Analisis Turunan Antibiotik
Transcript of Analisis Turunan Antibiotik
Analisis Turunan Antibiotik
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang
Dalam bidang farmasi khususnya kimia atau analisis farmasi sering dilakukan
analisis sediaan farmasi, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif
seperti identifikasi organoleptik, sedangkan analisa kuantitatif digunakan untuk
menentukan kadar suatu senyawa.
Pada percobaan ini akan dilakukan analisis senyawa turunan antibiotik yakni
amoxicillin yang selanjutnya akan ditentukan kadarnya dengan menggunakan
metode iodometri.
Iodometri merupakan suatu metode penentuan kadar berdasarkan reaksi
oksidasi reduksi yang dilakukan dengan titrasi tidak langsung yakni bahan pereduksi
dioksidasi dengan larutan baku dalam jumlah berlebih dan kelebihannya dititrasi
dengan larutan baku natrium tiosulfat.
Analisis senyawa amoxicillin ini dianggap penting khususnya bagi mahasiswa
farmasi karena sebagaimana diketahui senyawa turunan antibiotik diketahui memiliki
beberapa aktivitas farmakologis diantaranya menghambat sintesis peptidoglikan
atau proses penting dalam kehidupan suatu mikroorganisme. Meskipun ada efek
samping seperti reaksi hipersensitivitas dan menimbulkan resistensi, tetapi itulah
pentingnya dilakukan analisis untuk melihat bagaimana kualitas mutu dari sediaan
yang dibuat. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya percobaan ini.
I.2. Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1. Maksud percobaan
Dapat mengetahui dan memahami cara analisis secara kuantitatif senyawa
golongan antibiotik.
I.2.2. Tujuan percobaan
Dapat mengetahui dan memahami cara analisis kuantitatif senyawa amoxicillin
dengan menggunakan metode iodometri.
I.3. Prinsip percobaan
Analisis senyawa amoxicillin dengan menggunakan metode iodometri dimana
amoxicillin ditambahkan larutan basa dan didiamkan, kemudian ditambahkan asam
dan I2. Kemudian dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat dengan penambahan
indikator kanji.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Teori umum
Antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme
(khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan secara sintetik yang dapat
membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain sedangkan
Antimikroba adalah obat yang digunakan untuk memberantas infeksi mikroba pada
manusia. Antibiotika merupakan segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik,
yamg mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses suatu proses
biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri.
Penggunaan antibiotika khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi,
meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat
seleksi terhadap mutan atau transporman. Antibiotika bekerja seperti pestisida
dengan menekan atau memutuskan satu mata rantai metabolisme, hanya saja
targetnya adalah bakteri. Antibiotika berbeda dengan desinfektan karena cara
kerjanya. Desinfektan membunuh kuman dengan menciptakan lingkungan yang
tidak wajar bagi kuman untuk hidup (1).
Antibiotika tidak efektif menangani infeksi akibat virus, jamur, atau
nonbakteri lainnya, dan setiap antibiotika sangat beragam keefektifannya dalam
melawan berbagai jenis bakteri. Ada antibiotika yang membidik bakteri gram
negative atau gram positif, ada pula yang spektrumnya lebih luas. Keefektifannya
juga bergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi
tersebut (2).
Ada banyak cara untuk menggolongkan antibiotik, salah satunya
berdasarkan struktur kimianya. Berdasarkan struktur kimianya, antibitik
dikelompokkan sebagai berikut (3):
1. Golongan Aminoglikosida
Diantaranya adalah amikasin, gentamisin, kanakmisin, neomisin, paromisin,
sisomisin, streptomisin, dan tobramisin.
2. Golongan Beta-Laktam
Diantaranya golongan karbapenem(ertapenem, imipenem, meropenem), golongan
sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan
beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin).
Salah satu contoh dari golongan beta-laktam ini adalah golongan sefalosporin dan
golongan sefalosporin ini ada hingga generasi ketiga dan seftriakson merupakan
generasi ketika dari golongan sefalosporin.
- Seftriakson
Obat ini umumnya aktif terhadap kuman gram-positif, tetapi kurang aktif
dibandingkan dengan sefalosporin generasi pertama. Untuk meningitis obat ini
diberikan dua kali sehari sedangkan untuk infeksi lain umumnya cukup satu kali
dalam sehari.
Dosis lazim obat ini ialah 1-2 g/hari IM atau IV dalam dosis tunggal atau dibagi
dalam 2 dosis. Seftriakson tersedia dalam bentuk bubuk obat suntik 0.25 ; 0.5 ; dan
1 g. apabila obat ini diberikan sebanyak 250mg akan sangat ampuh dan tanpa
komplikasi oleh karena itu menjadi pilihan utama untuk uretritis oleh gonokokus.
3. Golongan Glikopeptida
Diantaranya vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin.
4. Kloramfenikol contohnya tiamfenikol
5. Quinolon ontohnya asam nalidiksat, fluroquinolon
Berdasarkan sifat (daya hancurnya) antibiotik dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif terhadap
bakteri.
2. Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja menghambat
pertumbuhan atau multiplikasi bakteri.
Amoxicillin adalah antibiotik dalam kelompok obat penisilin. Memerangi
bakteri dalam tubuh. amoxicillin digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi
yang disebabkan oleh bakteri seperti inveksi telinga, infeksi kantong kemih,
pneumonia, gonoreae dan infeksi coli/salmonella. Amoxicillin juga kadang-kadang
digunakan bersama dengan yang lain. Plaritromisin disebut antibiotik (biaxin) untuk
mengobati bisul perut yang disebabkan oleh infeksi belicobacterphilory. Kombinasi
ini kadang-kadang digunakan dengan peredam asam lambung disebut tansopiazole
(prevacid) (4).
Analisis kimia farmasi kuantitatif biasanya dibagi menjadi beberapa analisis
berdasarkan metode dan teknik kerjanya (4):
1. Analisis gravimetri.
2. Analisis volumetri yang biasa desebut juga analisis titrimetri.
3. Analisis gasometri.
4. Analisis dengan metode fisika dan kimia.
Analisis titrimetri umumnya dapat dibagi dalam 4 bentuk, yaitu (5):
1. Reaksi netralisasi atau disebut asidimetri/alkalimetri
2. Reaksi pembentukan kompleks
3. Reaksi pengendapan
4. Reaksi oksidasi-reduksi.
Titrasi-titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dan
analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik
akhir, meskipun demikian penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya
dengan adanya kelebihan titran juga sering digunakan (6).
II.2. Uraian Bahan
1. Aquadest (7 : 96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling/aquades
RM/BM : H2O/18.02 g/mol
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : -
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai pelarut.
2. Natrium Tiosulfat (7 : 428)
Nama Resmi : NATRII THIOSULFAS
Nama Lain : Natrium Tiosulfat
RM/BM : Na2S2O3/248,17
Pemerian : Hablur besar tidak berwarna ; dalam udarah lembab meleleh basah; dalam hampa
udara pada suhu diatas 33 merapuh.
Kelarutan : Dalam 0,5 bagian air; praktis tidak larut dala etanol (95%)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : sebagai penitran
3. Natrium hidroksida (7 : 421)
Nama resmi : NATRII HIDROCIDUM
Nama lain : Natrium Hidroksida
RM/BM : NaOH/40
: bentuk batang massa hablur air keping- keping keping, keras dan rapuh dan
menunjukkan susunan hablur putih mudah meleleh basa sangat katalis dan korosif
segera menyerap karbondioksida.
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : sebagai pemberi suasana basa.
4. Asam Klorida (7 : 53)
Nama resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM
Nama lain : Asam Klorida
RM/BM : HCl / 36,46
Pemerian : cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika diencerkan dengan 2
bagian air, asaap dan bau hilang.
Kegunaan : sebagai pemberi suasana asam
5. I2 (7:316)
Nama resmi : IODUM
Nama lain : Iodium
RM/BM : I/126,91
Pemerian : keping atau butir, berat, mengkilat seperti logam;hitam kelabu; bau khas.
Kelarutan : larut dalam lebih kurang 300 bagian air, dalam 13 bagian etanol (95 %) P. dalam
lebih kurang 80 bagian gliserol P dan dalam lebih kurang 7 bagian karbondisulfida
P ; larut dalam kloroform P dan dalam karbontetraklorida P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai pereaksi.
6. Indikator kanji (7:93)
Nama resmi : AMILUM MANIHOT
Nama lain : Amilum/pati kentang
Pemerian : Serbuk halus, putih, tidak berbau.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai indikator.
7. Amoxicillin (8 : 95)
Nama resmi : AMOXICILLIN
Rumus molekul : C16H19N3O5S. 3H2O
Berat molekul : 419,45
Pemerian : Serbuk hablur putih, praktis tidak berbau.
Kelarutan : Sukar larut dalam air dan metanol, tidak larut dalam benzen, dalam karbon
tetraklorida dan dalam kloroform.
BAB III
METODE KERJA
III.1. Alat dan bahan
III.1.1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu botol semprot,
buret, erlenmeyer, gelas ukur, karet hisap, kertas perkamen, klem, pipet skala, pipet
ukur, statif, sendok tanduk, dan timbangan analitik.
III.1.2. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu aquades,
asam klorida 0,1 N, Indikator kanji 1%, I2 0,693 N, natrium hidroksida 0,1 N, Natrium
tiosulfat 0,1 N dan tablet amoxicillin.
III.2. Cara kerja
1. Tablet amoxicillin yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak dengan 68,82 mg yang
setara dengan 50 mg amoxicillin.
2. Dilarutkan dengan 100 ml aquades, kemudian disaring.
3. Larutan tersebut diambil 5 ml dan ditambahkan NaOH 0,1 N sebanyak 5 ml,
kemudian ditutup (±20 menit).
4. Ditambahkan HCl P sebanyak 1 ml dan I2 0,693 N sebanyak 10 ml.
5. Dititrasi sedikit dengan Na2S203 berlebih, kemudian ditambahkan indikator kanji,
kemudian dititrasi kembali hingga berubah warna.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1. Data pengamatan
Berat etiket tablet fenobarbital = 500 mg.
Bobot rata-rata tablet
Bobot yang setara dengan 50 mg
Volume titrasi = 7,15 ml.
Perubahan warna = Biru-bening
IV.2. Perhitungan
Kadar = (N . V I2 – N . V Na2S2O3) x Be sampel
= (0,693 N . 10 ml – 0,1N . 7,15 ml) x 85,8
= (6,93 – 0,715) x 85,8
= 6,215 x 85,8
= 533,247 mg.
Mg=V.N.Be sampel
= 7,15 . 0,1 . 85,8
= 61,347 mg
IV.3. Reaksi
Penentuan Kadar Amoksisilin
+ I2OnOHOH
CH2OHOHHOHOH
CH2OHOHH
Amylum
I IO
nOHOH
CH2OHOHHOHOH
CH2OHOHH
Biru
2+ Na2S2O3
Amoksisilin
+ H2S2O3
2 Na. Amoksisilin
I I+ Na2S2O3O
nOHOH
CH2OHOH
HOHOHCH2OHOHH
Biru
+ 2 NaI + H2S2O3OnOHOH
CH2OHOHHOHOHCH2OHOHH Bening
BAB V
PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan analisis secara kuantitatif dari senyawa
amoxicillin dengan dosis etiket 500 mg. Kemudian, bobot yang ditimbang untuk
analisis dari tablet amoxicillin yang telah dihaluskan yakni yang diperkirakan setara
dengan 50 mg amoxicillin dengan cara menimbang 5 tablet amoxicillin, kemudian
dihitung dengan cara 50 mg amoxicillin yang diinginkan dibagi dengan 5 tablet dikali
dosis etiket dalam tablet amoxicillin, kemudian dikalikan dengan bobot keseluruhan
5 tablet tadi dan dari percobaan didapatkan sebanyak 68,82 mg. Jadi, yang
ditimbang adalah 68,82 mg amoxicillin yang berarti setara dengan 50 mg amoxicillin.
Adapun larutan penitran yang digunakan adalah Na2S2O3 0,1 N. Cara
pembuatan dan pembakuan Na2S2O3 0,1 N adalah dibuat dengan cara menimbang
Na2S2O3 sesuai perhitungan dan volume larutan yang diinginkan dan dilarutkan serta
diadkan dengan aquades. Kemudian dibakukan dengan cara ditimbang seksama
±150 mg kalium iodat yang sudah dikeringkan pada suhu 1200C secara seksama,
dilarutkan dalam 25 ml air yang telah didihkan. Selanjutnya, ditambahkan 2 gram
kalium iodida yang bebas iodat dan 5 ml HCl P dalam erlenmeyer tertutup. Iodium
yang dibebaskan dititrasi dengan Na2S2O3 yang akan dibakukan sambil terus
dikocok. Bila larutan menjadi kuning pucat ditambah 100 ml air dan 3 ml larutan
kanji. Titrasi dilanjutkan sampai bening.
Amoxicillin dianalisis dengan menggunakan metode iodometri. Metode
iodometri merupakan metode yang melibatkan reaksi oksidasi reduksi yang
dilakukan secara tidak langsung. Pertama-tama, ditimbang amoxicillin sebanyak
68,82 mg yang setara dengan 50 mg amoxicillin, kemudian dilarutkan dalam 100 ml
aquades dan disaring. Setelah itu, diambil 5 ml dan ditambahkan NaOH 0,1 N
sebanyak 5 ml dan didiamkan selama 5 menit, setelah itu ditambahkan HCl P
sebanyak 1 ml dan ditambahkan I2 sebanyak 10 ml, setelah itu dititrasi dengan
sedikit Na2S2O3 0,1 N berlebih, lalu ditambahkan indikator kanji 1% 2-3 tetes dan
dititrasi kembali hingga berubah warna.
Volume titrasi yang dihasilkan hingga memberikan perubahan warna dari biru
hingga bening ialah 7,15 ml.
Tujuan penambahan NaOH 0,1 N adalah untuk memberikan suasana basa,
sebagaimana diketahui amoxicillin bersifat asam, dan didiamkan supaya melarut
atau bereaksi sempurna, kemudian ditambahkan HCl P dengan tujuan untuk
memberi suasana asam atau menetralkan kembali larutan tadi. Selanjutnya,
ditambahkan I2 dengan tujuan sebagai pereaksi artinya dalam metode ini yang
bereaksi ialah I2 dengan Na2S2O3 sebagai penitran.
Hasil yang diperoleh yaitu kadar dalam mg = 533,247 mg dan % kadar =
12,2%. Jadi, hasil ini tidak sesuai dengan literatur dimana menurut farmakope edisi
IV kadar amoxicillin yaitu tidak kurang dari 90,0%. Hal ini disebabkan oleh banyak
faktor kesalahan diantaranya NaOH hanya didiamkan selama 5 menit bukan 20
menit dan tidak ditutup, kemudian dalam percobaan tidak dititrasi dulu dengan
Na2S2O3 0,1 N berlebih, tetapi langsung ditambahkan indikator kanji.
BAB VI
PENUTUP
VI.1. Kesimpulan
Kadar amoxicillin yang diperoleh dari analisa kuantitatif menggunakan metode
iodometri adalah 533,247 mg atau % kadar yang diperoleh adalah 12,2%.
VI.2. Saran
-
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganiswara, Sulistia G. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Universitas Indonesia: Jakarta. 1995.
2. Anonim. http:/rgmaisyah.Scribd .com/Antibiotik/2013/04/18.
3. Priyanto. Farmakologi Dasar untuk Mahasiswa Farmasi dan Keperawatan. LESKONFI. Jakarta. 2010.
4. Anonim.http://www.kimiaitumenyenangkan.blogspot.com/2012/04/18/ujianti-mikroba-pada-antibiotik.html.
5. Wunas, J. Said,S. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. UNHAS : Makassar. 1986.
6. Sudjadi. Analisis Kuantitatif Obat. Universitas Gajah Mada: Yogyakarta. 2008.
7. Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi III. DEPKES RI: Jakarta. 1979.
8. Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi IV. DEPKES RI: Jakarta. 1995.