anestesi sitemik.docx

download anestesi sitemik.docx

of 42

Transcript of anestesi sitemik.docx

KIMIA MEDISINALPROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS MIPAUNIVERSITAS HALUOLEO

TUGAS IANESTESI SITEMIK

OLEH :NAMA: ASRUL SANISTAMBUK: F1F212001

PROGRAM STUDI S1 FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS HALUOLEOKENDARI2012BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar BelakangPada setiap pembedahan diperlukan upaya untuk menghilangkan nyeri. Keadaam itu disebut anestesia. Dalam upaya menghilangkan rasa nyeri, rasa takut juga perlu dihilangkan untuk mencptakan kondisi optimal. Kondisi optimal ini mencakup tiga unsur dasar yakni menghilangkan nyeri (anestesia),menghilnagkan kesadaran (hipnotik), dan relaksasi otot.Untuk itu diperlukan cara memilih obat yang rasional dan teknik anestesia yang paling aman untuk penderita. Setiap waktu harus ada keseimbangan diantaraketiga unsur tersebut: setiap unsur dapat ditambah, dikurangi, atau dihentikan, sesuai dengan tahap pembedahan dan kebutuhan penderita.Untuk mencapai tujuan tersebut pada tiap pemberian anestesia, ada beberapa syarat dasar yang harus dipenuhi, yaitu mengetahui penyakit penderita, mengetahui obat yang kan digunakan, mengetahui syarat dan masalah yang terjadi pada pembedahan, dan memahami teknik anestesia yang dipilih.Dalam praktek anestesia dikenal ada tiga jenis anestesia-analgesi yangdiberikan pada pasien yang akan menjalani pembedahan, yaitu :1.Anestesia Umum2.Anestesia lokal3.Anestesia regionalAnestesia intravena adalah teknik anestesia dimana obat-obat anestesiadiberikan melalui jalur intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot. Setelah masuk ke dalam pembuluh darah vena,obat-obat ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju ke target organ masing-masing dan akhirnya di ekskresikan, sesuai dengan farmakokinetiknya masing-masing

BAB IILANDASAN TEORI

II.1 Sejarah AnestesiEter ([CH3CH2]2O) adalah salah satu zat yang banyak digunakan sebagai anestesi dalam dunia kedokteran hingga saat ini. Eter ditemukan seorang ahli kimia berkebangsaan Spanyol, Raymundus Lullius pada tahun 1275. Lullius menamai eter "sweet vitriol". Eter pertama kali disintesis Valerius Cordus, ilmuwan dari Jerman pada tahun 1640. Kemudian seorang ilmuwan bernama W.G. Frobenius mengubah nama "sweet vitriol" menjadi eter pada tahun 1730. Sebelum penemuan eter, Priestly menemukan gas nitrogen-oksida pada tahun [[1777], dan berselang dua tahun dari temuannya itu, Davy menjelaskan kegunaan gas nitrogen-oksida dalam menghilangkan rasa sakit.Sebelum tahun 1844, gas eter maupun nitrogen-oksida banyak digunakan untuk pesta mabuk-mabukan. Mereka menamai zat tersebut "gas tertawa", karena efek dari menghirup gas ini membuat orang tertawa dan lupa segalanya.Penggunaan eter atau gas nitrogen-oksida sebagai penghilang sakit dalam dunia kedokteran sebenarnya sudah dimulai Horace Wells sejak tahun 1844. Sebagai dokter gigi, ia bereksperimen dengan nitrogen-oksida sebagai penghilang rasa sakit kepada pasiennya saat dicabut giginya. Sayangnya usahanya mempertontonkan di depan mahasiswa kedokteran John C. Warren di Rumah Sakit Umum Massachusetts, Boston gagal, bahkan mendapat cemoohan. Usahanya diteruskan William Thomas Green Morton.Morton adalah sesama dokter gigi yang sempat buka praktik bersama Horace Wells pada tahun 1842. Ia lahir di Charlton, Massachusetts, Amerika Serikat pada tanggal 9 Agustus 1819. Pada usia 17 tahun, ia sudah merantau ke Boston untuk berwirausaha. Beberapa tahun kemudian mengambil kuliah kedokteran gigi di Baltimore College of Dental Surgery. Morton meneruskan kuliah di Harvard pada tahun 1844 untuk memperoleh gelar dokter. Namun karena kesulitan biaya, tidak ia teruskan. Pada tahun yang sama, ia menikah dengan Elizabeth Whitman dan kembali membuka praktik giginya. Ia berkonsentrasi dalam membuat dan memasang gigi palsu serta cabut gigi. Suatu pekerjaan yang membutuhkan cara menghilangkan rasa sakit.Morton berpikir untuk menggunakan gas nitrogen-oksida dalam praktiknya sebagaimana yang dilakukan Wells. Kemudian ia meminta gas nitrogen-oksida kepada Charles Jackson, seorang ahli kimia ternama di sekolah kedokteran Harvard. Namun Jackson justru menyarankan eter sebagai pengganti gas nitrogen-oksida.Morton menemukan efek bius eter lebih kuat dibanding gas nitrogen-oksida. Bahkan pada tahun 1846 Morton mendemonstrasikan penggunaan eter dalam pembedahan di rumah sakit umum Massachusetts. Saat pasien dokter Warren telah siap, Morton mengeluarkan gas eter (atau disebutnya gas letheon) yang telah dikemas dalam suatu kantong gas yang dipasang suatu alat seperti masker. Sesaat pasien yang mengidap tumor tersebut hilang kesadaran dan tertidur. Dokter Warren dengan sigap mengoperasi tumor dan mengeluarkannya dari leher pasien hingga operasi selesai tanpa hambatan berarti.Tanggal 16 Oktober 1846 menjadi hari bersejarah bagi dunia kedokteran. Demonstrasi Morton berhasil dengan baik dan memicu penggunaan eter sebagai anestesi secara besar-besaran. Revolusi pembedahan dimulai dan eter sebagai anestesi dipakai hingga saat ini. Ia bukanlah yang pertama kali menggunakan anestesia, namun berkat usahanyalah anestesia diakui dunia kedokteran. Wajar jika Morton masuk dalam 100 orang paling berpengaruh dalam sejarah dunia dalam buku yang ditulis William H. Hart beberapa tahun yang lalu.Di balik kesuksesan zat anestesi dalam membius pasien, para penemu dan penggagas zat anestesi telah terbius ketamakan mereka untuk memiliki dan mendapatkan penghasilan dari paten anestesi yang telah digunakan seluruh dokter di seluruh bagian dunia.Terjadilah perseteruan di antara Morton, Wells, dan Jackson. Masing-masing mengklaim zat anestesi adalah hasil penemuannya. Di tempat berbeda, seorang dokter bernama Crawford W. Long telah menggunakan eter sebagai zat anestesi sejak tahun 1842, empat tahun sebelum Morton memublikasikan ke masyarakat luas. Ia telah mengunakan eter di setiap operasi bedahnya. Sayang, ia tidak memublikasikannya, hanya mempraktikkan untuk pasien-pasiennya. Sementara ketiga dokter dan ilmuwan yang awalnya adalah tiga sahabat itu mulai besar kepala, dokter Long tetap menjalankan profesinya sebagai dokter spesialis bedah.Wells, Morton, dan Jackson menghabiskan hidupnya demi pengakuan dari dunia bahwa zat anestesi merupakan hasil temuannya. Morton selama dua puluh tahun menghabiskan waktu dan uangnya untuk mempromosikan hasil temuannya. Ia mengalami masalah meskipun ia telah mendaftarkan hak patennya di lembaga paten Amerika Serikat (U.S. Patent No. 4848, November 12, 1846). Ketika tahun 1847 dunia kedokteran mengetahui, zat yang digunakan adalah eter yang telah digunakan sejak abad 16, Morton tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk mendapat keuntungan dari patennya. Jackson juga mengklaim, dirinya juga berhak atas penemuan tersebut.Ketika Akademi Kedokteran Prancis menganugerahkan penghargaan Monthyon yang bernilai 5.000 frank di tahun 1846, Morton menolak untuk membaginya dengan Jackson. Ia mengklaim, penemuan tersebut adalah miliknya pribadi. Sementara itu, Wells mencoba eksperimen dengan zat lain (kloroform) sebagai bahan anestesi.Selama bertahun-tahun Morton menghabiskan waktu dan materi untuk mengklaim patennya. Ia mulai stres dan tidak memedulikan lagi klinik giginya. Morton meninggal tanggal 15 Juli 1868 di usia 49 tahun di Rumah Sakit St. Luke's, New York. Begitu juga dengan Jackson yang meninggal dalam keadaan gila dan Wells yang meninggal secara mengenaskan dengan cara bunuh diri.(Dewi Marthaningtyas:"Terbius Memburu Paten Gas Tertawa", Cakrawala, 2005).

II.2 Definisi AnestesiIstilah Anestesi yang artinya hilangnya sensasi nyeri (rasa sakit) yang disertai maupun yang tidak disertai hilang kesadaran, diperkenalkan oleh Oliver W. Holmes pada tahun 1846. Obat yang digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut sebagai anestetik, dan kelompok obat ini dibedakan dalam anestetik umum dan anestesi local. Bergantuk pada dalamnya pembiusan, Anastetik umum dapat memberikan anesthesia yaitu hilangnya rasa nyeri, atau efek anesthesia yaitu analgesia yang disertai hilangnya kesadaran, Sedangkan anestesi local hanya dapat menimbulkan efek analgesia. Anestesi umum bekerja disusunan saraf pusat sedangkan anestesi local bekerja langsung pada serabut saraf di parifer. Anestesi Intravena lebih banyak digunakan dalam tahun-tahun terakhir ini baik sebagai adjuvant bagi anestesi inhalasi maupun sebagai anestesi tunggal karena tidak diperlukan peralatan yang rumit dalam penggunaannya. Tujuan pemberiannya adalah untuk:1). Induksi anestesia2). Induksi dan pemelihataan anestesia pada tindak beda singkat3). Menambah efek hipnotis pada anestesia atau analgesia local4). Menimbulkan sedasi pada tindak medik. Anestesia intravena ideal adalah:1). Cepat menghasilkan hypnosis2). Mempunyai efek analgesia3). Menimbulkan amnesia pasca-anestesia4). Dampak buruknya mudah dihilangkan oleh antagonisnya5). Cepat dieliminasi oleh tubuh6). Tidak atau sedikit mendepresi fungsi respirasi dan kardiovaskular7). Pengaruh farmakokinetiknya tidak bergantung pada disfungsi organ.Kriteria ini sulit dicapai oleh satu macam obat, maka umumnya digunakan kombinasi beberapa obat atau digunakan cara anesthesia lain. Kebanyakan anestetik intravena digunakan untuk induksi, tetapi kini anestetik intavena digunakan untuk pemeliharaan anestesia atau dalam dikombinasi dengan anestetik inhalasi sehingga dimungkinkan penggunaan dosis anestetik inhalasi yang lebih kecil dan efek anestetik lebih muda menghasilkan potensiasi atau salah satu obat dapat mengurangi efek buruk obat lainnya

II.3 Teori yang berkaitan 1. Teori MembranKerja dr anastetika umum atas dasar perubahan struktur molekul membran. Tak ada reseptor spesifik, tak ada antagonis yg bekerja scr langsung.Ok perubahan sturktur membran, mk membran syasaf tak dpt cpt merubah konfigurasi protein unt transmisi rangsang (impuls) syaraf perpindahan ion, pelepasn neuro transmiter dg reseptor.

2. Teori NeurofisiologisTimbulnya teori ini ok teori membran tak dpt jelaskan perubahan selektif kesadaran, persepsi nyeri, dan relaksasi otot.Teori ini bcr ttrg titik tangkap kerja di ssp dan jalur syaraf yg dipengruhi nu.Laminadorsalis dr sumsum tl belakang (substansia gelatinosa), sistim retikuler, dan nukleus pemancar sensorik talamus mrpkan daerah yg peka thd nuMecencephalic reticular prn menerima rangsang sensorik non spesifik jg pussat pengatur kesiagaan dan kesadaran. If RAS dihambat mk pengaruh ke sistim limbik dan struktur kortikal menurun hingga ilang kesadaranFormasi Retikuler penting dlm pengaruhi nu wlo neuron berikan respon berbeda. Barbiturat, eter n halotan, aktifitas spontan dihambat, efluran dan siklopropan meningkatkan aktifitas sedangkan ketamin merubah pola rangsang (firing) All nu ngeblok respon neuron thd rangsang sensorik3. Teori LipidHubungan antara kelarutan zat anestetik dalam lemak dan timbulnya anesthesia. Makin larut anestetik dalam lemak, makin kuat sifat anestetiknya.

4. Teori KoloidPemberian zat anestetik terjadi penggumpalan sel koloid yang menimbulkan anesthesia yang bersifat reversible diikuti dengan proses pemulihan.II.4 Pembagian Anastesi Umum Dilihat Dari Cara Pemberian ObatA Anestesia Umum IntravenaAnestesia intrvena adalah teknik anestesia dimana obat-obat anestesia diberikan melalui jalur intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot.Farmakologi Umum dari Anestesia IntravenaFarmakokinetik Farmakokinetik merupakan studi tentang hubungan antara dosis obat, konsentrasi obat dalam jaringan. Dalam kalimat yang sederhana farmakokinetik bisa diartikan sebagai bagaimana tubuh bereaksi terhadap obat. Farmakokinetik terdiri dari empat parameter : absorbsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi.1) Absorbsi\Terdapat banyak tempat terjadi absorbsi obat : oral, sublingual, rectal, inhalasi, transdermal, subkutan, intramuskuler, dan intrvena. Absorbsi diartikan sebagai proses dimana obat meninggalkan tempat masuknya dan menuju ke aliran darah, hal ini dipengaruhi oleh karakter fisik dari obat (kelarutan, pKa, dan konsentrasi) dan tempat dimana terjadi absorbsi (sirkulasi, pH, dan area permukaan).Administrasi obat secara oral mudah dilakukan, ekonomis, dan relatif toleran terhadap kesalahan dosis. Tetapi administrasi secara oral tergantung pada kerjasama dari pasien, obat akan melalui metabolisme hepar, dan terpengaruhi oleh pH lambung, enzim, motilitas, makanan dan obat lain.Administrasi obat secara transdermal mempunyai keuntungan dalam absorbsi obat yang lama dan kontinu dengan dosis obat yang minimal. Lapisan korneum berfungsi sebagai barrier untuk semua partikel obat khususnya yang kecil dan larut dalam lemak (misalnya : clonidine, nitorglycerin, scopolamine).Injeksi parenteral terdiri dari subkutaneus, intramuskuler, dan intravena. Absorbsi pada suntikan subkutan dan intrmuskuler tergantung pada difusi daritempat injeksi ke sirkulasi. Tingkat difusi tergantung dari aliran darah menuju area penyuntikan dan pembawa dari obat (solusion diabsorbsi lebih cepat dari suspensi). Preparat yang menimbulkan iritasi bisa menyebabkan terjadinya nyeri dan nekrosis dari jaringan. Injeksi intravena mempersingkat proses dari absorbsi, karena obat langsung ditempatkan dalam aliran darah.2) DistribusiDistribusi memegang peranan penting dari farmakologi klinik karena merupakan determinan utama dari konsentrasi obat pada end-organ. Distribusi obat tergantung dari perfusi organ, kemampuan ikat dari protein, dan kelarutan dalam lemak.Setelah diabsorbsi, obat didistribusikan oleh aliran darah menuju seluruh tubuh. Organ yang memiliki perfusi yang tinggi mendapat obat dalam jumlah yang banyak dibandingkan dengan organ yang memiliki perfusi yang rendah (otot, lemak, dan tempat yang sedikit terdapat pembuluh darah).Selama obat terikat pada plasma protein, maka obat tersebut tidak dapat diambil oleh organ. Albumin biasanya mengikat obat yang bersifat asam (misal : barbiturat). Kelainan pada ginjal, hepar, penyakit jantung kongestif, dan keganasan menurunkan kadar albumin.3) BiotransformasiBiotransformasi adalah perubahan dari substansi akibat proses metabolik. Hepar merupakan organ utama tempat terjadinya biotransformasi.. Produk akhir dari biotransformasi biasanya tidak aktif dan larut dalam air, sehinga dapa dikeluarkan melalui ginjal. Biotransformasi metabolik dapat dibagi menjadi reaksi fase I dan fase II. Reaksi fase I mengubah obat menjadi beberapa metabolit polar melalui proses oksidasi, reduksi, atau hidrolisis. Reaksi fase II menggabungkan obat atau metabolit dengan substrat endogen (misalnya : asam glukoronat) untuk membentuk produk yang berpolarisasi tinggi yang dapat dieliminasi melalui urine.4) EkskresiGinjal merupakan organ untuk ekskresi dari obat-obatan. Obat yang tidak terikat protein bebas melewati dari plasma kedalam glomerulus. Fraksi dari obat yang tidak terionisasi di reabsorbsi dalam tubulus renalis, dan bagian yang terionisasi akan dikeluarkan oleh tubuh melalui urine. Perubahan dari pH urine dapat mempengaruhi eksresi renal. Ginjal juga dapat secara aktif mensekresi suatu obat.Farmakodinamik Farmakodinamik merupakan studi tentang efek terapeutik dan efek toksik terhadap sistem organ akibat obat (bagaimana obat mempengaruhi tubuh). Efek tersebut tergantung dari efikasi, potensi, dan ratio terapeutik.Median effective dose (ED50) adalah dosis yang dibutuhkan untuk memberikan efek pada 50% dari populasi. Perlu dicatat bahwa ED 50 bukan merupakan dosis yang dibutuhkan untuk menghasilkan setengah dari efek maksimal. Median lethal dose (LD 50) adalah dosis yang menyebabkan kematian pada 50% populasi yang terpapar oleh dosis obat tersebut. Indeks terapeutik adalah ratio dari ED 50 dan LD 50 (ED50: LD50)Reseptor obat merupakan makromolekul biasanya berupa protein yang tertanam ke dalam membran sel- yang berinteraksi dengan obat sehingga terjadi perubahan karakteristik intraseluler. Mekanisme kerja dari beberapa obat tergantung dari interaksi dengan reseptor. Substansi endogen seperti hormon atau substansi eksogen (obat) secara langsung merubah fungsi sel dengan cara berikatan dengan reseptor dinamakan agonis. Antagonis juga berikatan dengan reseptor namun tidak menyebabkan efek langsung terhadap sel.Obat-obatan Anestesia IntravenaKelompok obat anestesi intravena dapat dibagi menjadi kelompok : Opioid (dikenal sebagai narkotik), non-opioid dan relaksasi otot.a) OpiodObat anestesi golongan opioid atau dikenal sebagai narkotik. Biasanya digunakan sebagai analgesia atau penghilang nyeri. Kelompok obat ini dalam dosis yang tinggi dapat mengurangi kecemasan dan menyebabkan penurunan kesadaran. Efek yang dihasilkan dari pemakaian obat golongan opioid adalah analgesia, sedasi, dan depresi respirasi. Efek ini juga berhubungan erat dengan besarnya dosis, yang berarti semakin banyak konsentrasi obat yang diberikan, semakin besar pula efek yang didapatkan. Namun dosis harus tetap di batasi sesuai kebutuhan untuk tetap menjaga pasien tidak mengalami efek yang berlebihan.Keuntungan dari pemakaian obat golongan opioid dalam anestesi adalah obat golongan opioid tidak secara langsung memberikan efek depresi pada fungsi jantung. Dengan demikian, obat golongan opioid sangat berguna untuk anestesi pada pasien dengan kelainan jantung. Efek samping dari obat golongan opioid adalah mual dan muntah, kekakuan dinding dada, seizure dan supresi dari motilitas gastrointestinal. Pada pasien dengan hipovolemia, narkotik dapat memberikan manfaat dengan menimbulkan efek vasodilatasi (pada penggunaan morfin). Narkotik juga dapat menyebabkan bradikardi melalui stimulasi vagal secara langsung. Pada pasien yang normal, bradikardi ini tidak berefek menurunkan tekanan darah karena terjadi peningkatan stroke volume dari jantung..Mekanisme kerja dari opioid adalah interaksi dengan reseptor opioid dalamotak (amygdala) dan medula spinalis. Beberapa tipe reseptor yang berbeda sudah dapat diidentifikasi. Reseptor Mu melayani efek analgesia, depresi respirasi,euphoria dan ketergantungan fisik. Reseptor Kappa melayani efek analgesia pada level medula spinalis, sedasi dan miosis. Reseptor yang lain bertanggung jawab untuk efek minor dan efek negatif dari opioid.Contoh dari kelompok obat ini adalah morfin, meperidine (demerol), fentanyl (efk 1000 kali lebih kuat dari petidin), sufentanil, alfentanil dan remifentanil. Kesemuanya ini berbeda dalam potensi, durasi kerja. Efek dari opioid dapat dilawan dengan menggunakan opioid antagonis, yang bersaing pada reseptor yang sama dan memblok menggunakan efek yang dihasilkannya. Contoh Naloxone (Narcan).

Farmakokinetik 1) AbsorbsiAbsorbsi cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20g/kg) dan dewasa (200-800 g).2) DistribusiWaktu paruh distribusi semua opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dari morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja juga lebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat setelah injeksi bolus karena memiliki kelarutan dalam lemak yang tinggi.Tabel 2. Karakter fisik dari Opioid yang Menentukan Distribusinya

3) MetabolismeKebanyakan opioid tergantung biotransformasinya di hepar, kecuali remifentanil. Produk akhir fentanil, sufentanil dan alfentanil tidak aktif.m Pasien dengan defisiensi pseudokolinesterase memiliki respon yang normal terhadap remifentanil.4) EkskresiProduk akhir biotransformasi morfin dan meperidin dieliminasi oleh ginjal dengan kurang dari 10% melalui ekskresi bilier. Karena 5-10% morfin diekskresi tanpa perubahan lewat urin, kegagalan ginjal memperpanjang durasi kerjanya. Akumulasi metabolit morfin pada pasien dengan gagal ginjal dehubungkan dengan adanya narkosis dan depresi ventilatori yang bertahan sampai beberapa hari. Metabolit dari remifentanil dieliminasi melalui urine dan hepar. Metabolit remifentanil yang dikeluarkan melalui urine sangat kecil efek opioidnya. Pada penderita dengan kelainan pada liver tidak mempengaruhi farmakokinetik dan farmakodinamik dari remifentanil.Efek Pada Sistem Organ1) Kardiovaskuler Secara umum, opioid mempengaruhi kardiovaskuler dengan menurunkan respon simpatis melalui pusat vasomotor di medula dan meningkatkan respon parasimpatis melalui jalur vagal.Meperidin cenderung meningkatkan denyut jantung, dosis tinggi dari morfin, fentanil, sufentanil, remifentanil dan alfentanil dapat menyebabkan bradikardi. Opioid tidak menekan kontraktilitas jantung kecuali meperidin, karena struktur meperidine yang mirip dengan atropin. Meperidine dan morfin dapat menyebabkan terjadinya pelepasan histamine dan menyebabkan terjadinya vasodilatasi2) RespirasiOpioid menekan ventilasi terutama laju respirasi. PaCO meningkat dan respon terhadap CO2 berkurang, sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan. Efek ini dipengaruhi oleh pusat respirasi di batang otak Opioid (terutama fentanil, sufentanil dan alfentanil) dapat menimbulkan rigiditas dinding dada cukup berat sehingga mencegah ventilasi adekuat.3) Otak Efek opioid terhadap perfusi otak dan tekanan intrakranial bervariasi. Secara umum, opioid mengurangi konsumsi oksigen otak, CBF dan tekanan intrakranial namun jauh lebih minimal dibandingkan barbiturat atau benzodiazepin. Stimulasi terhadap pemicu kemoreseptor pad tingkat medula menyebabkan terjadinya mual dan muntah, hal ini berhubungan dengan pemberian opioid yang berulang4) GastrointestinalOpioid memperlambat waktu pengosongan dengan mengurangi peristaltik. Kolik biliaris dapat terjadi akibat kontraksi sfingter Oddi.5) EndokrinOpioid dapat memblok pelepasan hormon-hormon (seperti katekolamin, ADH dan kortisol) secara lebih komplit daripada anestesi volatil. Interaksi ObatKombinasi opioid dengan inhibitor monoamin oksidase dapat menyebabkan henti nafas, hipertensi atau hipotensi, koma dan hiperpireksia. Barbiturat, benzodiazepin dan depresan sistem saraf pusat lainya dapat bersifat sinergis terhadap efek kardiovaskuler, respiratori dan efek sedasi opioid. Biotransformasi dari alfenatnil dapat terganggu pada pasien dengan pemebrian eritromicin selama 7 hari sehingga menyebabkan terjadinya sedasi yang berkepanjangan dan depresi pernapasan.b) Non Opioid AgentAgen kelompok ini dapat dibagi menjadi barbiturat, benzodiazepine dan obat lainnya seperti etomidate, ketamine, propofol, dll. Barbiturat (Thiopental)Berupa bubuk berwarna putih kekuningan, bersifat higroskopos, asanya pashitn berbau seperti bawang putih. Thiopental dikemas dalam ampul 500 mg atau 1000 mg. sebelum digunakan dilarutkan dalam akuabides sampai kepekatan 2,5 % (1 ml = 25 mg).Thiopental hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/KgBB dan disuntikan perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik. Larutan ini sangat alkalis dengan pH 10-11, sehingga suntikan keluar vena akan menimbulkan nyeri hebat apalagi masuk ke arteri dan menyebabkanvasokonstriksi dan nekrosis jaringan sekitar. Kalau hal ini terjadi dianjurkan memberikan suntikan infiltrasi lidokain.Barbiturate merupakan derivat dari barbituric acid.

Mekanisme KerjaBarbiturat menekan sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinaptik kompleks dari saraf dan pusat regulasi, yang terletak di batang otak yang mengontrol beberapa fungsi vital, termasuk kesadaran. Pada konsentrasi klinis, barbiturat secara khusus lebih berpengaruh pada sinaps saraf daripada akson. Barbiturat menekan transmisi neurotransmiter eksitator (seperti asetilkolin) dan meningkatkan transmisi neurotransmiter inhibitor (seperti asam -aminobutirik (GABA)). Mekanisme spesifik diantaranya dengan pelepasan transmiter (presinaptik) dan interaksi selektif dengan reseptor (postsinaptik).

Farmakokinetik 1) AbsorbsiPada anestesiologi klinis, barbiturat paling banyak diberikan secara intravena untuk induksi anestesi umum pada orang dewasa dan anak-anak. Pengecualian pada thiopental rektal atau methoheksital untuk induksi pada anak-anak dan phenobarbital atau secobarbital intramuskuler untuk premedikasi pada semua kelompok umur.2) DistribusiDurasi kerja dari barbiturat dengan kelarutan lemak tinggi (thiopental, thiamylal dan methoheksital) tergantung dari redistribusi, dan bukan dari metabolisme atau eliminasinya. Jika kompartmen sentral terkontraksi (shok hipovolemik) atau serum albumin rendah (kelainan di hepar) atau jika fraksi nonionisasi meningkat (asidosis) maka konsentrasi di otak dan hati akan meningkat.Thiopental di dalam darah 70 % terikat albumin, sisanya 30 % dalam bentuk bebas, sehingga pada pasien dengan albumin rendah dosis harus dikurangi.Pasien akan kehilangan kesadaran dalam 30 detik dan tersadar dalam 20 menit. Dosis induksi tergantung berat badan dan umur. Induksi yang lebih rendah pada pasien tua mencerminkan level plasma yang lebih tinggi akibat redistribusi yang lebih lambat. Berlawanan dengan paruh waktu distribusi awal thiopental yang cepat yang hanya beberapa menit, paruh waktu eliminasi thiopental berkisar antara 3-12 jam. psikomotor terjadi lebih cepat setelah penggunaan methohexital karena peningkatan metabolisme.3) EkskresiIkatan dengan protein tinggi mengurangi filtrasi glomeruler dari barbiturat, sedangkan untuk kelarutan lemak yang tinggi cenderung meningkatkan reabsorbsi tubulus ginjal. Kecuali pada obat yang ikatan kurang dengan protein dan kurang larut lemak seperti phenobarbital, ekskresi ginjal terbatas pada produk akhir yang larut air dari biotransformasi hepatik. Methohexital diekskresi lewat feses.Efek pada Sistem Organ1) Kardiovaskuler Efek yang segera timbul setelah pemberian thiopental adalah penurunan tekanan darah yang sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma dan peningkatan denyut jantung. Depresi pusat vasomotor medular menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah perifer yang meningkatkan jumlah darah di perifer dan penurunan venous return ke atrium kanan.Takikardi mungkin disebabkan karena efek vagolitik sentral.Cardiac output dipertahankan dengan meningkatkan denyut jantung dan meningkatkan kontraktilitas miokardial dari kompensasi refleks baroreseptor. Simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi tahanan pembuluh darah dapat meningkatkan tahanan vaskuler perifer. Namun, jika respon baroreseptor tidak adekuat (seperti hipovolumia, gagal jantung kongestif, blokade -adrenergik),cardiac output dan tekanan darah arteridapat turun secara drastis akibat jumlah darah perifer tidak terkompensasi dan depresi miokardial langsung tidak tertutupi. Efek kardiovaskuler barbiturat tergantung dari status volume, tonus otonom dasar, dan penyakit kardiovaskuler yang ada. Injeksi yang pelan-pelan dan hidrasi preoperatif yang adekuat mengurangi perubahan tersebut pada sebagian besar pasien.2) RespirasiDepresi terhadap pusat ventilasi di medula menurunkan respon ventilasi sehingga terjadi hiperkapnia dan hipoksia. Sedasi dari barbiturat dapat menyebabkan obstruksi saluran napas bagian atas. Bronkospasme dapat terjadi pada pasien yang diinduksi dengan thiopental mungkin akibat stimulasi dari saraf kolinergik (yang dapat dicegah dengan pemberian atropin), pelepasan histamin, atau efek langsung terhadap stimulasi otot polos.3) Otak Barbiturat menyebabkan konstriksi pada pembuluh darah di otak, menyebabkan penurunan aliran darah otak (CBF) dan tekanan intrakranial. Perubahan dari aktivitas otak dan kebutuhan oksigen dapat terlihat pada perubahan dari EEG. Barbiturat tidak mnyebabkan relaksasi dari otot. Dosis kcil dari thiopental (50-100 mg intravena) dengan cepat dapat mengontrol kejang tipe grand mall.

4) GinjalBarbiturat mengurangi aliran darah ginjal dan filtrasi dari glomerulus.sebagai akibat dari penurunan tekanan darah.5) Hepar Aliran darah hepar menurun.6) ImunologisReaksi alegi anafilaktik jarang terjadi. Thiobarbiturat yang mengandung sulfur mencetuskan pelepasan histamin in vitro sedangkan oxybarbiturat tidak. Sehingga methohexital lebih sering digunakan pada pasien asma atau atopik daripada thiopental atau thiamylal.Interaksi ObatMedia kontras, sulfonamid dan obat lain yang menempati tempat ikatan protein yang sama seperti thiopental akan meningkatkan jumlah obat bebas dan meningkatkan efek terhadap sistem organ. Etanol, opioid, antihistamin, dan depresan sistem saraf pusat lainnya meningkatkan efek sedasi barbiturat.Induksi pada Anestesia UmumThiopental dapat diinjeksi intravena untuk menginduksi anestesi umum dan juga dapat digunakan untuk pemeliharaan keadaan tidak sadar karena efek komponen hipnotik. Saat disuntikan intravena, obat yang larut lemak ini akan mencapai efek maksimum 1 menit. Karena barbiturat secara cepat diredistribusi dari otak ke jaringan tubuh non lemak, durasi efek untuk induksi tunggal adalah sekitar 5-8 menit. Dosis induksi thiopental adalah 2,5-4,5 mg/kg, untuk anak 5-6 mg/kg, dan 7-8 mg/kg untuk bayi.Selama keadaan tidak sadar, barbiturat dapat menyebabkan gerakan eksitasi otot ringan seperti hipertonus, tremor, twitching dan batuk. Walaupun efek eksitasi tidak begitu mengganggu, pemberian atropin atau opiod sebelumnya mengurangi efek eksitasi, sebaliknya premedikasi dengan fenotiazin atau skopolamin meningkatkan efek eksitasi. Thiopental dan barbiturat lain bukan anestesia intravena yang ideal, karena secara primer hanya menimbulkan hipnosis. Intravena anestesi yang ideal menimbulkan hipnosis, amnesia dan analgesik. BenzodiazepinMidazolam (0,15 0,3 mg/kg intravena) dan diazepam (0,3 0,5 mg/kg) bisanya digunakan untuk induksi dalam anestesi umum.Mekanisme KerjaBenzodiazepin berinteraksi dengan reseptor spesifik di sistem saraf pusat, terutama di korteks serebral. Reseptor terikat benzodiazepin meningkatkan efek inhibisi bermacam neurotransmiter.Farmakokinetik 1) AbsorbsiBenzodiazepin dapat diberikan secara oral, intramuskuler, dan intravena untuk sedasi atau induksi pada general anestesia. Diazepam dan lorazepam diserap baik di saluran gastrointestinal dengan puncak level plasma didapat dalam 1-2 jam. Intranasal (0,2-0,3 mg/kg), bukal (0,07 mg/kg) dan sublingual (0,1 mg/kg) midazolm efektif untuk sedasi preoperatif.Injeksi intramuskuler diazepam menimbulkan nyeri dan tidak dapat diandalkan. Sebaliknya, midazolam dan lorazepam diabsorbsi baik setelah pemberian injeksi intramuskuler dengan puncak level setelah 30-90 menit.2) DistribusiDiazepam cukup larut lemak dan dengan cepat melewati sawar darah otak. Midazolam bersifat larut air namun pada pH yang rendah, cincin imidazolnya yang mendekati pH fisiologis menyebabkan peningkatan kelarutan terhadap lemak. Lorazepam mempunyai kelarutan sedang pada lemak sehingga memperlambat ambilan ke otak dan onset kerjanya. Redistribusi cukup cepat (paruh waktu distribusi awal 3-10 menit). Semua benzodiazepin berikatan tinggi dengan protein (90-98%).3) BiotransformasiBiotrasformasi benzodiazepin terjadi di hati. Metabolit dari reaksi fase I secara farmakologi masih aktif. Ekstraksi hepatik yang lambat dan volume ditribusi yang besar menyebabkan waktu paruh dizepam menjadi lama (30 jam).4) EkskresiMetabolit biotransformasi benzodiazepin dieksresi terutama lewat urin. Sirkulasi enterohepatik menghasilkan puncak sekunder pada konsentrasi plasma di setelah 6-12 jam pemberian. Gagal ginjal menyebabkan perpanjangan sedasi pada pasien yang mendapat midazolam akibat akumulasi metabolit konjugated (-hydroxymidazolam).Efek pada Sistem Organ1) Kardiovaskuler Efek depresan kardiovaskuler benzodiazepin minimal walaupun pada dosis induksi. Tekanan darah arterial, cardiac output dan tahanan vaskuler perifer turun secara pelan, kadang denyut jantung meningkat.Midazolam cenderung lebih menurunkan tekanan darah dan tahanan vaskuler perifer daripada diazepam.2) RespirasiBenzodiazepin menekan respon ventilatori terhadap CO2. Hal ini biasanya tidak berarti kecuali obat diberikan secara intravena atau adanya depresan respiratori lain. Apnea lebih jarang terjadi daripada setelah induksi barbiturat. Ventilasi harus dimonitoring pada semua pasien yang mendapatkan medikasi benzodiazepin secara intravena, dan alat resusitasi harus tersedia.3) Otak Benzodiazepin menurunkan Cerebral Metabolic Rate untuk konsumsi O2 (CMRO2), Cerebral Blood Flow (CBF) dan tekanan intrakranial. Dosis sedatif oral sering menimbulkan amnesia antegrade yang berguna untuk premedikasi. Efek muscle-relaxant obat ini akibat efek di medula spinalis dan bukan neuromuscular junction. Anticemas, amnesik dan efek sedasi terlihat pada dosis rendah dan meningkat menjadi stupor dan tidak sadar pada dosis induksi. Benzodiazepin tidak memiliki efek analgesiaInteraksi ObatCimetidin berikatan dengan sitokrom P-450 dan mengurangi metabolisme diazepam. Eritromisin menghambat metabolisme midazolam dan menyebabkan 2-3 kali lipat perpanjangan dan efek intensifnya. Heparin mengganti diazepam dari ikatannya dengan protein dan meningkatkan konsentrasi obat.Kombinasi opioid dengan diazepam mengurangi tekanan darah arterial dan tahanan vaskuler perifer. Benzodiazepin mengurangi konsentrasi alveolar minimum anestetik volatil sebanyak 30%. Etanol, barbiturat dan depresan sistem saraf pusat lainnya meningkatkan efek sedasi benzodiazepin.

Dosis dan Penggunaan Benzodiazepine

PropofolMerupakan derivat fenol dengan nama kimia di-iso profil fenol yang banyak dipakai sebagai obat anestesia intravena. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi. Bentuk fisik berupa cairan berwarna putih seperti susu, tidak larut dalam air dan bersifat asam. Dikemas dalam bentuk ampul, berisi 20 ml/ampul (1ml = 10 mg). Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.Preparat propofol dapat ditumbuhi oleh bakteri, oleh karena itu diperlukan teknik yang steril dalam menggunakan propofol. Preparat propofol juga ditambahi dengan 0,005% disodium edelate atau 0,025 sodium metabisulfite untuk membantu menekan tingkat pertumbuhan bakateri.

Mekanisme KerjaPropofol bekerja dengan memfasilitasi dari inhibisi neurotransmiter yang diperantarai oleh GABA.Farmakokinetik 1) AbsorbsiPropofol hanya diberikan secara intravena untuk induksi general anestesia dan untuk sedasi sedang sampai dalam.2) DistribusiKelarutan lemak yang tinggi dari propofol menyebabkan onset kerjanya yang cepat yang hampir sama cepatnya dengan thiopental tersadar setelah pemberian dosis tunggal juga cepat akibat paruh waktu distribusinya yang sangat cepat (2-8 menit).3) MetabolismeBersihan propofol melewati aliran darah hepar, menyatakan adanya metabolisme ekstrahepatik. Laju bersihan yang tinggi (10 kali lebih cepat daripada thiopental) mungkin menyebabkan penyembuhan yang cepat setelah diberikan melalui tetesan infus. Konjugasi di hepar menghasilkan metabolit yang tidak aktif dan dieliminasi lewat ginjal.4) EkskresiWalaupun metabolit propofol terutama diekskresi lewat urine namun penyakit ginjal kronis tidak mempengaruhi obat utamanya.

Efek pada Sistem Organ1) Kardiovaskuler Efek yang utama adalah menurunkan tekanan darah arteri selama induksi anestesi. Penurunan tekanan arteri diikuti oleh penurunan COP hingga 15 %, stroke volume 25 %, tahanan sistemik vaskuler sekitar 15-25 %. Vasodilatasi muncul karena penurunan aktivitas simpatis, dan efek langsung pada mobilisasi Ca intrasel otot polos. Denyut jantung tidak ada perubahan yang berarti karena propofol juga menghambat barorefleks, menurunkan respon takikardi terhadap hipotensi, terutama kondisi normokarbi atau hipokarbi.2) RespirasiSeperti barbiturat, propofol mengakibatkan depresan respiratori yang menyebabkan apnea. Walaupun dengan dosis subanestetik, infus propofol mencegah arus ventilatori hipoksik dan menekan respon normal terhadap hiperkarbi.Walaupun propofol dapat menyebabkan pelepasan histamin, induksi dengan propofol pada pasien dengan wheezing pada pasian asma atau nonasma dibandingkan barbiturat tidak merupakan kontraindikasi.3) Otak Propofol menurunkan aliran darah otak dan tekanan intrakranial. Pada psien dengan peningkatan tekanan intrakranial, propofol dapat enyebabkan reduksi CPP ( 1% terhadap uterus hamil menyebabkan relaksasi dan kurang responsif jika diantisipasi dengan oksitosin, sehingga dapat menyebabkan perdarahan pasca persalinan. Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isoflurane) DesfluranDesfluran (suprane) merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya mirip isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan dengan anestetik volatil lainnya, sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus (TEC-6). Titik didihnya mendekati suhu ruangan (23.5C). potensinya rendah (MAC 6.0%). Ia bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi. Efek depres napasnya seperti isofluran dan etran. Desfluran merangsang jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesia.f) SevofluranSevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan. Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang mnyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan. Walaupun dirusak oleh kapur soda (soda lime, baralime), tetapi belum ada laporan membahayakan terhadap tubuh manusia.

BAB IIIPENUTUP

III.1 KesimpulanIstilah Anestesi yang artinya hilangnya sensasi nyeri (rasa sakit) yang disertai maupun yang tidak disertai hilang kesadaran.Anastetik umum dapat memberikan anesthesia yaitu hilangnya rasa nyeri, atau efek anesthesia yaitu analgesia yang disertai hilangnya kesadaran, Sedangkan anestesi local hanya dapat menimbulkan efek analgesia.Anestesi umum bekerja disusunan saraf pusat sedangkan anestesi local bekerja langsung pada serabut saraf di parifer.Anestesia intravena ideal adalah:1). Cepat menghasilkan hypnosis2). Mempunyai efek analgesia3). Menimbulkan amnesia pasca-anestesia4). Dampak buruknya mudah dihilangkan oleh antagonisnya5). Cepat dieliminasi oleh tubuh6). Tidak atau sedikit mendepresi fungsi respirasi dan kardiovaskular7). Pengaruh farmakokinetiknya tidak bergantung pada disfungsi organ.Obat pilihan anestesi : Barbitura, Benzodiazepine, opioid, Propofol, Etomidat, Ketamin

DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidajat, R, dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi kedua. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. 2005; hal : 240 247

Mangku G. Diktat Kumpulan Kuliah buku I. Laboratorium Anestesiologi dan Reanimasi FK UNUD, Denpasar 2002; hal : 66-73

Nissl, Jan. Intravenous Medication for Anesthesia. Available at : http://health.yahoo.com/ency/healthwise/rt1586 . Accesed : 17 June 2007

Ting, H. Paul. Intravenous Anesthetic. Available at : http://anesthesiologyinfo.com/articles/01072002.php . Accesed : 17 November 2012

Morgan, GD. Et al, Clinical Anesthesiology. 4th edition. Lange Medical Books/McGraw-Hill.2006; hal : 194-204

Cole, Daniel J. Adult Perioperative Ansthesia : The Requisites in Anesthesiology. Elsevier Mosby. 2004. hal : 146 - 150

Latief SA dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI. Jakarta 2002; hal : 46-47

Hurford, William E, et all. Clinical Anesthesia Procedures of the Massachusetts General Hospital 6th edition. Massachusetts General Hospital Dept. Of Anesthesia and Critical Care. Lippincott williams &

Wilkins Publishers. 2002; hal : Chapter 11 Intravenosu and Inhalation Anasthetic.

Barash, Paul G, et al. Clinical Anesthesia 4th edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2001;hal : Chapter 13 Non Opioid Intravenosu Anesthesia

Miller, Ronald D. Anesthesia. Fifth ed. Churchill Livingstone; 2000. hal : 228-376.