ANALISIS TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN DAN …repository.ub.ac.id/4596/1/DANIAR RIZKI...

70
ANALISIS TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN DAN PRODUKTIVITAS PRIMER DENGAN METODE KLOROFIL-A DI PERAIRAN PANTAI KENJERAN SURABAYA SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN Oleh: DANIAR RIZKI WULANDARI NIM. 135080101111070 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Transcript of ANALISIS TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN DAN …repository.ub.ac.id/4596/1/DANIAR RIZKI...

  • i

    ANALISIS TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN DAN PRODUKTIVITAS PRIMER DENGAN METODE KLOROFIL-A DI PERAIRAN PANTAI KENJERAN

    SURABAYA

    SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN

    JURUSAN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN

    Oleh: DANIAR RIZKI WULANDARI

    NIM. 135080101111070

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG 2017

  • ii

    ANALISIS TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN DAN PRODUKTIVITAS PRIMER DENGAN METODE KLOROFIL-A DI PERAIRAN PANTAI KENJERAN

    SURABAYA

    SKRIPSI

    PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN

    Sebagai salah satu syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan

    di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya

    Oleh:

    DANIAR RIZKI WULANDARI NIM. 135080101111070

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG 2017

  • iii

  • iv

    PERNYATAAN ORISINALITAS

    Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi saya dengan judul

    “Analisis Tingkat Kesuburan Perairan dan Produktivitas Primer Dengan Metode

    Klorofil-a Di Perairan Pantai Kenjeran, Surabaya” yang saya tulis ini benar-benar

    merupakan hasil karya saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak

    terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain

    kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

    Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

    penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atau perbuatan

    tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

    Malang, Juli 2017

    Daniar Rizki Wulandari NIM. 135080101111070

  • v

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Penulis mengucapkan terimakasih keapada semua pihak yang telah

    berperan serta dalam membantu kelancaran hingga penulis laporan SKRIPSI ini

    dapat terselesaikan.

    Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :

    1. Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW atas segala Rahmat dan Karunia-Nya.

    2. Mama saya Sri Wahyu Janatin, Papa saya Ali Taukhid, Kakak saya Karina

    Ananta dan seluruh keluarga saya atas segala doa serta motivasi sehingga

    mampu menyelesaikan laporan ini.

    3. Dr. Ir. Umi Zakiyah, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Diana Arfiati, MS selaku dosen

    pembimbing yang telah memberikan ilmu dan sarannya kepada penulis,

    sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan ini.

    4. Teman seperjuangan Tria Kharisma, serta teman-teman MSP 2013, terutama

    sahabat saya Bela Surya, Irsyadul Fajri, Febri Rohmadyansyah, M. Fachri Eki

    dan Alan Kurniawan yang selalu ada untuk membantu dan mendukung saya

    selama ini.

    5. Sahabat yang spesial dalam hidup saya Maylita Widi, Dina Rahma, Febriana

    Wardhany, Cica Cahya, Puput Rukmana, Mela Surya, Rizki Yolla, Vonny

    Anggadha, Tyta, Ilmy Suryana, Febriana DDS, Nika Sepvi dan Indira yang

    telah memberikan doa dan motivasi.

    6. Serta semua pihak yang tidak disebutkan dan telah membantu dalam proses

    penyelesaian laporan ini.

    Malang, Juli 2017

    Daniar Rizki Wulandari

  • vi

    RINGKASAN DANIAR RIZKI WULANDARI, Analisis Tingkat Kesuburan Perairan dan Produktivitas Primer Dengan Metode Klorofil-a Di Perairan Pantai Kenjeran Surabaya, Jawa Timur (di bawah bimbingan Dr. Ir. Umi Zakiyah, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Diana Arfiati, MS) Produktivitas primer dapat dipakai untuk menentukan kesuburan suatu

    perairan, dengan menengukur kelimpahan fitoplankton dan konsentrasi klorofil-a.

    Kandungan klorofil yang paling dominan pada fitoplankton adalah klorofil-a.

    Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat kesuburan perairan dan nilai

    produktivitas primer di perairan pantai Kenjeran, Surabaya. Metode yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah survei deskriptif. Penelitian dilaksanakan

    pada bulan Maret 2017, untuk pengukuran insitu (suhu, kecerahan, salinitas, pH

    dan oksigen terlarut) dilakukan di perairan pantai Kenjeran, sementara itu untuk

    pengukuran exsitu (Nitrat, Fosfat, Klorofil-a, Produktivitas Primer) di Laboratorium

    Hidrobiologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya.

    Sampel diambil di dekat aliran muara sungai (stasiun 1), di sekitar kawasan

    mangrove (stasiun 2), di sekitar sandaran kapal (stasiun 3) dan di sekitar

    pemukiman warga (stasiun 4) di lakukan sampling selama 2 minggu sebanyak 2

    kali pada tanggal 28 Februari 2017 dan 7 Maret 2017. Hasil yang diperoleh dari

    pendugaan kondisi kesuburan perairan pantai Kenjeran Surabaya berdasarkan

    perhitungan Thropic State Index (TSI) Carlson’s tergolong perairan eutrofik berat.

    Pada analisis stastistik untuk menentukan produktivitas primer dengan

    menggunakan metode Kruskal Wallis menunjukkan angka Probablilitas 0,248

    sehingga dapat disimpulkan bahwa produktivitas primer pada dua kedalaman

    tidak ada signifikasi (tidak berbeda nyata) atau sama. Sedangkan nilai

    kelimpahan fitoplankton pada penelitian ini berkisar antara 80-543 ind/ml. Serta

    hasil analisis kualitas air di 4 stasiun sebagai berikut : suhu, pH, salinitas,

    oksigen terlarut pada kedalaman satu (±10cm) dan pada kedalaman kedua

    (±50cm) memperoleh nilai rata-rata yang relatif sama 90%, nilai suhu berkisar

    28,8 – 31oC, pH memperoleh nilai 6, salinitas berkisar 23 – 31,3 ppt, oksigen

    terlarut berkisar 5,97 – 7,54 mg/l, kemudian nilai rata-rata kecerahan berkisar 24

    – 29 cm, nitrat berkisar antara 0,084-0,171 mg/L, orthofosfat berkisar antara

    0,136-0,682 mg/L. Nilai yang diperoleh pada pengukuran klorofil-a berkisar 3,28-

    9,72 mg/m3 pada kedalaman 1 dan relatif sama pada kedalaman 2 sebesar 3,79-

    13,12 mg/m3. Kemudian saran yang dapat diambil dari penelitian ini adalah perlu

    dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat kesuburan perairan di pantai

    Kenjeran Surabaya karena kondisi suatu perairan akan terus mengalami

    perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu.

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan

    rahmat serta hidayah sehingga saya dapat menyajikan Proposal Skripsi yang

    berjudul “Analisis Tingkat Kesuburan Perairan Dan Produktivitas Primer Dengan

    Metode Klorofil-a di Perairan Pantai Kenjeran Surabaya.

    Sangat disadari bahawa banyak kekurangan dan keterbatasan yang saya

    miliki, walaupun sudah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, tetapi

    masih dirasakan banyak kekurangtepatan dalam penulisan proposal skripsi ini,

    oleh karena itu saya mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini

    bermanfaat bagi yang membutuhkan.

    Malang, 07 Februari 2017

    Penulis

  • viii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .............................................................................................. ii PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................................... iv UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................... v RINGKASAN ...................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii 1. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

    1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 3 1.3 Tujuan ...................................................................................................... 4 1.4 Kegunaan ................................................................................................. 4 1.5 Tempat dan Waktu ................................................................................... 5

    2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 6

    2.1 Produktivitas Primer ................................................................................. 6 2.2 Klorofil-a ................................................................................................... 7 2.3 Fitoplankton .............................................................................................. 8 2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer ........................... 9

    2.4.1 Suhu ............................................................................................. 10 2.4.2 Kecerahan ..................................................................................... 10 2.4.3 pH (Derajat keasaman) ................................................................. 11 2.4.4 Salinitas ........................................................................................ 12 2.4.5 Oksigen Terlarut ............................................................................ 13 2.4.6 Nitrat ............................................................................................. 14 2.4.7 Orthofosfat .................................................................................... 14

    2.7 TSI (Trophic State Index) ....................................................................... 15 3 METODE PENELITIAN ................................................................................. 17

    3.1 Materi Penelitian ..................................................................................... 17 3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 17 3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................. 18 3.4 Metode Penelitian ................................................................................... 18 3.5 Data Penelitian ....................................................................................... 19

    3.5.1 Data Primer ................................................................................... 19 3.5.2 Data Sekunder .............................................................................. 20

    3.6 Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel ............................................... 20 3.7 Prosedur Analisis Kualitas Air ................................................................. 22

  • ix

    3.7.1 Klorofil-a ........................................................................................ 22 3.7.2 Fitoplankton................................................................................... 24 3.7.3 Suhu ............................................................................................. 25 3.7.4 Kecerahan ..................................................................................... 25 3.7.5 Derajat Keasaman (pH) ................................................................. 25 3.7.6 Salinitas ........................................................................................ 26 3.7.7 Oksigen Terlarut ............................................................................ 26 3.7.8 Nitrat ............................................................................................. 26 3.7.9 Orthofosfat ..................................................................................... 27

    3.8 Analisis Data .......................................................................................... 27 3.8.1 Kelimpahan Fitoplankton ............................................................... 27 3.8.2 Produktivitas Primer ...................................................................... 28 3.8.3 TSI (Throphic State Index) ............................................................ 28 3.8.4 Kruskal-Wallis ............................................................................... 28

    4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 30

    4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ..................................................................... 30 4.2 Deskripsi Lokasi Pengamatan ................................................................ 30

    4.2.1 Stasiun 1 ....................................................................................... 30 4.2.2 Stasiun 2 ....................................................................................... 31 4.2.3 Stasiun 3 ....................................................................................... 31 4.2.4 Stasiun 4 ....................................................................................... 32

    4.3 Hasil Pengukuran Klorofil-a .................................................................... 33 4.4 Hasil Pengukuran Kualitas Air ................................................................ 35

    4.4.1 Suhu ............................................................................................. 35 4.4.2 Kecerahan ..................................................................................... 37 4.4.3 Salinitas ........................................................................................ 39 4.4.4 pH ................................................................................................. 41 4.4.5 Oksigen Terlarut ............................................................................ 42 4.4.6 Nitrat ............................................................................................. 44 4.4.7 Orthofosfat .................................................................................... 46

    4.6 Analisis Data .......................................................................................... 48 4.6.1 Kelimpahan Fitoplankton ............................................................... 48 4.6.2 Produktivitas Primer ...................................................................... 49 4.6.3 Pendugaan Stastus Trofik Perairan ............................................... 51 4.6.2 Kruskal-Wallis ................................................................................ 52

    5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 53

    5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 53 5.2 Saran ..................................................................................................... 53

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 54 LAMPIRAN ........................................................................................................ 59

  • x

    DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Alat Beserta Fungsi ....................................................................................... 17

    2. Bahan Beserta Fungsi ................................................................................... 18

    3. Klorofil-a (mg/m3)di Perairan Pantai Kenjeran ................................................ 33

    4. Suhu (oC) di Perairan Pantai Kenjeran ........................................................... 35

    5. Kecerahan (cm) di Perairan Pantai Kenjeran ................................................. 37

    6. Salinitas (ppt) di Perairan Pantai Kenjeran ..................................................... 39

    7. pH di Perairan Pantai Kenjeran ...................................................................... 41

    8.Oksigen terlarut (mg/L) di Perairan Pantai Kenjeran ....................................... 42

    9. Nitrat (mg/L) di Perairan Pantai Kenjeran ....................................................... 44

    10.Orthofosfat (mg/L) di Perairan Pantai Kenjeran ............................................. 46

    11.Produktivitas Primer (mgC/m3/hari) di Perairan Pantai Kenjeran ................... 50

    12. TSI (Thropic State Index) ............................................................................. 51

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman 1. Bagan Alir Perumusan Masalah ....................................................................... 3

    2. Reaksi Fotosintesis .......................................................................................... 7

    3. Peta Stasiun Penelitian .................................................................................. 21

    4 (A. Stasiun 1) (B. Stasiun 2) ........................................................................... 31

    5 (A. Stasiun 3) (B. Stasiun 4) ........................................................................... 32

    6. Grafik Pengukuran Klorofil-a .......................................................................... 34

    7. Grafik Pengukuran Suhu ................................................................................ 36

    8. Grafik Pengukuran Kecerahan ....................................................................... 38

    9. Grafik Pengukuran Salinitas ........................................................................... 40

    10. Grafik Pengukuran pH ................................................................................. 41

    11. Grafik Pengukuran Oksigen Terlarut ............................................................ 43

    12. Grafik Pengukuran Nitrat ............................................................................. 45

    13. Grafik Pengukuran Orthofosfat .................................................................... 47

    14. Rata-rata kelimpahan fitoplankton (ind/ml) ................................................... 48

    15. Grafik Produktivitas Primer .......................................................................... 50

    16. Grafik Pengukuran TSI (Thropic State Index)............................................... 51

    17. Hasil Stastistik Nilai Proper Pada 2 kedalaman ............................................ 52

  • xii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman 1. Alat Beserta Fungsi ................................................................................................... 59

    2. Bahan Beserta Fungsi ............................................................................................... 60

    3. Peta Lokasi Penelitian ............................................................................................... 61

    4. Kelimpahan Fitoplankton (ind/ml) ............................................................................ 62

    5. Kelimpahan Fitoplankton (n) .................................................................................... 63

    6. Jenis dan Gambar Fitoplankton ............................................................................... 64

    7. Perhitungan TSI (Thropic State Index) ................................................................... 67

  • 1

    1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Suatu ekosistem perairan akan terus mengalami perubahan yang terjadi

    dari waktu ke waktu. Perubahan ekosistem pada perairan berkaitan dengan

    kesuburan suatu perairan. Salah satu nutrien yang menjadi faktor penting

    kesuburan perairan adalah nitrat dan fosfat. Hakanson dan Bryan (2008)

    menjelaskan bahwa selain parameter nitrat dan fosfat yang dapat digunakan

    dalam menentukan tingkat kesuburan perairan, parameter lain yang bisa

    digunakan adalah konsentrasi klorofil-a.

    Klorofil a sebagai salah satu faktor penting yang sangat menentukan

    produktivitas primer perairan, sehingga terdapat hubungan antara produktivitas

    primer dengan klorofil-a. Pada setiap individu fitoplankton jumlah klorofil-a

    tergantung pada jenis fitoplankton, oleh karena itu komposisi jenis fitoplankton

    berpengaruh terhadap kandungan klorofil-a di perairan (Adani et al. 2013).

    Klorofil-a adalah pigmen yang ditemukan dalam fitoplankton dan ditemukan pada

    semua organisme autotrof serta merupakan pigmen yang terlibat langsung di

    dalam proses fotosintesis. Secara terperinci reaksi fotosintesa terdiri dua fase

    yaitu reaksi terang dan reaksi gelap.

    Informasi yang berkaitan tentang kesuburan perairan dan produktivitas

    primer perairan sangat penting diketahui sehubungan dengan perannya sebagai

    produser atau penyedia makanan dalam ekosistem perairan, serta sebagai

    pemasok kandungan oksigen terlarut di perairan. Menurut Odum (1996),

    produktivitas primer merupakan laju penyimpanan energi radiasi matahari oleh

    organisme produsen dalam bentuk bahan organik melalui proses fotosintesis

    oleh fitoplankton dalam tropik level suatu perairan, fitoplankton disebut sebagai

    produsen utama perairan.

  • 2

    Pada umumnya faktor pemanfaatan suatu perairan antara lain ditentukan

    oleh tingkat kesuburan perairan dengan mengukur kelimpahan produsen primer

    yang terdapat di perairan tersebut. Keberadaan produsen primer (fitoplankton) di

    dalam ekosistem perairan adalah sangat penting, karena dapat menunjang

    kelangsungan hidup organisme lainnya. Menurut Samuel (1995) fitoplankton

    merupakan produsen pertama di semua perairan alami serta terlibat langsung

    dalam rantai makanan ke produksi ikan, sehingga menyebabkan fitoplankton

    dapat digunakan sebagai indikator kualitas suatu perairan dengan cara melihat

    banyak atau sedikitnya jenis fitoplankton yang mendominasi serta kelimpahan

    fitoplankton pada perairan yang di amati.

    Putri et al. 2012, menyatakan perairan Kenjeran merupakan salah satu

    objek pariwisata laut di Surabaya, terletak di sebelah timur kota Surabaya

    diantara kawasan kampung nelayan dan di kawasan Tambak Deres. Perairan

    Pantai Kenjeran Surabaya telah tercemar oleh buangan limbah industri maupun

    rumah tangga yang terbawa oleh sungai-sungai besar seperti Kali Wonokromo

    dan Kali Wonorejo yang akhirnya menumpuk dan mencemari perairan tersebut

    (Arisandi, 2001). Perairan yang tercemar berdampak buruk bagi kesuburan

    perairan dan kehidupan makhluk hidup disekitarnya, maka dari itu perlu diketahui

    produktivitas primernya untuk pengembangan dan peningkatan produksi.

    Produktivitas perairan sangat penting karena sebagai dasar untuk menentukan

    potensi yang bisa diperoleh dari suatu perairan.

    Sejauh ini informasi mengenai produktivitas primer di perairan pantai

    Kenjeran Surabaya belum diketahui sehingga perlu diamati karena sebagian

    besar mata pencaharian masyarakat sekitar bersumber dari perairan tersebut

    seperti nelayan dan pedagang. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan

    penelitian mengenai pendugaan tingkat kesuburan perarian berdasarkan

    produktivitas primer dengan pengukuran klorofil-a.

  • 3

    1.2 Rumusan Masalah

    Adapun Rumusan masalah dalam penelitian ini dijelaskan pada Gambar 1.

    a b c

    d

    Gambar 1. Bagan Alir Perumusan Masalah

    Keterangan :

    a. Disekitar perairan pantai Kenjeran terdapat banyak aktivitas manusia

    seperti pariwisata, perdagangan, pelayaran (sebagai tempat bersandarnya

    kapal) industri dan pemukiman yang memberi masukan limbah anorganik

    dan organik dan secara langsung maupun tidak langsung dapat

    mempengaruhi perubahan kualitas air .

    b. Perubahan kondisi kualitas air seperti suhu, kecerahan, pH, salinitas,

    oksigen terlarut serta nitrat dan fosfat akan mempengaruhi kelimpahan

    fitoplankton dan distribusi klorofil-a di perairan pantai Kenjeran.

    c. Kelimpahan fitoplankton yang terjadi di perairan pantai Kenjeran akan

    berdampak pada tingkat kesuburan perairan tersebut, sedangkan distribusi

    klorofil-a juga akan berdampak pada produktivitas primer yang ada di

    perairan pantai Kenjeran.

    d. Informasi mengenai kualitas air, serta pendugaan tingkat kesuburan

    perairan dapat digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan sumberdaya

    Limbah Aktivitas : - Manusia - Pariwisata - Industri - Pemukiman

    Kondisi Kualitas Air

    Tingkat Kesuburan Perairan

    Fitoplankton

    Produktivitas Primer

    Klorofil-a

  • 4

    perairan melalui pengendalian aktivitas manusia di sekitar perairan pantai

    Kenjeran.

    Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini

    adalah sebagai berikut :

    1. Bagaimana tingkat kesuburan perairan pantai Kenjeran Surabaya ?

    2. Bagaimana nilai produktivitas primer di perairan pantai Kenjeran Surabaya

    ?

    1.3 Tujuan

    Tujuan penelitian tentang tingkat kesuburan perairan dan produktivitas

    primer dengan metode klorofil-a di perairan pantai Kenjeran Surabaya yaitu untuk

    mengetahui kondisi perairan pantai Kenjeran dengan nilai Trophic State Index

    (TSI) Carlson’s, serta untuk mengetahui produktivitas primer di perairan pantai

    Kenjeran, Surabaya.

    1.4 Kegunaan

    Kegunaan yang di digunakan dalam penelitian ini antara lain :

    a. Mengetahui produktivitas primer di perairan pantai Kenjeran, serta

    menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai pendugaan

    perairan ditinjau dari produktivitas primer dengan metode klorofil-a di

    perairan pantai Kenjeran, Surabaya.

    b. Mengaplikasikan mata kuliah terkait yang diperoleh selama perkuliahan

    tentang tingkat kesuburan perairan berdasarkan produktivitas primer

    dengan menggunakan metode klorofil-a. Serta, sebagai dasar penelitian

    serta informasi terkait dengan produktivitas primer di perairan di wilayah

    pesisir dan sekitarnya.

  • 5

    1.5 Tempat dan Waktu

    Lokasi pengambilan sampel ini dilakukan di Pantai Kenjeran Surabaya.

    Penelitian dilaksanakan selama bulan Februari - Maret 2017. Analisa sampel air

    nitrat dan fosfat, pengamatan fitoplankton dan pengukuran klorofil-a dilakukan di

    Laboratorium Hidrobiologi (Divisi Lingkungan dan Bioteknologi Perairan),

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.

  • 6

    2 TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Produktivitas Primer

    Pengetahuan yang berkaitan tentang produktivitas primer sangat penting

    karena merupakan salah satu indikator untuk menentukan kesuburan perairan.

    Produksi suatu perairan berpengaruh terhadap kesuburan perairan, maka dalam

    rangka pengembangan dan peningkatan produksi perlu diketahui produktivitas

    primer suatu perairan. Pengetahuan tentang produktivitas perairan sangat

    penting karena merupakan dasar untuk menentukan potensi yang bisa digali dari

    suatu perairan. Produktivitas primer dapat dipakai untuk menentukan kesuburan

    suatu perairan.

    Tingkat produktivitas primer suatu perairan menggambaran apakah suatu

    perairan cukup produktif untuk menghasilkan biomassa tumbuhan, terutama

    fitoplankton, termasuk pasokan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis

    yang terjadi, sehingga mendukung perkembangan ekosistem perairan (Hariadi et

    al. 2010). Menurut Rasyid (2009), dalam artian umum produktivitas primer adalah

    laju produksi bahan organik melalui reaksi fotosintesis per satuan volume atau

    luas suatu perairan tertentu (mg C/m3/hari atau g C/m2/tahun).

    Fotosintesis merupakan proses fisiologi dasar yang terjadi pada tanaman.

    Fotosintesis merupakan proses yang dilakukan oleh organisme autotrof, dengan

    menggunakan energi dari cahaya matahari yang diserap oleh klorofil untuk

    membuat bahan makanan dari molekul sederhana menjadi molekul yang lebih

    kompleks. Proses fotosintesis terjadi di kloropas, kloropas terdapat pada setiap

    organisme autotrof. Proses fotosintesis dipengaruhi oleh faktor konsentrasi

    klorofil-a, serta intensitas cahaya matahari. Klorofil penting dalam proses

    fotosintesis tumbuhan yaitu suatu proses dasar dari pembentukan zat-zat organik

  • 7

    di alam. Oleh karena itulah klorofil sangat menentukan produktivitas primer di

    laut. Reaksi Fotosintesis dapat dilihat pada Gambar 2.

    Gambar 2. Reaksi Fotosintesis

    Barus et al. (2008) mengatakan bahwa suatu proses pembentukan

    senyawa senyawa organik melalui proses fotosintesis disebut dengan

    produktivitas primer. Nilai produktivitas terendah diperairan diperoleh di

    permukaan, karena adanya berbagai aktivitas di bagian permukaan

    menyebabkan proses fotosisntesis menjadi tidak efektif. Meskipun jika ditinjau

    dari aspek intensitas cahaya matahari sebagai salah satu faktor yang

    mempengaruhi proses fotosintesis, seharusnya pada bagian permukaan air akan

    menyerap cahaya lebih baik dibandingkan dengan lapisan air di bawahnya.

    Produktivitas primer perairan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran

    terhadap kelimpahan fitoplankton dan konsentrasi klorofil-a, oleh karena itu

    pengukuran produktivitas primer dapat dilakukan dengan menggunakan metode

    klorofil-a dan kelimpahan fitoplankton.

    2.2 Klorofil-a

    Klorofil-a merupakan pigmen dalam fitoplankton yang dapat dilihat sebagai

    parameter produktivitas perairan. Klorofil terletak pada membran kloroplas.

    Klorofil itu sendiri terdiri dari tiga jenis yaitu klorofil-a, b, c dan d. Kandungan

    klorofil yang paling dominan dimiliki oleh fitoplankton adalah klorofil-a. Oleh

    karena itulah klorofil-a dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kesuburan

    perairan (Samawi, 2001). Klorofil-a merupakan parameter yang sangat

    menentukan produktivitas primer lautan. Suhu permukaan laut, kecerahan dan

  • 8

    oksigen terlarut adalah beberapa parameter oseanografi yang berkaitan dengan

    klorofil-a.

    Hatta (2002), menyatakan bahwa pada umumnya sebaran konsentrasi

    klorofil-a yang tinggi di perairan pantai sebagai akibat dari tingginya suplai

    nutrien yang berasal dari limpasan air sungai. Namun sebaliknya jika konsentrasi

    klorofil-a yang rendah di daerah lepas pantai karena di daerah lepas pantai tidak

    mendapat suplai nutrien dari daratan. Walaupun pada beberapa tempat yang

    jauh dari daratan masih ditemukan nilai konsentrasi klorofil yang tinggi. Keadaan

    seperti ini terjadi akibat adanya proses sirkulasi massa air yang memungkinkan

    terbawanya sejumlah nutrien dari daerah lain, seperti yang terjadi pada daerah

    upwelling. Bohlen dan Boynton(1966) dalam Riyono et al., (2006), memberikan

    kriteria untuk perairan teluk dan muara berdasarkan kandungan klorofil-a nya.

    Untuk perairan dengan kandungan klorofil-a 30 mg/m3 dikategorikan

    buruk.

    2.3 Fitoplankton

    Tingkat kesuburan pada suatu perairan dapat diukur dengan melimpahnya

    fitoplankton. Fitoplankton merupakan organisme renik yang pergerakannya selalu

    dipengaruhi oleh pergerakan masa air dan mempunyai kemampuan renang yang

    sangat lemah dan (Nybakken, 1998). Fitoplankton mengikat energi terbesar di

    laut, meskipun hanya menghuni bagian lapisan permukaan air di mana cukup

    cahaya matahari. Faktor yang mempengaruhi produktivitas fitoplankton adalah

    tercukupinya zat hara yang diperlukan. Zat hara anorganik yang utama

    diperlukan oleh fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak adalah fospor

    sebagai fospat (PO4

    2-

    ) dan nitrogen sebagai nitrat (NO3).

  • 9

    Fitoplankton merupakan alga uniseluler mikroskopis yang terdiri dari

    sebagian besar klas yang berbeda. Fitoplankton adalah tumbuhan renik yang

    biasanya mengapung pada permukaan air ataupun melayang di kolom air. Pada

    fitoplankton terdapat klorofil yang memungkinkan organisme ini melakukan

    fotosintesis. Jika fitoplankton berada dalam jumlah yang terlihat sebagai warna

    hijau di air karena mereka mengandung klorofil dalam sel-selnya, walaupun

    warna setiap jenis fitoplankton sebenarnya dapat bervariasi karena kandungan

    klorofil yang berbeda beda (Thurman, 1997 dalam Taqwa, 2010).

    Pada rantai makanan di perairan, fitoplankton memiliki peranan sangat

    penting karena memiliki kemampuan mengubah bahan anorganik menjadi bahan

    organik melalui proses fotosintesa. Maka dari itu fitoplankton dianggap

    merupakan awal atau dasar di dalam model rantai makanan pada suatu perairan.

    Informasi mengenai biomassa fitoplankton sangat penting sebagai dasar untuk

    menggambarkan aliran energi dari rantai makanan di perairan. Untuk mengukur

    laju produksi zat organik melalui proses fotosintesa tersebut, diperlukan informasi

    mengenai produktivitas primer dan kelimpahan fitoplankton (Kaswadji et al.

    1993). Menurut Abida (2008) kondisi hidrodinamika suatu perairan juga akan

    mempengaruhi pola penyebaran atau distribusi fitoplankton baik secara

    horizontal maupun secara vertikal, sehingga akan berpengaruh pada kelimpahan

    dan struktur populasi fitoplanktonnya yang selanjutnya akan berpengaruh pada

    nilai produktivitas primernya.

    2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer

    Adanya beban masukan materi bahan organik yang berasal dari daratan

    dan kondisi hidrodinamika pada perairan pantai Kenjeran akan mempengaruhi

    nilai produktivitas primer yang akan mengganggu kesuburan perairan, serta

    adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai produktivitas primer seperti

  • 10

    parameter kualitas air yaitu suhu, kecerahan, pH, salinitas, oksigen terlarut, nitrat

    dan fosfat yang akan dijelasakan sebagai berikut :

    2.4.1 Suhu

    Menurut Simanjuntak (2009), seiring berjalannya waktu aktivitas manusia

    semakin meningkat sehingga mempengaruhi kondisi perairan yang berasal dari

    berbagai faktor, misalnya faktor fisika-kimia perairan. Kalangi et al. (2013),

    menjelaskan bahwa suhu yang merupakan faktor oseanografi yang mudah

    diukur namun berperan penting dalam proses-proses fisika, kimia dan biologi di

    laut, seperti dalam proses percampuran, penyebaran organisme laut dan

    berpengaruh pada konsentrasi oksigen terlarut. Kisaran suhu di laut adalah -2

    sampai 35oC. Suhu di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa hal seperti

    posisi matahari, musim, kondisi atmosfir dan letak geografis.

    Secara vertikal, profil suhu di suatu perarian terbagi dalam tiga lapisan

    utama. Lapisan pertama, lapisan permukaan yang tercampur sempurna (mixed

    layer). Lapisan ini hangat dan memiliki gradien suhu dengan kedalaman kecil.

    Kedua, lapisan termoklin (thermocline layer) yaitu lapisan dengan penurunan

    suhu yang mencolok atau lapisan yang memiliki gradien suhu yang besar.

    Gradien suhu pada lapisan termoklin ini sekitar 0,1oC per meter. Terakhir, lapisan

    dalam (deep layer) lapisan yang mempunyai suhu yang rendah tetapi relatif

    konstan pada 4oC (Garrison, 2004).

    2.4.2 Kecerahan

    Kecerahan suatu perairan merupakan suatu kondisi yang menunjukkan

    kemampuan cahaya yang dapat menembus lapisan air pada kedalaman tertentu.

    Pada perairan alami, kecerahan sangat penting karena berkaitan dengan

    aktivitas fotosintesis. Kecerahan merupakan salah satu faktor penting bagi

    produksi primer dalam suatu perairan dan juga pada proses fotosintesis.

  • 11

    Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan adalah ukuran

    transparansi perairan, yang nilainya ditentukan secara visual dengan

    menggunakan Secchi disk (Effendi, 2003).

    Tingkat kecerahan sangat dipengaruhi oleh kekeruhan pada perairan.

    Semakin tinggi kekeruhan pada perairan, makan akan semakin rendah penetrasi

    cahaya yang menembus kolom air, sehingga tingkat kecerahan semakin rendah,

    begitu juga sebaliknya (Mujito et al. 1997). Menurut Paramitha (2014) kecerahan

    perairan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk

    menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Cahaya erat kaitannya dengan

    aktivitas fotosintesis, sehingga cahaya mempunyai pengaruh terbesar secara

    tidak langsung, yaitu sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-

    tumbuhan yang menjadi sumber makanan. Cahaya gelombang pendek adalah

    yang paling kuat mengalami pembiasan yang menyebabakan air yang jernih

    akan terlihat berwarna biru dari permukaan. Kedalaman penetrasi cahaya akan

    berbeda-beda pada setiap ekosistem air yang berbeda.

    2.4.3 pH (Derajat keasaman)

    Setiap organisme di perairan memiliki kemampuan yang berbeda dalam

    mentolerir pH suatu perairan. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

    suhu, aktivitas biologi, aktivitas fotosintesis, kandungan oksigen, kation dan

    anion. Menurut Nybakken (1988) pH merupakan aktivitas hidrogen dalam

    perairan. Secara umum, nilai pH menggambarkan seberapa asam atau basa

    suatu perairan tersebut. Pada lingkungan laut pH relatif stabil dan biasanya

    berada dalam kisaran antara 7,5 sampai dengan 8,4.

    Pada perairan yang lebih dalam dimana kandungan okesigennya lebih

    rendah, maka nilai pH pada umumnya 7,5 dan pada lapisan dasar yang stagnan

    nilai pH biasanya 7,0 (Asmara, 2005). Nilai pH suatu perairan merupakan indikasi

  • 12

    terganggunya perairan tersebut. Perubahan nilai pH air laut akan sangat

    mempengaruhi pertumbuhan serta aktivitas biologis. Keberadaan unsur hara di

    laut secara tidak langsung dapat dipengaruhi oleh perubahan nilai pH. Jika nilai

    pH bersifat asam berarti kandungan oksigen terlarutnya rendah. Hal ini

    memepengaruhi kegiatan mikroorganisme dalam proses dekomposisi bahan

    organik

    Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk

    mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami dapat

    memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat

    mengakibatkan perubahan serta ketidakseimbangan kehidupan biota laut. pH air

    laut permukaan di Indonesia umumsnya bervariasi dari 6.0 – 8.5 (Riyadi et al.

    2005).

    2.4.4 Salinitas

    Salinitas merupakan jumlah garam yang terlarut dalam 1 Liter air (dalam

    satuan gram). Menurut Widigdo (2001) umumnya salinitas disebabkan oleh tujuh

    ion utama yaitu kalium (K), natrium (Na), kalsium (Ca), magnesium (Mg), klorit

    (Cl), sulfat (SO4) dan bikarbonat (HCO3). Salinitas adalah salah satu parameter

    dapat menentukan jenis fitoplankton yang terdapat dalam suatu perairan,

    tergantung pada sifat fitoplankton tersebut apakah eurihalin atau stenohalin.

    Secara umum, kisaran salinitas di permukaan laut di Indonesia antara 32-34%

    (Dahuri, 1996). Kisaran salinitas di laut terbuka pada umumnya antara 33% -

    37% tergantung dari seberapa besar proses evaporasi dan curah hujan yang

    terjadi (Royce, 1973).

    Salinitas di suatu perairan sangat penting untuk mempertahankan tekanan

    osmotik antara tubuh ogranisme dengan perairan, oleh karena itu salinitas dapat

    mempengaruhi kelimpahan dan distribusi fitoplankton. Salinitas dapat

  • 13

    menentukan jenis-jenis fitoplankton yang terdapat di perairan. Meskipun salinitas

    mempengaruhi produktivitas pada fitoplankton, namun umumnya peranannya

    tidak begitu besar karena salinitas bersamaan dengan suhu menentukan

    densitas air maka salinitas ikut mempengaruhi penenggelaman atau

    pengembangan fitoplankton (Nontji, 2002). Sebaran salinitas di perairan

    dipengaruhi oleh pola sirkulasi, curah hujan, aliran sungai dan penguapan.

    2.4.5 Oksigen Terlarut

    Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua makhluk hidup untuk pernapasan,

    metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk

    pertumbuhan dan pembiakan. Sumber utama dari oksigen berasal dari suatu

    proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis (Salmin, 2000). Secara

    umum nilai oksigen terlarut sesuai baku mutu air laut Kep.Men LH Nomor: 51

    tahun 2004 yaitu >5 ppm. Pada lapisan permukaan kadar oksigen semakin

    tinggi, karena adanya difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses

    fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman kadar oksigen semakin

    berkurang karena proses fotosintesis semakin berkurang serta kadar oksigen

    yang ada banyak digunakan untuk respirasi dan oksidasi bahan-bahan organik

    dan anorganik.

    Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologi air terutama dalam proses

    respirasi. Konsentrasi oksigen terlarut berpengaruh secara nyata terhadap

    organisme air yang memang tidak mutlak membutuhkan oksigen terlarut untuk

    respirasinya. Konsumsi oksigen bagi organisme berfluktuasi mengikuti proses-

    proses hidup yang dilaluinya. Konsumsi oksigen bagi organisme air ini akan

    mencapai maksimum pada masa reproduksi berlangsung. Konsumsi oksigen

    juga dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen terlarut itu sendiri (Barus, 2004).

  • 14

    2.4.6 Nitrat

    Nitrat adalah zat nutrisi yang diperlukan oleh tumbuhan untuk dapat

    tumbuh dan berkembang, nitrat juga merupakan senyawa toksik yang dapat

    mematikan organisme air. Nitrogen suatu perairan terdapat dalam bentuk gas N2,

    NO2-, NO3

    -, NH3 dan NH4+ serta sejumlah N yang berkaitan dengan organik

    kompleks (Haryadi, 2003). Keberadaan nitrat diperairan sangat dipengaruhi oleh

    buangan yang berasal dari industri, bahan peledak dan pemupukan. Sumber

    nitrogen yang terbesar berasal dari udara, sekitar 80% dalam bentuk nitogen

    bebas yang masuk melalui sistem fiksasi biologis dalam kondisi aerobik. Menurut

    Chester (1990) bahwa keberadaan nitrogen di perairan dapat berupa organik dan

    anorganik. Nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea akan

    mengendap dalam air, sedangkan nitrogen anorganik berupa ion nitrit (NO2-),

    Nintrat (NO3-), ammonia (NH3), ammonium (NH4

    +) dan molekul N2 yang larut

    dalam air.

    Zat hara yang menjadi fokus perhatian lingkungan perairan adalah nitrat

    dan fosfat. Kedua unsur ini memiliki peran penting bagi pertumbuhan fitoplankton

    atau alga yang biasa digunakan sebagai indikator kualitas air dan tingkat

    kesuburan perairan (Howart et al., 2000; Fachrul et al., 2005). Kadar nitrogen

    yang tinggi di suatu perairan dapat merangsang pertumbuhan algae yang tak

    terkendali (blooming). Keputusan Menteri LH No. 51 Tahun 2004 disebutkan

    bahwa baku mutu nilai konsentrasi nitrat air laut yang layak adalah 0,008 mg N-

    NO3/L.

    2.4.7 Orthofosfat

    Simanjuntak (2012) mengungkapkan bahwa orthofosfat merupakan salah

    satu zat hara yang dapat membantu proses pertumbuhan dan metabolisme

    fitoplankton serta organisme laut lainnya. Kadar fosfat yang cukup tinggi melebihi

  • 15

    kebutuhan normal organisme akuatik akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi

    pada perairan. Orthofosfat merupakan salah satu bentuk fosfat paling sederhana

    yang ada di perariran. Setiap senyawa fosfat yang ada di perairan berbentuk

    terlarut, tersuspensi serta terikat pada sel organisme dalam air (Sasongko,

    2006). Orthofosfat juga memiliki pengaruh besar terhadap kelimpahan

    fitoplankton di perairan.

    Zat hara yang diperlukan fitoplankton untuk pertumbuhan dan

    perkembangan adalah nitrat dan fosfat. Perairan pantai menerima sejumlah

    unsur kritis yaitu P dan N melalui ran off dari daratan (Asriyana dan Yuliana,

    2012). Dalam Keputusan Menteri LH No.51 Tahun 2004, disebutkan bahwa baku

    mutu nilai konstrasi maksimum fosfat yang layak untuk kehidupan biota laut

    adalah 0,015 mg P-PO4/L.

    2.7 TSI (Trophic State Index)

    TSI (Trophic State Index) merupakan dasar penentuan status trofik

    (kesuburan perairan) dengan menggunakan biomassa alga. Status trofik

    diartikan sebagai respon biologis terhadap penambahan nutrien. Status trofik

    didefinisikan sebagai berat total bahan organik yang hidup dalam suatu perairan.

    TSI (Trophic State Index) adalah indeks yang sederhana karena membutuhkan

    data yang sedikit dan mudah dipahami. Pendugaan biomassa alga dilakukan

    dengan pengukuran terhadap klorofil-a , kedalaman secchI disk dan total fosfat.

    Nilai TSI (Trophic State Index) berkisar dari 0-100 (Carlson, 1977).

    Status kesubuaran perairan dapat diketahui dengan metode Carlson TSI

    (Trophic State Index). Analisa TSI dilakukan dengan menguji beberapa variabel

    yaitu fisika, kimia dan biologi yang meliputi angka kecerahan, kandungan total

    fosfor dan kandungan klorofil-a. Penentuan ketiga parameter tersebut

    berdasarkan adanya keterkaitan yang erat dari masing-masing parameter,

  • 16

    dimana unsur pencemaran yang masuk ke perairan yang berupa fosfat akan

    menyebabkan terjadinya pertumbuhan fitoplankton di perairan tersebut yang

    ditandai dengan konsentrasi klorofil-a. Akibat lebih lanjut dengan adanya

    kandungan klorofil-a tersebut menyebabkan terhambatnya cahaya yang masuk

    ke dalam kolom perairan yang ditandai makin pendeknya kecerahan perairan

    (suryono et al. 2010)

  • 17

    3 METODE PENELITIAN

    3.1 Materi Penelitian

    Materi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mencakup tentang

    produktivitas primer yang di ukur menggunakan metode klorofil-a, kelimpahan

    fitoplankton, selain itu juga diamati kualitas air berupa parameter fisika yang diuji

    adalah kecerahan dan suhu, sedangkan parameter kimia yaitu salinitas, pH,

    Oksigen terlarut, nitrat dan orthofosfat.

    3.2 Alat dan Bahan

    Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat dan

    bahan pengukuran insitu (suhu, kecerahan, salinitas, pH dan oksigen terlarut)

    serta alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran exsitu (laboratorium)

    dapat dilihat pada Lampiran 1. Sedangkan alat dan bahan yang digunakan dalam

    pengukuran insitu sebagai berikut :

    Tabel 1. Alat Beserta Fungsi

    No. Alat Fungsi

    1. Thermometer Hg Untu mengukur suhu

    2. Secchi disk Untuk mengukur kecerahan suatu perairan.

    3. pH paper Untuk mengukur pH suatu perairan.

    4. DO meter Untuk mengukur Oksigen terlarut

    5. Water sampler Untuk mengambil sampel pada kedalaman

    tertentu

    6. Refraktometer Untuk mengukur nilai salinitas

    7. Botol sampel 1,5 liter Sebagai wadah sampel klorofil-a

    8. Botol sampel 600 ml Sebagai wadah sampel Nitrat, Fosfat

    9. Botol film Sebagai wadah sampel fitoplankton

    10. Ember 5 liter Untuk mengambil sampel air laut

    11. Cool box Untuk menyimpan sampel sementara

  • 18

    Tabel 2. Bahan Beserta Fungsi

    No. Bahan Fungsinya

    1. Lugol Mengawetkan sampel fitoplankton

    2. Aquades Untuk mengkalibrasi alat sebelum digunakan

    3. Tissue Untuk membersihkan alat

    3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di bulan Maret pada tanggal 1 Maret 2017 dan 7

    Maret 2017 di perairan pantai Kenjeran Surabaya, karena pada bulan tersebut

    masuk pada musim pancaroba yaitu peralihan dari musim hujan ke kemarau

    sehingga mendapatkan cukup cahaya yang berpengaruh terhadap fotosintesis

    yang berhubungan dengan konsentrasi klorofil a yang menentukan produktivitas

    primer.

    3.4 Metode Penelitian

    Pada penelitian ini menggunakan metode survei, yaitu penelitian yang tidak

    melakukan perubahan (tidak ada perlakuan khusus) terhadap variabel yang akan

    diteliti dengan tujuan untuk memperoleh serta mencari keterangan secara faktual

    tentang objek yang diteliti (Hidayat et al. 2014). Menurut Soehartono (2000),

    metode survei yaitu suatu metode untuk memperoleh data yang ada pada saat

    penelitian dilakukan. Survei artinya metode penelitian yang dilakukan untuk

    mengadakan pemeriksaan dan pengukuran-pengukuran terhadap gejala empiris

    yang berlangsung di lapangan atau lokasi penelitian, umumnya dilakukan

    terhadap unit sampel yang dihadapi sebagai responden dan bukan terhadap

    seluruh populasi sasaran (Fathoni, 2006). Metode ini bertujuan untuk

    memberikan gambaran sistematis secara nyata dan akurat terkait dengan fakta

    serta sifat populasi atau daerah tertentu yang digunakan sebagai objek penelitian

  • 19

    3.5 Data Penelitian

    Data merupakan kumpulan informasi atau keterangan yang didapat dari

    suatu pengamatan berupa angka, huruf dan gambaran yang memiliki keterkaitan

    dengan tujuan penelitian. Pengambilan data pada penelitian menggunakan

    teknik survei yang dibedakan menjadi 2, yaitu : Data primer dan data sekunder.

    3.5.1 Data Primer

    Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek

    yang diteliti. Menurut Sugiyono (2010) yang menyatakan bahwa sumber primer

    adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.

    Data primer yang diperoleh dengan cara observasi dan dokumentasi .

    Observasi Observasi merupakan suatu metode pengumpulan keterangan dengan

    cara mengadakan pengamatan dan juga pencatatan secara sistematis sehingga

    mengetahui betul terhadap apa yang ingin diamati atau objek pengamatan

    (Mania, 2008). Observasi yang dilakukan di lapang pada penelitian ini adalah

    pengukuran kecerahan, suhu, pH, salinitas, Oksigen terlarut. Sedangkan

    observasi pada laboratorium adalah pengukuran Nitrat, Fosfat, Klorofil-a dan

    Firoplankton.

    Dokumentasi

    Sedangkan dokumentasi adalah kegiatan untuk menjelaskan peristiwa baik

    dalam bentuk tulisan, foto, rekaman serta cara lainnya. Dokumentasi yang di

    dapatkan yaitu dalam bentuk foto, seperti foto stasiun penelitian, pengukuran

    kualitas air di lapang, alat dan bahan serta dokumentasi akomodasi yang

    digunakan.

  • 20

    3.5.2 Data Sekunder

    Data sekunder menurut Sugiyono (2010) adalah sumber data yang tidak

    langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain

    atau lewat dokumen. Data sekunder antara lain disajikan dalam bentuk data-

    data, tabel-tabel, diagram-diagram atau mengenai topik penelitian. Data ini

    merupakan data yang berhubungan secara langsung dengan penelitian yang

    dilaksanakan dan bersumber dari pihak lembaga maupun masyarakat. Data

    sekunder pada penelitian ini diperoleh dari berbagai situs internet, jurnal, laporan

    serta kepustakaan yang digunakan sebagai pustaka untuk menunjang hasil

    pengamatan.

    3.6 Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel Penentuan lokasi stasiun menggunakan metode purposive sampling yaitu

    penentuan lokasi berdasarkan atas adanya tujuan tertentu dan sesuai dengan

    pertimbangan peneliti sendiri sehingga mewakili populasi (Arikunto, 2006).

    Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan pada beberapa stasiun yang

    mewakili beberapa titik dan menggambarkan keadaan lapang atau tempat

    penelitian yang ditinjau dari pengaruh kegiatan di sekitar titik pengambilan

    sampel, sehingga data yang diperoleh merata. Pelaksanaan penelitian ini pada

    Bulan Maret 2017. Penentuan stasiun untuk pengambilan sampel berdasarkan

    hasil survei lapang dapat dilihat pada Gambar 3.

  • 21

    Gambar 3. Peta Stasiun Penelitian

    Stasiun 1 : 07015’22,1” LS dan 112048’37,4” BT berada pada kawasan muara

    sungai

    Stasiun 2 : 07014’57,3” LS dan 112048’19,4” BT berada pada kawasan

    kawasan mangrove

    Stasiun 3 : 07014’39,0” LS dan 112048’08,2” BT berada pada kawasan

    pariwisata, perdagangan dan sandaran perahu.

    Stasiun 4 : 07014’25,6” LS dan 112047’56,1” BT berada pada kawasan

    pemukiman warga.

    3.6 Teknik Pengambilan Sampel

    Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive

    sampling atau judgement sampling. Menurut Sugiyono (2013) pengertian

    purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan

    berdasarkan kira-kira atau pertimbangan tertentu untuk mewakili tujuan yang

    diharapakan. Pengambilan sampel di lapang dilakukan setiap satu minggu sekali

    ini dilakukan menikuti siklus hidup fitoplankton yaitu 7-14 hari, meliputi

    pengambilan sampel air laut pada 4 titik stasiun penelitian yang telah ditentukan.

    Pengambilan air dilakukan sebanyak dua kali ulangan, pengambilan sampel

    Laut Jawa

  • 22

    dilakukan pada 4 stastiun, yaitu pada kawasan dekat muara sungai, kawasan

    kawasan mangrove, kawasan sandaran kapal dan kawasan pemukiman warga

    sekitar. Peta lokasi untuk penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.

    Pengambilan sampel air laut dilakukan pukul 10.00 – 12.00 WIB. Hal ini

    dikarenakan pada waktu tersebut adalah waktu dimana fitoplankton sedang

    berfotosintesis. Pada setiap titik stasiun diambil air sampel menggunakan ember

    pada kedelaman 1 (±10cm) dari permukaan air laut dan menggunakan water

    sampler pada kedalaman 2 (±50cm) dimana intensitas cahaya matahari

    berkurang atau tidak ada. Selanjutnya air laut dimasukan kedalam botol yang

    bervolume 1 liter sebanyak jumlah stasiun dan kedalaman yang nanti nya

    digunakan untuk analisis Klorofil-a, Nitrat dan Fosfat di laboratorium.

    Pengambilan sampel dilakukan pada 2 kedalaman agar mengetahui perbedaan

    antara 2 kedalaman yang berbeda. Pengukuran 2 kedalaman dilakukan pada

    analisis kandungan klorofil-a, fitoplankton , suhu, pH, dan salinitas.

    3.7 Prosedur Analisis Kualitas Air

    Adapun beberapa prosedur analisis Klorofil-a, Produkrivitas primer,

    fitoplankton serta parameter fisika dan kimia, yaitu sebagai berikut :

    3.7.1 Klorofil-a

    Biomasa fitoplankton ditentukan dengan kandungan klorofil-a, mengambil

    air sampel di laut sebanyak 1 liter dan dimasukan dalam botol sampel yang

    ditutup dengan alumunium foil dan dimasukan didalam coolbox yang diberi

    pecahan es batu agar suhu tetap dingin. Prosedur kerja analisis kandungan

    klorofil-a menurut Hutagalung, et al. (1997) menggunakan sampel klorofil-a

    sebagai berikut :

    1. Menyiapkan sampel yang telah diambil

    2. Memasang atau letakkan filter pada alat saring (filter holder)

  • 23

    3. Menyaring sampel 1000 ml yang telah diambil dari lokasi. Penyaringan

    diibantu dengan vacuum pump dengan tekanan hisap ±30 cm Hg.

    Mencatat volume air yang disaring (m).

    4. Membilas air sampel dengan 10 ml larutan magnesium karbonat (MgCO3)

    ke dalam filter holder, menghisap kembali sampai filter tampak kering.

    5. Filter diambil dan dibungkus dengan alumunium foil lalu diberi label dan

    disimpan dalam desikator selama 45 menit yang berisi silica gel (simpan

    dalam freezer jika proses analisis berikutnya tidak dilakukan).

    6. Hasil filter saringan dimasukan kedalam tabung reaksi 15 ml, ditambahkan

    10 ml aceton 90%.

    7. Menggerus larutan filter sampai semua bagian filter hancur.

    8. Sampel di-centrifuge dengan putaran 4000rpm selama 20-60 menit.

    9. Memasukkan cairan yang bening (filtrat) ke dalam cuvet.

    10. Memeriksa absorbansinya dengan spektofotometer pada panjang

    gelombang 750, 664, 647 dan 630 nm. Kandungan klorofil a dihitung

    dengan rumus :

    Chl-a (mg/m3) = *( ) ( ) ( )+

    Keterangan :

    E664 = Absorban 664 nm – absorban 750 nm

    E647 = Absorban 647 nm – absorban 750 nm

    E630 = Absorban 630 nm – absorban 750 nm

    Ve = volume ekstrak aceton (ml)

    Vs = Volume sampel air yang disaring (liter)

    d = lebar diameter cuvet (1,10 atau 15 cm)

  • 24

    3.7.2 Fitoplankton

    Prosedur pengambilan sampel pada Fitoplankton menurut (Satino, 2011)

    sebagai berikut :

    Mengambil sampel air dengan menggunakan ember 5 liter pada

    kedalaman 1 (±10) cm dari permukaan air dan kedalaman 2 (±50cm) dan

    disaring menggunakan plankton net no. 25 mesh size 64nm (saat disaring

    plankton net digoyangkan agar plankton yang menempel di permukaan

    jaring dapat masuk ke dalam botol 25 ml yang dipasang di bagian bawah

    plankton net). Jumlah air yang disaring sebanyak 25 liter

    Memberi lugol sebanyak 3-4 tetes yang berfungsi sebagai pengawet pada

    konsentrat plankton yang tertampung dalam botol 25 ml

    Menyimpan sampel dalam lemari es sampai diidentifikasi

    Sampel yang telah disimpan kemudian diidentifikasi di laboratorium dengan

    prosedur sebagai berikut :

    Menyiapkan preparat.

    Meletakkan preparat plankton yang sudah siap di atas meja objek

    mikroskop.

    Memastikan pengaturan cahaya mikroskop sebelum dinyalakan berada

    pada frekuensi terkecil. Jika sudah, bisa dinyalakan.

    Memperjelas cahaya dengan memutar pengatur cahaya. Kemudian,

    memilih perbesaran yang sesuai.

    Mencari luas lapang bidang pandangnya setelah mikroskop sudah fokus.

    Menggambar jenis plankton yang ditemukan.

    Mengidentifikasi jenis plankton dengan bantuan buku Prescoot (1970).

  • 25

    3.7.3 Suhu

    Pengukuran suhu menggunakan Thermometer Hg, adapun prosedur

    pengukuran suhu menurut Hariyadi et al. (1992), sebagai berikut :

    1. Mencelupkan thermometer kedalam perairan

    2. Membiarkan selama kurang lebih 2 menit

    3. Membaca dan mencatat nilai yang tertera pada Thermomether Hg di

    permukaan.

    4. Mencatat hasil pengukuran dalam skala oC

    3.7.4 Kecerahan

    Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan di lapangan. Menurut Subarjianti

    (1990), adapun prosedur identifikasi kecerahan sebagai berikut :

    1. Memasukan secchi disk secara perlahan kedalam air hingga batas tidak

    nampak dan dicatat kedalamannya sebagai D1

    2. Kemudian diangkat perlahan lagi sampai nampak dan dicatat

    kedalamananya sebagai D2. Lalu dihitung menggunakan rumus sebagai

    berikut :

    Kecerahan (cm) =

    3.7.5 Derajat Keasaman (pH)

    Pengukuran pH menggunakan pH paper menurut Hariyadi et al. (1992)

    sebagai berikut :

    1. Mencelupkan pH paper ke dalam perairan.

    2. Mendiamkan selama kurang lebih 2 menit.

    3. Mengangkat dan mengibaskan sampai setengah kering.

    4. Mencocokan dengan skala 1-14 yang tertera pada kotak pH.

    5. Mencatat hasil pengukurannya.

  • 26

    3.7.6 Salinitas Menurut Ayunda (2011), prosedur pengukuran salinitas menggunakan

    refraktometer adalah sebagai berikut :

    1. Membersihkan refraktometer dengan cara dikalibrasi dengan aquadest

    2. Membersihkan dengan tissue secara searah

    3. Meneteskan 1-2 tetes air laut pada prisma refraktometer

    4. Melihat angka yang tertera pada bagian “eye piece” dan akan tertera nilai

    salinitasnya.

    3.7.7 Oksigen Terlarut

    Prosedur pengukuran oksigen terlarut menggunakan DO meter menurut

    Agung et al. (2014) sebagai berikut :

    1. DO meter dikalibrasi terlebih dahulu

    2. Setelah itu dicelupkan kedalam air kemudian di putar-putar pada air sampel

    yang akan di ukur.

    3. Setelah angka pada layar menunjukkan gerakan yang stabil (ready),

    barulah hasil pengukuran di catat.

    3.7.8 Nitrat Adapun cara untuk mengukur nitrat menurut Subarijanti (2015), sebagai

    berikut :

    1. Menyaring air sampel sampai 12,5 ml.

    2. Menuangkan kedalam cawan porselen.

    3. Menguapkan air sampel di atas pemanas sampai kering hati – hati jangan

    sampai pecah dan didinginkan.

    4. Menambahkan 0,2 ml (5 tetes) asam fenol disulfonik, diaduk dengan

    pengaduk gelas dan diencerkan dengan 5 ml aquades.

  • 27

    5. Menambahkan tetes demi tetes NH4OH (1:1) sampai terbentuk warna

    (maksimal 5 ml) dan diencerkan dengan aquades sampai 12,5 ml.

    6. Memasukan sampel ke dalam cuvet.

    7. Menghitung kadar nitrat menggunakan spektofotometer dengan panjang

    gelombang 410 nm.

    3.7.9 Orthofosfat

    Menurut Subarijanti (2015), pengukuran orthofosfat dapat dilakukan

    dengan cara :

    1. Mengambil air sampel 12,5 ml.

    2. Memasukkan kedalam erlenmayer berukuran 50 ml.

    3. Menambahkan 0,5 ml amonium molybdat dan dihomogenkan.

    4. Menambahkan 3 tetes SnCl2 dan dihomogenkan.

    5. Memasukkan sampel kedalam cuvet.

    6. Menghitung kadar orthofosfat menggunakan spektofotometer dengan

    panjang gelombang 690 nm.

    3.8 Analisis Data

    3.8.1 Kelimpahan Fitoplankton

    Kemudian perhitungan kelimpahan fitoplankton dihitung dengan

    persamaan modifikasi lackey drop :

    N = (

    )

    Keterangan :

    T : Luas cover glass (mm2)

    V : Volume konsentrat plankton dalam botol tampung (ml)

    L : Luas lapang pandang dalam mikroskop (mm2)

    v : Volume konsentrat plankton di bawah cover glass (ml)

  • 28

    P : Jumlah lapang pandang

    W : Volume air sampel yang disaring (L)

    N : Kelimpahan plankton (ind/ml atau ind/l)

    n : Jumlah plankton yang dalam bidang pandang

    3.8.2 Produktivitas Primer

    Perhitungan nilai produktivitas primer dengan pengukuran nilai klorofil-a

    yang kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk produktivitas primer dengan

    Rumus Produktivitas Primer Beveridge (1964) sebagai berikut :

    3.8.3 TSI (Throphic State Index)

    Perhitungan rata-rata TSI (Carlson 1977) adalah sebagai berikut:

    TSI (SD) = 60 – 14,41 ln (SD)

    TSI (CHL) = 30,6 + 9,81 ln (CHL)

    TSI (TP) = 4,15 + 14,42 ln (TP)

    Rata-rata TSI = ( ) ( ) ( )

    Keterangan :

    SD = Sechhi disk (m)

    CHL = Klorofil-a (µg/l)

    TP = Total Fosfor (µg/l)

    3.8.4 Kruskal-Wallis

    Uji Kruskal Walis adalah uji nonparametrik yang digunakan untuk

    membandingkan tiga atau lebih kelompok sampel. Uji Kruskal Wallis digunakan

    ketika asumsi normalitas tidak terpenuhi atau nilai varians tidak sama. H0 dalam

    uji Kruskal Wallis adalah bahwa k sampel berasal dari populasi yang sama

    Produktivitas Primer (gC/m3/hr) = 56.5 x (klorofil-a)0,61

  • 29

    (Hidayat dan Istidah, 2011, p.134). Dikatakan terdapat perbedaan yang signifikan

    jika signifikansi nilai kritis < 0,05 (H0 ditolak), yang dapat digunakan untuk

    menentukan apakah ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara dua

    atau kelompok lebih variabel independen pada variabel dependen yang

    kontinu.Uji Kruskal Wallis dapat digunakan untuk mengetahui apakah ada

    perbedaan signifikan nilai produktivitas primer secara statistik pada 4 stasiun

    dengan 2 kedalaman yang berbeda.

  • 30

    4. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

    Pantai Kenjeran Surabaya terletak di wilayah pesisir timur Jawa Timur yang

    menjadi muarai sungai-sungai yang berasal dari perkotaan. Batas wilayah

    kecamatan Kenjeran Surabaya antara lain :

    Sebelah utara : Kecamatan Sukolilo

    Sebelah selatan : Kecamatan Wonokromo

    Sebelah timur : Selat Madura

    Sebelah barat : Kecamatan Krembangan

    Masyarakat yang tinggal di sekitar perairan Kenjeran sebagian besar

    sebagai nelayan dan keluarganya mengkonsumsi ikan 99,1 gr/hari (Sudarmadji

    et al., 2004) atau sekitar 22 gr protein ikan/hari, sehingga perairan pantai

    Kenjeran menjadi sumber utama dalam kehidupan sehari-hari masyarakat

    sekitar.

    4.2 Deskripsi Lokasi Pengamatan

    4.2.1 Stasiun 1

    Lokasi pengambilan sampel terdiri dari 4 stasiun ,stasiun 1 (Gambar 4A)

    terdapat pada daerah muara sungai dimana sungai-sungai yang ada di kota

    Surabaya bermuara pada perairan Kenjeran. Sungai yang bermuara pada pantai

    Kenjeran mendapatkan masukan dari berbagai kegiatan masyarakat di kota

    Surabaya seperti industri, pariwisata dan lain sebagainya. Lokasi pengambilan

    sampel pada stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 4A.

  • 31

    Gambar 4A. Stasiun 1

    4.2.2 Stasiun 2

    Lokasi pengambilan stasiun 2 berlokasi di daerah dekat mangrove.

    Mangrove yang ada di perairan stasiun 2 merupakan wilayah konservasi di

    perairan pantai Kenjeran. Mangrove pada perairan pantai Kenjeran juga

    digunakan sebagai tempat pariwisata. Lokasi pengambilan sampel pada stasiun

    2 dapat dilihat pada Gambar 4B.

    Gambar 4B. Stasiun 2

    4.2.3 Stasiun 3

    Stasiun 3 terletak pada pelabuhan bongkar muat perahu nelayan yang

    terdapat berbagai aktivitas seperti sandaran perahu nelayan yang banyak

    digunakan warga sekitar, penurunan tangkapan ikan nelayan. Kondisi perairan

    yang berada di lokasi seperti ini mudah tercemar dengan adanya sisa sisa bahan

  • 32

    bakar perahu nelayan. Lokasi pegambilan sampel pada stasiun 3 dapat dilihat

    pada Gambar 5A.

    Gambar 5A. Stasiun 3

    4.2.4 Stasiun 4

    Lokasi pengambilan sampel pada stasiun 4 merupakan daerah pemukiman

    yang terdapat rumah warga sekitar yang jaraknya berdekatan, terdapat aktivitas

    perdagangan dan perumahan warga sekitar. Pada stasiun 4 juga terdapat

    perahu-perahu nelayan yang disandarkan pada sekitar wilayah ini, sehingga

    perairan di sekitar stasiun 4 merupakan perairan yang mudah tercemar karena

    adanya sisa-sisa aktivitas manusia yang berasal dari pemukiman dan

    perdagangan. Lokasi penelitian pada stasiun 4 dapat dilihat pada Gambar 5B.

    Gambar 5B. Stasiun 4

  • 33

    4.3 Hasil Pengukuran Klorofil-a

    Data hasil pengukuran klorofil-a pada 2 kali ulangan dengan 2 kedalaman

    yaitu kedalaman 1 (±10cm) dan kedalaman 2 (±50cm). Pada ulangan pertama

    dan ulangan kedua nilai tertinggi diperoleh stasiun 1 untuk kedalaman 1 (±10cm)

    sebesar 8,42 mg/m3 dan 11,03 mg/m3. Sedangkan untuk ulangan pertama pada

    kedalaman 2 (±50cm) diperoleh nilai tertinggi di stasiun 3 sebesar 6,46 mg/m3

    dan untuk ulangan kedua diperoleh nilai sebesar 8,78 mg/m3 pada stasiun 1.

    Hasil pengukuran klorofil-a dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini :

    Tabel 3. Klorofil-a (mg/m3)di Perairan Pantai Kenjeran (Febuari-Maret 2017)

    Klorofil-a (mg/m3)

    Ulangan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

    1 2 1 2 1 2 1 2

    1 8,42 3,67 4,49 4,78 4,43 6,46 2,10 2,26

    2 11,03 8,78 4.23 4,47 2,54 4,46 4,46 5,32

    Rata-rata 9,72 6,23 4,36 4,62 3,48 5,46 3,28 3,79

    Tabel 3 merupakan hasil pengukuran klorofil-a dari setiap stasiun dan 2

    kedalaman yang berbeda. Pada kedalaman 1 (±10cm) ulangan pertama

    diperoleh hasil pada stasiun 1 sebesar 8,42 mg/m3, pada stasiun 2 diperoleh

    4,49 mg/m3, pada stasiun 3 diperoleh sebesar 4,43 mg/m3 dan pada stasiun 4

    diperoleh sebesar 2,10 mg/m3. Sedangkan pada ulangan kedua pada stasiun 1

    diperoleh nilai 11,03 mg/m3, pada stasiun 2 diperoleh 4,23 mg/m3, pada stasiun 3

    diperoleh 2,54 mg/m3 dan pada stasiun 4 diperoleh nilai sebesar 4,46 mg/m3.

    Pada 2 kali ulangan di kedalaman 1 nilai tertinggi diperoleh pada stasiun 1

    kondisi ini berkaitan dengan lokasi penelitian yang terletak dimuara aliran sungai,

    sehingga tingginya nilai klorofil-a diperairan tersebut diduga berasal dari

    tingginya kandungan nutrien yang berasal dari buangan limbah organik,

    pembuangan dari berbagai aktivitas warga seperti limbah rumah tangga,

    kegiatan industri kecil dan perdagangan. Menurut Rasyid (2009) bahwa suplai

  • 34

    nutrien yang berasal dari daratan merupakan faktor utama yang mengakibatkan

    tingginya konsentrasi klorofil-a di perairan.

    Selanjutnya pada kedalaman 2 (±50cm) ulangan pertama diperoleh hasil

    sebesar 3,67 mg/m3 pada stasiun 1, kemudian pada stasiun 2 diperoleh sebesar

    4,78 mg/m3, pada stasiun 3 sebesar 6,46 mg/m3 dan pada stasiun 4 diperoleh

    2,26 mg/m3. Kemudian untuk ulangan kedua diperoleh nilai sebesar 8,78 mg/m3

    pada stasiun 1, pada stasiun 2 diperoleh 4,47 mg/m3, pada stasiun 3 diperoleh

    nilai 4,46 mg/m3 dan pada stasiun 4 diperoleh nilai 5,32 mg/m3. Pada

    pengamatan ini nilai tertinggi diperoleh pada stasiun 1, tingginya kandungan

    klorofil pada stasiun 1 dimungkinkan di wilayah tersebut terjadi akumulasi dari

    pergerakan massa air dan nutrien dari stasiun-stasiun lainnya.Hal ini dijelaskan

    oleh Rasyid (2009), bahwa suatu perairan mempunyai persebaran yang sangat

    spesifik karena merupakan hasil akumulasi dari berbagai faktor fisika, kimia dan

    biologi perairan. Dengan demikian persebaran yang terbentuk di stasiun

    penelitian menunjukkan bahwa akumulasi yang terjadi merupakan tampilan dari

    berbagai faktor fisika, kimia, biologi dan geologi di wilayah tersebut.

    Berdasarkan hasil yang dilihat pada Tabel 3, maka grafik nilai klorofil-a

    seperti yang terlihat pada Gambar 6 :

    Gambar 6. Grafik Pengukuran Klorofil-a

    Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

    Kedalaman 1 9,72 4,36 3,48 3,28

    Kedalaman 2 6,23 4,62 5,46 3,79

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    Klo

    rofi

    l-a

    (mg/

    m3

    )

  • 35

    Gambar 6 menunjukkan nilai klorofil-a di perairan pantai Kenjeran

    Surabaya menunjukan perubahan yang fluktuatif. Berdasarkan nilai rata-rata

    klorofil-a pada kedalaman 1 nilai tertinggi diperoleh pada stasiun 1 sebesar 9,72

    mg/m3, dan terendah pada stasiun 4 sebesar 3,28 mg/m3. Sedangkan pada

    kedalaman 2 nilai rata-rata klorofil-a tertinggi juga diperoleh pada stasiun 1

    sebesar 6,23 mg/m3 , serta nilai terendah juga pada stasiun 4 sebesar 3,79

    mg/m3. Tinggi rendahnya kandungan klorofil-a erat kaitannya dengan kondisi

    fisika-kimia oseanografi suatu perairan serta kandungan nutrien yang berasal

    dari darat melalui aliran sungai-sungai. Sesuai dengan pernyataan Sihombing et

    al. (2013) tinggi rendahnya kandungan klorofil-a sangat erat kaitannya dengan

    pasokan nutrien.

    4.4 Hasil Pengukuran Kualitas Air

    4.4.1 Suhu

    Data hasil pengukuran suhu pada 2 minggu pengamatan dengan 2

    kedalaman yaitu kedalaman 1 (±10cm) dan kedalaman 2 (±50cm) diperoleh hasil

    pengukuran suhu berkisar antara 28,5-31oC. Hasil pengukuran suhu pada

    penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini :

    Tabel 4. Suhu (oC) di Perairan Pantai Kenjeran (Febuari-Maret 2017)

    Tabel 4 menunjukkan hasil yang diperoleh pada kedalaman 1 (±10cm)

    ulangan pertama diperoleh hasil 31oC pada stasiun 1, pada stasiun 2 diperoleh

    nilai 30oC, pada stasiun 3 dan diperoleh nilai 31 oC dan stasiun 4 diperoleh nilai

    29 oC. Pada ulangan kedua diperoleh nilai nilai yang tidak jauh berbeda , pada

    stasiun 1 diperoleh nilai 31oC, pada stasiun 2 diperoleh nilai 31, stasiun 3

    Suhu (oC)

    Ulangan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

    1 2 1 2 1 2 1 2

    1 31 31 30 30 31 31 29 28

    2 31 30 31 30 31 31 29 29

    Rata-rata 31 30,5 30,5 30 31 31 29 28,5

  • 36

    diperoleh 31 dan stasiun 4 diperoleh nilai suhu yang sama sebesar 29oC. Suhu

    yang diperoleh masih sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan

    fitoplankton. Suhu yang optimum untuk pertumbuhan fitoplankton pada suatu

    perairan berkisar 20-30oC (Effendi, 2003).

    Sedangkan pada ulangan pertama kedalaman 2 diperoleh hasil 31oC

    pada stasiun 1, pada stasiun 2 diperoleh nilai 30 oC serta pada stasiun 3

    diperoleh nilai 31 oC dan pada stasiun 4 memperoleh nilai suhu sebesar 28oC.

    Pada ulangan kedua diperoleh nilai 30 oC pada stasiun 1, pada stasiun 2 sebesar

    30 oC, pada stasiun 3 diperoleh sebesar 31 oC serta pada stasiun 4 diperoleh nilai

    29oC. Tingginya suhu air berkaitan dengan besarnya intensitas cahaya matahari

    yang masuk ke dalam perairan, karena intensitas cahaya yang masuk

    menentukan derajat panas. Semakin banyak cahaya matahari yang masuk maka

    suhu juga semakin tinggi dan bertambahnya kedalaman akan mengakibatkan

    suhu menurun (Welch 1980 dalam Basmi 1999).

    Berdasarkan hasil yang dilihat pada Tabel 4, maka grafik pengukuran

    suhu seperti yang terlihat pada Gambar 7 :

    Gambar 7. Grafik Pengukuran Suhu

    Stasiun 1 Satsiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

    Kedalaman 1 31 30,5 31 29

    Kedalaman 2 30,5 30 31 28,5

    Rata-rata 30,75 30,25 31 28,75

    27

    27,5

    28

    28,5

    29

    29,5

    30

    30,5

    31

    31,5

    Suh

    u o

    C

  • 37

    Gambar 7 menunjukkan nilai rata-rata yang diperoleh pada setiap stasiun

    tidak jauh berbeda. Nilai rata-rata suhu yang didapatkan pada stasiun 1 sebesar

    30,75oC, pada stasiun 2 berkisar 30,25oC, pada stasiun 3 sebesar 31 oC dan

    pada stasiun 4 sebesar 28,75 oC. Kisaran suhu ini sesuai dengan pernyataan

    Nontji (1993) yang mengemukakan bahwa suhu perairan Nusantara umumnya

    berkisar antara 28 – 31oC. Kondisi suhu diperairan ini masih tergolong wajar

    untuk perairan tropik. Variasi suhu perairan tropik tergolong wajar apabila

    nilainya berkisar antara 25,6-32,2 oC (Illahude dan Liasaputra, 1980).

    4.4.2 Kecerahan

    Data hasil pengukuran kecerahan pada 2 kali ulangan memperoleh hasil

    berkisar 23,5 – 31 cm. Hasil pengukuran kecerahan pada penelitian ini dapat

    dilihat pada Tabel 5 dibawah ini :

    Tabel 5. Kecerahan (cm) di Perairan Pantai Kenjeran (Febuari-Maret 2017)

    Kecerahan (cm)

    Ulangan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun4

    1 27 25 23,5 28

    2 31 27,5 26 20

    Rata-rata 29 26,25 24,75 24

    Tabel 5 menunjukkan hasil pengukuran kecerahan dengan menggunakan

    secchi disk pada ulangan pertama diperoleh nilai sebesar 27 cm pada stasiun 1,

    pada stasiun 2 sebesar 25cm, pada stasiun 3 sebesar 23,5 cm dan pada stasiun

    4 sebesar 28 cm. Kemudian pada ulangan kedua diperoleh nilai 31 cm pada

    stasiun 1 , pada stasiun 2 diperoleh nilai 27,5 cm, pada stasiun 3 diperoleh nilai

    26 cm dan pada stasiun 4 diperoleh nilai sebesar 20 cm. Kisaran nilai kecerahan

    yang diperoleh dari penelitian ini dengan 2 kali ulangan tergolong nilai yang

    rendah. Menurut Arfiati (1992) kisaran kecerahan untuk perairan sebesar 40 cm

    atau 0,4 m.

  • 38

    Berdasarkan hasil yang dilihat pada Tabel 5, maka grafik pengukuran

    kecerahan seperti yang terlihat pada Gambar 8 :

    Gambar 8. Grafik Pengukuran Kecerahan

    Gambar 8 menunjukkan hasil rata-rata 2 kali ulangan dalam pengukuran

    kecerahan pada penelitian ini diperoleh nilai tertinggi pada stasiun1 sebesar 29

    cm dan nilai terendah pada stasiun 4 sebesar 24 cm. Berdasarkan data diatas,

    nilai rata-rata kecerahan yang didapatkan berkisar 24-26,25 cm. Nilai kecerahan

    yang berbeda-beda dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengaruh

    cuaca serta bahan organik yang ada diperairan. Semakin tinggi bahan organik

    yang ada pada perairan menyebabkan nilai kecerahan semakin berkurang.

    Menurut Effendi (2003) fakto-faktor yang dapat mempengaruhi nilai hasil dari

    pengukuran kecerahan suatu perairan diantaranya adalah kondisi cuaca, waktu,

    kekeruhan perairan dan padatan tersuspensi termasuk keberadaan plankton.

    Tingginya nilai kecerahan dikarenakan adanya perbedaan waktu pengamatan

    pada masing-masing stasiun sehingga mempengaruhi intensitas cahaya

    matahari yang masuk kedalam perairan serta keadaan cuaca yang cenderung

    berubah-ubah saat pengambilan sampel.

    Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

    Ulangan 1 27 25 23,5 28

    Ulangan 2 31 27,5 26 20

    Rata-rata 29 26,25 24,75 24

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35K

    ece

    rah

    an (

    cm)

  • 39

    4.4.3 Salinitas

    Data hasil pengukuran salinitas pada 2 kali ulangan dengan 2 kedalaman

    yaitu kedalaman 1 (±10cm) dan kedalaman 2 (±50cm). Nilai tertinggi pada

    kedalaman 1 (±10cm) terletak pada stasiun 4 sebesar 32 ppt dan pada

    kedalaman 2 (±50cm) nilai tertinggi pada stasiun stasiun 2, stasiun 3 dan stasiun

    4 memperoleh nilai yang sama sebesar 31 ppt. Hasil pengukuran salinitas pada

    penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini :

    Tabel 6. Salinitas (ppt) di Perairan Pantai Kenjeran (Febuari-Maret 2017)

    Salinitas (ppt)

    Ulangan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

    1 2 1 2 1 2 1 2

    1 20 24 30 31 31 31 32 31

    2 22 26 30 31 31 31 31 31

    Rata-rata 21 25 30 31 31 31 31,5 31

    Tabel 6 menunjukkan salinitas pada perairan pantai Kenjeran Surabaya

    mengalami perubahan yang tidak jauh berbeda. Nilai salinitas pada ulangan

    pertama yang didapatkan pada kedalaman 1 berturut-turut pada stasiun 1, 2, 3

    dan 4 sebesar 20 ppt, 30 ppt, 31 ppt dan 32 ppt. Kemudian pada ulangan kedua

    nilai salinitas yang diperoleh sebesar 22 ppt pada stasiun 1, pada stasiun 2

    memperoleh nilai 30 ppt, serta stasiun 3 dan stasiun 4 memperoleh nilai yang

    sama sebesar 31 ppt. Menurut Nontji (2002) di perairan samudera, salinitas

    biasanya berkisar 34 – 35 ppt. Menurut Nybakken (1992), kisaran salinitas pada

    tiap daerah berbeda berdasarkan kondisi masing-masing perairan.

    Kemudian pada kedalaman 2 (±50cm) diperoleh hasil yang tidak jauh

    berbeda dari ulangan pertama dan kedua. Hasil yang diperoleh pada stasiun 1

    sebesar 24 ppt, pada stasiun 2, stasiun 3 dan stasiun 4 memperoleh hasil yang

    sama sebesar 31 ppt. Kemudian pada ulangan kedua diperoleh hasil pada

    stasiun 1 sebesar 26 ppt, sedangkan pada stasiun 2, satsiun 3 dan stasiun 4

    juga memperoleh nilai yang sama sebesar 31 ppt. Nilai salinitas pada lokasi

  • 40

    pengamatan berada pada kisaran yang optimal bagi pertumbuhan fitoplankton.

    Sesuai dengan pernyataan Boney (1989) bahwa salinitas optimum untuk

    pertumbuhan dan perkembangbiakan fitoplankton bersikar 25 – 35 ppt.

    Berdasarkan hasil yang dilihat pada Tabel 6, maka grafik pengukuran

    salinitas seperti yang terlihat pada Gambar 9 :

    Gambar 9. Grafik Pengukuran Salinitas

    Berdasarkan Gambar 9 menunjukan hasil dari pengukuran salinitas pada

    penelitian ini terjadi perubahan yang tidak jauh berbeda. Hasil rata-rata nilai

    salinitas tertinggi pada kedalaman 1 diperoleh pada stasiun 4 sebesar 31,5 ppt

    dan terendah pada stasiun 1 sebesar 21 ppt, kondisi ini diakibatkan karena

    stasiun 1 terletak pada daerah dekat dengan aliran sungai sehingga kadar

    salinitas pada stasiun 1 dipengaruhi masukkan air tawar yang menyebabkan

    menurunnya kadar garam di perairan. Tinggi rendahnya nilai salinitas dapat

    diakibatkan suhu perairan serta masukan air sungai ke laut. Menurut Patty (2013)

    bahwa keberadaan nilai salinitas dalam distribusinya di perairan laut sangat

    dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti adanya interaksi masuknya air tawar ke

    dalam perairan laut melalui sungai, juga dipengaruhi penguapan dan curah

    hujan. Kemudian pada kedalaman 2 memperoleh hasil yang serupa yaitu nilai

    Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

    Kedalaman 1 21 30 31 31,5

    Kedalaman 2 25 31 31 31

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    Salin

    itas

    (p

    pt)

  • 41

    terendah pada stasiun 1 dan tertinggi pada stasiun 2, 3 dan 4 karena

    memperoleh nilai yang sama.

    4.4.4 pH

    Data yang diperoleh pada pengukuran pH dengan menggunakan pH

    papper memperoleh hasil yang sama di setiap stasiun pada kedalaman 1

    (±10cm) dan kedalaman 2 (±50cm) yaitu sebesar 6. Hasil pengukuran suhu pada

    penelitian ini dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini :

    Tabel 7. pH di Perairan Pantai Kenjeran (Febuari-Maret 2017)

    Derajat Keasaman (pH)

    Ulangan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

    1 2 1 2 1 2 1 2

    1 6 6 6 6 6 6 6 6

    2 6 6 6 6 6 6 6 6

    Rata-rata 6 6 6 6 6 6 6 6

    Berdasarkan hasil yang dilihat pada Tabel 7, maka grafik pengukuran pH

    seperti yang terlihat pada Gambar 10 :

    Gambar 10. Grafik Pengukuran pH

    Dari Gambar 10 menunjukkan nilai rata-rata pH yang diperoleh dalam

    pengamatan ini masih dalam kisaran optimal untuk pertumbuhan fitoplankton.

    Pada stasiun 1, 2, 3 dan 4 pada kedalaman 1 (±10cm) dan kedalaman 2 (±50cm)

    pH yang diperoleh nilai rata-rata yang sama yaitu sebesar 6. Menurut Pescod

    Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

    Kedalaman 1 6 6 6 6

    Kedalaman 2 6 6 6 6

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    De

    raja

    t K

    eas

    aman

  • 42

    (1973) menyatakan bahwa batas toleransi organisme terhadap pH bervariasi

    bergantung pada faktor fisika, kimia dan biologi. Nilai pH yang ideal untuk

    kehidupan fitoplankton berkisar antara 6,5-8,0. Odum (1971) juga menyatakan

    bahwa nilai kisaran pH yang layak untuk kehidupan fitoplankton yaitu sebesar 6.

    4.4.5 Oksigen Terlarut

    Data hasil pengukuran oksigen terlarut pada 2 kali ulangan dengan 2

    kedalaman yaitu kedalaman 1 (±10cm) dan kedalaman 2 (±50cm). Nilai rata-rata

    yang diperoleh pada pengukuran oksigen terlarut di 2 kedalaman mempunyai

    nilai yang relatif sama yaitu berkisar 5,83 – 7,82 mg/L. Hasil pengukuran oksigen

    terlarut pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini :

    Tabel 8. Oksigen terlarut (mg/L) di Perairan Pantai Kenjeran (Febuari - Maret

    2017).

    Oksigen terlarut (mg/L)

    Ulangan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

    1 2 1 2 1 2 1 2

    1 6,18 6,33 6,13 6,85 7,64 7,03 7,17 7,27

    2 5,94 5,92 7,77 6,94 7 6,8 8,47 7,25

    Rata-rata 5,83 6,12 6,95 6,89 7,32 6,91 7,82 7,26

    Tabel 8 menunjukkan hasil yang diperoleh pada kedalaman 1 (±10cm)

    ulangan pertama diperoleh hasil 6,18 mg/L pada stasiun 1, pada stasiun 2

    diperoleh nilai 6,13 mg/L, pada stasiun 3 diperoleh 7,64 mg/L dan stasiun 4

    diperoleh nilai 7,17 mg/L. Pada ulangan kedua diperoleh nilai nilai yang tidak

    jauh berbeda, pada stasiun 1 diperoleh nilai 5,94 mg/L, pada stasiun 2 diperoleh

    nilai 7,77 mg/L, stasiun 3 diperoleh 7,0 mg/L dan stasiun 4 diperoleh nilai

    Oksigen terlarut sebesar 8,47 mg/L. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan

    KEPMEN LH (2004) bahwa baku mutu kadar oksigen terlarut di perairan laut

    adalah lebih dari 5 mg/L.

    Sedangkan pada ulangan pertama kedalaman 2 (±50cm) diperoleh hasil

    6,33 mg/L pada stasiun 1, pada stasiun 2 diperoleh nilai 6,85 mg/L, pada stasiun

  • 43

    3 diperoleh nilai 7,03 mg/L dan pada stasiun 4 diperoleh nilai 7,27 mg/L. Pada

    ulangan kedua diperoleh nilai 5,92 mg/L pada stasiun 1, pada stasiun 2 sebesar

    6,94 mg/L, pada stasiun 3 diperoleh sebesar 6,8 mg/L serta pada stasiun 4

    diperoleh nilai 7,25 mg/L. Kondisi seperti ini dikarenakan pengambilan sampel

    pada penelitian ini dilakukan pada siang hari saat matahari bersinar terang,

    sehingga terjadi proses fotosintesis meningkatkan kadar oksigen terlarut pada

    suatu perairan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) pada saat siang

    hari matahari akan bersinar terang dan pelepasan oksigen oleh fotosintesis yang

    berlangsung secara intensif pada lapisan eufotik.

    Berdasarkan hasil yang dilihat pada Tabel 8, maka grafik pengukuran

    oksigen terlarut seperti yang terlihat pada Gambar 11 :

    Gambar 11. Grafik Pengukuran Oksigen Terlarut

    Gambar 11 menunjukkan nilai rata-rata oksigen terlarut yang diperoleh

    tidak jauh berbeda. Nilai rata-rata tertinggi pada kedalaman 1 terdapat pada

    stasiun 4 sebesar 7,82 mg/L dan nilai terendah pada stasiun 1 sebesar 5,83

    mg/L. Sedangkan nilai rata-rata tertinggi pada kedalaman 2 juga diperoleh pada

    stasiun 4 sebesar 7,26 mg/L dan nilai rata-rata terendah diperoleh pada stasiun 1

    dengan nilai sebesar 6,12 mg/L.

    Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

    Kedalaman 1 5,83 6,95 7,32 7,82

    Kedalaman 2 6,12 6,89 6,91 7,26

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    Oks

    ige

    n t

    erl

    aru

    t (m

    g/L)

  • 44

    4.4.6 Nitrat

    Data hasil pengukuran Nitrat pada penelitian ini diperoleh nilai tertinggi

    pada ulangan pertama berada pada stasiun 1 sebesar 0,170 mg/L dan terendah

    pada stasiun 3 sebesar 0,095 mg/L. Kemudian pada ulangan kedua nilai tertinggi

    pada stasiun 4 sebesar 0,238 mg/L dan nilai terendah pada stasiun 3 sebesar

    0,074mg/L. Hasil pengukuran nitrat pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9

    dibawah ini :

    Tabel 9. Nitrat (mg/L) di Perairan Pantai Kenjeran (Febuari-Maret 2017)

    Nitrat (mg/L)

    Ulangan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun4

    1 0,170 0,116 0,095 0,105

    2 0,142 0,091 0,074 0,238

    Rata-rata 0,156 0,103 0,084 0,171

    Pada Tabel 9 menunjukkan nilai Nitrat pada ulangan pertama di stasiun 1

    sebesar 0,170 mg/L, pada stasiun 2 diperoleh nilai 0,116 mg/L, pada stasiun 3

    diperoleh nilai 0,095 mg/L dan pada stasiun 4 diperoleh nilai 0,105 mg/L. Kisaran

    nilai yang diperoleh pada ulangan pertama sebesar 0,095 – 0,170 mg/L,

    kandungan nitrat yang tergolong rendah ini kemungkinan nitrat ini sudah

    dikonsumsi oleh tumbuhan mangrove dan fitoplankton yang terdapat dalam

    perairan. Serupa dengan yang pendapat yang dikemukakan oleh Adiba (2010),

    kadar hara yang rendah disebabkan karena unsur haranya telah dikonsumsi oleh

    fitoplankton dan sementara pasokan dari alam terutama nitrat pada perairan

    tersebut terbatas.

    Kemudian pada ulangan kedua nilai yang diperoleh pada stasiun 1

    sebesar 0,142 mg/L, pada stasiun 2 sebesar 0,091 mg/L, pada stasiun 3 sebesar

    0,074 mg/L dan pada stasiun 4 diperoleh nilai sebesar 0,238 mg/L. Menurut

    Davis dan Cornwell (1991), kadar nitrat dalam suatu perairan alami hampir tidak

    pernah lebih dari 0,1 mg/L, serta pendapat Budihardjo dan Haryono (2007) kadar

  • 45

    nitrat dalam suatu perairan disebabakan oleh pencemaran dari buangan

    penduduk berkisar antara 0 – 0,2 mg/L

    Berdasarkan hasil yang dilihat pada Tabel 9, maka grafik pengukuran

    nitrat seperti yang terlihat pada Gambar 12 :

    Gambar 12. Grafik Pengukuran Nitrat

    Gambar 12 menunjukkan nilai rata-rata nitrat yang dipero