Anfis Repro Wanita
-
Upload
kinanti-devia-larasati -
Category
Documents
-
view
40 -
download
9
description
Transcript of Anfis Repro Wanita
BAB II
KONSEP DASAR
A Anatomi dan fisiologi
1. Anatomi organ dan reproduksi wanita
Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan organ
interna. Organ eksterna berfungsi dalam kopulsi, sedangkan organ interna
berfungsi dalam ovulasi, sebagai tempat fertilitas sel telur dan perpindahan
blastosis, dan sebagai tempat implantasi, dapat dikatakan berfungsi untuk
pertumbuhan dan kelahiran janin.
a. Organ eksterna, terdiri atas :
1). Mons pubis
Mons pubis atau mons veneris adalah bantalan berisi lemak yang
terletak dipermukaan anterior simphisis pubis. Setelah pubertas
kulit mons pubis tertutup rambut ikal yang membentuk pola
distribusi tertentu (escutcheon).
2). Labia mayora
Merupakan dua buah lipatan kulit dengan jaringan lemak
dibawahnya yang berlanjut ke bawah sebagai perluasan dan mons
pubis dan menyatu menjadi perineum. Pada wanita menjelang
dewasa ditumbuhi oleh pubis lanjutan dan mons veneris. Secara
embirologis labia mayora homolog dari skrotum pada pria. Setelah
melahirkan beberapa kali, labia mayora menjadi tidak terlalu
menonjol dan pada usia lanjut biasanya menjadi keriput, panjang
6
labia mayora 7 – 8 cm, lebar 2 – 3 cm, tebal 1 – 1,5 cm, dan agak
meruncing pada ujung bawah. Pada nullipara kedua sisi labia
terletak berdekatan sehingga menutupi sama sekali jaringan
dibawahnya. Sedangkan multipara labia mayora bisa terbuka lebar.
Labia mayora berlanjut menjadi monspubis, dibagian posterior
sedangkan pada daerah medial bergabung menjadi komisura
posterior. Pada labia mayora banyak terdapat kelenjar minyak.
Dibawah kulitnya terdapat jaringan ikat pada yang kaya akan
serabut elastin dan jaringan lemak, tetapi hampir tidak ditemukan
unsur otot. Pada bagian bawah kulit terdapat gumpalan lemak yang
merupakan bagian terbesar labia, pada jaringan lemak ini terdapat
suatu pleksus venosus yang sebagai akibat trauma eksternal dapat
robek dan membentuk hematoma.
3) Labia minora
Jaringan berwana kemerahan yang kedua sisinya menyatu pada
ujung atas vulva disebut labia minora atau nimfe. Labia minora
merupakan dua buah lipatan tipis kulit yang terletak disebelah
dalam labia mayora. Labia mayora adalah lipatan jaringan yang
tipis dan bila terbuka terlihat lembab dan kemerahan, menyerupai
selaput mukosa. Jaringan ini ditutupi oleh epitel gepeng berlapis
dengan banyak tonjolan papilla, tidak ditemukan folikel rambut
namun banyak terdapat folikel sebasea dan kadang-kadang terdapat
kelenjar keringat.
7
4) Klitoris
Klitoris identik dengan penis pada pria kira-kira sebesar kacang
hijau sampai cabai rawit dan ditutupi oleh frenulum klitoris-klitoris
terdiri dari :
a). Glans
Glans terdiri dari sel-sel berbentuk fusi tormis
b). Korpus
Terdapat 2 korpora kavernosa, dimana pada dindingnya
terdapat serabut otot polos
c). Krura
Bentuknya tipis dan panjang berawal dipermukaan inferior
ramus iskiopubis menyatu tepat dibawah pertengahan arkus
pubis membentuk korpus klitoris. Panjang klitoris jarang
melebihi 2 cm bahkan dalam keadaan ereksi sekalipun dan
posisinya sangat berlipat karena tarikan labia minora.
Akibatnya ujung klitoris mengarah ke bawah dan menuju liang
vagina.
5) Vulva
Vulva adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong,
berukuran panjang mulai dari klitoris, kanan kiri dibatasi bibir
kecil, sampai ke belakang dibatasi perineum
8
6) Vestibulum
Merupakan daerah berbentuk buah amandel yang dibatasi labia
minora dilateral dan memanjang dari klitoris diatas hingga fourchet
dibawah. Vestibulum adalah jaringan fungsional pada wanita yang
berasal dan urogenital pada embrio. Pada tahap kematangan
terdapat 6 buah lubang uretra, vagina, 2 kelenjar saluran kelenjar
bartholini dan kadang kala terdapat duktus dari kelenjar
vestibularis mayor yaitu kelenjar bartholini. Kelenjar ini terletak
dibawah otot konstriktor vagina dan kadang kala ditemukan
tertutup sebagian oleh bulbus vestibularis.
7) Introitus vagina
Introitus vagina adalah pintu masuk ke vagina. Dilindungi oleh
labia minora, dapat dilihat jika bibir kecil dibuka, ditutupi oleh
selaput dara (hymen)
8) Selaput dara (hymen)
Merupakan selaput yang menutupi introitus vagina. Biasanya
berlubang membentuk semilunaris, anulinaris, tapisan, septata atau
fimbria. Bila tidak berlubang disebut atresia himenalis atau hymen
imperforate, hymen akan robek pada koitus apalagi setelah
bersalin. Sisanya disebut kuruntula hymen atau sisa hymen.
9) Orifisium uretra eksterna (lubang kemih)
2/3 bagian bawah uretra terletak tepat diatas dinding depan vagina
dan bermuara pada meatus uretra. Meatus uretra terletak pada garis
9
tengah vestibulum 1-1,5 cm dibawah arkus pubis, letaknya dekat
dengan bagian atas liang vagina dan biasanya terlihat menonjol
berkerut-kerut.
10) Perineum
Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4
cm. Jaringan yang menopang perineum adalah diafragma peluis
dan urogenital. Perineum terdiri dari otot yang dilapisi dengan kulit
menjadi penting karena perineum dapat robek selama melahirkan.
b. Organ internal
1). Vagina
Vagina merupakan saluran fibromuskuler elastis yang membentang
keatas dan kebelakang mulut vulva hingga uterus. Dinding anterior
vagina memiliki panjang kurang lebih 7,5 cm dan dinding
posteriornya 9 cm. Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai
saluran keluar dari uterus, dilalui sekresi uterus, dan kotoran
menstruasi, sebagai organ kopulasi dan sebagai jalan lahir saat
persalinan.
Dinding vagina terdiri dari 4 lapisan :
a). Lapisan epitel gepeng berlapis, pada lapisan ini tidak terdapat
kelenjar tetapi cairan akan merembes melalui epitel untuk
memberikan kelembababan.
b). Jaringan efektif areoler yang dipasok pembuluh dengan baik.
c). Jaringan otot polos berserabut longitudinal dan sirkuler.
10
d) Lapisan luar jaringan ikat fibrosa berwarna putih.
Fornik berasal dari kata latin yang artinya selokan. Pada tempat
servik menjulur kedalam kubah vagina terbentuk sebuah
selokan melingkar yang mengelilingi serviks. Fornik ini terbagi
menjadi empat bagian. Fornik posterior, anterior, dan dua buah
fornik lateral.
2) Uterus
Uterus merupakan organ muskuler yang sebagian tertutup oleh
peritoneum atau serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang
gepeng. Uterus wanita yang tidak hamil terletak pada rongga
panggul antara kandung kemih dianterior dan rectum di posterior.
Uterus wanita nullipara panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan 9-10
cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah
melahirkan antara 50-70 gram sedangkan wanita yang belum
pernah melahirkan beratnya 80 gr atau lebih.
Uterus terdiri atas :
a). Fundus uteri
Merupakan bagian uterus proksimal, disitu kedua tuba fallopi
berinsersi ke uterus. Didalam klinik penting diketahui sampai
dimana fundus uteri berada oleh karena tuanya kehamilan dapat
diperkirakan dengan perabaan fundus uteri.
11
b) Korpus uteri
Merupakan bagian uterus yang terbesar, rongga yang terdapat
pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri
terdiri dari 3 lapisan = serosa, muskola, dan mukosa.
Mempunyai fungsi utama sebagai janin berkembang.
c) Servik uteri
Servik merupakan bagian uterus dengan bagian khusus, terletak
dibawah istimus. Servik memiliki serabut otot polos, namun
terutama terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin
serta pembuluh darah. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan
secret yang kental dan lengket dari kanalis servikalis. Jika
saluran kelenjar serviks tersumbat dapat terbentuk kista retensi
berdiamater beberapa millimeter yang disebut sebagai folikel
nabothian.
Secara histolik uterus terdiri atas :
a). Endometrium di corpus uteri dan endoserviks di serviks uteri
Merupakan bagian terdalam dari uterus yaitu lapisan mukosa
yang melapisi rongga uterus pada wanita yang tidak hamil.
Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan
jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkeluk-keluk.
Ukuran endometrium bervariasi yaitu 0,5 mm hingga 5 mm.
endometrium terdiri dari epitel permukaan, kelenjar dan
12
jaringan mesenkim antar kelenjar yang ada didalamnya banyak
terdapat pembuluh darah.
Epitel permukaan endometrium terdiri dari satu lapisan sel
kolumner tinggi, bersilia dan tersusun rapat. Kelenjar uterine
berbentuk tubuler merupakan invaginasi dari epitel, kelenjar ini
menghasilkan cairan alkalis encer yang berfungsi menjaga
rongga uterus tetap lembab.
b) Miometrium
Miometrium merupakan jaringan pembentuk sebagian besar
uterus dan terdiri atas kumpulan otot polos yang disatukan
jaringan ikat dengan banyak serabut elastin didalamnya.
Menurut Schwalm dan Dubnauszky, 1996 banyak serabut otot
pada uterus sedikit demi sedikit berkurang kearah kaudal,
sehingga pada serviks otot hanya merupakan 10 % dari massa
jaringan. Selama masa kehamilan terutama melalui proses
hipertrofi, miometrium sangatmembesar, namun tidak terjadi
perubahan yang berarti pada otot diserviks.
c) Lapisan serosa, yakni peritorium visceral
Uterus sebenarnya terapung-apung dalam ronga peluis dengan
jaringan ikat dan ligamentum yang menyokongnya.
Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah :
13
(1). Ligamentum cardinal sinistra et dextra (mackenrodt)
Yaitu ligamentum yang terpenting mencegah suplai uterus
tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan dari
serviks dan puncak vagina kearah lateral dinding pelvis.
Didalamnya banyak pembuluh darah antara lain vena dan
arteri uterina.
(2). Ligamentum sakro uterinum sinistra et dextra
Yaitu ligamentum yang menahan uterus agar tidak banyak
bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan
kanan, kearah sacrum kiri dan kanan.
(3). Ligamentum rotundum sinistra et dextra
Yaitu ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi
dan berjalan dari sudut uteri kiri dan kanan, kedaerah
inguinal kiri dan kanan.
(4). Ligamentum latum sinistra et dextra
Yaitu ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari uterus
kearah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat.
Dibagian dorsal ligamentum ini ditemukan indung telur
(ovarium sinistra et dextra).
(5). Ligamentum infudibula pelvicum
Yaitu ligamentum yang menahan tuba fallopi berjalan dari
arah infundibulum kedinding pelvis. Didalamnya terdapat
urat-urat saraf. Saluran-saluran limfe, arteri dan vena
14
ovarica. Istmus adalah bagian uterus antara servik dan
corpus uteri diliputi oleh peritoneum visceral yang mudah
sekali digeser dari dasarnya atau digerakkan didaerah plika
vesiaka uterine. Uterus diberi darah oleh arteri uterine
sinistra et dextra yang terdiri dari ramus eksenden dan
desenden. Pembuluh darah yang lain yang memperdarahi
uterus adalah arteri ovarica sinistra et dextra. Inversasi
uterus terdiri atas system saraf simpatis, parasimpatis dan
serebrospinal. Yang dari system parasimpatis ini berada
dalam panggul disebelah kiri dan kanan os sacrum, berasal
dari saraf sacral 2,3 dan 4 dan selanjutnya memasuki
pleksus frankenhauser.yang dari system simpatis masuk
kedalam rongga panggul sebagai pleksus hipogastrikus
melalui bifurkasia aorta dan promontorium tenus kebawah
dan menuju pleksus frankenhauser. Serabut saraf tersebut
memberi intervasi pada miometrium dan endometrium.
Kedua system simpatik dan parasimpatik mengandung
unsure motorik dan sensorik. Simpatik menimbulkan
kontraksi dan vasokontriksi sedangkan parasimpatik
mencegah kontraksi dan menimbulkan vasodilatasi.
3) Tuba fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu
uterina hingga suatu tempat didekat ovarium dan merupakan jalan
15
ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba fallopi antara 8-14
cm, tuba tertutup oleh peritoneum dan lumenya dilapisi oleh
membran mukosa.
Tuba fallopi terdiri atas :
a). Pars interstisialis
Bagian yang terdapat di dinding uterus
b). Pars ismika
Merupakan medial tuba yang sempit seluruhnya
c). Pars ompularis
Bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi
d). Pars infundibulun
Bagian ujung tuba yang terbuka kearah abdomen dan
mempunyai fimbria. Fimbria penting artinya bagi tuba untuk
menangkap telur untuk kemudian menyalurkan kedalam tuba.
4) Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berbentuk seperti buah amandel,
fungsinya untuk perkembangan dan pelepasan ovum, serta sintesis
dan sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5-5 cm,
lebar 1,5-5 cm, dan tebal 0,6-1 cm. setelah menopause ovarium
sangat kecil. Normalnya, ovarium terletak pada bagian atas rongga
panggul dan menempel pada lekukan dinding lateral pelvis diantara
iliaka eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik
16
fossa ovaroca weldeyer. Ovarium melekat pada ligamentum latum
melalui mesovarium.
Struktur umum pada ovarium dapat dibedakan menjadi :
a). Korteks
Ketebalannya sesuai dengsn usia dan menjadi semakin tipis
dengan bertambahnya usia. Dalam lapisan inilah ovarium dan
folikel de graaf. Bagian yang paling luar dari korteks yang
kusam dan keputih-putihan dikenal sebagai tunika albuginea,
dimana permukaannya terdapat lapisan tunggal epitel muboid
yaitu epitel germinal dari waldeyer.
b). Medulla
Terdiri atas jaringan penyambung longgar yang
berkesinambungan dengan yang dari mesovarium. Terdapat
sejumlah besar arteri dan vena dalam medulla dan sejumlah
kecil serat otot polos yang berkesinambungan, serat otot
berfungsi dalam pergerakan ovarium.
Ovarium disuplai oleh saraf simpatis dan saraf parasimpatis.
Saraf simpatis berasal dari ovarica yang menyertai pembuluh
ovarica, beberapa berasal dari pleksus yang mengelilingi
cabang ovarica dari arteri uterina.
2. Fisiologi post partum
Perubahan fisiologi post partum menurut (Farrel, 2002 : 225) antara lain :
17
a. Involusio
Yaitu proses fisiologis pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan
sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil
karena sytoplasmanya yang berlebihan dibuang.
1). Involusio uterus
Terjadi setalah plasenta lahir, uterus akan mengeras karena
kontaksi dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan
pemeriksaan tinggi fundus uteri.
a). Setelah plasenta lahir hingga 12 jam pertama TFU 1-2 jari
dibawah pusat.
b). Pada hari ke-6 TFU normalnya berada dipertengahan simphisis
pubis dan pusat
c). Padahari ke-9 TFU sudah tidak teraba
2). Involusio tempat melekatnya placenta
Setelah plasenta dilahirkan, tempat melekatnya plasenta menjadi
tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta
trombosis pada endometrium terjadi pembekuan skar sebagai
proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada
endometrium ini memungkinkan untuk implantasi dan
pembentukan plasenta pada kehamilan yang akan datang.
b. Lochea
Yaitu kotoran yang keluar dari liang senggama dan terdiri dari
jaringan-jaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang
senggama.
18
Menurut pembagiannya :
1). Lochea rubra
Berwarna merah, terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada hari kesatu
dan kedua.
2). Lochea sanguinolenta
Berwarna coklat, terdiri dari cairan bercampur darah dan pada hari ke 3-6
post parfum.
3). Lochea alba
Berwarna putih / jernih, berisi leukosit, sel epitel, mukosa servik dan
bakteri atau kuman yang telah mati, pada hari ke 1-2 minggu setelah
melahirkan.
3. Adaptasi fisik
a. Tanda-tanda vital
Suhu meningkat, dehidrasi karena perubahan hormonal tetapi bila suhu
diatas 38 0C dan selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum perlu
dipikirkan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih, endometritis dan
sebagainya. Pembengkakan buah dada pada hari ke 2 atau ke 3 post
partum dapat menyebabkan kenaikan suhu, walaupun tidak selalu.
b. Adaptasi kardiovaskuler
1). Tekanan darah stabil, penurunan tekanan darah sistolik + 20 mmHg
dapat terjadi pada saat ibu berubah posisi berbaring keduduk.
Keadaan sementara sebagai kompensasi kardiovaskuler
19
terhadap penurunan tekanan dalam rongga panggul dan perdarahan.
2) Denyut nadi berkisar 60 – 70 kali permenit, berkeringat dan
menggigil mengeluarkan cairan yang berlebihan dari sisa-sisa
pembakaran melalui kulit sering terjadi terutama malam hari.
c. Adaptasi traktus urinarius
Selama proses kehamilan persalinan kandung kemih mengalami
trauma yang dapat mengakibatkan oedem dan menghilangkan
sensitifitas terhadap tekanan cairan. Perubahan ini dapat menyebabkan
tekanan yang berlebihan dan pengosongan yang tidak sempurna.
Biasanya ibu mengalami ketidakmampuan untuk buang air kecil
selama 2 hari pertama setelah melahirkan.
d. Adaptasi system gastrointestinal
Diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal
meskipun kadar progesterone menurun setelah melahirkan namun
asupan makanan juga mengalami penurunan selama 1-2 hari.
e. Adaptasi system endokrin
Perubahan buah dada, umumnya produksi ASI baru berlangsung pada
hari ke 2-3 post partum, buah dada tampak membesar, keras dan nyeri.
f. Adaptasi system musculoskeletal
Otot dinding abdomen teregang secara bertahap selama kehamilan
mengakibatkan hilangnya kekenyalan otot. Keadaan ini terlihat jelas
setelah melahirkan dinding perut tampak lembek dan kendor.
20
g. Perineum
Setelah partus perineum menjadi kendor karena sebelumnya meregang
oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5
perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya
sekalipun tetap lebih kendor dari keadaan sebelum melahirkan
(nuliparia).
h. Laktasi
Setelah partus, pengaruh menekan dari esterogen dan progesterone
terhadap hipofisis hilang penuh hormon-hormon hipofisis kembali
antara lain, laktogenic hormone (prolaktin) yang akan menghasilkan
pula mammae yang telah dipersiapkan pada masa hamil terpengaruh
akibat kelenjar-kelenjar susu dilaksanakan. Umumnya produksi air
susu baru berlangsung betul pada hari ke 2-3 post partum.
4. Adaptasi fungsional
Ada 3 fase pada ibu post partum, yaitu :
a. Fase taking in (fase dependent)
1) Selama 1-2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu dan
ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.
2) Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan
keterlibatannya dalam tanggung jawab sebagai ibu dan ia lebih
mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih baik
meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahatnya.
21
3) Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan
tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa
ketidaknyamanan.
b. Fase taking hold (fase independent)
1) Ibu sudah menunjukkan perluasan focus perhatiannya yaitu dengan
memperlihatkan bayinya.
2) Ibu mulai tertarik melakukan perawatan pada bayinya.
3) Ibu mulai terbuka menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya dan
bayinya.
c. Fase letting go (fase interpenden)
Fase ini merupakan suatu keadaan menuju peran baru
1) Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih
meningkat.
2) Mengenal bayi bahwa bayi terpisah dari dirinya.
(Bobak, 2004)
B. Sectio Caesaria
1. Pengertian
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus.
(Wiknjosastro, 1999)
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina
(Rustam Mochtar, 1998)
22
Post partum adalah suatu masa yang dimulai setelah partus selesai
dan berakhir kira-kira 6 minggu. Akan tetapi seluruh alat genetalia baru
pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan
(Wiknjosastro,1999 )
Letak sungsang adalah keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri
(Wiknjosastro, 1999)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa post partum dengan
sectio caesaria atas indikasi letak sungsang adalah suatu cara melahirkan
janin dengan cara pembedahan pada dinding depan perut atau vagina
karena janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan
bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
2. Macam-macam pembedahan Sectio Caesaria
Sectio caesaria dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu :
a. Sectio caesaria klasik (Menurut Sanger)
Lebih mudah dimulai dari insisi segmen bawah rahim dengan indikasi:
1). Sectio caesaria yang diikuti dengan sterilisasi
2). Terdapat penbuluh darah besar sehingga diperkirakan akan terjadi
robekan segmen bawah rahim dan perdarahan
3). Pada letak lintang
4). Kepala bayi telah masuk pintu atas panggul
23
Keuntungan :
Mudah dilakukan karena lapangan operasi relatif luas
Kerugian :
Kesembuhan luka operasi relatif sulit, kemungkinan terjadi ruptur uteri
pada kehamilan berikutnya lebih besar, kemungkinan terjadi
perlekatan dengan dinding abdomen lebih besar
a. Sectio caesaria transperitoneal profunda (Menurut Kehrer)
Sectio caesaria yang merupakan persalinan dengan morbiditas dan
mortalitas rendah adalah persalinan yang paling konservatif.
Indikasi dari ibu :
1). Primigravida dengan kelainan letak
2). Primipara tua dengan disertai : kelainan letak, disproporsi
sefalo pelvik
3). Terdapat kesempitan panggul
4). Komplikasi kehamilan yaitu preeklamsi-eklamsi
Indikasi dari bayi :
a). Fetal distress / gawat janin
b). Malpresentasi dan malposisi kedudukan janin
c). Kegagalan persalinan vakum
Keuntungan :
Segmen bawah rahim lebih tenang, kesembuhan baik, tidak banyak
menimbulkan perlekatan
Kerugian :
24
Terdapat kesulitan pada waktu mengeluarkan janin, terjadi
perluasan luka insisi dan menimbulkan perdarahan
b. Sectio caesaria ekstraperitonial (Menurut Water / Latzco)
Operasi tipe ini tidak banyak dikerjakan lagi karena perkembangan
antibiotika, dan untuk menghindarkan kemungkinan infeksi yang
dapat ditimbulkannya. Tujuannya menghindari kontaminasi kavum
uteri oleh infeksi yang terdapat diluar uterus
3. Indikasi sectio caesaria :
a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
b. Panggul sempit
Holmer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vias
naturalis ialah CV : 8 cm. Panggul depan CV : 8 cm dapat dipastikan
tidak dapat melahirkan janin yang normal, harus diselesaikan dengan
sectio caesaria, CV antara 8-10 cm boleh dicoba dengan partus
percobaan, baru setelah gagal dilakukan sectio caesaria sekunder
c. Disproporsi sefalo pelvik yaitu ketidakseimbangan antara ukuran
kepala dengan panggul
d. Ruptur uteri mengancam
e. Partus lama (Prolanged labor)
f. Partus tidak maju
g. Distorsia servik
h. Preeklamsi dan hipertensi
i. Mal presentasi janin
25
1. Letak lintang
Greenhill dan easman sama-sama sependapat
a. Bila ada kesempitan panggul, maka sectio caesaria adalah cara
yang terbaik dalam segala letak lintang dengan janin, hidup dan
besar biasa
b. Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong
dengan sectio caesaria, walau tidak ada perkiraan panggul
sempit
c. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong
dengan cara-cara lain
2. Letak sungsang
Macam-macam letak sungsang
Berdasarkan komposisi dari bokong dan kaki dapat ditentukan
beberapa bentuk letak sungsang sebagai berikut :
a. Letak sungsang murni (frank breech)
Terjadi bila diperiksa teraba bokong, kedua kaki menjungkit
keatas sampai kepala bayi, kedua kaki bertindak sebagai spalk
b. Letak bokong kaki sempurna (complete breech)
Terjadi bila diperiksa teraba bokong, kedua kaki berada di
samping bokong
c. Letak bokong tak sempurna (incomplete breech)
Terjadi bila diperiksa teraba bokong, disamping bokong teraba
satu kaki
26
d. Letak kaki (incomplete breech lain)
Bila bagian terendah teraba salah satu dan kedua kaki atau
lutut, dapat dibedakan : letak kaki, bila kaki terendah, letak
lutut bila lutut terendah
(Ida Bagus, 1998)
Penyebab letak sungsang dapat berasal dari :
1. Sudut ibu
a. Keadaan rahim
1). Rahim arkuatus
2). Septum pada rahim
3). Uterus duplek
4). Mioma bersama kehamilan
b. Keadaan placenta
1). Placenta letak rendah
2). Placenta previa
c. Keadaan jalan lahir
1). Kesempitan panggul
2). Deformitas tulang panggul
3). Terdapat tumor menghalangi jalan lahir dan perputaran
keposisi kepala
2. Sudut janin
Pada janin terdapat berbagai keadaan yang menyebabkan letak
sungsang :
27
a. Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat
b. Hidrosefalus atau anensefalus
c. Kehamilan kembar
d. Hidromnion atau oligohidramnion
e. Prematuritas
Dalam keadaan normal, bokong mencari tempat yang lebih luas
sehingga terdapat kedudukan letak kepala. Disamping itu kepala janin
merupakan bagian terbesar dan keras serta paling berat. Melalui hukum
gaya berat, kepala janin akan menuju kearah pintu atas pinggul. Dengan
gerakan kaki janin, ketegangan ligamentum rotundum dan kontraksi
braxon hicks, kepala janin berangsur-angsur masuk kepintu atas panggul.
(Ida Bagus, 1998: 361).
4. Manifestasi klinik
a. Pernafasan
1). Pernafasan meningkat karena hipoventilasi, posisi salah, pembalut
ketat pada dada dan abdomen atas, kegemukan.
2). Kecepatan pernafasan turun karena pengaruh obat : anestesi,
narkotika, sedative.
b. Tekanan darah
1). Meningkat jika dalam keadaan cemas, nyeri, distensi, kandung
kemih.
2). Tekanan darah turun jika terjadi shock karena kehilangan cairan
atau hemoragi.
28
c. Suhu
1). Terjadi kenaikan karena reaksi stress
2). Suhu turun karena dinginnya ruang operasi dan ruang pemulihan
d. Nadi
1). Meningkat karena nyeri, cemas, dilatasi perut.
2). Kecepatan nadi turun karena kebanyakan dosis digitalis.
e. Kenyamanan
1). Terdapat nyeri, mual, tumpah.
2). Sikap tidur nyaman dan memperlancar ventilasi.
(Long, 1996)
5. Fase-fase penyembuhan luka
a. Fase I (termasuk respon inflammatory) berlangsung selama 3 hari
1) Penutupan luka (darah membeku)
2) Fagositosis jaringan rusak dan bakteri
3) Pembentukan arus darah ke luka
b. Fase II berlangsung 3 – 14 hari setelah bedah
1) Kolagen dikumpulkan
2) Regenarasi sel epitel
3) Luka, granulasi jaringan
c. Fase III berlangsung dari minggu kedua sampai minggu keenam
1) Tambahan pengumpulan kolagen
2) Pembuluh darah terjepit
3) Luka : pertumbuhan jaringan menarik tinggi
29
d. Fase IV berlangsung beberapa bulan setelah bedah
1) Kolagen menciut dan memadat
2) Luka : membentuk ceruk parut, tipis dan putih
(Long, 1996 : 69)
6. Komplikasi
Komplikasi akibat sectio caesaria antara lain :
a. Infeksi Puerperal (nifas)
Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum keadaan pembedahan
sudah ada gejala-gejala infeksi intra partum / ada factor-faktor yang
merupakan gejala infeksi
1) Infeksi bersifat ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja
2) Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dengan
dehidrasi dan perut sedikit kembung
3) Berat dengan peritonitis sepsis ileus paralitik. Hal ini sering kita
jumlah pada partus terlambat, dimana sebelumnya telah terjadi
infeksi intraportal karena ketuban yang telah lama
Penanganannya adalah dengan pemberian cairan elektrolit dan
antibiotic yang adekuat dan tepat
b. Perdarahan
Rata-rata darah hilang akibat sectio caesaria 2 kali lebih banyak
daripada yang hilang dengan kelainan melalui vagina. Kira-kira 800-
1000 ml yang disebabkan oleh banyaknya pembuluh darah yang
terputus dan terbuka, atonia uteri dan pelepasan pada plasenta
30
c. Emboli pulmonal
Terjadi karena penderita dengan insisi abdomen kurang dapat
mobilisasi di bandingkan dengan melahirkan melalui vagina (normal)
d. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi
e. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang
(Rustam, 1998)
7. Pengkajian Fokus
a. Biodata
1) Identitas pasien
Yang berisi : Nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat
2) Penanggung jawab
Yang berisi : Nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan pasien
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
§ Pasien mengeluh nyeri pada daerah sekitar jahitan sectio
caesaria
2) Riwayat penyakit sekarang
§ Pasien mengeluh nyeri pada daerah luka jahitan sectio caesaria
3) Riwayat penyakit dahulu
§ Apakah pernah dilakukan section caesaria sebelumnya
§ Apakah ada abortus pada kehamilan sebelumnya
31
§ Apakah ada perdarahan pada kehamilan sebelumnya
§ Apakah mempunyai riwayat hipertensi
§ Apakah mempunyai riwayat diabetes mellitus
§ Apakah mempunyai riwayat jantung
§ Apakah mempunyai riwayat asma
4) Riwayat penyakit keluarga
§ Adakah didalam keluarga yang pernah mengalami section
caesaria
§ Adakah didalam keluarga pernah mengalami abortus
§ Adakah didalam keluarga pernah mengalami perdarahan /
anemia
§ Adakah didalam keluarga mempunyai riwayat hipertensi,
diabetes mellitus, asma, jantung
5) Riwayat kehamilan
G P A
HPHT dan HPL
6) Riwayat persalinan
7) Riwayat haid / menstruasi
§ Menarche pada umur
§ Siklus haid (teratur 28 hari)
§ Gangguan menstruasi (dismenorea, amenorea, dll)
32
8. Pola Kesehatan Fungsional
a. Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600 – 800 ml
b. Integritas ego
§ Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan sampai
ketakutan, marah dan menarik diri
§ Klien / pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima
peran dalam pengalaman kelahiran
§ Mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi
situasi baru
c. Eliminasi
§ Kateter mungkin terpasang : urin jernih, pucat
§ Bising usus tidak ada, samar atau jelas
d. Makanan / cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal
e. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anesthesia spiral
epidural
f. Nyeri / ketidaknyamanan
§ Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber :
misalnya trauma bedah / insisi, nyeri penyerta, distensi kandung
kemih / abdomen, efek-efek anesthesia
§ Mulut sering kering
33
g. Pernafasan
Bunyi paru jelas dan vesikuler
h. Keamanan
§ Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering atau utuh
§ Jalur parenteral, bila digunakan, paten, dan sisi bebas eritema,
bengkak dan nyeri tekan
(Doenges, 2001)
9. Pemeriksaan Diagnostik
§ Jumlah darah lengkap, hemoglobin (Hb) / hematokrit (Ht) : mengkaji
perubahan dan kadar praoperasi dan mengevaluasi efek kehilangan
darah pada pembedahan
§ Urinalisasi kultur urine, darah, vagina, dan lokhea : pemeriksaan
tambahan didasarkan pada kebutuhan individual
34
Tak
ing
in
Dep
end
en
butu
h nd
perl
iun
gan
Km
ele
ahan
fi
sik
D
efis
itt
ipe
raw
aan
dri
aki
hol
Tng
d
jB
ela
ar
peru
bah
an
baru
Kur
ang
mi
info
ras
uK
rang
a
uan
pe
nget
h
i
Let
tng
go
aM
ampu
men
yesu
ikan
u
rde
ngan
kel
aga
M
andi
ri
as
Lak
ti
Pm
en
urun
an h
oron
tog
en d
nes
ra
pro
gest
eron
a h
oon
Pen
ingk
atn
rm
kpr
ola
tin
SA
I ke
luar
Pe
sa
otn
il
ia
efek
tfn
y
lakt
asi
dk
A
eua
t
- l
lre
fek
his
ap k
uit
-
ml
Bay
ien
oak
Tid
ak A
deku
at
iT
dak f
efek
tiny
a ak
ti
las
U
teru
s
iK
ontr
aks
ute
rus
m
enin
gkat
Ga
angg
uan
ras
nym
:a
an
nye
ri
ruon
u
Pen
una
n t
s o
tot
dan
oti
um
ilta
s us
s t
un
ur
nsi
iK
ot
pas
Luk
a po
st
on c
aer
a
sect
isa
i
Nye
ri
ru
Te
put
snya
i
ik
ont
nuta
s
ai
jr
ngan
Per
dar
ahan
D
efis
itvo
lum
e an
cair
n
muk
P
itu
ask
uman
iIn
vas
bakt
eri
Ris
iko
in
feks
i
ern
Into
la
si
at
k
ifit
as
ii
Per
ubah
an f
sol
ogis
ol
Per
ubah
an p
sik
ogis
Fk
r i
ii
ato
ndka
s
es
S
ctio
Cae
aria
a s
Let
kun
gsan
g
alP
ers
inan
Tin
daka
n pe
mbe
daha
n
os s
ii
Pt
ect
on c
aesa
ra
ont
Sp
an
Sum
ber
:
Bo
ba
k, 2
004
dkk
10. Pathways
35
11. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan trauma
pembedahan, efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih
(Doengoes, 2001).
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan
dan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan
(Doengoes, 2001).
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan
tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2000).
d. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah
dalam pembedahan (Doengoes, 2001).
e. Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan penurunan
tonus otot sekunder terhadap anestesi, kurang masukan, nyeri perineal /
rektal (Doengoes, 2001).
f. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi
(Carpenito, 2000).
g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik (Doengoes,
2001).
h. Kurang pengetahuan mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan
dan kebutuhan perawatan diri berhubungan dengan kurangnya
informasi (Doengoes, 2001).
36
12. Fokus Intervensi
Dx.l
Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan,
efek anestesi, efek hormonal distensi kandung kemih (Doengoes, 2001).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang
Kriteria hasil:
1. Klien mengungkapkan berkurangnya nyeri
2. Klien tampak rileks, mampu tidur / istirahat dengan tepat
Intervensi :
1. Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan
Rasional :
Membedakan karakteristik khusus dari nyeri, membantu membedakan
nyeri pasca operasi dan terjadinya komplikasi (misalnva : ileus, retensi
kandung kemih atau infeksi, dehidens luka).
2. Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi.
Rasional :
Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta TD dan nadi meningkat.
3. Anjurkan penggunaan teknik pernafasan dan relaksasi dan distraksi
Rasional :
Merilekskan otot, dan mengalihkan perhatian dan sensori nyeri.
4. Anjurkan ambulasi dini
Rasional :
37
Menurunkan pembentukan gas dan meningkatkan peristaltik untuk
menghilangkan ketidaknyamanan.
5. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional :
Meningkatkan kenyamanan.
Dx.2
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan
terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan (Doengoes,
2001).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat meningkatkan dan
melakukan aktivitas sesuai kemampuan tanpa disertai nyeri.
Kriteria Hasil : Klien dapat mengidentifikasikan faktor-faktor yang
menurunkan toleransi aktivitas.
Intervensi:
1. Kaji respon klien terhadap aktivitas
Rasional:
Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada klien dalam keluhan
kelemahan, keletihan yang berkenaan dengan aktivitas.
2. Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu klien
sadar
Rasional :
Pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktivitas klien.
38
3. Anjurkan klien untuk istirahat
Rasional :
Dengan istirahat dapat mempercepat pemulihan tenaga untuk
beraktivitas, klien dapat rileks.
4. Bantu dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan
Rasional :
Dapat memberikan rasa tenang dan aman pada klien karena kebutuhan
aktivitas sehari-hari dapat terpenuhi dengan bantuan keluarga dan perawat.
5. Tingkatkan aktivitas secara bertahap
Rasional :
Aktivitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh para klien sesuai yang
diinginkan, meningkatkan proses penyembuhan dan kemampuan koping
emosional.
Dx.3
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
terhadap bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2000).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, color, dolor, tumor dan fungsiolaesa)
2. Tanda-tanda vital normal terutama suhu (36-37° C)
Intervensi :
1. Monitor tanda-tanda vital
39
Rasional :
Suhu yang meningkat, dapat menunjukkan terjadinya infeksi (color)
2. Kaji luka pada abdomen dan balutan
Rasional:
Mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi adanya pus.
3. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka dengan
tehnik antiseptik
Rasional:
Mencegah kontaminasi silang / penyebaran organisme infeksius.
4. Catat / pantau kadar Hb dan Ht
Rasional:
Resiko infeksi Post Partum dan pemyembuhan buruk meningkat bila kadar
Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan.
5. Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional: Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi.
Dx.4
Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam
pembedahan (Doengoes, 2001).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit volume cairan dapat
diminimalkan.
Kriteria hasil: Membran mukosa lembab, kulit tidak kering, Hb : 12 gr
Intervensi:
1. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran
40
Rasional:
Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasikan
pengeluaran cairan / kebutuhan pengganti dan menunjang intervensi.
2. Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan, misal : privasi,
posisi duduk, air yang mengalir dalam bak, mengalirkan air hangat diatas
perineum.
Rasional:
Meningkatkan, relaksasi, otot perineal dan memudahkan upaya
pengosongan.
3. Catat munculnya mual / muntah Rasional:
Masa Post Op, semakin lama durasi anestesi semakin besar resiko untuk
mual. Mual yang lebih dan 3 hari Post Op mungkin dihubungkan untuk
mengontrol rasa sakit atau terapi obat lain.
4. Periksa pembalut, banyaknya perdarahan
Rasional:
Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hemoragi
5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai program Rasional:
Mengganti cairan yang telah hilang.
Dx. 5
Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus
otor sekunder terhadap anestesi, kurang masukan, nyeri perineal / rectal
(Doengoes, 2001).
41
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi gangguan
eliminasi BAB: Konstipasi
Kriteria hasil : Klien mendapatkan kembali pola eliminasi biasanya / optimal
dalam 4 hari pasca partum
Intervensi:
1. Auskultasi terhadap adanya bising pada keempat kuadran
Rasional:
Menentukan kesiapan terhadap pemberian makan per oral.
2. Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan
Rasional:
Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau kemungkinan ileus
paralitik.
3. Anjurkan cairan oral adekuat (6-8 gelas / hari), peningkatan diet makanan
serat.
Rasional:
Cairan dan makanan serat (buah-buahan dan sayuran) dapat merangsang
eliminasi dan mencegah konstipasi.
4. Anjurkan latihan kaki dan pengencangan abdominal, tingkatkan ambulasi
dini.
Rasional:
Latihan kaki mengencangkan otot-otot abdomen dan memperbaiki
motilitas abdomen.
42
5. Kolaborasi pemberian pelunak feses
Rasional:
Melunakkan feses, merangsang peristaltik, dan membantu mengembalikan
fungsi usus.
Dx.6
Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi
(Carpenito, 2000).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan laktasi efektif
Kriteria hasil:
1. Klien dapat membuat suatu keputusan
2. Klien dapat mengidentifikasi aktivitas yang menentukan atau
meningkatkan menyusui yang berhasil.
Intervensi:
1. Kaji isapan bayi, jika lecet pada putting.
Rasional:
Menentukan kemampuan untuk memberikan perawatan yang tepat.
2. Anjurkan tehnik Breast Care dan menyusui yang efektif.
Rasional:
Memperlancar laktasi.
3. Anjurkan pada klien untuk memberikan ASI ekslusif.
Rasional:
ASI dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi bayi sebagai pertumbuhan
optimal.
43
4. Berikan informasi untuk rawat gabung
Rasional:
Menjaga, meminimalkan tidak efektifhya laktasi.
5. Anjurkan bagaimana cara memeras, menangani, menyimpan dan
mengirimkan / memberikan ASI dengan aman.
Rasional:
Menjaga agar ASI tetap bisa digunakan dan tetap higienis bagi bayi.
Dx.7
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik (Doengoes, 2001).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit keperawatan tidak
terjadi.
Kriteria hasil:
1. Klien mendemontrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
2. Klien mengidentifikasi/menggunakan sumber-sumber yang tersedia.
Intervensi:
1. Pastikan berat / durasi ketidaknyamanan
Rasional:
Nyeri dapat mempengaruhi respons emosi dan perilaku sehingga klien
mungkin tidak mampu berfokus pada perawatan diri sampai kebutuhan fisik.
44
2. Tentukan tipe-tipe anestesia
Rasional:
Klien yang telah menjalani anestesia spinal dapat diarahkan untuk berbaring
datar dan tanpa bantal untuk 6-7 jam setelah pemberian anestesia.
3. Ubah posisi klien setiap 1 -2 jam
Rasional:
Membantu mencegah komplikasi bedah seperti flebitis.
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut, mandi, gosokan
punggung dan perawatan perineal).
Rasional:
Memperbaiki harga diri, meningkatkan perasaan kesejahteraan.
5. Berikan pilihan bila mungkin (jadwal mandi, jarak selama ambulasi).
Rasional:
Mengizinkan beberapa otonomi meskipun tergantung pada bantuan
profesional.
6. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional:
Menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi kemampuan
untuk melaksanakan perawatan diri.
45
Dx.8
Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan fisiologis,
periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan diri (Doengoes,
2001).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mengerti tentang
perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan
perawatan bayi.
Kriteria hasil: Klien mengungkapkan pemahaman tentang perubahan
fisiologis, kebutuhan-kebutuhan individu, hasil yang diharapkan.
Intervensi:
1. Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar
Rasional:
Penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan pertumbuhan Ibu,
maturasi dan kompetensi.
2. Kaji keadaan fisik klien
Rasional:
Ketidaknyamanan dapat mempengaruhi konsentrasi dalam menerima
penyuluhan.
3. Berikan inforaiasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis yang normal.
Rasional:
Membantu klien mengenali perubahan normal.
4. Diskusikan program latihan yang tepat sesuai ketentuan.
Rasional:
46
Program latihan dapat membantu torus otot-otot, meningkatkan sirkulasi,
menghasilkan gambaran keseimbangan tubuh dan meningkatkan perasaan
sejahtera.
5. Demontrasikan teknik-teknik perawatan diri
Rasional:
Membantu orang tua dalam penguasaan tugas-tugas baru.
47