Andrea Pirlo, Profesor Moriarty Sepakbola Italia

6
Andrea Pirlo: Profesor Moriarty Sepakbola Italia By Pangeran Siahaan, Sabtu, 18/08/2012 12:54 Share on facebook Share on twitter Share on email Share on print More Sharing Services 2 Kepergian Claude Makelele dari Real Madrid ke Chelsea pada tahun 2004 meninggalkan lubang yang menganga pada lini tengah klub Spanyol tersebut dan mengingatkan Madrid betapa pentingnya peran seorang gelandang bertahan. Sesudah kejadian itu, posisi gelandang bertahan kerap disebut The Makelele Role – sebagai bentuk apresiasi terhadap posisi yang tadinya kerap sekali diabaikan. Dengan memakai sentimen dan bentuk apresiasi yang sama, bisakah kita mulai menyebut posisi deep-lying playmaker dengan sebutan

description

Andrea Pirlo (lahir di Flero, Lombardia, Italia, 19 Mei 1979; umur 35 tahun) adalah seorang pemain sepak bola Italia yang bermain untuk klub Serie A, Juventus dan tim nasional Italia, ia berposisi sebagai gelandang.Perjalanan karier Pirlo di klub sepak bola: Brescia (1994-1998 dan 2001), Inter Milan (1998-1999 dan 2000), Reggina (1999-2000), A.C. Milan (2001-2011), dan Juventus (2011-sekarang).

Transcript of Andrea Pirlo, Profesor Moriarty Sepakbola Italia

Andrea Pirlo: Profesor Moriarty Sepakbola ItaliaBy Pangeran Siahaan, Sabtu, 18/08/2012 12:54Share on facebook Share on twitter Share on email Share on print More Sharing Services 2

Kepergian Claude Makelele dari Real Madrid ke Chelsea pada tahun 2004 meninggalkan lubang yang menganga pada lini tengah klub Spanyol tersebut dan mengingatkan Madrid betapa pentingnya peran seorang gelandang bertahan. Sesudah kejadian itu, posisi gelandang bertahan kerap disebut The Makelele Role sebagai bentuk apresiasi terhadap posisi yang tadinya kerap sekali diabaikan.Dengan memakai sentimen dan bentuk apresiasi yang sama, bisakah kita mulai menyebut posisi deep-lying playmaker dengan sebutan The Pirlo Role? Dalam 1 dekade terakhir, banyak pemain yang bermain dalam posisi tersebut termasuk Xabi Alonso dari Spanyol tapi rasanya hanya Pirlo yang bisa menggambarkan betapa elegan dan mematikannya peran seorang deep-lying playmaker.Di Euro 2012 ini, Pirlo adalah momok bagi semua tim yang menghadapi Italia. Bagaimana cara mematikan aliran bola dari Pirlo menjadi agenda yang utama. Secara mengejutkan, Inggris cuek bebek dengan kehadiran Pirlo dan membiarkannya bebas menerima bola dan mendistribusikannya ke seluruh area lapangan. Saking bebasnya, Inggris nampak seperti tidak tahu siapa itu Andrea Pirlo dan apa yang bisa ia lakukan. Sebuah kejahatan yang harus dihukum.Sebaliknya ada tim seperti Jerman yang terlalu banyak berpikir mengenai cara mengatasi Pirlo. Jogi Low sangat khawatir dengan potensi yang dipunyai Pirlo sehingga ia menyesuaikan line-up pemainnya untuk beradaptasi terhadap Pirlo dengan memasukkan Toni Kroos sebagai gelandang tambahan. Untuk ukuran Pirlo, ia tampil relatif jinak pada pertandingan tersebut tapi strategi Low mengganggu keseimbangan dan aliran bola Jerman yang menjadi kekuatan mereka selama ini. Sejinak-jinaknya Pirlo, gol pertama Mario Balotelli tercipta bermula dari kejeliannya untuk mengoper bola ke sayap kiri.Kita sudah sering mendengar banyak sebutan yang disematkan pada diri Pirlo. Beberapa orang menyebutnya sebagai dirigen, menggambarkan peran gelandang Juventus ini sebagai seorang pemimpin orkestra yang besar. Pirlo tahu kapan harus membiarkan alat musik tabuh untuk dibunyikan dan kapan membiarkan alat musik tiup untuk masuk. Jika gilirannya tiba, Pirlo akan memberikan giliran pada alat musik gesek yang akan menyayat-nyayat lini pertahanan lawan. Semuanya tergantung pada aba-aba dan gerakan tangan dari sang dirigen. Andrea Pirlo adalah Zubin Mehta versi sepakbola.Beberapa orang yang lain menyebutnya sebagai metronom yang memberi tempo pada permainan tim. Cepat atau lambatnya permainan Italia tergantung pada seberapa banyak BPM (beat per minute) yang ingin ia berikan. Kehebatannya memainkan tempo bisa mengejutkan karena Pirlo kapabel untuk bermain pada tempo trip hop yang lambat sampai drum n bass yang penuh hentakan cepat. Jika diperlukan, ia bisa sangat-sangat eksplosif seperti pada pertandingan pertama melawan Spanyol di mana ia mendribel bola melewati Sergio Busquets dan menjangkau Antonio Di Natale dengan umpan brilian.Saya ingin menggambarkan Pirlo, sang maestro dengan sebuah metafora yang lain. Bagi saya, posisi Pirlo yang mengontrol permainan dari posisi yang jauh di belakang mirip dengan aktor intelektual kriminal yang mengatur segala sesuatunya dari belakang layar. Ia bahkan tidak perlu hadir di tempat kejadian sangat sebuah aksi sedang berlangsung karena ada orang lain yang akan melakukan aksi tersebut untuk dirinya. Ia bagaikan berada di pusat jaring laba-laba yang besar, mengontrol dan mengoordinasi kaki tangannya untuk beraksi. Bagi saya, apa yang dilakukan Pirlo tak ubahnya seperti Profesor Moriarty, musuh bebuyutan Sherlock Holmes.Sama seperti Moriarty, Pirlo sangat susah untuk ditangkap karena ia berada jauh di dalam dan sering kali lawan yang ingin menjeratnya malah terperangkap dalam sebuah skema yang bisa balik merugikan seperti yang dialami Jerman.Moriarty jarang sekali melakukan pekerjaan kotor, anak buahnya yang akan melakukan tugas tersebut. Yang ia lakukan cukup untuk memberi inspirasi dan mencetuskan ide kriminal. Sama seperti Pirlo yang praktis tak punya kewajiban khusus untuk bertahan. Ada pemain lain seperti Daniele De Rossi dan Claudio Marchisio yang melindunginya. Ia hanya perlu memberi inspirasi pada Azzuri.Dalam mini seri Sherlock yang diproduksi BBC, Moriarty menyebut pekerjaannya sebagai consulting criminal. Ia memberi konsultasi kejahatan bagi mereka yang memiliki maksud jahat dalam pikirannya. Bagi pemain dan publik Spanyol, hari Minggu besok Italia mempunyai maksud jahat dalam pikirannya untuk menggagalkan impian Spanyol merebut menjuarai turnamen berturut dan Pirlo sebagai seorang konsultan kriminal akan menginspirasi Gli Azzuri untuk melakukannya.Siapa yang akan menjadi Sherlock Holmes bagi Spanyol untuk menghentikan Andrea Moriarty? Xavi? Andres Iniesta? Cesc Fabregas? Siapa pun yang akan melakukan tugas tersebut, final Spanyol dan Italia tak ubahnya akan menjadi episode Reichenbach Fall bagi kedua tim.