ANALISIS TIPE PERILAKU KONSUMEN MINYAK GORENG DI …/Analisis... · Karakteristik Responden menurut...

82
ANALISIS TIPE PERILAKU KONSUMEN MINYAK GORENG DI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN BOYOLALI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Oleh : WAHYU RISTIANI H 0306034 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Transcript of ANALISIS TIPE PERILAKU KONSUMEN MINYAK GORENG DI …/Analisis... · Karakteristik Responden menurut...

ANALISIS TIPE PERILAKU KONSUMEN MINYAK GORENG

DI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN BOYOLALI

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis

Oleh :

WAHYU RISTIANI

H 0306034

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

ii

HALAMAN PENGESAHAN

ANALISIS TIPE PERILAKU KONSUMEN MINYAK GORENG

DI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN BOYOLALI

yang dipersiapkan dan disusun oleh :

Wahyu Ristiani

H 0306034

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 14 Juli 2010

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji

Ketua

Erlyna Wida Riptanti, SP. MP NIP : 19780708 200312 2 002

Anggota I

Nuning Setyowati, SP, MSc NIP : 19820325 200501 2 001

Anggota II

Dr. Ir. Mohd. Harisudin, MSi NIP : 19671012 199302 1 001

Surakarta, Juli 2010

Mengetahui, Universitas Sebelas Maret

Fakultas Pertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS. NIP. 19551217 198203 1 003

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat, karunia, hidayah serta kemudahan-Nya sehingga penulis

dapat melaksanakan dan menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar.

Skripsi yang berjudul Analisis Tipe Perilaku Konsumen Minyak Goreng di

Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali ini disusun untuk memenuhi sebagian

persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian

Univesitas Sebelas Maret Surakarta. Pelaksanaan penelitian serta penyusunan

skripsi ini dapat terlaksana dengan lancar berkat dukungan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian UNS

Surakarta.

2. Bapak Ir. Agustono, MSi selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi

Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian UNS Surakarta.

3. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP selaku Ketua Komisi Sarjana

Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas

Pertanian UNS Surakarta.

4. Ibu Dr. Ir. Minar Ferichani, MP selaku Pembimbing Akademik.

5. Ibu Erlyna Wida Riptanti, SP.MP. selaku Pembimbing Utama dan Ibu Nuning

Setyowati, SP.MSc. selaku Pembimbing Pendamping serta Bapak Dr. Ir.

Mohd. Harisudin, MSi selaku Dosen Penguji Tamu yang selalu memberikan

pengarahan, nasehat, dan petunjuk selama proses belajar dan penyusunan

skripsi di Fakultas Petanian.

6. Seluruh staff administrasi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian atas kesabaran

dan keramahannya membantu penulis dalam penyelesaian administrasi.

7. Kepala BPS, BAPPEDA, Disperindag dan Kantor Ketahanan Pangan Boyolali

beserta staff atas semua bantuannya dalam menyediakan informasi untuk

kebutuhan penelitian penulis.

8. Kedua orang tua penulis, Bapak Cuk Bani dan Ibu Sri Lestari atas do’a, cinta

dan kasih sayang yang tanpa batas serta dukungan yang luar biasa sehingga

penulis sampai pada tahap ini.

iv

9. Adik dan kakakku, Novi Cahyaning Mumpuni dan Windri atas cinta,

dukungan dan kesediaan yang konstan untuk mendalami apa pun yang penulis

butuhkan. I need, you give.

10. Si kecil Kholis, Rasya dan Aliya atas rasa humor yang tinggi yang membantu

penulis untuk sejenak melepas penat selama proses penyusunan skripsi ini.

11. Sahabat-sahabatku : Tia, Devi, Hetik, Desy, Riani, Lia dan Yulis atas

pengertian dan kebersamaannya di rumah kita Alamanda Putri. Syarifah,

Hartati dan Maninggar atas kasih sayang, persahabatan yang penuh dukungan

emosional dan kesediaan untuk berbagi dikala suka maupun duka. All of kwaci

Dinar, Maryani, Gebriyan, Rahmalia, Rifqi, Bedul, Antok, Keci, Bayu terima

kasih telah menjadi teman, sahabat, sekaligus pendorong bagi penulis.

12. Siska, Epi, Yeni, Yuani, Rara, Yuli, Luthfia, Uus, R.Dyah, Chacha, Danang,

Wahyudi, Habib, Bagus, Firzadi, Antok dan semua sahabat-sahabat

Agrobisnis 2006 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan

dan kebersamaannya yang secara langsung maupun tidak langsung membantu

penulis dalam menghimpun semangat. Kebersamaan yang telah kita jalin

merupakan salah satu hal indah yang tak cukup penulis ungkapkan hanya

lewat kata.

13. HIMASETA FP UNS, seluruh pengurus dan anggota periode 2008-2009 dan

2009-2010, khususnya bidang Kesekretariatan, yang telah memberikan

kesempatan untuk berkembang dan mendapat pengalaman yang luar biasa.

11, 12, 13, 14

Thanks for always be there for me, thanks for the lesson i learned.

14. Semua pihak yang tidak dapat Penyusun sebutkan satu persatu, terimakasih

atas semua bantuannya.

Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini jauh dari kesempurnaan,

untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan karya ilmiah ini.

Akhir kata semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya

dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juli 2010

Penulis

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... ii

KATA PENGANTAR..................................................................................... iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

RINGKASAN x

SUMMARY xi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 B. Perumusan Masalah 5 C. Tujuan Penelitian 6 D. Manfaat Penelitian 6

II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu 8 B. Tinjauan Pustaka 9

1. Minyak Goreng 9 2. Pemasaran 13 3. Perilaku Konsumen 14 4. Keterlibatan Konsumen 16 5. Atribut 17 6. Pasar Tradisional 20

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah 21 D. Hipotesis 23 E. Asumsi 23 F. Pembatasan Masalah 23 G. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel 23

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian 27 B. Metode Pengumpulan Data 27

1. Metode Penentuan Daerah Penelitian 27 2. Metode Pengambilan Sampel 28

C. Jenis dan Sumber Data 30 D. Teknik Pengumpulan Data 30 E. Metode Analisis Data 31

vi

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 35 B. Keadaan Penduduk 38

1. Keadaan Penduduk menurut Jenis Kelamin 38 2. Keadaan Penduduk menurut Umur 39 3. Keadaan Penduduk menurut Pendidikan 41 4. Keadaan Penduduk menurut Mata Pencaharian 42

C. Keadaan Perekonomian 43

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 44

1. Karakteristik Responden menurut Jenis Kelamin 44 2. Karakteristik Responden menurut Kelompok Umur 45 3. Karakteristik Responden menurut Tingkat Pendidikan 46 4. Karakteristik Responden menurut Mata Pencaharian 47 5. Karakteristik Respoden menurut Pendapatan Rumah Tangga 48 6. Karakteristik Responden menurut Jumlah Anggota Keluarga 49

B. Keterlibatan Konsumen Dalam Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Minyak Goreng di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali 50

C. Perbedaan Antar Merek Minyak Goreng Menurut Konsumen di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali 56

D. Tipe Perilaku Konsumen Minyak Goreng di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali 63

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 66 B. Saran 66

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI………………. 2 Tabel 2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Boyolali……... 27 Tabel 3 Rata-rata Konsumsi Minyak dan Lemak Penduduk Kabupaten

Boyolali Per Bulan.......................................................................

28 Tabel 4 Pembagian Jumlah Responden Pada Pasar Tradisional Di

Kabupaten Boyolali…………………………………………….

30 Tabel 5 Inventaris Keterlibatan Pribadi………………………………… 31 Tabel 6 Pembobotan Atribut Minyak Goreng………………………….. 33 Tabel 7 Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan (Ha) di Kabupaten

Boyolali Tahun 2008…………………………………………...

38 Tabel 8 Komposisi Penduduk Kabupaten Boyolali Menurut Jenis

Kelamin dan Sex Rationya Tahun 2003-2008………………….

39 Tabel 9 Penduduk Kabupaten Boyolali Menurut Kelompok Umur dan

Jenis Kelamin Tahun 2008..........................................................

40 Tabel 10 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten

Boyolali Tahun 2008...................................................................

41 Tabel 11 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kabupaten

Boyolali Tahun 2008...................................................................

42 Tabel 12 Jenis dan Jumlah Sarana Perekonomian di Kabupaten Boyolali

Tahun 2008……………………………………………………..

43 Tabel 14 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin……………... 44 Tabel 15 Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur................... 45 Tabel 16 Karakteristik Responden menurut Tingkat Pendidikan............... 46 Tabel 17 Karakteristik Responden Menurut Mata Pencaharian 47 Tabel 18 Karakteristik Responden Menurut Pendapatan Rumah Tangga.. 48 Tabel 19 Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga.... 49 Tabel 20 Hasil Analisis Keterlibatan Konsumen Minyak Goreng di Pasar

Tradisional Kabupaten Boyolali…………………………

51 Tabel 21 Perhitungan Persepsi Kualitas Merek-merek Minyak Goreng

Menurut Konsumen di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali...

57 Tabel 22 Perhitungan Beda Antar Merek Minyak Goreng Menurut

Konsumen di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali…………..

57 Tabel 23 Perbandingan Konsumsi Minyak Goreng Jenis Kelapa dan

Kelapa Sawit Oleh Konsumen di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali…………………………………………………………..

59

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pendekatan Masalah 22 Gambar 2. Tipe perilaku Konsumen Menurut Henry Assael 34 Gambar 3. Hasil Kombinasi Analisis Keterlibatan Konsumen dan Beda

Antar Merek Minyak Goreng 64

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Identitas Responden Lampiran 2. Kebiasaan Konsumsi Minyak Goreng Responden Lampiran 3. Persepsi Kualitas Merek Minyak Goreng Menurut Konsumen

Minyak Goreng di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali Lampiran 4. Perhitungan Keterlibatan Konsumen Minyak Goreng di Pasar

Tradisional Kabupaten Boyolali Lampiran 5. Hasil Uji One way anova Lampiran 6. Peta Kabupaten Boyolali Lampiran 7. Foto Dokumentasi Penelitian Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian

x

RINGKASAN

Wahyu Ristiani. H0306034. 2010. Analisis Tipe Perilaku Konsumen Minyak Goreng Di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali. Di bawah bimbingan Erlyna Wida Riptanti, SP. MP dan Nuning Setyowati, SP. MSc Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keterlibatan konsumen dalam proses pengambilan keputusan pembelian minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali, beda antar merek minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali dan tipe perilaku konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali.

Metode dasar dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah convenience sampling dimana peneliti melakukan wawancara di tempat penelitian. Jumlah sampel yang diambil adalah 100 orang konsumen di pasar tradisional Kabupaten Boyolali dengan menggunakan dasar confident level sebesar 95 %. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan pencatatan. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan model tipe perilaku konsumen menurut Henry Assael yang menggembangkan dua faktor yaitu keterlibatan konsumen yang dianalisis dengan metode Zaichowsky dan beda antar merek yang dianalisis dengan uji Anova satu arah.

Hasil analisis keterlibatan konsumen menunjukkan bahwa keterlibatan konsumen dalam proses pengambilan keputusan pembelian minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali tergolong tinggi dengan rata-rata jumlah skor 35,10 > 28. Sedangkan hasil uji Anova satu arah menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 23,730 dengan signifikasi sebesar 0,000 (<0,05) artinya konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali menyadari perbedaan yang jelas antar berbagai merek minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali. Hasil pengkombinasian analisis keterlibatan konsumen dan beda antar merek tersebut menunjukkan bahwa tipe perilaku konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali adalah tipe perilaku pembelian komplek yang mempunyai keterlibatan yang tinggi dan konsumen menyadari perbedaan antar berbagai merek.

xi

SUMMARY

Wahyu Ristiani. H0306034. 2010. Analyse of The Consumer Behavior Type to The Frying Oil in Traditional Market Boyolali Regency. Erlyna Wida Riptanti, SP. MP dan Nuning Setyowati, SP. MSc as advisors. Agriculture Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta.

The aims of this research are to know the level of consumer involvement to the frying oil buying decision making process in Boyolali regency traditional market, differentes among the frying oil brands according to the consumer in Boyolali regency traditional market and the consumer behavior type to the frying oil in Boyolali regency traditional market.

The basic method of this research is used analytic descriptive method. Location research selected by purposive method. Consumer’s sample method that used in this research is convenience sampling, with interview. The researcher takes 100 samples of consumer in Boyolali regency traditional market with used confident level 95 %. Data resources of this research are primary and secondary data. The data collected with the observation, interview and recording. This research uses a Henry Assael’s consumer behavior type model which develops two factor, those are involvement which is analyzed by Zaichowsky methode and differentes among brands which is analyzed by one way Anova.

The result of consumer involvement analyze indicate that the level of consumer involvement to the frying oil buying decision making process in Boyolali regency traditional market represent the high involvement with the mean sum up score 35,10 > 28. While the result of one way Anova indicate that F value equal to 23,730 by signification equal to 0,000 (<0,05) that mean the consumer of frying oil consider a lot of differentes among brands of frying oil in Boyolali regency traditional market. The result of consumer involvement and differentes among brands analyze combination indicated that the consumer behavior type to the frying oil in Boyolali regency traditional market is complex buying behavior which have high consumer involvement and consumer have considered differentes among brands.

xii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu produk industri hasil pertanian adalah minyak goreng.

Minyak goreng yang beredar di pasaran umumnya bersumber nabati, seperti

dari bunga matahari, kacang kedelai, kacang tanah, kelapa atau kelapa sawit.

Meskipun berbeda bahan dasar, namun hampir semua minyak goreng

memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai pengantar panas untuk

mematangkan makanan (Anonima, 2007).

Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok

masyarakat Indonesia sehingga permintaan akan produk ini selalu ada.

Kondisi yang terjadi pada saat krisis ekonomi beberapa tahun yang lalu, di

mana sempat terjadi kelangkaan minyak goreng di pasar lokal memperlihatkan

pentingnya minyak goreng sebagai kebutuhan sehari-hari. Minyak goreng erat

dengan aktivitas masyarakat khususnya ibu rumah tangga yang dilakukan di

dapur untuk memenuhi kebutuhan pangan setiap harinya.

Produk minyak goreng merupakan salah satu produk yang banyak

tersedia di pasaran. Banyaknya produk minyak goreng yang beredar di

pasaran membuat posisi persaingan antar merek minyak goreng di pasar

menjadi ketat. Persaingan penjualan minyak goreng di pasar yang semakin

ketat memicu produsen minyak goreng untuk berusaha agar produknya laku di

pasar. Produsen melakukan berbagai cara untuk meningkatkan penjualannya

seperti dengan meningkatkan fungsi merek dan kemasan sebagai pembeda

dengan produk minyak goreng yang lain, sehingga konsumen lebih tertarik

pada produk tersebut.

Berbagai macam kemasan minyak goreng di pasar tradisional yaitu

botol, refill, derrigent dan plastik untuk minyak goreng curah dengan berbagai

ukuran volume sehingga konsumen lebih memiliki banyak pilihan. Warna,

kejernihan dan atribut minyak goreng yang lain juga menjadi pertimbangan

konsumen dalam membeli minyak goreng. Besar kandungan gizi yang

dimiliki minyak goreng pun berbeda antar merek. Berdasarkan rumusan yang

1

xiii

ada dari BSN (Badan Standarisasi Nasional) tentang mutu minyak goreng

berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia) yaitu SNI 01-3741-2002,

menetapkan bahwa stadar mutu minyak goreng antara lain :

Tabel 1. Standar Mutu Minyak Goreng

Persyaratan No. Kriteria uji Satuan Mutu I Mutu II

1. Keadaan 1.1 Bau Normal Normal 1.2 Rasa Normal Normal 1.3 Warna Putih, kuning pucat sampai kuning 2. Kadar air % Maks 0,1 Maks 0,3 3. Bilangan asam KOH/gr Maks 0,6 Maks 2 Asam linoleat

(C18:3) dalam komposisi

4. Asam lemak minyak % Maks 2 Maks 2 5. Cemaran logam 5.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1 5.2 Timah (Sn) mg/kg Maks 40,0*/250 Maks 40,0*/250 5.3 Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,05 Maks 0,05 5.4 Tembaga (Cu) mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1 6. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1 7. Minyak pelikan** Negatif Negative

Catatan : * Dalam kemasan kaleng

** Minyak pelikan adalah minyak yang tidak dapat disabunkan

Sumber : Abidanish, 2010

Beragamnya atribut minyak goreng yang menjadi pertimbangan

konsumen dalam mengambil keputusan pembelian menyebabkan konsumen

akhirnya harus menentukan pilihan secara selektif, minyak goreng mana yang

akan dikonsumsi untuk keperluan sehari-hari. Pengambilan keputusan

pembelian tidak terlepas dari keterlibatan konsumen dimana menggambarkan

tingkat minat konsumen terhadap proses pembelian produk yang ditimbulkan

oleh pentingnya pembelian minyak goreng dalam kehidupan sehari-hari

konsumen. Fenomena ini menandakan adanya perbedaan perilaku konsumen

akan suatu produk minyak goreng di pasaran (Mintaryo, 2006). Salah satu

usaha yang perlu dilakukan oleh produsen minyak goreng untuk

xiv

meningkatkan penjualan produknya adalah mempelajari perilaku konsumen

(consumer behavior) yang beragam.

Pasar merupakan tempat pemasaran minyak goreng baik pasar

tradisonal maupun pasar modern. Kedua pasar tersebut memiliki beberapa

kesamaan yang salah satunya yaitu menyediakan barang kebutuhan bagi

konsumen. Namun pasar tradisional memiliki keunikan tersendiri

dibandingakan pasar modern. Kegiatan jual beli yang dilakukan di pasar

tradisional lebih fleksibel karena komunikasi yang dilakukan penjual dan

pembeli tidak kaku sebagai contoh adanya tawar menawar dalam pasar

tradisional. Konsumen juga cenderung lebih memilih pasar tradisional karena

pada umumnya lokasi pasar tersebut lebih dekat dengan tempat tinggal

konsumen daripada pasar modern. Berbagai kalangan konsumen baik yang

berpenghasilan menengah kebawah hingga menengah keatas banyak dijumpai

di pasar tradisional. Hal tersebut menandakan bahwa perilaku konsumen di

pasar tradisional lebih beragam sehingga menarik untuk dipelajari.

Kabupaten Boyolali merupakan daerah yang pada umum

masyarakatnya masih menggunakan pasar tradisional sebagai tempat untuk

melakukan aktivitas jual beli guna memenuhi kebutuhan sehari-hari terlebih

untuk memenuhi kebutuhan bahan pokok termasuk minyak goreng.

Masyarakat pada umumnya melakukan pembelian minyak goreng bersamaan

dengan pada saat membeli barang kebutuhan pokok yang lainnya. Konsumen

pasar tradisional biasanya menentukan minyak goreng yang akan dibelinya

dengan cepat seperti mempertimbangkan atribut minyak goreng tidak seperti

yang dilakukan pada pasar swalayan. Konsumen minyak goreng pada

umumnya bersifat fanatik dalam melakukan pembelian yang artinya

konsumen tidak mudah pindah ke merek yang lain setelah percaya pada satu

merek minyak goreng. Namun konsumen sangat memperhatikan atribut

minyak goreng yang akan dibelinya seperti warna, kejernihan dan kandungan

gizi karena tuntutan keinginan konsumen sendiri akan rasa aman sehingga

tidak ragu untuk mengkonsumsinya.

xv

Berbagai macam minyak goreng yang beredar di pasar-pasar

tradisional Kabupaten Boyolali diantaranya adalah minyak goreng barco dan

sawit dalam bentuk curah serta bimoli, sania, sanco, filma, tropical, hemart,

Frais Well, Kunci mas dan lain-lain dalam kemasan botol, derrigent maupun

refill (isi ulang). Minyak goreng dalam bentuk curah dijual dengan ukuran

kilogram sesuai dengan permintaan konsumen sedangkan minyak goreng

kemasan terdiri dari berbagai macam bentuk yaitu derrigent, refill dan botol

dalam berbagai ukuran pula. Meskipun minyak goreng curah kurang menarik

dalam hal kemasan atau kepraktisan namun minyak goreng curah memiliki

atribut lain yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli. Minyak

goreng curah terdiri dari beberapa tingkatan berdasarkan kejernihan dan warna

yang tentunya mempengaruhi harga minyak goreng tersebut. Masyarakat

Boyolali yang berpenghasilan menengah kebawah pada umumnya lebih

menyukai mengkonsumsi minyak goreng curah dibandingkan minyak goreng

kemasan karena harga lebih murah dan kapasitas isi yang lebih fleksibel

sesuai kebutuhan dibandingkan dengan minyak goreng kemasan. Sedangkan

masyarakat berpenghasilan menengah keatas cenderung menyukai minyak

goreng kemasan karena lebih praktis dan lebih terjamin kualitasnya. Namun

tidak menutup kemungkinan bahwa kenyataan tersebut dapat saja

berkebalikan karena kebiasaan, tuntutan rasa aman dalam mengkonsumsi dan

pertimbangan yang lainnya.

Produsen minyak goreng perlu menyadari bahwa perilaku konsumen

memiliki peran penting dalam penjualan produk. Menurut Kotler (1991),

konsumen memiliki preferensi yang kuat terhadap barang pokok termasuk

minyak goreng. Sehingga perilaku konsumen minyak goreng perlu untuk

dikaji guna menunjang keberhasilan dalam usaha pemasaran minyak goreng

terlebih di pasar tradisional yang di dalamnya terjadi aktivitas masyarakat

secara menyeluruh dari masyarakat golongan menengah kebawah hingga

menengah keatas (Anonimb, 2009). Hal inilah yang mendorong peneliti untuk

mengadakan penelitian mengenai Analisis Tipe Perilaku Konsumen Minyak

Goreng di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali.

xvi

B. Perumusan Masalah

Jumlah penduduk semakin bertambah menyebabkan meningkatnya

kebutuhan konsumen terlebih kebutuhan pokok termasuk untuk produk

minyak goreng. Hal tersebut memicu produsen minyak goreng untuk

meningkatkan produksinya dan berlomba tidak hanya untuk mengetahui cara

penjualan tetapi lebih dalam artian bagaimana memuaskan kebutuhan

konsumen sehingga terjadi persaingan yang ketat antar produsen dalam pasar.

Produsen melakukan berbagai cara untuk meningkatkan penjualannya seperti

dengan meningkatkan fungsi atribut produk sebagai pembeda dengan produk

minyak goreng yang lain seperti jenis minyak goreng, kemasan, warna,

kejernihan, volume isi, harga dan kandungan gizi sehingga konsumen lebih

tertarik pada merek tersebut.

Konsumen kini memiliki waktu yang lebih lama untuk membuat

keputusan pembelian karena keberadaan atribut-atribut yang beragam pada

satu jenis produk yang sama (minyak goreng). Konsumen harus melibatkan

diri dalam memutuskan pembelian minyak goreng dengan pertimbangan

posisi pentingnya pembelian minyak goreng sehingga tindakannya sesuai

dengan kebutuhan dan keinginannya. Tingkat keterlibatan konsumen

(consumer involvement) berbeda-beda dipengaruhi oleh kondisi sosial,

psikologis dan budaya yang ada disekitarnya. Pengaruh-pengaruh tersebut

akan menimbulkan adanya tingkat keterlibatan konsumen yang berbeda-beda

dalam memutuskan pembelian minyak goreng.

Berbagai atribut yang melekat pada minyak goreng menimbulkan

penilaian konsumen terhadap produk minyak goreng. Konsumen akan mencari

informasi manfaat tertentu dan selanjutnya mengevaluasi atribut produk serta

memberikan bobot yang berbeda untuk setiap atribut sesuai kepentingannya

sehingga menimbulkan beda antar merek (differentes among brands) yang

pada umumnya direspon konsumen melalui persepsi. Persepsi setiap

konsumen terhadap atribut suatu merek minyak goreng berbeda-beda. Tingkat

keterlibatan dan persepsi konsumen terhadap suatu produk yang berbeda-beda

xvii

akan mempengaruhi tindakan pembelian konsumen yang pada akhirnya

menimbulkan adanya perilaku konsumen yang berbeda-beda pula.

Tipe perilaku konsumen satu dengan yang lain berbeda dan selalu

berubah sehingga perlu untuk dipelajari secara kontinyu terlebih saat ini

dimana pasar semakin kompetitif. Berbagai kalangan konsumen yang lebih

banyak dijumpai di pasar tradisional menimbulkan perilaku konsumen di pasar

tradisional lebih beragam sehingga menarik untuk dipelajari.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat keterlibatan konsumen dalam proses pengambilan

keputusan pembelian minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten

Boyolali?

2. Bagaimana perbedaan antar merek minyak goreng menurut konsumen di

pasar tradisional Kabupaten Boyolali?

3. Bagaimana tipe perilaku konsumen minyak goreng di pasar tradisional

Kabupaten Boyolali?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Menganalisis tingkat keterlibatan konsumen dalam proses pengambilan

keputusan pembelian minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten

Boyolali.

2. Menganalisis perbedaan antar merek minyak goreng menurut konsumen di

pasar tradisional Kabupaten Boyolali.

3. Menganalisis tipe perilaku konsumen minyak goreng di pasar tradisional

Kabupaten Boyolali.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

xviii

2. Bagi produsen dan pemasar, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

untuk memberikan wawasan dan pertimbangan mengenai tipe perilaku

konsumen yang berpengaruh dalam keputusan pembelian sehingga dapat

dijadikan dasar untuk menyusun strategi pemasaran.

3. Bagi akademisi dan peminat masalah pemasaran, penelitian ini diharapkan

dapat memberikan tambahan informasi, wawasan, pengetahuan, referensi

serta pembanding dalam penyusunan penelitian serupa.

4. Bagi konsumen, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan

dan memberi informasi dalam memilih minyak goreng khususnya bagi

kosumen di pasar tradisional Kabupaten Boyolali.

xix

II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian Damayanti et al (2009) yang berjudul Analisis

Faktor Marketing Mix Terhadap Keputusan Pembelian Minyak Goreng Pada

Pasar Swalayan Di Kota Surakarta, terdapat faktor-faktor yang

dipertimbangkan konsumen dalam membeli minyak goreng di pasar swalayan

di Kota Surakarta. Faktor-faktor tersebut adalah faktor produk, faktor

tampilan produk, faktor tempat, faktor harga, faktor promosi dan faktor

kemasan. Variabel-variabel yang dominan dipertimbangkan konsumen dalam

membeli minyak goreng di pasar swalayan di Kota Surakarta untuk tiap-tiap

faktor adalah variabel keamanan minyak goreng, variabel kejernihan minyak

goreng, variabel ketersediaan minyak goreng di pasar swalayan, variabel

harga, variabel iklan minyak goreng di media dan variabel jenis kemasan.

Hasil penelitian Purwitaningsih (2002) yang berjudul Study Terhadap

Pengambilan Keputusan Dalam Pembelian Minyak Goreng (Kasus Pada

Konsumen Rumah Tangga) menunjukkan bahwa konsumen yang membeli

minyak goreng adalah konsumen yang berstatus sebagai ibu rumah tangga

biasa. Berdasarkan hubungan antara atribut produk dengan jumlah pembelian,

hanya ada satu variabel yang memiliki hubungan yang signifikan, yaitu

hubungan antara rasa agak serik dengan jumlah pembelian. Hal ini

dikarenakan dalam mengkonsumsi minyak goreng rasa serik dalam minyak

goreng sangat mempengaruhi rasa makanan. Sehingga konsumen membeli

minyak goreng yang rasanya tidak serik bila digunakan untuk menggoreng.

Pada hubungan harga dengan jumlah pembelian dari 3 variabel, tidak ada

yang berhubungan. Hal ini disebabkan harga maupun diskon tidak

berpengaruh pada pembelian minyak goreng. Berdasarkan hubungan antara

distribusi minyak goreng dengan jumlah pembelian, ada satu variabel yang

menyatakan hubungan yaitu hubungan antara terdapat di berbagai tempat

dengan jumlah pembelian yang menunjukkan bahwa dalam membeli minyak

goreng konsumen mencari toko atau tempat menjual minyak goreng yang

8

xx

terdekat atau mudah di jangkau. Sedangkan untuk hubungan antara promosi

dengan volume pembelian, tidak ada variabel yang menunjukkan hubungan.

Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembelian minyak goreng, konsumen

tidak dipengaruhi oleh promosi dari minyak goreng tersebut. Walaupun ada

pula konsumen yang membeli minyak goreng berdasarkan pada promosi yang

ditawarkan.

Berdasarkan penelitian Irianto (2007) yang berjudul Perilaku

Konsumen Minyak Goreng Kelapa Sawit Di Kota Surabaya, menunjukkan

bahwa seiring dengan ditemukannya minyak kelapa sawit perlahan-lahan

masyarakat memanfaatkan minyak sawit sebagai pengganti minyak kelapa.

Perilaku pembelian minyak goreng sawit di Surabaya dibedakan menurut

pilihan konsumsi perbulan, tempat pembelian, tujuan pembelian, harga

perliter minyak, volume setiap pembelian, volume konsumsi perbulan dan

merek minyak goreng yang dibeli. Sedangkan preferensi konsumen minyak

goreng sawit di Surabaya mengarah pada variable bahan kemasan, harga

dibanding merek lain, aroma minyak goreng, volume minyak goreng yang

disukai, jenis kemasan yang disukai dan warna minyak goreng yang disukai.

Berdasarkan hasil dari ketiga penelitian tersebut dapat disimpulkan

faktor keterlibatan konsumen dan beda antar merek mempengaruhi perilaku

konsumen dalam mengambil keputusan pembeliannya. Terdapat hubungan

positif dari keterlibatan konsumen dengan beda antar merek terhadap perilaku

pembelian konsumen. Perilaku konsumen yang berpengaruh dalam proses

pengambilan keputusan konsumen tersebut dapat dianalisis sehingga hasilnya

dapat membantu para produsen untuk menyusun strategi pemasaran.

B. Tinjauan Pustaka

1. Minyak Goreng

Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan

atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan

biasanya digunakan untuk menggoreng makanan. Minyak goreng dari

tumbuhan biasanya dihasilkan dari tanaman seperti kelapa, biji-bijian,

kacang-kacangan, jagung, kedelai, dan kanola (Wikipedia, 2009).

xxi

Menurut Santoso (2008), pada dasarnya semua minyak yang

berasal dari tumbuhan tidak mengandung kolesterol. Hanya minyak yang

berasal dari hewan yang mengandung kolesterol seperti mentega, minyak

ikan, lemak hewan dan yang sejenis. Beberapa minyak dari tumbuhan ada

yang banyak mengandung asam lemak jenuh, dan beberapa yang lainnya

banyak mengandung asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh jika

dikonsumsi oleh manusia atau hewan akan merangsang sintesis kolesterol

tubuh, sementara asam lemak tak jenuh jika dikonsumsi akan menurunkan

kolesterol tubuh. Minyak goreng non kolesterol adalah minyak yang lebih

banyak mengandung asam lemak tak jenuh daripada asam lemak jenuh.

Minyak jenis tersebut jika dikonsumsi sintesis kolesterol dalam tubuh

tidak akan meningkat sehingga kadar kolesterol darah tidak meningkat

pula. Minyak goreng yang berasal dari jagung, kedelai dan wijen banyak

mengandung asam lemak tak jenuh rantai panjang, sementara minyak

goreng yang berasal dari kelapa dan kelapa sawit banyak mengandung

asam lemak jenuh. Asam lemak tak jenuh lebih mudah teroksidasi jika

dibandingkan dengan asam lemak jenuh. Oleh sebab itu, asam lemak tak

jenuh lebih mudah rusak dan lebih mudah teroksidasi di dalam tubuh.

Oksidasi asam lemak tak jenuh yang berlebihan di dalam tubuh akan

membahayakan kesehatan tubuh, seperti merangsang pertumbuhan sel

kanker.

Minyak goreng adalah hasil akhir (refined oils) dari sebuah proses

pemurnian minyak nabati (golongan yang bisa dimakan) dan terdiri dari

beragam jenis senyawa trigliserida yang mempunyai tiga jenis asam

lemak. Berdasarkan kegunaannya, minyak nabati terbagi menjadi dua

golongan. Pertama, minyak nabati yang dapat digunakan dalam industri

makanan (edible oils) dan dikenal dengan nama minyak goreng meliputi

minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak zaitun, minyak kedelai dan

sebagainya. Kedua, minyak yang digunakan dalam indutri non makanan

(non edible oils) misalnya minyak kayu putih, minyak jarak, dan minyak

xxii

intaran. Beberapa jenis minyak goreng yang banyak dipasarkan di pasaran

adalah sebagai berikut :

a. Minyak Kedelai

Minyak kedelai digunakan sebagai bahan industri makanan dan

non makanan. Industri makanan dari minyak kedelai yang digunakan

sebagai bahan industri makanan berbentuk gliserida sebagai bahan

untuk pembuatan minyak goreng, margarin dan bahan lemak lainnya

(Anonimc, 2008).

Minyak kedelai mempunyai kadar asam lemak jenuh sekitar

15% sehingga sangat baik sebagai pengganti lemak dan minyak yang

memiliki kadar asam lemak jenuh yang tinggi seperti mentega dan

lemak babi. Hal ini berarti minyak kedelai sama seperti minyak nabati

lainnya yang bebas kolestrol (Firmanjaya, 2008).

b. Minyak Jagung

Minyak jagung merupakan hasil ekstrak bagian lembaga.

Minyak jagung mengandung banyak asam lemak yang diperlukan

pada pertumbuhan badan dan mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi

yaitu sekitar 250 kkal/ons. Minyak jagung lebih disenangi konsumen

karena selain harganya murah, minyak jagung juga mengandung

sitosterol sehingga para konsumen dapat terhindar dari gejala

atheroschlerosis (endapan pada pembuluh darah) (Ketaren, 1986).

c. Minyak Kelapa Sawit

Kelapa sawit adalah salah satu palma penghasil minyak nabati

yang lebih dikenal dengan sebutan palm oil. Kelapa sawit adalah

penyumbang minyak nabati terbesar di dunia. Minyak sawit dapat

dipergunakan untuk bahan makanan dan industri melalui proses

penyulingan, penjernihan dan penghilangan bau atau RBDPO

(Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil). Disamping itu CPO

dapat diuraikan untuk produksi minyak sawit padat (RBD Stearin) dan

untuk produksi minyak sawit cair (RBD Olein). RBD Olein terutama

dipergunakan untuk pembuatan minyak goreng (Anonimd, 2008).

xxiii

d. Minyak Kelapa

Minyak kelapa termasuk dalam kategori asam lemak jenuh,

sangat stabil dan tahan oksidasi, sehingga sulit menjadi tengik kalau

pembuatannya memenuhi persyaratan modern. Minyak kelapa yang

diproduksi secara modern tanpa dipanaskan, disebut minyak kelapa

perawan yang dikenal sebagai Virgin Coconut Oil (Wibowo, 2008).

Minyak kelapa, sebagai salah satu jenis minyak goreng,

mempunyai komposisi yang didominasi oleh asam lemak jenuh (90-

92%) sedangkan minyak kelapa sawit mempunyai kompisisi yang

berimbang. Minyak kedelai sebaliknya, kandungan asam lemak tak

jenuh mendominasi sampai 80%. Dengan kandungan asam lemak

jenuh yang tinggi, minyak kelapa dan minyak kelapa sawit

mempunyai keunggulan daripada minyak kedelai yaitu lebih stabil dan

tidak mudah teroksidasi pada suhu tinggi (Sutanto, 2008).

Volume konsumsi minyak goreng bermerek selama kuartal

pertama 2009 turun sebesar 16,4 persen dibanding periode yang sama

tahun 2008. Berdasarkan hasil survei kepercayaan konsumen yang

dilakukan oleh sebuah lembaga riset, konsumen Indonesia mengeluarkan

uang lebih banyak untuk belanja makanan sebagai dampak kenaikan harga

barang. Oleh karena itu, konsumen kelas bawah dan menengah memilih

untuk membeli produk bermerek yang harganya lebih murah. Di lain

pihak, minyak goreng curah mengalami penurunan harga menyusul

bertambahnya pasokan komoditas tersebut ke pasar. Selain itu, penurunan

harga juga didorong oleh menurunnya permintaan CPO Indonesia dari

negara pengimpor utama seperti China dan India.

Produsen mengeluarkan produk Minyakkita dengan ukuran

setengah liter dalam memenuhi kebutuhan masyarakat berpenghasilan

rendah. Selain ukuran setengah liter juga diproduksi Minyakita ukuran

seperempat liter. Ukuran kemasan yang lebih kecil, harga jualnya pun

akan berbeda dengan Minyakita ukuran satu liter yang dipatok Rp 7.000

selama program Kepedulian Sosial Perusahaan (KSP) (Purna, 2009).

xxiv

2. Pemasaran

Sejalan dengan perkembangan ekonomi, definisi pemasaran telah

berubah yang bergantung kepada perkembangan sejarah pemasaran itu

sendiri. Definisi yang bermula fokus pada barang, kemudian pada

lembaga-lembaga yang melakukan pemasaran dan terakhir pada fungsi-

fungsi yang dilaksanakan dalam transaksi pemasaran. Philip Kotler

mendefinisikan pemasaran sebagai berikut : Marketing is the set of human

activities directed at facilitating and consummating exchanges. Artinya

pemasaran adalah serangkaian kegiatan manusia yang ditujukan untuk

memperlancar serta menyempurnakan pertukaran. Definisi tersebut

mengandung arti bahwa pemasaran memiliki unsur yaitu adanya kegiatan

manusia (pertukaran), ada yang dipertukarkan, ada pembeli dan penjual

(pelaku) (Sumawihardja, 1991).

Pemasaran adalah proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan

penting yang memungkinkan individu dan perusahaan mendapatkan apa

yang mereka butuhkan dan melalui pertukaran dengan pihak lain dan

untuk mengembangkan hubungan pertukaran. Esensinya, pemasaran

mengantisipasi dan mengukur pentingnya kebutuhan dan keinginan dari

kelompok konsumen tertentu dan menanggapinya dengan aliran barang

dan jasa yang memuaskan kebutuhan. Untuk mencapai tujuan ini

perusahaan perlu menargetkan pasar yang paling sesuai dengan sumber

dayanya, mengembangkan produk yang memenuhi kebutuhan pasar

sasaran lebih baik dari produk-produk yang kompetitif, membuat produk-

produk itu tersedia dengan segera, mengembangkan kesadaran pelanggan

akan kemampuan pemecahan masalah dan lini produk perusahaan,

mendapatkan umpan balik dan pasar tentang keberhasilan produk dan

produk perusahaan (Boyd et al, 2000).

Pemasaran merupakan ujung tombak kegiatan bisnis yang

dilakukan oleh organisasi atau perusahaan, khususnya perusahaan yang

memiliki tujuan untuk memperoleh laba, memperbesar volume penjualan,

menginginkan pertumbuhan, memiliki pangsa pasar yang terus meningkat

xxv

dan memuaskan sekaligus menciptakan pelanggan yang loyal. Pemasaran

umumya hanya dipandang sebagai kegiatan menjual produk dan atau jasa.

Akan tetapi, lebih dari itu pemasaran adalah suatu proses kegiatan mulai

dari penciptaan produk dan atau jasa, menawarkan, dan menyerahkannya

kepada konsumen dan atau pihak lain (Surachman, 2008).

Ada lima filosofi yang dianut organisasi dalam melakukan

pemasaran yaitu :

1. Konsep berwawasan produksi beranggapan bahwa konsumen akan

memilih produk yang harganya terjangkau dan mudah didapat,

sehingga tugas utama manajer adalah meningkatkan efisiensi produksi

dan distribusi serta menurunkan harga.

2. Konsep berwawasan produk beranggapan bahwa konsumen akan

memilih produk bermutu baik dengan harga wajar, sehingga tidak

perlu banyak usaha promosi.

3. Konsep berwawasan menjual beranggapan bahwa konsumen tidak

akan memilih cukup banyak produk perusahaan, kecuali mereka

merangsang dengan usaha menjual dan promosi yang gencar.

4. Konsep berwawasan pemasaran beranggapan bahwa tugas utama

perusahaan adalah menentukan kebutuhan, keinginan dan pilihan

kelompok pelanggan sasaran serta memberikan kepuasan yang

diinginkan.

5. Konsep berwawasan pemasaran bermasyarakat beranggapan bahwa

tugas utama perusahaan adalah menghasilkan kepuasan pelanggan dan

kesejahteraan konsumen dalam jangka panjang adalah kunci mencapai

tujuan dan tanggung jawab perusahaan (Kotler dan Susanto, 2000).

3. Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen, seperti yang didefinisikan oleh Schiffman dan

Kanuk (2000) adalah proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari,

membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan bertindak pasca konsumsi

produk, jasa maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya.

Dapat dikatakan bahwa perilaku konsumen merupakan studi tentang

xxvi

bagaimana pembuat keputusan baik individu, kelompok atau organisasi,

membuat keputusan-keputusan beli atau melakukan transaksi pembelian

suatu produk dan mengkonsumsinya (Prasetijo et al, 2005).

Perilaku konsumen menyoroti perilaku individu dan rumah tangga.

Perilaku konsumen menyangkut suatu proses keputusan sebelum

pembelian serta tindakan dalam memperoleh, memakai, mengkonsumsi

dan menghabiskan produk. Mengetahui perilaku konsumen meliputi

perilaku yang dapat diamati seperti jumlah yang dibelanjakan, kapan,

dengan siapa, oleh siapa dan bagaimana barang yang sudah dibeli

dikonsumsi termasuk variabel-variabel yang tidak diamati seperti nilai-

nilai yang dimiliki konsumen, kebutuhan pribadi, persepsi, bagaimana

konsumen mengevaluasi alternatif, dan apa yang konsumen rasakan

tentang kepemilikan dan penggunaan produk yang bermacam-macam

(Simamora, 2004).

Faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku konsumen adalah

faktor kebudayaan, faktor sosial, faktor personal dan faktor psikologis.

Peran faktor-faktor tersebut berbeda untuk produk yang berbeda. Dengan

kata lain, ada faktor yang dominan pada pembelian suatu produk

sementara faktor lain kurang berpengaruh. Faktor kebudayaan adalah

faktor penentu paling pokok dari keinginan dan perilaku seseorang. Nilai

persepsi, preferensi dan perilaku antara seorang yang tinggal pada daerah

tertentu berbeda dengan orang lain yang berada di lingkungan yang lain

pula. Faktor personal yang mempengaruhi keputusan pembeli adalah usia

dan tahap daur hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup serta

kepribadian dan konsep diri. Pilihan pembelian seseorang juga

dipengaruhi oleh faktor psikologis yang utama yaitu motivasi, persepsi,

proses pembelajaran, serta kepercayaan dan sikap (Simamora, 2003).

Pembuatan keputusan yang dilakukan konsumen berbeda-beda

sesuai dengan tipe keputusan membeli, Assael membedakan empat tipe

perilaku membeli konsumen, yaitu pertama, perilaku membeli yang

komplek dimana para konsumen menempuh suatu proses membeli yang

xxvii

komplek dimana keterlibatan konsumen dalam mengambil keputusan

pembelian tinggi dan menyadari perbedaan penting diantara beberapa

merek produk yang ada. Kedua, perilaku membeli mengurangi keragu-

raguan, dimana konsumen sangat terlibat dalam kegiatan membeli

sesuatu tapi dia hanya melihat sedikit perbedaan dalam merek. Ketiga,

perilaku membeli berdasarkan kebiasaan yaitu atau konsumen kurang

terlibat dalam membeli dan tidak terdapat perbedaan nyata antar merek.

Keempat, perilaku membeli yang mencari keragaman yaitu

keterlibatan konsumen rendah tapi ditandai oleh perbedaan merek yang

nyata (Kotler, 1996).

4. Keterlibatan Konsumen

Keterlibatan konsumen (consumer involvement) didefinisikan

sebagai pemahaman dari pengalaman seseorang dalam suatu kegiatan

yang berhubungan dengan konsumsi. Keterlibatan konsumen juga terdiri

dari dua komponen utama dari motivasi, yaitu kekuatan dan pandangan

konsumen. Keterlibatan tinggi menggambarkan tingkat kekuatan yang

tinggi oleh konsumen dan dengan kekuatan ini diarahkan untuk kegiatan

konsumsi. Konsumen dengan keterlibatan tinggi biasanya berpikir lebih

atau merasa lebih kuat. Keterlibatan rendah terjadi apabila konsumen

menginvestasikan sedikit kekuatan ke dalam perasaannya (Wilkie, 1990).

Menurut Simamora (2003), terdapat faktor-faktor yang

mempengaruhi keterlibatan konsumen, yaitu :

1. Faktor pribadi, tanpa aktivasi kebutuhan dan dorongan, tidak ada

keterlibatan. Keterlibatan paling kuat apabila produk dipandang

mencerminkan citra diri, kalau itu yang terjadi keterlibatan cenderung

berlangsung dalam jangka panjang, tidak situasional atau temporer.

2. Faktor produk, produk adalah obyek. Sebagai obyek, produk bersifat

pasif. Adapun pengaruhnya dalam keterlibatan berkenaan dengan cara

konsumen merespon produk. Keterlibatan tinggi jika produk semakin

terdiferensiasi.

xxviii

3. Faktor situasi, jika keterlibatan yang langgeng dianggap sebagai citra

tetap, keterlibatan situasional berubah sepanjang waktu. Keterlibatan

ini bekerja secara temporer dan selesai setelah terjadi pembelian. Ini

sering terjadi pada produk yang bersifat musiman. Keterlibatan juga

dapat meningkat bila ada tekanan sosial.

5. Atribut

Merek adalah nama, istilah, logo, tanda atau lambang dan

kombinasi dari dua atau lebih unsur tersebut yang dimaksud untuk

mengidentifikasikan barang-barang atau jasa dari seorang penhjual atau

kelompok penjual untuk membedakannya dari produk pesaing. Sedangkan

Bill Gates mengatakan bahwa merek adalah salah satu faktor terpenting

bagi keberhasilan penguasaan pasar. Manfaat penggunaan merek bagi

penyalur diantaranya adalah untuk mempermudah penanganan produk,

mempermudah mengetahui penawaran produk, mempertahankan mutu

produk dan membina preferensi dengan pembeli (Ambadar et al, 2007).

Ekuitas merek atau kekuatan merek adalah suatu aset. Ekuitas

merek dapat didefinisikan sebagai efek diferensial positif yang

ditimbulkan oleh pengetahuan nama merek terhadap tanggapan pelanggan

atas produk atau jasa. Ekuitas merek suatu produk akan menarik

pelanggan untuk memperlihatkan preferensi terhadap produk tersebut

daripada produk yang tidak bermerek meski pada dasarnya kedua produk

tersebut identik. Ukuran ekuitas merek, yakni sejauh mana pelanggan

bersedia membayar lebih tinggi untuk merek tertentu. Merk juga diyakini

mempunyai kekuatan untuk memikat hati konsumen atau masyarakat agar

membeli produk tersebut. Peran merek menjadi sangat penting karena

perbedaan suatu produk dari produk lainnya sangat tergantung pada merek

yang ditampilkan (Surachman, 2008).

Kecendurungan konsumen dalam menilai mutu minyak goreng

melihat dari segi kejernihannya. Minyak goreng yang jernih akan

dipersepsikan sebagai minyak goreng yang bersih dan sehat. Pada

umumnya atribut kejernihan minyak goreng didukung dengan jumlah

xxix

proses penyaringan minyak goreng seperti minyak goreng TROPICAL

yang terbuat dari kelapa sawit mengklaim produknya sebagai minyak

goreng paling bersih dan sehat karena telah melalui dua kali penyaringan.

Produsen minyak goreng juga melakukan inovasi ke berbagai alternatif

ukuran volume mulai dari kemasan botol dan refill yang sesuai dengan

kebutuhan konsumen (Wirya, 1999).

Wadah atau bungkus disebut kemasan. Kemasan mencakup tiga

peringkat bahan. Kemasan primer adalah wadah langsung bagi produk.

Kemasan sekunder merupakan bahan yang melindungi kemasan primer

dan kemudian dibuang bila produk akan dipergunakan. Kemasan memberi

perlindungan dan kesempatan promosi. Sedangkan kemasan pengiriman

adalah kemasan yang penting untuk menyimpan, identifikasi dan

transportasi. Kemasan menjadi alat pemasar yang penting. Kemasan

dirancang agar dapat menimbulkan nilai kecocokan bagi konsumen dan

nilai promosi bagi produsen. Kemasan harus menarik perhatian

konsumen, menggambarkan keistimewaan produk, memberi keyakinan

konsumen dan membuat kesan yang mendukung produk serta dirancang

rapi sehingga cepat akan membuat konsumen mengenal perusahaan dan

merek produk (Kotler, 1999).

Tiga fungsi pengemasan yang paling penting adalah untuk memuat

dan melindungi produk, mempromosikan produk dan memudahkan

penyimpanan, penggunaan, dan kemudahan dari produk. Fungsi kempat

dari pengemasan yang makin lama makin penting adalah memudahkan

pendaur ulangan dan mengurangi kerusakan lingkungan (Lamb, 2001).

Minyak goreng yang terbuat dari bahan nabati atau hewani

memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai media pemanas, menambah cita

rasa bahan makanan serta meningkatkan nilai gizi pada makanan. Dari

segi fisik pun sama, yaitu berwarna kuning bening, tidak berbau dan tidak

berasa karena rasa pada minyak goreng dipengaruhi oleh zat-zat lain yang

terkandung di dalamnya. Pada dasarnya minyak goreng terdiri dari 3 jenis

xxx

komposisi dengan prosentase yang berbeda-beda, yaitu minyak jenuh,

minyak tak jenuh tunggal, dan minyak tak jenuh ganda.

1. Minyak jenuh, disebut minyak jenuh karena banyak mengandung

asam lemak jenuh. Umumnya minyak jenuh terbuat dari hewani,

kecuali minyak sawit dan minyak kelapa. Minyak jenis ini cenderung

meningkatkan kolesterol dalam darah. Tetapi kelebihannya adalah

minyak ini relatif stabil dan tidak mudah rusak oleh panas. Karena

itulah minyak jenis ini paling dianjurkan sebagai minyak goreng.

2. Minyak tak jenuh tunggal, dikenal pula dengan sebutan omega-9.

Minyak jenis ini tidak meningkatkan kadar kolesterol dalam darah.

Yang tergolong dalam minyak jenis ini adalah minyak zaitun dan

minyak kacang. Sama halnya dengan minyak jenuh, minyak jenis

inipun relatif stabil dalam menahan panas.

3. Minyak tak jenuh ganda, semua minyak yang tergolong jenis ini

berasal dari nabati, sehingga tidak meningkatkan kadar kolesterol

dalam darah, namun justru menurunkan. Jenis minyak ini antara lain

adalah minyak jagung, minyak biji kapas, minyak biji matahari,

minyak kedelai, minyak wijen dan minyak biji rami. Asam lemak tak

jenuh yang terkandung di dalamnya kaya akan asam lemak esensial

yang sangat diperlukan bagi kesehatan tubuh. Tetapi minyak jenis ini

sangat tidak stabil dan mudah rusak oleh panas. Jika asam lemaknya

rusak karena panas manfaatnya sudah tidak ada lagi bagi tubuh, oleh

sebab itu tidak dianjurkan menggunakannya minyak jenis ini sebagai

minyak goreng (Anonime, 2000).

Harga sebuah produk mempengaruhi program pemasaran

perusahaan. Konsumen sangat tergantung pada harga sebagai indikator

kualitas sebuah produk terutama pada waktu mereka harus membuat

keputusan beli sedangkan informasi yang dimiliki tidak lengkap.

Beberapa studi menunjukkan bahwa persepsi konsumen terhadap kualitas

produk berubah-ubah seiring dengan perubahan yang terjadi pada harga.

Semakin tinggi harga suatu produk semakin baik. Persepsi seperti ini pada

xxxi

waktu mereka tidak memiliki petunjuk lain dari kualitas produk selain

harga. Dalam teori ekonomi, mempelajari bahwa harga (price), nilai

(value) dan manfaat (utility) merupakan konsep yang saling berkaitan.

Manfaat adalah atribut sebuah produk yang mempunyai kemampuan

memuaskan keinginan. Nilai adalah ukuran kuantitatif bobot sebuah

produk yang dapat dipertukarkan dengan produk yang lainnya. Harga

adalah nilai yang disebutkan dalam rupiah dan sen atau medium moneter

yang lainnya sebagai alat tukar (Stanton, 1996).

6. Pasar Tradisional

Pasar didefinisikan sebagai tempat bertemunya penawaran dan

permintaan, yang kemudian terwujud dalam aktivitas jual-beli. Terdapat

dua jenis pasar, yakni pasar tradisional dan pasar modern. Pasar

tradisional, selain menggunakan sarana dan fasilitas yang relatif

sederhana, juga menerapkan sistem jual-beli interaktif. Pemilik modal

umumnya memegang langsung barang dagangannya dan tawar-menawar

dimungkinkan. Sebaliknya, pasar modern menggunakan sistem jual-beli

searah. Harga ditetapkan oleh pemilik atau penjual secara sepihak dan

pembeli tidak diberi kesempatan untuk turut menentukan harga. Sudut

pandang Geertz tentang pasar adalah pertama, sebagai arus barang dan

jasa menurut pola tertentu. Kedua, sebagai rangkaian mekanisme ekonomi

untuk memelihara dan mengatur arus barang dan jasa. Ketiga, sebagai

sistem sosial dan kebudayaan di mana mekanisme tertanam. Mekanisme

tawar-menawar merupakan unsur khas pasar tradisional (Anonimf, 2009).

Pasar dapat diartikan menurut berbagai segi dan pandangan :

a. Menurut pengertian yuridis, pasar merupakan tempat atau bursa di

mana saham-saham diperjual belikan.

b. Bagi pedagang, pasar merupakan suatu lokasi tempat produk-produk

diterima, dipilih, disimpan dan dijual.

c. Bagi manajer penjualan, pasar merupakan tempat atau letak geografis

(kota, daerah) di mana ia harus merumuskan mengenai disributor,

mengenai produk yang dijual, periklanan, salesman, dan sebagainya.

xxxii

d. Menurut ahli ekonomi, pasar adalah semua pembelian dan penjualan

yang mempunyai perhatian, baik secara riel maupun potensial terhadap

suatu produk atau golongan produk.

e. Bagi seorang pemasar, pasar adalah semua orang, kelompok usaha,

lembaga-lembaga perdagangan yang membeli suatu produk atau jasa.

Pasar dapat dikelompokan menjadi pasar konsumen (Consumer market),

pasar produsen (Producer market), pasar pedagang perantara (reseller

market), pasar pemerintah (goverment market) (Sumawihardja, 1991).

Pasar adalah salah satu komponen utama pembentukan komunitas

masyarakat baik di desa maupun di kota sebagai lembaga distribusi

berbagai macam kebutuhan manusia seperti bahan makanan, sumber

energi, dan sumberdaya lainnya. Pasar berperan pula sebagai penghubung

antara desa dan kota. Perkembangan penduduk dan kebudayaan selalu

diikuti oleh perkembangan pasar sebagai salah satu pendukung penting

bagi kehidupan manusia sehari-hari. Sampai saat sekarang keberadaan

pasar tradisional masih dibutuhkan sebagai penopang kehidupan

keseharian masyarakat (Anonimb, 2008).

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Perkembangan pasar yang semakin kompetitif menimbulkan keinginan

produsen untuk berpikir keras dalam usaha meningkatkan penjualan

produknya. Setiap produsen berusaha menonjolkan keunggulan atribut pada

minyak goreng seperti kemasan, harga, dan merek. Hal tersebut memicu

timbulnya beda antar merek yang selanjutnya akan direspon oleh konsumen

dalam bentuk persepsi. Persepsi itulah yang akan membentuk perilaku

konsumen minyak goreng.

Hiam dan Schewe (1994) mengatakan bahwa bukan produk yang

membentuk perilaku konsumen, namun persepsi konsumen terhadap produk

tersebut yang membentuk produk yang ditawarkan. Perilaku konsumen

(Consumer behavior) juga sangat terkait dengan sejauh mana tingkat

keterlibatan konsumen dalam pembelian suatu produk. Tinggi rendahnya

keterlibatan konsumen dipengaruhi oleh faktor pembeli (faktor psikologis,

xxxiii

budaya dan sosial), faktor produk yang meliputi berbagai macam atribut yang

melekat pada produk minyak goreng termasuk merek dan situasi pembelian

yang dihadapi.

Proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen terdiri dari

lima tahap yaitu pengenalan produk, pencarian informasi, evaluasi alternatif,

pembelian dan perilaku pembelian. Keterlibatan konsumen dikatakan tinggi

jika ditandai oleh upaya pencarian informasi yang intensif sehingga konsumen

dapat mengevaluasi semua informasi mengenai produk seperti atribut

termasuk beda antar merek. Henry Assael yang dikutip dalam Simamora

(2003) mengungkapkan empat model tipe perilaku konsumen dengan

menghubungan antara faktor keterlibatan konsumen dan beda antar merek

yang dalam hal ini diukur dengan pendekatan persepsi, yaitu sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pendekatan Masalah

Produsen/Perusahaa

Persepsi

Perilaku Pembelian

Keterlibatan Konsumen (Consumer involvement)

Beda Antar Merek

Tipe Perilaku Konsumen (Consumer

Minyak goreng dengan berbagai atribut : 1. Produk

a. Jenis minyak goreng

b. Kemasan minyak goreng

c. Warna minyak goreng

d. Kejernihan e. Volume kemasan f. Kandungan gizi

2. Harga minyak goreng 3. Promosi

a. Promosi Penjualan b. Iklan di Media

4. Tempat a. Ketersediaan di

pasar tradisional

Konsumen

Minyak

xxxiv

D. Hipotesis

Diduga bahwa tipe perilaku konsumen minyak goreng adalah tipe

perilaku pembeli yang mengurangi keragu-raguan (dissonance-reducing

buying behavior). Tipe perilaku ini memiliki tingkat keterlibatan konsumen

tinggi (high-involvement consumer), namun terdapat perbedaan antar merek

(Differentes among brands) yang tidak nyata.

E. Asumsi

1. Responden merupakan pengambil keputusan dalam pembelian minyak

goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali yang mewakili rumah

tangga.

2. Keputusan pembelian diambil secara rasional dengan mengevaluasi

atribut-atribut produk (minyak goreng) yang dipertimbangkan.

F. Pembatasan Masalah

1. Dalam penelitian analisis tipe perilaku konsumen, yang dikaji hanya

meliputi dua fokus permasalahan yaitu keterlibatan konsumen dan beda

antar merek minyak goreng di pasar tradisional di Kabupaten Boyolali.

2. Atribut produk minyak goreng yang dipertimbangkan konsumen dalam

penelitian adalah jenis minyak goreng, kemasan, warna minyak goreng,

kejernihan minyak goreng, volume kemasan, kandungan gizi, harga dan

promosi.

3. Merk minyak goreng yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak

goreng yang sedang dikonsumsi masyarakat pada saat penelitian

dilakukan.

4. Responden dalam penelitian ini adalah konsumen minyak goreng yang

sedang mengunjungi pasar tradisional lokasi penelitian di Kabupaten

Boyolali yang mewakili rumah tangga yaitu yang tidak bertujuan untuk

menjual kembali.

G. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel

1. Perilaku konsumen minyak goreng adalah kegiatan individu yang secara

langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan minyak goreng,

xxxv

termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan

penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.

2. Keterlibatan konsumen minyak goreng adalah tingkat kepedulian atau

minat terhadap proses pembelian minyak goreng yang dibangkitkan oleh

arti penting pembelian tersebut.

3. Perilaku membeli yang rumit adalah tipe perilaku konsumen yang

ditimbulkan oleh keterlibatan konsumen yang tinggi dalam pembelian dan

menyadari adanya perbedaan yang jelas di antara merek-merek yang ada.

4. Perilaku membeli yang mengurangi keragu-rahguan adalah tipe perilaku

konsumen yang ditimbulkan oleh keterlibatan yang tinggi dalam

pembelian namun konsumen hanya menyadari hanya sedikit perbedaan

antar merek.

5. Perilaku membeli berdasarkan kebiasaan adalah tipe perilaku konsumen

yang timbul karena kebiasaan (pembelian ulang), karena konsumen sudah

mengenal produk tersebut, sehingga keterlibatan rendah dan perbedaan

antar merek rendah.

6. Perilaku membeli yang mencari keragaman adalah tipe perilaku yang

ditimbulkan oleh keterlibatan konsumen yang rendah namun masih

terdapat perbedaan antar merek yang jelas.

7. Merek minyak goreng adalah suatu nama, istilah, simbol, desain atau

kombinasinya yang dimaksudkan untuk memberi tanda pengenal minyak

goreng dari produsen dan untuk membedakannya dari minyak goreng yang

dihasilkan oleh produsen lain.

8. Persepsi adalah gambaran konsumen mengenai minyak goreng yang dibeli

sebagai hasil dari proses dimana konsumen memilih, merumuskan dan

menafsirkan masukan informasi mengenai atribut yang melekat pada

minyak goreng.

9. Atribut minyak goreng adalah unsur-unsur minyak goreng yang dipandang

penting oleh konsumen dan dijadikan sebagai dasar pengambilan

keputusan pembelian seperti jenis minyak goreng, kemasan, warna,

kejernihan, kandungan gizi, volume kemasan, harga dan promosi.

xxxvi

10. Jenis minyak goreng adalah pembeda minyak goreng berdasarkan bahan

baku yang digunakan dalam produksi minyak goreng misalnya minyak

goreng kelapa sawit, kelapa, minyak jagung, minyak sayur, minyak

kedelai dan lainnya.

11. Kemasan minyak goreng adalah pengemasan yang membuat suatu merek

minyak goreng terlihat lebih menarik sehingga dapat menciptakan suatu

kesan konsumen yang dapat mendorong mereka untuk membeli atau tidak

membeli suatu merek minyak goreng tersebut yang sering terkait dengan

kepraktisan. Kemasan ada yang dalam bentuk derigent, refill, botol dan

plastik.

12. Warna minyak goreng adalah warna yang memberikan serangkaian makna

atau kesan konsumen terhadap minyak goreng, yaitu kuning muda, kuning

agak oranye dan putih.

13. Kejernihan adalah serangkaian makna atau kesan konsumen terhadap

kepekatan dari warna minyak goreng.

14. Kandungan gizi adalah berbagai gizi yang terkandung dalam minyak

goreng yang memberikan serangkaian makna atau kesan konsumen

terhadap minyak goreng.

15. Volume kemasan adalah kapasitas isi suatu kemasan minyak goreng yang

beragam yang biasanya dinyatakan dalam satuan liter untuk kemasan

derigent, refill dan botol serta kilogram untuk minyak goreng curah

sehingga memudahkan konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut

sesuai dengan kebutuhan.

16. Harga adalah nilai yang disebutkan dalam rupiah atau satuan mata uang

lainnya sebagai alat tukar.

17. Promosi minyak goreng adalah usaha yang dilakukan pemasar untuk

menyampaikan informasi mengenai minyak goreng.

18. Pasar tradisional adalah tempat bertemunya banyak penjual dan pembeli

minyak goreng dimana aktivitas jual beli dilakukan secara dua arah.

19. Produsen minyak goreng adalah perusahaan-perusahaan yang

menghasilkan minyak goreng dan terdaftar resmi dalam daftar produsen

xxxvii

minyak goreng, misalnya PT. Multimas nabati Asahan untuk minyak

goreng merek Sania dan lain-lain.

20. Konsumen minyak goreng adalah konsumen minyak goreng yang sedang

mengunjungi pasar tradisional yang dipilih sebagai lokasi penelitian di

Kabupaten Boyolali yang mewakili rumah tangga yaitu yang tidak

bertujuan menjualnya kembali.

xxxviii

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analitis yang memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada

pada masa sekarang yaitu masalah-masalah aktual dan data yang

dikumpulkan, mula-mula disusun, dianalisis dan kemudian dijelaskan

(Surakhmad, 1998). Metode ini dirancang dengan memberikan gambaran dari

hasil analisis mengenai keterlibatan konsumen dalam memutuskan pembelian,

perbedaan antar merek dan perilaku konsumen minyak goreng. Teknik

penelitian yang digunakan adalah penelitian survei yaitu metode pengumpulan

data primer dengan memperolehnya secara langsung dari sumber lapangan

penelitian (Ruslan, 2003).

B. Metode Pengumpulan Data

1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Metode penentuan daerah penelitian dilakukan dengan

menggunakan metode purposive yaitu secara sengaja (Singarimbun dan

Effendi, 1995). Kabupaten Boyolali dipilih sebagai daerah penelitian. Hal

itu didukung dengan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali

(2008), mengenai pertumbuhan penduduk di Kabupaten Boyolali. Data

jumlah penduduk Kabupaten Boyolali tiap tahunnya dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Boyolali

Jumlah Penduduk (jiwa) Tahun Luas (km2) Laki-laki Perempuan Jumlah

Kepadatan (jiwa/km2)

2003 1.015.1010 457.389 478.379 935.768 922 2004 1.015.1010 459.106 479.981 939.087 925 2005 1.015.1010 460.072 481.075 941.147 927 2006 1.015.1010 461.806 482.375 944.181 930 2007 1.015.1010 463.295 483.731 947.026 933 2008 1.015.1010 464.837 484.757 949.594 935

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali, 2008

27

xxxix

Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di

Kabupaten Boyolali selalu meningkat tiap tahunnya. Hal itu menunjukkan

bahwa secara otomatis kebutuhan akan bahan pokok di daerah ini

meningkat. Adapun rata-rata konsumsi minyak dan lemak penduduk

Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Konsumsi Minyak dan Lemak Penduduk Kabupaten Boyolali Per Bulan

Tahun Konsumsi Minyak dan Lemak (Kkal/Kapita/Bulan)

2008 1299 2009 2718

Sumber : Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali, 2009

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa rata-rata konsumsi

minyak dan lemak penduduk Kabupaten Boyolali dari tahun 2008 ke tahun

2009 mengalami peningkatan. Keadaan tersebut menyebabkan penelitian

tipe perilaku konsumen minyak goreng di Kabupaten Boyolali menjadi

penting dilakukan khususnya bagi produsen dan pemasar guna

menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen yang

semakin meningkat.

Daerah penelitian dipilih 4 kecamatan yang mewakili daerah

Kabupaten Boyolali bagian barat yaitu Kecamatan Ampel, bagian utara

yaitu Kecamatan Karanggede, bagian timur yaitu Kecamatan Nogosari dan

bagian selatan yaitu Kecamatan Boyolali.

2. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

convenience sampling. Metode convenience sampling adalah suatu teknik

pengambilan sampel dari suatu populasi yang dilakukan secara kebetulan

dan dianggap sesuai oleh peneliti (Churchill, 2005). Metode ini dilakukan

dengan wawancara di tempat penelitian dengan menggunakan kuisioner

yang telah disiapkan. Sampel yang digunakan yaitu sampel konsumen

minyak goreng yang sedang mengunjungi pasar tradisional di empat

kecamatan yang terpilih sebagai daerah penelitian di Kabupaten Boyolali

pada saat penelitian dilakukan.

xl

Sampel yang diambil yaitu dengan menggunakan dasar confident

level sebesar 95 %. Apabila dalam suatu penduga proporsi menggunakan

sampel dengan keyakinan (1-α) dan besarnya error tidak melebihi suatu

harga tertentu maka rumus (E) dapat digunakan untuk menentukan

besarnya sampel yang harus diambil :

Npp

E)1(

96,1-

=

Karena besarnya populasi tidak diketahui maka p(1-p) juga tidak

diketahui, tetapi karena p tidak selalu berada di antara 0 dan 1, maka besar

populasi maksimal adalah :

T(p) = p-p2

D(p) = 1-2p

2p = 1

P = 0,5

Harga maksimal dari f(p) adalah p(1-p) = 0,25, jadi besarnya

sampel jika digunakan confident level 95 % dan kesalahan yang terjadi

adalah 0,1 maka :

2

1,096,1

)25,0(=N

= 96,04

(Djarwanto dan Pangestu, 1996).

Jumlah responden dibulatkan menjadi 100 responden. Pembagian

responden untuk masing-masing daerah sampel diambil menurut

perbandingan jumlah pedagang kios/toko yang terdapat di empat pasar

tradisional daerah penelitian. Pembagian Responden untuk masing-masing

pasar tradisional dapat dilihat pada Tabel 4.

xli

Tabel 4. Pembagian Jumlah Responden Pada Pasar Tradisional Di Kabupaten Boyolali

N0 Pasar Tradisional Jumlah Kios/Toko Jumlah Responden 1 Ampel 1004 25 2 Karanggede 1317 33 3 Nogosari 608 15 4 Sunggingan 1102 27

Jumlah 4031 100

Sumber: Disperindag Kabupaten Boyolali, 2008

Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui jumlah responden pada tiap

pasar tradisional, dimana jumlah responden terbanyak terdapat pada pasar

tradisional Karanggede yaitu 33 responden. Hal itu dikarenakan jumlah

pedagang di pasar tersebut paling banyak yang menggambarkan presentase

jumlah konsumen juga paling banyak di antara ketiga pasar tradisional

yang lain.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Data Primer

Data yang langsung diperoleh dari sumber data oleh peneliti. Pada

penelitian ini data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan

menggunakan kuesioner. Sumber data primer adalah konsumen minyak

goreng di pasar tradisional di Kabupaten Boyolali.

2. Data Sekunder

Data yang telah terlebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh

orang di luar peneliti. Data sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga

yang terkait dengan penelitian ini. Sumber dari data sekunder ini diperoleh

dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kantor Ketahanan Pangan dan Dinas

Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Boyolali. Data

tersebut adalah keadaan umum daerah penelitian, keadaan perekonomian,

keadaan penduduk, data konsumsi minyak dan lemak, data jumlah pasar

dan data-data lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

xlii

D. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain:

1. Observasi

Observasi dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung

terhadap obyek yang akan diteliti, sehingga didapatkan gambaran yang

jelas mengenai obyek yang diteliti dan daerah lokasi penelitian.

2. Wawancara

Wawancara adalah metode untuk mendapatkan informasi dengan

cara bertanya langsung kepada responden, berdasarkan daftar pertanyaan

atau kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Kegiatan wawancara

dilakukan kepada konsumen yang sedang mengunjungi pasar tradisional di

Kabupaten Boyolali yang terpilih sebagai daerah penelitian.

3. Pencatatan

Pencatatan dilakukan dengan mencatat hasil wawancara yang

berdasarkan kuisioner dan mencatat data sekunder dari instansi atau

lembaga yang mempunyai keterkaitan dengan penelitian.

E. Metode Analisis Data

1. Keterlibatan konsumen

Penelitian ini menggunakan metode yang didesain Zaichkowsky,

yaitu inventaris keterlibatan pribadi (Involvement Inventory) untuk

mengukur tingkat keterlibatan konsumen. Metode tersebut adalah sebagai

berikut :

Tabel 5. Inventaris Keterlibatan Pribadi Bagi saya, minyak goreng adalah

Penting 7 : 6 : 5 : 4 : 3 : 2 : 1 Tidak penting Tidak menarik perhatian 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 :7 Menarik perhatian Tidak sesuai kebutuhan 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 :7 Sesuai kebutuhan

Tidak berguna 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 :7 Berguna Kebutuhan pokok 7 : 6 : 5 : 4 : 3 : 2 : 1 Bukan kebutuhan pokok

Menguntungkan 7 : 6 : 5 : 4 : 3 : 2 : 1 Tidak menguntungkan Tidak diperlukan 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 :7 Diperlukan

Sumber : Engel et al, 1995 dalam Simamora, 2003

Skala yang digunakan adalah skala likert yang berisikan tujuh

skala. Kedua ujung skala berisikan sisi positif dan negatif. Sisi ekstrim

xliii

positif diberi bobot 7, maka skor maksimal 49 yang diperoleh dari 7x7=49.

Sedangkan skor terendah adalah 7, yang diperoleh dari 7x1=7. Apabila

skornya dibawah 28, keterlibatan termasuk rendah. Keterlibatan tergolong

tinggi bila skornya di atas 28.

Penelitian ini menggunakan tujuh dimensi keterlibatan minyak

goreng yang dipertimbangkan oleh konsumen. Pertama, dimensi penting

yang meliputi jenis minyak goreng. Kedua, dimensi menarik yang

meliputi warna, kejernihan dan produsen. Ketiga, dimensi sesuai

kebutuhan yang meliputi volume kemasan. Keempat, dimensi berguna

yang meliputi kandungan gizi. Kelima dimensi kebutuhan pokok terkait

dengan posisi minyak goreng dalam kebutuhan konsumen. Keenam,

dimensi menguntungkan yang meliputi harga minyak goreng. Ketujuh,

dimensi diperlukan yang meliputi aman, sehat dan distribusi.

2. Beda antar merek

Beda antar merek dianalisis berdasarkan persepsi kualitas masing-

masing merek. Persepsi kualitas mengandung keyakinan performan suatu

merek yang diwujudkan dengan penilaian terhadap atribut minyak goreng

masing-masing merek. Setiap atribut minyak goreng disusun secara

berjenjang dan diberi bobot antara 1 untuk kategori paling rendah dan 5

untuk kategori paling tinggi, seperti pada Tabel 6 berikut ini :

xliv

Tabel 6. Pembobotan Atribut Minyak Goreng Atribut 1 2 3 4 5 Jenis Sangat

kurang Kurang Cukup Banyak Sangat

banyak Kemasan Sangat

kurang menarik

Kurang menarik

Cukup menarik

Menarik Sangat menarik

Warna Kuning keorangean

Kuning Kuning kehijauan

Kuning muda

Putih kekuning

an Kejernihan Sangat

kurang jernih

Kurang jernih

Cukup jernih

Jernih Sangat jernih

Volume kemasan

Sangat kurang sesuai

kebutuhan

Kurang sesuai

kebutuhan

Cukup sesuai

kebutuhan

Sesuai Kebutuh

an

Sangat sesuai

kebutuhan

Harga Sangat mahal

Mahal Cukup murah

Murah Sangat murah

Kandungan gizi

Sangat sedikit

Sedikit Cukup banyak

Banyak Sangat banyak

Promosi Sangat kurang

menarik

Kurang menarik

Cukup menarik

Menarik Sangat menarik

Berdasarkan pembobotan tersebut, maka skor merek atas semua

atribut dapat dihitung berdasarkan persepsi setiap responden. Skor tersebut

diperoleh dengan menjumlahkan bobot setiap jawaban atribut. Selanjutnya

dilakukan uji ANOVA (analysis of variance) satu arah untuk melihat

signifikan atau tidak signifikannya beda antar merek tersebut. Hipotesis

yang digunakan yaitu :

Ho : Tidak ada beda antar merek

Ha : Ada beda antar merek

Apabila,

F hitung > F tabel 5%, maka tolak Ho artinya beda antar merek nyata.

Fhitung < F tabel 5%,maka terima Ho artinya beda antar merek tidak nyata.

3. Tipe perilaku konsumen

Tipe perilaku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe

perilaku konsumen yang dikemukakan oleh Henry Assael yaitu

membedakan empat tipe perilaku konsumen berdasarkan keterlibatan

konsumen dan tingkat perbedaan antar merek, seperti yang diilustrasikan

sebagai berikut :

xlv

KETERLIBATAN

Tinggi Rendah Nyata

Perilaku pembelian komplek ( complex buying behavior)

Perilaku pembelian mencari keragaman (variety seeking buying behavior)

Tidak nyata

Perilaku pembelian mengurangi keragu-raguan (dissonance-reducing buying behavior)

Perilaku pembelian kebiasaan (habitual buying behavior)

Gambar 2. Tipe perilaku Konsumen Menurut Henry Assael

Sumber : Simamora, 2003

Berdasarkan hasil analisis keterlibatan konsumen dengan

menggunakan inventaris keterlibatan pribadi (Involvement Inventory) akan

diketahui tinggi rendahnya keterlibatan konsumen minyak goreng di pasar

Tradisional Kabupaten Boyolali. Analisis beda antar merek dengan

menggunakan uji ANOVA (analysis of variance) satu arah akan diperoleh

tingkat signifikasi beda antar merek menurut konsumen minyak goreng di

pasar tradisional Kabupaten Boyolali. Kedua hasil analisis tersebut

dikombinasikan sehingga dapat dibedakan empat tipe perilaku konsumen.

Tipe perilaku konsumen yang pertama adalah tipe perilaku konsumen

komplek dengan keterlibatan konsumen tinggi dan beda antar merek

minyak goreng yang nyata menurut konsumen minyak goreng. Tipe yang

kedua adalah tipe perilaku konsumen yang mencari keragaman dengan

keterlibatan konsumen rendah namun masih terjadi beda antar merek

minyak goreng yang nyata menurut konsumen minyak goreng. Tipe yang

ketiga adalah perilaku konsumen yang mengurangi keragu-raguan

dengan keterlibatan konsumen tinggi namun terdapat beda antar merek

yang tidak nyata menurut konsumen minyak goreng. Tipe yang keempat

adalah perilaku konsumen yang berdasarkan kebiasaan dengan

keterlibatan konsumen yang rendah dan beda antar merek minyak goreng

yang tidak nyata menurut konsumen minyak goreng.

PERBEDAAN ANTAR MEREK

xlvi

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Geografis

1. Letak Geografis

Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota

di Propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Boyolali terletak antara 100o22’-

110o50’ Bujur Timur dan 7o7’–7o36’ Lintang Selatan dengan ketinggian

antara 75–1500 meter diatas permukaan laut. Batas-batas wilayah

Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang

Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen dan

Kabupaten Sukoharjo

Sebelah Selatan : Kabupaten Klaten dan Daerah Istimewa Yogyakarta

Sebelah Barat : Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang

2. Keadaan Alam

Kabupaten Boyolali memiliki sumber daya alam yang dapat

dimanfaatkan secara maksimal dalam menunjang pembangunan wilayah.

Sumber daya alam meliputi sumber daya lahan dan perairan. Pada

umumnya Kabupaten Boyolali memiliki empat macam struktur tanah,

yaitu:

a. Tanah lempung di bagian timur laut sekitar wilayah Kecamatan

Karanggede dan Simo.

Tanah lempung merupakan golongan tanah yang paling sulit

diolah terutama di musim penghujan dan tanah ini akan menjadi sangat

keras serta pecah di musim kemarau. Akar tanaman susah menembus

dan air lebih sulit meresap karena sifatnya yang liat. Tanaman yang

cocok ditanam pada tipe tanah ini adalah tanaman yang mempunyai

akar kuat dan panjang, misalnya: jati, mahoni dan secang. Tanaman ini

dapat tumbuh dengan kondisi tanah yang kurang bagus atau lahan

kritis dan tidak memerlukan banyak air.

35

xlvii

b. Tanah geluh di bagian tenggara sekitar wilayah Kecamatan Banyudono

dan Sawit.

Tanah geluh bersifat remah, lembab dan mudah mengikat air.

Tanah semacam ini dianggap ideal untuk bercocok tanam terutama

untuk jenis tanaman hias karena tipe tanah ini memiliki cukup hara dan

humus daripada tanah berpasir, serapan dan drainase air tanah lebih

bagus daripada tanah berkapur, dan lebih mudah diolah daripada tanah

lempung.

c. Tanah berpasir di bagian barat laut sekitar wilayah Kecamatan Musuk

dan Cepogo.

Tanah berpasir merupakan tanah yang mempunyai sifat sangat

ringan dan mudah menyerap air, sehingga bila tanah ini diremas keras-

keras dengan tangan, tanah akan mudah hancur. Kekurangannya

adalah baik air maupun nutrisi yang meresap tidak dapat ditampung

dengan baik sehingga menyebabkan tanah ini menjadi cepat kering dan

kurang subur. Dengan kondisi seperti ini, tanaman yang cocok ditanam

adalah jenis tanaman kaktus.

d. Tanah berkapur di bagian utara sepanjang perbatasan dengan wilayah

Kabupaten Grobogan.

Tanah jenis ini ringan dan menyerap air. Sama seperti halnya tanah

berpasir, tanah kapur juga termasuk tanah yang tidak subur. Sebagian

besar tanah ini mengandung kapur. Bila kadar kapurnya tinggi, maka

tanaman yang tumbuh diatasnya sering mengalami daun yang kuning.

Walaupun tanahnya tidak subur, akan tetapi cocok untuk ditanami

tanaman jati.

Daerah-daerah di kabupaten Boyolali terbagai berdasarkan

ketinggian tempat yaitu sebagai berikut :

75 – 400 DPL meliputi wilayah Kecamatan Mojosongo, Teras, Sawit,

Banyudono, Sambi, Ngemplak, Simo, Nogosari,

Karanggede, Andong, Klego, Kemusu, Wonosegoro,

Juwangi, dan Sebagian Boyolali.

xlviii

400 – 1000 DPL meliputi Kecamatan Boyolali, Musuk serta sebagian

Kecamatan Ampel dan Cepogo.

1000 – 1500 DPL meliputi Kecamatan Ampel, Cepogo dan Selo.

Pada daerah dengan ketinggian yang berbeda-beda tersebut,

terdapat dua gunung yang melintasinya yaitu Gunung Merapi dan Gunung

Merbabu. Keduanya terdapat di wilayah Kecamatan Selo, Cepogo, Musuk

dan Ampel. Selain daratan, Kabupaten Boyolali memiliki beberapa sumber

perairan yaitu sumber air dangkal, waduk dan sungai. Beberapa sumber

perairan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Sumber air dangkal meliputi Tlatar di wilayah Kecamatan Boyolali,

Nepen di Kecamatan Teras, Pengging di wilayah Kabupaten

Banyudono, Pantaran di wilayah Kecamatan Ampel, Wonopedut di

wilayah Kecamatan Cepogo dan Mungup di wilayah Kecamatan

Sawit.

b. Waduk meliputi Kedungombo di wilayah Kecamatan Kemusu,

Kedungdowo di wilayah Kecamatan Andong, Cengklik di wilayah

Kecamatan ngemplak dan Bade di wilayah Kecamatan Klego.

c. Sungai meliputi Serang melintasi Kecamatan Kemusu dan

Wonosegoro, Cemoro melintasi Kecamatan Simo dan Nogosari, Pepe

melintasi Kecamatan Boyolali, Mojosongo, Teras, Banyudono, Sambi

dan Ngemplak serta sungai Gandul yang melintasi Kecamatan Selo,

Cepogo, Musuk, Mojosongo, Teras, an Sawit.

3. Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan

Luas wilayah Kabupaten Boyolali mencapai 101.510 Ha yang

terbagi dalam 19 kecamatan yaitu Kecamatan Selo, Ampel, Cepogo,

Musuk, Boyolali, Mojosongo, Teras, Sawit, Banyudono, Sambi,

Ngemplak, Nogosari, Simo, Karanggede, Klego, andong, Kemusu,

Wonosegoro dan Juwangi. Kecamatan Kemusu merupakan kecamatan

yang terluas dengan luas 9.908,42 Ha yaitu 9,76 % dari luas wilayah

Kabupaten Boyolali. Sedangkan Kecamatan Sawit merupakan kecamatan

terkecil yaitu 1.723,18 Ha atau 1,70% dari luas wilayah Kabupaten

xlix

Boyolali. Lahan di Kabupaten Boyolali terbagi menjadi beberapa

penggunaan yaitu sebagai berikut :

Tabel 7. Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan (Ha) di Kabupaten Boyolali Tahun 2008

No. Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha) Prosentase (%) 1. Tanah Sawah 22.869,15 22,53 2. Pekarangan/Bagunan 25.189,65 24,81 3. Tegal/Kebun 30.681,35 30,22 4. Padang Gembala 983,33 0,97 5. Tambak/Kolam 821,09 0.81 6. Hutan Negara 14.835,50 14,61 7. Lainnya 6.130,14 6,04

Jumlah 101.510,20 100

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali, 2008

Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa penggunaan lahan

terbesar adalah untuk lahan tegal atau kebun dengan luas 30.681,35 Ha

yaitu 30,22% dari luas wilayah Kabupaten Boyolali. Sebagian besar

wilayah Kabupaten Boyolali digunakan sebagai lahan kebun baik kebun

sayur seperti wortel yang merupakan komoditas utama petani di

Kecamatan Selo, kobis dan kentang, kebun buah seperti pepaya maupun

lahan tegal untuk palawija seperti jagung dan ubi kayu. Sedagkan

penggunaan lahan terkecil adalah untuk tambak atau kolam dengan luas

821,09 Ha yaitu 0,81% dari luas wilayah Kabupaten Boyolali.

B. Keadaan Penduduk

Keadaan penduduk di Kabupaten Boyolali meliputi keadaan penduduk

menurut jenis kelamin, menurut kelompok umur, menurut tingkat pendidikan,

dan menurut mata pencaharian. Keadaan penduduk tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Menurut data BPS Kabupaten Boyolali tahun 2008, keadaan

penduduk Kabupaten Boyolali menurut jenis kelamin adalah sebagai

berikut :

Tabel 8 Komposisi Penduduk Kabupaten Boyolali Menurut Jenis Kelamin dan Sex Rationya Tahun 2003-2008.

l

Penduduk (jiwa) Tahun Jumlah (jiwa) Laki-laki Perempuan

Sex Ratio (%)

2003 935.768 457.389 478.379 95,60 2004 939.087 459.106 479.981 95,70 2005 941.147 460.072 481.075 95,60 2006 944.181 461.806 482.375 95,74 2007 947.026 463.295 483.731 95,78 2008 949.594 464.837 484.757 95,89

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali, 2008

Berdasarkan Tabel 8, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk

Kabupaten Boyolali dengan jenis kelamin perempuan lebih besar dari

jumlah penduduk dengan jenis kelamin laki-laki. Pada tahun 2008, rasio

jenis kelamin di Kabupaten Boyolali adalah sebesar 95,89% yang

menunjukkan bahwa setiap terdapat 100 penduduk dengan jenis kelamin

perempuan maka terdapat 96 penduduk dengan jenis kelamin laki-laki.

2. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur

Menurut data BPS Kabupaten Boyolali tahun 2008, keadaan

penduduk Kabupaten Boyolali menurut Kelompok umur dan jenis kelamin

adalah sebagai berikut :

Tabel 9. Penduduk Kabupaten Boyolali Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2008

Tahun Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total

li

Laki-laki Perempuan 0-4 37.977 33.012 70.989 5-9 39.650 38.150 77.800

10-14 46.157 41.787 87.944 15-19 38.072 34.903 72.975 20-24 39.233 37.181 76.414 25-29 39.556 38.684 78.240 30-34 36.722 42.369 79.091 35-39 30.076 34.224 64.300 40-44 31.190 39.364 70.554 45-49 31.145 32.428 63.573 50-54 24.218 24.577 48.795 55-59 18.828 23.317 42.145 60-64 21.152 22.107 43.259

> 64 30.861 42.654 73.515 Jumlah 464.837 484.757 949.594

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali, 2008

Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk

terbanyak adalah pada penduduk kelompok umur 10-14 tahun yaitu

sebesar 46.157 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terkecil adalah pada

kelompok umur 60-64 tahun yaitu sebesar 21.152 jiwa. Penduduk usia non

produktif adalah penduduk yang berada pada kelompok umur < 14 tahun

dan > 60 tahun, sedangkan penduduk usia produktif adalah penduduk yang

berada pada kelompok umur 15-59 tahun.

∑ usia non produktif = 70.989 + 77.800 + 87.944 + 43.259 + 73.515

= 353.507 jiwa

∑ usia produktif = 72.975 + 76.414 + 78.240 + 79.091 + 64.300 +

70.554 + 63.573 + 48.795 + 42.145

= 596.087 jiwa

ABT (Angka Beban Tanggungan) = % 100 x produktif Σ

produktifnon Σ

= % 100 x 596.087353.507

= 59,30 %

Angka beban tanggungan adalah perbandingan jumlah penduduk

yang tidak produktif dengan jumlah penduduk yang produktif selama 1

lii

tahun. Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten

Boyolali merupakan kelompok usia produktif. Jumlah kelompok usia non

produktif yang lebih kecil dari kelompok usia produktif menunjukkan

bahwa beban tanggungan yang ditanggung kelompok produktif terhadap

kelompok usia non produktif lebih ringan. Artinya setiap 100 orang usia

produktif menanggung 59 orang usia non produktif.

3. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Menurut data BPS Kabupaten Boyolali tahun 2008, keadaan

penduduk Kabupaten Boyolali menurut tingkat pendidikan adalah sebagai

berikut :

Tabel 10. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Boyolali Tahun 2008

No. Tingkat Pendidikan Jumlah 1. Tamat PT / D IV 12.515 2. Tamat Akademi / Diploma 10.814 3. Tamat SLTA 3.054 4. Tamat SLTP 118.825 5. Tamat SD 303.758 6. Tidak / Belum Tamat SD 271.515 Jumlah 720.481

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali, 2008

Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui jumlah penduduk di

Kabupaten Boyolali yang terbesar adalah penduduk yang tamat SD yaitu

sebesar 303.758 jiwa. Terbesar kedua adalah jumlah penduduk yang

belum tamat SD. Secara umum penduduk Kabupaten Boyolali memiliki

pendidikan yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar

penduduk Kabupaten Boyolali belum memahami akan pentingnya

pendidikan. Hal ini berpengaruh pada pola konsumsi penduduk Kabupaten

Boyolali karena dengan pendidikan yang rendah penduduk akan

cenderung lebih sulit menerima dan menyerap informasi dan wawasan

terlebih mengenai konsumsi makanan yang sehat bagi kebutuhan tubuh.

4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

liii

Menurut data BPS Kabupaten Boyolali tahun 2008, keadaan

penduduk Kabupaten Boyolali menurut mata pencaharian utama adalah

sebagai berikut :

Tabel 11. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kabupaten Boyolali Tahun 2008

No. Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%) 1. Pertanian Tanaman Pangan 243.264 30,38 2. Perkebunan 16.733 2,09 3. Perikanan 1.262 0,16 4. Peternakan 51.172 6,39 5. Pertanian Lainnya 25.126 3,13 6. Industri Pengolahan 43.455 5,43 7. Perdagangan 51.366 6,41 8. Jasa 54.015 6,75 9. Angkutan 7.128 0,89 10. Lainnya 307.284 38,37

Jumlah 800.805 100

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali, 2008

Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa penduduk di

Kabupaten Boyolali yang bekerja di sektor pertanian paling besar.

Pertanian tanaman pangan sendiri memiliki tenaga kerja sebesar 243.264

jiwa atau 30,38% dari total penduduk yang berusia sepuluh tahun ke atas.

Penduduk di Kabupaten Boyolali banyak yang bekerja pada lapangan

pekerjaan ini karena sebagian besar lahan di Kabupaten Boyolali

digunakan untuk bercocok tanam khususnya pertanian dengan sistem

kebun sehingga memerlukan banyak pekerja untuk menanganinya. Jenis

lapangan pekerjaan yang paling sedikit pekerjanya adalah pekerjaan di

bidang perikanan yaitu 1.262 jiwa atau hanya 0,16% dari total penduduk

yang berusia sepuluh tahun ke atas. Hal ini disebabkan karena perikanan

membutuhkan banyak air, sedangkan akses untuk mendapatkan air di

Kabupaten Boyolali tidak terlalu lancar. Pekerjaan lainnya, yang dimaksud

disini adalah lapangan pekerjaan selain yang telah disebutkan pada no. 1

hingga no. 9. Jumlah pekerja yang termasuk dalam kategori ini sebanyak

307.284 jiwa atau 38,37% dari 800.805 jiwa. Hal ini disebabkan karena

lapangan pekerjaan ini terdiri dari berbagai jenis pekerjaan, seperti

liv

pekerjaan yang bergerak di bidang pertambangan, bangunan/konstruksi,

keuangan, dan persewaan.

Jenis pekerjaan akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang

diterima oleh seseorang. Tingkat pendapatan yang diterima akan

mempengaruhi pola konsumsi seseorang, semakin tinggi pendapatan maka

proporsi pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan semakin meningkat.

C. Keadaan Perekonomian

Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan suatu usaha

masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan miningkatkani

tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan ekonomi di suatu

daerah berbeda-beda tergantung dari potensi daerah, peran pemerintah, dan

juga masyarakat sebagai pelaku pembangunan. Ketiga faktor tersebut harus

dapat berjalan secara berkesinambungan sehingga tujuan pembangunan yang

telah ditetapkan dapat dicapai. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat jenis dan

banyaknya sarana perekonomian di Kabupaten Boyolali.

Tabel 12. Jenis dan Jumlah Sarana Perekonomian di Kabupaten Boyolali Tahun 2008

No Sarana Perekonomian Jumlah (unit) 1. 2. 3.

Koperasi Bank BRI Pasar a. Pasar Tradisional b. Pasar Modern c. Pasar Hewan

967 25

105 26 7

Jumlah 1.130

Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2008

Berdasarkan Tabel 12, dapat diketahui bahwa di Kabupaten Boyolali

terdapat tiga sarana perekomonian yaitu Koperasi sebanyak 967 unit yang

terdiri KUD, non KUD, koperasi industri, koperasi peternakan/pertanian,

koperasi jasa, koperasi fungsional dan koperasi simpan pinjam, Bank BRI

sejumlah 25 unit, dan Pasar sebanyak 138 unit yang terdiri dari 10 unit pasar

tardisional, 26 pasar modern dan 7 unit pasar hewan.

lv

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Pengelompokkan konsumen merupakan hal yang penting dalam

pemasaran guna mengetahui konsumen sasaran yang tepat bagi produknya

yang dalam penelitian ini adalah minyak goreng. Masyarakat terdiri dari

kelompok kecil yang dicirikan oleh adanya perbedaan perilaku antar

kelompok kecil tersebut. Perbedaan kelompok tersebut berdasarkan kepada

perbedaan karakteristik sosial, ekonomi dan demografi konsumen. Beberapa

karakteristik demografi yang sangat penting untuk memahami konsumen

adalah jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, pendapatan dan jumlah

anggota keluarga (Sumarwan, 2003). Hasil penelitian menunjukkan

karakteristik konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten

Boyolali adalah sebagai berikut :

1. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100 orang responden

yang diambil sebagai sampel, terdiri dari perempuan dan laki-laki.

Perbandingan jumlah responden perempuan dan laki-laki dapat dilihat

pada Tabel 13.

Tabel 13. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Responden Persentase (%) Perempuan Laki-laki

92 8

92 8

Jumlah 100 100

Sumber : Diadopsi dari Lampiran 1

Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa dari 100 responden, jumlah

responden perempuan lebih banyak dari pada responden laki-laki yaitu

sebanyak 92 orang, sedangkan responden laki-laki hanya 8 orang. Jumlah

responden perempuan lebih dominan daripada responden laki-laki terjadi

karena pada umumnya perempuan lebih memperhatikan kebutuhan

anggota keluarga terutama dalam memenuhi kebutuhan konsumsi rumah

tangga. Minyak goreng juga merupakan salah satu kebutuhan pokok yang

44

lvi

sering digunakan oleh perempuan khususnya ibu rumah tangga dalam

memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, sehingga peran perempuan

dalam keputusan pembelian minyak goreng sangat besar. Hal ini

ditunjukkan dengan peran perempuan yang pada umumnya lebih

melibatkan diri dalam memutuskan pembelian minyak goreng dari pada

laki-laki. Namun dalam penelitian ini masih ditemui sebagian kecil laki-

laki sebagai konsumen minyak goreng dengan alasan istri sedang bekerja

atau seorang yang sedang mengisi waktu luang dengan membantu istri

berbelanja.

2. Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur

Memahami umur konsumen merupakan hal yang penting dalam

pemasaran suatu produk. Perbedaan umur akan mengakibatkan perbedaan

selera dan kesukaan konsumen terhadap merek (Sumarwan, 2003).

Pemasar minyak goreng perlu mengetahui komposisi umur penduduk di

suatu wilayah yang dijadikan target pasarnya guna menunjang

keberhasilan pemasaran minyak goreng. Karakteristik responden dari

konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali

menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur

Umur (Tahun) Responden Persentase (%)

19-24 2 2

25-35 20 20

36-50 60 60

51-65 17 17

> 65 1 1

Jumlah 100 100

Sumber : Diadopsi dari Lampiran 1

Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen minyak

goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali adalah konsumen pada

kelompok umur antara 36-50 tahun sebesar 60% yaitu 60 responden.

lvii

Menurut Sumarwan (2003), kelompok umur tersebut merupakan

kelompok umur separuh baya. Kelompok umur tersebut pada umumnya

cenderung berpikir rasional dimana konsumen mengerti tentang minyak

goreng yang akan dipilih yaitu sesuai dengan selera konsumen dan

memiliki pertimbangan tertentu dalam mengambil keputusan pembelian

minyak goreng. Pertimbangan tersebut seperti mengenai kejernihan,

warna, merek dan harga minyak goreng yang akan dibeli konsumen.

Sedangkan usia antara 51-65 dan > 65 tahun pada umumnya merupakan

konsumen yang cenderung tidak memiliki banyak pertimbangan dalam

pembelian melainkan berdasarkan kebiasaan konsumen yang sudah sering

konsumen lakukan pada setiap pembelian minyak goreng.

3. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan

Pemasar harus memahami kebutuhan konsumen dengan tingkat pendidikan

yang berbeda. Tingkat pendidikan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut, cara

pandang, cara berpikir bahkan persepsinya terhadap suatu masalah (Sumarwan,

2003). Selain itu tingkat pendidikan juga menentukan seseorang dalam menerima

pengetahuan dan informasi. Konsumen yang memiliki pendidikan lebih baik akan

responsif terhadap informasi, selain itu juga mempengaruhi konsumen dalam

memilih produk maupun merek. Karakteristik responden menurut tingkat

pendidikan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Karakteristik Responden menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase (%) SD 23 23 SMP 29 29 SMA 33 33 D1 2 2 D3 8 8 S1 5 5 Jumlah 100 100

Sumber : Diadopsi dari Lampiran 1

lviii

Irianto (2007) dalam penelitiannya mengatakan bahwa tempat pembelian

di pasar tradisional lebih banyak dilakukan konsumen dengan tingkat pendidikan

SMP dan SMA. Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa jumlah responden

berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi adalah responden dengan tingkat

pendidikan SMA yaitu sebanyak 33 responden dan diikuti konsumen dengan tingkat

pendidikan SMP yaitu 29 orang. Konsumen dengan pendidikan cukup tinggi

memiliki informasi dan pengetahuan yang cukup luas terhadap minyak goreng

seperti harga, kejernihan, warna dan ukuran volume minyak goreng yang

selanjutnya dipertimbangkan untuk sampai pada keputusan pembelian minyak

goreng. Hal ini mempengaruhi konsumen dalam proses pengambilan keputusan

pembelian minyak goreng.

4. Karakteristik Responden menurut Mata Pencaharian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen minyak goreng di pasar

tradisional Kabupaten Boyolali terdiri dari beragam mata pencaharian.

Karakteristik responden berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel

16.

Tabel 16. Karakteristik Responden Menurut Mata Pencaharian

Mata Pencaharian Responden Persentase (%) Ibu Rumah Tangga 28 28 PNS 12 12 Wiraswasta 54 54 Swasta 6 6

Jumlah 100 100

Sumber : Diadopsi dari Lampiran 1

Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa sebagian besar konsumen

bermatapencaharian sebagai wiraswasta seperti pedagang sayur, pedagang buah,

lix

pedagang pakaian, penyetor susu, home industry dan penjahit yaitu sebanyak 54

responden diikuti ibu rumah tangga yaitu sebanyak 28 responden. Pekerjaan

wiraswasta yang tidak terpaku dengan waktu cenderung memiliki waktu luang yang

lebih banyak untuk berbelanja. Waktu lebih banyak yang dimiliki konsumen,

menjadikan konsumen lebih memperhatikan dan mempertimbangkan atribut

minyak goreng yang akan dibelinya. Konsumen memilih berbelanja di pasar

tradisional karena pada umumnya tempat bekerja mereka berada di sekitar atau

dekat dengan pasar tradisional. Sedangkan kegiatan ibu rumah tangga sehari-hari

adalah mengurus rumah tangga sehingga memiliki waktu yang lebih banyak untuk

mengatur pengeluaran atau kebutuhan keluarga, termasuk salah satunya

berbelanja minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

5. Karakteristik Responden menurut Pendapatan Rumah Tangga

Pendapatan adalah sumber daya material yang sangat penting bagi

konsumen, karena dengan pendapatan konsumen dapat membiayai konsumsinya.

Jumlah pendapatan menggambarkan besarnya daya beli dari seorang konsumen.

Daya beli akan menggambarkan banyaknya minyak goreng yang dapat dibeli oleh

konsumen. Oleh karena itu, pemasar minyak goreng perlu mengetahui pendapatan

konsumen yang menjadi sasaran pasarnya (Sumarwan, 2003). Pendapatan yang

diukur dari semua pendapatan yang diterima oleh semua anggota keluarga

konsumen. Karakteristik responden menurut pendapatan rumah tangga dapat

dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Karakteristik Responden Menurut Pendapatan Rumah Tangga

Pendapatan ( Rupiah) Responden Persentase (%) < 1.000.000 36 36

lx

1.000.000 – 2.000.000 55 55 2.000.000 – 3.000.000 8 8 > 3.000.000 1 1

Jumlah 100 100

Sumber : Diadopsi dari Lampiran 1

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen minyak goreng di pasar

tradisional Kabupaten Boyolali berasal dari berbagai golongan mulai dari tingkat

pendapatan rendah, menengah bawah hingga menengah atas karena memang

minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok. Berdasarkan Tabel 17

dapat diketahui bahwa sebagian besar konsumen mempunyai pendapatan rumah

tangga Rp 1.000.000–2.000.000 yaitu 55 responden dan diikuti konsumen dengan

pendapatan <Rp 1.000.000 yaitu 36 responden yang pada umumnya merupakan

wiraswasta. Meskipun tingkat pendapatan konsumen tersebut mampu untuk

berbelanja di pasar modern seperti swalayan, konsumen lebih memilih

berbelanja dipasar tradisional dengan alasan lebih dekat dengan tempat bekerja

mereka. Selain itu juga terdapat minyak goreng curah yang dapat dibeli oleh

sebagian konsumen yang ukuran volume pembeliannya dapat disesuaikan dengan

daya beli konsumen pada saat pembelian, mudah ditawar dan sekaligus berbelanja

kebutuhan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik konsumen menurut

pendapatan mempengaruhi proses keputusan dan pola konsumsinya minyak goreng.

6. Karakteristik Responden menurut Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi proses keputusan dalam pembelian minyak goreng. Besar keluarga

dibagi menjadi tiga kategori sesuai BKKBN (1998) dalam Kurniawati (2005) yaitu

keluarga kecil yang terdiri 1-4 orang, keluarga sedang terdiri dari 5-6 orang dan

lxi

keluarga besar yang terdiri dari > 7 orang. Karakteristik responden menurut

jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah Anggota Keluarga (orang)

Responden Persentase (%)

Rata-rata jumlah konsumsi per bulan (L)

1-4 76 76 2,52 5-6 19 19 3,64 > 7 5 5 5,40

Jumlah 100 100 3,85

Sumber : Diadopsi dari Lampiran 1

Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa sebagian besar konsumen minyak

goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali mempunyai jumlah anggota

keluarga 1-4 orang yaitu 76 responden. Rumah tangga dengan jumlah anggota 1-

4 orang dikategorikan sebagai keluarga kecil. Setiap anggota keluarga memiliki

pengaruh terhadap proses pembelian barang kebutuhan rumah tangga termasuk

minyak goreng seperti perbedaan selera dari anggota keluarga. Namun demikian,

minyak goreng merupakan kebutuhan pokok yang fungsinya tidak tergantikan oleh

produk yang lain sehingga menuntut suatu rumah tangga untuk memenuhinya.

Peran perempuan sebagai ibu rumah tangga dianggap sebagai pengambil

keputusan yang dominan mengenai jenis dan merek minyak goreng yang akan

dikonsumsi suatu rumah tangga.

B. Keterlibatan Konsumen Dalam Proses Pengambilan Keputusan

Pembelian Minyak Goreng di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali

Proses pengambilan keputusan dalam pembelian minyak goreng tidak

terlepas dari tingkat keterlibatan konsumen. Ada kalanya konsumen mencari

dan mempelajari informasi mengenai minyak goreng yang ada di pasar untuk

dievaluasi dan selanjutnya mengambil keputusan merek yang akan dibeli.

Namun ada kalanya pula konsumen mengambil keputusan pembelian minyak

lxii

goreng dalam waktu sangat singkat bahkan tanpa pertimbangan. Oleh sebab

itu dalam proses pengambilan keputusan pembelian minyak goreng terdapat

dua macam keterlibatan konsumen yaitu keterlibatan tinggi dimana konsumen

sangat mempertimbangkan pentingnya pembelian minyak goreng dalam

kehidupan sehari-hari konsumen dan keterlibatan rendah dimana konsumen

kurang atau bahkan tidak mempertimbangkan pentingnya pembelian minyak

goreng dalam kehidupan sehari-hari konsumen.

Penelitian ini menggunakan tujuh dimensi keterlibatan minyak goreng

yang dipertimbangkan oleh konsumen. Pertama, dimensi penting yang

meliputi jenis minyak goreng. Kedua, dimensi menarik yang meliputi warna,

kejernihan dan produsen. Ketiga, dimensi sesuai kebutuhan yang meliputi

volume kemasan. Keempat, dimensi berguna yang meliputi kandungan gizi.

Kelima, dimensi kebutuhan pokok terkait dengan posisi minyak goreng dalam

kebutuhan konsumen. Keenam, dimensi menguntungkan yang meliputi harga

minyak goreng. Ketujuh, dimensi diperlukan yang meliputi aman, sehat dan

distribusi.

Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode inventaris

keterlibatan pribadi didapatkan rata-rata jumlah keterlibatan tiap-tiap dimensi

keterlibatan. Rata-rata jumlah keterlibatan tersebut menunjukkan tingkat

keterlibatan konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten

Boyolali. Hasil analisis keterlibatan konsumen minyak goreng di pasar

tradisional Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 19. Hasil Analisis Keterlibatan Konsumen Minyak Goreng di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali

No. Dimensi Keterlibatan Rata-rata skor 1. Penting/Tidak penting 2,73 2. Menarik/Tidak menarik 5,68 3. Sesuai Kebutuhan/Tidak sesuai Kebutuhan 4,99 4. Berguna/Tidak berguna 5,26 5. Kebutuhan pokok/Bukan kebutuhan pokok 6,15 6. Menguntungkan/Tidak menguntungkan 5,44 7. Diperlukan/Tidak diperlukan 4,85

Jumlah 35,10

Sumber : Diadopsi dari Lampiran 4

lxiii

Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa konsumen melibatkan

diri dalam dalam setiap dimensi keterlibatan. Besarnya rata-rata skor masing-

masing dimensi keterlibatan menunjukkan tingkat keterlibatan konsumen

dalam dimensi tersebut. Dimensi keterlibatan yang memiliki skor tertinggi

adalah dimensi kebutuhan pokok yaitu 6,15. Hal ini terjadi karena

mengingat posisi minyak goreng dalam kehidupan sehari-hari merupakan

produk yang sering bahkan selalu digunakan oleh konsumen dan tidak

tergantikan oleh produk yang lain. Bahan pangan digoreng merupakan

sebagian besar dari menu masyarakat (Ketaren, 1986). Hal tersebut

mengharuskan konsumen untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng.

Dimensi keterlibatan kedua yang dipertimbangkan konsumen adalah

dimensi menarik yang meliputi warna, kejernihan dan produsen dengan skor

5,68. Konsumen minyak goreng pada umumnya mempertimbangkan

kejernihan, warna bahkan produsen dari minyak goreng yang akan dibeli

karena atribut tersebut adalah atribut yang mudah terlihat oleh konsumen.

Konsumen akan cenderung memilih minyak goreng yang jernih. Konsumen

beranggapan bahwa minyak goreng yang jernih akan memberikan hasil

gorengan yang lebih sehat dibandingkan yang kurang atau tidak jernih seperti

tidak menyebabkan lekak bila dikonsumsi dan tidak mudah tengik. Konsumen

juga cenderung memilih minyak goreng yang berwarna kuning muda (pucat),

karena konsumen beranggapan bahwa warna minyak goreng tersebut

memberikan warna yang menarik pada hasil gorengan. Sedangkan produsen

minyak goreng tidak begitu dipertimbangkan oleh konsumen.

Dimensi menguntungkan merupakan dimensi yang dipertimbangkan

setelah dimensi menarik dengan skor 5,44. Dimensi ini meliputi harga minyak

goreng. Harga minyak goreng dipertimbangkan oleh sebagian konsumen

minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali khususnya bagi

konsumen yang berpendapatan menengah bawah. Menurut Sumarwan (2003),

harga adalah atribut produk atau jasa yang paling sering digunakan oleh

sebagian besar konsumen yang masih berpendapatan rendah. Kenyataan

tersebut dibuktikan dengan adanya 22% konsumen di pasar tradisional

lxiv

Kabupaten Boyolali yang memilih minyak goreng sawit curah yang tidak

begitu jernih karena harganya lebih murah dibandingkan dengan minyak

goreng merek yang lain. Meskipun demikian, berdasarkan hasil penelitian

konsumen tetap mengutamakan mempertimbangkan kejernihan dan

kehigienisan minyak goreng dalam membeli. Hal ini ditunjukkan dengan

terdapatnya 32% konsumen yang memilih minyak goreng bimoli yang

harganya mahal. Hal tersebut terjadi karena adanya ekuitas merek yang

menggambarkan efek diferensial positif dari tanggapan konsumen yang

ditimbulkan oleh brand image bimoli dalam kehidupan sehari-hari konsumen.

Dimensi keterlibatan yang dipertimbangkan konsumen selanjutnya

adalah dimensi berguna dengan skor 5,13 yang meliputi kandungan gizi.

Terdapat beberapa kandungan gizi dalam minyak goreng seperti omega 6 dan

9 pada minyak jagung dan kedelai namun tidak banyak terdapat pada minyak

kelapa dan kelapa sawit yang sering digunakan oleh masyarakat. Minyak

kelapa dan kelapa sawit mengandung asam lemak jenuh yang akan memicu

peningkatan kadar kolesterol dalam darah konsumen. Selain asam lemak, juga

terdapat kandungan lain seperti vitamin A, vitamin E, omega 3, 6 dan 9 yang

bermanfaat bagi kesehatan konsumen. Omega 3, 6 dan 9 berfungsi untuk

mengurangi timbulnya beberapa penyakit seperti jantung dan kanker karena

dengan mengkonsumsinya kadar kolesterol dalam darah tidak akan

meningkat. Namun setiap merek minyak goreng memiliki perbandingan yang

berbeda. Karakteristik konsumen minyak goreng dengan pendidikan cukup

tinggi seharusnya menyadari keadaan tersebut. Namun hal tersebut tidak

begitu dipertimbangan konsumen karena konsumen beranggapan bahwa

fungsi minyak goreng satu dengan minyak goreng yang lain adalah sama yaitu

bahan untuk menggoreng atau menumis. Konsumen sudah merasa cukup puas

dengan mempertimbangkan harga, kejernihan, hasil tidak lekak dan tidak

mudah tengik serta sesuai dengan daya beli pada saat pembelian.

Dimensi sesuai kebutuhan merupakan dimensi yang dipertimbangkan

setelah dimensi berguna dengan skor 4,99. Dimensi ini meliputi volume dalam

pembelian minyak goreng. Volume minyak goreng memang dipertimbangkan

lxv

oleh konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali.

Konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali

beranggapan pembelian minyak goreng dengan kemasan 1 liter merupakan

ukuran volume yang sesuai untuk setiap pembelian. Namun, terdapat juga

sebagian konsumen yang memilih membeli dengan menyesuaikan daya beli

pada saat pembelian minyak goreng. Berdasarkan hasil penelitian terdapat

29% konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali

memilih minyak goreng seperti sawit curah dan barco yang volume

pembeliannya dapat disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan konsumen

pada saat pembelian. Konsumen lebih nyaman membeli minyak goreng

tersebut agar kebutuhan yang lain dapat terpenuhi pula.

Dimensi keterlibatan yang memiliki skor rendah adalah dimensi

diperlukan yang meliputi aman, sehat dan distribusi dengan skor 4,85 dan

dimensi penting yang meliputi jenis minyak goreng dengan skor 2,73.

Konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali tidak

khawatir dengan keberadaan minyak goreng di pasaran karena minyak goreng

yang dibutuhkan pasti ada dan tersebar di pasar-pasar tradisional Kabupaten

Boyolali. Konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali

pada umumnya hanya membeli minyak goreng kelapa dan kelapa sawit.

Konsumen tidak berkeinginan untuk memvariasikan konsumsi minyak goreng

karena menurut mereka permintaan minyak goreng masyarakat di Kabupaten

Boyolali yang sudah menjadi kebiasaan adalah jenis kelapa dan kelapa sawit.

Kenyataan tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan

bahwa 93 % konsumen memilih minyak goreng kelapa sawit dan sisanya 7 %

memilih minyak goreng kelapa. Berdasarkan informasi dari beberapa

konsumen di pasar tradisional Kabupaten Boyolali, minyak jagung dan

minyak kedelai jarang ada di pasar dan tidak begitu disukai konsumen karena

mudah tengik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ketaren (1986) bahwa

minyak tersebut jika kontak dengan udara pada suhu tinggi akan mudah

teroksidasi sehingga mudah rusak dan berbau tengik.

lxvi

Tujuh dimensi keterlibatan diatas diukur dengan menggunakan desain

inventaris keterlibatan pribadi yang didesain Zaichkowsky yang ditentukan

dengan pemberian skor dari 1 (untuk yang paling rendah) dan 7 (untuk yang

paling tinggi). Adapun penentuan tingkat keterlibatan yaitu keterlibatan

dikatakan rendah apabila rata-rata skornya dibawah 28 dan dikatakan tinggi

apabila rata-rata skornya diatas 28. Berdasarkan hasil analisis keterlibatan

konsumen tersebut, dapat diketahui bahwa keterlibatan konsumen dalam

proses pengambilan keputusan pembelian minyak goreng di pasar tradisional

Kabupaten Boyolali tergolong tinggi dengan rata-rata jumlah skor 35,10 > 28.

Keterlibatan konsumen yang tinggi disebabkan oleh beberapa hal.

Pertama, minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus

dipenuhi dalam rumah tangga. Hal itu disebabkan karena minyak goreng

memiliki manfaat yang tidak tergantikan oleh produk yang lain dan sudah

melekat dalam kehidupan sehari-hari bagi rumah tangga. Ketaren (1986)

mengatakan bahwa bahan pangan goreng merupakan sebagian besar dari menu

manusia dan banyak permintaan akan bahan pangan goreng, merupakan suatu

bukti besarnya jumlah bahan pangan goreng yang dikonsumsi oleh lapisan

masyarakat. Hal tersebut menuntut setiap rumah tangga membeli minyak

goreng, bahkan minyak goreng selalu ada dalam daftar belanja bulanan rumah

tangga konsumen di pasar tradisional Kabupaten Boyolali. Semakin penting

suatu produk bagi konsumen maka keterlibatan konsumen akan semakin

tinggi.

Kedua, beragamnya tampilan minyak goreng yang berupa kejernihan

dan warna minyak goreng yang ada di pasaran menuntut konsumen untuk

lebih selektif dalam mengambil keputusan pembelian minyak goreng. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa dimensi menarik yang meliputi kejernihan,

warna dan produsen minyak goreng merupakan faktor yang dipertimbangkan

konsumen dalam membeli minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten

Boyolali. Kejernihan menunjukkan kualitas dan kehigienisan minyak goreng

dalam proses produksi. Konsumen lebih tertarik pada minyak goreng yang

jernih. Semakin jernih minyak goreng akan semakin tahan terhadap oksidasi

lxvii

sehingga masakan yang dihasilkan akan semakin sehat. Selain itu, konsumen

dalam membeli minyak goreng di pasar tradisional juga mempertimbangkan

warna minyak goreng. Sebagian besar konsumen lebih menyukai minyak

goreng yang berwarna kuning muda (pucat) karena berpengaruh pada warna

hasil gorengan. Pigmen berwarna kuning disebabkan karetinoid yang bersifat

larut dalam minyak. Karetinoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak

jenuh, jika minyak dihidrogenasi maka karoten akan ikut terhidrogenasi

sehingga intensitas kuning akan berkurang. Karetinoid bersifat tidak stabil

pada uap panas, sehingga jika minyak dialiri uap panas maka warna kuning

akan hilang dan berubah hingga kecoklatan (Ketaren, 1986). Oleh karena itu,

dimensi menarik minyak goreng sangat dipertimbangkan konsumen dalam

mengambil keputusan pembelian minyak goreng di pasar tradisional

Kabupaten Boyolali.

Ketiga, harga minyak goreng selalu dipertimbangkan konsumen dalam

membeli minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa dimensi menguntungkan yang meliputi harga

merupakan dimensi yang dipertimbangkan oleh konsumen minyak goreng.

Harga merupakan faktor dominan yang dipertimbangkan oleh konsumen

dalam mengambil keputusan pembelian minyak goreng untuk menyelaraskan

antara kebutuhan, keinginan dan daya beli konsumen.

Keempat, adanya perbedaan kebiasaan cara pembelian minyak goreng

oleh konsumen di pasar tradisional Kabupaten Boyolali. Perbedaan tersebut

dipengaruhi oleh beberapa perbedaan karakteristik konsumen minyak goreng

di pasar tradisional Kabupaten Boyolali. Perbedaan karakteristik konsumen

tersebut yang menyebabkan adanya tingkat keterlibatan konsumen yang tinggi

dalam memutuskan pembelian minyak goreng. Seperti perbedaan gaya hidup

dan kebiasaan konsumen di pasar tradisional Kabupaten Boyolali dalam

mengkonsumsi minyak goreng seperti mengkonsumsi suatu merek minyak

goreng karena turun temurun atau karena kebiasaan yang telah lama dilakukan

konsumen.

lxviii

C. Perbedaan Antar Merek Minyak Goreng Menurut Konsumen di Pasar

Tradisional Kabupaten Boyolali

Produk minyak goreng yang ditawarkan di pasar tradisional saat ini

sangat beragam. Setiap produsen berusaha menonjolkan keunggulan atribut

pada minyak goreng seperti jenis, kemasan, warna, harga, ukuran volume,

kandungan gizi dan merek. Hal tersebut memicu timbulnya beda antar merek

minyak goreng yang selanjutnya akan direspon oleh konsumen dalam bentuk

persepsi. Persepsi adalah proses dimana individu memilih, memutuskan dan

menafsirkan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang

berarti mengenai suatu produk (Simamora, 2003). Penelitian ini menggunakan

delapan atribut minyak goreng sebagai informasi yang dievaluasi oleh

konsumen minyak goreng. Atribut-atribut minyak goreng tersebut yaitu jenis

minyak goreng, kemasan, warna, kejernihan, volume, harga, kandungan gizi

dan promosi.

Terdapat berbagai merek minyak goreng yang ada di pasar tradisional

baik untuk kemasan maupun curah. Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat

sembilan merek minyak goreng yang dipilih oleh responden yaitu sania,

bimoli, frais well, tropical, hemart, filma, kunci mas dalam kemasan dan

sawit curah serta barco curah. Atribut-atribut dari beberapa minyak goreng

tersebut dievaluasi oleh konsumen yang kemudian diberikan bobot yang

berbeda pada setiap atribut sehingga membentuk persepsi terhadap merek

minyak goreng tersebut. Perhitungan persepsi kualitas merek-merek minyak

goreng menurut konsumen di pasar tradisional Kabupaten Boyolali dapat

dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Perhitungan Persepsi Kualitas Merek-merek Minyak Goreng Menurut Konsumen di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali

No. Merek Minyak Goreng Jumlah Responden yang Membeli

Total skor Penilaian Atribut Minyak goreng

1. Sania 4 112 2. Bimoli 32 849 3. Frais Well 4 96 4. Tropical 5 138 5. Hemart 20 499 6. Filma 3 84

lxix

7. Kunci mas 3 75 8. Barco curah 7 169 9 Sawit curah 22 476

Sumber : Diadopsi dari Lampiran 2 dan 3

Hasil dari perhitungan persepsi kualitas merek-merek minyak goreng

pada Tabel 20 tersebut menjadi dasar untuk menganalisis beda antar merek

minyak goreng yang ada di pasar tradisional Kabupaten Boyolali. Beda antar

merek minyak goreng dianalisis dengan uji Anova satu arah (one way analysis

of varian) menggunakan software SPSS (statistical product and service

solution). Hasil analisis uji Anova satu arah dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Perhitungan Beda Antar Merek Minyak Goreng Menurut Konsumen di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Between Groups 429,893 8 53,737 23,730 ,000 Within Groups 206,067 91 2,264 Total 635,960 99

Sumber : Lampiran 7

Tabel 21 menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 23,730 dengan

signifikansi sebesar 0,000 (<0,05). Hasil tersebut berarti tolak Ho yang artinya

terdapat beda antar merek minyak goreng yang nyata (significant) menurut

konsumen di pasar tradisional Kabupaten Boyolali. Hal tersebut menunjukkan

bahwa konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali

menyadari perbedaan yang jelas antar berbagai merek minyak goreng yang

ada di pasaran.

Perbedaan yang nyata bagi konsumen dalam menilai merek minyak

goreng terjadi karena adanya perbedaan persepsi konsumen terhadap minyak

goreng. Persepsi tersebut mencerminkan perasaan konsumen yang merasa

sesuai dengan keinginan ketika membeli minyak goreng. Konsumen akan

membandingkan apa yang diinginkan dengan apa yang didapatkannya setelah

mengkonsumsi suatu merek minyak goreng. Perbedaan tersebut terletak pada

kelebihan yang dimiliki oleh setiap merek minyak goreng di pasaran.

Kelebihan itu dicapai dalam bentuk pelayanan kepada konsumen yang lebih

baik. Berdasarkan hasil penelitian, perbedaan antar merek minyak goreng

lxx

tersebut terletak pada jenis minyak goreng, harga, ukuran volume pembelian,

kejernihan, kemasan, warna dan kandungan gizi pada minyak goreng.

Minyak goreng terdiri dari berbagai jenis menurut asal bahan

pembuatnya, diantaranya adalah minyak jagung, minyak kedelai, minyak

kelapa dan minyak kelapa sawit yang sudah dikenal oleh masyarakat. Minyak

goreng kelapa dan kelapa sawit adalah minyak goreng yang sebagian besar

beredar dan dikonsumsi oleh konsumen di pasar tradisional Kabupaten

Boyolali. Minyak kedelai dan jagung tidak beredar di pasar tradisional

Kabupaten Boyolali karena tidak ada permintaan jenis minyak tersebut oleh

konsumen. Seiring dengan ditemukannya minyak goreng sawit, perlahan

masyarakat memanfaatkan minyak sawit sebagai pengganti minyak goreng

kelapa (Irianto, 2007). Perbandingan konsumsi jenis minyak goreng oleh

konsumen di pasar tradisonal Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 22. Perbandingan Konsumsi Minyak Goreng Jenis Kelapa dan Kelapa Sawit Oleh Konsumen di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali

No. Merek Minyak Goreng

Jenis Minyak Goreng

Jumlah Responden yang Membeli

Persentase jumlah (%)

1. Sania Sawit 4 4 2. Bimoli Sawit 32 32 3. Frais Well Sawit 4 4 4. Tropical Sawit 5 5 5. Hemart Sawit 20 20 6. Filma Sawit 3 3 7. Kunci mas Sawit 3 3 8. Sawit curah Sawit 22 22 9 Barco curah Kelapa 7 7

Jumlah 100 100

Sumber : Diadopsi dari Lampiran 2

Berdasarkan hasil penelitian, 93 % konsumen minyak goreng di pasar

tradisional Kabupaten Boyolali memilih minyak goreng kelapa sawit karena

lxxi

lebih banyak tersedia di pasaran dan terdapat lebih beragam merek minyak

goring jenis kelapa sawit dibandingkan dengan minyak goreng kelapa.

Perbedaan harga antar merek minyak goreng cukup memberikan

pengaruh yang besar bagi konsumen minyak goreng di pasar tradisional

Kabupaten Boyolali. Konsumen dari berbagai tingkat pendapatan memiliki

selera terhadap harga minyak goreng yang berbeda pula. Berdasarkan hasil

observasi dalam penelitian terdapat tiga tingkatan harga minyak goreng yang

beredar di pasar tradisional Kabupaten Boyolali. Konsumen mengatakan

minyak goreng yang mahal dengan harga > Rp 10.000,00/liter seperti sania,

bimoli, tropical, filma, dan kunci mas. Sedangkan konsumen mengatakan

cukup murah pada minyak goreng dengan harga antara Rp 9.000,00 – Rp

10.000,00/liter seperti hemart dan frais well serta murah pada minyak goreng

dengan harga < Rp 9.000,00/liter seperti sawit curah dan barco curah.

Perbedaan ukuran volume pada tiap merek minyak goreng yang ada di

pasar tradisional Kabupaten Boyolali memberikan pengaruh pada persepsi

konsumen terhadap suatu merek minyak goreng. Hampir semua merek minyak

goreng memiliki variasi ukuran volume yang sama seperti 0,5 liter, 1 liter, 2

liter dan 5 liter. Ukuran volume tersebut pada umumnya terdapat pada minyak

goreng kemasan. Ukuran 0,250, 0,485 dan 0,620 liter hanya terdapat pada

bimoli, sehingga dapat dikatakan ukuran volume minyak goreng kemasan

yang paling variatif adalah bimoli. Hal tersebut mendukung pernyataan bahwa

bimoli lebih banyak diminati oleh konsumen dibandingkan dengan minyak

goreng merek lain seperti yang disajikan pada tabel 22. Perbedaan ukuran

volume minyak goreng yang lebih variatif dalam penelitian ini adalah adanya

ukuran volume pada minyak goreng sawit curah dan barco curah. Ukuran

volume pembelian minyak goreng tersebut lebih fleksibel artinya dapat

menyesuaikan dengan keinginan dan daya beli konsumen. Minyak goreng

sawit curah dan barco diukur dengan satuan kilogram dimana 1 kilogram sama

dengan 1,25 liter minyak goreng. Hal ini cukup berpengaruh terhadap perilaku

konsumen dimana konsumen dengan pendapatan yang tidak menentu

lxxii

cenderung akan memilih minyak goreng tersebut untuk menyelaraskan antara

kebutuhan dan daya beli konsumen.

Kejernihan minyak goreng merupakan atribut yang terlihat jelas

sehingga dapat dibedakan mana yang baik untuk dikonsumsi. Kejernihan

minyak goreng dalam penelitian ini dibedakan menjadi minyak goreng sangat

kurang jernih, kurang jernih, cukup jernih, jernih dan sangat jernih. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa konsumen mempersepsikan minyak goreng

dalam dua tingkat kejernihan. Dua tingkat kejernihan tersebut yaitu kurang

jernih seperti minyak goreng sawit curah, hemart dan frais well, sedangkan

minyak yang dikatakan jernih oleh konsumen seperti bimoli, sania, filma,

kunci mas, tropical dan barco. Konsumen cenderung memilih minyak goreng

yang jernih. Kejernihan menunjukkan kualitas dan kehigienisan minyak

goreng dalam proses produksi. Mereka beranggapan minyak goreng yang

jernih dapat mencegah ketengikan serta lekak pada saat dikonsumsi. Selain itu

kejernihan terkait dengan banyaknya penyaringan dalam penggunaan minyak

goreng. Minyak goreng yang lebih jernih dapat mengalami penyaringan yang

lebih banyak, sehingga dapat menghemat penggunaan minyak goreng dalam

pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Kejernihan sering dikaitkan dengan warna minyak goreng. Berbagai

merek minyak goreng yang ada di pasaran memiliki warna yang berbeda-beda

pula. Zat warna dalam minyak terdiri dari dua golongan yaitu zat warna

alamiah dan zat warna hasil degradasi zat warna alamiah. Zat warna yang

termasuk dalam golongan alamiah anatara lain terdiri dari α dan β karoten,

xanthofil, klorofil dan anthosianin. Zat warna ini menyebabkan warna minyak

goreng berwarna kuning muda, kuning, kuning kecoklatan (keorangean),

kehijauan dan kemerahan. Pigmen berwarna kuning disebabkan karetinoid

yang bersifat larut dalam minyak. Karetinoid merupakan persenyawaan

hidrokarbon tidak jenuh, jika minyak dihidrogenasi maka karoten akan ikut

terhidrogenasi sehingga intensitas kuning akan berkurang. Karetinoid bersifat

tidak stabil pada uap panas, sehingga jika minyak dialiri uap panas maka

warna kuning akan hilang dan berubah hingga kecoklatan (Ketaren, 1986).

lxxiii

Menurut konsumen di pasar tradisional Kabupaten Boyolali minyak goreng

dikatakan berwarna kuning muda seperti bimoli, tropical, filma dan barco

curah, berwarna kuning seperti kunci mas dan sania, sedangkan kuning

keorangean (kecoklatan) seperti hemart, frais well dan sawit curah.

Berdasarkan hasil penelitian, konsumen minyak goreng di pasar tradisional

Kabupaten Boyolali pada umumnya lebih menyukai minyak goreng dengan

warna kuning muda yang sering diilustrasikan warna kuning pucat karena

minyak tersebut akan lebih tahan lama untuk berubah menjadi kecoklatan

(jlantah). Selain itu minyak goreng dengan warna kuning muda memberikan

hasil gorengan dengan warna yang lebih menarik.

Kandungan gizi yang terdapat pada minyak goreng mempengaruhi

warna, bau dan flavour dari minyak goreng tersebut (Ketaren, 1986).

Perbedaan komposisi gizi yang terdapat dalam setiap merek minyak goreng

menyebabkan adanya perbedaan antar merek minyak goreng. Minyak kelapa,

sebagai salah satu jenis minyak goreng, mempunyai komposisi yang

didominasi oleh asam lemak jenuh (90-92%) sedangkan minyak kelapa sawit

mempunyai kompisisi yang berimbang (Sutanto, 2008). Berdasarkan hasil

penelitian, konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali

membedakan kandungan gizi seperti kandungan vitamin A, vitamin E, omega

3, omega 6 dan omega 9 yang tidak terdapat pada semua merek minyak

goreng terlebih pada minyak goreng sawit curah dan barco curah. Terdapat

pula merek minyak goreng yang hanya terdapat informasi kandungan lemak

total. Berbagai informasi mengenai kandungan gizi tersebut menimbulkan

adanya persepsi konsumen terhadap suatu merek minyak goreng.

Kemasan minyak goreng adalah pengemasan yang membuat suatu

merek minyak goreng terlihat lebih menarik sehingga dapat menciptakan

suatu kesan konsumen yang dapat mendorong mereka untuk membeli atau

tidak membeli suatu merek minyak goreng. Berbagai bentuk kemasan minyak

goreng untuk semua merek pada umumnya tidak berbeda jauh yaitu

berbentuk derigent, refill dan botol. Perbedaan terdapat pada variasi warna,

tulisan, gambar dan informasi sebagai ciri khas suatu merek minyak goreng.

lxxiv

Seperti warna coklat untuk kemasan frais well, warna hijau yang terdapat pada

kemasan sania, adanya informasi tidak mengandung kolesterol pada filma dan

tropical dan informasi 2x penyaringan pertama di Indonesia pada tropical.

Perbedaan kemasan minyak goreng yang lebih terlihat yaitu kemasan pada

minyak goreng sawit curah dan barco yang hanya dengan plastik kiloan atau

derigent tanpa gambar dan tulisan yang menunjukkan merek tertentu.

Berdasarkan hasil penelitian, konsumen minyak goreng lebih menyukai

minyak goreng dengan kemasan refill dengan alasan kepraktisan dalam

membawa dan menyimpan jika dibandingkan dengan kemasan lain. Selain itu

harga juga lebih murah dibandingkan dengan yang botol atau derigent.

Bahkan jika dibandingkan dengan kemasan plastik kiloan, refill lebih kuat dan

tidak mudah pecah.

Berdasarkan ulasan tersebut dikatakan bahwa pada dasarnya

kecocokan terhadap merek yang menjadi pertimbangan utama konsumen

dalam membeli minyak goreng. Konsumen menilai perbedaan yang jelas tiap

merek karena ketika mengganti minyak goreng yang mereka konsumsi dengan

merek lain akan terjadi keluhan seperti mudah tengik jika beralih ke minyak

yang kurang jernih, tidak sesuai dengan daya beli dan volume yang tidak

sesuai dengan kebutuhan konsumen. Sebagian besar atribut minyak goreng

seperti jenis, harga, warna, kejernihan, kandungan gizi dan volume pembelian

minyak goreng yang ditawarkan oleh merek minyak goreng sesuai dengan

selera konsumen di pasar tradisional Kabupaten Boyolali. Kepuasaan yang

diperoleh konsumen pada akhirnya akan menyebabkan persepsi kualitas yang

diberikan oleh konsumen terhadap suatu merek minyak goreng menjadi tinggi,

sehingga beda antar merek minyak goreng menurut konsumen menjadi nyata.

D. Tipe Perilaku Konsumen Minyak Goreng di Pasar Tradisional

Kabupaten Boyolali

Tugas seorang pemasar dapat dikatakan semakin sulit dan komplek

karena di satu sisi kebutuhan dan keinginan konsumen semakin beragam dan

menuntut kepuasan yang semakin tinggi terhadap produk yang dibelinya.

Sedangkan di sisi lain tersedia begitu banyak produk minyak goreng di pasar

lxxv

yang saling bersaing untuk dipilih oleh konsumen. Banyak pemasar yang

berupaya mempelajari dan menganalisis perilaku konsumen untuk merancang

strategi pemasaran yang tepat. Penelitian ini menggunakan model tipe perilaku

konsumen yang dikemukakan oleh Assael dalam Simamora (2002) yaitu

membedakan tipe perilaku pembelian konsumen berdasarkan pada tingkat

keterlibatan konsumen dan tingkat perbedaan antar merek.

Pembandingan Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini menyebutkan bahwa tipe perilaku

konsumen minyak goreng adalah tipe perilaku pembeli yang mengurangi

keragu-raguan (dissonance-reducing buying behavior). Tipe perilaku ini

memiliki tingkat keterlibatan konsumen tinggi (high-involvement consumer),

namun terdapat perbedaan antar merek (Differentes among brands) minyak

goreng yang tidak nyata menurut konsumen minyak goreng di pasar

tradisional Kabupaten Boyolali. Sementara hasil penelitian menunjukkan

bahwa keterlibatan konsumen dalam proses pengambilan keputusan

pembelian minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali tergolong

tinggi dan konsumen menyadari adanya beda antar merek minyak goreng yang

nyata (significant) di pasar tradisional Kabupaten Boyolali, sehingga tipe

perilaku konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali

digolongkan dalam tipe perilaku pembelian komplek (complex buying

behavior). Dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang disajikan ditolak. Hasil

pengkombinasian kedua analisis keterlibatan konsumen dan beda antar merek

tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

KETERLIBATAN

Tinggi Rendah Nyata

Perilaku pembelian komplek ( complex buying behavior)

Perilaku pembelian mencari keragaman (variety seeking buying behavior)

Tidak nyata

Perilaku pembelian mengurangi keragu-raguan (dissonance-reducing buying behavior)

Perilaku pembelian kebiasaan (habitual buying behavior)

PERBEDAAN ANTAR MEREK

lxxvi

Gambar 3. Hasil Kombinasi Analisis Keterlibatan Konsumen dan Beda Antar Merek Minyak Goreng

Perilaku pembelian komplek (complex buying behavior) ini

mempunyai keterlibatan konsumen yang tinggi dan konsumen menyadari

adanya perbedaan antar berbagai merek minyak goreng di pasar tradisional

Kabupaten Boyolali. Keterlibatan tinggi artinya sebelum memutuskan untuk

membeli suatu produk minyak goreng konsumen bersedia mencurahkan

waktunya untuk mencari informasi mengenai produk tersebut yang

selanjutnya dievaluasi sebelum pada akhirnya menentukan keputusan

pembelian minyak goreng yang terbaik. Perbedaan antar merek yang nyata

(significant) berarti konsumen menilai antar merek minyak goreng tersebut

sangat berbeda sehingga konsumen mempertimbangkan merek minyak goreng

yang akan dibeli. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dikatakan bahwa

teori tentang perilaku konsumen tidak selalu sesuai dengan kenyataan dalam

kehidupan konsumen.

Perbedaan antara hasil penelitian dengan hipotesis tersebut

dipengaruhi oleh beberapa factor. Kotler dan Susanto (2000) mengatakan

bahwa faktor kebudayaan. faktor sosial, faktor kepribadian dan faktor

psikologi sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen. Peran

faktor-faktor tersebut berbeda untuk produk yang berbeda. Terdapat faktor

yang dominan pada pembelian suatu produk sementara faktor lain kurang

berpengaruh. Berdasarkan hasil observasi pada saat penelitian menujukkan

bahwa faktor sosial dan faktor kepribadian konsumen minyak goreng di pasar

tradisional Kabupaten Boyolali berpengaruh dalam pembelian minyak goreng.

Faktor sosial, yaitu kelompok rujukan yang terdiri dari teman,

tetangga dan penjual minyak goreng itu sendiri. Kelompok rujukan tersebut

merupakan titik perbandingan dalam pembentukan sikap konsumen.

Kelompok rujukan sebagai sumber informasi yang mempengaruhi keputusan

pembelian minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali selain iklan

televisi. Informasi yang mereka dapat dijadikan pertimbangan untuk memilih

sebuah merek minyak goreng. Namun, tetap respon dari konsumen setelah

lxxvii

menggunakan produk tersebutlah yang menjadi pertimbangan akhir yaitu

cocok atau tidak dengan minyak goreng yang dibeli.

Faktor kepribadian, yaitu usia, pekerjaan, keadaan ekonomi,

pendidikan dan gaya hidup. Konsumen minyak goreng di pasar tradisional

Kabupaten Boyolali mempunyai pendidikan yang cukup tinggi sehingga

memiliki pengetahuan mengenai kesadaran kesehatan konsumen. Konsumen

mementingkan merek karena pertimbangan kecocokan dalam mengkonsumsi

suatu merek minyak goreng. Konsumen tidak menginginkan resiko yang

berarti dalam mengkonsumsi minyak goreng seperti menyebabkan lekak dan

tengik, sehingga mereka tidak berganti-ganti merek minyak goreng saat proses

pembelian minyak goreng selanjutnya.

Perilaku konsumen merupakan hal yang komplek untuk diamati karena

akan berubah seiring dengan berjalannya waktu, tetapi pemasaran yang

terampil dapat mempengaruhi perilaku tersebut. Kepuasan konsumen

merupakan kunci berhasil tidaknya produk dipasarkan. Penelitian tentang tipe

perilaku konsumen dilakukan dan selanjutnya dapat digunakan dalam

mengurangi resiko kegagalan pemasaran produk minyak goreng.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

lxxviii

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan dalam

penelitian Analisis Tipe Perilaku Konsumen Minyak Goreng di Pasar

Tradisional Kabupaten Boyolali dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Keterlibatan konsumen dalam proses pengambilan keputusan pembelian

minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali tergolong tinggi,

artinya konsumen bersedia mencurahkan pikiran dan waktu untuk

mengevaluasi informasi mengenai minyak goreng sehingga diperoleh

keputusan terbaik yang didasarkan pada konsekuensi positif dan negatif

merek minyak goreng yang dibeli.

2. Beda antar merek minyak goreng menurut konsumen di pasar tradisional

Kabupaten Boyolali adalah nyata (significant), artinya konsumen melihat

ada perbedaan yang jelas antar merek minyak goreng yang ada di pasaran.

3. Tipe perilaku konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten

Boyolali adalah tipe perilaku pembelian komplek (complex buying

behavior) artinya konsumen minyak goreng sangat melibatkan diri dalam

mempertimbangkan informasi mengenai minyak goreng sampai pada

keputusan pembelian minyak goreng serta konsumen menyadari adanya

perbedaan yang jelas antar merek minyak goreng di pasar tradisional

Kabupaten Boyolali.

B. SARAN

1. Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa konsumen minyak goreng

di pasar tradisional Kabupaten Boyolali memiliki keterlibatan tinggi dalam

membuat keputusan pembelian minyak goreng dan menyadari adanya

perbedaan antar merek minyak goreng yang ada di pasaran.

Memperhatikan hal tersebut, hendaknya produsen suatu merek minyak

goreng mempertahankan dan meningkatkan atribut yang melekat pada

minyak goreng seperti kejernihan, warna, kemasan, harga, kandungan gizi,

jenis dan promosi minyak goreng. Dengan demikian diharapkan produsen

dan atau pemasar mampu menimbulkan persepsi yang kuat oleh konsumen 66

lxxix

terhadap minyak goreng yang diproduksinya dan tidak mudah beralih

merek lain sehingga dapat meningkatkan penjualan minyak goreng.

2. Bagi konsumen, dalam mengambil keputusan pembelian minyak goreng

sebaiknya memilih minyak goreng yang baik bagi kesehatan seperti

berwarna putih kekuningan hingga kuning muda ( pucat ) dan jernih

karena hal tersebut menunjukkan kehigienisan minyak goreng. Selain hal

tersebut, sebaiknya konsumen mengkonsumsi minyak goreng yang

mengandung omega 3, 6 dan 9 yang berfungsi untuk mengurangi

timbulnya beberapa penyakit seperti jantung dan kanker akibat konsumsi

minyak goreng karena dengan mengkonsumsinya kadar kolesterol dalam

darah tidak akan meningkat.

lxxx

DAFTAR PUSTAKA

Abidanish. 2010. Produk Olahan Hasil Kelapa-Standar Mutu Minyak Goreng Kelapa. http://produkkelapa.wordpress.com. Diakses tanggal 4 Juli 2010.

Ambadar, Jackie, Miranty abiding dan Yanti Isa. 2007. Mengelola Merek. Yayasan Bina Karsa Mandiri. Jakarta.

Anonima. 2007. Gizi dan Nutrisi : Mengenali Minyak Goreng Sehat. http://www.jawaban.com/news/health/main.php. Diakses tanggal 31 Desember 2009.

b. 2009. Fleksibilitas Pasar Tradisional http://www.pikiran.rakyat.com diakses tanggal 31 Desember 2009.

______c. 2008. Sehat dengan Kedelai. http://www.lautanindonesia.com. Diakses pada tanggal 15 Januari 2010.

______ d. 2008. Penggunaan Dalam Negeri dan Ekspor CPO. http://seafast.ipb.ac.id. Diakses pada tanggal 15 Januari 2010.

______ e. 2000. Mengenal Jenis Minyak Goreng. http://www.hanyawanita.com. Diakses tanggal 25 Desember 2009.

f. 2009. Panduan Pasar Berseri 5. http://www.menlh.go.id/pasarberseri. Diakses tanggal 18 Desember 2009.

Boyd, Harper W.; Orville C. Walker dan Jean-Claude L. 2000. Manajemen Pemasaran. Jilid I Edisi Kedua. Erlangga, Jakarta.

BPS. 2006. Pemerataan Pendapatan Dan Pola Konsumsi Penduduk Jawa Tengah 2006. BPS Propinsi Jawa Tengah

BPS. 2008. Boyolali Dalam Angka 2008. BPS Boyolali.

Churchill, G. 2005. Dasar-Dasar Riset Pemasaran Edisi 4 jilid 2. Erlangga. Jakarta.

Damayanti .A, Suprapti .S, Erlyna W.R. 2009. Analisis Faktor Marketing Mix Terhadap Keputusan Pembelian Minyak Goreng Pada Pasar Swalayan Di Kota Surakarta. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (SEPA): Vol. 6 No. 1.

Dinas Perindustrian Perdagangan Dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Boyolali. Data Potensi Pasar Se-Kabupaten Boyolali Tahun 2009. Disperindag Boyolali.

Djarwanto dan Pangestu. 1996. Statistik Induktif. BPFE. Yogyakarta.

Firmanjaya. 2008. Minyak Kedelai. http://firmanjaya.files.wordpress.com. Diakses pada 12 Januari 2009.

lxxxi

Hiam, Alexander dan Charles D. Schewe, 1994. Portable MBA Pemasaran. Binarupa Aksara, Jakarta.

Irianto, Heru. 2007. Perilaku Konsumen Minyak Goreng Sawit Di Kota Surabaya. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (SEPA): Vol. 3 No. 3 Februari 2007: 97-107.

Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali. Pola Konsumsi Pangan Dan Tingkat Kecukupan Gizi Penduduk Kabupaten Boyolali 2008. Boyolali.

. Pola Konsumsi Pangan Dan Tingkat Kecukupan Gizi Penduduk Kabupaten Boyolali 2009. Boyolali.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.

Kurniawati, Nia. 2005. Perilaku Konsumsi Ikan Pada Wanita Dewasa Di Wilayah Pantai Dan Bukan Pantai Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. http://iirc.ipb.ac.id. Diakses tanggal 10 Juni 2010.

Kotler, P. 1996. Manajemen Pemasaran Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

. 1999. Marketing Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Kotler, P. dan A.B. Susanto. 2000. Manajemen Pemasaran di Indonesia. Salemba Empat, Jakarta.

Lamb, C. W., Hair Joseph F., Mc Daniel, Carl. 2001. Pemasaran. Salemba Empat. Jakarta.

Mintaryo. 2006 Pengaruh motivasi dan persepsi terhadap loyalitas konsumen dalam membeli produk minyak goreng Filma di gudang rabat Alfa Rungkut Surabaya. other thesis. Petra Christian University.

Prasetijo, Ristiayanti dan John J.O.I Ihalauw. 2005. Perilaku Konsumen. Andi. Yogyakarta.

Purna, Ibnu. 2009. Perkembangan Harga tujuh Pokok Komoditi. http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task. Diakses Tanggal 25 Desember 2009.

Purwitaningsih. 2002. Study Terhadap Pengambilan Keputusan Dalam Pembelian Minyak Goreng (Kasus Pada Konsumen Rumah Tangga). Undergraduate Theses from JIPTUMM, Dept. of Agribusiness. http://digilib.itb.ac.id. Diakses tanggal 25 Mei 2010.

Ruslan, Rusady, 2003. Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Santoso, Urip. 2009. Label Non Kolesterol dalam Minyak Goreng. Jurnal Urip Santoso. http://www.uripsantoso.wordpress.com. Diakses tanggal 25 Mei 2010.

Simamora, Bilson. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

lxxxii

. 2003. Membongkar Kotak Hitam Konsumen. Pt. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 1995. Metode Penelitian Survei. LP3ES, Jakarta.

Stanton, William J. 1996. Prinsip Pemasaran Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen Teori Dan Penerapannya Dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Sumawihardja, Surachman, Suwandi Suparlan dan Sucherly. 1991. Intisari Manajemen Pemasaran. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Surachman. 2008. Dasar-Dasar Manajemen Merek. Bayu Media Publishing. Jawa Timur.

Surakhmad, W. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah : Dasar, Metode dan Teknik. CV. Tarsito. Bandung.

Sutanto, Adi. 2008. Minyak Goreng. http://www.ntust-isa.org. Diakses tanggal 18 Desember 2010.

Wibowo, S. 2008. Virgin Coconut Oil Terpuruk Karena Bisnis Amerika. http://www.suaramerdeka.com. Diakses pada 12 Januari 2010.

Wikipedia. 2009. Minyak Goreng. http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_goreng. Diakses tanggal 25 Desember 2010.

Wilkie, William L. 1990. Consumer Behavior. Second Edition. John Wiley & Son, Inc., Canada.

Wirya, Iwan. 1999. Kemasan Yang Menjual. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.