Anastesia Pada Gagal Ginjal Kronik

11
ANASTESIA PD GAGAL GINJAL KRONIK Gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh penyakit ginjal primer atau penyakit sistemik yang berakibat pada ginjal. Penurunan fungsi nefron trjadi dan dapat menjadi petunjuk gambaran klinis yang khas. GGK hanya menjadi jelas bila nefron yang berfungsi < 40 % ( Nefron yang rusak > 70% ). Dialisis ( Peritoneal Dialisis atau Hemodialisis ) secara umum tidak diperlukan kecuali nefron yang berfungsi < 10%. Pasien dengan GGK biasanya dihubungkan dengan atheroma formation dan hyperetensi. PRE-OPERATIVE ASSESMENT. Faktor berikut ini harus dipertimbangkan bila Px. Diduga GGK dan memerlukan tindakan anestesi secara elektif atau emergency. 1. Keseimbangan cairan : Pada pasien dengan GGK, excresi sodium dan air relatif tetap dan cenderung berkurang. Ginjal dapat mengalami kesulitan terhadap loading cairan yang banyak dan dehidrasi. Derajat dehidrasi dapat dinilai seperti biasa dengan menggunakan turgor kulit, pemeriksaan mukosa membrane, TVJ, adanya dependent edema, edema pulmonum pada auskultasi. Penilaian invasive melalui CVP kadang-kadang diperlukan. Banyak pasien dengan regiment dialysis dapat mengetahui kebutuhan cairannya per hari. Pasien haror normovolemik selama operasi, resusitasi cairan dilakukan dengan NaCl, tetapi bila terjadi perdarahan juga harus diganti. 2. Keseimbangan elektrolit : Gangguan elektrolit yang biasa terjadi pada GGK : - Hyponatremia - Hyperkalemia - Acidosis. HIPERKALEMIA : Definisi : K+ sereum > 5 mmol/Lit. Gambaran ECG berubah bila K+ serum 6 – 7 mmol/Lit dan therapy segera diperlukan bila K+ > 7 mmol/Lit. Perubahan ECG :

description

asd

Transcript of Anastesia Pada Gagal Ginjal Kronik

ANASTESIA PADA GAGAL GINJAL KRONIK

ANASTESIA PD GAGAL GINJAL KRONIK

Gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh penyakit ginjal primer atau penyakit sistemik yang berakibat pada ginjal. Penurunan fungsi nefron trjadi dan dapat menjadi petunjuk gambaran klinis yang khas. GGK hanya menjadi jelas bila nefron yang berfungsi < 40 % ( Nefron yang rusak > 70% ). Dialisis ( Peritoneal Dialisis atau Hemodialisis ) secara umum tidak diperlukan kecuali nefron yang berfungsi < 10%. Pasien dengan GGK biasanya dihubungkan dengan atheroma formation dan hyperetensi.

PRE-OPERATIVE ASSESMENT.

Faktor berikut ini harus dipertimbangkan bila Px. Diduga GGK dan memerlukan tindakan anestesi secara elektif atau emergency.

1. Keseimbangan cairan :

Pada pasien dengan GGK, excresi sodium dan air relatif tetap dan cenderung berkurang. Ginjal dapat mengalami kesulitan terhadap loading cairan yang banyak dan dehidrasi. Derajat dehidrasi dapat dinilai seperti biasa dengan menggunakan turgor kulit, pemeriksaan mukosa membrane, TVJ, adanya dependent edema, edema pulmonum pada auskultasi. Penilaian invasive melalui CVP kadang-kadang diperlukan. Banyak pasien dengan regiment dialysis dapat mengetahui kebutuhan cairannya per hari. Pasien haror normovolemik selama operasi, resusitasi cairan dilakukan dengan NaCl, tetapi bila terjadi perdarahan juga harus diganti.

2. Keseimbangan elektrolit :

Gangguan elektrolit yang biasa terjadi pada GGK :

Hyponatremia

Hyperkalemia

Acidosis.

HIPERKALEMIA :

Definisi : K+ sereum > 5 mmol/Lit. Gambaran ECG berubah bila K+ serum 6 7 mmol/Lit dan therapy segera diperlukan bila K+ > 7 mmol/Lit.

Perubahan ECG :

- Tall peaked T wave.

QT interval pendek.

QRS komplek : lebar

Gelombang P hilang.

VF dapat terjadi bila K+ serum > 10 mmol/Lit.

Metoda terapi peningkatan kalium dalam keadaan emergency :

1. Calsium Gluconas 10 % : 0,5 mg/kg ( max : 20 cc ). Efek nya cepat dan bersifat sementara untuk menstabilisasi myocard.

2. Glucosa 50 % : 50 mi/IV bolus atau per infus. Glucosa dan Insulin akan menyebabkan migrasi yang cepat dari potassium kedalam sel dan menyebabkan K serum berkurang. Kadar gula darah dapat dimonitor secara teliti tetapi pengecualian pada pasien DM, insulin endogenous akan di eksresi dan mempertahankan glucose darah dalam keadaan normal. Sebagai alternatif 5 10 unit insulin dapat ditambahkan perinfus. Resiko pasien hipoglikemik dapat terjadi dan sekresi insulin endogen dapat terjadi.

3. Sodium Bikarbonat : 1 2 mmol /kg /IV pelan ( > 5 10 menit ). Pemberian sodium yang banyak dan loading cairan tidak dianjurkan.

4. Salbutamol nebulized : 2,5 5 mg dapat membantu pergerakan K+ ke intrasel.

Kadar potassium total dapat dikurangi dengan :

1. Dialisis.

2. Kalsium resonium ( 0,5 mg/kg ) setiap 8 jam melalui oral atau rectal.

3. Diet rendah potassium.

Asidosis :

Koreksi terbaik yaitu dengan dialysis. Pemberian bicnat hanya dianjurkan bila pH < 7,2. Efek samping bicnat meliputi hipernatremia dan overload.

Cardiovascular status :

Problem utama adalah hypertensi, problem lain : retensi kronis garam dan air atau produksi rennin yang berlebihan. Tekanan darah dapat dikontrol saat pre-op, ischemic heart disease sering di jumpai dan dapat diketahui saat pre-op. Edema pulmonum dapat terjadi pada overload cairan atau pada left ventricle failure. Pericarditis dapat terjadi pada keadaan uremic.

Fungsi Respirasi :

Edema pulmonum dan pleural effusi, keduanya menyebabkan penurunan compliance paru, FRC dan maningkat kan ketidak sesuainan ratio ventilasi /perfusi. Semua keadaan ini dapat menyebabkan hipoxia dan lebih baik diterapi secara removal cairan dengan diuretic atau dialysis.

Fungsi Hematologi :

Anemia kronis sering dijumpai pada pasien dengan GGK, dimana tidak di terapi dengan erithropoetin dan biasanya dapat ditoleransi dengan baik. Kecuali pasien dengan ischemic heart disease kadar Hb dipertahankan sekitar 7 8 gr/dl. Pasien dengan uremic mempunyai resiko perdarahan disebabkan penurunan adhesi platelet dan kerapuhan dinding pembuluh darah.

Gastrointestinal system :

Anorexia, nausea, vomiting, perdarahan dari stress ulcer, diare dan cegukan merupakan gejala yang sering. Hal ini dapat memperberat dehidrasi. Nutrisi biasanya berkurang dan keadaan ini dapat merusak penyembuhan luka.

System Endokrin :

Hyperparatiroid berperan penting dalam demineralisasi tulang sehingga pasien lebih mudah terjadi fracture. Kontrol terhadap diabetes lebih sulit karena terjadi penurunan sensitivitas terhadap insulin.

Central Nervus System :

Uremia dapat menyebabkan malaise, fatique, penurunan status mental dan akhirnya coma. Uremia yang berat atau ketidak seimbangan cairan dan elektrolit dapat menyebabkan kejang.

Multiple Medikasi :

Pasien kadang-kadang telah mendapat corticosteroid atau immunospressan lain yang tidak dapat dihentikan. Pengobatan lain mungkin juga diberikan untuk terapi penyakit tertentu.

Regimen Dialisis :

Pasien dengan GGK stadium akhir di mana peritoneal dialysis di pertahankan, dialysis diteruskan sampai pasien dibawa ke OK. Hemodialisis idealnya dikerja kan dengan heparinisasi minimum hingga 12 jam sebelum operasi elektif.

FARMAKOLOGI OBAT ANESTESI PADA GGK.

Excresi obat yang larut dalam air dan metabolit aktifnya akan terganggu. Obat-obat yang diexresi melalui renal, waktu paruhnya akan meningkat secara perlahan dengan memburuknya fungsi ginjal hingga kehilangan fungsi nefron yang berat yang menjadi titik terjadinya peningkatan waktu paruh yang berat ( nyata ) dengan pengurangan lebih lanjut dari fungsi ginjal. Dialisis biasanya hanya dapat mengembalikan sebagian kecil kapasitas exresi dari ginjal yang sehat.

Agent Induksi :

Efek obat induksi diakhiri oleh redistribusi. Seluruh obat induksi me nyebabkan depresi myocard dan harus diberikan secara hati-hati pada pasien dengan penyakit jantung.

Muscle Relaxant :

Scholin harus dihindari pada pasien dengan hyperkalemia ( K+ > 5,5 mmol/Lit ). Beberapa relaxant non-depol eliminasinya dipengaruhi oleh fungsi ginjal. Relaxant terpilih adalah Atracurium karena mengalami degradasi Hoffman secara spontan pada suhu tubuh normal.

Veccuronium dan Mivacurium aman digunakan pada gangguan ginjal karena di exresi melalui ginjal dalam prosentase kecil.

Gallamin harus dihindari dan Pancuronium, alcuronium, Pipecuronium, Curare dan Dexecuronium dapat digunakan secara hati-hati.

Potensiasi dari NMBA dapat terjadi bila adanya asidosis metabolic, hipokalemia, hypermagnesimea atau hypocalsemia dan pada terapi dengan Aminoglicosida. Monitor neuromuscular block kalau mungkin.

Opioid :

Morphine di metabolisme oleh hepar menjadi Morphine-6-glucoronide yang mempunyai efek sedasi dari morphine dengan pemanjangan waktu paruh yang nyata.

Pethidine sebagian di metabolisme menjadi Normeperidine yang mana efek analgesinya berkurang ( rendah ) dan mempunyai efek excitatory dan konvulsi yang nyata. Kedua metabolit ini dapat berakumulasi pada pasien dengan gagal ginjal setelah pemberian dosis berulang atau pemberian melalui infus. Penggunaan secara standart intra operative biasanya tidak menyebabkan masalah. Kalau tersedia morphine lebih baik daripada pethidine.

Fentanyl dan Alfentanyl dapat diguna kan secara normal.

Benzodiazepin dapat digunakan pada gagal ginjal.

Agent Inhalasi :

Penurunan eliminasi Ion Fluoride yang merupakan metabolit dari Enflurane, Sevoflurane dan metoxiflurane yang mana dapat memperburuk fungsi ginjal, oleh karena itu obat inhalasi ini harus di hindari kecuali digunakan dalam flow rendah.

NSAID :

Harus dihindari, karena semuanya dapat menyebabkan penurunan renal blood flow dan dapat menyebabkan gagal ginjal komplete.

PERLAKUAN ANESTESI :

Premedikasi :

Sedatif oral seperti Diazepam atau Temazepam dapat digunakan. H2 antagonist atau Antacida non-particulate ( Misal : Sodium Sitrat ) dapat diberikan bila reflux oesofagus merupakan suatu masalah.

Anestesia :

Akses IV mungkin sulit. Bila selanjutnya di rencanakan hemodialisis, penting untuk menjaga AV fistula dan site fistula peritoneal. Vena forearm dan antecubiti bila mungkin harus dihindari pada pasien ini. Monitoring ketat harus dilakukan selama induksi, dengan perhatian khusus pada ECG dan tekanan darah. Pasien harus di oksigenasi dengan baik dan hemodinamik harus stabil. Hypovolemia dan hypotensi akan memperburuk fungsi ginjal, oleh karena itu blood loss dan fluid loss harus diganti secara cermat. Jika mungkin sedatif short acting dapat digunakan. Bila dilakukan Spinal atau Epidural

anesthesia, preload cairan harus minimum dan untuk mempertahankan tekanan darah digunakan vasokonstriktor. Sebaliknya overload cairan post-op dapat mengharuskan untuk dialisa.

Post- Operatif :

Keseimbangan cairan post-op harus dilakukan dengan cepat dan sangat teliti untuk mengurangi muntah dan kehilangan cairan yang lain. Beberapa pasien memerlukan tindakan hemodialisis untuk overload cairan post-op, tetapi keadaan ini harus ditunda kalau mungkin seperti pasien harus di heparinisasi. Beberapa pasien mengantuk dengan analgetik dosis rendah. Oksigen ( 2 3 lpm NP atau 3 4 lpm masker ) harus diberikan selama 48 jam setelah operasi abdominal mayor atau operasi thorax dan 24 jam setelah operasi sedang.

PENCEGAHAN GAGAL GINJAL AKUT :

Pasien sehat mempunyai kecenderungan untuk terjadinya Necrosis Tubular Acute pada perdarahan massive, multiple trauma, sepsis, luka bakar luas, crush injury, khususnya bila pasien telah mengalami gangguan ginjal derajat tertentu. Gagal ginjal di diagnosa bila produksi urine menetap < 0,5 cc/kgBB/jam atau adanya kenaikan serum kreatinine. Mempertahankan keadaan Normovolemia dan tekanan perfusi renal yang adequate merupakan dua factor penting dalam pencegahan gagal ginjal akut. Problem klinis penyerta yang lain harus di kontrol dan di terapi sebisa mungkin dan kalau

diperlukan pasang CVP untuk hidrasi yang adequate. Produksi urine harus di ukur tiap jam dan dipertahankan diatas 1 cc/kgBB/jam.

Hanya setelah pasien diresusitasi secara baik dengan cairan, obat-obat vasoactive dapat diberikan untuk mempertahankan MAP pasien ( keadaan ini tergantung pada tekanan darah pasien saat pre-op ).

Bila pasien menjadi oliguri ( urine output < 0,5 cc/kg/jam ) meskipun hidrasi telah adequate dan tekanan darah normal, furosemide dapat diberikan > 240 mg/IV dalam 1 jam. Bila urine tetap ( - ), pemberian furosemide lanjutan kurang bermanfaat.

Dopamin dan Manitol, keduanya meningkatkan urine output, tetapi juga menaikkan oksigen demand dari ginjal, maka furosemide lebih disukai. Dopamine dosis rendah tidak menunjukkan efek protektif pada ginjal.

Semua obat-obat nefrotoksik harus di hindari bila mungkin, termasuk NSAID dan ACE-Inhibitor. Bila aminoglicosida sangat diperlukan, level dalam serum harus dimonitor.

Elektrolit termasuk Potassium, Sodium dan Bicarbonat harus diukur paling sedikit satu kali perhari selama periode post-op. Intake kalori yang adequate adalah penting dan harus dijaga sebaik mungkin saat post-op.

ASSESSMENT PRE-OP PADA Px. DGN GGK :

Keseimbangan cairan.

Status Asam-Basa dan biokimia.

Penyakit yang berhubungan dengan GGK.

Medikasi yang berhubungan dengan GGK.

Regimen dialysis

Kelainan hematologik dan biokimia yang sering pada pasien GGK :

Hyper atau hypokalemia.

Hyper atau hyponatremia

Hyperposphatemia.

Hypocalsemia.

Asidosis Metabolik.

Anemia normochromic normocytic.

TERAPI OLIGURIA AKUT :

Kontrol penyebab penyerta bila diketahui.

Pastikan pasien di hidrasi dengan baik k/p dengan monitoring infasif.

Pastikan TD normal atau di atas normal.

Setelah resusitasi cairan, coba furosemide 240 mg dalam 1 jam.

Hindari semua obat nefrotoksik yang tidak diperlukan.

Sesuaikan dosis obat yang di eksresi malalui ginjal.

Ukur Sodium, Potassium, Bicarbonat, dan BUN/SC dua kali perhari.

Berikan Nutrisi rendah Kalium sebisa mungkin.

GANGGUAN FUNGSI GINJAL :

Etiologi dan patofisiologi :

Gangguan fungsi ginjal dapat dibagi menjadi ARF, CRF dan Akut Superimposed CRF. Bila total GFR 35 50 % dari normal, keseluruhan fungsi ginjal cukup untuk membuat pasien tidak mempunyai gejala. BUN dan SC bisa normal atau sedikit meningkat. Hubungan antara Creatinine Clearance ( Pengganti GFR ) dan SC adalah non-linier :

Creatinine clearance ( ml/menit ) =

( 140 umur ) x BB ( kg )

72 x SC

Perubahan kecil dari serum creatinine dapat mewakili gangguan fungsi ginjal yang signifikan. Keadaan ini merupakan alasan mengapa serum creatinine tidak adequate untuk menilai fungsi ginjal. Bila GFR 20 35 % dari normal, azotemia dapat terjadi, dan dapat dijumpai gejala awal dari insufisiensi ginjal. Dengan kehilangan lanjutan dari jumlah nefron ( GFR < 20 % dari normal ) akan terjadi gejala gagal ginjal yang jelas.

GAGAL GINJAL AKUT :

GGA ditandai dengan turunnya GFR dengan cepat, retensi produk sisa nitrogen, gangguan elektrolit, gangguan asam-basa, hemostasis dan gangguan volume ECF.

Causa :

PRE-RENAL ( 50 % ) :

Hypovolemia.

Congestive Heart Failure.

RENAL ( 40 % ) :

ATN ( efek sekunder dari ischemia )

Toxin ( Aminoglicosida dan agent radiocontrast )

Nefritis

Hemepigment.

POST-RENAL ( 5 % ) :

Benign Prostate Hyperthropy

Ca Prostate atau Cervix.

Neurogenic Blader.

CHRONIC RENAL FAILURE.

Kerusakan nefron yang progressif dan irrefersible akhirnya akan menyebabkan CRF. Nefron yang normal akan mengkompensasi kehilangan nefron dengan perubahan pada struktur dan fungsi ( hyperthropy ).

Causa :

Diabetes Mellitus

Hypertensive nefrosclerosis

Chronic Glomerulonefritis

Analgesic Nefropathy.

Polycystic kidney.

TEST DIAGNOSTIC :

Pasien dengan gangguan funsi ginjal yang akan di anestesi diperlukan pemeriksaan :

ECG : untuk melihat adanya ischemic, LVH, K+ (.

Hematocrit.

Serum elektrolit.

BUN/SC : untuk indikasi dialisa.

APTT/PTT : diperiksa bila ada riwayat perdarahan.

Thrombosite.

Foto thorax : untuk melihat adanya cardiomgali, pericardial effusion, CHF, dan edema paru.

Urinalisis.

Albumin.

TIPS ANESTESIA PD Px. DENGAN RENAL INSUFISIENSI :

1. Turunkan dosis obat Induksi.

2. Turunkan dosis Benzodiazepin.

3. Hindari Pethidine.

4. Efek Morphine cenderung prolong.

5. Scholin aman bila K+ < 5,5 mEq / Lit.

6. Atracurium merupakan nondepol terpilih.

7. Efek anticholinesterase bisa prolong.

8. Penggunaan Sevoflurane, Isoflurane dalam dosis rendah masih controversial.