Angioedema Associated With Urticaria Can Be a Silent Killer

19
Clinical Service Session Angioedema Associated with Urticaria can be a Silent Killer Oleh : Zulis Chairani 0810313199 Nola Eriza 0910313251 PRESEPTOR: Dr.Satya Wydya Yenny ,Sp.KK BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP.DR.M.DJAMIL PADANG 2014 1

description

angioedemaaa fdffsdfdfzsfkzfkkmkjifjhizjzf

Transcript of Angioedema Associated With Urticaria Can Be a Silent Killer

Page 1: Angioedema Associated With Urticaria Can Be a Silent Killer

Clinical Service Session

Angioedema Associated with

Urticaria can be a Silent Killer

Oleh :

Zulis Chairani 0810313199

Nola Eriza 0910313251

PRESEPTOR:

Dr.Satya Wydya Yenny ,Sp.KK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP.DR.M.DJAMIL PADANG

2014

1

Page 2: Angioedema Associated With Urticaria Can Be a Silent Killer

Angioedema Associated with Urticaria can be a Silent Killer

Abstract

Urticaria and angioedema are common diseases in children and adults. Erythematous swelling of the deeper cutaneous and subcutaneous tissue is called angioedema. Urticaria is characterized as the appearance of erythematous, circumscribed, elevated, pruritic, edematous swelling of the upper dermal tissue. Urticaria may occur in any part of the body, whereas angioedema often involves face, extremities or genitalia. Urticaria is considered acute if symptoms are present for less than 6 weeks. In chronic urticaria symptoms are longer than 6 weeks. Acute urticaria has been reported to be the common type in childhood and chronic urticaria is more frequent in adults. Urticaria and angioedema are a frequent cause of emergency room visit but few patients need to be admitted.The basic mechanism involves the release of diverse vasoactive mediators that arise from the activation of cells or enzymatic pathways. Histamine is the best known of these substances, and response consisting of vasodilatation (erythema), increased vascular permeability (edema) and an axon reflex that increases reaction. The most common etiological factors for angioedema and urticaria have been identified as infection, physical urticaria, food allergy, drug adverse reaction, parasitic infestation and papular urticaria. The aim of this study is to define, describe and discuss etiology, diagnostic, treatment and severity.

Pendahuluan

Manifestasi alergi lebih sering terjadi akhir-akhir ini karena reaksi organisme, alergen yang tersebar luas di lingkungan dan higinitas yang tinggi. Statistik penelitian mengungkapkan bahwa 1 dari 4 orang Eropa menderita alergi[1]. Manifestasi alergi lebih sering di negara-negara barat, di mana kondisi higinitas yang tinggi. Angioedema dan urtikaria merupakan yang terbanyak dari seluruh manifestasi alergi [1,2].

Urtikaria adalah suatu reaksi alergi pada kulit yang terjadi tiba-tiba. Urtikaria sendiri sedikit meninggi di permukaan kulit, licin, bentol dengan permukaan datar yang disebut wheals dan bekas yang biasanya sedikit lebih kemerahan daripada kulit di sekitarnya dan sangat gatal. Urtikaria kadang terlihat seperti gigitan nyamuk [2-4].

Angioedema seperti urtikaria, hanya saja lebih besar dan mengenai lapisan kulit yang lebih dalam. Angioedema menyebabkan bengkak yang parah, biasanya di wajah, mata dan mulut. Pembengkakan ini juga dapat terjadi pada tenggorokan, yang merupakan kondisi bahaya karena dapat menutup aliran udara ke paru-paru [3,5,6].

Klasifikasi Urtikaria dan Angioedema

Urtikaria

1. Urtikaria akut

2. Urtikaria kronis [2,3]

Angioedema

2

Page 3: Angioedema Associated With Urticaria Can Be a Silent Killer

1. Hereditary angioedema type1 (HAE1)

2. Hereditary angioedema type2 (HAE2)

3. Hereditary angioedema type3 (HAE3)

4. Acquired angioedema type1 (AAE1), (sangat jarang)

5. Acquired angioedema type2 (AAE2), (sangat jarang)

6. Non Histaminergic angioedema (INAE), (5% kasus)

7. Idiopathic angioedema

8. Allergic angioedema (paling banyak)

9. ACE inhibitor-induced angioedema (4-8% kasus) [5-11]

Angioedema herediter hanya 0.4% dari semua kasus angioedema; namun,suatu tes diagnostik yang spesifik dan tingkat kematian yang tinggi terkait dengan angioedema herediter perlu perhatian khusus [1,6,7].

Angioedema herediter adalah penyakit autosomal dominan yang dihubungkan dengan adanya riwayat angioedema dalam keluarga. Namun, pada beberapa kasus dihubungkan dengan mutasi baru sebuah gen [5,8]. Pada 80-85% kasus angioedema herediter, kadar serum C1 inhibitor (C1-INH) mengalami penurunan sekitar 30% dari rentang nilai normal. Sebaliknya, sekitar 15% pasien dengan angioedema herediter memiliki suatu antigen, tapi kebanyakan tidak berfungsi, C1-INH [8,9]. Hilang atau tidak berfungsinya C1 INH mengakibatkan kegagalan dalam mengontrol aktivitas enzimatik dari C1, menyebabkan rendahnya aktivitas awal komponen komplemen C4 dan C2 karena penggunaan yang berlebihan.

Kelainan struktural dalam gen SERPING1 pada pasien dengan angioedema herediter telah ditemukan sangat heterogen. Lebih dari 150 mutasi telah dilaporkan pada pasien yang tidak ada hubungan[5,8]. HAE3 adalah yang terbaru menggambarkan tipe angioedema herediter. Dalam HAE3, fungsi C1-INH dan komponen komplemen normal [5-7]. AAE1 biasanya dikaitkan dengan gangguan limfoproliferatif. Onset angioedema dapat mendahului gejala lain penyakit limfoproliferatif [5-8]. AAE2 dihubungkan dengan autoantibodi yang langsung menghambat fungsi C1INH. AAE1 dan AAE2 sangat jarang pada populasi pediatrik [5-8]. INAE angioedema adalah angioedema tanpa urtikaria. Pasien biasanya tidak respon terhadap antihistamin. [5-8]. Bentuk angioedema idiopatik mungkin terkait dengan pembengkakan, urtikaria yang bertahan lebih lama dari 6 minggu, atau keduanya [5-8,10]. Angioedema alergi ini ditandai dengan pembengkakan, urtikaria, atau keduanya, akibat reaksi terhadap faktor-faktor lingkungan seperti makanan, sengatan atau gigitan serangga, dingin, panas, lateks, atau obat. Biasanya, faktor lingkungan memprovokasi pelepasan histamin yang mengarah ke pembengkakan, urtikaria atau keduanya [5-8] (Tabel 1).

3

Page 4: Angioedema Associated With Urticaria Can Be a Silent Killer

Patofisiologi

Urtikaria dan angioedema sebagian memiliki patofisiologi yang sama. Urtikaria hasil dari pelepasan histamin, bradikinin, leukotrien C4, prostaglandin D2 dan substansi vasoaktif lainnya dari sel mast dan basofil di dermis. Substansi ini menyebabkan ekstravasasi plasma ke dermis, menyebabkan lesi urtikarial. Gatal – gatal pada urtikaria terjadi karena pelepasan histamin ke dermis [12-14].

Pada reaksi imun , urtikaria dan angioedema alergi terdapat 2 jenis reaksi: mediasi imun dan non mediasi imun. Histamin adalah mediator paling sering terlibat. Histamin dilepaskan dari mastocyte bersama dengan leukotrien (LT) dan prostaglandin melalui mekanisme langsung mediasi imun, dimediasi oleh IgE, yang dikarakteristiank untuk makanan, obat-obatan dan gigitan serangga. Juga dapat dilepaskan langsung pada kasus infeksi virus dan bakteri dan karena obat-obatan tertentu (antibiotik, AINS, opioid, agen radiokontras). Selain itu dapat juga dari makanan yang mengandung histidine, yang ditemukan dalam ikan, keju dan anggur merah.

Pada histamin terdapat 2 reseptor membran, reseptor H1 dan H2, yang terdapat pada banyak jenis sel tubuh. Aktivasi reseptor histamin H1 pada endotel dan sel otot halus menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Aktivasi reseptor histamin H2 menyebabkan vasodilatasi arteriol dan venula.

Dalam mekanisme kekebalan tubuh urtikaria dan angioedema alergi, terlibat 3 jenis reaksi [12-14]:

1. Tipe I respon alergi imunoglobulin IgE dimulai oleh kompleks antigen-mediated IgE yang mengikat reseptor pada permukaan sel mast dan basofil, sehingga menyebabkan degranulasi dengan pelepasan histamin.

2. Tipe II respon alergi dimediasi oleh sel T sitotoksik, menyebabkan deposit imunoglobulin, komplemen, dan fibrin di sekitar pembuluh darah. Hal ini menyebabkan urtikaria vaskulitis.

3. Tipe III penyakit kompleks imun dikaitkan dengan sistemik lupus erythematosus dan penyakit autoimun lain yang menyebabkan urtikaria.

Urtikaria Angioedema- Ruam halus, meninggi, benjolan merah muda atau kemerahan dengan ukuran yang berbeda, yang disebut wheals- Muncul tiba-tiba- Dapat mencakup semua atau bagian tubuh- Biasanya muncul pertama pada kulit yang tertutup seperti tungkai dan bagian atas dari lengan dan kaki- Bulatan muncul berkelompok, masing-masing dapat berlangsung dari beberapa menit sampai enam jam- Awalnya dalam bentuk bercak, tetapi

- Ditandai pembengkakan, biasanyasekitar mata dan mulut- Hal ini juga dapat melibatkan tenggorokan, lidah, tangan, kaki dan genitalia- Kulit mungkin tampak normal, tanpaUrtika atau ruam lainnya- Mata mungkinbengkak- Pembengkakan mungkin tidak simetris- Pembengkakan biasanya tidak gatal tapi nyeri atau rasa terbakar [22]

4

Page 5: Angioedema Associated With Urticaria Can Be a Silent Killer

kemudian bercak-bercak bergabung hingga urticaria menutupi hampir semua tubuh- Bercak bisa kecil atau besar, merekabiasanya berbentuk tidak teratur- Sangat gatal [22]

Tabel 1: Gejala dan tanda-tanda urtikaria dan angioedema

Bradikinin merupakan mediator penting untuk terjadinya pembengkakan. Kallikrein terbentuk dari C1-INH akibat aksi prekallikrein. Ini bertindak atas kininogen, mengubahnya menjadi bradikinin.

Pada beberapa pasien dengan urtikaria kronis, penyakit ini muncul sebagai gangguan autoimun. Jadi sekitar 35-40% pasien mempunyai antibodi IgG terhadap reseptor IgE, dan pasien lain (5-10%) memiliki antibodi terhadap reseptor IgE. Ikatan antibodi dan komplemen ini meningkatkan pelepasan histamin . Dalam dekade terakhir terutama alergi dan penyakit autoimun ditemukan. Hal ini disebabkan oleh stimulasi sel T terhadap T helper 2 dan mendorong pelepasan antibodi IgE. Perubahan rasio limfosit T helper 2 dan T helper 1 dapat dikarenakan pengaruh higinitas dengan penurunan infeksi sehingga stimulasi limfosit T helper 1 berkurang. Penyakit autoimun seperti tiroiditis, vitiligo, diabetes tipe I, rheumatoid arthritis, anemia pernisiosa, sering dikaitkan dengan urtikaria kronis. Baru-baru ini, hubungan yang kuat ditemukan antara pelepasan basofil-histamin dan HLA-DR4 dan DQ8. Pelepasan histamin-basofil assay adalah "gold standard" untuk mendeteksi autoantibodi fungsional dalam serum pasien dengan urtikaria kronis. Temuan bahwa basofil darah perifer berkurang atau tidak ada dalam pasien dengan urtikaria kronis, pelepasan histamin autoantibodi menunjukkan bahwa urtikaria kronis memiliki asal autoimun [15].

Non-Immune-Mediated Urticaria

Komplemen-mediasi urtikaria termasuk infeksi virus dan bakteri, serum sickness, dan reaksi transfusi. Urtikaria reaksi transfusi terjadi ketika zat alergi dalam plasma darah donor yang bereaksi dengan antibodi IgE yang sudah ada sebelumnya pada resepien. Obat-obatan tertentu (opioid, vecuronium, vankomisin, dan lain-lain) serta agen radiokontras menyebabkan urtikaria karena mast cell degranulasi melalui mekanisme non-IgE-mediated [12-15].

Etiologi

Pada 50% pasien dengan urtikaria akut, etiologi spesifik dapat diidentifikasi. Episode singkat dari urtikaria dapat dikaitkan dengan diidentifikasi penyebab, dan metode paparan (kontak langsung, oral atau jalur intravena) biasanya diketahui. Urtikaria sering dikaitkan dengan infeksi [16-20].

Alergi makanan

Jenis makanan yang paling banyak terlibat dalam menimbulkan urtikaria adalah: kacang-kacangan, kacang tanah, telur, ikan, susu dan tomat. Ikan, keju dan anggur merah dapat mengandung histidin, yang akhirnya dapat menyebabkan reaksi urtikarial atau edema angioneurotic

5

Page 6: Angioedema Associated With Urticaria Can Be a Silent Killer

Medical allergens

Daftar obat-obatan, seperti aspirin, NSAID, opiat, succinylcholine,antibiotik (beta-laktam, polimiksin, siprofloksasin, vankomisin, dan rifampisin) dapat menyebabkan urtikaria dan edema angioneurotic melalui mekanisme non-alergi dan melalui IgE. Terutama, obat apapun yang mampu merangsang reaksi alergi.

Contact allergens

Ini merujuk kepada orang - orang yang mempunyai alergi yang muncul selama kegiatan sehari-hari dibeberapa profesi. Dalam hal ini, paparan telur, kacang-kacangan dan seluruh beberapa produk lainnya yang dapat menyebabkan gejala urtikaria.

Gigitan serangga

Dalam hal ini, yang paling umum adalah gigitan nyamuk, lebah dan laba-laba.

Hypersensitivity

Urtikaria dapat disebabkan oleh hipersensitif seperti tertelan, terhirup substansi (misalnya Latex, serangga menyengat, dan kecelakaan kerja).

Medis

Urtikaria telah dilaporkan dengan adanya penyakit -penyakit yang menular. Seperti infeksi virus yang berhubungan dengan urtikaria akut termasuk sindrom virus akut, hepatitis(A, B, dan C), Epstein-Barr, dan virus herpes simplex. Streptokokus infeksi telah dilaporkan sebagai penyebab 17% kasus urtikaria akut pada anak-anak. Urtikaria juga telah dilaporkan dengan parasit infeksi kronis. Meskipun sinusitis, infeksi jamur kulit, Helicobacterinfeksi pylori, atau infeksi akut lainnya telah dilaporkan dalam literatur menyebabkan urtikaria, namun data tidak didukung [19]. Penyebab hormonal melalui tumor endokrin atau patologi ovarium jarang terjadi.Penggunaan kontrasepsi oral atau perubahan siklus menstruasi telah dilaporkan sebagai kemungkinan penyebab urtikaria, pasien biasanya melaporkan memburuknya sarangan dengan siklus menstruasi. Ini mungkin hormone yang di rangsang oleh penggunaan analgesik juga harus dipertimbangkan sebagai kemungkinan penyebabnya. Urtikaria berulang meliputi: crioglobulinemia, penyakit darah, peradangan kompleks-dimediasi kekebalan tubuh lainnya, sistemik lupus eritematosus, rheumatoid arthritis, arthritis juvenile arthritis, hipotiroidisme dan hipertiroidisme, keganasan reticular getah bening,kehamilan.

Fisik

Dapat disebabkan oleh : dingin, tekanan, getaran, kolinergik,sinar matahari, air, dermographism, olahraga [3,21,22]

Epidemiology

6

Page 7: Angioedema Associated With Urticaria Can Be a Silent Killer

Urtikaria (akut dan kronis) dapat di temukan pada populasi 15-25% beberapa orang. Insiden urtikaria akut lebih tinggi pada orang dengan atopi, dan kondisi terjadi paling sering pada anak-anak dan dewasa muda [2,6].

Beberapa pasien dapat memiliki keduanya urtikaria dan angioedema, terjadi secara bersamaan atau secara terpisah. Sekitar 50% dari pasien memiliki urtikaria dan angioedema, sedangkan 40% memiliki urtikaria sendiri, dan 10% angioedema saja. Angioedema herediter menyumbang hanya 0,4% kasus angioedema tetapi dikaitkan dengan kematian yang tinggi [2,6,7,13].

Kasus The Pediatric Clinic II, dari Januari 2011 - Januari 2012, telah mencatat 1180 pasien yang terkena alergi yang berbeda pada gejalanya di kulit yang mewakili 18% dari total 6400 pasien pada tahun itu. Urtikaria disebabkan oleh makanan dan didiagnosis pada 35% dari 1.180 pasien alergi, yang berarti 436 pasien. Sisa manifestasi urtikaria muncul sebagai hasil infeksi, penggunaan obat atau penyakit tertentu. Dari pasien dengan urticaria, 51%, yaitu 601 pasien juga dengan gejala edema angioneurotic Untuk mengidentifikasi alergen, IgE spesifik panel dibuat sebanyak 20 alergen.

Angioudeme herediter

Di temukan tanda – tanda Kurangnya lesi pruritus dan urtikaria, serangan GI berulang yang kolik dan episode edema laring adalah gejala yang paling umum

Penampilan wheal linier di situs stroke dengan objek menunjukkan dermographism.

Serum sickness

Ini adalah kompleks yang dimediasi oleh reaksi hipersensitivitas imun yang ditandai dengan urtikaria, demam, limfadenopati, mialgia, dan arthralgia atau arthritis.

Tekanan yang pada urtikaria

Hal ini biasanya paling sering terjadi setelah 4 jam di stimulus yang berkelanjutan (misalnya, tali bahu atau sabuk, berlari, atau petunjuk tenaga kerja). Sering menyertai dermographism atau idiopatik kronisurtikaria [2-5].

Exercise-related anaphylaxis

Hal ini ditandai dengan munculnya pruritus eritema kulit dan urtikaria. Ini dapat berkembang menjadi angioedema wajah, orofaring, laring, atau usus atau kolaps vaskuler. Latihan induksi anaphylaxis merupakan bentuk yang berbeda dari alergi fisik.

Cholinergic urticarial

Pada urtikaria kolinergik dapat di temukan gatal, terbakar, kesemutan,hangat,atau iritasi yangi mendahului timbulnya lesi kecil (1 sampai 2 mm diameter), bercak gatal dikelilingi oleh area besar eritema. Pasien dengan urtikaria kolinergik mungkin mengalami symptomatology sistemik, seperti pingsan, kram perut, diare, air liur, sakit kepala.

7

Page 8: Angioedema Associated With Urticaria Can Be a Silent Killer

Angioedema, asma, anaphylactoid reaksi, dan bahkan reaksi anafilaksis juga dilaporkan [2-5].

Urtikaria yang di sebakan dingin

Paparan suhu rendah atau benda dingin yang menyebabkan kemerahan, gatal, bengkak, dan gatal-gatal pada kulit yang telah kontak dengan dingin. Berenang di air dingin adalah penyebab paling umum yang dapat menyebabkan kolaps pembuluh darah [5-7].

Urtikaria yang di sebakan oleh panas

Hal ini ditandai dengan pruritus, panas, eritema, dan gatal setelah paparan sinar matahari alami atau sumber cahaya buatan yang memancarkan panjang gelombang yang sesuai.

Vibratory angioedema

Ini adalah suatu bentuk yang jarang yaitu gatal-gatal yang kronis yang distimulus oleh getaran yang kuat yang dapat terjadi pada urtikaria kolinergik. Bentuk yang pernah di laporkan namun jarang yaitu dari fisik dapat di temukan urtikaria panas lokal, aquagenic urticaria dan kontak urtikaria [2-5].

Diagnostik

Anamnesis yang rinci sangat penting untuk diagnosis. Pasien dengan angioedema atau urtikaria harus dipertanyakan untuk mengidentifikasi penyebab antigen. riwayat pribadi atau keluarga atopi seperti rinitis alergi, asma, dan alergi aspirin harus dicari.

Pemeriksaan fisik meliputi: pembesaran tiroid,limfadenopati atau hepatosplenomegali, sendi, ginjal, saraf pusat sistem, kulit, atau kelainan permukaan serosa (menunjukkan gangguan jaringan ikat), dermographism.

Tes laboratorium terdiri dari pengukuran IgE, uji kulit, Monospot uji mononukleosis akut untuk menilai bawaan atau yang didapat C1 esterase inhibitor defisiensi [2-5].

Reaksi IgE-mediated terhadap alergen lingkungan dapat dikonfirmasi dengan tes kulit-tusukan dan tes radio allergosorbent darah.Hasil dari kedua tes harus ditafsirkan dalam konteks klinis.

Untuk diagnosis tanda-tanda klinis urtikaria akut dan anamnesis medis yang lengakap dapat di lakukan tanpa perlu untuk tes tertentu.dan untuk diagnostik urtikaria kronis dan tanda klinis yang diperlukan. Untuk diagnosis diferensial penting untuk mencari obat-induced urtikaria, tiroiditis autoimun yang menentukan TPO dan TSH. Untuk menegakkan diagnosis urtikaria kronis, tes yang diperlukan: penyakit alergi menular, tipe I, autoantibodies, tes fisik, pseudoallergen-diet bebas selama 3 minggu dan tryptase biobsy. Untuk membedakan bentuk-bentuk urtikaria seperti urtikaria kontak dingin, urtikaria tertunda-tekanan, urtikaria kontak panas, aquagenic urticaria, urtikaria kolinergik dan dermographic tes urtikaria provokasi yang dibuat [15].

8

Page 9: Angioedema Associated With Urticaria Can Be a Silent Killer

Diagnosis banding

Dermatitis kontak: Hal ini ditandai dengan erupsi vesikular. adanya penebalan kulit kronis dengan paparan alergi terus menerus.

Dermatitis atopik: karakteristik utama meliputi:pruritus, keterlibatan wajah dan ekstensor pada bayi dan anak-anak,dermatitis kronis dan riwayat pribadi atau keluarga atopi dan sering kambuh.

Mastositosis Cutaneous: Hal ini ditandai makula coklat kemerahan atau papula dan eriteme sebagai respon trauma terhadap urtikaria

Mastositosis sistemik: Pasien dengan mastositosis sistemik dapat memiliki episodik flushing sistemik, dengan atau tanpa urtikaria.

Cutaneous necrotizing angiitis (vaskulitis urtikaria): Cenderung urtikaria yang bersifat kronis. Seorang pasien dengan urtikaria, terkait dengan adanya pruritus, yang berlangsung lebih dari 24 jam di lokasi yang tetap. Lesi memiliki penampilan eritematosus dan meninggalkan bekas berpigmen. Vaskulitis urtikaria dikaitkan dengan arthralgia, sebuah laju endap darah meningkat (ESR), dan normal atau hypocomplementemia.

Dapat di temui pembengkakan pada wajah meliputi: vena kava superior syndrome, hipotiroidisme, gangguan autoimun, limfoma dan tumor lain dari kepala dan leher [2,17].

Tatalaksana

Medical treatment

Urtikaria akut dapat berkembang menjadi angioedema yang mengancam jiwa dan atau shock anafilaksis dalam waktu yang sangat singkat. Jika angioedema timbul, terutama jika obstruksi yang mengancam jiwa jalan napas harus dicurigai, perawatan darurat diperlukan. Pengobatan terdiri dalam manajemen jalan nafas, glukokortikoid, H1 dan H2 antihistamin dan epinefrin subkutan.

Pengobatan urtikaria dengan angioedema tergantung pada tingkat keparahan gejala. Untuk gejala ringan sampai lokal yang tidak serius biasanya cukup di berikan antihistamin oral dan perawatan kulit saja .Untuk kasus yang lebih berat, injeksi kortikosteroid kerja singkat mungkin diperlukan untuk mengurangi pembengkakan dan gatal-gatal.

Seperti yang disarankan di 2009 EAACI / GA (2) manajemen LEN / EDF / WAO pedoman, karena sifat berfluktuasi urtikaria akut dan kemungkinan bahwa remisi spontan dapat terjadi setiap saat, terus atau terapi obat alternatif harus dievaluasi setiap 3-6 bulan.

Obat – obatan

Antagonis H1 (antihistamin generasi pertama): jenis Short akting antihistamin H1: Obat-obat ini, termasuk diphenhydramine, adalah perawatan utama dari kasus-kasus ringan dan gatal-gatal angioedema. Generasi pertama antagonis H1 yang efektif dalam mengurangi lesi dan pruritus tetapi dapat menimbulkan sejumlah efek samping, seperti mengantuk, efek antikolinergik, dan efek kognitif,yang mungkin berlanjut beberapa hari berikutnya. Banyak

9

Page 10: Angioedema Associated With Urticaria Can Be a Silent Killer

antihistamin memiliki efek penenang dan mempengaruhi sistem saraf pusat, seperti analgesik, hipnotik, sedatif, dan mood elevating obat. Dengan demikian, obat-obat ini dapat berguna jika di berikan pada waktu tidur [6,20,23,24].

Umumnya digunakan golongan generasi pertama termasuk diphenhydramine,hydroxyzine, chlorpheniramine dan siproheptadin. untuk beberapa kasus, digunakan kombinasi antihistamin H1 dan H2 ditambah PO glukokortikoid.

Antagonis H1 (antihistamin generasi kedua): Antihistamin generasi kedua yang mempunyai efek minimal penenang dan bebas dari efek antikolinergik, yaitu (cetirizine dapat menyebabkan kantuk pada 10% pasien). mengingat golongan ini mempunyai keamanan yang baik, golongan ini harus dianggap sebagai pilihan pertama pengobatan pada simtomatik untuk urtikaria. Banyak ahli lebih memilih penggunaan golongan ini untuk urtikaria kronis. Golongan generasi kedua yaitu cetirizine, levocetirizine, desloratadine, loratadine dan fexofenadine [23-25]. Kebanyakan pasien dengan urtikaria kronis dapat menggunakan generasi kedua antihistamin di berikan dalam dosis tunggal, dan lebih disukai pada waktu tidur.

Antagonis H2:antagonists ini tidak efektif bila digunakan sebagai obat tunggal untuk urtikaria, bagaimanapun, kombinasi dari H1 antagonis dengan antagonis H2 telah terbukti lebih efektif dari antagonis H1 saja. Obat ini biasanya digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung. Agen yang paling umum digunakan adalah ranitidin dan cimetidine [6,23].

Kortikosteroid: The EAACI / GA (2) manajemen LEN / EDF / WAO pedoman merekomendasikan penggunaan kortikosteroid hanya pasien yang pada serangan.

Untuk urtikaria akut ,akut eksaserbasi, urtikaria kronis spontan, di berikan pada yang responsif terhadap antihistamin. kortikosteroid oral kerja singkat atau dosis tunggal steroid injeksi long-acting biasanya berhubungan dengan gejala sisa jangka panjang. Kortikosteroid menstabilkan membran sel mast, menghambat pelepasan histamin dan mengurangi efek inflamasi histamin dan mediator lainnya. obat ini membantu untuk mengurangi kemungkinan ruam datang kembali dan meredakan gejala, seperti pembengkakan dan peradangan, tetapi mungkin beberapa jam baru menimbulkan efek. Contohnya adalah prednison, metilprednisolon dan deksametason.

Agen simpatomimetik

Agen simpatomimetik menyebabkan vasokonstriksi, mengurangi eritema dan pembengkakan. Kemanjuran epinefrin pada urtikaria akut masih kontroversial. Jika angioedema muncul dengan urtikaria epinefrin intravena dapat digunakan [26-28].

Imunomodulator dan terapi anti-inflamasi

Siklosporin direkomendasikan untuk pasien dengan penyakit berat yang refrakter untuk setiap dosis antihistamin. Obat ini tidak dapat direkomendasikan sebagai standar pengobatan karena tingginya efek samping. Intravenous Immunoglobulin (IVIG), plasmapheresis dan antagonis tumor necrosis factor (TNF α) direkomendasikan sebagai pilihan terakhir hanya untuk spesialis dengan pertimbangan adanya keahlian dalam urtikaria. IVIG dan plasmapheresis dapat menjadi

10

Page 11: Angioedema Associated With Urticaria Can Be a Silent Killer

pertimbangan dalam urtkaria spontan kronis yang tidak responsif terhadap obat-obatan dan anti-TNFa untuk delayed pressure urtikaria [17,23].

Colchicine dan dapson dapat mengatur fungsi limfosit polimorfonuklear ,karena alasan ini mereka dapat digunakan untuk urtikaria refrakter dan urtikaria vaskulitis di mana PMN dan campuran infiltrate muncul.

Omalizumab (antibodi monoklonal untuk IgE) menunjukkan keefektifan pada pasien tertentu dengan urtikaria spontan kronis, urtikaria kolinergik, urtikaria dingin dan urtikaria karena cahaya (solar urticaria), tapi masih memerlukan penelitian lebih lanjut [29].

11

Page 12: Angioedema Associated With Urticaria Can Be a Silent Killer

DAFTAR PUSTAKA

1. Fonacier LS, Dreskin SC, Leung DY (2010) Allergic skin diseases. J Allergy Clin Immunol 125: S138-149.

2. Zuberbier T, Asero R, Bindslev-Jensen C, Walter Canonica G, Church MK, et al. (2009) EAACI/GA(2)LEN/EDF/WAO guideline: definition, classification and diagnosis of urticaria. Allergy 64: 1417-1426.

3. Nettis E, Pannofino A, D’Aprile C, Ferrannini A, Tursi A (2003) Clinical and etiological aspects in urticaria and angioedema. Br J Dermatol 148: 501-506.

4. Zuberbier T, Iffländer J, Semmler C, Henz BM (1996) Acute urticaria: clinical aspects and therapeutic responsiveness. Acta Derm Venereol 76: 295-297.

5. Beltrani VS (1996) Urticaria and angioedema. Dermatol Clin 14: 171-198.

6. Kaplan AP (2009) Urticaria and angioedema. In: Adkinson Jr, NF. Middleton’s Allergy: Principle and Practice (7thedn) Mosby.

7. Marx J, Hockberger R, Walls R (2009) Urticaria and angioedema. In: Rosen’s Emergency Medicine. (7thedn) Mosby.

8. Grigoriadou S, Longhurst HJ (2009) Clinical Immunology Review Series: An approach to the patient with angio-oedema. Clin Exp Immunol 155: 367-377.

9. Bossi F, Fischetti F, Regoli D, Durigutto P, Frossi B, et al. (2009) Novel pathogenic mechanism and therapeutic approaches to angioedema associated with C1 inhibitor deficiency. J Allergy Clin Immunol 124: 1303-1310.e4.

10. Banerji A, Sheffer AL (2009) The spectrum of chronic angioedema. Allergy Asthma Proc 30: 11-16.

11. Sur G, Sur L, Bulata B, Sur M, Kudor-Szabadi L, et al. (2011) Therapeutical Approach of Arterial Hypertension. Phar Anal Acta 2: 108e.

12. Frigas E, Nzeako UC (2002) Angioedema. Pathogenesis, differential diagnosis, and treatment. Clin Rev Allergy Immunol 23: 217-231.

13. Soter NA (1991) Acute and chronic urticaria and angioedema. J Am Acad Dermatol 25: 146-154.

14. Kaplan AP (2002) Clinical practice. Chronic urticaria and angioedema. N Engl J Med 346: 175-179.

15. Khalaf AT, Li W, Jinquan T (2008) Current advances in the management of urticaria. Arch Immunol Ther Exp (Warsz) 56: 103-114.

16. Sackesen C, Sekerel BE, Orhan F, Kocabas CN, Tuncer A, et al. (2004) The etiology of different forms of urticaria in childhood. Pediatr Dermatol 21: 102-108.

12

Page 13: Angioedema Associated With Urticaria Can Be a Silent Killer

17. Dibbern DA Jr (2006) Urticaria: selected highlights and recent advances. Med Clin North Am 90: 187-209.

18. Guzzardi R, Bellina CR, Knoop B, Jordan K, Ostertag H, et al. (1991) Methodologies for performance evaluation of positron emission tomographs. J Nucl Biol Med 35: 141-157.

19. Wedi B, Raap U, Wieczorek D, Kapp A (2009) Urticaria and infections. Allergy Asthma Clin Immunol 5: 10.

20. Frigas E, Park MA (2009) Acute urticaria and angioedema: diagnostic and treatment considerations. Am J Clin Dermatol 10: 239-250.

21. Rose RF, Bhushan M, King CM, Rhodes LE (2005) Solar angioedema: an uncommonly recognized condition? Photodermatol Photoimmunol Photomed 21: 226-228.

22. Charlesworth EN (1996) Urticaria and angioedema: a clinical spectrum. Ann Allergy Asthma Immunol 76: 484-495.

23. Zuberbier T, Asero R, Bindslev-Jensen C, Walter Canonica G, Church MK, et al. (2009) EAACI/GA(2)LEN/EDF/WAO guideline: management of urticaria. Allergy 64: 1427-1443.

24. Dibbern DA Jr, Dreskin SC (2004) Urticaria and angioedema: an overview. Immunol Allergy Clin North Am 24: 141-162.

25. Slater JW, Zechnich AD, Haxby DG (1999) Second-generation antihistamines: a comparative review. Drugs 57: 31-47.

26. Sur G, Sur M, Kudor-Szabadi L, Sur L, Sur D, et al. (2012) Epinephrine Can Save Lives. Anaphylaxis, always a Challenge: A Therapeutic Approach on Children. J Aller Ther 3: e103.

27. Brown AF, McKinnon D, Chu K (2001) Emergency department anaphylaxis: A

review of 142 patients in a single year. J Allergy Clin Immunol 108: 861-866.

28. KF Austen. Harrison’s Principles of Internal Medicine (17thedn), chapter 311, Allergies, Anaphylaxis, and Systemic Mastocytosis.

29. Spector SL, Tan RA (2009) Advances in allergic skin disease: omalizumab is a promising therapy for urticaria and angioedema. J Allergy Clin Immunol 123:

273-274

13