Andragogi Aa Di Kop IV

download Andragogi Aa Di Kop IV

of 19

Transcript of Andragogi Aa Di Kop IV

ANDRAGOGI, ETIKA DAN MORAL PEMBELAJARANOleh, H. Dedi Herawan

A. Pengertian AndragogiSecara etimologis, andragogi berasal dari bahasa Latin andros yang berarti orang dewasa dan agogos yang berarti memimpin atau melayani. Paedagogi (Pedagogy) berasal dari kata Yunani paid (berarti anak) dan agogus (berarti memimpin). Paedagogi berarti seni dan ilmu mengajar anakanak. Knowles (Sudjana, 2005: 62) mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu dalam membantu peserta didik (orang dewasa) untuk belajar (the science and arts of helping adults learn). Berbeda dengan pedagogi karena istilah ini dapat diartikan sebagai seni dan ilmu untuk mengajar anak-anak (pedagogy is the science and arts of teaching children). Orang dewasa tidak hanya dilihat dari segi biologis semata, tetapi juga dilihat dari segi sosial dan psikologis. Secara biologis, seseorang disebut dewasa apabila ia telah mampu melakukan reproduksi. Secara sosial, seseorang disebut dewasa apabila ia telah melakukan peran-peran sosial yang biasanya dibebankan kepada orang dewasa. Secara psikologis, seseorang dikatakan dewasa apabila telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil. Darkenwald dan Meriam (Sudjana, 2005: 62) memandang bahwa seseorang dikatakan dewasa apabila ia telah melewati masa pendidikan dasar dan telah memasuki usia kerja, yaitu sejak umur 16 tahun. Dengan demikian orang dewasa diartikan sebagai orang yang telah memiliki kematangan fungsi-fungsi biologis, sosial dan psikologis dalam segi-segi pertimbangan, tanggung jawab, dan peran dalam kehidupan. Namun kedewasaan seseorang akan bergantung pula pada konteks sosio-kulturalnya. Kedewasaan itupun merupakan suatu gejala yang selalu mengalami perubahan dan perkembangan untuk menjadi dewasa. Istilah andogogi berasal dari andr dan agogos berarti memimpin, mengamong,1

atau membimbing. Dugan Laird (Hendayat S., 2005: 135) mengatakan bahwa andragogi mempelajari bagaimana orang dewasa belajar. Laird yakin bahwa orang dewasa belajar dengan cara yang secara signifikan berbeda dengan cara-cara anak dalam memperoleh tingkah laku baru. Andragogi adalah suatu model proses pembelajaran peserta didik yang terdiri atas orang dewasa. Andragogi disebut juga sebagai teknologi pelibatan orang dewasa dalam pembelajaran. Proses pembelajaran dapat terjadi dengan baik apabila metode dan teknik pembelajaran melibatkan peserta didik. Keterlibatan diri (ego peserta didik) adalah kunci keberhasilan dalam pembelajaran orang dewasa. untuk itu pendidik (dosen) hendaknya mampu membantu peserta didik (mahasiswa) untuk: (a) mendefinisikan kebutuhan belajarnya, (b) merumuskan tujuan belajar, (c) ikut serta memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan penyusunan pengalaman belajar, dan (d) berpartisipasi dalam mengevaluasi proses dan hasil kegiatan belajar. Dengan demikian setiap dosen harus melibatkan mahasiswa seoptimal mungkin dalam kegiatan pembelajaran. Prosedur yang perlu ditempuh oleh pendidik sebagaimana dikemukakan Knowles (1979) adalah sebagai berikut: (a) menciptakan suasana yang kondusif untuk belajar melalui kerjasama dalam merencanakan program pembelajaran, (b) menemukan kebutuhan belajar, (c) merumuskan tujuan dan materi yang cocok untuk memenuhi kebutuhan belajar, (d) merancang pola belajar dalam sejumlah pengalaman belajar untuk peserta didik, (e) melaksanakan kegiatan belajar dengan menggunakan metode, teknik dan sarana belajar yang tepat dan (f) menilai kegiatan belajar serta mendiagnosis kembali kebutuhan belajar untuk kegiatan pembelejaran selanjutnya. Inti teori andragogi adalah teknologi keterlibatan diri (ego) peserta didik. Artinya kunci keberhasilan dalam proses pembelajaran peserta didik terletak pada keterlibatan diri mereka dalam proses pembelajaran (Sudjana, 2005: 63). Knowles (1979) semula mendefinisikan andaragogi sebagai seni dan ilmu membantu orang dewasa belajar. Namun dalam perkembangan berikutnya, setelah Knowles melihat banyak pendidik yang menerapkan konsep andragogi

pada pendidikan anak-anak muda dan menemukan bahwa dalam situasi tertentu memberikan hasil lebih baik, kemudia Knowles menyatakan bahwa andragogi sebenarnya merupakan model asumsi lain mengenai pelajar yang dapat digunakan disamping model asumsi paedagogi. Ia juga menyatakan bahwa model-model itu (paedagogi dan andragogi) mungkin paling berguna apabila tidak dilihat sebagai dikotomi, tapi sebagai dua ujung dari suatu spektrum, atau terletak pada suatu garis (kontinum), dimana suatu situasi berbeda di antara dua ujung tersebut.1. Asumsi-asumsi Paedagogi dan Andragogi, dan Implikasinya Menurut Knowles (1979) ada empat konsep dasar (asumsi) yang membedakan paedagogfi dan andragogi yaitu : Paedagogi 1). Konsep diri Anak ialah pribadi yang tergantung. Andragogi

Mahasiswa bukan pribadi yang tergantung, tapi pribadi yang telah masak secara psikologis. Hubungan pelajar dengan pengajar Hubungan mahasiswa dengan dosen merupakan hubungan yang bersifat merupakan hubungan saling membantu pengarahan. yang timbal balik.

2). Pengalaman Pengalaman pelajar sangat terbatas, Pengalaman pelajar orang dewasa dinilai karena itu dinilai kecil dalam proses sebagai sumber belajar yang kaya. pendidikan. 3). Kesiapan belajar Guru menentukan apa yang akan Mahasiswa menentukan apa yang mereka dipelajari, bagaimana dan kapan perlu pelajari berdasarkan pada persepsi belajar. mereka sendiri terhadap tuntutan situasi sosial mereka. 4). Orientasi Terhadap Belajar Anak-anak cenderung mempunyai Mahasiswa cenderung mempunyai perspektif untuk menunda aplikasi perspektif untuk kecepatannya apa yang ia pelajari (digunakan di mengaplikasikan apa yang mereka pelajari. masa yad.) Pendekatannya berpusat kepada Pendekatannya berpusat kepada masalah mata pelajaran (Subject Centered) (Problem Centered)

Dalam andragogi, peranan pengajar (dosen) atau pembimbing yang sering disebut dengan fasilitator adalah mempersiapkan perangkat atau prosedur untuk mendorong dan melibatkan secara aktif seluruh warga belajar, yang kemudian dikenal dengan pendekatan partisipatif. Metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar, harus3

(1) berpusat pada masalah, (2) menuntut dan mendorong peserta untuk aktif, (3) mendorong peserta untuk mengemukakan pengalaman sehari-harinya, (4) menumbuhkan kerja sama, baik antara sesama peserta, dan antara peserta dengan tutor, dan (5) lebih bersifat pemberian pengalaman, bukan merupakan transformasi atau penyerapan materi. 2. Implikasi dari masing-masing asumsi di atas terhadap pendidikan orang dewasa 1) Implikasi dari asumsi tentang konsep diri a. Iklim belajar, perlu diciptakan sesuai dengan keadaan orang dewasa. ruangan, peralatan, kerja sama yang saling menghargai. b. Peserta didik diikutsertakan dalam mendiagnosis kebutuhan belajarnya. c. Peserta didik dilibatkan dalam proses perencanaan belajarnya. d. Evaluasi belajar dalam proses belajar secara andragogik menenkankan kepada cara evaluasi diri sendiri. 2) Implikasi dari asumsi tentang pengalaman a. proses belajar ditekankan kepada teknik yang sifatnya menyadap pengalaman, seperti diskusi, metode kasus, simulasi, latihan praktek, metode proyek, demonstrasi, bimbingan dan seminar. b. Penekanan dalam proses belajar pada aplikasi praktis. c. Penekanan dalam proses belajar adalah belajar dari pengalaman. 3) Implikasi dari asumsi tentang kesiapan belajar a. Urutan kurikulum dalam proses belajar orang dewasa disusun berdasarkan tugas perkembangannya dan bukan disusun berdasarkan urutan logik mata pelajaran atau berdasarkan kebutuhan kelembagaan. b. Adanya konsep mengenai tugas-tugas perkembangan pada orang dewasa akan memberikan petunjuk dalam belajar secara kelompok. 4) Implikasi dari asumsi tentang orientasi terhadap belajar a. Para pendidik orang dewasa bukanlah berperan sebagai seorang guru yang mengajar mata pelajaran tertentu, tetapi ia berperan sebagai pemberi bantuan kepada orang yang belajar.

b. Kurikulum

dalam

pendidikan

untuk

orang

bdewasa

tidak

diorientasikan kepada mata pelajaran tertentu, tetapi berorientasi kepada masalah. c. Oleh karena orang dewasa dalam belajar berorientasi pada masalah maka pengalaman belajar yang dirancang berdasarkan pula kepada masalah atau perhatian yang ada pada benak mereka. Menurut Knowles, pendekatan yang bersifat andragogi dalam pembelajaran, didasarkan kepada tiga tambahan asumsi sebagai berikut : 1) Adults can learn (Orang dewasa dapat belajar) Semula ada anggapan yang didasarkan pada laporan Thorndike yang menyatakan bahwa kemampuan untuk belajar seseorang menurun secara perlahan sesudah umur 20 tahun. Tetapi hasil studi yang dikemukakan oleh Irving Lorge menyatakan bahwa menurunnya itu hanya dalam kecepatan belajarnya dan bukan dalam kekuatan inteleknya. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa dasar kemampuan untuk belajar masih tetap ada sepanjang hidup orang tersebut, dan oleh karena itu apabila sesorang tidak menamplikan kemampuan belajar yang sebenarnya, hal ini disebabkan karena berbagai faktor seperti orang tersebut sudah lama meninggalkan cara belajar yang sistematik atau karena adanya perubahanperubahan faktor fisiologik seperti menurunnya pendengaran, penglihatan dan tenaganya. 2) Learning is an internal process (Belajar adalan suatu proses dari dalam) Pandangan baru menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses dari dalam yang dikontrol langsung oleh peserta sendiri serta melibatkan dirinya, termasuk fungsi intelek , emosi dan fisiknya. Belajar secara psikologis dipandang sebagai suatu proses pemenuhan kebutuhan dan tujuan. Ini berarti peserta merasakan adanya kebutuhan untuk melihat tujuan pribadi akan dapat tercapai dengan bantuan belajar. Implikasi dari belajar mengajar orang dewasa dengan melihat belajar jadi proses dari dalam adalah metode atau teknik belajar yang melibatkan peserta

5

secara mendalam akan menghasilkan belajar yang paling kuat. Prinsip pelibatan peserta secara aktif (partisipatif) dalam proses belajar merupakan inti dalam proses andragogik. 3) Conditions of learning and principles of teaching (Kondisi-kondisi belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran) Ada beberapa kondisi belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang perlu dianut dalam proses pembelajaran yang bersifat andragogik. Kondisi belajar dan prinsip pembelajaran tersebut oleh Knowles dalam tabel berikut :Peserta belajar. Kondisi-kondisi Belajar merasakan kebutuhan untuk Prinsip-prinsip Pembelajaran 1. Fasilitator memperlihatkan kepada peserta kemungkinankemungkinan baru untuk pemenuhan kebutuhan diri. 2. Fasilitator membantu setiap peserta untuk meperjelas aspirasinya untuk peningkatan diri. 3. Fasilitator membantu peserta mendiagnosa jarak antara aspirasinya dengan tingkat penampilan sekarang. Fasilitator membantu peserta mengidentifikasi masalah-masalah kehidupan yang mjereka alami karena kekurangan-kekurangan dalam kelengkapan-kelengkapan pribadi mereka. 4. fasilitator menyiapkan kondisi fisik yang nyaman (seperti tempat duduk,tempat merokok, suhu, ventilasi, pencahayaan, dekorasi), dan kondusif untuk interaksi (sebaiknya tidak seorangpun duudk di belakang orang lain). Fasilitator memandang bahwa setiap peserta sebagai pribadi yang dihargai dan menghormati perasaan dan gagasan-

Lingkungan belajar ditandai oleh keadaan fisik yang menyenangkan, saling percaya dan menghormati, saling membantu, kebebasan mengemukakan pendapat dan penerimaan adanya perbedaan.

5.

gagasannya. 6. Fasilitator berusaha membangun hubungan saling percaya dan membantu diantara peserta dengan mengembangkan kegiatan-kegiatan kerja sama. Fasilitator menyatakan perasaanperasaannya dan menyumbangkan sumber pengetahuannya selaku sejawat peserta dalam semangat saling belajar. Peserta memandang tujuan-tujuan suatu pengalaman belajar sebagai tujuan mereka sendiri. 7. Fasilitator melibatkan peserta dalam suatu proses merumuskan tujuan belajar dimana kebutuhan pesert6a, lembaga, pengajar dan masyarakat dipertimbangkan. 8. Fasilitator ikut urun pemikirannya dalam merancang pengalamanpengalaman belajar dan pemilihan bahan-bahan dan metode, serta melibatkan peserta dalam menentukan dalam setiap keputusan bersama-sama. 9. Fasilitator membantu peserta mengorganisir diri (misal kelompok proyek, tim belajar mengajar dan lain-lain) untuk urun tanggung jawab dalam proses belajar bersama. 10. Fasilitator membantu peserta menggunakan pengalaman mereka sendiri sebagai sumber belajar melalui pengunaan teknik-teknik seperti diskusi, bermain peran, kasus dan sejenisnya. 11. Fasilitator mengaitkan penyajian dari bahan pengetahuan dari dirinya terhadap tingkat

Peserta dapat menyetujui untuk saling urun tanggung jawab dalam merencanakan dan melaksanakan suatu pengalaman belajar dan karenanya dan memiliki keterkaitan terhadapanya.

Peserta berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar.

Proses belajar dikaitkandan memanfaatkan pengalaman peserta.

7

pengalaman peserta. Fasilitator membantu peserta untuk mengaplikasikan kegiatan belajar barunya pada pengalaman mereka, dengan demikian membuat belajar lebih bermakna dan terpadu. Peserta merasakan adanya kearah tujuan-tujuan mereka kemajuan 12. Fasilitator melibatkan peserta dalam mengembangkan kriteria dan metode untuk mengukur kemajuankemajuan terhadap tujuan belajar. Fasilitator membantu peserta mengembangkan dan mengaplikasikan prosedur untuk mengevaluasi diri sendiri berdasarkan kriteria itu.

3. Langkah-Langkah Pokok Dalam Proses belajar Partisipatif (Andragogi) Berdasarkan pada implikasi andragogi untuk praktek dalam proses pembelajaran, maka perlu ditempuh langkah-langkah pokok sebagai berikut: 1) Menciptakan Iklim Pembelajaran yang Kondusif Ada beberapa hal pokok yang dapat dilakukan dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim dan suasana yang kondusif untuk proses pembelajaran, yaitu: Pengaturan Lingkungan Fisik Pengaturan lingkungan fisik merupakan salah satu unsur dimana orang dewasa merasa terbiasa, aman, nyaman dan mudah. Untuk itu perlu dibuat senyaman mungkin: Penataan dan peralatan hendaknya disesuaikan dengan kondisi orang dewasa. Alat peraga dengar dan lihat yang dipergunakan hendaknya disesuaikan dengan kondisi fisik orang dewasa. Penataan ruangan, pengaturan meja, kursi dan peralatan lainnya hendaknya memungkinkan terjadinya interaksi sosial. Pengaturan Lingkungan Sosial dan Psikologis

Iklim psikologis hendaknya merupakan salah satu faktor yang membuat orang dewasa merasa diterima, dihargai dan didukung. Untuk itu diperlukan: Fasilitator lebih bersifat membantu dan mendukung. Mengembangkan suasana bersahabat, informal dan santai. Menciptakan suasana demokratis dan kebebasan untuk menyatakan pendapat tanpa rasa takut. Mengembangkan semangat kebersamaan. Menghindari adanya pengarahan dari siapapun. Menyusun kontrak belajar yang disepakati bersama

2) Diagnosis Kebutuhan Belajar Dalam andragogi tekanan lebih banyak diberikan pada keterlibatan seluruh peserta didik (mahasiswa) di dalam suatu proses melakukan diagnosis kebutuhan belajarnya: Melibatkan seluruh pihak terkait (stakeholder) terutama pihak yang terkena dampak langsung atas kegiatan itu. Membangun dan mengembangkan suatu model kompetensi atau prestasi ideal yang diharapkan Menyediakan berbagai pengalaman yang dibutuhkan. Lakukan perbandingan antara yang diharapkan dengan kenyataan yang ada, misalkan kompetensi tertentu. 3) Proses Perencanaan Dalam perencanaan pendidikan hendaknya melibatkan semua pihak terkait, terutama yang akan terkena dampak langsung atas kegiatan pendidikan tersebut. Tampaknya ada suatu "hukum" atau setidak tidaknya suatu kecenderungan dari sifat manusia bahwa mereka akan merasa 'committed' terhadap suatu keputusan apabila mereka terlibat dan berperanserta dalam pengambilan keputusan. Untuk itu diperlukan: Libatkan mahasiswa untuk menyusun rencana pendidikan (perkuliahan0, baik yang menyangkut penentuan materi pembelajaran, penentuan waktu

9

dan lain-lain. Temuilah dan diskusikanlah segala hal dengan berbagai pihak terkait menyangkut pendidikan tersebut. Terjemahkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi ke dalam tujuan yang diharapkan dan ke dalam materi belajar. Tentukan pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas di antara pihak terkait siapa melakukan apa dan kapan. 4) Memformulasikan Tujuan Setelah menganalisis hasil-hasil identifikasi kebutuhan dan permasalahan yang ada, langkah selanjutnya adalah merumuskan tujuan yang disepakati bersama dalam proses perencanaan partisipatif. Dalam merumuskan tujuan hendaknya dilakukan dalam bentuk deskripsi tingkah laku yang akan dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas. Dalam setiap proses belajar, tujuan belajar hendaklah mencakup tiga hal pokok yakni: kognitif, afektif, dan psikomotorik. 5) Mengembangkan Model Umum Ini merupakan aspek seni dan arsitektural dari perencanaan pendidikan dimana harus disusun secara harmonis antara beberapa kegiatan belajar seperti kegiatan diskusi kelompok besar, kelompok kecil, urutan materi dan lain sebagainya. Dalam hal ini tentu harus diperhitungkan pula kebutuhan waktu dalam membahas satu persoalan dan penetapan waktu yang sesuai. 6) Menetapkan Materi dan Teknik Pembelajaran Dalam menetapkan materi dan metoda atau teknik pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Materi pembelajaran hendaknya ditekankan pada pengalaman-pengalaman nyata dari peserta belajar (mahasiswa). Materi belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan berorientasi pada aplikasi praktis. Bukan berarti materi yang disusun hanya bersifat pragmatis. Metoda dan teknik yang dipilih hendaknya menghindari teknik yang bersifat pemindahan pengetahuan dari fasilitator kepada peserta, tetapi

akan lebih baik jika bersifat mendorong ketajaman analisis dan metodologi. Metoda dan teknik yang dipilih hendaknya tidak bersifat satu arah namun lebih bersifat partisipatif, atau dalam bahasa Freire dialogis. 7) Peranan Evaluasi Pendekatan evaluasi secara konvensional (pedagogi) kurang efektif untuk diterapkan bagi orang dewasa. Untuk itu pendekatan ini tidak cocok dan tidaklah cukup untuk menilai hasil belajar orang dewasa. Ada beberapa pokok dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar bagi orang dewasa yakni: Evaluasi hendaknya berorientasi kepada pengukuran perubahan perilaku setelah mengikuti proses pembelajaran. Sebaiknya evaluasi dilaksanakan melalui pengujian terhadap dan oleh peserta belajar (mahasiswa) itu sendiri (Self Evaluation). Perubahan positif perilaku merupakan tolok ukur keberhasilan. Ruang lingkup materi evaluasi "ditetapkan bersama secara partisipatif" atau berdasarkan kesepakatan bersama seluruh pihak terkait yang terlibat. Evaluasi ditujukan untuk menilai efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan program pendidikan yang mencakup kekuatan maupun kelemahan program. Menilai efektifitas materi yang dibahas dalam kaitannya dengan perubahan sikap dan perilaku.4. Sikap Pendidik pada Pendidikan orang Dewasa

1) Empathy : merasakan apa yang dirasakan peserta didik (mahasiswa), melihat situasi sebagai mana mereka melihatnya., berada dan bersatu dengan peserta didik. 2) Kewajaran : bersikap jujur, apa adanya, wajar, terus tarang, konsisten, terbuka. 3) Respek : mempunyai pandangan positif terhadap mahasiswa, mengkomunikasikan kehangatan, perhatian, pengertian ; menerima orang lain dengana penghargaan penuh ; menghargai perasaan, pengalaman, dan kemampuan mereka.11

4) Komitmen dan Kehadiran : menghadirkan diri secara penuh; siap menyertai kelompok dalam segala keadaan. 5) Mengakui Kehadiran Orang Lain : tidak menonjolkan diri, mengakui adanya orang lain, 6) Membuka diri : menerima keterbukaan orang lain, dan secara aktif mengungkapkan diri kepada orang lain, mengenalkan diri kepada kelompok. Sikap pembimbing dewasa yang dipandang sesuai dengan karakteristik orang Indonesia yaitu : 1) Tidak menggurui : sikap menggurui dapat dirasakan oleh peserta sebagai meremehkan. Misalnya ucapan Anda salah, mestinya begini. 2) Tidak menjadi ahli, tidak terpancing untuk menjawab semua pertanyaan. 3) Tidak memutus bicara. Jika ada pertanyaan yang bertele-tele, pembimbing bisa mengatakan Kawan- kawan sudah ingin mengetahui inti pertanyaan anda 4) Tidak berdebat. 5) Tidak deskriminatif. 6) Variasi (kegiatan tidak menonton). 7) Pandangan (menyeluruh). 8) Tangan (jangan tolak pinggang, jangan dimasukkan dalam saku celana, dll). 9) Langkah (tidak mondar-mandir). 10) Senyum (merupakan tanda kemarahan dan keakraban dengan peserta). 11) Pakaian (rapi, tidak jauh berbeda dengan peserta).

B. Pengertian Etika dan Moral1. Pengertian Etika Etika merupakan kata benda abstrak yang bersifat umum. Secara khsusus penggunaan kata etika ialah misalnya etika profesi, kode etik, perilaku etis. Etika berasal dari bahasa Latin (ethicus) yang berarti karakter atau berperilaku. Pengertian etika menurut Berten (dalam depdiknas. 1994):

Nilai, norma, dan moral yang dijadikan pegangan orang/kelompok. Kumpulan azas/nilai moral dan kode etik Ilmu tentang perbedaantingkah laku yang baik dan buruk dalam kehidupan manusia Etika: bidang kajian (ilmu) yang membahas tentang baik-buruk atau benarsalah. Etika: nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok Pengertian etika adalah, cara manusia memperlakukan sesama dan

menjalani hidup dan kehidupan dengan baik, sesuai aturan yang berlaku di masyarakat 2. Pengertian Moral Manusia dapat dinilai dari banyak segi. Seorang dosen tertentu dapat dikatakan buruk, karena cara mengajarnya hanya dengan membacakan diktat dimuka kelas. Tetapi sebagai manusia, dosen itu baik karena sering membantu mahasiswa dalam belajar, jujur dan dapat dipercaya, selalu mengatakan yang benar, dan selalu bersikap adil. Sebaliknya ada seorang dokter ahli yang sangat sukses dalam profesinya, tetapi mata duitan karena memasang tarif konsultasi sangat tinggi. Penilaian terhadap seseorang dari profesinya hanya menyangkut satu segi atau satu aspek saja dari orang itu sebagai manusia. Kata moral mengacu pada baik-buruknya seseorang sebagai manusia, yang bukan saja baik buruk menyangkut profesinya, misalnya sebagai dosen, tukang masak, pemain tenis, melainkan sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia Norma-Norma moral adalah tolok ukur untuk menentukan benar-salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik-buruknya sebagai manusia, bukan hanya sebagai pelaku peran (profesi) tertentu. Berbagai definisi atau pengertian moral sebagai berikut ; 1) Hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma13

2) Sarana untuk mengukur benar tidaknya tindakan manusia 3) Kepekaan dalam pikiran, perasaan dan tindakan dibandingkan dengan tindakan-tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip-prinsip dan aturan-aturan 4) Pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan manusia. 3. Pengertian Norma Ukuran, pedoman, aturan atau kaidah yang menjadi dasar pertimbangan dan penilaian yang mengandung sanksi dan penguatan. Norma-Norma ialah ukuran, pedoman, aturan atau kaidah yang menjadi dasar pertimbangan dan penilaian yang mengandung sanksi dan penguatan. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, norma-norma moral ialah tolok ukur baik-buruknya seseorang sebagai manusia. Terdapat berbagai norma yang perlu diperhatikan, karena ada norma khusus yang hanya berlaku dalam bidang atau situasi khusus. NormaNorma dapat dibedakan antara norma-norma khusus dan norma-norma umum. Di samping norma khusus, terdapat pula norma-norma yang bersifat umum atau universal. Hal ini dapat dibedakan 3 macam : 1) Norma-Norma sopan santun, yang menyangkut sikap lahiriah manusia. Meskipun sikap lahiriah dapat pula mengungkapkan sikap hati sehingga mempunyai kualitas moral, namun sikap lahiriah itu sendiri bukanlah bersifat moral. Sebagai contoh, seseorang melanggar norma kesopanan karena kurang mengetahui tatakrama yang berlaku di daerah itu. 2) Norma-Norma hukum, ialah norma-norma yang dituntut secara tegas oleh masyarakat karena perlu demi keselamatan dan kesejahteraan umum. Norma hukum tidak dibiarkan untuk dilanggar; orang yang melanggar hukum pasti dikenai hukuman sebagai sanksi. Tetapi norma hukum tidak sama dengan norma moral. Hukum tidak dipakai untuk mengukur baikburuknya seseorang sebagai manusia, melainkan untuk menjamin tertibnya hukum. 3) Norma-Norma moral, adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Penilaian moral selalu berbobot, karena

digunakan sebagai tolok ukur kebaikan seseorang sebagai manusia, bukan hanya dari satu segi, misalnya karena ia seorang penjahit yang baik, karena ia sopan santun, karena ia warganegara yang selalu taat pada aturan. Kalau seseorang hanya dinilai dari kehebatannya dalam profesinya, sopan santun, dan taat hukum, belumlah cukup untuk mengatakan bahwa orang itu betulbetul seorang manusia yang baik. Mungkin saja ia seorang munafik, atau mencari keuntungan. Apakah manusia itu baik atau buruk, itulah yang menjadi permasalahan bidang moral. 4. Pengertian Nilai Nilai adalah sesuatu yang meningkatkan eksistensi dan kebermaknaan hidup; sehigga diupayakan untuk dicapai, dikuasa, atau dipertahankan (Depdiknas. 1994). Nilai merupakan standar atau patokan yang membimbing tindakan, sikap, pembandingan, penilaian, dan penetapan diri (Depdiknas. 1994). Nilai adalah sesuatu yang oleh seseorang dianggap baik atau penting dalam hidupnya, sehingga dikehendaki, diinginkan, disukai, dan harus dilakukan. Nilai adalah Sesuatu yang member makna hidup/yang dijunjung tinggi, yang mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang (Depdikas. 1994), Bersifat relative, berbedabeda (tidak ada nilai-nilai yang universal), yang dapat diterapkan pada semua orang di segala waktu Nilai Moral, Yaitu nilai yang berkenaan dengan baik-buruk atau benarsalahnya suatu perilaku dalam rangka untuk melindungi kebebasan dan hak orang lain 5. Manfaat mempelajari masalah etika, moral, norma, dan nilai Bertanggung jawab terhadap bidang ilmu yang dimampunya Toleran, etis, dan adil dalam bersikap dan bertindak Menghargai kemampuan orang lain Dan lain-lain Dalam proses pembelajaran sering ditemukan kasus-kasus seperti yang diuraikan dalam buku pinter halaman 3-5;

6. Mengapa Etika dan Moral Diperlukan dalam Pembelajaran?

15

Adanya tuntutan bahwa dosen harus menguasai kompetensi sebagai syarat untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Puncaknya: agar pembelajaran mahasiswa baik sehingga hasilnya baik Dosen dibayar dengan uang rakyat: harus mempertanggungjawabkan kepada rakyat (Accountable) Mahasiswa membayar: menuntut pelayanan pembelajaran yang sebaikbaiknya. Mahasiswa adalah individu yang sedang dalam proses berkembang, belum matang, memiliki kekurangan, kurang pengetahuan dan keterampilannya, dan yang sedang membutuhkan pendidikan dan bimbingan:

7. Landasan Tuntutan Etika dan Moral Terhadap Dosen

Dosen (mengajar) adalah Profesi: Menuntut persyaratan tertentu Karena dibayar: Dosen harus bekerja dengan sebaik-baiknya sesuai dengan ketentuan kepegawaian Mahasiswa membayar: Dosen harus memberikan pelayanan kepada mereka yang bisa memuaskan mereka, tidak pilih-pilih. Mahasiswa dalam proses berkembang: Dosen menerima kekurangankelebihan mereka, nenperhatikan adanya perbedaan di antara mereka, mau membantu secara khusus kepada yang kurang/lemah

Implikasi Tuntutan Etika dan Moral Dosen

Dosen sebagai Profesi: Terus-menerus meningkatkan ilumnya, orientasi kerjanya demi kepuasan dan kesejahteraan yang dilayani, bertanggungjawab, operasional kerjanya berlandaskan ilmu, memegang teguh kode etik.

Hal-hal yang diatur dalam etika dan moral dalam pembelajaran, antara lain: Cara melayani mahasiswa; Cara berbicara kepada mahasiswa; Cara berpakaian dalam mengajar; Cara berkomunikasi dengan mahasiswa;

Cara menilai atau mengevaluasi; Cara pandang terhadap mahasiswa; Cara pandang terhadap diri sendiri; Cara bersikap terhadap mahasiswa; Peningktatan kemampuan dan mutu; Komunikasi dengan sejawat; Dalam menjaga harga diri dan rahasia mahasiswa; Komunikasi dengan orang tua mahasiswa; Komunikasi dengan masyarakat; Penyimpanan data administrasi. Menghargai dan menghormati mahasiswa secara positif dan tanpa syarat. Menerima mahasiswa sebagaimana apa adanya. Tidak membeda-bedakan mahasiswa dalam memberikan layanan pembelajaran Menyadari bahwa mahasiswa adalah individu yang sedang dalam proses perkembangan, dan memiliki/kekurangan dan keunggulannya masingmasing

Penerapan Etika dan Moral oleh Dosen dalam Pembelajaran

Meyakini bahwa mahasiswa memiliki kemampuan Menyadari bahwa tugas dosen adalah melayani mahasiswa, bukan minta dilayani; sehingga ukuran keberhasilan tugasnya adalah kepuasan yang dilayani bukan kepuasan diri yang melayani

Melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya; kreatif, rajin, disiplin, penuh rasa tanggungjawab. Bertindak arif-bijaksana, rendah hati, mau dikritik. Mematuhi tata tertib, perautran lembaga, dan undang-undang kepegawaian. Menjaga mutu dalam memberkan pelayanan kepada mahasiswa. Selalu meningkatkan kualitas diri dan profesinya.

17

Bertindak objektif terhadap mahasiswa. Menjaga dan menyimpan rahasia mahasiswa. Menjunjung tinggi harkat dan martabat mahasiswa. Bertindak santun, sabar, ramah, akrab dan hangat terhadap mahasiswa. Bertindak rasional, berdasarkan fakta dan data. Memiliki catatan file yang baik tentang pelaksanaan tugas-tugasnya. Menjalin hubungan baik dengan teman, pimpinan, orang tua mahasiswa, dan anggota masyarakat. Menjaga kewibawaan teman sejawat, Menjalin kerja sama dengan orang tua dan tokoh-tokoh masyarakat.

C. PenutupAndragogi adalah suatu model proses pembelajaran peserta didik yang terdiri atas orang dewasa. Andragogi disebut juga sebagai teknologi pelibatan orang dewasa dalam pembelajaran, yang merupakan pengelompokan teori belajar berdasarkan usia dan kemampuan/persepsi berpikir untuk mengikuti proses belajar dalam pembelajaran. Orang dewasa ialah mereka yang telah melewati masa remaja dan memiliki kematangan fisiologik dan psikologi untuk melakukan suatu kegiatan. Metode pembelajaran orang dewasa terdiri atas metode individual, kelompok, massal. Motivasi belajar orang dewasa ada dua: (1) Motivasi internal, yang timbul dari dalam diri orang dewasa, (2) Motivasi eksternal, yang berupa rangsangan yang datang dari luar dirinya. Belajar dapat diartikan perubahan tingkah laku yang dialami oleh individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dosen harus bekerja dengan sebaik-baiknya sesuai dengan ketentuan kepegawaian. Terus-menerus meningkatkan ilumnya, orientasi kerjanya demi kepuasan dan kesejahteraan yang dilayani, bertanggungjawab, operasional kerjanya berlandaskan ilmu, memegang teguh kode etik. Tugas dosen adalah melayani mahasiswa, bukan minta dilayani; sehingga ukuran keberhasilan tugasnya adalah kepuasan yang dilayani bukan kepuasan diri yang melayani

Daftar Pustaka Depdiknas . (1994). Mengajar di Perguruan Tinggi Buku 1,2,3 dan 4. Program Applied Approach. Jakarta: Dirjendikti Hendayat. S. (2005). Pendidikan dan Pembelajaran (teori, permasalahan dan praktik). Universitas Muhammadiyah Malang). Kamil, Mustofa, (2001), Model Pembelajaran Magang Bagi Peningkatan Kemandirian, Bandung, PPS, UPI. Knowles, Malcolm. (1979). The Adult Learning (thirt Edition), Houston, Paris, London, Tokyo: Gulf Publishing Company Lindeman, E. C. (1926) The Meaning of Adult Education (1989 edn.), Norman: University of Oklahoma. Sudjana, H.D. (2005). Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production

19