Antifungal Therapy in the Treatment of Chronic Rhinosinusitis

download Antifungal Therapy in the Treatment of Chronic Rhinosinusitis

of 11

description

SADSA

Transcript of Antifungal Therapy in the Treatment of Chronic Rhinosinusitis

  • Antifungal Therapy in the Treatment of Chronic Rhinosinusitis: A Meta-Analysis

    Helena Trinina SaragihFK UPN 1320221101

  • Latar Belakang Rhinosinusitis kronik adalah suatu kondisi inflamasi yang terjadi pada hidung dan sinus yang memiliki manifestasi klinis berupa hidung tersumbat, obstruksi, kongesti, atau keluarnya discharge selama minimal 12 minggu dan disertai dengan adanya gambaran abnormalitas endoskopi (polip, sekret mukopurulen, dan atau pembengkakan mukosa) dan atau gambaran CT-Scan yang abnormal.

    Saat ini telah banyak ditemukan gangguan-gangguan pada sinus yang disebabkan oleh jamur dan menjadi penyebab terbanyak pada CRS (Chronic Rhinosinusitis), tetapi kolonisasi jamur juga dapat ditemukan pada pasien normal. Sejak saat itu, timbul kontroversi dan perbedaan hasil penelitian yang kontras mengenai penggunaan anti jamur topikal dan sistemik dalam manajemen terapi CRS.

    Mengingat jamur berpotensi cukup besar sebagai mediator penyebab CRS dan besarnya jumlah populasi Eropa dan USA yang menderita CRS (> 60 juta penduduk) maka sangat penting untuk mengetahui dan melaporkan manfaat dan efek samping dalam penggunaan anti jamur sebagai terapi CRS.

  • METODERandomized placebo controlled trials

    Peserta penelitian ini adalah dewasa dan anak-anak yang didiagnosis menderita CRS (definisi CRS diambil menurut European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps Criteria atau oleh American Academy of Otolaringology Head and Neck Surgery) dan pasien yang puas dengan kriteria Bent-Kuhn.

    Diagnosis ditemukannya fungus berdasarkan dari hasil pemeriksaan histologi dan atau kultur, sementara di luar dari pemeriksaan tersebut tidak dimasukkan ke dalam kriteria inklusi.

  • Intervensi yang digunakan dalam penelitian kali ini meliputi penggunaan anti jamur topikal (douching, nebulisasi, atomisasi, inhalasi, irigasi, spray, drops atau serbuk) dan sistemik (oral atau IV).

    Outcome pengukuran ini meliputi :1.Outcome primer : bertambahnya gejala yang timbul.2.Outcome sekunder : Efek berbahaya yang timbul dari terapi dan outcome pengganti (skor endoskopi dan skor radiografi).

  • HASILTotal seluruh artikel hasil penelitian yang diterima dalam penelitian kali ini berjumlah 374 referensi; 269 referensi diantaranya tidak digunakan pada skrining pertama dan menyisakan 105 artikel untuk digunakan lebih lanjut pada penelitian kali ini.

    Terdapat 6 proses seleksi untuk mendapatkan referensi yang sesuai sehingga didapatkan 6 referensi yang digunakan dalam penelitian kali ini (5 referensi menggunakan anti jamur topikal dan 1 referensi menggunakan anti jamur sistemik).

    Penelitian dengan poin 2 tergolong studi dengan nilai kualitas rendah, sedangkan penelitian dengan poin minimal 3 dikategorikan sebagai studi dengan kualitas yang baik (4 penelitian memiliki total nilai 5, 1 penelitian memiliki total nilai 4, 1 penelitian memiliki total nilai 3). Jumlah referensi yang digunakan adalah 6 buah dan semuanya termasuk dalam penelitian double-blinded.

  • KESIMPULAN1.Anti jamur topikal vs placebo

    a.Symptoms Score. Sampel yang digunakan berjumlah 101 pasien dengan pemberian amphotericin grup B topikal dan 105 pasien dengan plasebo. Hasilnya menunjukan bahwa SMD= 0.35 {0.07,062}; p= 0.01, dimana hasilnya menunjukkan representatif homogenitas diterima dengan statistik I sebesar 45%.

    b.Disease-Specific Quality-of-Life-Score. Sampel yang digunakan berjumlah 143 pasien dengan terapi anti jamur dan 151 pasien dengan plasebo. Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan manfaat terapi secara spesifik antara penggunaan plasebo vs terapi anti jamur (SMD= 0.18 {-0.05,0.42}, p = 0.12 ), statistik I 10% dengan homogenitas baik.

  • c.Nasal Endoscopy Score. Sampel yang digunakan 101 pasien dengan terapi anti jamur dan 103 pasien dengan plasebo. Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan manfaat secara signifikan antara plasebo vs anti jamur dengan (SMD= -0.00 {-0.26,0,26}, p= 0.98), dengan nilai statistik I 62% dengan substansi heterogenitas.

    d.Radiographic score. Sampel yang digunakan totalnya adalah 53 pasien dengan anti jamur dan 62 pasien dengan plasebo. Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan manfaat yang signfikan antara terapi anti jamur dengan plasebo (SMD= 0.02 [-0.36, 0.41]; p= 0.9, dengan nilai statistik 88% dan substansi heterogenitas.

  • 2.Anti jamur sistemik vs plasebo.Total referensi yang digunakan adalah berjumlah 1 buah referensi dengan alokasi total pasien 23 pasien untuk pasien dengan terapi antijamur dan 26 pasien dengan terapi plasebo.

    a.Symptoms Score. Hasilnya menunjukan bahwa tidak ada perbedaan manfaat yang signifikan antara pemakaian terbinafine dengan plasebo (SMD= -0.07 [-0.64, 0.51}; p= 0.82)

    b.Radiographic. Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara terbinafine vs plasebo (SMD= -0.14; p=0.99)

    c.Adverse effect. Tidak ada perbedaan manfaat signifikan antara terbinafine vs plasebo dengan [risk ratio, 3.36; 95% CI; p=0.08)

  • DISKUSIPenggunaan terapi anti jamur vs plasebo pada CRS mengundang kontroversi. Di satu sisi koloni jamur pada mukosa sinus nasal menyebabkan aktivasi dan sensitasi sistem imunitas pasien, sehingga dengan penggunaan terapi antijamur dapat berpotensi mengurangi aktivitas inflamasi pada rongga hidung. Tetapi, tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan manfaat pemakaian anti jamur topikal. Manfaat pemakaian anti jamur topikal hanya terbukti pada 1 dari 5 penelitian yang dilakukan dan itu hanya pada gambaran radiografi dan endoskopi tetapi tidak pada gejala CRS itu sendiri. Sementara itu, pada pemakaian antijamur sistemik tidak ditemukan manfaat yang signifikan baik untuk skor gejala maupun radiografi, dikarenakan hanya 1 referensi jurnal yang termasuk dalam kriteria inklusi sehingga heterogenitas tidak tercapai.

  • KESIMPULANBerdasarkan meta analisis yang telah digunakan, penulis tidak menganjurkan pemberian jenis anti jamur baik topikal maupun sistemik pada manajemen terapi rutin yang digunakan untuk CRS dan hanya digunakan untuk kasus-kasus di instansi dan situasi yang spesifik dan jelas menunjukkan manfaat.