Ant

download Ant

of 20

description

j

Transcript of Ant

Tugas Mandiri Antroplogi DentalVARIASI NON-METRIS KANINUSKANINUS BUSHMAN

v

Yuliana Merlindika S/021411133030Callista Gladys F. D /021411133035Innocencio K. P. / 021411133031Zhafira Putri S. / 021411133036Almira Rachmawati / 021411133032Yuniar Dwi C. / 021411133037Mega Titi Rahayu / 021411133033Anggita E.P / 021411133038Andi Adani N. / 021411133034Azimah Regita / 021411133039

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS AIRLANGGASemester Genap 2015

KATA PENGANTARPuji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan penyertaannya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mandiri antropologi dentalyang berjudulkanvariasi non-metris kaninus, kaninus bushman. Dalam penulisan makalah ini diusahakan dengan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat selesai dengan lancar. Untuk itu saya menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dosen pembimbing Drg. Susy Kristiani, M.Kes..selaku dosen pembimbing.2. Keluarga dan teman-teman sejawat yang telah memberikan dukungan kepada saya untuk menyelesaikan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis memohon maaf jika ada kekurangan dari dari segi tata bahasa maupun segi lainnya. Oleh karena itu saya dengan terbuka untuk menerima saran dari kritik dari pembaca. Sehingga saya dapat membenarkan kesalahan yang ada dan menjadikan makalah ini lebih baik.Akhirnya penulis mengharapkan agar makalah ini bermanfaat, memberi pengetahuan dan hikmah bagi pembaca.

Surabaya, 25 May 2015Penulis

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR.............................................................................................iiDAFTAR GAMBAR..............................................................................................ivABSTRAK...............................................................................................................vBAB I PENDAHULUAN1.1Latar Belakang11.2Tujuan Penulisan21.3Manfaat2BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Kopi32.1.1 Definisi Kopi32.1.3 Kandungan Zat Kimia Dalam Kopi32.1.3.1 Kafein Pada Kopi42.2 Tekanan Darah62.2.1 Definisi Tekanan Darah62.2.3 Faktor Mempengaruhi Tekanan Darah82.2.4 Hipertensi112.2.4.1 Gejala Klinis132.3 Pengaruh Kafein Terhadap Tekanan Darah13BAB III PEMBAHASAN......................................................................................15BAB IV PENUTUP4.1 Kesimpulan17DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18

DAFTAR GAMBARGambar 1...................................................................................5

BAB IPENDAHULUANLatar BelakangVariasi metris pada gigi manisia dipelajari dalam ilmu Antropologi. Antropologi sendiri berasal dari kata antrhopos dan logos. Antrhopos berarti manusia, logos adalah ilmu. Jadi antropologi yaitu studi yang mempelajari tentang manusia baik dalam bidang biologisnya maupun di bidang sosial-budayanya. Antopologi dental dimulai pada sekitar abad 19, dimana antropolog dan ahli anatomi melihat adanya variasi morfologis gigi dan mulai mendeskripsikannya. Variasi morfologi ini diduga berkaitan dengan variasi biologis manusia dari sisi non-dental, sehingga ada kaitannya dengan jenis-jenis ras manusia.Variasi metris terdapat pada masing-masing gigi. Salah satu yang akan dibahas pada makalah ini adalah variasi metris pada caninus. Salah satu variasi metris pada caninus adalah caninus Bushman atau yang sering disebut dengan mesial ridge caninus. Caninus Bushman sering terdapat pada ras Afrika. Caninus Bushman berbentuk premolariform. Caninus Bushman dibagi menjadi 4 klas yaitu klas 0, klas 1, klas 2, san klas 3.

1.2 Tujuan1. Mengetahui variasi metris pada caninus2. Mengetahui caninus Bushman3. Mengetahui klasifikasi pada caninus Bushman

1.3 ManfaatMakalah ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk mengetahui definisi dan ciri-ciri pada caninus Bushman dan mengetahui klasifikasi caninus Bushman.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi Kaninus Terdapat empat kaninus: satu berada pada dua sisi di arkus maskilaris dan satu lagi berada pada dua sisi dari arkus mandibularis. Merupakan gigi permanen terpanjang. Nama canine (kaninus) berasal dari bahasa Yunani dan ditemukan di tulisan Hippocrates dan Aristotle dari 2350 tahun yang lalu. Aristotle pertama kalinya mendeskripsikan anatomi dari kaninus, menekankan bahwa secara alami berada diantara insisif dan molar. Celsus adalah penulis pertama yang menyebutkan akar dari gigi, mengatakan kaninus adalah monoradikuler (pada umumnya memiliki satu akar)(Scheid & Weiss, 2012). 2.2 Fungsi Kaninus Pada anjing, kucing dan binatang lainnya, fungsi dari gigi kaninus adalah untuk menangkap dan merobek makanan serta untuk pertahanan diri. Pada manusia, gigi kaninus biasanya bekerja bersamaan dengan insisif (a) untuk mendukung bibir dan otot fasial dan (b) untuk memotong, menembus, atau merobek potongan-potongan makanan. Tumpang tindih yang curam dari kaninus maksila dan mandibula, jika ada akan berfungsi (c) sebagai mekanisme protektif sejak kaninus yang panjang, kaninus yang berlawanan naik melewati satu sama lain ketika mandibula bergerak ke arah manapun, menyebabkan semua gigi posterior untuk terpisah. Petunjuk kaninus membuat lega premolar dan molar dari kerusakan potensial tekanan horizontal ketika mengunyah(Scheid & Weiss, 2012).Karena bentuk yang besar, akar yang panjang, menjadikan gigi jangkar (abutments) untuk menempelkan pengganti untuk gigi yang hilang dengan dental bridge atau gigi tiruan lepasan sebagian(Scheid & Weiss, 2012).

2.3 Karakteristik kaninusGigi kaninus merupakan gigi yang terpanjang dengan akar yang tebal. Mahkota gigi kaninus pendek dan lebar, permukaan labialnya cembung dengan linger labial vertikal dan lereng mesial yang lebih pendek daripada distal. Titik kontak distal kaninus lebih ke arah servikal daripada titik kontak mesial, ukuran labiolingual lebih besar daripada mesio-distal, yaitu untuk gigi atas berbeda 0,5 mm dan gigi bawah berbeda 0,9 mm (penyelidikan dari 637 gigi). Kaninus jarang tanggal karena penyakit (karies atau penyakit periodontal). Tonjolnya lebih panjang dan tajam daripada tonjol gigi tetap dan panjang akarnya dua kali panjang korona, akar sempit dan tapering, penampang berbentuk segitiga dan sudut-sudutnya membulat. (Wangidjaja, 2013)2.3.1Kaninus AtasGambar 1. Tampak umum gigi kaninus atas dan bawah(Wangidjaja, 2013).a) Pandangan LabialKurva yang dibentuk oleh garis servikal lebih sempit daripada I1, karena akarnya lebih langsing pada permukaan ini. Akarnya panjang, meruncing, dan biasnaya melengkung ke distal pada apeksnya. (Wangidjaja, 2013)Garis luar mesial dari korona konveks dengan puncaknya pada batas bagian sepertiga tengah insisal tempat Canninus berkontak dengan I2. Garis luar ini menuju ke ujung tonjol dan bertemu dengan poros gigi. Garis luar distal sedikit konkaf dari perbatasan akar dan korona ke daerah kontak yang menjadi puncak distal dari kurva itu. Puncak ini terletaak pada bagian sepertiga tengah panjang korona. Titik ini berkontak dengan permukaan mesial dari P1. (Wangidjaja, 2013)

Gambar 2. Kaninus tampak labial (Scheid & Weiss, 2012)

b) Pandangan PalatalPermukaan ini kebalikan dari permukaan labial. Cingulum, linger marginal, dan linger transversal/palatal mengecil ke ujung tonjol. (Wangidjaja, 2013)

Gambar 1. Kaninus tampak lingual/palatal. (Scheid & Weiss, 2012)

c) Pandangan MesialBentuk permukaan ini bentuk gigi insisif hanya agak cembung. Koronanya meruncing dari puncak kurva labial dan palatal ke ujung tonjol. Ukuran labiopalatal lebih besar sehingga koronanya menjadi lebih tebal dan kuat. (Wangidjaja, 2013)Sebaliknya, garis luar labial sedikit cembung dari puncak labial ke ujung tonjol. Ujung tonjol ini terletak labial dari poros gigi. Kurva garis servikal melengkung ke insisal panjang korona. (Wangidjaja, 2013)d) Pandangan DistalPermukaan ini berlawanan dengan permukaan mesial, hanya garis servikalnya tidak begitu melengkung ke insisal. (Wangidjaja, 2013)

Gambar 4. Kaninus tampak proximal (distal/mesial) (Scheid & Weiss, 2012)

e) Pandangan InsisalGaris luarnya terdiri atas beberapa garis-garis lengkung, yaitu garis lengkung mesial, labial, palatal, dan distal. Garis yang menunjukkan ujung tonjol dan lereng insisal terletak labial dari pusat. Ujung tonjol terletak pada garis yang membagi garis lengkung labial dan palatal. Bisa dilihat pada gambar, ukuran korona labiopalatal yang lebih lebar dan terdapat konkavitas (garis lengkung distal bertemu dengan garis lengkung labial dan palatal). (Wangidjaja, 2013).

Gambar 5. Kaninus tampak insisal (Scheid & Weiss, 2012)

2.3.2Kaninus BawahTugas kaninus bawah dan atas sama, sehingga ggaris luarnya dari semua permukaan sama. Koronanya lebih panjang serviko-insisal dan lebih sempit mesiodistal daripada kaninus atas. Cingulumnya tidak begitu nyata. Pada permukaan mesial dan distal, bagian sepertiga servikal tidak begitu tebal. Permukaan lingual lebih rata daripada permukaan lingual dari kaninus atas, hampir sama dengan gigi-geligi depan bawah lainnya. Pada umumnya, ujung akar melengkung ke distal, tetapi kadang-kadang juga terdapat caninus dengan ujung akar yang membengkok ke mesial. Jika kaninus ini belum aus, gigi ini adalah gigi yang paling panjang di dalam mulut(Wangidjaja, 2013).

.

Gambar 4. Kaninus tampak proximal (Scheid & Weiss, 2012).2 2.1 2.2 2.4 Kaninus BushmanKaninus Bushman ditemukan pada sampai dengan 40% lebih orang yang berbahasa Khoisan di Afrika selatan (misalnya San dan Khoikhoi) dan memperlihatkan distribusi pan-Afrika yang signifikan. Bentuk unik yang disebut premolariform pada caninus pertama ditemukan pada sampel ras Afrika oleh Oranje (1934) dan Galloway (1937, 1959). Tetapi temuan ini belum dipelajari secara sistematis hingga diteliti oleh Morris pada tahun 1975. Definisi awal dari karakteristik tersebut adalah sebagai berikut(Irish & Morris, 1996):Permukaan lingual (dari caninus rahang atas) didominasi oleh mesial ridge dan tuberkel yang hipertrofi dan bersatu sepenuhnya sehingga sulit untuk diidentifikasi secara terpisah. Bentuk ini bukanlah suatu cingulum karena tidak menyerupai cincin maupun pinggiran enamel, juga tidak dibatasi oleh bagian gingiva dari gigi. Caninus bisa jadi memiliki tuberkel atau mesial ridge yang besar tetapi tidak serupa deengan caninus Bushman. Gigi dapat terpengaruh apabila ada area yang mengalami hipertofi dan sulkus lingual tunggal dalam posisi distal (lihat gambar 1)(Irish & Morris, 1996).

Gambar 1.Caninus kanan rahang atas yang normal (a) dan Bushman (b). Perhatikan pada (1) mesial lingual ridge mengalami hipertrofi dan menyatu dengan tuberkulum dentale. Pada (2) sulkul lingual dalam posisi distal pada gigi yang terkena. Digambar ulang dari sumber Morris (1975).Kemudian, Turner et al. (1991:16) mendeskripsikan sebuah varian caninus: Secara normal, marginal ridge mesiolingual dari caninus rahang atas ukurannya mirip dengan marginal ridge distolingual. Dalam kasus yang jarang, mesial ridge berukuran lebih besar daripada distal ridge dan pada beberapa kasus memiliki defleksi distal kira-kira dua pertiga ke bawah dari permukaan oklusal akibat pelekatannya ke tuberkulum dentale(Irish & Morris, 1996).

Gambar 2.Caninus Bushman pada cetakan laki-laki suku Chewa dari Malawi. Dicetak oleh M. Sakuma(Irish & Morris, 1996).

Gambar 3.Plaque caninus Bushman dari Arizona State University Dental Anthropology System(Irish & Morris, 1996).Turner et al. (1991:16-17) juga membagi ciri Bushman ke dalam skala empat kelas (gambar 3) dari ekspresi (0-3) yang diperuntukkan kepada ASU Dental Anthropology System(Irish & Morris, 1996):0. Lingual ridge mesial dan distal berukuran sama dan tidak ada yang melekan pada tuberkulum dentale jika ada.1. Ridge mesiolingual lebih besar daripada distolingual, dan sedikit sekali melekat pada tuberkulum dentale.2. Ridge mesiolingual lebih besar daripada distolingual dan cukup melekat pada tuberkulum dentale.3. Bentuk tipe Morris. Ridge mesiolingual jauh lebih besar daripada distolingual dan sepenuhnya menyatu dengan tuberkulum dentale.Pada sistem ASU, karakteristik tersebut dinyatakan ada jika gigi mendapat nilai 1-3. Penilaian ini dapat dengan jelas membedakan caninus normal dan Bushman, sehingga mampu menjelaskan variasi yang nampak pada ras Afrika. Tetapi, seperti yang ditekankan oleh Turner, pada seluruh karakteristik, gambaran klinis atau plaqueharus disertakan dengan penjelasan tertulis. Pada kasus caninus Bushman/mesial ridge caninus, gambaran klinis kelas 1 dan 3 sangat mewakili ekspresi karakteristik tersebut. Namun, contoh kelas 2 kurang begitu jelas jika tidak menggunakan definisi kelas 2 secara tertulis. Situasi ini dapat menyebabkan kerancuan, meskupun umumnya kesalahan disebabkan oleh misidentifikasi yang sederhana. Misidentifikasi dapat menjadi masalah terutama pada sampel yang memiliki suatu karakteristik dengan frekuensi rendah atau jarang sekali, misalnya setelah mengamati caninus yang normal berulang kali secara tidak sengaja melihat karakteristik tersebut(Irish & Morris, 1996).

BAB III PEMBAHASAN

BAB IVPENUTUP4.1 KesimpulanManusia memiliki empat gigi kaninus dua pada arkus maksilaris dan dua lainnya pada arkus mandibularis. Kegunaan kaninus terutama untuk memotong, merobek dan menembus makanan di dalam mulut. Morfologi gigi kaninus sendiri seperti peralihan bentuk gigi insisif dan molar jika dilihat dari insisal, labial, lingual, dan proksimal. Karakteristik umum dari kaninus yang normal, diantaranya meupakan gigi yang terpanjang dengan akar yang tebal, mahkota gigi kaninus pendek dan lebar, permukaan labialnya cembung dengan linger labial vertikal dan lereng mesial yang lebih pendek daripada distal, tonjol yang dimiliki gigi kaninus lebih panjang dan tajam, akar sempit dan tapering, penampang berbentuk segitiga dan sudut-sudutnya membulat. Variasi non-metris dari kaninus salah satunya adalah kaninus Bushman yang banyak ditemukan di Afrika Selatan. Pada varian ini mesial lingual ridge mengalami hipertrofi dan menyatu dengan tuberkulum dentale sehingga gigi kaninus terlihat seperti memiliki cingulum.

DAFTAR PUSTAKAIrish, J. D. & Morris, D. H., 1996. Canine Mesial Ridge (Bushman Canine) Dental Trait Definition. American Journal of Physical Anthropology, I(1), p. 3.Scheid, R. C. & Weiss, G., 2012. Woelfel's Dental Anatomy. 8th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer.Wangidjaja, I. , 2013. Anatomi Gigi Edisi 2. Jakarta: EGC.

15