Anemia Defisiensi Besi Epidemiologi

7
ANEMIA DEFISIENSI BESI Bambang Permono, IDG Ugrasena, Mia Ratwita A Divisi Hematologi – Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo BATASAN Anemia yg disebabkan kurangnya zat besi untuk sintesis hemoglobin. PATOFISIOLOGI Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb). Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb. Walaupun pembuatan eritrosit juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit dari pada biasa sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik. ETIOLOGI Kekurangan Fe dapat terjadi bila : makanan tidak cukup mengandung Fe komposisi makanan tidak baik untuk penyerapan Fe (banyak sayuran, kurang daging) gangguan penyerapan Fe (penyakit usus, reseksi usus) kebutuhan Fe meningkat (pertumbuhan yang cepat, pada bayi dan adolesensi, kehamilan) perdarahan kronik atau berulang (epistaksis, hematemesis, ankilostomiasis).

Transcript of Anemia Defisiensi Besi Epidemiologi

Page 1: Anemia Defisiensi Besi Epidemiologi

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Bambang Permono, IDG Ugrasena, Mia Ratwita A

Divisi Hematologi – Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo

 

BATASAN

Anemia yg disebabkan kurangnya zat besi untuk sintesis hemoglobin.

 

PATOFISIOLOGI

Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb). Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb. Walaupun pembuatan eritrosit juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit dari pada biasa sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik.

ETIOLOGI

Kekurangan Fe dapat terjadi bila :

makanan tidak cukup mengandung Fe komposisi makanan tidak baik untuk penyerapan Fe (banyak sayuran, kurang daging)

gangguan penyerapan Fe (penyakit usus, reseksi usus)

kebutuhan Fe meningkat (pertumbuhan yang cepat, pada bayi dan adolesensi, kehamilan)

perdarahan kronik atau berulang (epistaksis, hematemesis, ankilostomiasis).

 

EPIDEMIOLOGI

Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini adalah ADB dan terutama mengenai bayi,anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangaan kalori protein, vitamin A dan yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekita 30-40%, pada anak sekolah 25-35% sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB pada

Page 2: Anemia Defisiensi Besi Epidemiologi

balita sebesar 55,5%. ADB mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga menurunkan prestasi belajar di sekolah.

 

DIAGNOSIS

I. Anamnesis

1. Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :

Kebutuhan meningkat secara fisiologis

masa pertumbuhan yang cepat

menstruasi

infeksi kronis

o Kurangnya besi yang diserap

asupan besi dari makanan tidak adekuat

malabsorpsi besi

Perdarahan

Perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn, colitis ulserativa)

2. Pucat, lemah, lesu, gejala pika

 

II. Pemeriksaan fisis

anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati stomatitis angularis, atrofi papil lidah

ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung

 

Page 3: Anemia Defisiensi Besi Epidemiologi

III. Pemeriksaan penunjang

Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik

Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun

Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat

sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat

 

 

DIAGNOSIS BANDING

Anemia hipokromik mikrositik :

Thalasemia (khususnya thallasemia minor) :o Hb A2 meningkat

o Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun

Anemia karena infeksi menahun :

o biasanya anemia normokromik normositik. Kadang-kadang terjadi anemia hipokromik mikrositik

o Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun

Keracunan timah hitam (Pb)

o terdapat gejala lain keracunan P

Anemia sideroblastik : o terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan sumsum tulang

PENYULIT

Bila Hb sangat rendah dan keadaan ini berlangsung lama dapat terjadi payah jantung.

Page 4: Anemia Defisiensi Besi Epidemiologi

 

PENATALAKSANAAN

I.Medikamentosa

Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.

Asam askorbat 100 mg/15 mg besi elemental (untuk meningkatkan absorbsi besi).

 

II. Bedah

Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum Meckel.

 

III. Suportif

Makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa,hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan)

 

IV. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya )

Ke sub bagian terkait dengan etiologi dan komplikasi (Gizi, Infeksi, Pulmonologi, Gastro-Hepatologi, Kardiologi )

 

PEMANTAUAN

I.Terapi

1. Periksa kadar hemoglobin setiap 2 minggu2. Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat

Page 5: Anemia Defisiensi Besi Epidemiologi

3. Gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala gangguan gastro-intestinal misalnya konstipasi, diare, rasa terbakar diulu hati, nyeri abdomen dan mual. Gejala lain dapat berupa pewarnaan gigi yang bersifat sementara.

II. Tumbuh Kembang

1. Penimbangan berat badan setiap bulan2. Perubahan tingkah laku

3. Daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada anak usia sekolah dengan konsultasi ke ahli psikologi

4. Aktifitas motorik

 

Langkah Promotif/Preventif

Upaya penanggulangan AKB diprioritaskan pada kelompok rawan yaitu BALITA,anak usia sekolah, ibu hamil dan menyusui, wanita usia subur termasuk remaja putri dan pekerja wanita. Upaya pencegahan efektif untuk menanggulangi AKB adalah dengan pola hidup sehat dan upaya-upaya pengendalian faktor penyebab dan predisposisi terjadinya AKB yaitu berupa penyuluhan kesehatan, memenuhi kebutuhan zat besi pada masa pertumbuhan cepat, infeksi kronis/berulang pemberantasan penyakit cacing dan fortifikasi besi.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

1. Hillman RS, Ault KA. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practice. A Guide to Diagnosis and Management. New York; McGraw Hill, 1995 : 72-85.

2. Lanzkowsky P. Iron Deficiency Anemia. Pediatric Hematology and Oncology. Edisi ke-2. New York; Churchill Livingstone Inc, 1995 : 35-50.

3. Nathan DG, Oski FA. Iron Deficiency Anemia. Hematology of Infancy and Childhood. Edisi ke-1. Philadelphia; Saunders, 1974 : 103-25.

Page 6: Anemia Defisiensi Besi Epidemiologi

4. Recht M, Pearson HA. Iron Deficiency Anemia. Dalam : McMillan JA, DeAngelis CD, Feigin RD, Warshaw JB, penyunting. Oski’s Pediatrics : Principles and Practice. Edisi ke-3. Philadelphia; Lippincott William & Wilkins, 1999 : 1447-8.

5. Schwart E. Iron Deficiency Anemia. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia ; Saunders, 2000 : 1469-71.