ANALISIS TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN DAN …repository.ub.ac.id/4596/1/DANIAR RIZKI...
Transcript of ANALISIS TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN DAN …repository.ub.ac.id/4596/1/DANIAR RIZKI...
-
i
ANALISIS TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN DAN PRODUKTIVITAS PRIMER DENGAN METODE KLOROFIL-A DI PERAIRAN PANTAI KENJERAN
SURABAYA
SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
Oleh: DANIAR RIZKI WULANDARI
NIM. 135080101111070
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
-
ii
ANALISIS TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN DAN PRODUKTIVITAS PRIMER DENGAN METODE KLOROFIL-A DI PERAIRAN PANTAI KENJERAN
SURABAYA
SKRIPSI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
Sebagai salah satu syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
Oleh:
DANIAR RIZKI WULANDARI NIM. 135080101111070
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
-
iii
-
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi saya dengan judul
“Analisis Tingkat Kesuburan Perairan dan Produktivitas Primer Dengan Metode
Klorofil-a Di Perairan Pantai Kenjeran, Surabaya” yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain
kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atau perbuatan
tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, Juli 2017
Daniar Rizki Wulandari NIM. 135080101111070
-
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih keapada semua pihak yang telah
berperan serta dalam membantu kelancaran hingga penulis laporan SKRIPSI ini
dapat terselesaikan.
Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :
1. Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW atas segala Rahmat dan Karunia-Nya.
2. Mama saya Sri Wahyu Janatin, Papa saya Ali Taukhid, Kakak saya Karina
Ananta dan seluruh keluarga saya atas segala doa serta motivasi sehingga
mampu menyelesaikan laporan ini.
3. Dr. Ir. Umi Zakiyah, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Diana Arfiati, MS selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan ilmu dan sarannya kepada penulis,
sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan ini.
4. Teman seperjuangan Tria Kharisma, serta teman-teman MSP 2013, terutama
sahabat saya Bela Surya, Irsyadul Fajri, Febri Rohmadyansyah, M. Fachri Eki
dan Alan Kurniawan yang selalu ada untuk membantu dan mendukung saya
selama ini.
5. Sahabat yang spesial dalam hidup saya Maylita Widi, Dina Rahma, Febriana
Wardhany, Cica Cahya, Puput Rukmana, Mela Surya, Rizki Yolla, Vonny
Anggadha, Tyta, Ilmy Suryana, Febriana DDS, Nika Sepvi dan Indira yang
telah memberikan doa dan motivasi.
6. Serta semua pihak yang tidak disebutkan dan telah membantu dalam proses
penyelesaian laporan ini.
Malang, Juli 2017
Daniar Rizki Wulandari
-
vi
RINGKASAN DANIAR RIZKI WULANDARI, Analisis Tingkat Kesuburan Perairan dan Produktivitas Primer Dengan Metode Klorofil-a Di Perairan Pantai Kenjeran Surabaya, Jawa Timur (di bawah bimbingan Dr. Ir. Umi Zakiyah, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Diana Arfiati, MS) Produktivitas primer dapat dipakai untuk menentukan kesuburan suatu
perairan, dengan menengukur kelimpahan fitoplankton dan konsentrasi klorofil-a.
Kandungan klorofil yang paling dominan pada fitoplankton adalah klorofil-a.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat kesuburan perairan dan nilai
produktivitas primer di perairan pantai Kenjeran, Surabaya. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah survei deskriptif. Penelitian dilaksanakan
pada bulan Maret 2017, untuk pengukuran insitu (suhu, kecerahan, salinitas, pH
dan oksigen terlarut) dilakukan di perairan pantai Kenjeran, sementara itu untuk
pengukuran exsitu (Nitrat, Fosfat, Klorofil-a, Produktivitas Primer) di Laboratorium
Hidrobiologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya.
Sampel diambil di dekat aliran muara sungai (stasiun 1), di sekitar kawasan
mangrove (stasiun 2), di sekitar sandaran kapal (stasiun 3) dan di sekitar
pemukiman warga (stasiun 4) di lakukan sampling selama 2 minggu sebanyak 2
kali pada tanggal 28 Februari 2017 dan 7 Maret 2017. Hasil yang diperoleh dari
pendugaan kondisi kesuburan perairan pantai Kenjeran Surabaya berdasarkan
perhitungan Thropic State Index (TSI) Carlson’s tergolong perairan eutrofik berat.
Pada analisis stastistik untuk menentukan produktivitas primer dengan
menggunakan metode Kruskal Wallis menunjukkan angka Probablilitas 0,248
sehingga dapat disimpulkan bahwa produktivitas primer pada dua kedalaman
tidak ada signifikasi (tidak berbeda nyata) atau sama. Sedangkan nilai
kelimpahan fitoplankton pada penelitian ini berkisar antara 80-543 ind/ml. Serta
hasil analisis kualitas air di 4 stasiun sebagai berikut : suhu, pH, salinitas,
oksigen terlarut pada kedalaman satu (±10cm) dan pada kedalaman kedua
(±50cm) memperoleh nilai rata-rata yang relatif sama 90%, nilai suhu berkisar
28,8 – 31oC, pH memperoleh nilai 6, salinitas berkisar 23 – 31,3 ppt, oksigen
terlarut berkisar 5,97 – 7,54 mg/l, kemudian nilai rata-rata kecerahan berkisar 24
– 29 cm, nitrat berkisar antara 0,084-0,171 mg/L, orthofosfat berkisar antara
0,136-0,682 mg/L. Nilai yang diperoleh pada pengukuran klorofil-a berkisar 3,28-
9,72 mg/m3 pada kedalaman 1 dan relatif sama pada kedalaman 2 sebesar 3,79-
13,12 mg/m3. Kemudian saran yang dapat diambil dari penelitian ini adalah perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat kesuburan perairan di pantai
Kenjeran Surabaya karena kondisi suatu perairan akan terus mengalami
perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu.
-
vii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan
rahmat serta hidayah sehingga saya dapat menyajikan Proposal Skripsi yang
berjudul “Analisis Tingkat Kesuburan Perairan Dan Produktivitas Primer Dengan
Metode Klorofil-a di Perairan Pantai Kenjeran Surabaya.
Sangat disadari bahawa banyak kekurangan dan keterbatasan yang saya
miliki, walaupun sudah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, tetapi
masih dirasakan banyak kekurangtepatan dalam penulisan proposal skripsi ini,
oleh karena itu saya mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini
bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Malang, 07 Februari 2017
Penulis
-
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. ii PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................................... iv UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................... v RINGKASAN ...................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii 1. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 3 1.3 Tujuan ...................................................................................................... 4 1.4 Kegunaan ................................................................................................. 4 1.5 Tempat dan Waktu ................................................................................... 5
2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 6
2.1 Produktivitas Primer ................................................................................. 6 2.2 Klorofil-a ................................................................................................... 7 2.3 Fitoplankton .............................................................................................. 8 2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer ........................... 9
2.4.1 Suhu ............................................................................................. 10 2.4.2 Kecerahan ..................................................................................... 10 2.4.3 pH (Derajat keasaman) ................................................................. 11 2.4.4 Salinitas ........................................................................................ 12 2.4.5 Oksigen Terlarut ............................................................................ 13 2.4.6 Nitrat ............................................................................................. 14 2.4.7 Orthofosfat .................................................................................... 14
2.7 TSI (Trophic State Index) ....................................................................... 15 3 METODE PENELITIAN ................................................................................. 17
3.1 Materi Penelitian ..................................................................................... 17 3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 17 3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................. 18 3.4 Metode Penelitian ................................................................................... 18 3.5 Data Penelitian ....................................................................................... 19
3.5.1 Data Primer ................................................................................... 19 3.5.2 Data Sekunder .............................................................................. 20
3.6 Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel ............................................... 20 3.7 Prosedur Analisis Kualitas Air ................................................................. 22
-
ix
3.7.1 Klorofil-a ........................................................................................ 22 3.7.2 Fitoplankton................................................................................... 24 3.7.3 Suhu ............................................................................................. 25 3.7.4 Kecerahan ..................................................................................... 25 3.7.5 Derajat Keasaman (pH) ................................................................. 25 3.7.6 Salinitas ........................................................................................ 26 3.7.7 Oksigen Terlarut ............................................................................ 26 3.7.8 Nitrat ............................................................................................. 26 3.7.9 Orthofosfat ..................................................................................... 27
3.8 Analisis Data .......................................................................................... 27 3.8.1 Kelimpahan Fitoplankton ............................................................... 27 3.8.2 Produktivitas Primer ...................................................................... 28 3.8.3 TSI (Throphic State Index) ............................................................ 28 3.8.4 Kruskal-Wallis ............................................................................... 28
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 30
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ..................................................................... 30 4.2 Deskripsi Lokasi Pengamatan ................................................................ 30
4.2.1 Stasiun 1 ....................................................................................... 30 4.2.2 Stasiun 2 ....................................................................................... 31 4.2.3 Stasiun 3 ....................................................................................... 31 4.2.4 Stasiun 4 ....................................................................................... 32
4.3 Hasil Pengukuran Klorofil-a .................................................................... 33 4.4 Hasil Pengukuran Kualitas Air ................................................................ 35
4.4.1 Suhu ............................................................................................. 35 4.4.2 Kecerahan ..................................................................................... 37 4.4.3 Salinitas ........................................................................................ 39 4.4.4 pH ................................................................................................. 41 4.4.5 Oksigen Terlarut ............................................................................ 42 4.4.6 Nitrat ............................................................................................. 44 4.4.7 Orthofosfat .................................................................................... 46
4.6 Analisis Data .......................................................................................... 48 4.6.1 Kelimpahan Fitoplankton ............................................................... 48 4.6.2 Produktivitas Primer ...................................................................... 49 4.6.3 Pendugaan Stastus Trofik Perairan ............................................... 51 4.6.2 Kruskal-Wallis ................................................................................ 52
5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 53
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 53 5.2 Saran ..................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 54 LAMPIRAN ........................................................................................................ 59
-
x
DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Alat Beserta Fungsi ....................................................................................... 17
2. Bahan Beserta Fungsi ................................................................................... 18
3. Klorofil-a (mg/m3)di Perairan Pantai Kenjeran ................................................ 33
4. Suhu (oC) di Perairan Pantai Kenjeran ........................................................... 35
5. Kecerahan (cm) di Perairan Pantai Kenjeran ................................................. 37
6. Salinitas (ppt) di Perairan Pantai Kenjeran ..................................................... 39
7. pH di Perairan Pantai Kenjeran ...................................................................... 41
8.Oksigen terlarut (mg/L) di Perairan Pantai Kenjeran ....................................... 42
9. Nitrat (mg/L) di Perairan Pantai Kenjeran ....................................................... 44
10.Orthofosfat (mg/L) di Perairan Pantai Kenjeran ............................................. 46
11.Produktivitas Primer (mgC/m3/hari) di Perairan Pantai Kenjeran ................... 50
12. TSI (Thropic State Index) ............................................................................. 51
-
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1. Bagan Alir Perumusan Masalah ....................................................................... 3
2. Reaksi Fotosintesis .......................................................................................... 7
3. Peta Stasiun Penelitian .................................................................................. 21
4 (A. Stasiun 1) (B. Stasiun 2) ........................................................................... 31
5 (A. Stasiun 3) (B. Stasiun 4) ........................................................................... 32
6. Grafik Pengukuran Klorofil-a .......................................................................... 34
7. Grafik Pengukuran Suhu ................................................................................ 36
8. Grafik Pengukuran Kecerahan ....................................................................... 38
9. Grafik Pengukuran Salinitas ........................................................................... 40
10. Grafik Pengukuran pH ................................................................................. 41
11. Grafik Pengukuran Oksigen Terlarut ............................................................ 43
12. Grafik Pengukuran Nitrat ............................................................................. 45
13. Grafik Pengukuran Orthofosfat .................................................................... 47
14. Rata-rata kelimpahan fitoplankton (ind/ml) ................................................... 48
15. Grafik Produktivitas Primer .......................................................................... 50
16. Grafik Pengukuran TSI (Thropic State Index)............................................... 51
17. Hasil Stastistik Nilai Proper Pada 2 kedalaman ............................................ 52
-
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1. Alat Beserta Fungsi ................................................................................................... 59
2. Bahan Beserta Fungsi ............................................................................................... 60
3. Peta Lokasi Penelitian ............................................................................................... 61
4. Kelimpahan Fitoplankton (ind/ml) ............................................................................ 62
5. Kelimpahan Fitoplankton (n) .................................................................................... 63
6. Jenis dan Gambar Fitoplankton ............................................................................... 64
7. Perhitungan TSI (Thropic State Index) ................................................................... 67
-
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu ekosistem perairan akan terus mengalami perubahan yang terjadi
dari waktu ke waktu. Perubahan ekosistem pada perairan berkaitan dengan
kesuburan suatu perairan. Salah satu nutrien yang menjadi faktor penting
kesuburan perairan adalah nitrat dan fosfat. Hakanson dan Bryan (2008)
menjelaskan bahwa selain parameter nitrat dan fosfat yang dapat digunakan
dalam menentukan tingkat kesuburan perairan, parameter lain yang bisa
digunakan adalah konsentrasi klorofil-a.
Klorofil a sebagai salah satu faktor penting yang sangat menentukan
produktivitas primer perairan, sehingga terdapat hubungan antara produktivitas
primer dengan klorofil-a. Pada setiap individu fitoplankton jumlah klorofil-a
tergantung pada jenis fitoplankton, oleh karena itu komposisi jenis fitoplankton
berpengaruh terhadap kandungan klorofil-a di perairan (Adani et al. 2013).
Klorofil-a adalah pigmen yang ditemukan dalam fitoplankton dan ditemukan pada
semua organisme autotrof serta merupakan pigmen yang terlibat langsung di
dalam proses fotosintesis. Secara terperinci reaksi fotosintesa terdiri dua fase
yaitu reaksi terang dan reaksi gelap.
Informasi yang berkaitan tentang kesuburan perairan dan produktivitas
primer perairan sangat penting diketahui sehubungan dengan perannya sebagai
produser atau penyedia makanan dalam ekosistem perairan, serta sebagai
pemasok kandungan oksigen terlarut di perairan. Menurut Odum (1996),
produktivitas primer merupakan laju penyimpanan energi radiasi matahari oleh
organisme produsen dalam bentuk bahan organik melalui proses fotosintesis
oleh fitoplankton dalam tropik level suatu perairan, fitoplankton disebut sebagai
produsen utama perairan.
-
2
Pada umumnya faktor pemanfaatan suatu perairan antara lain ditentukan
oleh tingkat kesuburan perairan dengan mengukur kelimpahan produsen primer
yang terdapat di perairan tersebut. Keberadaan produsen primer (fitoplankton) di
dalam ekosistem perairan adalah sangat penting, karena dapat menunjang
kelangsungan hidup organisme lainnya. Menurut Samuel (1995) fitoplankton
merupakan produsen pertama di semua perairan alami serta terlibat langsung
dalam rantai makanan ke produksi ikan, sehingga menyebabkan fitoplankton
dapat digunakan sebagai indikator kualitas suatu perairan dengan cara melihat
banyak atau sedikitnya jenis fitoplankton yang mendominasi serta kelimpahan
fitoplankton pada perairan yang di amati.
Putri et al. 2012, menyatakan perairan Kenjeran merupakan salah satu
objek pariwisata laut di Surabaya, terletak di sebelah timur kota Surabaya
diantara kawasan kampung nelayan dan di kawasan Tambak Deres. Perairan
Pantai Kenjeran Surabaya telah tercemar oleh buangan limbah industri maupun
rumah tangga yang terbawa oleh sungai-sungai besar seperti Kali Wonokromo
dan Kali Wonorejo yang akhirnya menumpuk dan mencemari perairan tersebut
(Arisandi, 2001). Perairan yang tercemar berdampak buruk bagi kesuburan
perairan dan kehidupan makhluk hidup disekitarnya, maka dari itu perlu diketahui
produktivitas primernya untuk pengembangan dan peningkatan produksi.
Produktivitas perairan sangat penting karena sebagai dasar untuk menentukan
potensi yang bisa diperoleh dari suatu perairan.
Sejauh ini informasi mengenai produktivitas primer di perairan pantai
Kenjeran Surabaya belum diketahui sehingga perlu diamati karena sebagian
besar mata pencaharian masyarakat sekitar bersumber dari perairan tersebut
seperti nelayan dan pedagang. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan
penelitian mengenai pendugaan tingkat kesuburan perarian berdasarkan
produktivitas primer dengan pengukuran klorofil-a.
-
3
1.2 Rumusan Masalah
Adapun Rumusan masalah dalam penelitian ini dijelaskan pada Gambar 1.
a b c
d
Gambar 1. Bagan Alir Perumusan Masalah
Keterangan :
a. Disekitar perairan pantai Kenjeran terdapat banyak aktivitas manusia
seperti pariwisata, perdagangan, pelayaran (sebagai tempat bersandarnya
kapal) industri dan pemukiman yang memberi masukan limbah anorganik
dan organik dan secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi perubahan kualitas air .
b. Perubahan kondisi kualitas air seperti suhu, kecerahan, pH, salinitas,
oksigen terlarut serta nitrat dan fosfat akan mempengaruhi kelimpahan
fitoplankton dan distribusi klorofil-a di perairan pantai Kenjeran.
c. Kelimpahan fitoplankton yang terjadi di perairan pantai Kenjeran akan
berdampak pada tingkat kesuburan perairan tersebut, sedangkan distribusi
klorofil-a juga akan berdampak pada produktivitas primer yang ada di
perairan pantai Kenjeran.
d. Informasi mengenai kualitas air, serta pendugaan tingkat kesuburan
perairan dapat digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan sumberdaya
Limbah Aktivitas : - Manusia - Pariwisata - Industri - Pemukiman
Kondisi Kualitas Air
Tingkat Kesuburan Perairan
Fitoplankton
Produktivitas Primer
Klorofil-a
-
4
perairan melalui pengendalian aktivitas manusia di sekitar perairan pantai
Kenjeran.
Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat kesuburan perairan pantai Kenjeran Surabaya ?
2. Bagaimana nilai produktivitas primer di perairan pantai Kenjeran Surabaya
?
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian tentang tingkat kesuburan perairan dan produktivitas
primer dengan metode klorofil-a di perairan pantai Kenjeran Surabaya yaitu untuk
mengetahui kondisi perairan pantai Kenjeran dengan nilai Trophic State Index
(TSI) Carlson’s, serta untuk mengetahui produktivitas primer di perairan pantai
Kenjeran, Surabaya.
1.4 Kegunaan
Kegunaan yang di digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Mengetahui produktivitas primer di perairan pantai Kenjeran, serta
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai pendugaan
perairan ditinjau dari produktivitas primer dengan metode klorofil-a di
perairan pantai Kenjeran, Surabaya.
b. Mengaplikasikan mata kuliah terkait yang diperoleh selama perkuliahan
tentang tingkat kesuburan perairan berdasarkan produktivitas primer
dengan menggunakan metode klorofil-a. Serta, sebagai dasar penelitian
serta informasi terkait dengan produktivitas primer di perairan di wilayah
pesisir dan sekitarnya.
-
5
1.5 Tempat dan Waktu
Lokasi pengambilan sampel ini dilakukan di Pantai Kenjeran Surabaya.
Penelitian dilaksanakan selama bulan Februari - Maret 2017. Analisa sampel air
nitrat dan fosfat, pengamatan fitoplankton dan pengukuran klorofil-a dilakukan di
Laboratorium Hidrobiologi (Divisi Lingkungan dan Bioteknologi Perairan),
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.
-
6
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Produktivitas Primer
Pengetahuan yang berkaitan tentang produktivitas primer sangat penting
karena merupakan salah satu indikator untuk menentukan kesuburan perairan.
Produksi suatu perairan berpengaruh terhadap kesuburan perairan, maka dalam
rangka pengembangan dan peningkatan produksi perlu diketahui produktivitas
primer suatu perairan. Pengetahuan tentang produktivitas perairan sangat
penting karena merupakan dasar untuk menentukan potensi yang bisa digali dari
suatu perairan. Produktivitas primer dapat dipakai untuk menentukan kesuburan
suatu perairan.
Tingkat produktivitas primer suatu perairan menggambaran apakah suatu
perairan cukup produktif untuk menghasilkan biomassa tumbuhan, terutama
fitoplankton, termasuk pasokan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis
yang terjadi, sehingga mendukung perkembangan ekosistem perairan (Hariadi et
al. 2010). Menurut Rasyid (2009), dalam artian umum produktivitas primer adalah
laju produksi bahan organik melalui reaksi fotosintesis per satuan volume atau
luas suatu perairan tertentu (mg C/m3/hari atau g C/m2/tahun).
Fotosintesis merupakan proses fisiologi dasar yang terjadi pada tanaman.
Fotosintesis merupakan proses yang dilakukan oleh organisme autotrof, dengan
menggunakan energi dari cahaya matahari yang diserap oleh klorofil untuk
membuat bahan makanan dari molekul sederhana menjadi molekul yang lebih
kompleks. Proses fotosintesis terjadi di kloropas, kloropas terdapat pada setiap
organisme autotrof. Proses fotosintesis dipengaruhi oleh faktor konsentrasi
klorofil-a, serta intensitas cahaya matahari. Klorofil penting dalam proses
fotosintesis tumbuhan yaitu suatu proses dasar dari pembentukan zat-zat organik
-
7
di alam. Oleh karena itulah klorofil sangat menentukan produktivitas primer di
laut. Reaksi Fotosintesis dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Reaksi Fotosintesis
Barus et al. (2008) mengatakan bahwa suatu proses pembentukan
senyawa senyawa organik melalui proses fotosintesis disebut dengan
produktivitas primer. Nilai produktivitas terendah diperairan diperoleh di
permukaan, karena adanya berbagai aktivitas di bagian permukaan
menyebabkan proses fotosisntesis menjadi tidak efektif. Meskipun jika ditinjau
dari aspek intensitas cahaya matahari sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi proses fotosintesis, seharusnya pada bagian permukaan air akan
menyerap cahaya lebih baik dibandingkan dengan lapisan air di bawahnya.
Produktivitas primer perairan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran
terhadap kelimpahan fitoplankton dan konsentrasi klorofil-a, oleh karena itu
pengukuran produktivitas primer dapat dilakukan dengan menggunakan metode
klorofil-a dan kelimpahan fitoplankton.
2.2 Klorofil-a
Klorofil-a merupakan pigmen dalam fitoplankton yang dapat dilihat sebagai
parameter produktivitas perairan. Klorofil terletak pada membran kloroplas.
Klorofil itu sendiri terdiri dari tiga jenis yaitu klorofil-a, b, c dan d. Kandungan
klorofil yang paling dominan dimiliki oleh fitoplankton adalah klorofil-a. Oleh
karena itulah klorofil-a dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kesuburan
perairan (Samawi, 2001). Klorofil-a merupakan parameter yang sangat
menentukan produktivitas primer lautan. Suhu permukaan laut, kecerahan dan
-
8
oksigen terlarut adalah beberapa parameter oseanografi yang berkaitan dengan
klorofil-a.
Hatta (2002), menyatakan bahwa pada umumnya sebaran konsentrasi
klorofil-a yang tinggi di perairan pantai sebagai akibat dari tingginya suplai
nutrien yang berasal dari limpasan air sungai. Namun sebaliknya jika konsentrasi
klorofil-a yang rendah di daerah lepas pantai karena di daerah lepas pantai tidak
mendapat suplai nutrien dari daratan. Walaupun pada beberapa tempat yang
jauh dari daratan masih ditemukan nilai konsentrasi klorofil yang tinggi. Keadaan
seperti ini terjadi akibat adanya proses sirkulasi massa air yang memungkinkan
terbawanya sejumlah nutrien dari daerah lain, seperti yang terjadi pada daerah
upwelling. Bohlen dan Boynton(1966) dalam Riyono et al., (2006), memberikan
kriteria untuk perairan teluk dan muara berdasarkan kandungan klorofil-a nya.
Untuk perairan dengan kandungan klorofil-a 30 mg/m3 dikategorikan
buruk.
2.3 Fitoplankton
Tingkat kesuburan pada suatu perairan dapat diukur dengan melimpahnya
fitoplankton. Fitoplankton merupakan organisme renik yang pergerakannya selalu
dipengaruhi oleh pergerakan masa air dan mempunyai kemampuan renang yang
sangat lemah dan (Nybakken, 1998). Fitoplankton mengikat energi terbesar di
laut, meskipun hanya menghuni bagian lapisan permukaan air di mana cukup
cahaya matahari. Faktor yang mempengaruhi produktivitas fitoplankton adalah
tercukupinya zat hara yang diperlukan. Zat hara anorganik yang utama
diperlukan oleh fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak adalah fospor
sebagai fospat (PO4
2-
) dan nitrogen sebagai nitrat (NO3).
-
9
Fitoplankton merupakan alga uniseluler mikroskopis yang terdiri dari
sebagian besar klas yang berbeda. Fitoplankton adalah tumbuhan renik yang
biasanya mengapung pada permukaan air ataupun melayang di kolom air. Pada
fitoplankton terdapat klorofil yang memungkinkan organisme ini melakukan
fotosintesis. Jika fitoplankton berada dalam jumlah yang terlihat sebagai warna
hijau di air karena mereka mengandung klorofil dalam sel-selnya, walaupun
warna setiap jenis fitoplankton sebenarnya dapat bervariasi karena kandungan
klorofil yang berbeda beda (Thurman, 1997 dalam Taqwa, 2010).
Pada rantai makanan di perairan, fitoplankton memiliki peranan sangat
penting karena memiliki kemampuan mengubah bahan anorganik menjadi bahan
organik melalui proses fotosintesa. Maka dari itu fitoplankton dianggap
merupakan awal atau dasar di dalam model rantai makanan pada suatu perairan.
Informasi mengenai biomassa fitoplankton sangat penting sebagai dasar untuk
menggambarkan aliran energi dari rantai makanan di perairan. Untuk mengukur
laju produksi zat organik melalui proses fotosintesa tersebut, diperlukan informasi
mengenai produktivitas primer dan kelimpahan fitoplankton (Kaswadji et al.
1993). Menurut Abida (2008) kondisi hidrodinamika suatu perairan juga akan
mempengaruhi pola penyebaran atau distribusi fitoplankton baik secara
horizontal maupun secara vertikal, sehingga akan berpengaruh pada kelimpahan
dan struktur populasi fitoplanktonnya yang selanjutnya akan berpengaruh pada
nilai produktivitas primernya.
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer
Adanya beban masukan materi bahan organik yang berasal dari daratan
dan kondisi hidrodinamika pada perairan pantai Kenjeran akan mempengaruhi
nilai produktivitas primer yang akan mengganggu kesuburan perairan, serta
adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai produktivitas primer seperti
-
10
parameter kualitas air yaitu suhu, kecerahan, pH, salinitas, oksigen terlarut, nitrat
dan fosfat yang akan dijelasakan sebagai berikut :
2.4.1 Suhu
Menurut Simanjuntak (2009), seiring berjalannya waktu aktivitas manusia
semakin meningkat sehingga mempengaruhi kondisi perairan yang berasal dari
berbagai faktor, misalnya faktor fisika-kimia perairan. Kalangi et al. (2013),
menjelaskan bahwa suhu yang merupakan faktor oseanografi yang mudah
diukur namun berperan penting dalam proses-proses fisika, kimia dan biologi di
laut, seperti dalam proses percampuran, penyebaran organisme laut dan
berpengaruh pada konsentrasi oksigen terlarut. Kisaran suhu di laut adalah -2
sampai 35oC. Suhu di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa hal seperti
posisi matahari, musim, kondisi atmosfir dan letak geografis.
Secara vertikal, profil suhu di suatu perarian terbagi dalam tiga lapisan
utama. Lapisan pertama, lapisan permukaan yang tercampur sempurna (mixed
layer). Lapisan ini hangat dan memiliki gradien suhu dengan kedalaman kecil.
Kedua, lapisan termoklin (thermocline layer) yaitu lapisan dengan penurunan
suhu yang mencolok atau lapisan yang memiliki gradien suhu yang besar.
Gradien suhu pada lapisan termoklin ini sekitar 0,1oC per meter. Terakhir, lapisan
dalam (deep layer) lapisan yang mempunyai suhu yang rendah tetapi relatif
konstan pada 4oC (Garrison, 2004).
2.4.2 Kecerahan
Kecerahan suatu perairan merupakan suatu kondisi yang menunjukkan
kemampuan cahaya yang dapat menembus lapisan air pada kedalaman tertentu.
Pada perairan alami, kecerahan sangat penting karena berkaitan dengan
aktivitas fotosintesis. Kecerahan merupakan salah satu faktor penting bagi
produksi primer dalam suatu perairan dan juga pada proses fotosintesis.
-
11
Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan adalah ukuran
transparansi perairan, yang nilainya ditentukan secara visual dengan
menggunakan Secchi disk (Effendi, 2003).
Tingkat kecerahan sangat dipengaruhi oleh kekeruhan pada perairan.
Semakin tinggi kekeruhan pada perairan, makan akan semakin rendah penetrasi
cahaya yang menembus kolom air, sehingga tingkat kecerahan semakin rendah,
begitu juga sebaliknya (Mujito et al. 1997). Menurut Paramitha (2014) kecerahan
perairan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk
menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Cahaya erat kaitannya dengan
aktivitas fotosintesis, sehingga cahaya mempunyai pengaruh terbesar secara
tidak langsung, yaitu sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-
tumbuhan yang menjadi sumber makanan. Cahaya gelombang pendek adalah
yang paling kuat mengalami pembiasan yang menyebabakan air yang jernih
akan terlihat berwarna biru dari permukaan. Kedalaman penetrasi cahaya akan
berbeda-beda pada setiap ekosistem air yang berbeda.
2.4.3 pH (Derajat keasaman)
Setiap organisme di perairan memiliki kemampuan yang berbeda dalam
mentolerir pH suatu perairan. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
suhu, aktivitas biologi, aktivitas fotosintesis, kandungan oksigen, kation dan
anion. Menurut Nybakken (1988) pH merupakan aktivitas hidrogen dalam
perairan. Secara umum, nilai pH menggambarkan seberapa asam atau basa
suatu perairan tersebut. Pada lingkungan laut pH relatif stabil dan biasanya
berada dalam kisaran antara 7,5 sampai dengan 8,4.
Pada perairan yang lebih dalam dimana kandungan okesigennya lebih
rendah, maka nilai pH pada umumnya 7,5 dan pada lapisan dasar yang stagnan
nilai pH biasanya 7,0 (Asmara, 2005). Nilai pH suatu perairan merupakan indikasi
-
12
terganggunya perairan tersebut. Perubahan nilai pH air laut akan sangat
mempengaruhi pertumbuhan serta aktivitas biologis. Keberadaan unsur hara di
laut secara tidak langsung dapat dipengaruhi oleh perubahan nilai pH. Jika nilai
pH bersifat asam berarti kandungan oksigen terlarutnya rendah. Hal ini
memepengaruhi kegiatan mikroorganisme dalam proses dekomposisi bahan
organik
Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk
mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami dapat
memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat
mengakibatkan perubahan serta ketidakseimbangan kehidupan biota laut. pH air
laut permukaan di Indonesia umumsnya bervariasi dari 6.0 – 8.5 (Riyadi et al.
2005).
2.4.4 Salinitas
Salinitas merupakan jumlah garam yang terlarut dalam 1 Liter air (dalam
satuan gram). Menurut Widigdo (2001) umumnya salinitas disebabkan oleh tujuh
ion utama yaitu kalium (K), natrium (Na), kalsium (Ca), magnesium (Mg), klorit
(Cl), sulfat (SO4) dan bikarbonat (HCO3). Salinitas adalah salah satu parameter
dapat menentukan jenis fitoplankton yang terdapat dalam suatu perairan,
tergantung pada sifat fitoplankton tersebut apakah eurihalin atau stenohalin.
Secara umum, kisaran salinitas di permukaan laut di Indonesia antara 32-34%
(Dahuri, 1996). Kisaran salinitas di laut terbuka pada umumnya antara 33% -
37% tergantung dari seberapa besar proses evaporasi dan curah hujan yang
terjadi (Royce, 1973).
Salinitas di suatu perairan sangat penting untuk mempertahankan tekanan
osmotik antara tubuh ogranisme dengan perairan, oleh karena itu salinitas dapat
mempengaruhi kelimpahan dan distribusi fitoplankton. Salinitas dapat
-
13
menentukan jenis-jenis fitoplankton yang terdapat di perairan. Meskipun salinitas
mempengaruhi produktivitas pada fitoplankton, namun umumnya peranannya
tidak begitu besar karena salinitas bersamaan dengan suhu menentukan
densitas air maka salinitas ikut mempengaruhi penenggelaman atau
pengembangan fitoplankton (Nontji, 2002). Sebaran salinitas di perairan
dipengaruhi oleh pola sirkulasi, curah hujan, aliran sungai dan penguapan.
2.4.5 Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua makhluk hidup untuk pernapasan,
metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk
pertumbuhan dan pembiakan. Sumber utama dari oksigen berasal dari suatu
proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis (Salmin, 2000). Secara
umum nilai oksigen terlarut sesuai baku mutu air laut Kep.Men LH Nomor: 51
tahun 2004 yaitu >5 ppm. Pada lapisan permukaan kadar oksigen semakin
tinggi, karena adanya difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses
fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman kadar oksigen semakin
berkurang karena proses fotosintesis semakin berkurang serta kadar oksigen
yang ada banyak digunakan untuk respirasi dan oksidasi bahan-bahan organik
dan anorganik.
Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologi air terutama dalam proses
respirasi. Konsentrasi oksigen terlarut berpengaruh secara nyata terhadap
organisme air yang memang tidak mutlak membutuhkan oksigen terlarut untuk
respirasinya. Konsumsi oksigen bagi organisme berfluktuasi mengikuti proses-
proses hidup yang dilaluinya. Konsumsi oksigen bagi organisme air ini akan
mencapai maksimum pada masa reproduksi berlangsung. Konsumsi oksigen
juga dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen terlarut itu sendiri (Barus, 2004).
-
14
2.4.6 Nitrat
Nitrat adalah zat nutrisi yang diperlukan oleh tumbuhan untuk dapat
tumbuh dan berkembang, nitrat juga merupakan senyawa toksik yang dapat
mematikan organisme air. Nitrogen suatu perairan terdapat dalam bentuk gas N2,
NO2-, NO3
-, NH3 dan NH4+ serta sejumlah N yang berkaitan dengan organik
kompleks (Haryadi, 2003). Keberadaan nitrat diperairan sangat dipengaruhi oleh
buangan yang berasal dari industri, bahan peledak dan pemupukan. Sumber
nitrogen yang terbesar berasal dari udara, sekitar 80% dalam bentuk nitogen
bebas yang masuk melalui sistem fiksasi biologis dalam kondisi aerobik. Menurut
Chester (1990) bahwa keberadaan nitrogen di perairan dapat berupa organik dan
anorganik. Nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea akan
mengendap dalam air, sedangkan nitrogen anorganik berupa ion nitrit (NO2-),
Nintrat (NO3-), ammonia (NH3), ammonium (NH4
+) dan molekul N2 yang larut
dalam air.
Zat hara yang menjadi fokus perhatian lingkungan perairan adalah nitrat
dan fosfat. Kedua unsur ini memiliki peran penting bagi pertumbuhan fitoplankton
atau alga yang biasa digunakan sebagai indikator kualitas air dan tingkat
kesuburan perairan (Howart et al., 2000; Fachrul et al., 2005). Kadar nitrogen
yang tinggi di suatu perairan dapat merangsang pertumbuhan algae yang tak
terkendali (blooming). Keputusan Menteri LH No. 51 Tahun 2004 disebutkan
bahwa baku mutu nilai konsentrasi nitrat air laut yang layak adalah 0,008 mg N-
NO3/L.
2.4.7 Orthofosfat
Simanjuntak (2012) mengungkapkan bahwa orthofosfat merupakan salah
satu zat hara yang dapat membantu proses pertumbuhan dan metabolisme
fitoplankton serta organisme laut lainnya. Kadar fosfat yang cukup tinggi melebihi
-
15
kebutuhan normal organisme akuatik akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi
pada perairan. Orthofosfat merupakan salah satu bentuk fosfat paling sederhana
yang ada di perariran. Setiap senyawa fosfat yang ada di perairan berbentuk
terlarut, tersuspensi serta terikat pada sel organisme dalam air (Sasongko,
2006). Orthofosfat juga memiliki pengaruh besar terhadap kelimpahan
fitoplankton di perairan.
Zat hara yang diperlukan fitoplankton untuk pertumbuhan dan
perkembangan adalah nitrat dan fosfat. Perairan pantai menerima sejumlah
unsur kritis yaitu P dan N melalui ran off dari daratan (Asriyana dan Yuliana,
2012). Dalam Keputusan Menteri LH No.51 Tahun 2004, disebutkan bahwa baku
mutu nilai konstrasi maksimum fosfat yang layak untuk kehidupan biota laut
adalah 0,015 mg P-PO4/L.
2.7 TSI (Trophic State Index)
TSI (Trophic State Index) merupakan dasar penentuan status trofik
(kesuburan perairan) dengan menggunakan biomassa alga. Status trofik
diartikan sebagai respon biologis terhadap penambahan nutrien. Status trofik
didefinisikan sebagai berat total bahan organik yang hidup dalam suatu perairan.
TSI (Trophic State Index) adalah indeks yang sederhana karena membutuhkan
data yang sedikit dan mudah dipahami. Pendugaan biomassa alga dilakukan
dengan pengukuran terhadap klorofil-a , kedalaman secchI disk dan total fosfat.
Nilai TSI (Trophic State Index) berkisar dari 0-100 (Carlson, 1977).
Status kesubuaran perairan dapat diketahui dengan metode Carlson TSI
(Trophic State Index). Analisa TSI dilakukan dengan menguji beberapa variabel
yaitu fisika, kimia dan biologi yang meliputi angka kecerahan, kandungan total
fosfor dan kandungan klorofil-a. Penentuan ketiga parameter tersebut
berdasarkan adanya keterkaitan yang erat dari masing-masing parameter,
-
16
dimana unsur pencemaran yang masuk ke perairan yang berupa fosfat akan
menyebabkan terjadinya pertumbuhan fitoplankton di perairan tersebut yang
ditandai dengan konsentrasi klorofil-a. Akibat lebih lanjut dengan adanya
kandungan klorofil-a tersebut menyebabkan terhambatnya cahaya yang masuk
ke dalam kolom perairan yang ditandai makin pendeknya kecerahan perairan
(suryono et al. 2010)
-
17
3 METODE PENELITIAN
3.1 Materi Penelitian
Materi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mencakup tentang
produktivitas primer yang di ukur menggunakan metode klorofil-a, kelimpahan
fitoplankton, selain itu juga diamati kualitas air berupa parameter fisika yang diuji
adalah kecerahan dan suhu, sedangkan parameter kimia yaitu salinitas, pH,
Oksigen terlarut, nitrat dan orthofosfat.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat dan
bahan pengukuran insitu (suhu, kecerahan, salinitas, pH dan oksigen terlarut)
serta alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran exsitu (laboratorium)
dapat dilihat pada Lampiran 1. Sedangkan alat dan bahan yang digunakan dalam
pengukuran insitu sebagai berikut :
Tabel 1. Alat Beserta Fungsi
No. Alat Fungsi
1. Thermometer Hg Untu mengukur suhu
2. Secchi disk Untuk mengukur kecerahan suatu perairan.
3. pH paper Untuk mengukur pH suatu perairan.
4. DO meter Untuk mengukur Oksigen terlarut
5. Water sampler Untuk mengambil sampel pada kedalaman
tertentu
6. Refraktometer Untuk mengukur nilai salinitas
7. Botol sampel 1,5 liter Sebagai wadah sampel klorofil-a
8. Botol sampel 600 ml Sebagai wadah sampel Nitrat, Fosfat
9. Botol film Sebagai wadah sampel fitoplankton
10. Ember 5 liter Untuk mengambil sampel air laut
11. Cool box Untuk menyimpan sampel sementara
-
18
Tabel 2. Bahan Beserta Fungsi
No. Bahan Fungsinya
1. Lugol Mengawetkan sampel fitoplankton
2. Aquades Untuk mengkalibrasi alat sebelum digunakan
3. Tissue Untuk membersihkan alat
3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di bulan Maret pada tanggal 1 Maret 2017 dan 7
Maret 2017 di perairan pantai Kenjeran Surabaya, karena pada bulan tersebut
masuk pada musim pancaroba yaitu peralihan dari musim hujan ke kemarau
sehingga mendapatkan cukup cahaya yang berpengaruh terhadap fotosintesis
yang berhubungan dengan konsentrasi klorofil a yang menentukan produktivitas
primer.
3.4 Metode Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan metode survei, yaitu penelitian yang tidak
melakukan perubahan (tidak ada perlakuan khusus) terhadap variabel yang akan
diteliti dengan tujuan untuk memperoleh serta mencari keterangan secara faktual
tentang objek yang diteliti (Hidayat et al. 2014). Menurut Soehartono (2000),
metode survei yaitu suatu metode untuk memperoleh data yang ada pada saat
penelitian dilakukan. Survei artinya metode penelitian yang dilakukan untuk
mengadakan pemeriksaan dan pengukuran-pengukuran terhadap gejala empiris
yang berlangsung di lapangan atau lokasi penelitian, umumnya dilakukan
terhadap unit sampel yang dihadapi sebagai responden dan bukan terhadap
seluruh populasi sasaran (Fathoni, 2006). Metode ini bertujuan untuk
memberikan gambaran sistematis secara nyata dan akurat terkait dengan fakta
serta sifat populasi atau daerah tertentu yang digunakan sebagai objek penelitian
-
19
3.5 Data Penelitian
Data merupakan kumpulan informasi atau keterangan yang didapat dari
suatu pengamatan berupa angka, huruf dan gambaran yang memiliki keterkaitan
dengan tujuan penelitian. Pengambilan data pada penelitian menggunakan
teknik survei yang dibedakan menjadi 2, yaitu : Data primer dan data sekunder.
3.5.1 Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek
yang diteliti. Menurut Sugiyono (2010) yang menyatakan bahwa sumber primer
adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.
Data primer yang diperoleh dengan cara observasi dan dokumentasi .
Observasi Observasi merupakan suatu metode pengumpulan keterangan dengan
cara mengadakan pengamatan dan juga pencatatan secara sistematis sehingga
mengetahui betul terhadap apa yang ingin diamati atau objek pengamatan
(Mania, 2008). Observasi yang dilakukan di lapang pada penelitian ini adalah
pengukuran kecerahan, suhu, pH, salinitas, Oksigen terlarut. Sedangkan
observasi pada laboratorium adalah pengukuran Nitrat, Fosfat, Klorofil-a dan
Firoplankton.
Dokumentasi
Sedangkan dokumentasi adalah kegiatan untuk menjelaskan peristiwa baik
dalam bentuk tulisan, foto, rekaman serta cara lainnya. Dokumentasi yang di
dapatkan yaitu dalam bentuk foto, seperti foto stasiun penelitian, pengukuran
kualitas air di lapang, alat dan bahan serta dokumentasi akomodasi yang
digunakan.
-
20
3.5.2 Data Sekunder
Data sekunder menurut Sugiyono (2010) adalah sumber data yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain
atau lewat dokumen. Data sekunder antara lain disajikan dalam bentuk data-
data, tabel-tabel, diagram-diagram atau mengenai topik penelitian. Data ini
merupakan data yang berhubungan secara langsung dengan penelitian yang
dilaksanakan dan bersumber dari pihak lembaga maupun masyarakat. Data
sekunder pada penelitian ini diperoleh dari berbagai situs internet, jurnal, laporan
serta kepustakaan yang digunakan sebagai pustaka untuk menunjang hasil
pengamatan.
3.6 Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel Penentuan lokasi stasiun menggunakan metode purposive sampling yaitu
penentuan lokasi berdasarkan atas adanya tujuan tertentu dan sesuai dengan
pertimbangan peneliti sendiri sehingga mewakili populasi (Arikunto, 2006).
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan pada beberapa stasiun yang
mewakili beberapa titik dan menggambarkan keadaan lapang atau tempat
penelitian yang ditinjau dari pengaruh kegiatan di sekitar titik pengambilan
sampel, sehingga data yang diperoleh merata. Pelaksanaan penelitian ini pada
Bulan Maret 2017. Penentuan stasiun untuk pengambilan sampel berdasarkan
hasil survei lapang dapat dilihat pada Gambar 3.
-
21
Gambar 3. Peta Stasiun Penelitian
Stasiun 1 : 07015’22,1” LS dan 112048’37,4” BT berada pada kawasan muara
sungai
Stasiun 2 : 07014’57,3” LS dan 112048’19,4” BT berada pada kawasan
kawasan mangrove
Stasiun 3 : 07014’39,0” LS dan 112048’08,2” BT berada pada kawasan
pariwisata, perdagangan dan sandaran perahu.
Stasiun 4 : 07014’25,6” LS dan 112047’56,1” BT berada pada kawasan
pemukiman warga.
3.6 Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling atau judgement sampling. Menurut Sugiyono (2013) pengertian
purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan
berdasarkan kira-kira atau pertimbangan tertentu untuk mewakili tujuan yang
diharapakan. Pengambilan sampel di lapang dilakukan setiap satu minggu sekali
ini dilakukan menikuti siklus hidup fitoplankton yaitu 7-14 hari, meliputi
pengambilan sampel air laut pada 4 titik stasiun penelitian yang telah ditentukan.
Pengambilan air dilakukan sebanyak dua kali ulangan, pengambilan sampel
Laut Jawa
-
22
dilakukan pada 4 stastiun, yaitu pada kawasan dekat muara sungai, kawasan
kawasan mangrove, kawasan sandaran kapal dan kawasan pemukiman warga
sekitar. Peta lokasi untuk penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.
Pengambilan sampel air laut dilakukan pukul 10.00 – 12.00 WIB. Hal ini
dikarenakan pada waktu tersebut adalah waktu dimana fitoplankton sedang
berfotosintesis. Pada setiap titik stasiun diambil air sampel menggunakan ember
pada kedelaman 1 (±10cm) dari permukaan air laut dan menggunakan water
sampler pada kedalaman 2 (±50cm) dimana intensitas cahaya matahari
berkurang atau tidak ada. Selanjutnya air laut dimasukan kedalam botol yang
bervolume 1 liter sebanyak jumlah stasiun dan kedalaman yang nanti nya
digunakan untuk analisis Klorofil-a, Nitrat dan Fosfat di laboratorium.
Pengambilan sampel dilakukan pada 2 kedalaman agar mengetahui perbedaan
antara 2 kedalaman yang berbeda. Pengukuran 2 kedalaman dilakukan pada
analisis kandungan klorofil-a, fitoplankton , suhu, pH, dan salinitas.
3.7 Prosedur Analisis Kualitas Air
Adapun beberapa prosedur analisis Klorofil-a, Produkrivitas primer,
fitoplankton serta parameter fisika dan kimia, yaitu sebagai berikut :
3.7.1 Klorofil-a
Biomasa fitoplankton ditentukan dengan kandungan klorofil-a, mengambil
air sampel di laut sebanyak 1 liter dan dimasukan dalam botol sampel yang
ditutup dengan alumunium foil dan dimasukan didalam coolbox yang diberi
pecahan es batu agar suhu tetap dingin. Prosedur kerja analisis kandungan
klorofil-a menurut Hutagalung, et al. (1997) menggunakan sampel klorofil-a
sebagai berikut :
1. Menyiapkan sampel yang telah diambil
2. Memasang atau letakkan filter pada alat saring (filter holder)
-
23
3. Menyaring sampel 1000 ml yang telah diambil dari lokasi. Penyaringan
diibantu dengan vacuum pump dengan tekanan hisap ±30 cm Hg.
Mencatat volume air yang disaring (m).
4. Membilas air sampel dengan 10 ml larutan magnesium karbonat (MgCO3)
ke dalam filter holder, menghisap kembali sampai filter tampak kering.
5. Filter diambil dan dibungkus dengan alumunium foil lalu diberi label dan
disimpan dalam desikator selama 45 menit yang berisi silica gel (simpan
dalam freezer jika proses analisis berikutnya tidak dilakukan).
6. Hasil filter saringan dimasukan kedalam tabung reaksi 15 ml, ditambahkan
10 ml aceton 90%.
7. Menggerus larutan filter sampai semua bagian filter hancur.
8. Sampel di-centrifuge dengan putaran 4000rpm selama 20-60 menit.
9. Memasukkan cairan yang bening (filtrat) ke dalam cuvet.
10. Memeriksa absorbansinya dengan spektofotometer pada panjang
gelombang 750, 664, 647 dan 630 nm. Kandungan klorofil a dihitung
dengan rumus :
Chl-a (mg/m3) = *( ) ( ) ( )+
Keterangan :
E664 = Absorban 664 nm – absorban 750 nm
E647 = Absorban 647 nm – absorban 750 nm
E630 = Absorban 630 nm – absorban 750 nm
Ve = volume ekstrak aceton (ml)
Vs = Volume sampel air yang disaring (liter)
d = lebar diameter cuvet (1,10 atau 15 cm)
-
24
3.7.2 Fitoplankton
Prosedur pengambilan sampel pada Fitoplankton menurut (Satino, 2011)
sebagai berikut :
Mengambil sampel air dengan menggunakan ember 5 liter pada
kedalaman 1 (±10) cm dari permukaan air dan kedalaman 2 (±50cm) dan
disaring menggunakan plankton net no. 25 mesh size 64nm (saat disaring
plankton net digoyangkan agar plankton yang menempel di permukaan
jaring dapat masuk ke dalam botol 25 ml yang dipasang di bagian bawah
plankton net). Jumlah air yang disaring sebanyak 25 liter
Memberi lugol sebanyak 3-4 tetes yang berfungsi sebagai pengawet pada
konsentrat plankton yang tertampung dalam botol 25 ml
Menyimpan sampel dalam lemari es sampai diidentifikasi
Sampel yang telah disimpan kemudian diidentifikasi di laboratorium dengan
prosedur sebagai berikut :
Menyiapkan preparat.
Meletakkan preparat plankton yang sudah siap di atas meja objek
mikroskop.
Memastikan pengaturan cahaya mikroskop sebelum dinyalakan berada
pada frekuensi terkecil. Jika sudah, bisa dinyalakan.
Memperjelas cahaya dengan memutar pengatur cahaya. Kemudian,
memilih perbesaran yang sesuai.
Mencari luas lapang bidang pandangnya setelah mikroskop sudah fokus.
Menggambar jenis plankton yang ditemukan.
Mengidentifikasi jenis plankton dengan bantuan buku Prescoot (1970).
-
25
3.7.3 Suhu
Pengukuran suhu menggunakan Thermometer Hg, adapun prosedur
pengukuran suhu menurut Hariyadi et al. (1992), sebagai berikut :
1. Mencelupkan thermometer kedalam perairan
2. Membiarkan selama kurang lebih 2 menit
3. Membaca dan mencatat nilai yang tertera pada Thermomether Hg di
permukaan.
4. Mencatat hasil pengukuran dalam skala oC
3.7.4 Kecerahan
Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan di lapangan. Menurut Subarjianti
(1990), adapun prosedur identifikasi kecerahan sebagai berikut :
1. Memasukan secchi disk secara perlahan kedalam air hingga batas tidak
nampak dan dicatat kedalamannya sebagai D1
2. Kemudian diangkat perlahan lagi sampai nampak dan dicatat
kedalamananya sebagai D2. Lalu dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut :
Kecerahan (cm) =
3.7.5 Derajat Keasaman (pH)
Pengukuran pH menggunakan pH paper menurut Hariyadi et al. (1992)
sebagai berikut :
1. Mencelupkan pH paper ke dalam perairan.
2. Mendiamkan selama kurang lebih 2 menit.
3. Mengangkat dan mengibaskan sampai setengah kering.
4. Mencocokan dengan skala 1-14 yang tertera pada kotak pH.
5. Mencatat hasil pengukurannya.
-
26
3.7.6 Salinitas Menurut Ayunda (2011), prosedur pengukuran salinitas menggunakan
refraktometer adalah sebagai berikut :
1. Membersihkan refraktometer dengan cara dikalibrasi dengan aquadest
2. Membersihkan dengan tissue secara searah
3. Meneteskan 1-2 tetes air laut pada prisma refraktometer
4. Melihat angka yang tertera pada bagian “eye piece” dan akan tertera nilai
salinitasnya.
3.7.7 Oksigen Terlarut
Prosedur pengukuran oksigen terlarut menggunakan DO meter menurut
Agung et al. (2014) sebagai berikut :
1. DO meter dikalibrasi terlebih dahulu
2. Setelah itu dicelupkan kedalam air kemudian di putar-putar pada air sampel
yang akan di ukur.
3. Setelah angka pada layar menunjukkan gerakan yang stabil (ready),
barulah hasil pengukuran di catat.
3.7.8 Nitrat Adapun cara untuk mengukur nitrat menurut Subarijanti (2015), sebagai
berikut :
1. Menyaring air sampel sampai 12,5 ml.
2. Menuangkan kedalam cawan porselen.
3. Menguapkan air sampel di atas pemanas sampai kering hati – hati jangan
sampai pecah dan didinginkan.
4. Menambahkan 0,2 ml (5 tetes) asam fenol disulfonik, diaduk dengan
pengaduk gelas dan diencerkan dengan 5 ml aquades.
-
27
5. Menambahkan tetes demi tetes NH4OH (1:1) sampai terbentuk warna
(maksimal 5 ml) dan diencerkan dengan aquades sampai 12,5 ml.
6. Memasukan sampel ke dalam cuvet.
7. Menghitung kadar nitrat menggunakan spektofotometer dengan panjang
gelombang 410 nm.
3.7.9 Orthofosfat
Menurut Subarijanti (2015), pengukuran orthofosfat dapat dilakukan
dengan cara :
1. Mengambil air sampel 12,5 ml.
2. Memasukkan kedalam erlenmayer berukuran 50 ml.
3. Menambahkan 0,5 ml amonium molybdat dan dihomogenkan.
4. Menambahkan 3 tetes SnCl2 dan dihomogenkan.
5. Memasukkan sampel kedalam cuvet.
6. Menghitung kadar orthofosfat menggunakan spektofotometer dengan
panjang gelombang 690 nm.
3.8 Analisis Data
3.8.1 Kelimpahan Fitoplankton
Kemudian perhitungan kelimpahan fitoplankton dihitung dengan
persamaan modifikasi lackey drop :
N = (
)
Keterangan :
T : Luas cover glass (mm2)
V : Volume konsentrat plankton dalam botol tampung (ml)
L : Luas lapang pandang dalam mikroskop (mm2)
v : Volume konsentrat plankton di bawah cover glass (ml)
-
28
P : Jumlah lapang pandang
W : Volume air sampel yang disaring (L)
N : Kelimpahan plankton (ind/ml atau ind/l)
n : Jumlah plankton yang dalam bidang pandang
3.8.2 Produktivitas Primer
Perhitungan nilai produktivitas primer dengan pengukuran nilai klorofil-a
yang kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk produktivitas primer dengan
Rumus Produktivitas Primer Beveridge (1964) sebagai berikut :
3.8.3 TSI (Throphic State Index)
Perhitungan rata-rata TSI (Carlson 1977) adalah sebagai berikut:
TSI (SD) = 60 – 14,41 ln (SD)
TSI (CHL) = 30,6 + 9,81 ln (CHL)
TSI (TP) = 4,15 + 14,42 ln (TP)
Rata-rata TSI = ( ) ( ) ( )
Keterangan :
SD = Sechhi disk (m)
CHL = Klorofil-a (µg/l)
TP = Total Fosfor (µg/l)
3.8.4 Kruskal-Wallis
Uji Kruskal Walis adalah uji nonparametrik yang digunakan untuk
membandingkan tiga atau lebih kelompok sampel. Uji Kruskal Wallis digunakan
ketika asumsi normalitas tidak terpenuhi atau nilai varians tidak sama. H0 dalam
uji Kruskal Wallis adalah bahwa k sampel berasal dari populasi yang sama
Produktivitas Primer (gC/m3/hr) = 56.5 x (klorofil-a)0,61
-
29
(Hidayat dan Istidah, 2011, p.134). Dikatakan terdapat perbedaan yang signifikan
jika signifikansi nilai kritis < 0,05 (H0 ditolak), yang dapat digunakan untuk
menentukan apakah ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara dua
atau kelompok lebih variabel independen pada variabel dependen yang
kontinu.Uji Kruskal Wallis dapat digunakan untuk mengetahui apakah ada
perbedaan signifikan nilai produktivitas primer secara statistik pada 4 stasiun
dengan 2 kedalaman yang berbeda.
-
30
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Pantai Kenjeran Surabaya terletak di wilayah pesisir timur Jawa Timur yang
menjadi muarai sungai-sungai yang berasal dari perkotaan. Batas wilayah
kecamatan Kenjeran Surabaya antara lain :
Sebelah utara : Kecamatan Sukolilo
Sebelah selatan : Kecamatan Wonokromo
Sebelah timur : Selat Madura
Sebelah barat : Kecamatan Krembangan
Masyarakat yang tinggal di sekitar perairan Kenjeran sebagian besar
sebagai nelayan dan keluarganya mengkonsumsi ikan 99,1 gr/hari (Sudarmadji
et al., 2004) atau sekitar 22 gr protein ikan/hari, sehingga perairan pantai
Kenjeran menjadi sumber utama dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
sekitar.
4.2 Deskripsi Lokasi Pengamatan
4.2.1 Stasiun 1
Lokasi pengambilan sampel terdiri dari 4 stasiun ,stasiun 1 (Gambar 4A)
terdapat pada daerah muara sungai dimana sungai-sungai yang ada di kota
Surabaya bermuara pada perairan Kenjeran. Sungai yang bermuara pada pantai
Kenjeran mendapatkan masukan dari berbagai kegiatan masyarakat di kota
Surabaya seperti industri, pariwisata dan lain sebagainya. Lokasi pengambilan
sampel pada stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 4A.
-
31
Gambar 4A. Stasiun 1
4.2.2 Stasiun 2
Lokasi pengambilan stasiun 2 berlokasi di daerah dekat mangrove.
Mangrove yang ada di perairan stasiun 2 merupakan wilayah konservasi di
perairan pantai Kenjeran. Mangrove pada perairan pantai Kenjeran juga
digunakan sebagai tempat pariwisata. Lokasi pengambilan sampel pada stasiun
2 dapat dilihat pada Gambar 4B.
Gambar 4B. Stasiun 2
4.2.3 Stasiun 3
Stasiun 3 terletak pada pelabuhan bongkar muat perahu nelayan yang
terdapat berbagai aktivitas seperti sandaran perahu nelayan yang banyak
digunakan warga sekitar, penurunan tangkapan ikan nelayan. Kondisi perairan
yang berada di lokasi seperti ini mudah tercemar dengan adanya sisa sisa bahan
-
32
bakar perahu nelayan. Lokasi pegambilan sampel pada stasiun 3 dapat dilihat
pada Gambar 5A.
Gambar 5A. Stasiun 3
4.2.4 Stasiun 4
Lokasi pengambilan sampel pada stasiun 4 merupakan daerah pemukiman
yang terdapat rumah warga sekitar yang jaraknya berdekatan, terdapat aktivitas
perdagangan dan perumahan warga sekitar. Pada stasiun 4 juga terdapat
perahu-perahu nelayan yang disandarkan pada sekitar wilayah ini, sehingga
perairan di sekitar stasiun 4 merupakan perairan yang mudah tercemar karena
adanya sisa-sisa aktivitas manusia yang berasal dari pemukiman dan
perdagangan. Lokasi penelitian pada stasiun 4 dapat dilihat pada Gambar 5B.
Gambar 5B. Stasiun 4
-
33
4.3 Hasil Pengukuran Klorofil-a
Data hasil pengukuran klorofil-a pada 2 kali ulangan dengan 2 kedalaman
yaitu kedalaman 1 (±10cm) dan kedalaman 2 (±50cm). Pada ulangan pertama
dan ulangan kedua nilai tertinggi diperoleh stasiun 1 untuk kedalaman 1 (±10cm)
sebesar 8,42 mg/m3 dan 11,03 mg/m3. Sedangkan untuk ulangan pertama pada
kedalaman 2 (±50cm) diperoleh nilai tertinggi di stasiun 3 sebesar 6,46 mg/m3
dan untuk ulangan kedua diperoleh nilai sebesar 8,78 mg/m3 pada stasiun 1.
Hasil pengukuran klorofil-a dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini :
Tabel 3. Klorofil-a (mg/m3)di Perairan Pantai Kenjeran (Febuari-Maret 2017)
Klorofil-a (mg/m3)
Ulangan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
1 2 1 2 1 2 1 2
1 8,42 3,67 4,49 4,78 4,43 6,46 2,10 2,26
2 11,03 8,78 4.23 4,47 2,54 4,46 4,46 5,32
Rata-rata 9,72 6,23 4,36 4,62 3,48 5,46 3,28 3,79
Tabel 3 merupakan hasil pengukuran klorofil-a dari setiap stasiun dan 2
kedalaman yang berbeda. Pada kedalaman 1 (±10cm) ulangan pertama
diperoleh hasil pada stasiun 1 sebesar 8,42 mg/m3, pada stasiun 2 diperoleh
4,49 mg/m3, pada stasiun 3 diperoleh sebesar 4,43 mg/m3 dan pada stasiun 4
diperoleh sebesar 2,10 mg/m3. Sedangkan pada ulangan kedua pada stasiun 1
diperoleh nilai 11,03 mg/m3, pada stasiun 2 diperoleh 4,23 mg/m3, pada stasiun 3
diperoleh 2,54 mg/m3 dan pada stasiun 4 diperoleh nilai sebesar 4,46 mg/m3.
Pada 2 kali ulangan di kedalaman 1 nilai tertinggi diperoleh pada stasiun 1
kondisi ini berkaitan dengan lokasi penelitian yang terletak dimuara aliran sungai,
sehingga tingginya nilai klorofil-a diperairan tersebut diduga berasal dari
tingginya kandungan nutrien yang berasal dari buangan limbah organik,
pembuangan dari berbagai aktivitas warga seperti limbah rumah tangga,
kegiatan industri kecil dan perdagangan. Menurut Rasyid (2009) bahwa suplai
-
34
nutrien yang berasal dari daratan merupakan faktor utama yang mengakibatkan
tingginya konsentrasi klorofil-a di perairan.
Selanjutnya pada kedalaman 2 (±50cm) ulangan pertama diperoleh hasil
sebesar 3,67 mg/m3 pada stasiun 1, kemudian pada stasiun 2 diperoleh sebesar
4,78 mg/m3, pada stasiun 3 sebesar 6,46 mg/m3 dan pada stasiun 4 diperoleh
2,26 mg/m3. Kemudian untuk ulangan kedua diperoleh nilai sebesar 8,78 mg/m3
pada stasiun 1, pada stasiun 2 diperoleh 4,47 mg/m3, pada stasiun 3 diperoleh
nilai 4,46 mg/m3 dan pada stasiun 4 diperoleh nilai 5,32 mg/m3. Pada
pengamatan ini nilai tertinggi diperoleh pada stasiun 1, tingginya kandungan
klorofil pada stasiun 1 dimungkinkan di wilayah tersebut terjadi akumulasi dari
pergerakan massa air dan nutrien dari stasiun-stasiun lainnya.Hal ini dijelaskan
oleh Rasyid (2009), bahwa suatu perairan mempunyai persebaran yang sangat
spesifik karena merupakan hasil akumulasi dari berbagai faktor fisika, kimia dan
biologi perairan. Dengan demikian persebaran yang terbentuk di stasiun
penelitian menunjukkan bahwa akumulasi yang terjadi merupakan tampilan dari
berbagai faktor fisika, kimia, biologi dan geologi di wilayah tersebut.
Berdasarkan hasil yang dilihat pada Tabel 3, maka grafik nilai klorofil-a
seperti yang terlihat pada Gambar 6 :
Gambar 6. Grafik Pengukuran Klorofil-a
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
Kedalaman 1 9,72 4,36 3,48 3,28
Kedalaman 2 6,23 4,62 5,46 3,79
0
2
4
6
8
10
12
Klo
rofi
l-a
(mg/
m3
)
-
35
Gambar 6 menunjukkan nilai klorofil-a di perairan pantai Kenjeran
Surabaya menunjukan perubahan yang fluktuatif. Berdasarkan nilai rata-rata
klorofil-a pada kedalaman 1 nilai tertinggi diperoleh pada stasiun 1 sebesar 9,72
mg/m3, dan terendah pada stasiun 4 sebesar 3,28 mg/m3. Sedangkan pada
kedalaman 2 nilai rata-rata klorofil-a tertinggi juga diperoleh pada stasiun 1
sebesar 6,23 mg/m3 , serta nilai terendah juga pada stasiun 4 sebesar 3,79
mg/m3. Tinggi rendahnya kandungan klorofil-a erat kaitannya dengan kondisi
fisika-kimia oseanografi suatu perairan serta kandungan nutrien yang berasal
dari darat melalui aliran sungai-sungai. Sesuai dengan pernyataan Sihombing et
al. (2013) tinggi rendahnya kandungan klorofil-a sangat erat kaitannya dengan
pasokan nutrien.
4.4 Hasil Pengukuran Kualitas Air
4.4.1 Suhu
Data hasil pengukuran suhu pada 2 minggu pengamatan dengan 2
kedalaman yaitu kedalaman 1 (±10cm) dan kedalaman 2 (±50cm) diperoleh hasil
pengukuran suhu berkisar antara 28,5-31oC. Hasil pengukuran suhu pada
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini :
Tabel 4. Suhu (oC) di Perairan Pantai Kenjeran (Febuari-Maret 2017)
Tabel 4 menunjukkan hasil yang diperoleh pada kedalaman 1 (±10cm)
ulangan pertama diperoleh hasil 31oC pada stasiun 1, pada stasiun 2 diperoleh
nilai 30oC, pada stasiun 3 dan diperoleh nilai 31 oC dan stasiun 4 diperoleh nilai
29 oC. Pada ulangan kedua diperoleh nilai nilai yang tidak jauh berbeda , pada
stasiun 1 diperoleh nilai 31oC, pada stasiun 2 diperoleh nilai 31, stasiun 3
Suhu (oC)
Ulangan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
1 2 1 2 1 2 1 2
1 31 31 30 30 31 31 29 28
2 31 30 31 30 31 31 29 29
Rata-rata 31 30,5 30,5 30 31 31 29 28,5
-
36
diperoleh 31 dan stasiun 4 diperoleh nilai suhu yang sama sebesar 29oC. Suhu
yang diperoleh masih sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
fitoplankton. Suhu yang optimum untuk pertumbuhan fitoplankton pada suatu
perairan berkisar 20-30oC (Effendi, 2003).
Sedangkan pada ulangan pertama kedalaman 2 diperoleh hasil 31oC
pada stasiun 1, pada stasiun 2 diperoleh nilai 30 oC serta pada stasiun 3
diperoleh nilai 31 oC dan pada stasiun 4 memperoleh nilai suhu sebesar 28oC.
Pada ulangan kedua diperoleh nilai 30 oC pada stasiun 1, pada stasiun 2 sebesar
30 oC, pada stasiun 3 diperoleh sebesar 31 oC serta pada stasiun 4 diperoleh nilai
29oC. Tingginya suhu air berkaitan dengan besarnya intensitas cahaya matahari
yang masuk ke dalam perairan, karena intensitas cahaya yang masuk
menentukan derajat panas. Semakin banyak cahaya matahari yang masuk maka
suhu juga semakin tinggi dan bertambahnya kedalaman akan mengakibatkan
suhu menurun (Welch 1980 dalam Basmi 1999).
Berdasarkan hasil yang dilihat pada Tabel 4, maka grafik pengukuran
suhu seperti yang terlihat pada Gambar 7 :
Gambar 7. Grafik Pengukuran Suhu
Stasiun 1 Satsiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
Kedalaman 1 31 30,5 31 29
Kedalaman 2 30,5 30 31 28,5
Rata-rata 30,75 30,25 31 28,75
27
27,5
28
28,5
29
29,5
30
30,5
31
31,5
Suh
u o
C
-
37
Gambar 7 menunjukkan nilai rata-rata yang diperoleh pada setiap stasiun
tidak jauh berbeda. Nilai rata-rata suhu yang didapatkan pada stasiun 1 sebesar
30,75oC, pada stasiun 2 berkisar 30,25oC, pada stasiun 3 sebesar 31 oC dan
pada stasiun 4 sebesar 28,75 oC. Kisaran suhu ini sesuai dengan pernyataan
Nontji (1993) yang mengemukakan bahwa suhu perairan Nusantara umumnya
berkisar antara 28 – 31oC. Kondisi suhu diperairan ini masih tergolong wajar
untuk perairan tropik. Variasi suhu perairan tropik tergolong wajar apabila
nilainya berkisar antara 25,6-32,2 oC (Illahude dan Liasaputra, 1980).
4.4.2 Kecerahan
Data hasil pengukuran kecerahan pada 2 kali ulangan memperoleh hasil
berkisar 23,5 – 31 cm. Hasil pengukuran kecerahan pada penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 5 dibawah ini :
Tabel 5. Kecerahan (cm) di Perairan Pantai Kenjeran (Febuari-Maret 2017)
Kecerahan (cm)
Ulangan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun4
1 27 25 23,5 28
2 31 27,5 26 20
Rata-rata 29 26,25 24,75 24
Tabel 5 menunjukkan hasil pengukuran kecerahan dengan menggunakan
secchi disk pada ulangan pertama diperoleh nilai sebesar 27 cm pada stasiun 1,
pada stasiun 2 sebesar 25cm, pada stasiun 3 sebesar 23,5 cm dan pada stasiun
4 sebesar 28 cm. Kemudian pada ulangan kedua diperoleh nilai 31 cm pada
stasiun 1 , pada stasiun 2 diperoleh nilai 27,5 cm, pada stasiun 3 diperoleh nilai
26 cm dan pada stasiun 4 diperoleh nilai sebesar 20 cm. Kisaran nilai kecerahan
yang diperoleh dari penelitian ini dengan 2 kali ulangan tergolong nilai yang
rendah. Menurut Arfiati (1992) kisaran kecerahan untuk perairan sebesar 40 cm
atau 0,4 m.
-
38
Berdasarkan hasil yang dilihat pada Tabel 5, maka grafik pengukuran
kecerahan seperti yang terlihat pada Gambar 8 :
Gambar 8. Grafik Pengukuran Kecerahan
Gambar 8 menunjukkan hasil rata-rata 2 kali ulangan dalam pengukuran
kecerahan pada penelitian ini diperoleh nilai tertinggi pada stasiun1 sebesar 29
cm dan nilai terendah pada stasiun 4 sebesar 24 cm. Berdasarkan data diatas,
nilai rata-rata kecerahan yang didapatkan berkisar 24-26,25 cm. Nilai kecerahan
yang berbeda-beda dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengaruh
cuaca serta bahan organik yang ada diperairan. Semakin tinggi bahan organik
yang ada pada perairan menyebabkan nilai kecerahan semakin berkurang.
Menurut Effendi (2003) fakto-faktor yang dapat mempengaruhi nilai hasil dari
pengukuran kecerahan suatu perairan diantaranya adalah kondisi cuaca, waktu,
kekeruhan perairan dan padatan tersuspensi termasuk keberadaan plankton.
Tingginya nilai kecerahan dikarenakan adanya perbedaan waktu pengamatan
pada masing-masing stasiun sehingga mempengaruhi intensitas cahaya
matahari yang masuk kedalam perairan serta keadaan cuaca yang cenderung
berubah-ubah saat pengambilan sampel.
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
Ulangan 1 27 25 23,5 28
Ulangan 2 31 27,5 26 20
Rata-rata 29 26,25 24,75 24
0
5
10
15
20
25
30
35K
ece
rah
an (
cm)
-
39
4.4.3 Salinitas
Data hasil pengukuran salinitas pada 2 kali ulangan dengan 2 kedalaman
yaitu kedalaman 1 (±10cm) dan kedalaman 2 (±50cm). Nilai tertinggi pada
kedalaman 1 (±10cm) terletak pada stasiun 4 sebesar 32 ppt dan pada
kedalaman 2 (±50cm) nilai tertinggi pada stasiun stasiun 2, stasiun 3 dan stasiun
4 memperoleh nilai yang sama sebesar 31 ppt. Hasil pengukuran salinitas pada
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini :
Tabel 6. Salinitas (ppt) di Perairan Pantai Kenjeran (Febuari-Maret 2017)
Salinitas (ppt)
Ulangan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
1 2 1 2 1 2 1 2
1 20 24 30 31 31 31 32 31
2 22 26 30 31 31 31 31 31
Rata-rata 21 25 30 31 31 31 31,5 31
Tabel 6 menunjukkan salinitas pada perairan pantai Kenjeran Surabaya
mengalami perubahan yang tidak jauh berbeda. Nilai salinitas pada ulangan
pertama yang didapatkan pada kedalaman 1 berturut-turut pada stasiun 1, 2, 3
dan 4 sebesar 20 ppt, 30 ppt, 31 ppt dan 32 ppt. Kemudian pada ulangan kedua
nilai salinitas yang diperoleh sebesar 22 ppt pada stasiun 1, pada stasiun 2
memperoleh nilai 30 ppt, serta stasiun 3 dan stasiun 4 memperoleh nilai yang
sama sebesar 31 ppt. Menurut Nontji (2002) di perairan samudera, salinitas
biasanya berkisar 34 – 35 ppt. Menurut Nybakken (1992), kisaran salinitas pada
tiap daerah berbeda berdasarkan kondisi masing-masing perairan.
Kemudian pada kedalaman 2 (±50cm) diperoleh hasil yang tidak jauh
berbeda dari ulangan pertama dan kedua. Hasil yang diperoleh pada stasiun 1
sebesar 24 ppt, pada stasiun 2, stasiun 3 dan stasiun 4 memperoleh hasil yang
sama sebesar 31 ppt. Kemudian pada ulangan kedua diperoleh hasil pada
stasiun 1 sebesar 26 ppt, sedangkan pada stasiun 2, satsiun 3 dan stasiun 4
juga memperoleh nilai yang sama sebesar 31 ppt. Nilai salinitas pada lokasi
-
40
pengamatan berada pada kisaran yang optimal bagi pertumbuhan fitoplankton.
Sesuai dengan pernyataan Boney (1989) bahwa salinitas optimum untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan fitoplankton bersikar 25 – 35 ppt.
Berdasarkan hasil yang dilihat pada Tabel 6, maka grafik pengukuran
salinitas seperti yang terlihat pada Gambar 9 :
Gambar 9. Grafik Pengukuran Salinitas
Berdasarkan Gambar 9 menunjukan hasil dari pengukuran salinitas pada
penelitian ini terjadi perubahan yang tidak jauh berbeda. Hasil rata-rata nilai
salinitas tertinggi pada kedalaman 1 diperoleh pada stasiun 4 sebesar 31,5 ppt
dan terendah pada stasiun 1 sebesar 21 ppt, kondisi ini diakibatkan karena
stasiun 1 terletak pada daerah dekat dengan aliran sungai sehingga kadar
salinitas pada stasiun 1 dipengaruhi masukkan air tawar yang menyebabkan
menurunnya kadar garam di perairan. Tinggi rendahnya nilai salinitas dapat
diakibatkan suhu perairan serta masukan air sungai ke laut. Menurut Patty (2013)
bahwa keberadaan nilai salinitas dalam distribusinya di perairan laut sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti adanya interaksi masuknya air tawar ke
dalam perairan laut melalui sungai, juga dipengaruhi penguapan dan curah
hujan. Kemudian pada kedalaman 2 memperoleh hasil yang serupa yaitu nilai
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
Kedalaman 1 21 30 31 31,5
Kedalaman 2 25 31 31 31
0
5
10
15
20
25
30
35
Salin
itas
(p
pt)
-
41
terendah pada stasiun 1 dan tertinggi pada stasiun 2, 3 dan 4 karena
memperoleh nilai yang sama.
4.4.4 pH
Data yang diperoleh pada pengukuran pH dengan menggunakan pH
papper memperoleh hasil yang sama di setiap stasiun pada kedalaman 1
(±10cm) dan kedalaman 2 (±50cm) yaitu sebesar 6. Hasil pengukuran suhu pada
penelitian ini dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini :
Tabel 7. pH di Perairan Pantai Kenjeran (Febuari-Maret 2017)
Derajat Keasaman (pH)
Ulangan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
1 2 1 2 1 2 1 2
1 6 6 6 6 6 6 6 6
2 6 6 6 6 6 6 6 6
Rata-rata 6 6 6 6 6 6 6 6
Berdasarkan hasil yang dilihat pada Tabel 7, maka grafik pengukuran pH
seperti yang terlihat pada Gambar 10 :
Gambar 10. Grafik Pengukuran pH
Dari Gambar 10 menunjukkan nilai rata-rata pH yang diperoleh dalam
pengamatan ini masih dalam kisaran optimal untuk pertumbuhan fitoplankton.
Pada stasiun 1, 2, 3 dan 4 pada kedalaman 1 (±10cm) dan kedalaman 2 (±50cm)
pH yang diperoleh nilai rata-rata yang sama yaitu sebesar 6. Menurut Pescod
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
Kedalaman 1 6 6 6 6
Kedalaman 2 6 6 6 6
0
1
2
3
4
5
6
7
De
raja
t K
eas
aman
-
42
(1973) menyatakan bahwa batas toleransi organisme terhadap pH bervariasi
bergantung pada faktor fisika, kimia dan biologi. Nilai pH yang ideal untuk
kehidupan fitoplankton berkisar antara 6,5-8,0. Odum (1971) juga menyatakan
bahwa nilai kisaran pH yang layak untuk kehidupan fitoplankton yaitu sebesar 6.
4.4.5 Oksigen Terlarut
Data hasil pengukuran oksigen terlarut pada 2 kali ulangan dengan 2
kedalaman yaitu kedalaman 1 (±10cm) dan kedalaman 2 (±50cm). Nilai rata-rata
yang diperoleh pada pengukuran oksigen terlarut di 2 kedalaman mempunyai
nilai yang relatif sama yaitu berkisar 5,83 – 7,82 mg/L. Hasil pengukuran oksigen
terlarut pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini :
Tabel 8. Oksigen terlarut (mg/L) di Perairan Pantai Kenjeran (Febuari - Maret
2017).
Oksigen terlarut (mg/L)
Ulangan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
1 2 1 2 1 2 1 2
1 6,18 6,33 6,13 6,85 7,64 7,03 7,17 7,27
2 5,94 5,92 7,77 6,94 7 6,8 8,47 7,25
Rata-rata 5,83 6,12 6,95 6,89 7,32 6,91 7,82 7,26
Tabel 8 menunjukkan hasil yang diperoleh pada kedalaman 1 (±10cm)
ulangan pertama diperoleh hasil 6,18 mg/L pada stasiun 1, pada stasiun 2
diperoleh nilai 6,13 mg/L, pada stasiun 3 diperoleh 7,64 mg/L dan stasiun 4
diperoleh nilai 7,17 mg/L. Pada ulangan kedua diperoleh nilai nilai yang tidak
jauh berbeda, pada stasiun 1 diperoleh nilai 5,94 mg/L, pada stasiun 2 diperoleh
nilai 7,77 mg/L, stasiun 3 diperoleh 7,0 mg/L dan stasiun 4 diperoleh nilai
Oksigen terlarut sebesar 8,47 mg/L. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan
KEPMEN LH (2004) bahwa baku mutu kadar oksigen terlarut di perairan laut
adalah lebih dari 5 mg/L.
Sedangkan pada ulangan pertama kedalaman 2 (±50cm) diperoleh hasil
6,33 mg/L pada stasiun 1, pada stasiun 2 diperoleh nilai 6,85 mg/L, pada stasiun
-
43
3 diperoleh nilai 7,03 mg/L dan pada stasiun 4 diperoleh nilai 7,27 mg/L. Pada
ulangan kedua diperoleh nilai 5,92 mg/L pada stasiun 1, pada stasiun 2 sebesar
6,94 mg/L, pada stasiun 3 diperoleh sebesar 6,8 mg/L serta pada stasiun 4
diperoleh nilai 7,25 mg/L. Kondisi seperti ini dikarenakan pengambilan sampel
pada penelitian ini dilakukan pada siang hari saat matahari bersinar terang,
sehingga terjadi proses fotosintesis meningkatkan kadar oksigen terlarut pada
suatu perairan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) pada saat siang
hari matahari akan bersinar terang dan pelepasan oksigen oleh fotosintesis yang
berlangsung secara intensif pada lapisan eufotik.
Berdasarkan hasil yang dilihat pada Tabel 8, maka grafik pengukuran
oksigen terlarut seperti yang terlihat pada Gambar 11 :
Gambar 11. Grafik Pengukuran Oksigen Terlarut
Gambar 11 menunjukkan nilai rata-rata oksigen terlarut yang diperoleh
tidak jauh berbeda. Nilai rata-rata tertinggi pada kedalaman 1 terdapat pada
stasiun 4 sebesar 7,82 mg/L dan nilai terendah pada stasiun 1 sebesar 5,83
mg/L. Sedangkan nilai rata-rata tertinggi pada kedalaman 2 juga diperoleh pada
stasiun 4 sebesar 7,26 mg/L dan nilai rata-rata terendah diperoleh pada stasiun 1
dengan nilai sebesar 6,12 mg/L.
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
Kedalaman 1 5,83 6,95 7,32 7,82
Kedalaman 2 6,12 6,89 6,91 7,26
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Oks
ige
n t
erl
aru
t (m
g/L)
-
44
4.4.6 Nitrat
Data hasil pengukuran Nitrat pada penelitian ini diperoleh nilai tertinggi
pada ulangan pertama berada pada stasiun 1 sebesar 0,170 mg/L dan terendah
pada stasiun 3 sebesar 0,095 mg/L. Kemudian pada ulangan kedua nilai tertinggi
pada stasiun 4 sebesar 0,238 mg/L dan nilai terendah pada stasiun 3 sebesar
0,074mg/L. Hasil pengukuran nitrat pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9
dibawah ini :
Tabel 9. Nitrat (mg/L) di Perairan Pantai Kenjeran (Febuari-Maret 2017)
Nitrat (mg/L)
Ulangan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun4
1 0,170 0,116 0,095 0,105
2 0,142 0,091 0,074 0,238
Rata-rata 0,156 0,103 0,084 0,171
Pada Tabel 9 menunjukkan nilai Nitrat pada ulangan pertama di stasiun 1
sebesar 0,170 mg/L, pada stasiun 2 diperoleh nilai 0,116 mg/L, pada stasiun 3
diperoleh nilai 0,095 mg/L dan pada stasiun 4 diperoleh nilai 0,105 mg/L. Kisaran
nilai yang diperoleh pada ulangan pertama sebesar 0,095 – 0,170 mg/L,
kandungan nitrat yang tergolong rendah ini kemungkinan nitrat ini sudah
dikonsumsi oleh tumbuhan mangrove dan fitoplankton yang terdapat dalam
perairan. Serupa dengan yang pendapat yang dikemukakan oleh Adiba (2010),
kadar hara yang rendah disebabkan karena unsur haranya telah dikonsumsi oleh
fitoplankton dan sementara pasokan dari alam terutama nitrat pada perairan
tersebut terbatas.
Kemudian pada ulangan kedua nilai yang diperoleh pada stasiun 1
sebesar 0,142 mg/L, pada stasiun 2 sebesar 0,091 mg/L, pada stasiun 3 sebesar
0,074 mg/L dan pada stasiun 4 diperoleh nilai sebesar 0,238 mg/L. Menurut
Davis dan Cornwell (1991), kadar nitrat dalam suatu perairan alami hampir tidak
pernah lebih dari 0,1 mg/L, serta pendapat Budihardjo dan Haryono (2007) kadar
-
45
nitrat dalam suatu perairan disebabakan oleh pencemaran dari buangan
penduduk berkisar antara 0 – 0,2 mg/L
Berdasarkan hasil yang dilihat pada Tabel 9, maka grafik pengukuran
nitrat seperti yang terlihat pada Gambar 12 :
Gambar 12. Grafik Pengukuran Nitrat
Gambar 12 menunjukkan nilai rata-rata nitrat yang dipero