Anastesi Lokal

download Anastesi Lokal

of 16

Transcript of Anastesi Lokal

BAB 10 ANESTESI LOKALAlisa C. ThorneGrabb and Smith s Plastic Surgery, fifth edition. edited by S. J. Aston, R. w. Beasley, and C. H. M. Thome Lippicott-Raven Publishers, Philadelphia 1997

Penggunaan anestesi lokal pada klinik meliputi golongan aminoamida dan amino ester. Penggunaannya bisa dengan topikal dan injeksi subkutan atau injeksi pada daerah tertentu atau saraf perifer besar.

MEKANISME KERJAAnestesi lokal bekerja dengan membloke konduksi saraf. Obat anestesi akan berdifusi secara pasif melalui membran sel pada kondisi non ionik dan membloke kanal natrium dalam neuron. Dengan dihambatnya konduksi sodium, maka ambang batas potensial tidak tercapai dan potensial aksi tidak dihasilkan.

FARMAKOLOGIAgen/obat anestesi lokal terdiri dari gugus aromatik dan gugus amin dan keduanya dipisahkan oleh rantai intermediate. Rantai intermedia bisa berisi gugus amid atau gugus ester sehingga memungkinkan obat anestesi bisa diklasifikasikan menjadi dua yaitu golongan aminoamid atau amino ester. Golongan amino ester yang sering digunakan adalah prokain, cloroprokain, tetracain dan cocain. Golongan amino amide yang sering digunakan adalah lidokain, mepivakain, prilokain, bupivacain dan etidokain. Perbedaan metabolisme dan dan kestabilanya dalam larutan dan perbedaan alergenitasnya berhubungan dengan adannya rantai ester atau

amide tersebut. Ester mengalam hirolisis didalam plasma oleh pseudocholinesterase, sementara amide dimetabolisme didalam liver. Ester tidak stabil didalam larutan dan lebih sering menyebabkan reaksi alergi dibandingkan dengan amide yang stabil dalam larutan. Reaksi alergi terhadap lidokain sangat jarang sekali. Kecepatan metabolisme agent anastesi lokal berhubungan dengan jumlah atom karbon tambahan pada sisi molekul aromatik atau amine. Potensi dan toksisitasnya ditentukan oleh struktur aromatik dan amine.

PROFIL ANASTESIProfil dari setiap obat anastesi lokal berhubungan dengan kelarutannya didalam lemak,

ikatanya dengan protein, pKa, dan efek vasodilatasinya. Potensi anastesinya ditentukan utamanya oleh derajat kelarutannya didalam lemak. Molekul obat anastesi harus menembus membran sel saraf untuk bisa memberikan efek. Pada

percobaan invitro, hanya hidrophobisitaslah yang mementukan potensi anastesi dari obat anastesi. Pada praktek klinik, banyak faktor yag menentukan potensinya, misalnya aktivitas vasodilatornya dan penyebarannya ke berbagai jaringan tubuh. Kecepatan onset utamanya ditentukan oleh pKa, tetapi dosis dan konsentrasi obat juga

mempengaruhi. Pada percobaan invitro membuktikan adanya hubungan antar pKa dari obat anastesi dengan onset anastesinya. Lidokain yang mempunyai pKa 7,4 onsetnya lebih cepat dibandingkan tetracain yang mempunyai pKa 8,6. Pada praktek klinik, durasi/lama kerja dari obat anstesi lokal, utamanya ditentukan oleh efek vasodilatasinya. Keduali cocain, semua agent anastesi lokal mempunyai efek vasodilatas dalam berbagai derajat. Semakin besar efek vasodilatasinya semakin banyak obat yang diserap oleh sistem sirkulasi sstemik sehingga hanya menyisakan sedikit obat yang bekerja dengan menembus dinding sel saraf.

Sebagai kesimpulan obat yang mempunuai potensi rendah dan durasi yang pendek adalah prokain dan chloroprokain, yang mempunyai potensi dan durasi sedang adalah

lidokain,mepivakain, dan prilokain, sedangkan yang mempunyai potensi besar dan durasi panjang adalah tetracain, bupivakain, dan etidokain. Faktor lain juga menetukan aktivitas obat lokal anastesi, Dosis total mungkin merupakan faktor tunggal yang menentukan kenyamanan penggunaan obat anastesi lokal. Juga disebutkan sebelumnya bahwa semakin besar dosis, semakin cepatnya onsetnya. Penambahan vasokonstriktor adalah faktor lain yang menetukan kemampuan obat anastesi. Penambahan epinefrin terbukti bisa memperpanjang durasi kerja dari semua obat anastesi lokal ketika digunakan secara infiltrasi atau blok. Dengan mengurangi kecepatan absorbsi vaskuler, vasokonstriktor menyebebkan tingginya konsentrasi obat anastesi lokal untuk bisa bekerja pada sel saraf. Anatomi tempat injeksi juga mempunyai peran dalam menentukan aktivitas obat anastesi lokal. Injeksi sukutan memungkinkan onset yang cepat tetapi durasinya menjadi pendek, sementara injeksi blok pleksus brakhialis menunjukan durasi yang panjang tetapi onsetnya lambat.

BLOK SARAF PERIFERAda 2 pembagian tipe blok saraf perifer,yaitu mayor dan minor. Blok pada 1 saraf misalnya blok nervus radialis disebut sebagai blok saraf minor sedangkan blok pada 2 atau lebih saraf atau pleksus disebut sebagai blok saraf mayor. Berbagai jenis obat anestesi dapat digunakan untuk blok saraf minor. Pemilihan obat biasanya berdasarkan lama kerjanya atau durasi dari efek anestesi yang dibutuhkan. Durasi atau lama kerja dari blok saraf minor dapat diperpanjang dengan menambahkan epinefrin pada larutan obat anestesi lokal. Blok saraf mayor yang paling banyak dilakukan adalah blok saraf pada pleksus Brachialis atau blok axillaris. Berbagai jenis obat anestesi yang digunakan untuk blok minor akan memberikan onset yang cepat. Perbedaan onset terjadi pada berbagai macam obat anestesi lokal yang digunakan untuk blok saraf mayor. Epinefrin secara umum akan memperpanjang durasi pada blok pleksus Brachialis. Obat anestesi yang long acting tidak memperlihatkan adanya perpanjangan dari durasinya ketika ditambah

dengan epinefrin sebagaimana yang terjadi pada obat anestesi yang short acting. Tabel 1 dan 2 memperlihatkan dosis maksimal, onset dan durasi dari efek anestesi lokal yang sering digunakan untuk blok saraf mayor dan minor.

ANASTESI TOPIKALBeberapa tahun terakhir telah dikembangkan suatu formula topikal dari obat anestesi lokal yang digunakan untuk anestesi kulit. Eutectic Mixture of Local Anastetics (EMLA) adalah kombinasi 25 mg lidokain dan 50 mg prilocain. Kombinasi ini tersedia dalam bentuk krim emulsi oil in water. EMLA telah terbukti dapat mengurangi nyeri yang disebabkan oleh suntikan intravena dan memberikan efek analgetik yang kuat pada saat pengambilan kulit donor untuk STSG. EMLA harus dioleskan pada kulit dan ditutup dengan bandage ketat selama 45 sampai 60 menit sebelum tindakan dilakukan untuk memberikan efek anestesi yang kuat.

Ada beberapa sediaan anastesi lokal yang dapat memberikan efek anastesi singkat jika digunakan pada mukosa atau pada kulit yang mengalami abrasi. Preparat yang sering digunakan adalah lidokain, dibucain, tetracain, dan benzocaine.

INFILTRASI PADA LOKAL ANASTESIMetode anastesi lokal pada klinik kecil paling sering digunakan adalah infiltrasi. Obat disuntikan pada daerah operasi tanpa melakukan blok pada saraf tertentu. Semua obat anastesi lokal dapat digunakan secara infiltrasi kecuali cocain. Suntikan bisa intradermal atau subkutan atau keduanya. Durasi dari setiap jenis obat berbeda-beda dan penambahan epinefrin akan memperlama efek anastesinya. Pengenceran direkomendasikan pada pemakaian dengan area yang luas untuk menghindari efek toksik. Infiltrasi dapat menyebabkan rasa nyeri dan parasaan terbakar. Suntikan intradermal memberikan rasa nyeri yang lebih tetapi onsetnya menjadi cepat. Penambahan sodium bikarbonat dapat mengurangi nyeri karena infiltrasi. Tabel 3 memperlihatkan dosis maksimal dan durasi dari obat lokal anastesi ketika digunakan secara infiltrasi. Setiap obat akan memperlihatkan onset yang cepat jika diberikan dengan dosis maksimal. Teknik tumescent akhir akhir ini telah diperkenalkan dan menutup kekhawatiran berkaitan dengan dosis maksimal yang digunakan. Teknik ini dilakukan dengan menyuntikkan lidokain yang diencerkan (0,1% atau 0,05%) dalam jumlah banyak kedalam jaringan subkutan. Teknik ini juga menggunakan epinefrin dengan konsentrasi 1:1.000.000. Teknik ini awalnya digunakan pada prosedur liposuction. Teknik ini dikatakan dapat memberikan efek anastesi yang komplet meskipun tanpa general anastesi, sedasi IV atau anastesi narkose.

TOKSISITAS LOKAL ANASTESIUntuk mencegah terjadinya efek toksik, obat anastesi lokal harus diberikan dalam rentang dosis aman dan disuntikan pada daerah anatomi yang benar. Toksisitas yang terjadi pada anastesi lokal sebagian besar disebabkan karena injeksi intravaskuler atau karena dosis yang berlebihan. Harus selalu diusahakan untuk menghindari injeksi intravaskuler. Selalu lakukan aspiasi setiap akan memasukkan obat dimanapun kita menyuntik. Lakukan aspirasi ulang setelah memasukan 2-3 ml obat, jiak terlihat darah pada spuit, maka jarum harus direposisi. Vasokonstriktor seperti epinefrin, jika ditambahkan dalam obat anstesi lokal dengan konsentrasi 5g/l (1:200.000), akan menunda absorbsi obat. Epinefrin sangat bermanfaat jika anastesi lokal dilakukan pada daerah yang kaya vaskularisasi, seperti pada wajah. Lebih baik menghindari pemakaian pada daerah end arteri seperti pada jari, penis, dan jepol karena bahaya terjadinya nekrosis iskemia. Jika akan menggunakan anatesi lokal dalam jumlah banyak, pemberian bensodiazepim sebelum dilakukan tindakan berguna untuk mencegah efek toksik. Diazepam terbukti meningkatkan ambang kejang akibat lidokain sampai dua kali lipat. Toksisitas obat anastesi lokal dapat mempengaruhi sistem saraf pusat (CNS) dan sistem cardiovaskuler (CV). Toksisitas pada CNS bisa terjadi pada pemberian dengan dosis yang kecil dibandingkan pada CV.

Obat lokal anastesi dengan mudah bisa menembus barier/ sawar otak. Efek awal adalah terjadinya depresi pada cortical inhibitor pathways, sehingga sistem eksitatory menjadi tanpa hambatan. Gejala awal dari toksisitas pada CNS meliputi nyeri kepala, restlessness, tinitus dan gangguan audiovisual lainnya, slurred speech, tremor, pengecapan rasa logam pada lidah, dan rasa baal pada bibir dan lidah. Toksisitas pada sistem kardivaskuler disebabkan karena efek depresi miokard. Depresi terjadi pada sistem pembuluh darah otot polos dan pada sistem konduksi jantung, tetapi efek ini jarang terjadi pada praktek klinik. Cardiac stimulation lebih sering terjadi sebagai efek toksis obat anastesi lokal. Hal ini terjadi karena stimulasi dari CNS. Toksisitas pada CV akan menampakkan gejala nenurunnya tekanan darah dan meningkat atau menurunnya denyut jantung, fibrilasi ventrikel atau cardiac arrest. Kesalahan injeksi bupivacain atau etidocain diketahui akan memberikan efek toksis yang berat pada jantung yang seringkali sulit untuk ditangani dengan usaha resusitasi. Hal ini terjadi karena ikatan obat ini pada jaringannya sangat kuat. Wanita hamil dikatakan lebih mudah mengalami toksisitas bupivacain dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil.

PENATALAKSANAAN TOKSISITAS ANASTESI LOKALPada pasien yang mengalami kejang karena efek toksis anastesi lokal, pemberian oksigen dengan ambu bag dan face mask mengunakan oksigen 100% sangat penting sebagai langkah awal. Kondisi hiperkarbi akan semakin memperburuk sistem saraf pusat. Jika lambung pasien penuh maka penggunaan endotrakeal tube sangat diperlukan untuk mencegah aspirasi. Hiperventilasi dengan O2 mungkin bisa menghentikan kejang, tetapi jika tidak bisa maka pemberian diazepam 0,1 mg/kgBB atau thiopental 2mg/kgBB intravena biasanya efektif. Pada pasien yang mengalami hipotensi sebagai akibat efek toksik dari obat anastesi lokal maka penangananya meliputi resusitasi cairan, vasokonstriktor perifer (phenilefrin) dan diposisikan tredelenburg. Agen initropik seperti dopamin mungkin juga dibutuhkan. Pasien yang mengalami aritmia biasanya tidak respon baik terhadap terapi. Jika aritmia mengakibatkan gangguan

cardiak output atau jika cardiac arrest terjadi, maka pasien biasanya memerlukan resusitasi yang lama sampai kadar obat dalam darah berkurang.

COCAINECocaine memiliki sifat khusus dibandingkan obat anastesi lokal lainnya karena dia selain memiliki efek anastesi juga memiliki efek vasokonstriksi. Cocain adalah cristal yang larut dalam air (pKa 8,6) sehingga dapat langsung terseram dalam membrane mukosa. Cocain akan terhidrolisis didalam plasma oleh pseudocholinesterase. Sebagian kecil akan dimetabolisme didalam liver. Seperti obat anstesi lokal lainnya, mekanisme kerja cocain juga dengan cara menghambat konduksi saraf dengan memblokade kanal natrium, dimana hal ini akan mengakibatkan potensial aksi gagal dihasilkan. Cocain adalah satu satunya obat anastesi lokal yang mempunyai efek simpatomimetik. Cocain akan membloke reuptake dari norephinefrin dan epinefrin pada sistem saraf pusat maupun sistemik. Cocain mengakibatkan berbagai efek pada sistem saraf sentral, menimbulkan efek pada tingkah laku seperti euforia. Batas ambang kejang pada awalnya akan meningkat, tetapi akan menurun seiring meningkatnya dosis sehingga kejang bisa terjadi. Efek adrenergik dari cocain berperan dalam meningkatnya denyut jantung, hipertensi, midriasis, tremor dan overhidrosis terutama jka terjadi overdosis. Cocain paling sering digunakan untuk anastesi topikal. Dokter bedah plastik mengambil keuntungan dari pemakaian cocain karena efek hemostasisnya. Penambahan epinefrin akan meningkatkan efek vasokonstriksi dan hemostasisnya, tetapi kombinasi ini masih belum dipercaya sepenuhnya keamananya. Ketika dicampur dengan cocain dan dipakai secara topikal, epinefrin dapat menyebabkan aritmia. Penambahan epinefri juga akan menghambat penyerapan dari cocain. Tidak jelas apakah penambahan epinefrin pada sediaan cocain topikal akan semakin meningkatkan efeknya. Penelitian tidak membuktikan adanya keuntungan yang konsisten pada penambahan epinefrin baik pada cocain 10% atau pada konsentrasi yang lebih rendah.

General anastesi dan cocain topikal biasanya digunakan secara bersamaan, banyak penelitian dan laporan kasus yang melaporkan rumitnya interaksi obat yang terjadi. Ada suatu kesepakatan bahwa, pada penelitian didapatkan aritmia pada pasien yang mendapatkan cocain topikal dan anastesi general jika pasien gelisah atau tidak di premedikasi, juga pada pemberian cocain sebelum induksi atau segera setelah induksi sebelum tercapai anastesi dalam. Pada pemberian cocain setelah induksi dan setelah tercapai anastesi dalam, tidak ada pasien yang mengalami aritmia. Ketamin juga dipercaya meningkatkan efek aritmogenik dari cocain. Sebagai tambahan, pada pasien yang mendapatkan monoamine oxidase (MAO) inhibitor juga memiliki potensi mengalami interaksi obat yang berbahaya jika mendapatkan cocain, sehingga penggunaan cocain topikal harus dihindari kecuali pasien sudah menghentikan menggunaan MAO inhibitor selama dua minggu sebelum operasi. Karena efek simpatomimetiknya, penggunaan cocain seharusnya dihindari pada pasien dengan hipertensi. Efek cocain pada setiap orang ternyata juga berbeda beda. Pada beberapa pasien fibrilasi ventrikel dan cardiac arrest sudah terjadi pada pemberian dosis kurang atau samadengan 0,4 mg/kgBB. Dosis maksimal yang masih aman dipakai untuk pemberian nasal dengan cocain 4% adalah 1,5mg/kgBB. Setiap tetes cocain 4% kira kira berisi 3mg cocain.

BLOK SARAF PADA TANGANwww.arapmi.org/maraa-book

PENDAHULUANBlok saraf pada ekstremitas superior dapat dilakukan dengan cara melakukan blok pada plexus brachialis (C5-T1) melalui blok supraclavikula, infraclavikula, atau axillaris. Akan tetapi terkadang diperlukan anastesi tambahan pada saraf tertentu untuk meningkatkan efek anastesinya. Terkadang juga diperlukan injeksi pada saraf tertentu pada bagian distal karena daerah proksimalnya tidak memungkinkan, misalnya karena adanya infeksi atau luka. Adanya gangguan koagulasi juga menyebabkan blok pada daerah proksimal menjadi mengkhawatirkan karena dekatnya struktur saraf dengan pembuluh darah besar. Teknik blok pada saraf perifer juga berguna pada tindakan bedah minor seperti eksplorasi luka atau perbaikan laserasi kecil.

ANATOMITiga saraf perifer pada ekstremitas atas (radialis, ulnaris, medianus) bisa diblok pada daerah sendi siku. Karena letaknya pada sulkus ulnaris, nervus ulnaris menjadi mudah untuk diidentifikasi. Sulkus ulnaris teraba diantara epicondylus medial humerus dengan prosesus olekrani. Blok ulnaris didaerah ini akan memberikan efek anastesi pada tangan sisi medial yang meliputi jari kelima dan sisi medial jari ke empat. Arteri brachialis adalah landmark untuk nervus medianus didaerah siku. Nervus medianus terletak tepat di sisi medial dari arteri. Blok pada nervus ini akan menyebabkan anastesia pada permukaan anterolateral tangan, termasuk jempol sampai jari tengah. Nervus radialis terletak diantara muskulus brachialis dan brachioradialis, 1-2 cm lateral tendo m. biceps. Dengan menggunakan tendo m. biceps sebagai landmark, blok dapat dilakukan dengan menggunakan paresthesia, stimulator atau ultrasound-based techniques. Blok pada daerah ini akan memberi efek anastesi di daerah dorsolateral tangan (jempol, jari telunjuk, jari tengah dan setengah lateral jari manis sampai distal interphalang joint).

Blok pada ekstremitas atas yang lebih distal lagi bisa dilakukan di daerah pergelangan tangan. Nervus medianus terletak diantara tendo m. palmaris longus dan m. flexor carpi ulnaris. Nervus ulnaris terletak tepat di sisi lateral tendo m. flexor carpi ulnaris dan tepat di medial arteri ulnaris. Perlu deketahui bahwa n. radialis di daerah pergelangan sudah mengalami percabangan sehingga memerlukan field block pada daerah radier pergelangan.

PROSEDURLandmark. Landmark pada daerah siku terdiri dari sulkus ulnaris, condylus lateral dan medial humeri, pulsasi arteri brachialis dan tendo m. biceps. Pada daerah pergelangan tangan, landmark terdiri atas tendo m. flexor palmaris longus, flexor carpi ulnaris, anatomic snuffbox, dan proc stiloideus ulna.

Pada daerah siku N. radialis. Identifikasi tendo m. biceps, tusukan jarum pada sisi lateral tendo dan diatas antecubital crease (garis yang memisahkan sisi medial dan lateral epocondylus). Nervus terletak didalam sulkus diantara tendo dan m. brachioradialis. suntikan 5-7 ml obat anastesi lokal. N. Medianus Tusuk jarum pada fossa antecubiti, tepat di medial pulsasi a. brachialis, biasanya sedalam 1-2 cm, suntikan 5-7 ml obat. N. ulnaris Dengan posisi fleksi pada sendi siku, tusuk jarum pada sulkus ulnaris1-3 cm proximal epicondylus medial. Jaga jangan sampai terlalu banyak obat disuntikan atau menyuntik intra neural. Batas injeksi 4-5 ml.

Pada daerah pergelangan tangan N. Medianus Identifikasi tendo m. flexor palmaris longus dan flexor carpi radialis dengan memflexikan pergelangan. Suntikan diantara tendo, 2 cm proximal wrist flexor crease, sampai posterior dari fasia profunda. Masukan 3-5 ml sambil menarik spuit. N. Ulnaris banyak literatur mengatakan bahwa landmark n. ulnaris adalah pulsasi a. ulnaris pada pergelangan, akan tetapi pulsasi a. ulnaris terkadamg sulit teridentifikasi pada banyak pasien.

Cara praktis adalah menyuntikan tepat proksimal dari prosesus stloideus ulna. Aspirasi dahulu sebelum memasukan obat untuk memastikan tidak masuk a. ulnaris. suntikan 3-5ml.