
penicilin karena pada penicilin memiliki aktivitas antibakteri spektrum
luas yang bersifat bakterisid.
2. Diskusikan kesulitan-kesulitan yang dialami saat menguji efektivitas
antimkroba menggunakan metode kirby-bauer?
Kesulitan yang didapat adalah sulitnya mengukur zona bening pada saat
pengamatan dan penentuan senyawa yang resisten, intermediet, atau
sensitif berdasarkan luas zona bening.