ANDAL 2

35
2. METODE STUDI Bab ini menguraikan secara menyeluruh metode yang digunakan dalam pelaksanaan studi ANDAL, yaitu: dampak penting yang ditelaah, daerah studi, metode pengumpulan dan analisis data, metode prakiraan dampak penting, dan metode evaluasi dampak penting. 2.1 Dampak Penting yang Ditelaah Sub-bab ini memuat daftar kegiatan yang ditelaah, komponen lingkungan geofisika-kimia, biologi, sosial ekonomi, sosial budaya dan kesehatan masyarakat, termasuk dampak potensial yang ditelaah pada tahap persiapan, operasi, dan paska operasi. 2.1.1 Kegiatan yang Ditelaah Kegiatan pertambangan batubara di satuan wilayah tambang Satui, Kintap dan Karuh yang berpotensi menimbulkan dampak akan dibahas pada sub-bab berikut ini. Kegiatan-kegiatan yang dibahas tidak saja mencakup kegiatan yang akan direncanakan tetapi juga mencakup kegiatan- kegiatan yang sedang berlangsung. 2.1.1.1 Tahap Persiapan Kegiatan pada tahap persiapan yang berpotensi menimbulkan dampak penting meliputi: Pembukaan lahan untuk fasilitas dan infrastruktur tambang Pembangunan fasilitas dan infrastruktur tambang. 2.1.1.2 Tahap Operasi Kegiatan operasional yang diperkirakan akan menimbulkan dampak sebagai berikut: Penerimaan tenaga kerja Pembukaan lahan untuk tapak tambang Pengupasan dan penempatan tanah pucuk. Pemboran, peledakan, pengupasan dan penempatan lapisan batuan penutup. Pengupasan dan penggalian lapisan batubara. Pengangkutan batubara Pengolahan dan penempatan batubara ke tongkang serta pengoperasian pelabuhan Muara Satui Pengelolaan bahan peledak, bahan kimia dan hidrokarbon Pengoperasian fasilitas dan infrastruktur tambang

description

andal

Transcript of ANDAL 2

  • 2. METODE STUDI

    Bab ini menguraikan secara menyeluruh metode yang digunakan dalam pelaksanaan studi ANDAL, yaitu: dampak penting yang ditelaah, daerah studi, metode pengumpulan dan analisis data, metode prakiraan dampak penting, dan metode evaluasi dampak penting.

    2.1 Dampak Penting yang Ditelaah

    Sub-bab ini memuat daftar kegiatan yang ditelaah, komponen lingkungan geofisika-kimia, biologi, sosial ekonomi, sosial budaya dan kesehatan masyarakat, termasuk dampak potensial yang ditelaah pada tahap persiapan, operasi, dan paska operasi.

    2.1.1 Kegiatan yang Ditelaah

    Kegiatan pertambangan batubara di satuan wilayah tambang Satui, Kintap dan Karuh yang berpotensi menimbulkan dampak akan dibahas pada sub-bab berikut ini. Kegiatan-kegiatan yang dibahas tidak saja mencakup kegiatan yang akan direncanakan tetapi juga mencakup kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung.

    2.1.1.1 Tahap Persiapan

    Kegiatan pada tahap persiapan yang berpotensi menimbulkan dampak penting meliputi:

    Pembukaan lahan untuk fasilitas dan infrastruktur tambang Pembangunan fasilitas dan infrastruktur tambang.

    2.1.1.2 Tahap Operasi

    Kegiatan operasional yang diperkirakan akan menimbulkan dampak sebagai berikut:

    Penerimaan tenaga kerja

    Pembukaan lahan untuk tapak tambang

    Pengupasan dan penempatan tanah pucuk.

    Pemboran, peledakan, pengupasan dan penempatan lapisan batuan penutup.

    Pengupasan dan penggalian lapisan batubara.

    Pengangkutan batubara

    Pengolahan dan penempatan batubara ke tongkang serta pengoperasian pelabuhan Muara Satui

    Pengelolaan bahan peledak, bahan kimia dan hidrokarbon

    Pengoperasian fasilitas dan infrastruktur tambang

  • Reklamasi dan revegetasi

    2.1.1.3 Tahap Pasca Operasi

    Pemutusan hubungan kerja secara bertahap

    Pengelolaan fasilitas dan infrastruktur tambang

    Reklamasi dan revegetasi akhir

    2.1.1 Komponen Lingkungan Yang Ditelaah

    Komponen-komponen lingkungan yang dikaji dalam studi ini adalah komponen goefisika-kimia, biologi, dan sosial ekonomi, sosial budaya serta kesehatan masyarakat yang berpotensi akan terkena dampak oleh kegiatan dan rencana kegiatan.

    2.1.1.4 Geofisika-Kimia

    Iklim dan Meteorologi. Parameter yang ditelaah adalah:

    Tipe iklim Suhu udara Kelembaban udara Kecepatan dan angin

    Kualitas Udara. Parameter yang ditelaah:

    Debu SO2 NOx CO CO2

    Kebisingan dan Getaran.

    Kebisingan mekanis Getaran dan kebisingan peledakan Getaran mekanis

    Geologi dan Geokimia aspek yang ditelaah adalah:

    Geologi

    Geokimia

  • Fisiografi dan Tanah. Aspek yang ditelaah adalah:

    Topografi Morfologi tanah Erosi tanah Kesuburan tanah

    Hidrologi dan Hidrogeologi. Aspek-aspek yang ditelaah adalah:

    Sungai dan aliran sungai Pola drainase air permukaan Struktur hidrogeologi Sedimentasi

    Kualitas Air Permukaan dan Kualitas Air Tanah. Aspek-aspek yang ditelaah adalah:

    Kualitas air permukaan Kualitas air tanah Pemanfaatan air tanah

    Tata Ruang dan Tata Guna Lahan. Aspek yang ditelaah adalah:

    Rencana tata ruang dan pengembangan wilayah Aksesibilitas Status dan kepemilikan lahan

    Transportasi dan Aksesibilitas. Aspek yang ditelaah adalah:

    Jumlah dan jenis kendaraan

    2.1.1.1 Biologi

    Flora Darat. Aspek yang ditelaah adalah:

    Keragaman komunitas tumbuhan Spesies tumbuhan penting, keragaman dan struktur komunitas Spesies tunbuhan yang dilindungi dan spesies yang bernilai ekonomis

    Fauna Darat. Aspek yang ditelaah adalah:

    Keragaman habitat, kualitas dan pemanfaatan habitat Identifikasi satwa liar termasuk keragamannya Habitat penting dan spesies yang dilindungi

  • Biota Air. Aspek yang ditelaah adalah:

    Keragaman spesies dan kelimpahan Spesies penting dan bernilai ekonomis

    2.1.1.2 Sosial Ekonomi, Sosial Budaya dan Kesehatan Masyarakat

    Demografi. Aspek yang ditelaah adalah:

    Pertumbuhan dan kepadatan penduduk Struktur penduduk Mobilitas penduduk

    Sosial ekonomi. Aspek yang ditelaah adalah:

    Kesempatan kerja dan usaha Mata pencaharian dan pendapatan Pertumbuhan ekonomi lokal dan regional

    Sosial Budaya. Aspek yang ditelaah adalah:

    Norma/Nilai dan gaya hidup Asimilasi dan akulturasi budaya Keamanan dan ketertiban Persepsi dan sikap masyarakat

    Kesehatan Masyarakat. Aspek yang ditelaah adalah:

    Pola penyebaran penyakit Kesehatan dan sanitasi lingkungan

    2.1.2 Isu Utama Dampak Lingkungan

    Isu-isu utama yang diperkirakan muncul dengan adanya kegiatan pertambangan batubara PT. Arutmin Indonesia adalah sebagai berikut:

    2.1.2.1 Tahap Persiapan

    Perubahan status dan penggunaan lahan yang disebabkan oleh kegiatan pembukaan lahan dan pembangunan tambang dan fasilitas penunjangnya, terutama di daerah Bukit Baru.

    Bertambahnya jalan masuk ke dalam hutan dan pemanfaatan secara tidak resmi sumberdaya hutan yang disebabkan oleh kegiatan eksplorasi dan pembangunan jalan baru.

  • Kerusakan dan erosi tanah yang disebabkan oleh pemotongan dan pembersihan tumbuhan, serta pemindahan tanah pucuk.

    Penurunan kualitas air permukaan karena terjadinya erosi.

    Timbulnya debu dan kebisingan karena pembukaan lahan dan kegiatan transportasi.

    Perubahan demografi, sosial, dan budaya.

    2.1.2.2 Tahap Operasi

    Bertambahnya kesempatan kerja dan rangsangan terhadap pertumbuhan perekonomian daerah

    Timbulnya debu, kebisingan, dan getaran yang berasal dari peledakan, penggalian, serta pengoperasian peralatan berat, kendaraan angkutan, dan fasilitas pendukung operasi penambangan.

    Gangguan pada tanah dan terjadinya erosi.

    Meningkatnya kekeruhan aliran air permukaan.

    Perubahan pola aliran air permukaan dan air tanah.

    Terbentuknya air asam dari lokasi penambangan yang baru.

    Perubahan hutan yang berdampak pada fauna dan flora darat.

    Perubahan jumlah dan struktur penduduk

    Perubahan nilai sosial dan budaya.

    Terjadinya asimilasi dan akulturasi budaya

    Ganguan keamanan dan ketertiban

    Perubahan persepsi dan sikap masyarakat

    Dampak pada penyebaran penyakit dan sanitasi lingkungan

    2.1.2.3 Tahap Paska Operasi

    Hilangnya pekerjaan dan berkurangnya kesempatan usaha.

    Reklamasi dan revegetasi daerah bekas tambang.

    Pengelolaan air asam tambang.

    Kembalinya habitat dan populasi satwa liar.

  • 2.2 Lingkup Daerah Studi

    Lingkup daerah studi AMDAL ditentukan berdasarkan pada prakiraan pengaruh kegiatan pertambangan batubara terhadap lingkungan sekitarnya dan sebaliknya yang merupakan resultante batas proyek, batas ekologi, batas sosial dan batas administratif (lihat Peta 2-1). Penentuan batas wilayah studi ini ditetapkan berdasarkan pengamatan lapangan secara umum tentang kegiatan tambang PT. Arutmin Indonesia, kegiatan lain dan aktifitas masyarakat yang ada disekitar daerah proyek.

    2.2.1 Batas Proyek

    Pada studi AMDAL ini batas proyek meliputi daerah tambang batubara Satui, Kintap dan Bukit Baru (wilayah PKP2B DU.318/KALSEL) dengan luas 6.100 hektar dan daerah Karuh (wilayah PKP2B DU.308/KALSEL dengan luas 621 hektar berikut daerah penyangga, kamp untuk karyawan tambang, perkantoran, beserta fasilitas dan infrastruktur tambang. Daerah proyek juga meliputi jalan logging PT. Sumpol Timber dan jalan angkut untuk pengangkutan batubara ke pelabuhan batubara muara Sungai Satui yang digunakan. Pelabuhan batubara ini digunakan untuk pemuatan dan pemrosesan batubara. Daerah pinjam pakai hutan dari Departemen Kehutanan yang diijinkan untuk digunakan untuk keperluan pertambangan PT. Arutmin Indonesia adalah seluas 6.811,75 hektar berdasarkan perjanjian pinjam pakai antara PT. Arutmin Indonesia dengan Departemen Kehutanan No.04891/kwl-6/1998 dan 559/Sec.Adm/PTAI-BB/1998 tanggal 23 Maret 1998.

    2.2.2 Batas Ekologi

    Wilayah ekosistem darat, dan perairan yang diprakirakan terkena dampak dari pertambangan batubara beserta kegiatan penunjangnya merupakan batas ekologi yang harus dipelajari dalam studi AMDAL. Batas ekologi meliputi sebagian wilayah daerah aliran sungai (DAS) Kintap dan Satui, ekosistem darat di daerah hulu dan hilir lokasi pertambangan.

    2.2.3 Batas Sosial

    Batas sosial yang ditetapkan untuk studi AMDAL ini meliputi ruang tempat bermukimnya masyarakat, dimana bermukim juga para pekerja PT. Arutmin Indonesia, di daerah yang berdekatan dengan kegiatan pertambangan batubara beserta kegiatan penunjangnya, dimana berlangsung berbagai interaksi sosial secara langsung ataupun tidak langsung. Interaksi tersebut berpotensi menimbulkan dampak penting (perubahan mendasar) terhadap aspek sosial, ekonomi dan budaya dan juga kesehatan masyarakat di daerah studi.

  • 2.2.4 Batas Administratif

    Batas ini ditentukan berdasarkan ruang dimana masyarakat di daerah studi termasuk pemrakarsa proyek, dapat secara leluasa melakukan kegiatan ekonomi dan sosial berdasarkan peraturan perundangan (administrasi) yang berlaku. Kegiatan pertambangan batubara PT. Arutmin Indonesia secara administratif berada di:

    1. Desa: Salaman dan Riam Adungan

    Kecamatan: Kintap

    Kabupaten: Tanah Laut

    2. Desa: Bukit Baru dan Jombang

    Kecamatan: Satui

    Kabupaten: Kotabaru

    2.2.5 Batas Teknis (Pembatasan Daerah Studi)

    Pembatasan daerah studi untuk AMDAL ini dilakukan berdasarkan pertimbangan dan kendala teknis sebagai berikut:

    Situasi dan kondisi KAMTIBMAS sehubungan dengan maraknya kegiatan PETI.

    Keterbatasan akses ke daerah rencana pengembangan daerah tambang PT. Arutmin Indonesia.

    Keterbatasan waktu pengumpulan data, waktu studi dan biaya.

    Lokasi pertambangan batubara beserta fasilitas dan infrastrukturnya yang telah ada.

    Lokasi kegiatan lain dan tempat tinggal/pemukiman masyarakat di sekitar daerah tambang.

    Peta 2-1 menunjukkan batas daerah studi AMDAL yang merupakan resultante dari batas-batasan tersebut di atas yang mencakup:

    Seluruh Satuan Wilayah Tambang Batubara Satui, Kintap dan Karuh yang meliputi daerah Satui, Kintap, Bukit Baru dan Karuh termasuk fasilitas dan infrastrukturnya serta jalan logging PT. Sumpol Timber dari daerah tambang ke pelabuhan batubara di Muara Satui

    Ekosistem darat dan perairan di sebagian wilayah DAS Kintap dan DAS Satui yang mencakup daerah hulu dan hilir daerah rencana kegiatan dan tambang yang sudah ada.

  • Peta 2-1 Batas Daerah Studi AMDAL

  • Desa Riam Adungan dan Desa Salaman yang termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Kintap, Kabupaten Tanah Laut dan Desa Bukit Baru, Desa Jombang dan Desa Sungai Danau yang termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Satui, Kabupaten Kotabaru merupakan batas studi sosial intensif meliputi desa-desa/daerah pemukiman yang letaknya bersebelahan langsung dengan daerah tambang; batas studi sosial secara umum mencakup wilayah administrasi Kecamatan Kintap dan Kecamatan Satui.

    2.3 Metode Pengumpulan dan Analisis Data

    Pengumpulan dan analisis data primer serta data sekunder dilakukan untuk mendapatkan informasi dan pemahaman mengenai kondisi rona awal lingkungan di daerah studi.

    Data primer yang digunakan dalam studi ANDAL ini tidak hanya berasal dari pengamatan dan pengambilan sampel di daerah studi, tetapi juga bersumber dari laporan atau studi yang relevan (dalam skala waktu):

    Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) PT. Arutmin Indonesia, Tambang Satui, 1995 - 1999.

    Studi Rona Awal Lingkungan di daerah Penambangan Batubara Kintap, Satui, Karuh dan Bukit Baru, Kabupaten Tanah Laut dan Kota Baru, Propinsi Kalimantan Selatan yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Lambung Mangkurat, 1999.

    Studi Rona Awal Lingkungan Rencana Penambangan Cadangan Batubara di Pit Abimanyu, Pit Gatotkaca dan Pit Antareja, Kecamatan Satui, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selantan, yang dilakukan oleh konsultan PT. Bita Bina Semesta, 1998.

    Reports on Environmental Geotechnical Assessment of Overburden Satui Coal Project Environmental Geochemistry International Pty. Ltd., Australia, 1998 and 1999.

    Data sekunder diperoleh dari berbagai studi dan laporan pendukung yang bersumber dari:

    PT. Arutmin Indonesia

    - Studi AMDAL Pertambangan Batubara PT. Arutmin Indonesia di Asam-asam dan Mulia, Kabupaten Tanah Laut dan Kota Baru, Kalimantan Selatan, 1995.

    - Studi AMDAL PT. Arutmin Indonesia untuk Rencana Penambangan Batubara Blok VI di daerah Satui, Kintap, dan Karuh, Kabupaten Tanah Laut dan Kota Baru, Kalimantan Selatan yang telah disetujui oleh Menteri Pertambangan dan Energi tahun 1990 (ANDAL) dan tahun 1991 (RKL dan RPL).

    - Adendum ANDAL, RKL dan RPL PT. Arutmin Indonesia Pertambangan Batubara di daerah Satui, Kintap, dan Karuh, Kabupaten Tanah Laut dan Kota Baru, Kalimantan Selatan yang telah disetujui oleh Menteri Pertambangan dan Energi, 1995

    Instansi pemerintah di daerah:

  • - Kanwil Departemen Pertambangan dan Energi, Propinsi Kalimantan Selatan

    - Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Propinsi Kalimantan Selatan

    - Badan Metereologi dan Geofisika, Stasiun Metereologi Setempat

    - Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Kota Baru, Propinsi Kalimantan Selatan

    - Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Propinsi Kalimantan Selatan

    Tinjauan pustaka yang relevan.

    Lokasi pengambilan sampel untuk studi ini digambarkan pada Peta 2-2.

    2.3.1 Komponen Geofisik dan Kimia.

    Data/informasi yang dikumpulkan untuk komponen geofisik dan kimia mencakup:

    Iklim dan meteorologi

    Kualitas udara

    Kebisingan

    Getaran

    Fisiografi dan tanah

    Hidrologi dan hidrogeologi

    Kualitas air permukaan dan kualitas air tanah

    Tata ruang dan tata guna tanah

    Transportasi dan aksesibilitas.

    2.3.1.1 Iklim dan Meteorologi

    Pengumpulan Data

    Sumber data berasal dari data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari stasiun Badan Meteorologi Pertanian Khusus di Pleihari, Kabupaten Tanah Laut, dan Stasiun Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Banjar Baru.

    Temperatur Udara. Data diperoleh dari stasiun SMPK Pleihari dan BMG Banjar Baru serta pengukuran sesaat yang bersamaan dengan pengukuran kualitas udara ambien. Pengukuran di lapangan menggunakan termometer untuk luar ruangan.

  • Peta 2-2 Lokasi Pengambilan Sampel

  • Kelembaban Udara. Data diperoleh dari stasiun SMPK Pleihari dan BMG Banjar Baru serta pengukuran sesaat yang bersamaan dengan pengukuran kualitas udara ambien dengan menggunakan sling physcometer putar, termometer bola kering dan bola basah.Curah Hujan. Data dengan analisis time series diperoleh dari stasiun SMPK Pleihari dan BMG Banjar Baru.

    Arah dan Kecepatan Angin. Data diperoleh dari stasiun SMPK Pleihari dan BMG Banjar Baru untuk mendapatkan pola bunga angin (wind rose) untuk kecenderungan angin utama dan pola arah serta pengukuran sesaat bersamaan dengan pengukuran kualitas udara ambien dengan menggunakan Anemometer lengkap dengan penunjuk arah anginnya.

    Tekanan Udara. Data diperoleh dari stasiun SMPK Pleihari dan BMG Banjar Baru serta pengukuran sesaat bersamaan dengan pengukuran kualitas udara ambien dengan menggunakan Barometer.

    Analisis Data

    Analisis Klasifikasi iklim di daerah studi berdasarkan metode klasifikasi Schmidt and Ferguson. Sedangkan untuk analisis Temperatur, Kelembaban, Tekanan Udara dan Curah hujan menggunakan data times series dan analisis harmoni berdasarkan data sekunder selama periode waktu tertentu. Untuk arah dan kecepatan angin, berdasarkan data sekunder dari BMG setempat dilakukan analisis frekuensi untuk memperoleh pola bunga angin di daerah studi.

    2.3.1.2 Kualitas Udara dan Kebisingan

    Pengumpulan Data

    Sesuai dengan PP No 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara seperti tertera pada Tabel 2-1 dibawah ini, bahwa kondisi awal kualitas udara dapat diketahui dari hasil pengukuran:

    Tabel 2-1Parameter Kualitas Udara yang Diteliti

    No Parameter Metode Peralatan1 Partikulat High Volume Sampler/ Gravimetri Neraca Analitik2 SO2 Pararosaniline Spektrofotometer3 NOx Spektrofotometri Spektrofotometer4 CO Spektrofotometri NDIR Analyzer5 HC Gas Chromatography Spektrofotometer6 Kebisingan Pengukuran Langsung Sound Level Meter

    Sumber: PP No 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara

    Pengambilan contoh kualitas udara dan kebisingan diambil pada 6 lokasi yang berbeda, yaitu:

    1. Stock Pile Batubara

  • 2. Simpang Empat Sumpol3. Kampung Pabilahan4. Pit Arjuna 5. Pit Bima6. Lokasi Bukit Baru

    Analisis Data

    Kualitas Udara. Hasil pengukuran kualitas udara untuk rona lingkungan awal, selanjutnya dianalisis dengan membandingkan hasil dengan baku mutu udara ambien sesuai dengan PP No 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan analisis interpretasi hasil pengukuran berdasarkan pengamatan terhadap aktifitas di sekitar lokasi pengukuran pada saat pengambilan sampel berlangsung.

    Kebisingan. Hasil pengukuran intensitas kebisingan untuk rona lingkungan awal, selanjutnya dianalisis dengan membandingkan hasil dengan baku mutu kebisingan sesuai dengan Kep No-48/MENLH/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan dan analisis interpretasi hasil pengukuran berdasarkan pengamatan terhadap aktifitas di sekitar lokasi pengukuran pada saat pengambilan sampel berlangsung selama 24 jam.

    Metode Prakiraan Dampak

    A. Metode Prakiraan Emisi Gas Buang

    1. Pembakaran Bahan Bakar

    Emisi debu dan gas dari pembakaran bahan bakar terutama untuk kegiatan transportasi dihitung dengan menggunakan formula yang diambil dari rumusan WHO tahun 1982 yaitu:

    Emisi = Konsumsi bahan bakar x faktor emisi

    Keterangan:

    Faktor emisi berbeda untuk masing masing jenis polutan (Debu, SO2, NOx, CO) sesuai dengan petunjuk perhitungan faktor emisi dari WHO dan Pertamina dan disesuaikan dengan bahan bakar yang ada di Indonesia.

    2. Emisi dari kegiatan penambangan

    a. Transportasi bahan baku

  • Debu yang berasal dari pengangkutan bahan baku dihitung oleh rumus yang berasal dari Midwest Research Institute 1978:

    eu = 0,61 (s/12) (S/48) (W/2,7)0,7 (w/4)0,5 (d/365)

    Keterangan: eu = emisi jalan (lb/mil)

    s = Ppersentase kandungan debu tanah di jalan raya ( % )

    S = Kecepatan rata rata kendaraan melewati jalan

    W = berat truk (ton)

    w = jumlah roda truk

    d = jumlah hari kering per tahun

    b. Emisi dari Materials Handling

    Laju emisi debu dari kegiatan materials handling dihitung dengan menggunakan formulasi

    e = k (0,0016) x ((U/2.2)1.3)/((M/2)1.4) kg/ton

    Keterangan:

    k = Konstanta ( k = 0.74 untuk diameter

  • Keterangan:

    S = Persentase kandungan debu dalam tanah ( % )

    p = Jumlah hari hujan dalam satu

    f = Persentase kecepatan angin > 10.5 knots

    e. Kegiatan Penambangan Lainnya

    Sedangkan untuk menghitung laju emisi debu dari kegiatan lain selama proses penambangan, akan digunakan faktor emisi dari hasil penelitian empiris ditempat lain yang sudah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia.

    3. Penurunan Kemampuan Penyerapan Karbon

    Penurunan kemampuan penyerapan gas rumah kaca (Karbon) yang diakibatkan oleh kegiatan pembukaan lahan dan perubahan tata guna lahan dihitung dengan menggunakan rumus:

    PC = L x V x FC

    Keterangan:

    PC = Kemampuan penyerapan karbon

    L = Luas hutan atau vegetasi lainnya

    V = rata rata produksi per hektar

    FC = faktor penyerapan karbon

    B. Metode Prakiraan Penyebaran Dampak

    1. Metoda Perhitungan Dispersi Debu dan Gas

    Penyebaran zat pencemar di udara di hitung dengan menggunakan persamaan Gaussian, yang dalam aplikasinya disimulasikan untuk sumber bersifat garis dan berada pada permukaan tanah.

    }]z2H)(zexp{}

    z2H)(z}][exp{

    z2y[exp{

    2Qjz)y,Cj(x, 2

    2

    2

    2

    2

    2

    zy pi +

    +

    =

    Dimana: Cj (x,y,z)= konsentrasi zat pencemar (/m)

    Qj = besar emisi spesies (j.g/dt)

    y = koefisien dispersi horisontal Gaussian (m)

    z = koefisien dispersi vertikal Gaussian (m)

  • = kecepatan angin rata-rata arah sumbu x (m/dt)

    H = tinggi efektif cerobong (m)

    x,y,z = koordinat titik-titik yang diamati terhadap titik referensi pada sistem sumbu ruang

    2. Metoda Perhitungan Dispersi Kebisingan

    Parameter pertama dalam perhitungan tingkat kebisingan adalah akumulasi tingkat kebisingan akibat 2 sumber suara:

    += 2

    2

    2

    2

    POP2

    POP1 log 10 totalLp

    Dimana: Lp total = tingkat kebisingan total (dBA)

    P1 = intensitas suara sumber 1 (N/m)

    P2 = intensitas suara sumber 2 (N/m)

    P3 = intensitas suara sumber 3 (N/m)

    Parameter kedua adalah perubahan tingkat kebisingan akibat perubahan jarak :

    Sumber titik / diam : r1r2 log 20LP1LP2 =

    Sumber garis/bergerak : r1r2 log 10LP1LP2 =

    Dimana: LP1 = tingkat kebisingan pada jarak r1 (dBA)

    LP2 = tingkat kebisingan pada jarak r2 (dBA)

    r1 = jarak sumber suara terhadap titik pengamatan 1 (m)

    r2 = jarak sumber suara terhadap titik pengamatan 2 (m)

    3. Box Model

    Penyebaran Emisi dari sumber area dianalisis dengan menggunakan Model Box dengan rumus sebagai berikut:

    C = Q / { V x L x P }

    Keterangan:

    C : Konsentrasi

  • Q : Laju emisi per satuan luas

    V : Kecepatan angin

    L : Lebar Box

    P : Panjang Box

    2.3.1.3 Getaran

    Pengumpulan Data

    Data dan informasi mengenai getaran yang ditimbulkan oleh proses peledakan (blasting) batuan penutup dikumpulkan dari laporan Studi Analisis kemantapan Lereng Akibat Peledakan dan Perhitungan Faktor Keamanan Pilar Batubara dengan Penerapan Auger yang dilakukan oleh PT. Arutmin Indonesia. Studi ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat pengaruh getaran yang ditimbulkan oleh peledakan terhadap kondisi kemantapan highwall di Tambang Satui.

    Analisis Data

    Dalam laporan tersebut diuraikan bahwa analisis dinamis untuk peledakan degnan metode micro-delayed second technique dilakukan dengan menggunakan formula empiris dari Downding sebagai berikut:

    U = 0,072 mm (30,5 m/R)1,1 (3050 m/s/Vp) 1,4 (W/4,54 kg) 0,7 (2,4/)0,7

    v = 18,3 mm/s (30,5 m/R)1,46 (W/4,54 kg) 0,48 (2,4/)0,48

    a = 0,81 g (30,5 m/R) 1,84 (V/3050 m/s) 1,45 (W/4,54 kg) 0,28 (2,4/)0,28

    Dimana:

    u = perpindahan partikel

    v = kecepatan partikel

    a = percepatan partikel

    R = jarak dari titik ledak (diasumsikan 100 m)

    Vp = kecepatan rambat gelombang tekan

    W = berat bahan peledak per delay

    = kerapatan bantuan (diasumsikan 2,3)

    Data hasil perhitungan tersebut di atas, khususnya untuk kecepatan getaran dianalisis dengan cara dibandingkan dengan Baku Tingkat Getaran yang dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri

  • Negara Lingkungan Hidup No.KEP-49/MENKH/11/1996, Lampiran IV Baku Tingkat Getaran Kejut.

    2.3.1.4 Gas Rumah Kaca

    Pengumpulan Data

    Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder dari aktifitas aktifitas yang mengemisikan gas rumah kaca seperti dari sektor energi (pembakaran bahan bakar) dan pembukaan hutan yang disertai pembakaran. Selain itu juga dilakukan pengumpulan data penurunan kemampuan penyerapan gas rumah kaca karena kegiatan pembukaan hutan. Data tersebut seluruhnya merupakan data sekunder yang dikumpulkan dari PT. Arutmin Indonesia.

    Analisis Data

    Analisis emisi gas rumah kaca dilakukan dengan menggunakan formula matematis seperti berikut.

    Laju emisi gas rumah kaca dari proses pembakaran (konsumsi energi) dihitung dengan menggunakan rumus:

    Emisi = C x NCV x FEC

    Keterangan:

    C : Tingkat konsumsi bahan bakar (jenis dan jumlah pemakaian)

    NCV : Nilai kalor dari bahan bakar yang digunakan

    FEC : Faktor emisi karbon aktual dari jenis yang digunakan

    2.3.1.5 Geologi dan Geokimia

    Pengumpulan Data

    Geologi. Data geologi dikumpulkan oleh PT. Arutmin Indonesia melalui pemetaan geologi dan dari pengeboran yang dilakukan selama kegiatan eksplorasi. Data ini dipakai untuk mendapatkan statigrafi lokal. Data geomorfologi dan data topografi dikumpulkan dengan cara ground survey. Data peta rupa bumi skala 1:50.000 dari BAKOSURTANAL digunakan sebagai penunjang untuk mengidentifikasi bentang alam topografi dan daerah aliran sungai (DAS) termasuk badan air yang terletak di daerah studi.

    Geokimia dan Potensi Pembentukan Asam dari Tanah Penutup. Data geokimia tanah/batuan penutup Tambang di daerah Satui yang akan diuraikan dalam dokumen ini bersumber dari pengumpulan ratusan sampel dari lubang bor yang dilakukan oleh PT. Arutmin Indonesia atas

  • petunjuk Konsultan Environmental Geochemistry International Pty. Ltd., Australia tahun 1998 dan 1999.

    Analisis Data

    Geologi. Data mengenai fisiografi dan geologi disatukan dalam sistem pemetaan untuk mempermudah perwakilan dan penafsiran data serta perbandingannya dengan data lainnya.

    Geokimia dan Potensi Pembentukan Asam dari Tanah Penutup. Sampel tanah/batuan penutup tersebut dianalisis untuk komponen:

    pH

    Kandungan sulfur

    Kapasitas penetralan asam

    Kapasitas pembentukan asam

    Kandungan logam

    Data yang diperoleh dari hasil analisis laboratorium tersebut dikaji untuk memperkirakan komposisi. Materi dalam tanah/batuan penutup tersebut yang berpotensi membentuk asam maupun materi yang mampu menetralkan asam dan materi lainnya yang akan terlarut dalam air.

    2.3.1.6 Fisiografi dan Tanah

    Pengumpulan Data

    Tanah. Penelitian tanah dilaksanakan dengan membuat profil dan pengambilan sampel tanah pada kedalaman (0-60cm) untuk kemudian dianalisis di laboratorium khususnya untuk parameter fisik dan kimia. Parameter yang diteliti digunakan untuk menentukan tingkat erosi tanah meliputi indeks erosi hujan, indeks erosi tanah, indeks panjang dan sudut kemiringan, indeks tumbuhan, pengelolaan lahan yang digunakan. Data erosi hujan diperoleh dari penghitungan data hujan dari stasiun meteorologi Pelaihari. Indeks erosi diperoleh dari perhitungan data termasuk persentase tanah debu, pasir halus, lempung, prosentase bahan organik, struktur tanah, dan daya serap tanah. Data tentang struktur tanah diperoleh dari pengamatan lapangan langsung sedang data lainnya merupakan hasil analisis laboratorium. Panjang dan sudut lereng diukur dari peta topografi dengan skala 1:10.000. Faktor tumbuhan (C) dan pengukuran konservasi tanah (D) ditentukan berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan.

  • Analisis Data

    Tanah. Hasil analisis tanah dari laboratorium dievaluasi sesuai dengan kriteria evaluasi data untuk analisis bahan tanah.Untuk menghitung erosi tanah digunakanlah metode USLE (Universal Soil Loss Equation) yang mempunyai formulasi sebagai berikut:

    A = R K L S C P

    di mana:

    A = Total erosi tanah (ton/ha/tahun)

    R = Indeks erosi hujan

    K = Indeks erosi tanah

    L = Indeks panjang Kemiringan

    S = Indeks sudut kemiringan

    C = Indeks tumbuhan yang menutup tanah

    P = Indeks ukuran konservasi tanah yang diterapkan

    Indeks erosi hujan (R) diperoleh dengan menggunakan persamaan Bol (1978).

    R = 6,199 (Rm)1,21 + (Rd) -0,47 + (R maks)0,53

    di mana:

    R = Indeks erosi hujan

    Rm = Rata-rata curah hujan bulanan (cm)

    Rd = Angka rata-rata hari hujan setiap bulan

    R maks = Rata-rata curah hujan maksimum dalam bulan

    Untuk memperkirakan kerusakan tanah karena erosi akan digunakan kriteria dari Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan dan Perkebunan (lihat Tabel 2-2).

  • Tabel 2-2Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi

    Erosi

    Solum Tanah (cm)

    Kelas ErosiI II III IV V

    Erosi ton/ha/tahun480

    Dalam (>90 cm) SR(0)

    R(I)

    S(II)

    B(III)

    SB(IV)

    Sedang (60 90 cm) R(I)

    S(II)

    B(III)

    SB(IV)

    SB(IV)

    Dangkal (30 60 cm) S(II)

    B(III)

    SB(IV)

    SB(IV)

    SB(IV)

    Sangat Dangkal (

  • 2.3.1.8 Kualitas Air Permukaan dan Kualitas Air Tanah

    Pengumpulan Data

    Kualitas Air. Studi kualitas air telah dilakukan oleh PPLH UNLAM (1999), PT. Bita Bina Semesta (1998) dan sebagian oleh PT. Arutmin Indonesia. Studi kualitas air permukaan meliputi pengukuran beberapa parameter fisika dan kimia yang mengacu pada Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan No. 28 Tahun 1994 tentang Penggolongan, Baku Mutu dan Peruntukan Air Sungai di Kalimantan Selatan. Pengukuran di lapangan dilakukan terhadap parameter kualitas air secara in situ, sedangkan pengambilan sampel air beserta penanganan dan pengawetan dilaksanakan untuk analisis kualitas air di laboratorium.

    Pengambilan sampel tambahan (air sungai dan sumur) dilakukan di beberapa lokasi representatif yang terletak di hulu dan hilir tambang. Analisis laboratorium dilakukan untuk parameter-parameter logam berat dan beberapa parameter inti lainnya yang dapat dijadikan sebagai indikator dampak dari kegiatan penambangan batubara terhadap kualitas air (lihat Tabel 4-4). Pengambilan sampel air sungai dan sumur dilakukan dengan cara grab sampling. Parameter kualitas air yang mudah berubah, seperti pH dan temperatur diukur in situ dengan peralatan portable water analysis.

    Semua sampel air, kecuali untuk pengukuran in situ, disimpan dalam botol plastik dan kemudian ditambahkan pengawet dan didinginkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, sebelum dikirimkan ke laboratorium untuk di analisa.

    Selain hasil analisis laboratorium Data/informasi dari studi "Environmental Geochemical Assesment of Overburden Satui Coal Project" akan dijadikan bahan untuk menganalisis potensi terjadinya air asam tambang dan memprakirakan dampaknya terhadap badan air penerima.

    Analisis Data

    Kualitas Air. Secara umum parameter kualitas air yang dianalisis dibandingkan dengan Daftar Kriteria Kualitas Air Golongan B yang tercantum dalam Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Kalimantan Selatan Nomor 28 Tahun 1994. Metode analisis parameter air mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990. Parameter kualitas air permukaan yang diukur/dianalisis beserta metode dan peralatan analisisnya disajikan pada Tabel 2-3.

  • Tabel 2-3Parameter, Metode dan Peralatan Analisis Kualitas Air

    No. Parameter Metode Analisis PeralatanI1.2.3.

    FisikaPadatan TersuspensiPadatan TerlarutTemperatur

    GravimetrikElektrometrikElektrometrik

    Neraca AnalitikWQC U-10WQC U-10

    II1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.15.16.17.

    Kimia (Anorganik)Oksigen Terlarut (DO)Amoniak Bebas ArsenBariumBesiFlouridaKadmiumKlorida KromiumValensi 6ManganPHSeleniumSengSulfatSulfida, sebagai H2STembagaTimbal

    PotentiometriNessler SpektrofotometrikAASSpektrofotometrikAASAASSpektrofotometrikSpektrofotometrikAASElektrometrikSpektrofotometrikAASSpektrofotometrikSpektrofotometrik AASAAS

    DO meter (Potentiometer)SpektrofotometerSpektrofotometerAASSpektrofotometerAASAASSpektrofotometerSpektrofotometerAASWQC U-10SpektrofotometerSpektrofotometerSpektrofotometerSpektrofotometerAASAAS

    III1.2.3.4.

    Kimia (Organik)FenolCODBODMinyak dan Lemak

    SpektrofotometrikTitrasiTitrasiGravimetri

    SpektrofotometerPeralatan TitrasiPeralatan TitrasiNeraca Analitik

    Sumber: Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990

    Hasil analisis kualitas air tanah dibandingkan dengan baku mutu air bersih (Lampiran II) sebagaimana disyaratkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/MENKES/1990 untuk Golongan B.

    2.3.1.9 Tata Ruang dan Tata Guna Tanah

    Pengumpulan Data

    Pengumpulan data tata ruang dilakukan di tapak tambang dan di daerah luar tapak tambang. Sumber informasi tata ruang dan tata guna lahan antara lain sbb:

    1. Peta kelerengan skala 1:500.000 dari Balai Informasi dan Perpetaan Kehutanan (BIPK) Provinsi Dati I Kalimantan Selatan.

    2. Peta rupa bumi skala 1:50.000 dari badan koordinasi survey dan perpetaan tanah nasional (Bakosurtanal).

    3. Peta penggunaan lahan.4. Peta peruntukan lahan yang termuat dalam RUTRW Kalimantan Selatan.

  • 5. Peta rencana tapak tambang, tata letak fasilitas tambang, dan peta penunjang lainnya yang dibuat oleh PT. Arutmin Indonesia.

    Analisis Data

    Analisis dilakukan terhadap tata ruang makro terutama ditujukan pada tata guna lahan, fungsi hutan, pembukaan lahan, pemukiman, transportasi, kegiatan-kegiatan lain di sekitar wilayah tambang yang diperkirakan akan terpengaruh oleh kegiatan PT. Arutmin Indonesia. Pendekatan analisis tata ruang dilakukan dengan cara komparasi dan interpretasi peta. Penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) dilakukan dengan perangkat lunak pengolah peta digital MAP-INFO yang digunakan untuk melakukan tumpang susun (overlays) dari peta-peta tentatif yang digunakan. Hasil analisis ini akan diperoleh satuan unit lahan masing-masing kegiatan di daerah studi.

    2.3.1.10 Transportasi

    Pengumpulan Data

    Data mengenai kondisi lalu lintas di daerah studi dikumpulkan melalui pengamatan dan pencatatan jumlah dan jenis kendaraan yang melintasi suatu lokasi pengamatan dalam 24 jam. Kelompok kendaraan yang dicatat dan diamati secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu milik PT. Arutmin Indonesia dan kendaraan yang dioperasikan oleh pihak lainnya. Jenis kendaraan yang dicatat untuk kedua kelompok tersebut di atas adalah VOLVO (truk trailer), TRONTON (truk dengan kapasitas sekitar 8 ton atau lebih), FUSO (truk dengan kapasitas kurang dari 8 ton), truk kecil (dengan kapasitas sekitar 6 ton), alat berat, mobil kecil dan bus.

    Lokasi yang dipilih untuk pengamatan yaitu:

    Simpang Empat Sumpol (perempatan jalur angkut batubara dengan jalan negara yang menghubungkan Simpang Empat Asam-asam dengan Batulicin);

    Simpang Tiga Tandui (sebelah Utara daerah Satui);

    Pasir Putih (sebelah Selatan daerah Kintap).

    Ketiga lokasi pengamatan tersebut di atas dipertimbangkan sebagai lokasi representatif yang dapat mewakili kondisi lalu lintas di daerah studi.

    Analisis Studi

    Data jumlah dan jenis kendaraan yang tercatat per satuan waktu digambarkan dalam bentuk grafik, kemudian dianalisa hubungannya dengan tingkat kebisingan di tiga lokasi tersebut.

    2.3.2 Komponen Biologi

    Komponen biologi yang dikaji dalam studi AMDAL meliputi biota darat dan biota air.

  • 2.3.2.1 Biota Darat

    A. Flora

    Pengumpulan Data

    Untuk mengukur struktur dan komposisi tumbuhan, pengamatan dilakukan dalam plot dan transek sampel. Plot-plot pengamatan ditentukan 20m x 20m untuk tingkat pohon, 10m x 10m untuk tingkat tiang 5m x 5m untuk tingkat sapihan, dan 2m x 2m untuk tingkat semai. Data yang dikumpulkan untuk menggolongkan tingkat tumbuhan pohon, tiang, sapihan dan semai. Dari masing-masing jenis ditentukan kepadatan, frekuensi dan dominasinya. Transek angka rata-rata pertumbuhan, plot sampel, dan pengamatan di area reklamasi/rehabilitasi sebagai bagian dari program pengamatan lingkungan merupakan sumber pokok data primer.

    Pengumpulan data termasuk jenis tumbuhan, jumlah jenis, diameter, dan frekuensi jenis di dalam plot di mana jenis tersebut ditemukan.

    Analisis Data

    Kerapatan dan Kerapatan Relatif. Kepadatan jenis adalah jumlah jenis itu dibandingkan dengan area suatu plot. Kepadatan relatif diperoleh untuk sebuah jenis dengan membandingkannya dengan kepadatan semua jenis.

    Kerapatan (K) : Jumlah total individu dalam suatu unit area yang diukur

    AniKi =

    dimana:

    Ki = Kerapatan jenis-i

    Ni = adalah jumlah total individu dari jenis-i

    A = Adalah luas area total pengambilan contoh

    %100

    =

    nniKRi

    dimana:

    KR = Kerapatan relatif

    Ni = Kerapatan jenis 1

    n= Kerapatan seluruh jenis

  • Frekuensi dan Frekuensi Relatif. Frekuensi adalah jumlah plot yang ditemukannya suatu jenis dalam semua plot contoh yang dibuat. Frekuensi relatif suatu jenis adalah perbandingan antara frekuensi untuk seluruh jenis.

    pPiFi

    =

    dimana:

    Fi = frekuensi jenis-i

    Pi = jumlah plot contoh dimana ditemukan jenis-i

    p = jumlah total petak contoh yang dibuat

    FFiFRi

    =

    dimana:

    FRi = frekuensi relatif

    Fi = frekuensi jenis ke-i

    F = jumlah frekuensi untuk seluruh jenis

    Dominasi dan Dominasi Relatif. Dominasi adalah rasio antara bidang dasar satu jenis tumbuhan dalam satuan luas plot. Dominasi relatif adalah perbandingan antara dominasi jenis dengan dominasi total untuk seluruh jenis.

    AaiDi =

    dimana:

    Di = dominasi relatif

    ai = luas bidang dasar jenis-i

    A = luas area total pengambilan contoh

    DDiDRi

    =

    dimana:

    DR = dominasi relatif

    Di = dominasi jenis-i

    D = total dominasi untuk seluruh jenis

  • Indeks Nilai Penting (INP). Untuk mempelajari struktur dan komposisi tumbuhan Indeks Nilai Penting suatu jenis dihitung dengan rumus:

    INP = FR + KR + DR

    INP = Indeks Nilai Penting

    FR = frekuensi relatif suatu jenis

    KR = kepadatan relatif suatu jenis

    DR = dominasi relatif suatu jenis

    Nilai maksimum dari Indeks Nilai Penting adalah 300%, dimana:

    Nilai yang relatif tinggi menunjukkan jenis yang mendominasi (tersebar padat atau berada dalam wilayah yang cukup luas secara relatif). Sedangkan, nilai yang relatif rendah menunjukkan jenis yang kurang mendominasi.

    Rasio Dominasi Terjumlah (SDR) yaitu metode untuk mempelajari jenis tumbuhan dominan, yang dihitung dengan rumus:

    2DR FRSDR +=

    dimana:

    FR = Frekuensi relatif suatu jenis

    DR = Dominasi relatif suatu jenis

    Indeks Kesamaan Jenis (IS). Untuk mengetahui kesamaan komposisi jenis, maka dibandingkan Coefficient of Community atau Koefisien Kesamaan Komunitas. Menurut Sorensen (1948) dikutip oleh Muller-Dimbois and Ellenberg (1974), besarnya koefisien kesamaan komunitas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

    IS = 2C/(A+B) x 100%

    dimana:

    IS = Similarity Index atau Indeks Kesamaan

    A = Jumlah jenis yang ditemukan di daerah A

    B = Jumlah jenis yang ditemukan di daerah B

    C = Jumlah jenis yang sama yang ditemukan di daerah A dan daerah B.

    Nilai kesamaan komunitas berkisar antara 0 100%, apabila koefisien kesamaan komunitas mendekati 100%, maka lokasi yang dibandingkan semakin sama dalam hal jenis vegetasinya.

  • Flora yang Dilindungi. Jenis tumbuhan yang dilindungi dipelajari dengan cara membandingkan daftar jenis dari penelitian tumbuhan dengan daftar jenis yang dilindungi yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, Republik Indonesia atau Badan Konservasi Internasional.

    B. Fauna

    Pengumpulan Data

    Data sekunder tentang fauna diperoleh dari hasil penelitian ANDAL sebelumnya baik untuk PT. Arutmin Indoensia maupun untuk studi lain yang dilakukan di daerah yang ditentukan. Pengumpulan data primer dijalankan dengan pengamatan lapangan, yang melibatkan survei ke lokasi yang dipilih, penghitungan, dan pencatatan jenis binatang yang dijumpai.

    Analisis Data

    Untuk mengevaluasi dan membandingkan keadaan fauna yang sebenarnya di dalam daerah studi, penghitungan-penghitungan dilakukan dari indeks jumlah, indeks kesetaraan, dan indeks keanekaragaman, sebagai berikut:

    Indeks Kelimpahan

    Indeks kelimpahan menunjukkan nilai dominasi suatu jenis fauna, yang dihitung dengan rumus

    Di = Indeks kelimpahan untuk jenis ke(i)

    ni = Jumlah individu jenis ke(i)

    N = Jumlah total individu semua jenis

    Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener

    =

    =

    S

    iii PlnPH

    1

    '

    dimana:

    H' = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

    Pi = proporsi semua individu dalam sampel yang menjadi bagian jenis ke(i) (Pi = ni/N)

    ni = jumlah total individu jenis ke(i)

    N = jumlah total individu seluruh jenis

    S = jumlah total jenis dalam sampel

    %100=NnD ii

  • Hasil dari pengumpulan dan analisis data lapangan memperlihatkan data primer yang menentukan ada tidaknya populasi fauna bernilai ekologis, termasuk keanekaragaman jenis yang langka, dilindungi, dan endemik.

    Fauna Darat. Fauna darat di daerah tambang Satui, Kintap, dan Karuh dievaluasi dengan berbagai metode lapangan. Lokasi pengamatan dipilih di berbagai lokasi di seluruh daerah studi, yang diperakirakan dipengaruhi oleh kegiatan tambang. Lokasi dipilih dengan asumsi bahwa daerah tersebut dapat mewakili daerah studi secara representatif.

    Setelah dilakukan tinjauan atas informasi historis fauna regional, sejumlah metode kuantitatif dan kualitatif digunakan untuk menentukan keberadaan jenis fauna di wilayah bersangkutan. Metode tersebut meliputi perhitungan sensus terhadap burung, pencarian terhadap mamalia, reptilia dan ampibi, melalui pencatatan suara satwa liar, jalan yang sering dilalui dan jejak-jejak satwa liar yang dijumpai. Acuan pengenalan satwa liar seperti burung yang menggunakan literatur dari Mackinnon & Phillips (1993), untuk mamalia menggunakan Payne dan kawan-kawan (1985) dan untuk reptilia menggunakan literatur de Rooij (1915). Acuan lain yang digunakan adalah Corbert & Hill (1992), Wirawan (1985) dan Petocz dan kawan-kawan (1990).

    Fauna Dilindungi. Jenis satwa liar yang dilindungi dipelajari dengan cara membandingkan dengan daftar jenis satwa liar dilindungi yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, Republik Indonesia atau badan konservasi internasional seperti IUCN, WWF dan sebagainya.

    2.3.2.2 Biota Air

    Pengumpulan Data.

    Telaah biota air menggunakan data dari studi rona awal yang dilakukan PPLH-UNLAM Kalimantan Selatan, tahun 1999, meliputi:

    pengumpulan data/pengambilan sampel atas zooplankton dan fitoplankton

    pengumpulan data atas fauna benthik

    pengumpulan data dan pengambilan sampel ikan

    Survei flora dan fauna air dilaksanakan dengan pengambilan sampel pada lokasi terpilih. Fitoplankton dikumpulkan dengan menggunakan jaring fitoplankton. Zooplankton dikumpulkan dari kolom air dengan menarik jaring plankton (mata jaring 200 mm yang dirangkai dengan ujung cod).

    Sampel sediment dasar sungai diambil dengan menggunakan Eickman Grab. Sampel disaring dengan saringan untuk mendapatkan makrobenthos. Bahan pengawet sampel benthos adalah larutan fomaldehyde 4% (formalin 10%) dalam air yang diawetkan dengan MgCO3 dan FAA (Formalin Acetic Acid).

  • Analisis Data untuk Plankton dan Benthos

    Analisis data dilalukan berdasarkan nilai indeks struktur komunitas yang formulanya diuraikan sebagai berikut:

    Indeks Keanekaragaman Shannon Wiener (H)

    =

    =

    S

    iii PlnPH

    1

    '

    dimana:

    H' = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

    Pi = proporsi semua individu dalam sampel yang menjadi bagian jenis ke(i) (Pi = ni/N)

    ni = jumlah total individu jenis ke(i)

    N = jumlah total individu jenis

    S = jumlah total jenis dalam sampel

    Indeks Dominasi Simpson (d)

    ( )d Pii

    s

    =

    =

    21

    dimana:

    d = Indeks dominasi Simpson

    S = Jumlah total jenis dalam sampel

    Pi = Proporsi semua individu dalam sampel yang menjadi bagian jenis ke(i) (Pi = ni/N)

    Indeks Keseragaman (E)

    maxHH'E =

    dimana:

    E = Indeks kesetaraan

    H = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

    Hmax = ln S

    S = Jumlah total jenis dalam sampel

    Kesetaraan mengukur penyebaran individu di antara jenis-jenis.

  • Analisis Data untuk Nekton

    Data nekton akan diuraikan secara deskripsi, meliputi komposisi ikan yang hidup di laut, sungai, rawa serta yang di sungai dan laut.

    2.3.3 Komponen Sosial, Ekonomi, Budaya dan Kesehatan Masyarakat

    2.3.3.1 Pengumpulan Data.

    Data mengenai kependudukan dikumpulkan melalui penggalian data sekunder. Sedangkan data-data mengenai keadaan sosial ekonomi dan budaya dikumpulkan melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan.

    Pengumpulan data sekunder dikumpulkan dari studi penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh PT. Arutmin Indonesia dan dari lembaga/instansi yang secara selektif dapat menyediakan informasi/data tentang parameter yang dianalisis antara lain BPS, Kantor BAPPEDA, Dinas Kesehatan, Kantor Kecamatan, Puskesmas, dan Kantor Desa. Informasi/data aspek sosial, ekonomi dan kesehatan masyarakat yang dikumpulkan diarahkan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan dalam Keputusan Kepala BAPEDAL No. KEP-299/11/1996 dan KEP-124/12/1997.

    Pengumpulan data primer dilakukan melalui teknik pengamatan (observasi) dan wawancara, adapun unit sampling yang digunakan adalah rumah tangga dengan unit sasaran (responden) yaitu Kepala Rumah Tangga. Teknik sampling yang dipilih secara acak (random sampling).

    Khusus data primer yang cenderung bersifat kualitatif akan dikumpulkan melalui pengamatan dan wawancara tidak berstruktur. Wawancara tidak berstuktur ini akan dilakukan terhadap "key persons" tokoh masysrakat, kepala desa, petugas kesehatan, tetua adat, dan sebagainya. Meskipun tidak berstruktur wawancara bebas tepat diarahkan dengan suatu pedoman wawancara. Sedangkan data primer yang cenderung bersifat kuantitatif dikumpulkan melalui wawancara terhadap responden dengan menggunakan daftar pertanyaan. Adapun jumlah responden yang diwawancarai sekitar 5% dari jumlah kepala keluarga atau 360 responden.

    Sebagai pelengkap pengamatan lapangan secara singkat termasuk tinjauan secara umum mengenai PETI akan dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai kondisi sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat di sekitar daerah yang langsung terkena dampak kegiatan tambang.

    2.3.3.2 Analisis Data

    Data kuantitatif dianalisis dengan metode matematik dan tabulasi silang dan frekuensi distribusi. Apabila tersedia data yang bersifat historis maka dilakukan pula analisis kecenderungan (trend analysis).

  • Data kualitatif dianalisis dengan metode analisis deskriptif terhadap catatan harian yang dikelompokkan berdasarkan topik wawancara. Pada dasarnya banyak menjelaskan fenomena yang muncul pada analisis kualitatif.

    Data/informasi yang terkumpul akan dianalisis secara selektif dan representatif sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga memberikan gambaran yang jelas tentang penduduk, masyarakat, tenaga kerja, keterampilan, dan infrastruktur sosial. Data mengenai hal-hal tersebut menjadi dasar untuk mengevaluasi dampak positif dan negatif akibat kegiatan tambang.

    Analisis spesifik untuk beberapa parameter lingkungan sosial ekonomi akan digunakan formula sebagai berikut:

    Kepadatan Penduduk

    Kepadatan penduduk dihitung berdasarkan jumlah penduduk dibagi dengan luas wilayah

    )(Km Wilayah Luas(Jiwa)Penduduk Jumlah K 2=

    Laju Pertumbuhan Penduduk

    nrPoPn )1( +=

    dimana:

    Pn = jumlah penduduk tahun ke n

    Po = jumlah penduduk awal

    r = pertumbuhan pertahun

    n = tahun ke-n

    Rasio Beban Tanggungan

    Rasio beban tanggungan merupakan perbandingan antara banyaknya penduduk dalam usia tidak produksi

    55155614TanggunganBeban Rasio

    ++=

    PPPo

    dimana:

    Po-14 = jumlah penduduk dalam usis 0-14 tahun

    P15-55 = jumlah penduduk dalam usia 15-55 tahun

    P56+ = jumlah penduduk dalam usis 56 ke atas

  • Rasio Jenis Kelamin

    Rasio jenis kelamin adalah perbandingan banyaknya penduduk laki-laki dengan banyaknya penduduk perempuan pada suatu daerah tertentu.

    perempuanpenduduk Jumlah lakilakipenduduk Jumlah Kelamin Jenis Rasio =

    Tingkat Pendapatan

    In = C + I + S

    dimana

    In = Pemasukan'penghasilan (income)

    C = Pengeluaran/konsumsi (consumption)

    I = Penanaman Modal/Investasi (investment)

    S = Tabungan (saving)

    Evaluasi dan penafsiran terhadap data yang sifatnya kuantitatif dan kualitatif akan dilakukan untuk menentukan apakah sifat-sifat data yang ada cukup konklusif. Dalam analisis data tersebut profesional judgement sangat penting untuk menampilkan hasil analisis berupa: interprestasi, statistik/tabulasi sederhana dan pemetaan.

    2.4 Metode Prakiraan Dampak Penting

    Identifikasi dan prakiraan dampak penting terhadap lingkungan geofisik-kimia, biologi, sosial ekonomi, dan sosial budaya yang diakibatkan oleh kegiatan dan rencana kegiatan pertambangan batubara di daerah Satui, Kintap, Karuh dan Bukit Baru, dilakukan dengan cara sebagai berikut (Soemarwoto, 1996):

    (a) Matrik interaksi digunakan untuk mengidentifikasi dampak yang diprakirakan terjadi dari setiap komponen kegiatan pada tahap konstruksi, operasi dan pasca operasi terhadap komponen lingkungan geofisik-kimia, biologi, sosial, ekonomi dan budaya, dan kesehatan masyarakat.

    (b) Diagram alir digunakan untuk memprakirakan dan membedakan dampak lingkungan orde pertama beserta dampak turunannya dari setiap komponen kegiatan pada tahap konstruksi, operasi dan pasca operasi.

    Prakiraan besarnya dampak lingkungan penting dilakukan dengan menggunakan metode formal dan metode informal. Metode formal yang diterapkan antara lain:

  • Pemodelan matematis untuk memprakirakan kualitas udara ambien akibat kegiatan penambangan di daerah Satui, Kintap, Karuh dan Bukit Baru.

    Perhitungan statistik untuk komponen sosial, ekonomi dan budaya

    Metode informal juga digunakan untuk memprakirakan besarnya dampak akibat rencana kegiatan, terutama untuk dampak lingkungan yang tidak dapat diprakirakan secara kuantitatif atau karena keterbatasan-keterbatasan seperti kurangnya data, keterbatasan waktu studi, biaya dan tenaga. Metode informal yang digunakan dalam studi ini adalah telaahan literatur, analisis kualitatif terhadap data-data pemantauan lingkungan sebelumnya, analogi terhadap kegiatan-kegiatan serupa serta pendapat (professional judgement) para penyusun AMDAL sesuai dengan bidang keahliannya.

    2.5 Metode Evaluasi Dampak

    Rencana kegiatan dikategorikan menimbulkan dampak penting jika suatu rencana usaha terletak atau berbatasan dengan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, penjelasan Pasal 7. Selain itu, dalam Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-056 tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting dijelaskan mengenai ukuran dampak penting terhadap lingkungan dan pedoman mengenai ukuran dampak penting sebagaimana diuraikan sebagai berikut:

    Ukuran Dampak Penting Terhadap Lingkungan. Penilaian mengenai dampak penting suatu (rencana) kegiatan terhadap lingkungan perlu disertai dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

    skala kegiatan yang sudah ada dan hasil guna serta daya gunanya.

    dampak usaha terhadap salah satu aspek lingkungan atau juga meliputi kesatuan atau mekanisme lingkungan lainnya dalam suatu wilayah studi

    dampak positif maupun dampak negatif yang diprakirakan timbul harus dipertimbangkan sebagai satu kesatuan dalam proses pengambilan keputusan.

    Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting.

    Dampak penting suatu rencana kegiatan ditentukan dengan berpedoman kepada:

    a) Jumlah manusia yang akan terkena dampak;

    b) Luas wilayah persebaran dampak;

    c) Lamanya dampak berlangsung;

    d) Intensitas dampak;

    e) Banyaknya komponen lingkungan lain yang akan terkena dampak;

    f) Sifat kumulatif dampak; dan

    g) Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.

  • Hasil evaluasi dengan pedoman tersebut di atas kemudian dianalisis kembali dengan pendekatan holistik yang melibatkan seluruh komponen lingkungan yang terkait dengan rencana kegiatan.

    Hasil evaluasi dampak penting yang dilakukan di ANDAL digunakan untuk menyusun Rencanan Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) yang merupakan satu kesatuan dari AMDAL. RKL hanya memuat rencana pengelolaan dampak lingkungan penting yang bersifat negatif dan juga positif, sedangkan RPL mencakup rencana pemantauan dampak lingkungan penting yang dituangkan dalam RKL. Tujuan dari penyusunan RKL dan RPL adalah untuk meningkatkan manfaat dari rencana kegiatan tambang dengan memperbesar dampak positif dan memperkecil/mengendalikan dampak negatif yang diprakirakan terjadi pada komponen-komponen lingkungan geofisik-kimia, biologi, sosial, ekonomi dan budaya akibat rencana kegiatan pada tahap konstruksi, operasi dan pasca operasi.

    2.METODE STUDI2.1Dampak Penting yang Ditelaah2.1.1Kegiatan yang Ditelaah2.1.1.1Tahap Persiapan 2.1.1.2Tahap Operasi2.1.1.3Tahap Pasca Operasi

    2.1.1Komponen Lingkungan Yang Ditelaah2.1.1.4Geofisika-Kimia2.1.1.1Biologi2.1.1.2Sosial Ekonomi, Sosial Budaya dan Kesehatan Masyarakat

    2.1.2Isu Utama Dampak Lingkungan2.1.2.1Tahap Persiapan2.1.2.2Tahap Operasi2.1.2.3Tahap Paska Operasi

    2.2Lingkup Daerah Studi2.2.1Batas Proyek2.2.2Batas Ekologi2.2.3Batas Sosial2.2.4Batas Administratif2.2.5Batas Teknis (Pembatasan Daerah Studi)

    2.3Metode Pengumpulan dan Analisis Data2.3.1Komponen Geofisik dan Kimia. 2.3.1.1Iklim dan Meteorologi2.3.1.2Kualitas Udara dan Kebisingan2.3.1.3Getaran 2.3.1.4Gas Rumah Kaca2.3.1.5Geologi dan Geokimia2.3.1.6Fisiografi dan Tanah2.3.1.7Hidrologi dan Hidrogeologi2.3.1.8Kualitas Air Permukaan dan Kualitas Air Tanah2.3.1.9Tata Ruang dan Tata Guna Tanah2.3.1.10Transportasi

    2.3.2Komponen Biologi2.3.2.1Biota Darat2.3.2.2Biota Air

    2.3.3Komponen Sosial, Ekonomi, Budaya dan Kesehatan Masyarakat2.3.3.1Pengumpulan Data. 2.3.3.2Analisis Data

    2.4Metode Prakiraan Dampak Penting2.5Metode Evaluasi Dampak