ANALISIS TINGKAT KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN …lib.unnes.ac.id/1123/1/2003.pdfmodel altman dan...
Transcript of ANALISIS TINGKAT KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN …lib.unnes.ac.id/1123/1/2003.pdfmodel altman dan...
i
ANALISIS TINGKAT KEBANGKRUTAN
MODEL ALTMAN DAN FOSTER
PADA PERUSAHAAN TEXTILE DAN GARMENT
GO-PUBLIC DI BURSA EFEK JAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Pada Universitas Negeri Semarang
Oleh
Evi Wardhani
3352402068
Manajemen Keuangan
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke Sidang
Panitia Ujian Skripsi pada:
Hari : Jumat
Tanggal : 2 Februari 2007
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Heri Yanto, M.BA Dra. Murwatiningsih, M.M NIP. 131658238 NIP. 130812919
Mengetahui:
Ketua Jurusan Manajemen
Drs. Sugiharto, M.Si NIP. 131286682
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi
Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang pada:
Hari : Sabtu
Tanggal : 21 April 2007
Penguji Skripsi
Drs. Widiyanto, M.BA, M.M NIP. 132208714
Anggota I Anggota II
Drs. Heri Yanto, M.BA Dra. Murwatiningsih, M.M NIP. 131658238 NIP. 130812919
Mengetahui:
Dekan,
Drs. Agus Wahyudin, M.Si NIP. 131658236
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 2 Februari 2007
Evi Wardhani NIM. 3352402068
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya sholat itu sangat
berat bagi orang-orang yang khusyuk (QS. Al Baqarah: 45).
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah
selesai (dari satu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain.
Dan hanya kepada Allah lah kamu berharap (QS. Al Insyiroh:6-8).
Skripsi ini kupersembahkan untuk orang-orang yang
mempunyai tempat istimewa dihatiku:
Ayah dan Bundaku terhormat, yang selalu
merangkai doa untuk keberhasilan studiku
Seluruh keluargaku, yang telah memberikan
dukungan
Someone, thanks for all
Almamaterku, Universitas Negeri Semarang
vi
PRAKATA
Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia,
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan skripsi berjudul “Analisis Tingkat Kebangkrutan Model Altman
dan Foster pada Perusahaan Textile dan Garment Go-Public di Bursa Efek
Jakarta”.
Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bimbingan dan bantuan serta
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, Rektor Universitas Negeri
Semarang.
2. Drs. Agus Wahyudin, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi.
3. Drs. Sugiharto, M.Si, Ketua Jurusan Manajemen.
4. Drs. Heri Yanto, M.BA, Dosen Pembimbing I yang dengan penuh kesabaran
memberikan bimbingan.
5. Dra. Murwatiningsih, M.M, Dosen Pembimbing II yang dengan penuh
kesabaran memberikan bimbingan.
6. Drs. Widiyanto, M.BA, M.M, Dosen Penguji Skripsi yang telah meluangkan
waktunya untuk menguji skripsi.
7. Ayah dan Bundaku yang dengan ikhlas selalu mendoakan putrinya agar
menjadi manusia beriman serta berguna bagi keluarga, bangsa, dan agamanya.
vii
8. Seluruh keluargaku yang telah memberikan dukungan baik moril maupun
materiil.
9. Someone yang dengan penuh kesabaran selalu membantuku dan
memotivasiku, thanks for all.
10. Teman-teman di Kost HE terima kasih atas bantuan, doa, support kalian, serta
kebersamaannya selama ini.
11. Teman-teman jurusan Manajemen S1 angkatan 2002 terima kasih atas
persahabatan kita selama ini.
12. Dan semua pihak yang telah memberikan bantuan selama penyusunan skripsi
ini.
Penulis tidak akan melupakan jasa baik semuanya, dan semoga Allah
SWT membalas amal dan budi baiknya dengan balasan yang setimpal. Mudah-
mudahan apa yang penulis tuangkan dalam skripsi ini dapat menambah informasi
dan dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Semarang, 2 Februari 2007
Evi Wardhani NIM. 3352402068
viii
ABSTRAK
Evi Wardhani. 2007. Analisis Tingkat Kebangkrutan Model Altman dan Foster pada Perusahaan Textile dan Garment Go-Public di Bursa Efek Jakarta. Manajemen Keuangan. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. 125 h. Kata Kunci: Kebangkrutan, Z-Score Altman, Z-Score Foster Prinsip going concern menganggap bahwa perusahaan akan terus melaksanakan operasinya sepanjang proses penyelesaian proyek, perjanjian, dan kegiatan yang sedang berlangsung. Perusahaan dianggap tidak akan berhenti, ditutup, atau dilikuidasi dimasa yang akan datang. Sebagian besar perusahaan textile dan garment mengalami penurunan pendapatan bersih bahkan mengalami kerugian, bila terjadi dalam waktu panjang akan berdampak pada kelangsungan usahanya. Altman dan Foster menemukan rasio yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kebangkrutan yaitu Z-Score Altman dan Z-Score Foster. Tujuan penelitian untuk mengetahui bahwa laporan keuangan sebelum terjadi kebangkrutan dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kebangkrutan dengan Model Altman dan Foster, dan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat kebangkrutan Model Altman dan Foster pada perusahaan textile dan garment.
Objek penelitian adalah tingkat kebangkrutan perusahaan textile dan garment go-public di Bursa Efek Jakarta tahun 2002-2004. Subjek penelitian adalah laporan keuangan perusahaan textile dan garment go-public di Bursa Efek Jakarta tahun 2002-2004 sebanyak 15 perusahaan. Sumber data penelitian adalah dari catatan yang dipublikasikan di Bursa Efek Jakarta. Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dan studi pustaka. Metode analisis data menggunakan analisis Z-Score Altman dan Z-Score Foster, pengujian hipotesis menggunakan paired sample t test.
Hasil penelitian model Altman 80% atau 12 perusahaan tahun 2002-2003 dan 60% atau 9 perusahaan tahun 2004 kategori “bangkrut”, 13,33% atau 2 perusahaan tahun 2002-2003 dan 33,33% atau 5 perusahaan tahun 2004 kategori “rawan bangkrut”, dan 6,67% atau 1 perusahaan tahun 2002-2004 kategori “tidak bangkrut”. Model Foster 86,67% atau 13 perusahaan tahun 2002, 73,33% atau 11 perusahaan tahun 2003, dan 80% atau 12 perusahaan tahun 2004 kategori “bangkrut”, dan 13,33% atau 2 perusahaan tahun 2002, 26,67% atau 4 perusahaan tahun 2003, dan 20% atau 3 perusahaan tahun 2004 kategori “tidak bangkrut”. Uji hipotesis menunjukkan ada perbedaan secara statistik tingkat kebangkrutan model Altman dan Foster tahun 2002, dan tidak ada perbedaan secara statistik tingkat kebangkrutan model Altman dan Foster tahun 2003 dan 2004.
Kesimpulannya bahwa laporan keuangan sebelum terjadi kebangkrutan dapat digunakan untuk mengukur tingkat kebangkrutan menggunakan Model Altman dan Foster. Terdapat perbedaan secara statistik hasil analisis Model Altman dan Foster tahun 2002, dan tidak terdapat perbedaan secara statistik hasil analisis Model Altman dan Foster tahun 2003 dan 2004. Sarannya manajemen perlu berhati-hati dalam mengelola dan menjalankan operasi perusahaan dengan melakukan tindakan perbaikan kinerja perusahaan guna menghindari gangguan terhadap kelangsungan usahanya, investor sebaiknya berhati-hati dalam membeli saham perusahaan textile dan garment yang masuk kategori bangkrut.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................ii
PENGESAHAN KELULUSAN .........................................................................iii
PERNYATAAN ..................................................................................................iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................v
PRAKATA ..........................................................................................................vi
ABSTRAK ..........................................................................................................viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................ix
DAFTAR TABEL ...............................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................7
1.3 Tujuan Penelitian ...........................................................................8
1.4 Kegunaan Penelitian ......................................................................8
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Kebangkrutan ................................................................................10
2.1.1 Penyebab Kegagalan Perusahaan .........................................12
2.1.2 Manfaat Informasi Kebangkrutan ........................................14
x
2.2 Analisis Laporan Keuangan .........................................................15
2.2.1 Jenis Laporan Keuangan ......................................................17
2.2.2 Jenis Analisa Laporan Keuangan .........................................19
2.3 Analisis Rasio Keuangan ..............................................................21
2.3.1 Penggolongan Angka Rasio ……………………………….22
2.3.2 Rasio Likuiditas …………………………………………...23
2.3.3 Rasio Aktivitas …………………………………………….25
2.3.4 Rasio Laverage atau Solvabilitas ………………………….26
2.3.5 Rasio Rentabilitas atau Profitabilitas ……………………...27
2.4 Multiple Discriminant Analysis …………………………………29
2.5 Analisis Z-Score Model Altman ………………………………...30
2.6 Analisis Z-Score Model Foster .....................................................35
2.7 Kerangka Berfikir .........................................................................38
2.8 Hipotesis .......................................................................................41
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian ………………………………………………...43
3.2 Subjek Penelitian ……………………………………………….43
3.3 Sumber Data ……………………………………………………44
3.4 Metode Pengumpulan Data …………………………………….45
3.5 Metode Analisis Data ………………………………………….46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ………………………………………………...50
4.1.1 Profil Perusahaan …….......................................................50
4.1.2 Rasio Keuangan Altman ………………………………….57
4.1.3 Rasio Keuangan Foster .......................................................62
xi
4.1.4 Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Textile dan
Garment Tahun 2002-2004 Model Altman ........................64
4.1.5 Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Textile dan
Garment Tahun 2002-2004 Model Foster .........................68
4.1.6 Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Textile dan
Garment Tahun 2002-2004 Menurut Undang-Undang
Kepailitan No. 37 Tahun 2004 ..........................................72
4.1.7 Pengujian Hipotesis ...........................................................75
4.2 Pembahasan ................................................................................77
4.2.1 Rasio Keuangan Altman ....................................................78
4.2.2 Rasio Keuangan Foster ......................................................85
4.2.3 Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Textile dan
Garment Tahun 2002-2004 Model Altman .......................87
4.2.4 Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Textile dan
Garment Tahun 2002-2004 Model Foster .........................91
4.2.5 Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Textile dan
Garment Tahun 2002-2004 Menurut Undang-Undang
Kepailitan No. 37 Tahun 2004 ..........................................93
4.2.6 Pengujian Hipotesis ...........................................................95
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan .....................................................................................96
5.2 Saran ...........................................................................................97
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................99
LAMPIRAN ....................................................................................................100
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Pendapatan Bersih Perusahaan Textile dan Garment Go-Public
di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004 ...................................5
Tabel 2.1 Hasil Perhitungan Rasio TE/OR dan TIE …………………….36
Tabel 4.1.1 Ringkasan Profil Perusahaan Textile dan Garment
Go-Public di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004 ................56
Tabel 4.1.2 Rasio Keuangan Altman Perusahaan Textile dan Garment
Go-Public di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004 ................57
Tabel 4.1.3 Rasio Keuangan Foster Perusahaan Textile dan Garment
Go-Public di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004 ................62
Tabel 4.1.4 Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Textile dan Garment
Go-Public di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004
Model Altman ..........................................................................64
Tabel 4.1.5 Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Textile dan Garment
Go-Public di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004
Model Foster ............................................................................68
Tabel 4.1.6 Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Textile dan
Garment Tahun 2002-2004 Menurut Undang-Undang
Kepailitan No. 37 Tahun 2004 .................................................72
Tabel 4.1.7.1 Hasil Paired Samples Correlations Antara Z-Score Model
Altman dan Foster Pada Perusahaan Textile dan Garment
Go-Public di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004 ................75
xiii
Tabel 4.1.7.2 Hasil Paired Samples Test Antara Z-Score Model Altman dan
Foster Pada Perusahaan Textile dan Garment Go-Public
di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004 ..................................76
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir …………………………………………….. 41
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Perhitungan Working Capital to Total Assets Ratio (X1) ……..100
Lampiran 2 Perhitungan Retained Earnings to Total Assets Ratio (X2) …...101
Lampiran 3 Perhitungan Earnings Before Interest and Taxes to Total
Assets Ratio (X3) ……………………………………………....102
Lampiran 4 Perhitungan Market Value Equity to Book Value of Total
Debt Ratio (X4) ………………………………………………..103
Lampiran 5 Sales to Total Assets Ratio (X5) ……………………………….104
Lampiran 6 Rata-rata Rasio Keuangan Altman ……………………………105
Lampiran 7 Perhitungan Z-Score Altman ….................................................106
Lampiran 8 Hasil Perhitungan Z-Score Altman ...........................................107
Lampiran 9 Nilai Cut-off Z-Score Altman Tahun 2002 …………………...108
Lampiran 10 Nilai Cut-off Z-Score Altman Tahun 2003 …………………...109
Lampiran 11 Nilai Cut-off Z-Score Altman Tahun 2004 …………………...110
Lampiran 12 Tingkat Kebangkrutan Altman Tahun 2002-2004 ...................111
Lampiran 13 Perhitungan Transportation Expense to Operating Revenue
Ratio (X) ..................................................................................112
Lampiran 14 Perhitungan Time Interest Earned Ratio (Y) ………………...113
Lampiran 15 Rata-rata Rasio Keuangan Foster ............................................114
Lampiran 16 Perhitungan Z-Score Foster .....................................................115
Lampiran 17 Hasil Perhitungan Z-Score Foster ...........................................116
xvi
Lampiran 18 Nilai Cut-off Z-Score Foster Tahun 2002 ……………………117
Lampiran 19 Nilai Cut-off Z-Score Foster Tahun 2003 ……………………118
Lampiran 20 Nilai Cut-off Z-Score Foster Tahun 2004 ....………..………..119
Lampiran 21 Tingkat Kebangkrutan Foster Tahun 2002-2004 .………..….120
Lampiran 22 Perhitungan Debt Ratio Tahun 2002-2004 ..............................121
Lampiran 23 Tingkat Kebangkrutan Menurut Undang-Undang
Kepailitan Tahun 2002-2004 ..................................................122
Lampiran 25 Paired Sample Test Tahun 2002 …………………………….123
Lampiran 26 Paired Sample Test Tahun 2003 …………………………….124
Lampiran 27 Paired Sample Test Tahun 2004 …………………………….125
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perusahaan merupakan organisasi yang mencari keuntungan sebagai
tujuan utamanya walaupun tidak menutup kemungkinan mengharapkan
kemakmuran sebagai tujuan lainnya (Gitosudarmo, 2002:5). Perusahaan
merupakan suatu badan yang didirikan oleh perorangan atau lembaga dengan
tujuan utama untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham (Weston,
1993:4). Disamping itu ada pula tujuan lain yang tidak kalah penting yaitu
dapat terus bertahan (survive) dalam persaingan, berkembang (growth) serta
dapat melaksanakan fungsi-fungsi sosial lainnya di masyarakat.
Harahap (2002: 69) menyatakan bahwa prinsip going concern
(kelangsungan usaha) menganggap bahwa perusahaan akan terus
melaksanakan operasinya sepanjang proses penyelesaian proyek, perjanjian,
dan kegiatan yang sedang berlangsung. Perusahaan dianggap tidak akan
berhenti, ditutup, atau dilikuidasi dimasa yang akan datang. Perusahaan
dianggap akan hidup dan beroperasi untuk jangka waktu yang tidak terbatas.
Kemakmuran diartikan sebagai kesejahteraan, dan kesejahteraan
merupakan nilai sekarang dari perusahaan terhadap prospek masa depannya.
Nilai masa depan merupakan keberlanjutan usaha bagi suatu perusahaan.
Keberlanjutan usaha dapat dicapai, bila pengelolaan perusahaan dijalankan
dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin sehingga sumber daya yang
dimiliki dapat dimanfaatkan secara efektif. Keberlanjutan usaha sangat
penting bagi perusahaan dan bagi investor.
2
Salah satu dampak dari krisis moneter adalah ditutupnya sejumlah
perusahaan karena tidak mampu mempertahankan going concernnya
(kelangsungan usahanya). Ketidakmampuan atau kegagalan perusahaan-
perusahaan tersebut dapat disebabkan oleh dua hal, pertama yaitu kegagalan
ekonomi, dan yang kedua yaitu kegagalan keuangan. Kegagalan ekonomi
berkaitan dengan ketidakseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran.
Selain itu, kegagalan ekonomi juga bisa disebabkan oleh biaya modal
perusahaan yang lebih besar dari tingkat laba atas biaya historis investasi.
Perusahaan dikategorikan gagal keuangannya jika perusahaan tersebut
tidak mampu membayar kewajibannya pada waktu jatuh tempo meskipun total
aktiva melebihi total kewajibannya (Weston dan Brigham, 1993: 474). Jatuh
bangunnya perusahaan merupakan hal yang biasa. Kondisi yang membuat
para investor dan kreditor merasa khawatir jika perusahaan mengalami
kesulitan keuangan (financial distress) yang bisa mengarah kebangkrutan.
Tingkat kekhawatiran investor ini makin bertambah dengan munculnya
Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1 tahun 1998
yang mengatur kepailitan. Menurut Perpu No. 1, debitur yang terkena default
(gagal bayar) dapat dipetisikan bangkrut oleh dua kreditur saja.
Risiko kebangkrutan bagi perusahaan sebenarnya dapat dilihat dan
diukur melalui laporan keuangan, dengan cara melakukan analisis terhadap
laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan yang bersangkutan.
Analisis laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk
mengetahui posisi keuangan perusahaan serta hasil-hasil yang telah dicapai
sehubungan dengan pemilihan strategi perusahaan yang telah dilaksanakan.
3
Analisis rasio keuangan merupakan suatu alternatif untuk menguji
apakah informasi keuangan yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan
bermanfaat untuk melakukan klasifikasi atau prediksi terhadap harga saham
dipasar modal. Tingkat kesehatan perusahaan penting artinya bagi perusahaan
untuk meningkatkan efisiensi dalam menjalankan usahanya, sehingga
kemampuan untuk memperoleh keuntungan dapat ditingkatkan yang pada
akhirnya dapat menghindari adanya kemungkinan kebangkrutan (terlikuidasi)
pada perusahaan.
Penilaian kinerja perusahaan penting dilakukan baik oleh manajemen,
pemegang saham, pemerintah maupun oleh stakeholders yang lain. Dari
laporan keuangan perusahaan dapat diperoleh informasi tentang posisi
keuangan, kinerja perusahaan, aliran kas perusahaan, dan informasi lain yang
berkaitan dengan laporan keuangan. Oleh karena itu, analisis laporan
keuangan sangat dibutuhkan untuk memahami informasi laporan keuangan.
Analisis laporan keuangan tersebut meliputi perhitungan dan interpretasi rasio
keuangan.
Terjadinya likuidasi atau kebangkrutan pada sejumlah perusahaan
tentu saja akan menimbulkan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan
pemilik maupun karyawan yang harus kehilangan pekerjaannya. Hal ini
sebenarnya tidak akan menimbulkan masalah yang lebih besar kalau proses
kebangkrutan pada sebuah perusahaan dapat diprediksi lebih dini. Adanya
tindakan untuk memprediksi terjadinya kebangkrutan tersebut, tentu saja akan
dapat menghindari atau mengurangi risiko terjadinya kebangkrutan tersebut.
4
Secara empiris prediksi kebangkrutan atau likuidasi ini dapat
dibuktikan, sebagaimana yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan
menggunakan rasio-rasio keuangan. Analisis diskriminan dilakukan untuk
memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan dengan menganalisa laporan
keuangan suatu perusahaan dua sampai dengan lima tahun sebelum
perusahaan tersebut diprediksi bangkrut.
Sektor textile dan garment cukup menarik untuk dijadikan obyek
penelitian karena derasnya produk-produk textile buatan luar negeri yang
membanjiri pasaran di Indonesia, terutama produk textile buatan Cina.
Membanjirnya produk textile dari Cina membuat kalang kabut produsen dalam
negeri. Kekhawatiran ini beralasan karena harga produk mereka jauh di bawah
harga textile dalam negeri, dan dari segi kualitas tidak kalah bagusnya. Produk
lokal harus mempertahankan kualitasnya dengan menekan biaya serendah
mungkin agar mampu bersaing dengan produk buatan luar negeri, karena
produk luar negeri ditawarkan dengan harga yang relatif rendah. Perusahaan
harus mempunyai keunggulan kompetitif agar mampu bersaing dan tetap
survive.
Berbagai kondisi tersebut di atas akhirnya akan memperburuk kondisi
perusahaan textile dan garment yang tidak tertutup kemungkinan akan
mengalami kebangkrutan dalam usahanya, meskipun sebelumnya kita ketahui
sektor industri textile dan garment cukup memiliki pangsa pasar yang bagus di
dalam negeri.
5
Salah satu indikator yang dapat kita gunakan untuk melihat perusahaan
akan mampu bertahan hidup, tumbuh dan berkembang, atau bahkan bangkrut,
adalah dengan melihat pendapatan bersihnya.
Tabel 1.1: Pendapatan Bersih Perusahaan Textile dan Garment Go-Public di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004 (Dalam Jutaan Rupiah)
No Nama Perusahaan 2002 2003 2004
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Apac Citra Centertex Tbk
Argo Pantes Tbk
Daeyu Orchid Indonesia Tbk
Eratex Djaja Tbk
Ever Shine Textile Industry Tbk
GT Petrochem Industries Tbk
Indorama Synthetics Tbk
Karwell Indonesia Tbk
Panasia Filament Inti Tbk
Panasia Indosyntec Tbk
Pan Brother Tex Tbk
Ricky Putra Globalindo Tbk
Roda Vivatex Tbk
Sunson Textile Manufacture Tbk
Tifico Tbk
(104.714)
545.813
(1.050)
4.288
1.492
2.079.920
33.380
(2.056)
25.733
101.837
16.136
(4.781)
(9.116)
22.675
(47.399)
(110.755)
13.668
(1.036)
(47.055)
(29.684)
798.315
40.878
(24.135)
(42.486)
(29.276)
5.822
3.612
6.679
8.618
(72.654)
(91.944)
(233.324)
897
(25.194)
(14.799)
458.097
46.012
448
(59.391)
(16.566)
8.553
27.310
11.587
(48.554)
(157.811)
Sumber: Indonesian Capital Market Directory 2005
6
Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa sebagian besar perusahaan industri
textile dan garment mengalami kecenderungan penurunan pendapatan bersih
dan bahkan mengalami kerugian. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan
tidak dapat menghasilkan profit. Apabila keadaan ini terus-menerus terjadi
maka kelangsungan usaha akan terganggu, sebab dengan laba yang diperoleh
perusahaan bisa mengembalikan pinjaman, bisa membiayai operasi
perusahaan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi.
Keuntungan atau laba merupakan sarana yang penting untuk
mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, makin tinggi laba yang
diperoleh diharapkan perusahaan akan mampu bertahan hidup, tumbuh dan
berkembang serta tangguh menghadapi persaingan. Perusahaan dituntut untuk
seefisien mungkin dalam arti bahwa dalam pengorbanan tertentu yang
diberikan maka dicapai hasil yang sebesar mungkin, maksudnya pengorbanan
adalah modal usaha sedangkan hasilnya adalah laba usaha.
Turunnya penjualan berakibat pada turunnya laba, bila itu terjadi
dalam waktu berkepanjangan, akan berdampak pada keberlanjutan usaha
industri textile dan garment. Oleh karena itu, perlu kajian tentang analisis
kinerja keuangan dengan menggunakan metode Z-Score model Altman dan
Foster untuk mengukur tingkat kebangkrutan pada perusahaan textile dan
garment go-public di Bursa Efek Jakarta.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan dan
pertimbangan bagi manajemen perusahaan textile dan garment mengenai
kemungkinan terjadinya kebangkrutan agar dapat mengambil langkah
7
pengambilan keputusan guna melakukan persiapan dan perbaikan kinerja
melalui strategi yang cepat dan tepat demi peningkatan nilai perusahaan
dimasa depan. Penelitian ini juga dapat menjadi masukan bagi investor dalam
mengambil keputusan investasi. Para investor dapat berfikir dua kali untuk
masuk ke saham textile dan garment. Bila industri textile dan garment
mengalami kebangkrutan maka investor dapat segera menarik diri untuk tidak
melakukan investasi.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut maka penelitian ini
mengambil judul “ANALISIS TINGKAT KEBANGKRUTAN MODEL
ALTMAN DAN FOSTER PADA PERUSAHAAN TEXTILE DAN
GARMENT GO-PUBLIC DI BURSA EFEK JAKARTA”.
1.2 Rumusan Masalah
Mengadakan interpretasi atau analisa terhadap laporan finansiil suatu
perusahaan akan sangat bermanfaat bagi penganalisa untuk dapat mengetahui
keadaan dan perkembangan finansiil dari perusahaan yang bersangkutan,
sehingga dapat diketahui kinerja perusahaan tersebut.
Berdasarkan keadaan yang terdapat di perusahaan, maka timbul
permasalahan:
1. Dapatkah laporan keuangan sebelum terjadi kebangkrutan digunakan untuk
mengukur tingkat kebangkrutan dengan model Altman dan Foster pada
perusahaan Textile dan Garment Go-Public di Bursa Efek Jakarta?
8
2. Apakah terdapat perbedaan tingkat kebangkrutan antara Model Altman dan
Foster pada perusahaan Textile dan Garment Go-Public di Bursa Efek
Jakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disajikan
maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bahwa laporan keuangan sebelum terjadi kebangkrutan
dapat digunakan untuk mengukur tingkat kebangkrutan dengan Model
Altman dan Foster pada perusahaan Textile dan Garment Go-Public di
Bursa Efek Jakarta.
2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat kebangkrutan antara
Model Altman dan Foster pada perusahaan Textile dan Garment Go-Public
di Bursa Efek Jakarta.
1.4 Kegunaan Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan yaitu:
1. Kegunaan secara teoritik
a. Bagi pengembangan ilmu, penelitian ini merupakan media untuk
belajar memecahkan masalah secara ilmiah dan memberikan
sumbangan pemikiran berdasarkan disiplin ilmu yang diperoleh
dibangku kuliah.
b. Bagi civitas akademika, penelitian ini dapat menambah informasi
sumbangan pemikiran dan bahan kajian bagi penelitian lebih lanjut.
9
2. Kegunaan secara praktis
Bagi perusahaan textile dan garment go-public di Bursa Efek
Jakarta, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi
perusahaan agar dapat mengambil langkah dan keputusan guna melakukan
persiapan dan perbaikan demi kemajuan perusahaan tersebut serta
memberikan gambaran dan harapan yang mantap terhadap nilai masa
depan perusahaan tersebut. Bagi investor penelitian ini dapat digunakan
dalam mengambil keputusan investasi. Bila industri textile dan garment
mengalami kebangkrutan maka investor dapat segera menarik diri untuk
tidak melakukan investasi.
10
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kebangkrutan
Kebangkrutan adalah suatu kondisi disaat perusahaan mengalami
ketidakcukupan dana untuk menjalankan usahanya. Menurut Undang-Undang
Kepailitan No. 4 Tahun 1998, debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur
dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan yang berwenang, baik
atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih
krediturnya (Yani dan Widjaja, 2004: 153).
Emiten atau perusahaan publik yang gagal atau tidak mampu
menghindari kegagalan untuk membayar kewajibannya terhadap pemberi
pinjaman yang tidak terafiliasi, maka emiten atau perusahaan publik wajib
menyampaikan laporan mengenai pinjaman termasuk jumlah pokok dan
bunga, jangka waktu pinjaman, nama pemberi pinjaman, penggunaan
pinjaman dan alasan kegagalan atau ketidakmampuan menghindari kegagalan
kepada Bapepam dan Bursa Efek di mana efek emiten atau perusahaan publik
tercatat secepat mungkin, paling lambat akhir hari kedua sejak emiten atau
perusahaan publik mengalami kegagalan atau mengetahui ketidakmampuan
untuk menghindari kegagalan dimaksud (Yani dan Widjaja, 2004: 14).
Kesulitan keuangan jangka pendek bisa berkembang menjadi kesulitan
tidak solvabel, dan perusahaan bisa dilikuidasi atau direorganisasi. Likuidasi
dipilih apabila nilai likuidasi lebih besar dibandingkan dengan nilai
perusahaan kalau diteruskan. Reorganisasi dipilih apabila nilai perusahaan
kalau diteruskan lebih besar dibandingkan nilai likuidasi.
11
Analisis kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh tanda-tanda awal
kebangkrutan. Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan semakin baik bagi
manajemen karena manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan. Kreditur
dan pemegang saham bisa melakukan persiapan untuk mengatasi berbagai
kemungkinan yang buruk. Tanda-tanda kebangkrutan dalam hal ini dilihat
dengan menggunakan data-data akuntansi.
Kesulitan keuangan bisa berarti mulai dari kesulitan likuidasi yang
merupakan kesulitan keuangan paling ringan, sampai ke pernyataan
kebangkrutan, yang merupakan kesulitan keuangan yang paling berat.
Kesulitan keuangan bisa dilihat sebagai kontinum yang panjang, mulai dari
yang ringan sampai yang paling berat.
Ada beberapa indikator yang bisa menjadi prediksi kebangkrutan
perusahaan. Salah satu sumbernya adalah analisis aliran kas untuk saat ini atau
untuk masa mendatang dan analisis strategi perusahaan. Sumber lain adalah
laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan bisa dipakai untuk
memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan rasio keuangan.
Pendekatan univariate bisa dipakai untuk memprediksi kebangkrutan
dengan asumsi bahwa distribusi variabel keuangan untuk perusahaan yang
mengalami kesulitan keuangan berbeda dengan distribusi variabel keuangan
untuk perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan. Jika beberapa
variabel dipakai untuk memprediksi, ada kemungkinan hasil yang saling
bertentangan akan diperoleh. Untuk mengatasi kelemahan semacam itu
metode prediksi multivariate bisa digunakan.
12
Kegagalan (Failure) dapat didefinisikan dalam beberapa cara, dan
kegagalan tidak harus menyebabkan keruntuhan atau pembubaran perusahaan.
Kegagalan ekonomis berarti bahwa pendapatan perusahaan tidak mampu
menutup biayanya sendiri. Sedangkan kegagalan keuangan berarti jika
perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada waktunya harus dipenuhi,
walaupun harta totalnya melebihi kewajiban totalnya (Weston dan Brigham,
1993: 474).
2.1.1 Penyebab Kegagalan Perusahaan
Menurut R. Agus Sartono (1994), ada tiga jenis kegagalan
perusahaan yaitu:
1. Perusahaan yang menghadapi technically insolvent, jika perusahaan
tidak dapat memenuhi kewajibannya yang segera jatuh tempo tetapi aset
perusahaan nilainya lebih tinggi daripada hutangnya.
2. Perusahaan yang menghadapi legally insolvent, jika nilai aset
perusahaan lebih rendah daripada nilai hutang perusahaan.
3. Perusahaan yang menghadapi kebangkrutan yaitu jika tidak dapat
membayar hutangnya dan oleh pengadilan dinyatakan pailit.
Sebab utama kegagalan sebuah perusahaan adalah manajemen
perusahaan yang kurang kompeten (Weston dan Brigham, 1993: 474).
Sementara menurut Bambang Riyanto (2001: 315) faktor-faktor yang
merupakan penyebab kegagalan suatu perusahaan pada prinsipnya dapat
digolongkan menjadi dua yaitu:
13
1. Sebab intern adalah sebab-sebab yang timbul dari dalam perusahaan itu
sendiri, yang meliputi sebab finansiil maupun non finansiil.
a. Sebab-sebab yang menyangkut bidang finansiil meliputi:
1) Adanya utang yang terlalu besar sehingga memberikan beban
tetap yang berat bagi perusahaan.
2) Adanya “current liabilities” yang terlalu besar diatas “current
assets”.
3) Lambatnya pengumpulan piutang atau banyaknya “Bad-Debts”
(piutang tak tertagih).
4) Kesalahan dalam “dividend-policy”.
5) Tidak cukupnya dana-dana penyusutan.
b. Sebab-sebab yang menyangkut bidang non finansiil meliputi:
1) Adanya kesalahan pada para pendiri perusahaan, yaitu antara
lain:
a) Kesalahan dalam pemilihan tempat kedudukan perusahaan.
b) Kesalahan dalam penentuan produk yang dihasilkan.
c) Kesalahan dalam penentuan besarnya perusahaan.
2) Kurang baiknya struktur organisasi perusahaan.
3) Kesalahan dalam pemilihan pimpinan perusahaan.
4) Adanya “managerial incompetence”.
a) Kesalahan dalam policy pembelian.
b) Kesalahan dalam policy produksi.
c) Kesalahan dalam policy marketing.
d) Adanya ekspansi yang berlebih-lebihan.
14
2. Sebab ekstern adalah sebab-sebab yang timbul atau berasal dari luar
perusahaan dan yang berada diluar kekuasaan atau kontrol dari pimpinan
perusahaan atau badan usaha, yaitu antara lain:
a. Adanya persaingan yang hebat.
b. Berkurangnya permintaan terhadap produk yang dihasilkannya.
c. Turunnya harga-harga, dan lain sebagainya.
2.1.2 Manfaat Informasi Kebangkrutan
Informasi kebangkrutan sangat bermanfaat bagi beberapa pihak
seperti berikut ini:
1. Pemberi Pinjaman
Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk mengambil
keputusan siapa yang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat
untuk kebijakan memonitor pinjaman yang ada.
2. Investor
Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu
perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya
kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat
berharga tersebut. Investor yang menganut strategi aktif akan
mengembangkan model prediksi kebangkrutan untuk melihat tanda-
tanda kebangkrutan seawal mungkin dan kemudian mengantisipasi
kemungkinan tersebut.
15
3. Pemerintah
Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai
tanggung jawab untuk mengawasi jalannya usaha tersebut. Pemerintah
juga mempunyai badan-badan usaha yang harus selalu diawasi.
Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan untuk melihat tanda-tanda
kebangkrutan lebih awal supaya tindakan-tindakan yang perlu bisa
dilakukan lebih awal.
4. Akuntan
Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi
kelangsungan suatu usaha karena akuntan akan menilai kemampuan
going concern suatu perusahaan.
5. Manajemen
Apabila manajemen bisa mendeteksi kebangkrutan lebih awal,
maka tindakan-tindakan penghematan bisa dilakukan yang berkaitan
dengan munculnya biaya kebangkrutan. Misalnya dengan merger atau
restrukturisasi keuangan sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari.
(Hanafi dan Halim, 2000: 261).
2.2 Analisis Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah ringkasan dari suatu proses pencatatan,
merupakan ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama
tahun buku yang bersangkutan, yang dibuat oleh manajemen dengan tujuan
untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya
16
oleh para pemilik perusahaan dan juga digunakan untuk memenuhi tujuan-
tujuan lainnya yaitu sebagai laporan kepada pihak-pihak diluar perusahaan
(Baridwan, 1992:17).
Laporan keuangan merupakan produk dari akuntansi, begitu juga
interpretasi laporan keuangan juga merupakan salah satu fungsi pokok dari
akuntansi. Perusahaan menyediakan informasi akuntansi karena memiliki
stakeholders yang bervariasi seperti pemegang saham, pemegang obligasi,
bankir, kreditur, suplier, karyawan, dan manajemen. Para stakeholders perlu
mengetahui bagaimana kinerja keuangan perusahaan.
Mengingat banyak pihak yang berkepentingan terhadap laporan
keuangan tersebut maka laporan keuangan yang disajikan harus dapat
dipertanggungjawabkan kebenaran dan kelayakannya. Oleh karena itu, dalam
melaksanakan proses akuntansi tersebut, perlu mendasarkan diri dengan
adanya suatu konsep dasar (basic assumption) dan prinsip-prinsip yang
diterima umum. Untuk itu mereka bergantung pada laporan keuangan
perusahaan yang diumumkan secara periodik untuk menyediakan informasi
mendasar tentang kinerja keuangan perusahaan.
Laporan keuangan berisi informasi tentang prestasi perusahaan dimasa
lampau dan dapat memberikan petunjuk untuk penetapan kebijakan dimasa
yang akan datang. Sedangkan pengertian laporan keuangan menurut
Keputusan Menteri Keuangan RI No 740/ KMK.00/ 1989 adalah laporan
Direksi yang mencakup kebijaksanaan keuangan perusahaan, neraca,
perhitungan laba rugi, sumber dan penggunaan dana, penerimaan dan
pengeluaran kas (arus kas) dan perubahan modal.
17
Analisis kinerja keuangan merupakan suatu interpretasi atau analisis
terhadap prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang
mencerminkan tingkat kesehatan keuangan perusahaan. Hal ini karena
menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No 740/ KMK.00/ 1989, pengertian
kinerja itu sendiri adalah prestasi yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu
periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan keuangan perusahaan.
2.2.1 Jenis Laporan Keuangan
Analisis kinerja keuangan sangat bergantung pada informasi yang
diberikan oleh laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan perusahaan
merupakan salah satu sumber informasi yang penting di samping informasi
lain. Ada tiga macam laporan keuangan pokok yang dihasilkan oleh suatu
perusahaan yaitu:
1. Neraca
Neraca adalah laporan keuangan yang disusun secara sistematis
untuk menyajikan posisi keuangan perusahaan pada suatu saat atau
tanggal tertentu. Neraca disebut juga laporan posisi keuangan. Ada tiga
elemen pokok dalam neraca yaitu aktiva yang menggambarkan
keputusan penggunaan dana atau keputusan investasi dimasa lalu,
sedang hutang dan modal (pasiva) menunjukkan asal sumber dana untuk
kepentingan pendanaan dimasa lalu tersebut. Pos-pos pada neraca
disusun mulai dari yang paling likuid, mudah dicairkan menjadi uang
tunai sampai yang paling tidak likuid.
18
2. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi merupakan ikhtisar yang disusun secara
sistematis tentang penghasilan, biaya rugi laba yang diperoleh oleh suatu
perusahaan selama periode tertentu. Prinsip-prinsip yang umum
diterapkan dalam laporan laba rugi adalah:
a. Bagian pertama menunjukkan penghasilan yang diperoleh dari usaha
pokok perusahaan (penjualan barang dagangan atau memberikan
service) diikuti dengan harga pokok dari barang atau service yang
dijual sehingga diperoleh laba kotor.
b. Bagian kedua menunjukkan biaya-biaya operasional yang terdiri dari
biaya penjualan dan biaya umum atau administrasi (operating
expenses).
c. Bagian ketiga menunjukkan hasil-hasil yang diperoleh dari luar
organisasi pokok perusahaan yang diikuti dengan biaya-biaya yang
terjadi diluar usaha pokok perusahaan (non operating atau financial
income dan expenses).
d. Bagian keempat menunjukkan laba atau rugi yang insidentil (extra
ordinary) diperoleh laba bersih sebelum pajak pendapatan.
(Munawir, 2000: 26).
Laporan keuangan ini memperlihatkan laporan hasil kegiatan
atau operasional perusahaan selama suatu periode tertentu. Ikhtisar
perubahan posisi keuangan memperlihatkan keefektifan manajemen
dalam menyerap dana dan menyalurkannya. Jenis dana yang diserap dan
jenis penyaluran dana juga mencerminkan profesionalisme dari
manajemen yang ada.
19
3. Laporan Aliran Kas
Laporan aliran kas berguna untuk meringkas kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan, termasuk jumlah dana yang dihasilkan dari
kegiatan usaha perusahaan dalam tahun buku yang bersangkutan, dan
melengkapi penjelasan tentang perubahan-perubahan dalam posisi
keuangan selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan aliran kas
menggambarkan aliran kas yang masuk dan yang keluar pada suatu
periode tertentu yang merupakan hasil atau efek dari kegiatan
perusahaan yaitu operasi, investasi dan pendanaan.
Laporan aliran kas mempunyai peran penting dalam memberikan
informasi mengenai berapa besar dan kemana saja dana digunakan serta
dari mana sumber dana itu diambil. Informasi yang diperoleh dari
laporan ini dapat menunjukkan apakah perusahaan sedang maju atau
akan mengalami kesulitan keuangan.
Laporan keuangan menjadi sangat penting karena memberikan input
yang bisa dipakai untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan akan
memberikan informasi mengenai profitabilitas, risiko, timing aliran kas,
yang kesemuanya akan memberikan pengaruh harapan pihak-pihak yang
berkepentingan. Harapan tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi nilai
perusahaan.
2.2.2 Jenis Analisa Laporan Keuangan
Dalam melakukan analisa terhadap sebuah laporan keuangan, pada
dasarnya ada beberapa jenis analisa yang dapat dilakukan yaitu:
20
1. Analisa Internal
Analisa internal merupakan analisa yang dilakukan oleh pihak
manajemen dalam rangka mengukur efisiensi usaha dan menjelaskan
perubahan yang terjadi dalam kondisi keuangan perusahaan. Selain
menghasilkan laporan yang biasa diumumkan pada pihak di luar
perusahaan, analisa ini juga menghasilkan laporan yang tidak untuk
diumumkan atau dipublikasikan tetapi hanya dipakai untuk maksud-
maksud internal saja.
2. Analisa Eksternal
Analisa eksternal merupakan analisa yang dilakukan oleh pihak-
pihak di luar manajemen perusahaan misalnya bank, calon pemegang
saham, dan calon kreditur lain yang mana dalam melakukan analisa
mereka tidak bisa memperoleh data secara terperinci, hanya informasi
yang sifatnya diterbitkan untuk umum. Analisa ini juga ditujukan guna
menilai kinerja perusahaan yang bersangkutan, sebelum pihak eksternal
melakukan kerjasama finansial dengan perusahaan tersebut.
3. Analisa Horizontal (Analisa Dinamis)
Analisa horizontal merupakan analisa perkembangan data
keuangan dan data operasi perusahaan dari tahun ke tahun atau dengan
kata lain mengadakan pembandingan laporan keuangan untuk beberapa
periode waktu tertentu dengan menetapkan salah satu periode sebagai
periode dasar pembanding. Dari analisa ini akan dapat terlihat
perkembangan maupun penurunan operasional perusahaan.
21
4. Analisa Vertikal (Analisa Statis)
Analisa vertikal merupakan analisa laporan keuangan yang
terbatas pada satu periode akuntansi saja, sehingga hanya
membandingkan antara pos yang satu dengan pos yang lainnya dalam
laporan keuangan tersebut untuk mengetahui keadaan keuangan atau
hasil usaha pada periode itu saja.
(Supardi dan Mastuti, 2003: 78).
2.3 Analisis Rasio Keuangan
Dalam mengadakan interpretasi dan analisa laporan keuangan suatu
perusahaan, seorang penganalisa memerlukan adanya ukuran atau “yard-stick”
tertentu. Ukuran yang sering digunakan dalam analisis keuangan adalah
“rasio”. Pengertian rasio itu sebenarnya hanyalah alat yang dinyatakan dalam
“arithmatical terms” yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan
antara dua macam data keuangan.
Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu
jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat
analisa berupa rasio akan dapat memberikan gambaran kepada penganalisa
tentang baik atau buruknya keadaan tentang posisi keuangan suatu perusahaan
terutama apabila dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang
digunakan sebagai standar (Munawir, 2000:64).
Penganalisa keuangan dalam mengadakan analisa rasio keuangan pada
dasarnya dapat melakukan dengan dua macam cara pembandingan yaitu:
22
1. Membandingkan rasio sekarang (present ratio) dengan rasio-rasio dari
waktu-waktu yang lalu (ratio historis) atau dengan rasio-rasio yang
diperkirakan untuk waktu-waktu yang akan datang dari perusahaan yang
sama.
2. Membandingkan rasio-rasio dari suatu perusahaan (ratio perusahaan/
company ratio) dengan rasio-rasio semacam dari perusahaan lain yang
sejenis atau industri (rasio industri/ rasio rata-rata/ rasio standard) untuk
waktu yang sama (Riyanto, 2001:329).
2.3.1 Penggolongan Angka Rasio
Pada dasarnya jumlah angka rasio banyak sekali karena rasio dapat
dibuat menurut kebutuhan penganalisa. Berdasarkan sumber datanya angka
rasio digolongkan sebagai berikut:
1. Rasio neraca (balance sheet ratios) yaitu semua rasio yang datanya
diambil atau bersumber pada neraca, misalnya current ratio, acid test
ratio, cash ratio, dan sebagainya.
2. Rasio laporan laba rugi (income statement ratios) yaitu semua rasio yang
datanya diambil atau bersumber dari laporan laba rugi misalnya groos
profit margin, net operating margin, operating ratio dan sebagainya.
3. Rasio antar laporan (interestatement ratios) yaitu semua rasio yang
datanya diambil atau bersumber dari neraca dan data lainnya dari
laporan laba rugi, misalnya tingkat perputaran persediaan (inventory
turnover), tingkat perputaran piutang (accounting receivable turnover),
assets turnover dan sebagainya.
(Riyanto, 2001: 330).
23
Menurut Bambang Riyanto (2001: 331) penggolongan rasio
keuangan adalah sebagai berikut:
1. Rasio likuiditas adalah rasio yang dimaksudkan untuk mengukur
likuiditas perusahaan misalnya current ratio, acid test ratio, cash ratio,
working capital to total asset ratio.
2. Rasio laverage adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur
sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan utang, misalnya
total debt to total asset ratio, total debt to total capital asset, long debt
to equity ratio, tangible asset debt coverage, time interest earned ratio.
3. Rasio aktivitas adalah rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur
sampai seberapa besar efektivitas perusahaan dalam mengerjakan
sumber-sumber dayanya, misalnya total asset turnover, receivable
turnover, average collection period, inventory turnover, average days
inventory, working capital turnover.
Dalam menganalisa dan menilai posisi keuangan dan potensi atau
kemajuan-kemajuan perusahaan, faktor-faktor yang perlu mendapat
perhatian adalah:
2.3.2 Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek yang harus segera
dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
keuangan pada saat ditagih. Yang termasuk dalam rasio likuiditas yaitu:
24
1. Rasio lancar (current ratio) digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi hutang jangka pendeknya dengan
menggunakan aktiva lancar.
Rasio Lancar = LancargHu
LancarAktivatan
2. Rasio cepat (qiuck ratio) digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi hutang jangka pendeknya dengan
menggunakan aktiva lancarnya yang likuid, yaitu aktiva lancar diluar
persediaan.
Rasio Cepat = LancargHu
PersediaanLancarAktivatan
−
3. Rasio kas (cash ratio) digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi hutang jangka pendeknya dengan
menggunakan aktiva lancarnya yang paling likud.
Rasio Kas = LancargHuEffekKas
tan+
4. Rasio modal kerja terhadap total aktiva (working capital to total assets
ratio) menunjukkan potensi cadangan kas yang ada akibat selisih yang
terjadi antara aktiva lancar dengan hutang lancar.
Rasio Modal Kerja Terhadap Total Aktiva =
AktivaTotalLancargHuLancarAktiva tan−
25
2.3.3 Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas digunakan untuk mengukur seberapa efektif
perusahaan menggunakan sumber daya yang dimiliki, atau dengan kata lain
sejauhmana efektifitas penggunaan asset dengan melihat tingkat aktivitas
asset. Yang termasuk dalam rasio aktivitas diantaranya:
1. Rasio periode pengumpulan piutang digunakan untuk mengetahui berapa
lama waktu yang diperlukan untuk mengubah piutang menjadi uang
tunai.
Rasio Periode Pengumpulan Piutang = KreditPenjualan
hariXgPiu 360tan
2. Rasio tingkat perputaran piutang digunakan untuk mengukur berapa kali
tingkat perputaran piutang dalam satu tahunnya.
Rasio Tingkat Perputaran Piutang = gPiu
KreditPenjualantan
3. Rasio tingkat perputaran persediaan menunjukkan tingkat efektifitas
manajemen persediaan, yaitu menunjukkan lamanya dana tertanam
dalam persediaan.
Rasio Tingkat Perputaran Persediaan = PersediaanRataRata
PenjualanPokokaH−
arg
4. Rasio tingkat perputaran aktiva tetap menunjukkan sejauhmana
efektifitas perusahaan menggunakan aktiva tetapnya. Semakin tinggi
rasio berarti semakin efektif penggunaan aktiva tetapnya.
Rasio Tingkat Perputaran Aktiva Tetap = TetapAktiva
Penjualan
26
5. Rasio tingkat perputaran total aktiva manunjukkan efektifitas
penggunaan total aktiva.
Rasio Tingkat Perputaran Total Aktiva = TetapAktiva
Penjualan
2.3.4 Rasio Laverage atau Solvabilitas
Rasio laverage atau solvabilitas digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kawajiban-kewajiban jangka
panjangnya. Yang termasuk dalam rasio laverage atau solvabilitas
diantaranya:
1. Rasio Hutang (debt ratio) mengukur sejauhmana kemampuan
perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya.
Rasio Hutang = AktivaTotal
gHuTotal tan
2. Rasio kewajiban terhadap modal (debt to equity ratio) menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua total kewajibannya
dengan menggunakan modal sendiri.
Rasio Kewajiban Terhadap Modal = SendiriModalTotal
gHuTotal tan
3. Time interest earned ratio mengukur kemampuan perusahaan membayar
bunga hutang dengan laba sebelum bunga dan pajak atau dengan kata
lain seberapa besar laba sebelum bunga dan pajak yang tersedia untuk
menutup beban bunga.
Time Interest Earned Ratio = PerTahunBungaBeban
OperasiLaba
27
4. Rasio kewajiban lancar terhadap total aktiva mengukur berapa besar
total aktiva perusahaan yang dibiayai dengan kewajiban lancar.
Rasio Kewajiban Lancar Terhadap Total Aktiva = AktivaTotalLancargHu tan
5. Rasio kewajiban tidak lancar terhadap total aktiva mengukur berapa
besar total aktiva perusahaan yang dibiayai dengan kewajiban bukan
lancar.
Rasio Kewajiban Tidak Lancar Terhadap Total Aktiva =
AktivaTotalLancarTidakgHu tan
2.3.5 Rasio Rentabilitas atau Profitabilitas
Rasio rentabilitas atau profitabilitas menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Yang
termasuk dalam rasio rentabilitas atau profitabilitas diantaranya:
1. Marjin laba kotor mencerminkan mark-up terhadap harga pokok
penjualan selain mencerminkan kemampuan manajemen untuk
meminimalisasi harga pokok penjualan dalam hubungannya dengan
penjualan yang dilakukan perusahaan.
Marjin Laba Kotor = BersihPenjualan
KotorLaba
2. Marjin laba usaha mencerminkan kemampuan manajemen untuk
menghasilkan laba setelah beban operasi atau usaha dan harga pokok
penjualan dalam hubungannya dengan penjualan yang dilakukan.
Marjin Laba Usaha = BersihPenjualan
UsahaLaba
28
3. Marjin laba bersih mencerminkan kemampuan manajemen untuk
menghasilkan laba setelah harga pokok penjualan, beban operasi atau
usaha, beban lain-lainnya dan pajak dalam hubungannya dengan
penjualan.
Marjin Laba Bersih = BersihPenjualan
BersihLaba
4. Return On Investment (ROI) mencerminkan kemampuan manajemen
dalam mengatur aktiva-aktivanya seoptimal mungkin sehingga dicapai
laba bersih yang diinginkan.
ROI = AktivaTotal
UsahaLabaEBIT )(
(Riyanto, 2001: 332).
Analisis perusahaan dengan mempergunakan rasio keuangan
memungkinkan manajer keuangan untuk mengevaluasi dengan cepat.
Dengan rasio keuangan juga memungkinkan perbandingan jalannya
perusahaan dari waktu ke waktu serta mengidentifikasi perkembangannya
(Muslich, 2000: 61).
Walaupun rasio-rasio keuangan merupakan alat yang sangat berguna
dalam proses analisis kinerja keuangan perusahaan, analisis rasio
mempunyai keterbatasan yang berasal dari kenyataan bahwa pada dasarnya
metodologinya adalah univariate, dimana setiap rasio dianalisis secara
terpisah. Pengaruh gabungan beberapa rasio hanyalah berdasarkan
pertimbangan para analisis keuangan. Jadi untuk mengurangi kelemahan
29
analisis rasio ini, adalah penting menggabungkan beberapa rasio menjadi
suatu model peramalan yang berarti. Ada dua tekhnik statistik, yaitu analisis
regresi dan analisis diskriminan yang telah sering digunakan untuk tujuan
ini.
2.4 Multiple Discriminant Analysis
Analisis diskriminan adalah suatu analisis yang menghasilkan suatu
indeks yang memungkinkan penggolongan suatu observasi ke dalam salah satu
kelompok yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Misalnya seorang analisis
keuangan memiliki beberapa rasio keuangan dari sebuah perusahaan dan ingin
menggunakan rasio tersebut untuk menggolongkan perusahaan itu masuk
kategori bangkrut atau tidak.
Multiple Discriminant Analysis atau analisis pembeda ganda
merupakan suatu metodologi formal yang digunakan untuk memperkecil rasio
dan untuk mempertinggi kerepresentatifan rasio keuangan yang dipilih sebagai
variabel. Model analisis semacam ini dapat digunakan untuk:
1. Memprediksi kebangkrutan perusahaan.
2. Mengevaluasi atas prospek perusahaan secara individual.
3. Menilai kelayakan dan kewajaran suatu rencana organisasi dalam
memutuskan alternatif-alternatifnya.
30
2.5 Analisis Z-Score Model Altman
Sejumlah studi telah dilakukan untuk mengetahui kegunaan analisis
rasio keuangan dalam memprediksi kegagalan atau kebangkrutan usaha. Salah
satu studi tentang prediksi ini adalah Multiple Discriminant Analysis yang
dilakukan oleh Altman yaitu analisis Z-Score. Z-Score adalah skor yang
ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang akan
menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Formula Z-
Score untuk memprediksi kebangkrutan dari Altman merupakan sebuah
multivariate formula yang digunakan untuk mengukur kesehatan finansial dari
sebuah perusahaan.
Altman menemukan lima jenis rasio keuangan yang dapat
dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut
dan yang tidak bangkrut. Z-Score Altman ditentukan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
Z-Score = 0,012X1 + 0,014X2 + 0,033X3 + 0,006X4 + 0,999X5
Keterangan:
X1 = Modal kerja terhadap total harta (working capital to total assets)
X2 = Laba yang ditahan terhadap total harta (retained earnings to total assets)
X3 = Pendapatan sebelum pajak dan bunga terhadap total harta (earnings
before interest and taxes to total assets)
X4 = Nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku dari hutang (market value equity
to book value of total debt)
X5 = Penjualan terhadap total harta (sales to total assets)
31
Persentase rasio ke 1 sampai dengan ke 4 dihitung dengan persentase
penuh, sedang untuk rasio ke 5 dihitung dengan persentase normal. Kriteria
yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan model
ini adalah:
Dalam model tersebut perusahaan yang mempunyai skor Z > 2,99
diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat, sedangkan perusahaan yang
mempunyai skor Z < 1,81 diklasifikasikan sebagai perusahaan potensial
bangkrut. Selanjutnya skor antara 1,81 sampai 2,99 diklasifikasikan sebagai
perusahaan pada grey area atau daerah kelabu, dengan nilai “cut-off” untuk
indeks ini adalah 2,675 (Muslich, 2000: 60).
Karena banyak perusahaan yang tidak go-public sehingga tidak
mempunyai nilai pasar, maka Altman mengembangkan model alternatif
dengan menggantikan variabel X4 yang semula merupakan perbandingan nilai
pasar modal sendiri dengan nilai buku total hutang, menjadi perbandingan
nilai saham biasa dan preferen dengan nilai buku total hutang. Model Altman
hasil revisi tahun 1983 inilah yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Persamaan hasil revisi tersebut adalah:
Z-Score = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5
Keterangan:
X1 = Modal kerja terhadap total harta (working capital to total assets)
X2 = Laba yang ditahan terhadap total harta (retained earnings to total assets)
X3 = Pendapatan sebelum pajak dan bunga terhadap total harta (earnings
before interest and taxes to total assets)
32
X4 = Nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku dari hutang (market value equity
to book value of total debt)
X5 = Penjualan terhadap total harta (sales to total assets)
(Supardi dan Mastuti, 2003: 80).
Dalam model tersebut perusahaan yang mempunyai skor Z > 2,90
diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat, sedangkan perusahaan yang
mempunyai skor Z < 1,20 diklasifikasikan sebagai perusahaan potensial
bangkrut. Selanjutnya skor antara 1,20 sampai 2,90 diklasifikasikan sebagai
perusahaan pada grey area atau daerah kelabu.
Rasio keuangan yang dianalisis adalah rasio-rasio keuangan yang
terdapat pada model Altman yaitu:
1. Working capital to total assets = AssetsTotal
sLiabilitieCurrentAssetsCurrent −
2. Retained earnings to total assets = AssetsTotalEarningstainedRe
3. EBIT to total assets = AssetsTotal
EBIT
4. MVE to BVTD = DebtTotalofValueBook
EquityValueMarket
5. Total assets turnover = AssetsTotal
Sales
Kelima rasio inilah yang akan digunakan dalam menganalisa laporan
keuangan sebuah perusahaan untuk kemudian mendeteksi kemungkinan
terjadinya kebangkrutan pada perusahaan tersebut. Dalam manajemen
33
keuangan, rasio-rasio yang digunakan dalam metode Altman ini dapat
dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu:
1. Rasio Likuiditas yang terdiri dari X1
2. Rasio Profitabilitas yang terdiri dari X2 dan X3
3. Rasio Aktivitas yang terdiri dari X4 dan X5
(Riyanto, 2001: 330).
Uraian masing-masing variabel tersebut adalah sebagai berikut:
1. Modal kerja terhadap total harta (working capital to total assets) digunakan
untuk mengukur likuiditas aktiva perusahaan relatif terhadap total
kapitalisasinya atau untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendek. Indikator yang dapat digunakan
untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas perusahaan
adalah indikator-indikator internal seperti ketidakcukupan kas, utang
dagang membengkak, utilisasi modal menurun, penambahan utang yang
tak terkendali dan beberapa indikator lainnya.
2. Laba ditahan terhadap total harta (retained earnings to total assets)
digunakan untuk mengukur profitabilitas kumulatif. Rasio ini mengukur
akumulasi laba selama perusahaan beroperasi. Umur perusahaan
berpengaruh terhadap rasio tersebut karena semakin lama perusahaan
beroperasi memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba ditahan.
Hal tersebut menyebabkan perusahaan yang masih relatif muda pada
umumnya akan menunjukkan hasil rasio yang rendah, kecuali yang
labanya sangat besar pada masa awal berdirinya.
34
3. Pendapatan sebelum pajak dan bunga terhadap total harta (earnings before
interest and taxes to total assets) digunakan untuk mengukur produktivitas
yang sebenarnya dari aktiva perusahaan. Rasio tersebut mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang
digunakan. Rasio ini merupakan kontributor terbesar dari model tersebut.
Beberapa indikator yang dapat kita gunakan dalam mendeteksi adanya
masalah pada kemampuan profitabilitas perusahaan di antaranya adalah
piutang dagang meningkat, rugi terus-menerus dalam beberapa kwartal,
persediaan meningkat, penjualan menurun, terlambatnya hasil penagihan
piutang, kredibilitas perusahaan berkurang serta kesediaan memberi kredit
pada konsumen yang tak dapat membayar pada waktu yang ditetapkan.
4. Nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku dari hutang (market value equity to
book value of total debt) digunakan untuk mengukur seberapa banyak
aktiva perusahaan dapat turun nilainya sebelum jumlah hutang lebih besar
daripada aktivanya dan perusahaan menjadi pailit. Modal yang dimaksud
adalah gabungan nilai pasar dari modal biasa dan saham preferen,
sedangkan hutang mencakup hutang lancar dan hutang jangka panjang.
5. Penjualan terhadap total harta (sales to total assets) digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan.
Rasio tersebut mengukur kemampuan manajemen dalam menggunakan
aktiva untuk menghasilkan penjualan.
35
Analisis diskriminan dilakukan untuk memprediksi kebangkrutan suatu
perusahaan dengan menganalisa laporan keuangan suatu perusahaan dua
sampai dengan lima tahun sebelum perusahaan tersebut diprediksi bangkrut.
Kebangkrutan adalah suatu kondisi disaat perusahaan mengalami
ketidakcukupan dana untuk menjalankan usahanya. Kebangkrutan biasanya
dihubungkan dengan kesulitan keuangan. Analisis diskriminan bermanfaat
bagi perusahaan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan dan
keberlanjutan usahanya. Semakin awal suatu perusahaan memperoleh
peringatan kebangkrutan, semakin baik bagi pihak manajemen karena pihak
manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan dan dapat memberikan
gambaran dan harapan yang mantap terhadap nilai masa depan perusahaan
tersebut.
2.6 Analisis Z-Score Model Foster
Goerge Foster dalam bukunya yang berjudul “Financial Statement
Analysis” melakukan penelitian untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan-
perusahaan kereta api di Amerika Serikat periode 1970-1971. Semula ia
menggunakan Univariate Models dengan menggunakan dua variabel rasio
secara terpisah, yaitu Transportation Expense to Operating Revenue Ratio
(TE/OR Ratio) dan Time Interest Earned Ratio (TIE Ratio).
Studi itu dilakukan terhadap 10 perusahaan kereta api dengan hasil 8
tidak bangkrut dan 2 bangkrut. Hasil perhitungan rasio tersebut adalah sebagai
berikut:
36
Tabel 2.1: Hasil Perhitungan Rasio TE/OR dan TIE
Keterangan TE/OR TIE
Perusahaan tidak bangkrut (TB) 0,356 2,49
Perusahaan yang bangkrut (B) 0,473 -0,26
Ternyata terdapat perbedaan rata-rata dari dua kelompok tersebut
untuk rasio-rasio yang dipilih. Untuk mengukur kemampuan meramalkan dari
rasio-rasio tersebut dibuatlah “Cut-off Point”, dimana untuk TE/OR Ratio
adalah 0,403 sedangkan untuk TIE Ratio adalah 1,16. Sehingga dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. TE/OR > 0,403 berarti perusahaan cenderung bangkrut (B).
2. TE/OR < 0,403 berarti perusahaan cenderung tidak bangkrut (TB).
3. TIE > 1,16 berarti perusahaan cenderung tidak bangkrut (TB).
4. TIE < 1,16 berarti perusahaan cenderung bangkrut (B).
Kemudian Foster mengamati kemungkinan terjadinya kesalahan tipe I
maupun tipe II, dimana kesalahan tipe I terjadi apabila perusahaan yang
bangkrut (B) diramalkan tidak bangkrut (TB). Sebaliknya kesalahan tipe II
terjadi apabila perusahaan yang tidak bangkrut (TB) diramalkan bangkrut (B).
Untuk mengatasi hal tersebut maka Foster kemudian mencoba
menerapkan sampel perusahaan yang sama untuk dianalisis dengan
Multivariate Models, yaitu:
Z-Score = aX + bY
Keterangan : X = TE/OR
Y = TIE
37
Rasio yang pertama menjelaskan seberapa besar biaya operasi
dibandingkan dengan penghasilan, sedangkan rasio kedua menunjukkan
seberapa besar laba operasi apabila dibandingkan dengan bunga yang harus
dibayar. Dengan menggunakan data yang sama seperti Univariate Models,
maka didapat persamaan diskriminannya yaitu:
Z-Score = -3,366 X + 0,657 Y
Persamaan ini kemudian kita pergunakan untuk menyusun peringkat
nilai-nilai Z untuk semua perusahaan yang diambil sebagai sampel. Setelah itu
dicari “Cut-off Point” untuk memisahkan perusahaan yang bangkrut dan yang
tidak bangkrut. Dalam hal ini Foster mempergunakan “Cut-off Point” Z =
0,640, sehingga perusahaan yang mempunyai Z < 0,640 termasuk dalam
kelompok perusahaan yang bangkrut, sedangkan jika Z > 0,640 termasuk
dalam kelompok perusahaan yang tidak bangkrut. Studi ini dinilai berhasil
karena dari 10 perusahaan hanya terdapat 1 perusahaan yang salah dalam
pengelompokan (Husnan, 1998:685).
Rasio keuangan yang dianalisis adalah rasio-rasio keuangan yang
terdapat pada model Foster yaitu:
1. TE/ OR = venueOperatingExpensetionTransporta
Re
2. TIE = ExpenseInterest
EBIT
38
2.7 Kerangka Berfikir
Kebangkrutan adalah suatu kondisi disaat perusahaan mengalami
ketidakcukupan dana untuk menjalankan usahanya. Kebangkrutan biasanya
dihubungkan dengan kesulitan keuangan. Kesehatan suatu perusahaan bisa
digambarkan dari titik sehat yang paling ekstrim sampai ke titik yang tidak
sehat yang paling ekstrim.
Analisis kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal
kebangkrutan (tanda-tanda awal kebangkrutan). Semakin awal tanda-tanda
kebangkrutan tersebut, semakin baik bagi pihak manajemen karena pihak
manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan. Pihak kreditur dan pihak
pemegang saham bisa melakukan persiapan untuk mengatasi berbagai
kemungkinan yang buruk. Tanda-tanda kebangkrutan dalam hal ini dilihat
dengan menggunakan data-data akuntansi.
Bagi setiap perusahaan penyusunan laporan keuangan merupakan hal
penting, laporan keuangan sendiri merupakan hal mutlak bagi perusahaan
yang go-public. Melalui laporan keuangan dapat dilihat kinerja keuangan
perusahaan yang meliputi posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai
oleh perusahaan yang bersangkutan. Laporan keuangan bisa dipakai untuk
memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan rasio keuangan.
Laporan keuangan adalah ringkasan dari suatu proses pencatatan,
merupakan ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama
tahun buku yang bersangkutan, yang dibuat oleh manajemen dengan tujuan
untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya
oleh para pemilik perusahaan dan juga digunakan untuk memenuhi tujuan-
tujuan lainnya yaitu sebagai laporan kepada pihak-pihak diluar perusahaan.
39
Laporan keuangan menjadi sangat penting karena memberikan input
yang bisa dipakai untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan akan
memberikan informasi mengenai profitabilitas, risiko, timing aliran kas, yang
kesemuanya akan memberikan pengaruh harapan pihak-pihak yang
berkepentingan. Harapan tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi nilai
perusahaan.
Dalam mengadakan interpretasi dan analisa laporan keuangan suatu
perusahaan, seorang penganalisa memerlukan adanya ukuran atau “yard-
stick” tertentu. Ukuran yang sering digunakan dalam analisis keuangan adalah
“rasio”. Pengertian rasio itu sebenarnya hanyalah alat yang dinyatakan dalam
“arithmatical terms” yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan
antara dua macam data keuangan.
Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu
jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat
analisa berupa rasio akan dapat memberikan gambaran kepada penganalisa
tentang baik atau buruknya keadaan tentang posisi keuangan suatu perusahaan
terutama apabila dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang
digunakan sebagai standar.
Walaupun rasio-rasio keuangan merupakan alat yang sangat berguna
dalam proses analisis kinerja keuangan perusahaan, analisis rasio mempunyai
keterbatasan yang berasal dari kenyataan bahwa pada dasarnya
metodologinya adalah univariate, dimana setiap rasio dianalisis secara
terpisah. Pengaruh gabungan beberapa rasio hanyalah berdasarkan
40
pertimbangan para analisis keuangan. Jadi untuk mengurangi kelemahan
analisis rasio ini, adalah penting menggabungkan beberapa rasio menjadi
suatu model peramalan yang berarti. Ada dua tekhnik statistik, yaitu analisis
regresi dan analisis diskriminan yang telah sering digunakan untuk tujuan ini.
Analisis diskriminan dilakukan untuk memprediksi kebangkrutan
suatu perusahaan dengan menganalisa laporan keuangan suatu perusahaan dua
sampai dengan lima tahun sebelum perusahaan tersebut diprediksi bangkrut.
Multiple Discriminant Analysis atau analisis pembeda ganda merupakan suatu
metodologi formal yang digunakan untuk memperkecil rasio dan untuk
mempertinggi kerepresentatifan rasio keuangan yang dipilih sebagai variabel.
Dengan cara menginterpretasikan laporan keuangan pada suatu model
atau tekhnik tertentu, maka Altman dan Foster merumuskan suatu model yang
dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan.
Formula Z-Score untuk memprediksi kebangkrutan dari Altman
merupakan sebuah multivariate formula yang digunakan untuk mengukur
kesehatan finansial dari sebuah perusahaan. Altman menemukan lima jenis
rasio keuangan yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara
perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut.
Foster kemudian mencoba menerapkan sampel perusahaan yang sama
untuk dianalisis dengan Multivariate Models. Rasio yang pertama
menjelaskan seberapa besar biaya operasi dibandingkan dengan penghasilan,
sedangkan rasio kedua menunjukkan seberapa besar laba operasi apabila
dibandingkan dengan bunga yang harus dibayar.
41
Secara sistematis kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat
digambarkan seperti bagan dibawah ini:
>
><
Analisis Uji Beda (Uji t)
Gambar 2.1: Kerangka Berfikir
2.8 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu anggapan yang masih harus diuji kebenarannya,
digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan atau pemecahan persoalan
ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. Hipotesis dapat diartikan sebagai
suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian
sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2002: 64).
Laporan Keuangan Perusahaan
Z-Score Model Altman:
1. Working Capital to Total
Assets Ratio
2. Retained Earnings to Total
Assets Ratio
3. Earning Before Interest and
Taxes to Total Assets Ratio
4. Market Value Equity to Book
Value of Total Debt Ratio
5. Sales to Total Assets Ratio
Laporan Keuangan Perusahaan
Z-Score Model Foster:
1. Transportation Expense to
Operating Revenue Ratio
(TE/OR Ratio)
2. Time Interest Earned Ratio
(TIE Ratio)
42
Penelitian ini menggunakan uji beda (uji t) untuk mengetahui apakah
ada perbedaan secara statistik tingkat kebangkrutan antara Model Altman dan
Foster pada Perusahaan Textile dan Garment Go-Public di Bursa Efek Jakarta.
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir diatas, diajukan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
Ha : Bahwa ada perbedaan tingkat kebangkrutan antara Model Altman dan
Foster pada perusahaan Textile dan Garment go-public di Bursa Efek
Jakarta.
Ho : Bahwa tidak ada perbedaan tingkat kebangkrutan antara Model Altman
dan Foster pada perusahaan Textile dan Garment go-public di Bursa Efek
Jakarta.
43
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek dari penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian dalam skripsi ini adalah penggunaan laporan keuangan perusahaan
sebelum terjadi kebangkrutan untuk mengukur tingkat kebangkrutan pada
perusahaan Textile dan Garment go-public di Bursa Efek Jakarta tahun 2002-
2004.
3.2 Subjek Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002: 108).
Dalam penelitian ini seluruh anggota populasi menjadi subjek yang akan
diteliti. Adapun populasi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah
perusahaan-perusahaan industri textile dan garment go-public di Bursa Efek
Jakarta periode 2002 sampai periode 2004.
Sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan
didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya
tujuan tertentu (Arikunto, 2002: 117). Kriteria tersebut adalah:
1. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan selama 5 tahun berturut-turut
yaitu tahun 2001, 2002, 2003, 2004, dan tahun 2005.
44
2. Laporan keuangan harus mempunyai tahun buku yang berakhir pada 31
Desember.
3. Perusahaan harus sudah listing pada awal periode pengamatan dan tidak
dilisting sampai akhir periode pengamatan.
Perusahaan yang bergerak pada industri textile dan garment go-public
di Bursa Efek Jakarta periode 2002 sampai periode 2004 hingga saat ini
berjumlah 19 perusahaan, namun menurut hasil klasifikasi tersebut ternyata
hanya ada 15 perusahaan yang memenuhi kriteria.
3.3 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dengan mempelajari
literatur atau dokumen yang berhubungan dengan penelitian. Data diambil
dalam bentuk yang sudah dipublikasikan oleh perusahaan-perusahaan textile
dan garment go-public di Bursa Efek Jakarta. Data tersebut antara lain berupa
gambaran umum perusahaan atau profil perusahaan, laporan keuangan
perusahaan yang meliputi neraca dan laporan laba rugi selama tahun 2002
sampai dengan 2004. Data-data dalam penelitian ini merupakan data-data
yang bersumber dari catatan-catatan yang dipublikasikan di Bursa Efek
Jakarta dan data yang diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory
(ICMD) 2005.
45
3.4 Metode Pengumpulan Data
Salah satu kegiatan dalam penelitian ini adalah merumuskan tekhnik
pengumpulan data sesuai dengan masalah yang diteliti. Agar diperoleh data
dan keterangan yang lengkap maka harus digunakan tekhnik pengumpulan
data yang tepat. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
1. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang
bersumber pada benda-benda tertulis (Arikunto, 2002: 135). Metode ini
dilakukan dengan cara melihat dan mempelajari dokumen-dokumen serta
mencatat data tertulis yang ada hubungannya dengan objek penelitian.
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2002: 206).
Metode dokumentasi dalam penelitian ini adalah mengambil data laporan
keuangan perusahaan textile dan garment go-public di Bursa Efek Jakarta
dari internet dan Indonesian Capital Market Directory.
2. Metode Studi Pustaka
Metode studi pustaka yaitu metode yang digunakan dengan
memahami literature-literature yang memuat pembahasan yang berkaitan
dengan penelitian dan juga pengumpulan data dengan membaca buku-
buku dan sumber bacaan yang relevan, seperti buku-buku manajemen
keuangan, analisa laporan keuangan, dasar-dasar pembelanjaan
perusahaan, dsb.
46
3.5 Metode Analisis Data
Analisis data merupakan langkah yang sangat penting dalam
penelitian, terutama apabila penelitian tersebut bermaksud untuk mengambil
kesimpulan dari masalah yang diteliti. Untuk menganalisis data diperlukan
suatu cara atau metode analisis data. Metode analisis data digunakan untuk
menganalisis data hasil penelitian agar dapat diinterpretasikan sehingga
laporan yang dihasilkan mudah dipahami.
1. Analisis Z-Score Model Altman
Dengan fungsi persamaan sebagai berikut:
Z-Score = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5
Keterangan:
X1 = Modal kerja terhadap total harta (working capital to total assets)
= AssetsTotal
sLiabilitieCurrentAssetsCurrent −
X2 = Laba yang ditahan terhadap total harta (retained earnings to total
assets)
= AssetsTotalEarningstainedRe
X3 = Pendapatan sebelum pajak dan bunga terhadap total harta
(earnings before interest and taxes to total assets)
= AssetsTotal
EBIT
X4 = Nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku dari hutang (market value
equity to book value of total debt)
= DebtTotalofValueBook
EquityValueMarket
47
X5 = Penjualan terhadap total harta (sales to total assets)
= AssetsTotal
Sales
Dengan klasifikasi skor Z > 2,90 diklasifikasikan sebagai
perusahaan sehat, sedangkan perusahaan yang mempunyai skor Z < 1,20
diklasifikasikan sebagai perusahaan potensial bangkrut. Selanjutnya skor
antara 1,20 sampai 2,90 diklasifikasikan sebagai perusahaan pada grey
area atau daerah kelabu.
2. Analisis Z-Score Model Foster
Dengan fungsi persamaan sebagai berikut:
Z-Score = -3,366 X + 0,657 Y
Keterangan:
X = Transportation Expense to Operating Revenue Ratio (TE/ OR Ratio)
TE/ OR = venueOperatingExpensetionTransporta
Re
Y = Time Interest Earned Ratio (TIE Ratio)
TIE = ExpenseInterest
EBIT
Dalam hal ini Foster mempergunakan “Cut-off Point” Z = 0,640,
sehingga perusahaan yang mempunyai Z < 0,640 termasuk dalam
kelompok perusahaan yang bangkrut, sedangkan jika Z > 0,640 termasuk
dalam kelompok perusahaan yang tidak bangkrut.
48
3. Pengujian Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu apakah terdapat
perbedaan yang signifikan untuk mengukur tingkat kebangkrutan antara
model Altman dan Foster pada perusahaan Textile dan Garment go-public
di Bursa Efek Jakarta tahun 2002-2004.
Penelitian ini menggunakan paired sample t test (Uji t untuk dua
sampel yang berpasangan) dengan bantuan software SPSS. Dua sampel
yang berpasangan diartikan sebagai sebuah sampel dengan subyek yang
sama namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda.
Prosedur yang harus dilakukan adalah:
a. Untuk pengambilan keputusan menggunakan tingkat signifikansi (5%).
Dasar pengambilan keputusan:
Jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima.
Jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak.
b. Untuk menguji kesamaan dua rata-rata uji dua pihak menggunakan
rumus:
t = s
nn
xx
21
21
11+
−
Dengan:
s2 = ( ) ( )
211
21
222
211
−+−+−
nnsnsn
49
Keterangan:
1x = rata-rata dari kelompok pertama
2x = rata-rata dari kelompok kedua
21s = kuadrat standar deviasi atau varian kelompok pertama
22s = kuadrat standar deviasi atau varian kelompok kedua
n1 = jumlah kasus pada kelompok pertama
n2 = jumlah kasus pada kelompok kedua
(Sudjana, 1996: 239).
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Profil Perusahaan Textile dan Garment Go-Public di Bursa Efek Jakarta
Tahun 2002-2004
1. PT Apac Citra Centertex Tbk
PT Apac Citra Centertex Tbk semula bernama PT Mayadextion
Industry sebagai perusahaan garment. Perusahaan merupakan
perusahaan induk dari 6 perusahaan garment yang berdiri pada tahun
1987. Perusahaan memasarkan produknya dengan afiliasi perusahaan di
Amerika, Eropa, Hongkong dan Jepang. Perusahaan juga memegang
lisensi untuk Lanhattan, pakaian eksekutif pria yang diproduksi oleh PT
Likespring untuk pasar modal.
2. PT Argo Pantes Tbk
PT Argo Pantes Tbk adalah pabrik gabungan textile yang
mengoperasikan pemintalan, penenunan, pencelupan, pencetakan dan
textile jadi yang didirikan pada tahun 1977. Perusahaan berpatungan
usaha dengan perusahaan Jepang pada PT Argo Fajar Textile Industry
dan PT Argo Beni Manunggal, yang telah memproduksi rajutan dan
penemuan textile rajut sejak kwartal I tahun 1991.
51
Sejak tahun 1977, perusahaan telah menyetujui bantuan tekhnis
dengan Kurabo Industry Ltd, Jepang. Pada tahun 1990, perusahaan
mengambil alih PT Darma Manunggal yang juga memiliki fasilitas
produksi textile. Di tahun yang sama, International Finance Corporation
di Washington bergabung dengan perusahaan dan memberikan fasilitas
kredit.
3. PT Daeyu Orchid Indonesia Tbk
PT Daeyu Orchid Indonesia Tbk adalah perusahaan manufaktur
yang didirikan pada tahun 1990. Kegiatan dasar dari perusahaan adalah
memproduksi sweaters dan memasarkannya ke pasar domestik dan
internasional. Kantor pusatnya berada di Sragen, Indonesia.
4. PT Eratex Djaja Tbk
PT Eratex Djaja Tbk merupakan perusahaan penghasil textile,
yang didirikan di Indonesia pada tahun 1972 sebagai perusahaan Joint
Venture Asing antara PT Private Development Finance Ltd, Unisouh
Holding Ltd, dan Eastern Cotton Mills Ltd. Perusahaan membangun
pabrik pemintalan pertama kali pada tahun 1973, kemudian memperluas
dan mendiversifikasi usaha pada penenunan dan pembuatan garment.
5. PT Ever Shine Textile Industry Tbk
PT Ever Shine Textile Industry Tbk beroperasi pada pembuatan
textile sintetik gabungan yang mulai produksi komersialnya pada tahun
1975. Perusahaan memproduksi nylon dan textile polyster. Pada tahun
52
1996, perusahaan merencanakan untuk mengambil 100% saham PT
Prima Rajuli Sukses dan PT Mingtale Niaga Jaya. Dua perusahaan ini
memproduksi bahan baku nilon dan kain polyster. Perusahaan
mengekspor 35% produknya dan 65% untuk pasar lokal.
6. PT GT Petrochem Industries Tbk
PT GT Petrochem Industries Tbk adalah perusahaan textile yang
didirikan pada tahun 1986 sebagai gabungan usaha antara orang
Indonesia dan beberapa perusahaan Jepang. Sejak tahun 1993
perusahaan telah mengekspor produknya.
7. PT Indorama Synthetics Tbk
PT Indorama Synthetics Tbk adalah produsen polyster Indonesia
yang didirikan pada tahun 1974. Pada akhir tahun 1997, perusahaan
mengembangkan usahanya ke India dan bergabung dengan dua
perusahaan Jepang, Itachu dan Mitsui dalam pemasangan fasilitas
purified therapaltic.
8. PT Karwell Indonesia Tbk
PT Karwell Indonesia Tbk adalah perusahaan garment.
Perusahaan memproduksi kemeja pria, blus wanita, piyama, dan pakaian
anak-anak. Pada bulan mei 1996 perusahaan mengambil alih 55% saham
dari PT Kaho Indah Citragarment.
9. PT Panasia Filament Inti Tbk
PT Panasia Filament Inti Tbk memproduksi textile. Perusahaan
didirikan pada tanggal 31 Desember 1987 dan memulai produksi
53
komersilnya tahun 1988. PT Panasia Filament Inti Tbk telah terdaftar di
Surabaya Stock Exchange pada tanggal 20 Agustus 1997. Mulai 1 Juli
1998, cabang PT Panasia Filament Inti Tbk memiliki mayoritas saham
67% dari PT Tritama Texindoraya, sebuah perusahaan yang berdomisili
di Bogor dan bergerak dibidang industri textile. Produksi komersial PT
Tritama Texindoraya dimulai tahun 1994. Tahun 2000 dan 1999
komposisi penjualan ekspor berturut-turut sebesar 66% dan 69% dan
penjualan lokal sebesar 34% dan 31%.
10. PT Panasia Indosyntec Tbk
PT Panasia Indosyntec Tbk didirikan pada tahun 1973 dengan
nama awal PT Harapan Djaja Empat Saudara. Perusahaan berubah nama
menjadi PT Handtex Indosyntex pada tahun 1989 dan beberapa
sahamnya telah diambil alih oleh PT Panasia Syntethic Abadi, penghasil
benang polyster yang digunakan untuk memproduksi textile jadi untuk
wanita dan kemudian digunakan pada gabungan operasi pembuat textile,
yaitu pemintalan, penenunan, pencetakan, pencelupan, dan proses akhir.
11. PT Pan Brother Tex Tbk
PT Pan Brother Tex Tbk adalah penghasil textile dan siap
membuat garment, yang didirikan pada tahun 1980 dengan nama PT
Panca Brothers Textile. Perusahaan mengawali bisnisnya dengan
membuat garment knite untuk pasar domestik. Kemudian pada bulan
Desember 1989, perusahaan merubah namanya menjadi PT Pan Brother
54
Tex Tbk dan masuk dalam pembuatan persetujuan untuk lisensi dari
merk-merk: Adidas, Esprit, Puma, Fila, Green Line, Nike, Arrow,
Jordoche, Levi’s, Eddie Baner, Van Hensen. Pada bulan April 1997,
perusahaan bekerjasama dengan Sariwarna Group, Keris Group, dan
perusahaan Argo Manunggal Group.
12. PT Ricky Putra Globalindo Tbk
PT Ricky Putra Globalindo Tbk sebelumnya bernama PT Ricky
Putra Garmindo, didirikan pada tahun 1987. Sejak tahun 1997 namanya
telah berubah menjadi PT Ricky Putra Globalindo Tbk. Produk yang
dijual dengan merk GT Man, Ricsony, dan Ricky, sedangkan merk
pakaian lainnya antara lain Ricky Jeans, Ricky Primer, Ricky Junior,
Della, Stolle, dan Hiku. Tujuan ekspor produk adalah Jepang, Jerman,
Afrika Selatan, Amerika Serikat, dan Timur Tengah. Bahan baku yang
digunakan adalah serat kapas yang disediakan oleh PT Jabatex, suatu
perusahaan gabungan PT Ricky Putra Globalindo Tbk. Anak perusahaan
PT Ricky Putra Globalindo Tbk adalah PT Ricky Jaya Sakti di Surabaya,
PT Jasa Ricky Abadi di Medan, PT Ricky Musi Wijaya di Palembang,
PT Ricky Mumbul Daya di Semarang, dan PT Ricky Jaya Arta di
Bandung.
13. PT Roda Vivatex Tbk
PT Roda Vivatex Tbk beroperasi dalam industri textile,
memproduksi georgette, saten, dan kain sutra. Beroperasi pada tahun
1983 dan memproduksi kain abu-abu, pada tahun 1984 perusahaan
55
memproduksi kain biasa dan kain cetak. Pada tahun 1989 perusahaan
mengambil alih 100% persediaan dari PT Chicatex Peni. Sebagian besar
produksi dari PT Roda Vivatex Tbk 80% dijual dipasar ekspor melalui
agen seperti C. Itoh & Co Ltd, Konematsu Goshua Ltd, Nichimen Corp,
Cen In Corp dan Teisha.
14. PT Sunson Textile Manufacture Tbk
PT Sunson Textile Manufacture Tbk didirikan pada tahun 1972
dengan nama PT Sandang Usaha Nasional Indonesia Textile Industry.
Namanya diganti dengan PT Indo Suntex di tahun 1976 dan kemudian
berubah menjadi PT Sunson Textile Manufacture Tbk pada tahun 1993.
Bahan baku yang digunakan untuk proses produksi meliputi kapas,
rayon, dan serat syntetik. Kebanyakan bahan baku diimport dari
Amerika Serikat, Australia, dan China. Penjualan produk untuk
texturizing dan penenunan benang dipercayakan kepada PT Surya Rejeki
dan PT Susindo Textile Investama.
15. PT Tifico Tbk
PT Tifico Tbk adalah produsen polyster yang didirikan pada
tahun 1973 oleh perusahaan Jepang, Teijin Limited dan PT Tomen
Corporation. Perusahaan mulai beroperasi pada tahun 1976. Produknya
saat ini adalah bahan baku serat polyster, polyster untuk benang, benang
tenun, benang tekstur dan kancing polyster.
56
Tabel 4.1.1 : Ringkasan Profil Perusahaan Textile dan Garment Go-Public di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004
No Nama Perusahaan Kode Listing Date Listed Shares Tahun
Berdiri
Status
Perusa
haan
Bidang
Usaha
1. Apac Citra Centertex
Tbk
MYTX 10 Okt 1989 1.466.666.577 10 Feb 1987 PMDN Garment
2. Argo Pantes Tbk ARGO 07 Jan 1991 264.705.000 12 Jul 1977 PMDN Textile
3. Daeyu Orchid
Indonesia Tbk
DOID 15 Jun 2001 3.395.205.930 26 Nov 1990 PMDN Garment
4. Eratex Djaja Tbk ERTX 21 Agt 1990 98.236.000 12 Okt 1972 PMA Textile
5. Ever Shine Textile
Industry Tbk
ESTI 13 Okt 1992 2.015.208.720 11 Des 1973 PMDN Textile
6. GT Petrochem
Industries Tbk
ADMG 20 Okt 1993 3.889.179.559 25 Apr 1986 PMDN Textile
7. Indorama Synthetics
Tbk
INDR 03 Agt 1990 654.351.707 03 Apr 1974 PMA Polyster
8. Karwell Indonesia
Tbk
KARW 20 Des 1994 587.152.700 18 Feb 1978 PMDN Garment
9. Panasia Filament Inti
Tbk
PAFI 22 Jul 1997 875.357.000 31 Des 1987 PMDN Textile
10. Panasia Indosyntec
Tbk
HDTX 06 Jun 1990 708.571.000 06 Apr 1973 PMDN Textile
11. Pan Brothers Tex
Tbk
PBRX 16 Agt 1990 445.440.000 21 Agt 1980 PMDN Textile &
Garment
12. Ricky Putra
Globalindo Tbk
RICY 22 Jan 1998 641.717.510 22 Des 1987 PMDN Garment
13. Roda Vivatex Tbk RDTX 14 Mei 1990 268.800.000 27 Sep 1980 PMDN Textile
14. Sunson Textile
Manufacture Tbk
SSTM 20 Agt 1997 836.707.000 18 Nov 1972 PMDN Textile
15. Tifico Tbk TFCO 26 Feb 1980 930.000.000 25 Okt 1973 PMA Polyster
Sumber: Indonesian Capital Market Directory 2005.
57
4.1.2 Rasio Keuangan Altman
Nilai minimum, maximum, dan mean dari masing-masing rasio
keuangan digunakan untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik
rasio-rasio keuangan dari kelima rasio keuangan yang digunakan oleh
Altman dan dua rasio keuangan yang digunakan oleh Foster yang dijadikan
variabel penelitian selama tahun 2002 sampai dengan 2004.
Berdasarkan perhitungan menggunakan program Excel, diperoleh
hasil seperti dalam tabel 4.1.2 yaitu:
Tabel 4.1.2 : Rasio Keuangan Altman Perusahaan Textile dan Garment Go-Public di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004
Tahun
Variabel 2002 2003 2004
Min Max Mean Min Max Mean Min Max Mean
WC/TA (%) -55.49 54.44 2.77 -46.03 49.88 6.42 -53.91 48.34 2.90
RE/TA (%) -53.80 40.72 -10.06 -60.43 41.83 -12.44 -85.10 43.71 -16.83
EBIT/TA (%) -6.47 18.80 -0.57 -15.36 6.52 -2.96 -8.04 10.17 1.35
MVE/BTD (%) 1.58 275.69 32.25 1.87 238.89 26.36 2.15 212.27 37.10
S/TA (kali) 0.44 2.13 0.86 0.48 2.35 0.93 0.38 2.43 0.93
Sumber: Hasil Penelitian, diolah.
Dari perhitungan tabel 4.1.2 memperlihatkan:
4.1.2.1 Working Capital to Total Assets Ratio (X1)
Nilai minimal dari Working Capital to Total Assets Ratio (X1)
merupakan nilai terendah dari rasio tersebut pada kelompok perusahaan
textile dan garment go-public di Bursa Efek Jakarta tahun 2002-2004.
Perusahaan dengan X1 terendah pada tahun 2002 adalah PT Apac Citra
Centertex Tbk yaitu -55,49%, sedangkan tahun 2003 dan 2004 adalah PT
Argo Pantes Tbk yaitu -46,03% dan -53,91%.
58
Nilai maksimal dari Working Capital to Total Assets Ratio (X1)
merupakan nilai tertinggi dari rasio tersebut. Perusahaan dengan rasio X1
tertinggi selama tiga tahun berturut-turut adalah PT Pan Brother Tex Tbk,
yaitu 54,44% pada tahun 2002, kemudian turun menjadi 49,88% pada
tahun 2003, dan turun lagi menjadi 48,34% pada tahun 2004.
Mean digunakan untuk mengukur nilai sentral suatu distribusi data
berdasarkan nilai rata-rata yang digunakan dengan cara membagi nilai
hasil penjumlahan sekelompok data dengan jumlah data yang diteliti.
Mean Working Capital to Total Assets Ratio (X1) yang dimiliki oleh
perusahaan textile dan garment pada tahun 2002 adalah 2,77%, tahun
2003 naik menjadi 6,42%, dan tahun 2004 turun lagi menjadi 2,90%.
4.1.2.2 Retained Earnings to Total Assets Ratio (X2)
Nilai minimal dari Retained Earnings to Total Assets Ratio (X2)
merupakan nilai terendah dari rasio tersebut pada kelompok perusahaan
textile dan garment go-public di Bursa Efek Jakarta tahun 2002-2004.
Perusahaan dengan X2 terendah pada tahun 2002 adalah PT Ricky Putra
Globalindo Tbk yaitu -53,80%, pada tahun 2003 adalah PT Karwell
Indonesia Tbk yaitu -60,43%, dan pada tahun 2004 adalah PT Panasia
Indosyntec Tbk yaitu -85,10%.
Nilai maksimal dari Retained Earnings to Total Assets Ratio (X2)
merupakan nilai tertinggi dari rasio tersebut. Perusahaan dengan rasio X2
tertinggi selama tiga tahun berturut-turut adalah PT Roda Vivatex Tbk,
yaitu 40,72% pada tahun 2002, kemudian naik menjadi 41,83% pada
59
tahun 2003, dan naik lagi menjadi 43,71% pada tahun 2004. Rasio X2
pada PT Roda Vivatex Tbk selama tiga tahun berturut-turut mengalami
kenaikan.
Mean Retained Earnings to Total Assets Ratio (X2) selama tiga
tahun berturut-turut yang dimiliki oleh perusahaan textile dan garment
selalu mengalami penurunan. Pada tahun 2002 yaitu sebesar -10,06%,
pada tahun 2003 turun menjadi -12,44%, dan pada tahun 2004 turun lagi
menjadi -16,83%.
4.1.2.3 Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio (X3)
Nilai minimal dari Earnings Before Interest and Taxes to Total
Assets Ratio (X3) merupakan nilai terendah dari rasio tersebut pada
kelompok perusahaan textile dan garment go-public di Bursa Efek Jakarta
tahun 2002-2004. Perusahaan dengan X3 terendah pada tahun 2002 adalah
PT Roda Vivatex Tbk yaitu -6,47%, pada tahun 2003 adalah PT Eratex
Djaja Tbk yaitu -15,36%, dan pada tahun 2004 adalah PT Panasia
Filament Inti Tbk yaitu -8,04%.
Nilai maksimal dari Earnings Before Interest and Taxes to Total
Assets Ratio (X3) merupakan nilai tertinggi dari rasio tersebut. Perusahaan
dengan rasio X3 tertinggi selama tahun 2002 dan 2003 adalah PT Pan
Brother Tex Tbk yaitu 18,80% dan 6,52%, sedangkan pada tahun 2004
perusahaan dengan rasio X3 tertinggi adalah PT GT Petrochem Industries
Tbk yaitu 10,17%.
60
Mean Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio
(X3) pada tahun 2002 adalah -0,57%, pada tahun 2003 mengalami
penurunan menjadi -2,69%, dan pada tahun 2004 mengalami kenaikan
menjadi 1,35%.
4.1.2.4 Market Value Equity to Book Value of Total Debt Ratio (X4)
Nilai minimal dari Market Value Equity to Book Value of Total
Debt Ratio (X4) merupakan nilai terendah dari rasio tersebut pada
kelompok perusahaan textile dan garment go-public di Bursa Efek Jakarta
tahun 2002-2004. Perusahaan dengan X4 terendah pada tahun 2002 adalah
PT GT Petrochem Industries Tbk yaitu 1,58%, tahun 2003 adalah PT
Panasia Filament Inti Tbk yaitu 1,87%, dan tahun 2004 adalah PT Eratex
Djaja Tbk yaitu sebesar 2,15%.
Nilai maksimal dari Market Value Equity to Book Value of Total
Debt Ratio (X4) merupakan nilai tertinggi dari rasio tersebut. Perusahaan
dengan rasio X4 tertinggi selama tahun 2002 sampai 2004 adalah PT Roda
Vivatex Tbk yaitu sebesar 275,69% pada tahun 2002, turun menjadi
238,89% pada tahun 2003, dan turun lagi menjadi 212,27% pada tahun
2004. Meskipun setiap tahun mengalami penurunan tetapi PT Roda
Vivatex Tbk masih lebih baik dibandingkan dengan perusahaan-
perusahaan lainnya.
Mean Market Value Equity to Book Value of Total Debt Ratio (X4)
dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2004 mengalami fluktuatif yaitu
sebesar 32,25% pada tahun 2002, turun menjadi 26,36% pada tahun 2003,
61
dan mengalami kenaikan menjadi 37,10% pada tahun 2004. X4 dari tahun
ketahun mengalami kecenderungan menurun untuk masing-masing
perusahaan.
4.1.2.5 Sales to Total Assets Ratio (X5)
Nilai minimal dari Sales to Total Assets Ratio (X5) merupakan nilai
terendah dari rasio tersebut pada kelompok perusahaan textile dan garment
go-public di Bursa Efek Jakarta tahun 2002-2004. Perusahaan dengan X5
terendah pada tahun 2002 adalah PT GT Petrochem Industries Tbk yaitu
0,44 kali, tahun 2003 adalah PT Argo Pantes Tbk yaitu 0,48 kali, dan
tahun 2004 adalah PT Daeyu Orchid Indonesia Tbk yaitu 0,38 kali.
Nilai maksimal dari Sales to Total Assets Ratio (X5) merupakan
nilai tertinggi dari rasio tersebut. Perusahaan dengan rasio X5 tertinggi
selama tahun 2002 sampai dengan tahun 2004 adalah PT Pan Brother Tex
Tbk yaitu sebesar 2,13 kali pada tahun 2002, naik menjadi 2,35 kali pada
tahun 2003, dan naik lagi menjadi 2,43 kali pada tahun 2004.
Mean Sales to Total Assets Ratio (X5) untuk tahun 2002 sebesar
0,86 kali, naik menjadi 0,93 kali pada tahun 2003, dan stagnan pada tahun
2004 yaitu sebesar 0,93. Rata-rata perusahaan industri textile dan garment
memiliki penjualan yang lebih kecil daripada aktivanya, dan sebagian
besar perusahaan berada dibawah rata-rata industri terutama pada tahun
2002 sampai dengan tahun 2004.
62
4.1.3 RasioKeuangan Foster
Tabel 4.1.3 : Rasio Keuangan Foster Perusahaan Textile dan Garment Go-Public di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004
Tahun
Variabel 2002 2003 2004
Min Max Mean Min Max Mean Min Max Mean
TE/OR (%) 0.040 0.157 0.090 0.032 0.164 0.093 0.031 0.175 0.081
TIE (%) -18.084 3.882 -1.959 -7.335 20.720 2.578 -41.617 6.263 -2.348
Sumber: Hasil Penelitian, diolah
Dari perhitungan tabel 4.1.3 memperlihatkan:
4.1.3.1 Transportation Expense to Operating Revenue Ratio (TE/OR Ratio)
Nilai minimal dari Transportation Expense to Operating Revenue
Ratio (TE/OR Ratio) merupakan nilai terendah dari rasio tersebut pada
kelompok perusahaan textile dan garment go-public di Bursa Efek Jakarta
tahun 2002-2004. Perusahaan dengan TE/OR terendah pada tahun 2002
dan 2003 adalah PT Tifico Tbk yaitu 0,040, dan 0,032, dan pada tahun
2004 adalah PT Daeyu Orchid Indonesia Tbk yaitu sebesar 0,031.
Nilai maksimal dari Transportation Expense to Operating Revenue
Ratio (TE/OR Ratio) merupakan nilai tertinggi dari rasio tersebut.
Perusahaan dengan rasio TE/OR tertinggi pada tahun 2002 adalah PT
Eratex Djaja Tbk yaitu 0,157, tahun 2003 dan 2004 adalah PT Ricky Putra
Globalindo Tbk yaitu 0,164, dan 0,175.
63
Mean Transportation Expense to Operating Revenue Ratio
(TE/OR Ratio) dari tahun 2002 sampai dengan 2004 mengalami fluktuasi
yaitu sebesar 0,090 pada tahun 2002, naik menjadi 0,093 pada tahun 2003,
dan mengalami penurunan pada tahun 2004 yaitu sebesar 0,081.
4.1.3.2 Time Interest Earned Ratio (TIE Ratio)
Nilai minimal dari Time Interest Earned Ratio (TIE Ratio)
merupakan nilai terendah dari rasio tersebut pada kelompok perusahaan
textile dan garment go-public di Bursa Efek Jakarta tahun 2002-2004.
Perusahaan dengan TIE terendah pada tahun 2002 adalah PT Karwell
Indonesia Tbk yaitu -18,084, tahun 2003 adalah PT Argo Pantes Tbk yaitu
-7,335, dan pada tahun 2004 adalah PT Ricky Putra Globalindo yaitu
sebesar -41,617.
Nilai maksimal dari Time Interest Earned Ratio (TIE Ratio)
merupakan nilai tertinggi dari rasio tersebut. Perusahaan dengan rasio TIE
tertinggi pada tahun 2002 adalah PT Daeyu Orchid Indonesia Tbk yaitu
3,882, tahun 2003 adalah PT Ever Shine Textile Industry Tbk yaitu
20,720, dan pada tahun 2004 adalah PT Panasia Filament Inti Tbk yaitu
sebesar 6,263.
Mean Time Interest Earned Ratio (TIE Ratio) dari tahun 2002
sampai dengan 2004 mengalami fluktuasi yaitu sebesar -1,959 pada tahun
2002, naik menjadi 2,578 pada tahun 2003, dan mengalami penurunan
pada tahun 2004 yaitu sebesar -2,348.
64
4.1.4 Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Textile dan Garment Go-Public di
Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004 Model Altman
Berdasarkan perhitungan analisis prediksi kebangkrutan Z-Score
Altman diperoleh hasil seperti dalam tabel 4.1.4 sebagai berikut:
No Nama Perusahaan 2002 2003 2004
Nilai Z Prediksi Nilai Z Prediksi Nilai Z Prediksi
1 Apac Citra Centertex Tbk 0.140 Bangkrut 0.389 Bangkrut 0.482 Bangkrut
2 Argo Pantes Tbk -0.214 Bangkrut -0.333 Bangkrut -0.552 Bangkrut
3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 2.145 Rawan Bangkrut 2.443 Rawan Bangkrut 0.241 Bangkrut
4 Eratex Djaja Tbk 1.056 Bangkrut 0.918 Bangkrut 1.441 Rawan Bangkrut
5 Ever Shine Textile Industry Tbk 0.985 Bangkrut 0.874 Bangkrut 1.279 Rawan Bangkrut
6 GT Petrochem Industries Tbk -0.144 Bangkrut 0.398 Bangkrut 1.287 Rawan Bangkrut
7 Indorama Synthetics Tbk 0.883 Bangkrut 0.895 Bangkrut 1.086 Bangkrut
8 Karwell Indonesia Tbk 0.513 Bangkrut 0.545 Bangkrut 0.785 Bangkrut
9 Panasia Filament Inti Tbk 0.505 Bangkrut 0.015 Bangkrut 0.104 Bangkrut
10 Panasia Indosyntec Tbk 0.129 Bangkrut -0.087 Bangkrut 0.208 Bangkrut
11 Pan Brother Tex Tbk 3.771 Tidak Bangkrut 3.284 Tidak Bangkrut 3.378 Tidak Bangkrut
12 Ricky Putra Globalindo Tbk 0.224 Bangkrut 0.368 Bangkrut 1.663 Rawan Bangkrut
13 Roda Vivatex Tbk 2.102 Rawan Bangkrut 2.179 Rawan Bangkrut 2.020 Rawan Bangkrut
14 Sunson Textile Manufacture Tbk 0.804 Bangkrut 0.698 Bangkrut 1.129 Bangkrut
15 Tifico Tbk 0.734 Bangkrut 0.842 Bangkrut 0.881 Bangkrut
Sumber: Hasil Penelitian, diolah
Tabel 4.1.4 menunjukkan daftar perusahaan yang diprediksi dalam
tiga kategori yaitu bangkrut, rawan bangkrut, dan tidak bangkrut.
4.1.4.1 Kategori Perusahaan Bangkrut
Berdasarkan tabel 4.1.4 tersebut, dapat dilihat ada 80% atau 12
perusahaan yang menurut model prediksi Z-Score Altman terklasifikasi
“tidak aman” pada tahun 2002 dan 2003. Artinya model prediksi memberi
sinyal bahwa keduabelas perusahaan tersebut termasuk dalam kategori
65
“bangkrut”. Perusahaan-perusahaan yang diprediksi bangkrut pada tahun
2002 dan 2003 adalah PT Apac Citra Centertex Tbk, PT Argo Pantes Tbk,
PT Eratex Djaja Tbk, PT Ever Shine Textile Industry Tbk, PT GT
Petrochem Industries Tbk, PT Indorama Synthetics Tbk, PT Karwell
Indonesia Tbk, PT Panasia Filament Inti Tbk, PT Panasia Indosyntec Tbk,
PT Ricky Putra Globalindo Tbk, PT Sunson Textile Manufacture Tbk, dan
PT Tifico Tbk.
Pada tahun 2004 ada penurunan jumlah perusahaan yang masuk
dalam kategori perusahaan “bangkrut”, yaitu berjumlah 60% atau 9
perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang diprediksi bangkrut pada tahun
2004 adalah PT Apac Citra Centertex Tbk, PT Argo Pantes Tbk, PT
Daeyu Orchid Indonesia Tbk, PT Indorama Synthetics Tbk, PT Karwell
Indonesia Tbk, PT Panasia Filament Inti Tbk, PT Panasia Indosyntec Tbk,
PT Sunson Textile Manufacture Tbk, dan PT Tifico Tbk.
Hasil perhitungan Z-Score untuk kelompok perusahaan yang
bangkrut tahun 2002 diperoleh skor terendah -0,214 yaitu PT Argo Pantes
Tbk, dan skor tertinggi 1,056 yaitu PT Eratex Djaja Tbk. Perhitungan Z-
Score untuk kelompok perusahaan yang bangkrut tahun 2003 diperoleh
skor terendah -0,333 yaitu PT Argo Pantes Tbk, dan skor tertinggi 0,918
yaitu PT Eratex Djaja Tbk. Dan perhitungan Z-Score untuk kelompok
perusahaan yang bangkrut tahun 2004 diperoleh skor terendah -0,552
yaitu PT Argo Pantes Tbk, dan skor tertinggi 1,129 yaitu PT Sunson
Textile Manufacture Tbk.
66
4.1.4.2 Kategori Perusahaan Rawan Bangkrut
Berdasarkan tabel 4.1.4 tersebut, dapat dilihat ada 13,33% atau 2
perusahaan yang menurut model prediksi Z-Score Altman terklasifikasi
“rawan bangkrut” pada tahun 2002 dan 2003. Ini berarti bila perusahaan
dapat memperbaiki diri maka perusahaan bisa menjadi perusahaan sehat,
namun bila perusahaan tidak segera memperbaiki diri maka perusahaan
akan masuk pada perusahaan bangkrut. Perusahaan yang diprediksi
masuk kategori “rawan bangkrut” pada tahun 2002 dan 2003 adalah PT
Daeyu Orchid Indonesia Tbk dan PT Roda Vivatex Tbk. Sedangkan pada
tahun 2004 perusahaan yang diprediksi masuk kategori “rawan bangkrut”
naik menjadi 33,33% atau 5 perusahaan yaitu PT Eratex Djaja Tbk, PT
Ever Shine Textile Industry Tbk, PT GT Petrochem Industries Tbk, PT
Ricky Putra Globalindo Tbk, dan PT Roda Vivatex Tbk.
Hasil perhitungan Z-Score untuk kelompok perusahaan yang
masuk kategori rawan bangkrut tahun 2002 diperoleh skor terendah 2,102
yaitu PT Roda Vivatex Tbk, dan skor tertinggi 2,145 yaitu PT Daeyu
Orchid Indonesia Tbk. Perhitungan Z-Score untuk kelompok perusahaan
yang masuk kategori rawan bangkrut tahun 2003 diperoleh skor terendah
2,179 yaitu PT Roda Vivatex Tbk, dan skor tertinggi 2,443 yaitu PT
Daeyu Orchid Indonesia Tbk. Dan perhitungan Z-Score untuk kelompok
perusahaan yang masuk kategori rawan bangkrut tahun 2004 diperoleh
skor terendah 1,279 yaitu PT Ever Shine Textile Industry Tbk, dan skor
tertinggi 2,020 yaitu PT Roda Vivatex Tbk.
67
4.1.4.3 Kategori Perusahaan Tidak Bangkrut
Berdasarkan tabel 4.1.4 tersebut, dapat dilihat hanya ada satu
perusahaan atau 6,67% yang menurut model prediksi Z-Score Altman
terklasifikasi dalam perusahaan “tidak bangkrut” pada tahun 2002 sampai
tahun 2004. Ini berarti hanya ada satu perusahaan yang benar-benar dalam
kondisi sehat, namun sebaiknya perusahaan jangan sampai lengah dan
mampu mempertahankan kondisi keuangannya agar perusahaan tidak
masuk dalam kategori perusahaan rawan bangkrut maupun perusahaan
bangkrut. Perusahaan yang diprediksi masuk kategori “tidak bangkrut”
pada tahun 2002 sampai tahun 2004 adalah PT Pan Brother Tex Tbk
dengan nilai Z-Score sebesar 3,771 pada tahun 2002, turun menjadi 3,284
pada tahun 2003, dan naik lagi menjadi 3,378 pada tahun 2004. Meskipun
perusahaan mengalami penurunan, tetapi masih berada dalam kondisi
yang aman dari kecenderungan kebangkrutan.
68
4.1.5 Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Textile dan Garment Go-Public di
Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004 Model Foster
Berdasarkan perhitungan analisis prediksi kebangkrutan Z-Score
Foster diperoleh hasil seperti dalam tabel 4.1.5 sebagai berikut:
No Nama Perusahaan 2002 2003 2004
Nilai Z Prediksi Nilai Z Prediksi Nilai Z Prediksi
1 Apac Citra Centertex Tbk -0.326 Bangkrut -0.110 Bangkrut -0.220 Bangkrut
2 Argo Pantes Tbk -0.252 Bangkrut -5.055 Bangkrut 0.047 Bangkrut
3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 2.110 Tidak Bangkrut 0.571 Bangkrut -0.850 Bangkrut
4 Eratex Djaja Tbk -0.963 Bangkrut 1.913 Tidak Bangkrut -0.546 Bangkrut
5 Ever Shine Textile Industry Tbk -0.756 Bangkrut 13.388 Tidak Bangkrut 0.182 Bangkrut
6 GT Petrochem Industries Tbk -0.205 Bangkrut -0.201 Bangkrut -1.088 Bangkrut
7 Indorama Synthetics Tbk -1.361 Bangkrut -1.869 Bangkrut -1.793 Bangkrut
8 Karwell Indonesia Tbk -12.176 Bangkrut 0.052 Bangkrut -0.976 Bangkrut
9 Panasia Filament Inti Tbk -0.691 Bangkrut -2.615 Bangkrut 3.664 Tidak Bangkrut
10 Panasia Indosyntec Tbk -0.604 Bangkrut -1.627 Bangkrut -1.105 Bangkrut
11 Pan Brother Tex Tbk -4.930 Bangkrut 4.145 Tidak Bangkrut 1.337 Tidak Bangkrut
12 Ricky Putra Globalindo Tbk -1.120 Bangkrut -0.441 Bangkrut -27.930 Bangkrut
13 Roda Vivatex Tbk -4.121 Bangkrut 0.069 Bangkrut 2.042 Tidak Bangkrut
14 Sunson Textile Manufacture Tbk 0.515 Bangkrut 12.447 Tidak Bangkrut -0.053 Bangkrut
15 Tifico Tbk 1.014 Tidak Bangkrut 0.059 Bangkrut 0.058 Bangkrut
Sumber: Hasil Penelitian, diolah
Tabel 4.1.5 menunjukkan daftar perusahaan yang diprediksi dalam
dua kategori yaitu bangkrut dan tidak bangkrut.
4.1.5.1 Kategori Perusahaan Bangkrut
Berdasarkan tabel 4.1.5 tersebut, dapat dilihat ada 86,67% atau 13
perusahaan yang menurut model prediksi Z-Score Foster terklasifikasi
“tidak aman” pada tahun 2002. Artinya model prediksi memberi sinyal
bahwa ketigabelas perusahaan tersebut termasuk dalam kategori
“bangkrut”. Perusahaan-perusahaan yang diprediksi bangkrut pada tahun
69
2002 adalah PT Apac Citra Centertex Tbk, PT Argo Pantes Tbk, PT
Eratex Djaja Tbk, PT Ever Shine Textile Industry Tbk, PT GT Petrochem
Industries Tbk, PT Indorama Synthetics Tbk, PT Karwell Indonesia Tbk,
PT Panasia Filament Inti Tbk, PT Panasia Indosyntec Tbk, PT Pan Brother
Tex Tbk, PT Ricky Putra Globalindo Tbk, PT Roda Vivatex Tbk, dan PT
Sunson Textile Manufacture Tbk.
Pada tahun 2003 ada penurunan jumlah perusahaan yang masuk
dalam kategori perusahaan bangkrut, yaitu ada 73,33% atau 11 perusahaan
yang menurut model prediksi Z-Score Foster terklasifikasi “tidak aman”.
Perusahaan-perusahaan yang diprediksi bangkrut pada tahun 2003 adalah
PT Apac Citra Centertex Tbk, PT Argo Pantes Tbk, PT Daeyu Orchid
Indonesia Tbk, PT GT Petrochem Industries Tbk, PT Indorama Synthetics
Tbk, PT Karwell Indonesia Tbk, PT Panasia Filament Inti Tbk, PT
Panasia Indosyntec Tbk, PT Ricky Putra Globalindo Tbk, PT Roda
Vivatex Tbk, dan PT Tifico Tbk.
Dan pada tahun 2004 ada kenaikan jumlah perusahaan yang masuk
dalam kategori perusahaan bangkrut, yaitu berjumlah 80% atau 12
perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang diprediksi bangkrut pada tahun
2004 adalah PT Apac Citra Centertex Tbk, PT Argo Pantes Tbk, PT
Daeyu Orchid Indonesia Tbk, PT Eratex Djaja Tbk, PT Ever Shine Textile
Industry Tbk, PT GT Petrochem Industries Tbk, PT Indorama Synthetics
Tbk, PT Karwell Indonesia Tbk, PT Panasia Indosyntec Tbk, PT Ricky
Putra Globalindo Tbk, PT Sunson Textile Manufacture Tbk, dan PT Tifico
Tbk.
70
Hasil perhitungan Z-Score untuk kelompok perusahaan yang
bangkrut tahun 2002 diperoleh skor terendah -12,176 yaitu PT Karwell
Indonesia Tbk, dan skor tertinggi 0,515 yaitu PT Sunson Textile
Manufacture Tbk. Perhitungan Z-Score untuk kelompok perusahaan yang
bangkrut tahun 2003 diperoleh skor terendah -5,055 yaitu PT Argo Pantes
Tbk, dan skor tertinggi 0,571 yaitu PT Daeyu Orchid Indonesia Tbk. Dan
perhitungan Z-Score untuk kelompok perusahaan yang bangkrut tahun
2004 diperoleh skor terendah -27,930 yaitu PT Ricky Putra Globalindo
Tbk, dan skor tertinggi 0,182 yaitu PT Ever Shine Textile Industry Tbk.
4.1.5.2 Kategori Perusahaan Tidak Bangkrut
Berdasarkan tabel 4.1.5 tersebut, dapat dilihat ada 13,33% atau 2
perusahaan yang menurut model prediksi Z-Score Foster terklasifikasi
dalam perusahaan “tidak bangkrut” pada tahun 2002. Perusahaan yang
diprediksi masuk kategori perusahaan “tidak bangkrut” pada tahun 2002
adalah PT Daeyu Orchid Indonesia Tbk dan PT Tifico Tbk.
Pada tahun 2003 terjadi kenaikan yaitu terdapat 26,67% atau 4
perusahaan yang menurut model prediksi Z-Score Foster terklasifikasi
dalam perusahaan “tidak bangkrut” yaitu PT Eratex Djaja Tbk, PT Ever
Shine Textile Industry Tbk, PT Pan Brother Tex Tbk, dan PT Sunson
Textile Manufacture Tbk.
71
Pada tahun 2004 terjadi penurunan lagi menjadi 20% atau 3
perusahaan yang menurut model prediksi Z-Score Foster terklasifikasi
dalam perusahaan “tidak bangkrut” yaitu PT Panasia Filament Inti Tbk,
PT Pan Brother Tex Tbk, dan PT Roda Vivatex Tbk.
Hasil perhitungan Z-Score untuk kelompok perusahaan yang tidak
bangkrut tahun 2002 diperoleh skor terendah 1,014 yaitu PT Tifico Tbk,
dan skor tertinggi 2,110 yaitu PT Daeyu Orchid Indonesia Tbk.
Perhitungan Z-Score untuk kelompok perusahaan yang tidak bangkrut
tahun 2003 diperoleh skor terendah 1,913 yaitu PT Eratex Djaja Tbk, dan
skor tertinggi 13,388 yaitu PT Ever Shine Textile Industry Tbk. Dan
perhitungan Z-Score untuk kelompok perusahaan yang tidak bangkrut
tahun 2004 diperoleh skor terendah 1,337 yaitu PT Pan Brother Tex Tbk,
dan skor tertinggi 3,664 yaitu PT Panasia Filament Inti Tbk.
72
4.1.6 Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Textile dan Garment Go-Public di
Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004 Menurut Undang-Undang
Kepailitan No. 37 Tahun 2004
Berdasarkan analisis prediksi kebangkrutan menurut Undang-
Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 diperoleh hasil seperti dalam tabel
4.1.6 sebagai berikut:
No Nama Perusahaan 2002 2003 2004
Ratio
Hutang Prediksi
Ratio
Hutang Prediksi
Ratio
Hutang Prediksi
1 Apac Citra Centertex Tbk 98% Bangkrut 74% Bangkrut 80% Bangkrut
2 Argo Pantes Tbk 101% Bangkrut 100% Bangkrut 113% Bangkrut
3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 36% Tidak Bangkrut 35% Tidak Bangkrut 65% Bangkrut
4 Eratex Djaja Tbk 81% Bangkrut 91% Bangkrut 100% Bangkrut
5 Ever Shine Textile Industry Tbk 42% Tidak Bangkrut 37% Tidak Bangkrut 36% Tidak Bangkrut
6 GT Petrochem Industries Tbk 117% Bangkrut 106% Bangkrut 68% Bangkrut
7 Indorama Synthetics Tbk 58% Bangkrut 57% Bangkrut 56% Bangkrut
8 Karwell Indonesia Tbk 86% Bangkrut 90% Bangkrut 92% Bangkrut
9 Panasia Filament Inti Tbk 84% Bangkrut 88% Bangkrut 85% Bangkrut
10 Panasia Indosyntec Tbk 85% Bangkrut 85% Bangkrut 75% Bangkrut
11 Pan Brother Tex Tbk 47% Tidak Bangkrut 34% Tidak Bangkrut 36% Tidak Bangkrut
12 Ricky Putra Globalindo Tbk 95% Bangkrut 93% Bangkrut 26% Tidak Bangkrut
13 Roda Vivatex Tbk 16% Tidak Bangkrut 16% Tidak Bangkrut 16% Tidak Bangkrut
14 Sunson Textile Manufacture Tbk 65% Bangkrut 63% Bangkrut 69% Bangkrut
15 Tifico Tbk 63% Bangkrut 65% Bangkrut 74% Bangkrut
Sumber: Hasil Penelitian, diolah
Tabel 4.1.6 menunjukkan daftar perusahaan yang diprediksi dalam
dua kategori yaitu bangkrut dan tidak bangkrut.
73
4.1.6.1 Kategori Perusahaan Bangkrut
Berdasarkan tabel 4.1.6 tersebut, dapat dilihat ada 73,33% atau 11
perusahaan yang menurut model prediksi Undang-Undang Kepailitan No.
37 Tahun 2004 terklasifikasi “tidak aman” pada tahun 2002, 2003, dan
2004. Artinya model prediksi memberi sinyal bahwa kesebelas perusahaan
tersebut termasuk dalam kategori “bangkrut”. Perusahaan-perusahaan
yang diprediksi bangkrut pada tahun 2002 dan 2003 adalah PT Apac Citra
Centertex Tbk, PT Argo Pantes Tbk, PT Eratex Djaja Tbk, PT GT
Petrochem Industries Tbk, PT Indorama Synthetics Tbk, PT Karwell
Indonesia Tbk, PT Panasia Filament Inti Tbk, PT Panasia Indosyntec Tbk,
PT Ricky Putra Globalindo Tbk, dan PT Sunson Textile Manufacture Tbk,
dan PT Tifico Tbk.
Pada tahun 2004 ada perubahan nama-nama perusahaan yang
masuk dalam kategori perusahaan bangkrut meskipun tetap berjumlah
73,33% atau 11 perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang diprediksi
bangkrut pada tahun 2004 adalah PT Apac Citra Centertex Tbk, PT Argo
Pantes Tbk, PT Daeyu Orchid Indonesia Tbk, PT Eratex Djaja Tbk, PT
GT Petrochem Industries Tbk, PT Indorama Synthetics Tbk, PT Karwell
Indonesia Tbk, PT Panasia Filament Inti Tbk, PT Panasia Indosyntec Tbk,
PT Sunson Textile Manufacture Tbk, dan PT Tifico Tbk.
Hasil perhitungan menurut Undang-Undang Kepailitan No. 37
Tahun 2004 untuk kelompok perusahaan yang bangkrut tahun 2002 dan
2003 diperoleh rasio hutang tertinggi sebesar 117% dan 106% yaitu PT
GT Petrochem Industries Tbk, dan rasio hutang terendah sebesar 58% dan
74
57% yaitu PT Indorama Synthetics Tbk. Dan perhitungan rasio hutang
untuk kelompok perusahaan yang bangkrut tahun 2004 diperoleh rasio
hutang tertinggi sebesar 113% yaitu PT Argo Pantes Tbk, dan rasio hutang
terendah sebesar 56% yaitu PT Indorama Synthetics Tbk.
4.1.6.2 Kategori Perusahaan Tidak Bangkrut
Berdasarkan tabel 4.1.6 tersebut, dapat dilihat ada 26,67% atau 4
perusahaan yang menurut model prediksi Undang-Undang Kepailitan No.
37 Tahun 2004 terklasifikasi “tidak bangkrut” pada tahun 2002, 2003, dan
2004. Perusahaan yang diprediksi masuk kategori perusahaan “tidak
bangkrut” pada tahun 2002 dan 2003 adalah PT Daeyu Orchid Indonesia
Tbk, PT Ever Shine Textile Industry Tbk, PT Pan Brother Tex Tbk, dan
PT Roda Vivatex Tbk.
Pada tahun 2004 ada perubahan nama-nama perusahaan yang
masuk dalam kategori perusahaan tidak bangkrut meskipun tetap
berjumlah 26,67% atau 4 perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang
diprediksi tidak bangkrut pada tahun 2004 adalah PT Ever Shine Textile
Industry Tbk, PT Pan Brother Tex Tbk, PT Ricky Putra Globalindo Tbk,
dan PT Roda Vivatex Tbk.
Hasil perhitungan rasio hutang untuk kelompok perusahaan yang
tidak bangkrut tahun 2002 diperoleh rasio hutang tertinggi sebesar 47%
yaitu PT Pan Brother Tex Tbk, dan rasio hutang terendah sebesar 16%
yaitu PT Roda Vivatex Tbk. Perhitungan rasio hutang untuk kelompok
perusahaan yang tidak bangkrut tahun 2003 diperoleh rasio hutang
tertinggi sebesar 37% yaitu PT Ever Shine Textile Industry Tbk dan rasio
hutang terendah sebesar 16% yaitu PT Roda Vivatex Tbk. Dan
75
perhitungan rasio hutang untuk kelompok perusahaan yang tidak bangkrut
tahun 2004 diperoleh rasio hutang tertinggi sebesar 36% yaitu PT Ever
Shine Textile Industry Tbk dan PT Pan Brother Tex Tbk, dan rasio hutang
terendah sebesar 16% yaitu PT Roda Vivatex Tbk.
4.1.7 Pengujian Hipotesis
Tabel 4.1.7.1: Hasil Paired Samples Correlations Antara Z-Score Model Altman dan Foster pada Perusahaan Textile dan Garment Go-Public di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004
N Correlations Sig.
Pair 1 ALTMAN 2002
FOSTER 2002
Pair 2 ALTMAN 2003
FOSTER 2003
Pair 3 ALTMAN 2004
FOSTER 2004
15
15
15
-0,193
0,261
-0,152
0,490
0,347
0,588
Sumber: Hasil Penelitian, diolah.
Tabel di atas memuat hasil korelasi antara kedua variabel yaitu
model Altman dan Foster yang menghasilkan angka -0,193 pada tahun 2002
Hal ini menyatakan bahwa korelasi antara hasil perhitungan menurut model
Altman dengan Foster adalah kurang erat. Pada tahun 2003, dengan nilai
korelasi sebesar 0,261 mengandung arti bahwa antara hasil perhitungan
menurut model Altman dengan Foster memiliki hubungan yang cukup erat.
Namun pada tahun 2003, ternyata korelasi antara hasil perhitungan menurut
model Altman dengan Foster menjadi kurang erat, karena berdasarkan hasil
out put SPSS pada tabel 4.1.7.1 nilai korelasinya menjadi -0,152.
76
Tabel 4.1.7.2: Hasil Paired Samples Test Antara Z-Score Model Altman dan Foster pada Perusahaan Textile dan Garment Go-Public di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004
Paired Differences
95% Confidence Interval
Of The Difference
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
Pair 1 ALTMAN 2002
FOSTER 2002 -2,499933 3,760712 0,971012 -4,582546 -0,417321 -2,575 14 0,022
Pair 2 ALTMAN 2003
FOSTER 2003 0,486533 4,943395 1,276379 -2,251028 3,224094 0,381 14 0,709
Pair 3 ALTMAN 2004
FOSTER 2004 -2,844200 7,555819 1,950904 -7,028473 1,340073 -1,458 14 0,167
Sumber: Hasil Penelitian, diolah.
Berdasarkan tabel 4.1.7.2 diatas bisa dilihat bahwa nilai t-test yang
diperoleh adalah -2,575 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,022 < 0,05
pada tahun 2002 maka Ho ditolak, berarti antara hasil perhitungan menurut
model Altman dengan Foster adalah berbeda atau tidak sama dalam
memprediksi tingkat kebangkrutan perusahaan textile dan garment go-
public di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2002-2004.
Pada tahun 2003 bisa dilihat bahwa nilai t-test yang diperoleh adalah
0,381 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,709 > 0,05 maka Ho diterima,
berarti antara hasil perhitungan menurut model Altman dengan Foster
adalah tidak berbeda atau sama dalam memprediksi tingkat kebangkrutan
perusahaan textile dan garment go-public di Bursa Efek Jakarta pada tahun
2002-2004.
77
Pada tahun 2004 bisa dilihat bahwa nilai t-test yang diperoleh adalah
-1,458 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,167 > 0,05 maka Ho diterima,
berarti antara hasil perhitungan menurut model Altman dengan Foster
adalah tidak berbeda atau sama dalam memprediksi tingkat kebangkrutan
perusahaan textile dan garment go-public di Bursa Efek Jakarta pada tahun
2002-2004.
4.2 Pembahasan
Rasio keuangan merupakan alat yang sering digunakan dalam analisis
kinerja keuangan perusahaan. Dalam menganalisis kinerja keuangan
perusahaan, analisis rasio keuangan memiliki keterbatasan yang berasal dari
kenyataan bahwa pada dasarnya metodologinya adalah univariate, dimana
setiap rasio dianalisis secara terpisah. Jadi untuk mengurangi kelemahan
analisis rasio ini, adalah penting menggabungkan beberapa rasio menjadi
suatu model peramalan yang berarti. Dengan cara menginterpretasikan
laporan keuangan pada suatu model atau tekhnik tertentu, maka Altman dan
Foster merumuskan suatu model analisis diskriminan yang dapat digunakan
untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan.
Menurut Hanafi dan Halim (2000) indikator kebangkrutan bisa dilihat
dari aliran kas, analisis strategi perusahaan, laporan keuangan perusahaan, dan
lembaga penilai (rating). Pada tahun 2002 sampai 2004 perusahaan-
perusahaan textile dan garment mengalami kesulitan dalam aliran kas, sumber
pengeluaran kas lebih besar bila dibandingkan dengan sumber penerimaan kas
karena sebagian besar pendapatan perusahaan mengalami penurunan dilain
78
pihak biaya operasional makin membengkak. Hal ini berakibat pada laba
perusahaan mengalami penurunan, ada 6 perusahaan textile dan garment
mengalami kerugian pada tahun 2002, bahkan pada tahun 2003 dan 2004 naik
menjadi 8 perusahaan.
4.2.1 Rasio Keuangan Altman
4.2.1.1 Working Capital to Total Assets Ratio (X1)
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur likuiditas aktiva
perusahaan relatif terhadap total kapitalisasinya atau untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek.
PT Apac Citra Centertex Tbk dan PT Argo Pantes Tbk merupakan
perusahaan dengan rasio X1 terendah yang mengindikasikan bahwa
perusahaan tersebut tingkat likuidasinya paling rendah diantara
perusahaan-perusahaan lainnya dalam kelompok tersebut, karena
mempunyai tingkat kesulitan keuangan yang lebih besar dibandingkan
dengan perusahaan-perusahaan lainnya.
Pada tahun 2002 PT Apac Citra Centertex Tbk tercatat sebagai
perusahaan yang ilikuid yaitu jumlah hutang lebih besar dari jumlah
aktivanya, tetapi pada tahun-tahun berikutnya perusahaan ini sudah dapat
memperbaiki kondisinya. Keadaan yang sama juga dialami PT Argo
Pantes Tbk, pada tahun 2003 dan 2004 perusahaan ini juga tercatat
sebagai perusahaan yang ilikuid. Perusahaan yang insolvabel maupun
ilikuid, pada suatu waktu akan menghadapi kesukaran finansial (Riyanto,
2001: 33).
79
PT Pan Brother Tex Tbk adalah perusahaan yang masih dalam
kondisi likuid, yaitu total aktiva perusahaan bisa berubah menjadi kas
dalam jangka waktu pendek setelah dipakai melunasi kewajiban
lancarnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa PT Pan Brother Tex Tbk
mempunyai tingkat likuiditas lebih kecil dibandingkan dengan
perusahaan-perusahaan lainnya dalam kelompok industri textile dan
garment.
Selama tiga tahun berturut-turut mean Working Capital to Total
Assets Ratio (X1) bernilai sangat rendah, hal tersebut menunjukkan bahwa
rata-rata perusahaan textile dan garment mengalami tingkat kesulitan
keuangan.
4.2.1.2 Retained Earnings to Total Assets Ratio (X2)
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas
kumulatif. Rasio ini mengukur akumulasi laba selama perusahaan
beroperasi. Umur perusahaan berpengaruh terhadap rasio tersebut karena
semakin lama perusahaan beroperasi memungkinkan untuk memperlancar
akumulasi laba ditahan. Hal tersebut menyebabkan perusahaan yang masih
relatif muda pada umumnya akan menunjukkan hasil rasio yang rendah,
kecuali yang labanya sangat besar pada masa awal berdirinya.
Rasio X2 dari PT Ricky Putra Globalindo Tbk, PT Karwell
Indonesia Tbk, dan PT Panasia Indosyntec Tbk bernilai negatif, ini berarti
bahwa selama itu pula perusahaan tidak pernah membukukan laba ditahan
atau selalu mengakumulasikan rugi ditahan. Hal ini mengindikasikan
80
bahwa kemampuan aktivanya untuk memperoleh laba ditahan sangatlah
rendah bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Rugi
usaha yang dialami perusahaan tersebut disebabkan karena penghasilan
yang diterima tidak mampu menutupi beban-beban yang menjadi
tanggungannya. Beban-beban yang harus ditanggung selama periode
tersebut lebih mengarah kepada beban usaha (operating expenses) dan
biaya pokok penjualan (cost of goods sold).
Rasio X2 pada PT Roda Vivatex Tbk selama tiga tahun berturut-
turut mengalami kenaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa PT Roda
Vivatex Tbk mempunyai kemampuan untuk memperoleh laba ditahan
lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya.
Kemampuan memperoleh laba ditahan oleh perusahaan ini tidak terlepas
pula oleh umur perusahaan, yang mana perusahaan ini telah berdiri sejak
tahun 1980.
Tahun 2002 sampai tahun 2004 secara rata-rata X2 bernilai negatif
dan mengalami penurunan, ini berarti bahwa selama itu pula hampir
semua perusahaan mengakumulasikan rugi. Rugi yang dialami perusahaan
sebagai akibat karena penghasilan yang diterima tidak mampu menutupi
beban-beban yang ditanggung selama periode tersebut. Beban-beban yang
ditanggung tersebut lebih mengarah pada beban operasional dan beban
bunga atas hutangnya, maka rugi bersih yang harus ditanggung oleh
perusahaan menjadi lebih besar. Rugi bersih yang dialami oleh perusahaan
secara otomatis akan mengurangi akumulasi laba ditahan bila sebelumnya
81
perusahaan mengakumulasi rugi. Dengan kata lain bahwa adanya
keuntungan akan memperbesar retained earning yang berarti akan
memperbesar modal sendiri, sebaliknya adanya kerugian yang diderita
akan memperkecil retained earning yang berarti akan memperkecil modal
sendiri (Riyanto, 2001: 244).
Retained Earnings to Total Assets Ratio (X2) yang menurun
mengindikasikan berkurangnya kemampuan aktiva untuk memperoleh
laba ditahan, dengan adanya penurunan laba ditahan maka perusahaan
akan lebih mengandalkan modal asing untuk mendanai aktivanya. Dengan
demikian perolehan aktiva yang dibiayai melalui modal sendiri semakin
berkurang. Dengan adanya penurunan laba ditahan bahkan munculnya
fenomena rugi ditahan, maka perusahaan akan lebih mengandalkan modal
asing untuk mendanai aktivanya, dengan demikian perolehan aktiva yang
dibiayai melalui modal sendiri semakin berkurang. Tambahan besarnya
modal asing dan modal sendiri akan mempunyai efek terhadap tingkat
solvabilitas perusahaan.
4.2.1.3 Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio (X3)
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur produktivitas
yang sebenarnya dari aktiva perusahaan. Rasio tersebut mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang
digunakan. Semakin kecil tingkat profitabilitas berarti semakin tidak
efisien dan tidak efektif perusahaan menggunakan keseluruhan aktiva di
dalam menghasilkan laba usaha begitu juga sebaliknya.
82
Perusahaan dengan X3 terendah adalah PT Roda Vivatex Tbk, PT
Eratex Djaja Tbk, dan PT Panasia Filament Inti Tbk. Rasio X3 dari ketiga
perusahaan bernilai negatif, hal ini menunjukkan bahwa pihak manajemen
tidak dapat mengelola aktivanya secara efektif. X3 yang bernilai negatif
disebabkan karena probabilitas perusahaan selama tiga tahun penelitian
mengalami kerugian yang mana operating profit yang dicapai perusahaan
lebih kecil daripada total aktivanya. Dalam laporan laba rugi perusahaan,
terlihat bahwa biaya operasi perusahaan selalu lebih besar dari laba
kotornya, bahkan terjadi rugi secara berturut-turut selama tiga tahun.
Akibatnya perusahaan tidak dapat membukukan laba rugi usahanya.
Perusahaan dengan rasio X3 tertinggi adalah PT Pan Brother Tex
Tbk, dan PT GT Petrochem Industries Tbk. Hal ini mengindikasikan
bahwa kedua perusahaan tersebut lebih tinggi tingkat produktivitasnya
dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain dalam sektor industri
textile dan garment.
Rata-rata perusahaan industri textile dan garment produktivitas
aktiva yang digunakannya untuk menghasilkan laba usaha mengalami
penurunan tetapi setelah itu mengalami kenaikan. Menurut Agnes Sawir
(2001: 19), rasio X3 juga dapat menunjukkan rentabilitas ekonomis
perusahaan sehingga dapat diartikan bahwa rentabilitas ekonomis
perusahaan pada industri textile dan garment juga menurun seiring dengan
menurunnya rasio X3 dan begitu juga sebaliknya.
83
4.2.1.4 Market Value Equity to Book Value of Total Debt Ratio (X4)
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa
banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya sebelum jumlah hutang
lebih besar daripada aktivanya dan perusahaan menjadi pailit. Modal yang
dimaksud adalah gabungan nilai pasar dari modal biasa dan saham
preferen, sedangkan hutang mencakup hutang lancar dan hutang jangka
panjang.
Perusahaan dengan X4 terendah adalah PT GT Petrochem
Industries Tbk, PT Panasia Filament Inti Tbk, dan PT Eratex Djaja Tbk.
Perusahaan dengan rasio X4 terendah mempunyai indikasi bahwa
perusahaan tersebut mengakumulasikan lebih banyak hutang daripada
modal sendiri dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Bila
dilihat dari modal sendiri perusahaan yang berasal dari modal disetor pada
sahamnya, selama tiga tahun berturut-turut kondisinya terlihat tidak
mengalami peningkatan (stagnan). Sedangkan untuk laba ditahannya,
kondisi yang ada selalu kebalikan yaitu mengalami rugi ditahan, sehingga
ketergantungan perusahaan terhadap sumber eksternal guna mendanai
aktivanya terutama yang berasal dari kreditur sangatlah tinggi.
Perusahaan dengan rasio X4 tertinggi adalah PT Roda Vivatex Tbk
Meskipun setiap tahun mengalami penurunan tetapi perusahaan ini masih
lebih baik dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Hal ini
berarti bahwa perusahaan tersebut mengakumulasikan hutang terhadap
modal sendiri lebih rendah bila dibandingkan dengan perusahaan-
perusahaan lainnya.
84
Market Value Equity to Book Value of Total Debt Ratio (X4) dari
tahun ketahun mengalami kecenderungan menurun untuk masing-masing
perusahaan. Hal ini terjadi karena rata-rata emiten pada perusahaan textile
dan garment mengakumulasikan lebih banyak hutang daripada modal
sendiri terutama yang berasal dari pemilik. Penurunan rasio ini disebabkan
oleh adanya harga saham selalu mengalami penurunan yang signifikan,
bahkan harga pasar saham lebih rendah dari harga nominalnya. Sehingga
mengakibatkan tingkat kesejahteraan pemegang saham semakin buruk,
dengan semakin buruknya kondisi tersebut pada akhirnya semakin
memperburuk nilai perusahaan (value of the firm).
4.2.1.5 Sales to Total Assets Ratio (X5)
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan. Rasio tersebut
mengukur kemampuan manajemen dalam menggunakan aktiva untuk
menghasilkan penjualan.
Perusahaan dengan X5 terendah adalah PT GT Petrochem
Industries Tbk, PT Argo Pantes Tbk, dan PT Daeyu Orchid Indonesia
Tbk. Dalam hal ini ketiga perusahaan tersebut dapat diindikasikan kurang
efektif dalam penggunaan aktiva untuk meningkatkan penjualan
dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya.
Perusahaan dengan rasio X5 tertinggi adalah PT Pan Brother Tex
Tbk. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mempunyai tingkat
efektivitas tertinggi dalam penggunaan aktivanya untuk menghasilkan
penjualan bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain.
85
Rata-rata perusahaan textile dan garment memiliki penjualan yang
lebih kecil daripada aktivanya, dan sebagian besar perusahaan berada
dibawah rata-rata industri terutama pada tahun 2002 sampai dengan tahun
2004. Rendahnya rasio ini mengindikasikan bahwa aktiva yang dimiliki
oleh rata-rata perusahaan tersebut tidak efektif untuk meningkatkan
penjualan.
Rendahnya nilai Z-Score ini disebabkan oleh rendahnya nilai dari
variabel-variabel yang terdapat dalam formulasi Altman yaitu variabel-
variabel working capital to total assets, retained earning to total assets,
earning before interest and tax to total asset, market value equity to book
value of total debt, dan sales to total assets. Dari rasio-rasio tersebut, rasio
keuangan yang dominan mempengaruhi kegagalan perusahaan adalah rasio
profitabilitas, rasio likuiditas, dan rasio aktivitas. Hal ini terlihat dari hampir
semua perusahaan yang bangkrut mempunyai nilai X1, X2, dan X3 yang
sangat rendah bahkan bernilai negatif.
4.2.2 Rasio Keuangan Foster
4.2.2.1 Transportation Expense to Operating Revenue Ratio (TE/OR Ratio)
Rasio Transportation Expense to Operating Revenue (TE/OR
Ratio) menjelaskan seberapa besar biaya operasi dibandingkan dengan
penghasilan.
Perusahaan dengan TE/OR terendah adalah PT Tifico Tbk dan PT
Daeyu Orchid Indonesia Tbk. Dalam hal ini terlihat bahwa besarnya biaya
operasi dibandingkan dengan penghasilan pada perusahaan-perusahaan
textile dan garment yang lain, kedua perusahaan tersebut sangatlah rendah.
86
Perusahaan dengan rasio TE/OR tertinggi adalah PT Eratex Djaja
Tbk dan PT Ricky Putra Globalindo Tbk. Dalam hal ini terlihat bahwa
besarnya biaya operasi dibandingkan dengan penghasilan pada
perusahaan-perusahaan textile dan garment yang lain, kedua perusahaan
tersebut termasuk yang terbaik.
Mean Transportation Expense to Operating Revenue Ratio
(TE/OR Ratio) mengalami fluktuasi dari tahun ketahun, hal ini
mengindikasikan bahwa biaya operasi yang dikeluarkan perusahaan lebih
besar bila dibandingkan dengan penjualan.
4.2.2.2 Time Interest Earned Ratio (TIE Ratio)
Time Interest Earned Ratio (TIE Ratio) menunjukkan seberapa
besar laba operasi apabila dibandingkan dengan bunga yang harus dibayar.
Perusahaan dengan TIE terendah adalah PT Karwell Indonesia
Tbk, PT Argo Pantes Tbk, dan PT Ricky Putra. Dalam hal ini dapat dilihat
TIE selama tiga tahun berturut-turut bernilai negatif, ini berarti laba
operasi dari sebagian besar perusahaan textile dan garment lebih kecil bila
dibandingkan dengan bunga yang harus dibayar oleh perusahaan.
Perusahaan dengan rasio TIE tertinggi adalah PT Daeyu Orchid
Indonesia Tbk, PT Ever Shine Textile Industry Tbk, dan PT Panasia
Filament Inti Tbk. Ini berarti laba operasi yang dihasilkan dari ketiga
perusahaan tersebut lebih besar dari bunga yang harus dibayar sehingga
perusahaan mampu menutupi kewajibannya.
87
Mean Time Interest Earned Ratio (TIE Ratio) dari tahun 2002
sampai dengan 2004 mengalami fluktuasi, hal ini mengindikasikan bahwa
sebagian besar perusahaan textile dan garment laba operasi yang
dihasilkannya lebih rendah dari bunga yang harus dibayar, sehingga
perusahaan tidak mampu menutup kewajibannya.
4.2.3 Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Textile dan Garment Go-Public di
Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004 Model Altman
Kebangkrutan suatu perusahaan dapat diprediksi dan diketahui
dengan menggunakan formula yang ditemukan oleh Altman dan Foster yang
dikenal dengan Z-Score Altman dan Z-Score Foster. Z-Score Altman dan Z-
Score Foster dapat digunakan sebagai Early Warning System (sistem
peringatan dini) untuk mendeteksi kondisi perusahaan terutama yang
berkaitan dengan kondisi keuangan perusahaan, sehingga apabila terjadi
kesulitan keuangan akan segera dapat diambil tindakan perbaikan untuk
mencapai kinerja keuangan yang lebih baik dimasa mendatang.
Dari hasil perhitungan data laporan keuangan tahun 2002 sampai
2004 dari seluruh perusahaan industri textile dan garment yang dimasukkan
ke dalam model prediksi dengan menggunakan Z-Score Altman diperoleh
nilai yang memperlihatkan daftar perusahaan yang diprediksi bangkrut,
rawan bangkrut, dan tidak bangkrut. Nilai-nilai Z-Score yang dicapai oleh
sebagian besar perusahaan industri textile dan garment masih lebih kecil
dari nilai cut-off, yang berarti banyak perusahaan berada dalam kondisi
keuangan yang cukup parah yang bisa mengarah pada terjadinya
kebangkrutan terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.
88
4.2.3.1 Kategori Perusahaan Bangkrut
Perusahaan dalam kategori bangkrut yang memperlihatkan
kecenderungan semakin parah dari tahun ke tahun ada 6,67% atau 1
perusahaan yaitu PT Argo Pantes Tbk. Perusahaan dalam kategori
bangkrut yang memperlihatkan kecenderungan peningkatan secara
konsisten selama tiga tahun berturut-turut ada 33,33% atau 5 perusahaan
yaitu PT Apac Citra Centertex Tbk, PT Indorama Synthetics Tbk, PT
Karwell Indonesia Tbk, PT Sunson Textile Manufacture Tbk, dan PT
Tifico Tbk. Meskipun kelima perusahaan ini mempunyai nilai Z-Score
yang terus meningkat dari tahun 2002 sampai tahun 2004, namun
kenaikan tersebut masih berada dalam kategori bangkrut. Dan perusahaan
yang mampu memperbaiki diri keluar dari kategori bangkrut menuju
kategori rawan bangkrut pada tahun 2004 sebanyak 26,67% atau 4
perusahaan yaitu PT Eratex Djaja Tbk, PT Ever Shine Textile Industry
Tbk, PT GT Petrochem Industries Tbk, dan PT Ricky Putra Globalindo
Tbk.
Berdasarkan Z-Score model Altman, rata-rata perusahaan yang
bangkrut memiliki nilai cut-off di bawah 1,20. Hal ini membuktikan
bahwa nilai Z-Score yang dicapai oleh semua perusahaan bangkrut
tersebut sangat rendah, ini berarti semua perusahaan tersebut berada dalam
kondisi kesulitan keuangan yang cukup parah yang bila dibiarkan bisa
mengarah pada kebangkrutan perusahaan.
89
4.2.3.2 Kategori Perusahaan Rawan Bangkrut
Perusahaan dalam kategori rawan bangkrut yang memperlihatkan
kecenderungan semakin memburuk ada 6,67% atau satu perusahaan yaitu
PT Daeyu Orchid Indonesia Tbk. Meskipun pada tahun 2003 mengalami
peningkatan tetapi pada tahun 2004 PT Daeyu Orchid Indonesia Tbk tidak
mampu mempertahankan kondisi keuangannya sehingga masuk dalam
kategori perusahaan bangkrut. Perusahaan dalam kategori rawan bangkrut
yang memperlihatkan kecenderungan peningkatan dan mampu bertahan
ada 6,67% atau satu perusahaan juga, yaitu PT Roda Vivatex Tbk,
meskipun belum dapat masuk dalam kategori perusahaan sehat. Dan
perusahaan yang mampu memperbaiki diri masuk dalam kategori rawan
bangkrut pada tahun 2004 sebanyak 26,67% atau 4 perusahaan yaitu PT
Eratex Djaja Tbk, PT Ever Shine Textile Industry Tbk, PT GT Petrochem
Industries Tbk, dan PT Ricky Putra Globalindo Tbk.
Berdasarkan Z-Score model Altman, rata-rata perusahaan yang
masuk kategori rawan bangkrut memiliki nilai cut-off antara 1,20 sampai
dengan 2,90. Hal ini membuktikan bahwa nilai Z-Score yang dicapai oleh
semua perusahaan yang masuk dalam kategori rawan bangkrut masih
belum maksimal, ini berarti semua perusahaan tersebut berada dalam
kondisi keuangan yang masih abu-abu jadi bagus tidak buruk juga tidak.
Sebaiknya perusahaan cepat mengambil langkah-langkah agar kondisi
keuangannya menjadi sehat atau jika tidak sebaiknya perusahaan mampu
mempertahankan diri agar tidak masuk dalam kategori perusahaan
bangkrut.
90
4.2.3.3 Kategori Perusahaan Tidak Bangkrut
Hanya ada 6,67% atau satu perusahaan yang menurut model
prediksi Z-Score Altman terklasifikasi dalam perusahaan “tidak bangkrut”
pada tahun 2002 sampai tahun 2004. Perusahaan tersebut adalah PT Pan
Brother Tex Tbk, ini berarti hanya ada satu perusahaan yang benar-benar
dalam kondisi sehat, namun sebaiknya perusahaan jangan sampai lengah
dan mampu mempertahankan kondisi keuangannya agar perusahaan tidak
masuk dalam kategori perusahaan rawan bangkrut maupun perusahaan
bangkrut. Meskipun perusahaan mengalami penurunan, tetapi masih
berada dalam kondisi yang aman dari kecenderungan kebangkrutan.
Berdasarkan Z-Score model Altman, rata-rata perusahaan yang
masuk kategori tidak bangkrut memiliki nilai cut-off lebih besar dari 2,90.
Hal ini membuktikan bahwa nilai Z-Score yang dicapai oleh perusahaan
yang masuk dalam kategori tidak bangkrut sudah cukup bagus karena
berada jauh di atas nilai cut-off sebesar 2,90. Hal ini terlihat dari rasio-
rasio keuangan yang tinggi. Laba yang dihasilkan akan dapat
memperlancar aktivitas perusahaan dan kelangsungan hidup perusahaan,
karena laba perusahaan merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan
sebuah perusahaan. Laba akan mempengaruhi kemampuan perusahaan
untuk mendapatkan pinjaman dan pendapatan ekuitas, posisi likuiditas
perusahaan serta kemampuan perusahaan untuk berubah. Dengan
demikian akan berpengaruh pula terhadap besarnya nilai Z-Score.
91
4.2.4 Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Textile dan Garment Go-Public di
Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004 Model Foster
Hasil perhitungan data laporan keuangan tahun 2002 sampai 2004
dari seluruh perusahaan textile dan garment yang dimasukkan ke dalam
model prediksi dengan menggunakan Z-Score Foster diperoleh nilai yang
memperlihatkan daftar perusahaan yang diprediksi bangkrut dan tidak
bangkrut. Nilai-nilai Z-Score yang dicapai oleh sebagian besar perusahaan
textile dan garment masih lebih kecil dari nilai cut-off, yang berarti banyak
perusahaan berada dalam kondisi keuangan yang cukup parah yang bisa
mengarah pada terjadinya kebangkrutan terhadap perusahaan-perusahaan
tersebut.
4.2.4.1 Kategori Perusahaan Bangkrut
Perusahaan dalam kategori bangkrut yang memperlihatkan
kecenderungan semakin parah dari tahun ke tahun ada 20% atau 3
perusahaan yaitu PT GT Petrochem Industries Tbk, PT Indorama
Synthetics Tbk, dan PT Ricky Putra Globalindo Tbk. Perusahaan dalam
kategori bangkrut yang memperlihatkan kecenderungan peningkatan
secara konsisten selama tiga tahun berturut-turut ada 20% atau 3
perusahaan yaitu PT Panasia Filament Inti Tbk, PT Pan Brother Tex Tbk,
dan PT Roda Vivatex Tbk. Bahkan ketiga perusahaan tersebut mampu
memperbaiki diri menjadi perusahaan kategori tidak bangkrut pada tahun
2004.
92
Berdasarkan Z-Score model Foster, rata-rata perusahaan yang
bangkrut memiliki nilai cut-off dibawah 0,640. Hal ini membuktikan
bahwa nilai Z-Score yang dicapai oleh semua perusahaan bangkrut
tersebut sangat rendah, ini berarti semua perusahaan tersebut berada dalam
kondisi kesulitan keuangan yang cukup parah yang bila dibiarkan bisa
mengarah pada kebangkrutan perusahaan.
4.2.4.2 Kategori Perusahaan Tidak Bangkrut
Perusahaan dalam kategori tidak bangkrut yang memperlihatkan
kecenderungan semakin parah dari tahun ke tahun ada 33,33% atau 5
perusahaan yaitu PT Daeyu Orchid Indonesia Tbk, PT Eratex Djaja Tbk,
PT Ever Shine Textile Industry Tbk, PT Sunson textile Manufacture Tbk,
dan PT Tifico Tbk. Bahkan kelima perusahaan ini pada tahun 2004 masuk
dalam kategori perusahaan bangkrut. Perusahaan dalam kategori bangkrut
yang memperlihatkan kecenderungan peningkatan secara konsisten selama
tiga tahun berturut-turut ada 20% atau 3 perusahaan yaitu PT Panasia
Filament Inti Tbk, PT Pan Brother Tex Tbk, dan PT Roda Vivatex Tbk.
Ketiga perusahaan tersebut mampu memperbaiki diri menjadi perusahaan
kategori tidak bangkrut pada tahun 2004.
Berdasarkan Z-Score model Foster, rata-rata perusahaan yang
masuk kategori tidak bangkrut memiliki nilai cut-off lebih besar dari
0,640. Hal ini membuktikan bahwa nilai Z-Score yang dicapai oleh
perusahaan yang masuk dalam kategori tidak bangkrut sudah cukup bagus
karena berada jauh diatas nilai cut-off sebesar 0,640. Hal ini terlihat dari
rasio-rasio keuangan yang tinggi, dengan demikian akan berpengaruh pula
terhadap besarnya nilai Z-Score.
93
4.2.5 Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Textile dan Garment Go-Public di
Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004 Menurut Undang-Undang
Kepailitan No. 37 Tahun 2004
Pembiayaan dengan hutang mempunyai pengaruh bagi perusahaan
karena hutang mempunyai beban yang bersifat tetap. Kegagalan perusahaan
dalam membayar bunga atas hutang dapat menyebabkan kesulitan keuangan
yang berakhir dengan kebangkrutan perusahaan.
Perusahaan dengan hutang yang rendah mempunyai risiko yang
kecil bila perekonomian dalam keadaan menurun, tetapi perusahaan juga
memiliki laba yang rendah bila perekonomian membaik. Sebaliknya,
perusahaan dengan rasio hutang yang tinggi memiliki risiko menderita
kerugian besar, tetapi juga mempunyai suatu kesempatan untuk memperoleh
keuntungan yang besar. Kemungkinan memperoleh laba yang tinggi
sangatlah menarik, tetapi para investor juga enggan menghadapi risiko.
Keputusan tentang penggunaan hutang berarti menyeimbangkan
kemungkinan laba yang lebih tinggi dengan naiknya risiko.
4.2.5.1 Kategori Perusahaan Bangkrut
Perusahaan dalam kategori bangkrut yang memperlihatkan
kecenderungan semakin parah dari tahun ke tahun ada 40% atau 6
perusahaan yaitu PT Argo Pantes Tbk, PT Eratex Djaja Tbk, PT Karwell
Indonesia Tbk, PT Panasia Filament Inti Tbk, PT Sunson Textile
Manufacture Tbk, dan PT Tifico Tbk. Perusahaan dalam kategori bangkrut
yang memperlihatkan kecenderungan peningkatan secara konsisten selama
94
tiga tahun berturut-turut ada 33,33% atau 5 perusahaan yaitu PT Apac
Citra Centertex Tbk, PT GT Petrochem Industries Tbk, PT Indorama
Synthetics Tbk, PT Ricky Putra Globalindo Tbk, dan PT Panasia
Indosyntec Tbk. Bahkan PT Ricky Putra Globalindo Tbk mampu
memperbaiki diri menjadi perusahaan tidak bangkrut pada tahun 2004.
Berdasarkan rasio hutang menurut Undang-Undang Kepailitan No.
37 Tahun 2004, rata-rata perusahaan yang diprediksi bangkrut memiliki
rasio hutang diatas 50%. Hal ini membuktikan bahwa rasio hutang yang
dimiliki oleh semua perusahaan yang diprediksi bangkrut tersebut sangat
tinggi, ini berarti semua perusahaan tersebut berada dalam kondisi
kesulitan keuangan yang cukup parah yang bila dibiarkan bisa mengarah
pada kebangkrutan perusahaan.
4.2.5.2 Kategori Perusahaan Tidak Bangkrut
Perusahaan dalam kategori tidak bangkrut yang memperlihatkan
kecenderungan semakin parah dari tahun ke tahun ada 6,67% atau satu
perusahaan yaitu PT Daeyu Orchid Indonesia Tbk, bahkan perusahaan ini
pada tahun 2004 masuk dalam kategori perusahaan bangkrut. Perusahaan
dalam kategori tidak bangkrut yang memperlihatkan kecenderungan
peningkatan secara konsisten selama tiga tahun berturut-turut ada 20%
atau 3 perusahaan yaitu PT Ever Shine Textile Industry Tbk, PT Pan
Brother Tex Tbk, dan PT Roda Vivatex Tbk.
Berdasarkan rasio hutang menurut Undang-Undang Kepailitan No.
37 Tahun 2004, rata-rata perusahaan yang diprediksi tidak bangkrut
memiliki rasio hutang dibawah 50%. Hal ini membuktikan bahwa rasio
95
hutang yang dimiliki oleh semua perusahaan yang diprediksi tidak
bangkrut tersebut relatif rendah, ini berarti perusahaan-perusahaan tersebut
berada dalam kondisi keuangan yang cukup sehat.
4.2.6 Pengujian Hipotesis
Terjadi perbedaan antara hasil analisis Z-Score model Altman dan
Foster pada tahun penelitian 2002-2004, hal ini disebabkan oleh:
1. Perbedaan dalam menggunakan rumus yang digunakan pada model
Altman dan Foster. Altman menggunakan rumus Z-Score = 0,717X1 +
0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5 yang lebih banyak
menggunakan real account, sementara Foster menggunakan rumus Z-
Score = -3,366 X + 0,657 Y yang lebih banyak menggunakan nominal
account.
2. Terjadi perubahan biaya yang cukup signifikan mulai tahun 2002 sampai
2004 sehingga cukup mempengaruhi hasil perhitungan model Altman
dan Foster.
3. Yang digunakan dalam penelitian ini adalah periode tahunan dan
jangkanya relatif pendek yaitu 3 tahun, sehingga tidak bisa meng-cover
perubahan-perubahan secara halus.
96
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Analisis terhadap perusahaan textile dan garment dengan menggunakan
model Altman menunjukkan 80% atau 12 perusahaan kategori bangkrut
pada tahun 2002 dan 2003, serta 60% atau 9 perusahaan pada tahun 2004.
Sedangkan yang masuk kategori rawan bangkrut sebanyak 13,33% atau 2
perusahaan pada tahun 2002 dan 2003, serta 33,33% atau 5 perusahaan
pada tahun 2004. Dan yang masuk kategori perusahaan tidak bangkrut
pada tahun 2002 sampai tahun 2004 hanya 6,67% yaitu satu perusahaan
yaitu PT Pan Brother Tex Tbk.
2. Analisis terhadap perusahaan industri textile dan garment dengan
menggunakan model Foster menunjukkan 86,67% atau 13 perusahaan
kategori bangkrut pada tahun 2002, 73,33% atau 11 perusahaan pada
tahun 2003, serta 80% atau 12 perusahaan pada tahun 2004. Sedangkan
yang masuk kategori tidak bangkrut sebanyak 13,33% atau 2 perusahaan
pada tahun 2002, 26,67% atau 4 perusahaan pada tahun 2003, dan 20%
atau 3 perusahaan pada tahun 2004.
3. Bahwa laporan keuangan sebelum terjadi kebangkrutan dapat digunakan
untuk mengukur tingkat kebangkrutan menggunakan model Altman dan
Foster pada perusahaan textile dan garment go-public di Bursa Efek
Jakarta tahun 2002-2004.
97
4. Terjadi perbedaan secara statistik antara hasil analisis menggunakan model
Altman dengan Foster pada tahun penelitian 2002, hal ini disebabkan
karena hasil pengujian hipotesis nilai probabilitasnya lebih kecil dari 0,05,
sehingga kesimpulannya H0 ditolak. Tidak terdapat perbedaan secara
statistik antara hasil analisis menggunakan model Altman dengan Foster
pada tahun penelitian 2003 dan 2004, hal ini disebabkan karena hasil
pengujian hipotesis nilai probabilitasnya lebih besar dari 0,05, sehingga
kesimpulannya H0 diterima.
5. Secara teoritis penelitian ini telah memperkuat sekaligus merupakan ruang
lingkup penggunaan metode Altman dan Foster, karena dari hasil
penelitian terbukti bahwa metode Altman dan Foster tersebut dapat
diimplementasikan dalam mendeteksi kemungkinan terjadinya
kebangkrutan pada perusahaan textile dan garment.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, adapun saran
yang dapat peneliti berikan adalah sebagai berikut:
1. Prediksi kebangkrutan perusahaan tidak hanya dapat dilakukan dengan
menggunakan rasio keuangan model Altman dan Foster, tetapi juga harus
memperhatikan faktor-faktor lain, baik yang berasal dari pengelolaan
internal perusahaan maupun yang berasal dari luar perusahaan seperti
kondisi ekonomi, politik, dan lain-lain. Faktor-faktor lain diluar rasio
keuangan model Altman dan Foster tidak dapat digunakan pada penelitian
98
ini karena kesulitan pengukurannya. Bila faktor-faktor tersebut dapat
diperoleh serta dapat diukur dengan tepat, maka akan diperoleh tingkat
prediksi kebangkrutan yang lebih akurat.
2. Sehubungan dengan kondisi keuangan perusahaan, manajemen perlu tetap
berhati-hati dalam mengelola dan menjalankan operasi perusahaan dengan
melakukan tindakan-tindakan perbaikan kinerja perusahaan guna
menghindari terjadinya gangguan terhadap kelangsungan usaha (going
concern).
3. Sebaiknya investor lebih bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan
untuk membeli saham-saham pada perusahaan textile dan garment yang
masuk dalam kategori berpotensi bangkrut.
99
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta. Baridwan, Zaki. 1992. Intermediate Accounting. Yogyakarta: BPFE. Gitosudarmo, Indriyo. 2002. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE. Hanafi, Mamduh M. dan Abdul Halim. 2000. Analisis Laporan Keuangan.
Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Harahap, Sofyan Syafri. 2002. Teori Akuntansi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. Husnan, Suad. 1998. Manajemen Keuangan Teori Dan Penerapan (Keputusan
Jangka Pendek). Yogyakarta: BPFE. Munawir, S. 2000. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty. Muslich, Mohamad. 2000. Manajemen Keuangan Modern (Analisis,
Perencanaan, dan Kebijaksanaan). Jakarta: Bumi Aksara. Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta:
BPFE. Sawir, Agnes. 2001. Analisa Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan
Perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Ilmu. Sudjana. 1996. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Supardi dan Sri Mastuti. 2003. Validitas Penggunaan Z-Score Altman Untuk
Menilai Kebangkrutan Pada Perusahaan Perbankan Go-Public Di Bursa Efek Jakarta. KOMPAK. Nomor 7, Januari-April.
Weston, J. Fred dan Eugene F. Brigham. 1993. Manajemen Keuangan. Jakarta:
Erlangga. Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. 2004. Seri Hukum Bisnis Kepailitan.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Lampiran 8
Hasil Perhitungan Z-Score Altman Tahun 2002-2004
No Nama Perusahaan Z-Score
2002 2003 2004
1 Apac Citra Centertex Tbk 0.140 0.389 0.482
2 Argo Pantes Tbk -0.214 -0.333 -0.552
3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 2.145 2.443 0.241
4 Eratex Djaja Tbk 1.056 0.918 1.441
5 Ever Shine Textile Industry Tbk 0.985 0.874 1.279
6 GT Petrochem Industries Tbk -0.144 0.398 1.287
7 Indorama Synthetics Tbk 0.883 0.895 1.086
8 Karwell Indonesia Tbk 0.513 0.545 0.785
9 Panasia Filament Inti Tbk 0.505 0.015 0.104
10 Panasia Indosyntec Tbk 0.129 -0.087 0.208
11 Pan Brother Tex Tbk 3.771 3.284 3.378
12 Ricky Putra Globalindo Tbk 0.224 0.368 1.663
13 Roda Vivatex Tbk 2.102 2.179 2.020
14 Sunson Textile Manufacture Tbk 0.804 0.698 1.129
15 Tifico Tbk 0.734 0.842 0.881
Lampiran 9
Nilai Cut-Off Z-Score Altman Tahun 2002
No Nama Perusahaan Z-Score
>2.90 Tidak
Bangkrut
1.20-2.90 Rawan
Bangkrut
<1.20 Bangkrut
1 Apac Citra Centertex Tbk 0.140
2 Argo Pantes Tbk -0.214
3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 2.145
4 Eratex Djaja Tbk 1.056
5 Ever Shine Textile Industry Tbk 0.985
6 GT Petrochem Industries Tbk -0.144
7 Indorama Synthetics Tbk 0.883
8 Karwell Indonesia Tbk 0.513
9 Panasia Filament Inti Tbk 0.505
10 Panasia Indosyntec Tbk 0.129
11 Pan Brother Tex Tbk 3.771
12 Ricky Putra Globalindo Tbk 0.224
13 Roda Vivatex Tbk 2.102
14 Sunson Textile Manufacture Tbk 0.804
15 Tifico Tbk 0.734
Lampiran 10
Nilai Cut-Off Z-Score Altman Tahun 2003
No Nama Perusahaan Z-Score
>2.90 Tidak
Bangkrut
1.20-2.90 Rawan
Bangkrut
<1.20 Bangkrut
1 Apac Citra Centertex Tbk 0.389
2 Argo Pantes Tbk -0.333
3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 2.443
4 Eratex Djaja Tbk 0.918
5 Ever Shine Textile Industry Tbk 0.874
6 GT Petrochem Industries Tbk 0.398
7 Indorama Synthetics Tbk 0.895
8 Karwell Indonesia Tbk 0.545
9 Panasia Filament Inti Tbk 0.015
10 Panasia Indosyntec Tbk -0.087
11 Pan Brother Tex Tbk 3.284
12 Ricky Putra Globalindo Tbk 0.368
13 Roda Vivatex Tbk 2.179
14 Sunson Textile Manufacture Tbk 0.698
15 Tifico Tbk 0.842
Lampiran 11
Nilai Cut-Off Z-Score Altman Tahun 2004
No Nama Perusahaan Z-Score
>2.90 Tidak
Bangkrut
1.20-2.90 Rawan
Bangkrut
<1.20 Bangkrut
1 Apac Citra Centertex Tbk 0.482
2 Argo Pantes Tbk -0.552
3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 0.241
4 Eratex Djaja Tbk 1.441
5 Ever Shine Textile Industry Tbk 1.279
6 GT Petrochem Industries Tbk 1.287
7 Indorama Synthetics Tbk 1.086
8 Karwell Indonesia Tbk 0.785
9 Panasia Filament Inti Tbk 0.104
10 Panasia Indosyntec Tbk 0.208
11 Pan Brother Tex Tbk 3.378
12 Ricky Putra Globalindo Tbk 1.663
13 Roda Vivatex Tbk 2.020
14 Sunson Textile Manufacture Tbk 1.129
15 Tifico Tbk 0.881
Lampiran 12
TINGKAT KEBANGKRUTAN MODEL ALTMAN
TAHUN 2002-2004
No Nama Perusahaan 2002 2003 2004
Nilai Z Prediksi Nilai Z Prediksi Nilai Z Prediksi
1 Apac Citra Centertex Tbk 0.140 Bangkrut 0.389 Bangkrut 0.482 Bangkrut
2 Argo Pantes Tbk -0.214 Bangkrut -0.333 Bangkrut -0.552 Bangkrut
3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 2.145 Rawan Bangkrut 2.443 Rawan Bangkrut 0.241 Bangkrut
4 Eratex Djaja Tbk 1.056 Bangkrut 0.918 Bangkrut 1.441 Rawan Bangkrut
5 Ever Shine Textile Industry Tbk 0.985 Bangkrut 0.874 Bangkrut 1.279 Rawan Bangkrut
6 GT Petrochem Industries Tbk -0.144 Bangkrut 0.398 Bangkrut 1.287 Rawan Bangkrut
7 Indorama Synthetics Tbk 0.883 Bangkrut 0.895 Bangkrut 1.086 Bangkrut
8 Karwell Indonesia Tbk 0.513 Bangkrut 0.545 Bangkrut 0.785 Bangkrut
9 Panasia Filament Inti Tbk 0.505 Bangkrut 0.015 Bangkrut 0.104 Bangkrut
10 Panasia Indosyntec Tbk 0.129 Bangkrut -0.087 Bangkrut 0.208 Bangkrut
11 Pan Brother Tex Tbk 3.771 Tidak Bangkrut 3.284 Tidak Bangkrut 3.378 Tidak Bangkrut
12 Ricky Putra Globalindo Tbk 0.224 Bangkrut 0.368 Bangkrut 1.663 Rawan Bangkrut
13 Roda Vivatex Tbk 2.102 Rawan Bangkrut 2.179 Rawan Bangkrut 2.020 Rawan Bangkrut
14 Sunson Textile Manufacture Tbk 0.804 Bangkrut 0.698 Bangkrut 1.129 Bangkrut
15 Tifico Tbk 0.734 Bangkrut 0.842 Bangkrut 0.881 Bangkrut
Lampiran 17
Hasil Perhitungan Z-Score Foster Tahun 2002-2004
No Nama Perusahaan Z-Score
2002 2003 2004
1 Apac Citra Centertex Tbk -0.326 -0.110 -0.220
2 Argo Pantes Tbk -0.252 -5.055 0.0473 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 2.110 0.571 -0.8504 Eratex Djaja Tbk -0.963 1.913 -0.5465 Ever Shine Textile Industry Tbk -0.756 13.388 0.1826 GT Petrochem Industries Tbk -0.205 -0.201 -1.0887 Indorama Synthetics Tbk -1.361 -1.869 -1.7938 Karwell Indonesia Tbk -12.176 0.052 -0.9769 Panasia Filament Inti Tbk -0.691 -2.615 3.664
10 Panasia Indosyntec Tbk -0.604 -1.627 -1.10511 Pan Brother Tex Tbk -4.930 4.145 1.33712 Ricky Putra Globalindo Tbk -1.120 -0.441 -27.93013 Roda Vivatex Tbk -4.121 0.069 2.04214 Sunson Textile Manufacture Tbk 0.515 12.447 -0.05315 Tifico Tbk 1.014 0.059 0.058
Lampiran 18
Nilai Cut-Off Z-Score Foster Tahun 2002
No Nama Perusahaan Z-Score
< 0.640
Bangkrut > 0.640
Tidak Bangkrut
1 Apac Citra Centertex Tbk -0.326
2 Argo Pantes Tbk -0.252
3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 2.110
4 Eratex Djaja Tbk -0.963
5 Ever Shine Textile Industry Tbk -0.756
6 GT Petrochem Industries Tbk -0.205
7 Indorama Synthetics Tbk -1.361
8 Karwell Indonesia Tbk -12.176
9 Panasia Filament Inti Tbk -0.691
10 Panasia Indosyntec Tbk -0.604
11 Pan Brother Tex Tbk -4.930
12 Ricky Putra Globalindo Tbk -1.120
13 Roda Vivatex Tbk -4.121
14 Sunson Textile Manufacture Tbk 0.515
15 Tifico Tbk 1.014
Lampiran 19
Nilai Cut-Off Z-Score Foster Tahun 2003
No Nama Perusahaan Z-Score
< 0.640
Bangkrut > 0.640
Tidak Bangkrut
1 Apac Citra Centertex Tbk -0.110
2 Argo Pantes Tbk -5.0553 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 0.5714 Eratex Djaja Tbk 1.9135 Ever Shine Textile Industry Tbk 13.3886 GT Petrochem Industries Tbk -0.2017 Indorama Synthetics Tbk -1.8698 Karwell Indonesia Tbk 0.0529 Panasia Filament Inti Tbk -2.61510 Panasia Indosyntec Tbk -1.62711 Pan Brother Tex Tbk 4.145
12 Ricky Putra Globalindo Tbk -0.44113 Roda Vivatex Tbk 0.06914 Sunson Textile Manufacture Tbk 12.447
15 Tifico Tbk 0.059
Lampiran 20
Nilai Cut-Off Z-Score Foster Tahun 2004
No Nama Perusahaan Z-Score
< 0.640
Bangkrut > 0.640
Tidak Bangkrut
1 Apac Citra Centertex Tbk -0.220
2 Argo Pantes Tbk 0.0473 Daeyu Orchid Indonesia Tbk -0.8504 Eratex Djaja Tbk -0.5465 Ever Shine Textile Industry Tbk 0.1826 GT Petrochem Industries Tbk -1.0887 Indorama Synthetics Tbk -1.7938 Karwell Indonesia Tbk -0.9769 Panasia Filament Inti Tbk 3.66410 Panasia Indosyntec Tbk -1.10511 Pan Brother Tex Tbk 1.33712 Ricky Putra Globalindo Tbk -27.93013 Roda Vivatex Tbk 2.04214 Sunson Textile Manufacture Tbk -0.05315 Tifico Tbk 0.058
Lampiran 21
TINGKAT KEBANGKRUTAN MODEL FOSTER
TAHUN 2002-2004
No Nama Perusahaan 2002 2003 2004
Nilai Z Prediksi Nilai Z Prediksi Nilai Z Prediksi
1 Apac Citra Centertex Tbk -0.326 Bangkrut -0.110 Bangkrut -0.220 Bangkrut
2 Argo Pantes Tbk -0.252 Bangkrut -5.055 Bangkrut 0.047 Bangkrut
3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 2.110 Tidak Bangkrut 0.571 Bangkrut -0.850 Bangkrut
4 Eratex Djaja Tbk -0.963 Bangkrut 1.913 Tidak Bangkrut -0.546 Bangkrut
5 Ever Shine Textile Industry Tbk -0.756 Bangkrut 13.388 Tidak Bangkrut 0.182 Bangkrut
6 GT Petrochem Industries Tbk -0.205 Bangkrut -0.201 Bangkrut -1.088 Bangkrut
7 Indorama Synthetics Tbk -1.361 Bangkrut -1.869 Bangkrut -1.793 Bangkrut
8 Karwell Indonesia Tbk -12.176 Bangkrut 0.052 Bangkrut -0.976 Bangkrut
9 Panasia Filament Inti Tbk -0.691 Bangkrut -2.615 Bangkrut 3.664 Tidak Bangkrut
10 Panasia Indosyntec Tbk -0.604 Bangkrut -1.627 Bangkrut -1.105 Bangkrut
11 Pan Brother Tex Tbk -4.930 Bangkrut 4.145 Tidak Bangkrut 1.337 Tidak Bangkrut
12 Ricky Putra Globalindo Tbk -1.120 Bangkrut -0.441 Bangkrut -27.930 Bangkrut
13 Roda Vivatex Tbk -4.121 Bangkrut 0.069 Bangkrut 2.042 Tidak Bangkrut
14 Sunson Textile Manufacture Tbk 0.515 Bangkrut 12.447 Tidak Bangkrut -0.053 Bangkrut
15 Tifico Tbk 1.014 Tidak Bangkrut 0.059 Bangkrut 0.058 Bangkrut
Lampiran 23
TINGKAT KEBANGKRUTAN MENURUT
UNDANG-UNDANG KEPAILITAN NO. 37 TAHUN 2004
TAHUN 2002-2004
No Nama Perusahaan 2002 2003 2004
Ratio
Hutang Prediksi
Ratio
Hutang Prediksi
Ratio
Hutang Prediksi
1 Apac Citra Centertex Tbk 98% Bangkrut 74% Bangkrut 80% Bangkrut
2 Argo Pantes Tbk 101% Bangkrut 100% Bangkrut 113% Bangkrut
3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 36% Tidak Bangkrut 35% Tidak Bangkrut 65% Bangkrut
4 Eratex Djaja Tbk 81% Bangkrut 91% Bangkrut 100% Bangkrut
5 Ever Shine Textile Industry Tbk 42% Tidak Bangkrut 37% Tidak Bangkrut 36% Tidak Bangkrut
6 GT Petrochem Industries Tbk 117% Bangkrut 106% Bangkrut 68% Bangkrut
7 Indorama Synthetics Tbk 58% Bangkrut 57% Bangkrut 56% Bangkrut
8 Karwell Indonesia Tbk 86% Bangkrut 90% Bangkrut 92% Bangkrut
9 Panasia Filament Inti Tbk 84% Bangkrut 88% Bangkrut 85% Bangkrut
10 Panasia Indosyntec Tbk 85% Bangkrut 85% Bangkrut 75% Bangkrut
11 Pan Brother Tex Tbk 47% Tidak Bangkrut 34% Tidak Bangkrut 36% Tidak Bangkrut
12 Ricky Putra Globalindo Tbk 95% Bangkrut 93% Bangkrut 26% Tidak Bangkrut
13 Roda Vivatex Tbk 16% Tidak Bangkrut 16% Tidak Bangkrut 16% Tidak Bangkrut
14 Sunson Textile Manufacture Tbk 65% Bangkrut 63% Bangkrut 69% Bangkrut
15 Tifico Tbk 63% Bangkrut 65% Bangkrut 74% Bangkrut
Lampiran 1
Perhitungan Working Capital to Total Assets Ratio (X1)
Tahun 2002-2004 (Dalam Jutaan Rupiah)
No Nama Perusahaan Current Assets Current Liabilities Working Capital Total Assets (X1)
2002 2003 2004 2002 2003 2004 2002 2003 2004 2002 2003 2004 2002 2003 2004
1 Apac Citra Centertex Tbk 663508 587112 653544 2154831 720969 904554 -1491323 -133857 -251010 2687344 2592556 2576148 -55.49% -5.16% -9.74%
2 Argo Pantes Tbk 482600 403858 447671 1417648 1382362 1395984 -935048 -978504 -948313 2265174 2125970 1759150 -41.28% -46.03% -53.91%
3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 32026 30991 302833 13353 12283 540049 18673 18708 -237216 40856 40096 830457 45.70% 46.66% -28.56%
4 Eratex Djaja Tbk 284645 167882 185862 147528 124619 165282 137117 43263 20580 418678 290042 298389 32.75% 14.92% 6.90%
5 Ever Shine Textile Industry Tbk 309761 262136 273894 207068 92703 100614 102693 169433 173280 664935 574093 543566 15.44% 29.51% 31.88%
6 GT Petrochem Industries Tbk 1573918 1698885 1654306 3978955 914651 1053877 -2405037 784234 600429 6637499 6239217 4549288 -36.23% 12.57% 13.20%
7 Indorama Synthetics Tbk 1808884 1737929 1999412 1299610 1552703 1527002 509274 185226 472410 4837746 4530166 4937424 10.53% 4.09% 9.57%
8 Karwell Indonesia Tbk 266549 192866 282555 418658 342686 437299 -152109 -149820 -154744 491824 412820 514999 -30.93% -36.29% -30.05%
9 Panasia Filament Inti Tbk 305770 277597 278621 185718 230022 204046 120052 47575 74575 780672 717711 709778 15.38% 6.63% 10.51%
10 Panasia Indosyntec Tbk 586158 565844 357507 498614 547493 337071 87544 18351 20436 2010353 1863039 1113478 4.35% 0.99% 1.84%
11 Pan Brother Tex Tbk 116399 91262 104280 39718 35256 43004 76681 56006 61276 140844 112292 126772 54.44% 49.88% 48.34%
12 Ricky Putra Globalindo Tbk 178161 187604 214381 193552 193239 73459 -15391 -5635 140922 260766 263827 297377 -5.90% -2.14% 47.39%
13 Roda Vivatex Tbk 98074 122841 71684 34394 32447 32085 63680 90394 39599 301737 309646 322871 21.10% 29.19% 12.26%
14 Sunson Textile Manufacture Tbk 312854 348645 379301 260265 329657 440503 52589 18988 -61202 811519 913734 923895 6.48% 2.08% -6.62%
15 Tifico Tbk 756283 763543 1087415 639033 988193 1329876 117250 -224650 -242461 2279387 2123547 2547453 5.14% -10.58% -9.52%
Lampiran 2
Perhitungan Retained Earnings to Total Assets Ratio (X2) Tahun 2002-2004
(Dalam Jutaan Rupiah)
No Nama Perusahaan Retained Earnings Total Assets X2
2002 2003 2004 2002 2003 2004 2002 2003 2004
1 Apac Citra Centertex Tbk -679761 -790516 -882460 2687344 2592556 2576148 -25.29% -30.49% -34.26%
2 Argo Pantes Tbk -1015014 -1001346 -1237694 2265174 2125970 1759150 -44.81% -47.10% -70.36%
3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 3541 3717 5846 40856 40096 830457 8.67% 9.27% 0.70%
4 Eratex Djaja Tbk 22093 -25945 -51139 418678 290042 298389 5.28% -8.95% -17.14%
5 Ever Shine Textile Industry Tbk 145850 114166 101368 664935 574093 543566 21.93% 19.89% 18.65%
6 GT Petrochem Industries Tbk -2345618 -1547303 -1089119 6637499 6239217 4549288 -35.34% -24.80% -23.94%
7 Indorama Synthetics Tbk 583561 587753 686542 4837746 4530166 4937424 12.06% 12.97% 13.90%
8 Karwell Indonesia Tbk -225324 -249459 -253490 491824 412820 514999 -45.81% -60.43% -49.22%
9 Panasia Filament Inti Tbk -152632 -195118 -254509 780672 717711 709778 -19.55% -27.19% -35.86%
10 Panasia Indosyntec Tbk -901682 -930958 -947525 2010353 1863039 1113478 -44.85% -49.97% -85.10%
11 Pan Brother Tex Tbk 31326 28588 38021 140844 112292 126772 22.24% 25.46% 29.99%
12 Ricky Putra Globalindo Tbk -140287 -136675 -109366 260766 263827 297377 -53.80% -51.80% -36.78%
13 Roda Vivatex Tbk 122859 129539 141125 301737 309646 322871 40.72% 41.83% 43.71%
14 Sunson Textile Manufacture Tbk 42499 51117 2563 811519 913734 923895 5.24% 5.59% 0.28%
15 Tifico Tbk 54964 -20517 -180533 2279387 2123547 2547453 2.41% -0.97% -7.09%
Lampiran 3
Perhitungan Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio (X3)
Tahun 2002-2004 (Dalam Jutaan Rupiah)
No Nama Perusahaan EBIT Total Assets X3
2002 2003 2004 2002 2003 2004 2002 2003 2004
1 Apac Citra Centertex Tbk 12589 -62379 -14044 2687344 2592556 2576148 0.47% -2.41% -0.55%
2 Argo Pantes Tbk -10946 -80098 -93980 2265174 2125970 1759150 -0.48% -3.77% -5.34%
3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk -854 -780 9241 40856 40096 830457 -2.09% -1.95% 1.11%
4 Eratex Djaja Tbk -14022 -44556 9705 418678 290042 298389 -3.35% -15.36% 3.25%
5 Ever Shine Textile Industry Tbk -6862 -39472 -7082 664935 574093 543566 -1.03% -6.88% -1.30%
6 GT Petrochem Industries Tbk -66430 4335 462658 6637499 6239217 4549288 -1.00% 0.07% 10.17%
7 Indorama Synthetics Tbk 146946 101325 111240 4837746 4530166 4937424 3.04% 2.24% 2.25%
8 Karwell Indonesia Tbk -12207 -11541 30322 491824 412820 514999 -2.48% -2.80% 5.89%
9 Panasia Filament Inti Tbk -41795 -76087 -57098 780672 717711 709778 -5.35% -10.60% -8.04%
10 Panasia Indosyntec Tbk -74141 -131411 -46902 2010353 1863039 1113478 -3.69% -7.05% -4.21%
11 Pan Brother Tex Tbk 26484 7326 8599 140844 112292 126772 18.80% 6.52% 6.78%
12 Ricky Putra Globalindo Tbk -15585 558 26177 260766 263827 297377 -5.98% 0.21% 8.80%
13 Roda Vivatex Tbk -19534 3272 12587 301737 309646 322871 -6.47% 1.06% 3.90%
14 Sunson Textile Manufacture Tbk 20841 10363 -12766 811519 913734 923895 2.57% 1.13% -1.38%
15 Tifico Tbk -32508 -16886 -28625 2279387 2123547 2547453 -1.43% -0.80% -1.12%
Lampiran 4
Perhitungan Market Value Equity to Book Value of Total Debt Ratio (X4)
Tahun 2002-2004 (Dalam Jutaan Rupiah)
No Nama Perusahaan Close Price Total Listed Shares Market Capitalization Liabilities (X4)
2002 2003 2004 2002 2003 2004 2002 2003 2004 2002 2003 2004 2002 2003 2004
1 Apac Citra Centertex Tbk 110 175 130 534667 534667 767667 58813 93567 99797 2816389 1915103 2048469 2.09% 4.89% 4.87%
2 Argo Pantes Tbk 700 1300 1325 132353 132353 132353 92647 172059 175368 2277498 2124752 1983059 4.07% 8.10% 8.84%
3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 90 120 120 20577 20577 277790 1852 2469 33335 14805 13884 546606 12.51% 17.78% 6.10%
4 Eratex Djaja Tbk 200 210 130 49118 49118 49118 9824 10315 6385 339660 262717 297078 2.89% 3.93% 2.15%
5 Ever Shine Textile Industry Tbk 300 125 80 201521 201521 201521 60456 25190 16122 276107 214371 198378 21.90% 11.75% 8.13%
6 GT Petrochem Industries Tbk 110 375 345 1120000 1120000 1944590 123200 420000 670884 7798613 6601155 3079865 1.58% 6.36% 21.78%
7 Indorama Synthetics Tbk 450 525 625 327176 327176 327176 147229 171767 204485 2820089 2581733 2743174 5.22% 6.65% 7.45%
8 Karwell Indonesia Tbk 350 410 410 293576 293576 293576 102752 120366 120366 422433 369948 475660 24.32% 32.54% 25.31%
9 Panasia Filament Inti Tbk 100 95 100 125000 125000 187536 12500 11875 18754 654383 633908 606634 1.91% 1.87% 3.09%
10 Panasia Indosyntec Tbk 200 275 500 266000 266000 354286 53200 73150 177143 1708635 1592882 837849 3.11% 4.59% 21.14%
11 Pan Brother Tex Tbk 2000 385 405 38400 38400 38400 76800 14784 15552 66895 38171 46019 114.81% 38.73% 33.79%
12 Ricky Putra Globalindo Tbk 40 110 355 144000 144000 320859 5760 15840 113905 246508 246419 78120 2.34% 6.43% 145.81%
13 Roda Vivatex Tbk 1000 900 825 134400 134400 134400 134400 120960 110880 48751 50634 52236 275.69% 238.89% 212.27%
14 Sunson Textile Manufacture Tbk 90 140 150 209177 209177 209177 18826 29285 313766 530594 574359 633075 3.55% 5.10% 49.56%
15 Tifico Tbk 240 230 255 465000 465000 465000 111600 106950 118575 1425160 1385908 1888334 7.83% 7.72% 6.28%
Lampiran 5
Perhitungan Sales to Total Assets Ratio (X5)
Tahun 2002-2004 (Dalam Jutaan Rupiah)
No Nama Perusahaan Sales Total Assets X5
2002 2003 2004 2002 2003 2004 2002 2003 2004
1 Apac Citra Centertex Tbk 1955031 1912468 2165991 2687344 2592556 2576148 0.73 0.74 0.84
2 Argo Pantes Tbk 1033464 1028794 982371 2265174 2125970 1759150 0.46 0.48 0.56
3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 71816 81189 311638 40856 40096 830457 1.76 2.02 0.38
4 Eratex Djaja Tbk 363804 391008 426083 418678 290042 298389 0.87 1.35 1.43
5 Ever Shine Textile Industry Tbk 417869 376682 487609 664935 574093 543566 0.63 0.66 0.90
6 GT Petrochem Industries Tbk 2935694 3059049 4481624 6637499 6239217 4549288 0.44 0.49 0.99
7 Indorama Synthetics Tbk 2834824 3008769 3936841 4837746 4530166 4937424 0.59 0.66 0.80
8 Karwell Indonesia Tbk 540637 525007 583340 491824 412820 514999 1.10 1.27 1.13
9 Panasia Filament Inti Tbk 559865 371625 403333 780672 717711 709778 0.72 0.52 0.57
10 Panasia Indosyntec Tbk 1164127 978309 1073768 2010353 1863039 1113478 0.58 0.53 0.96
11 Pan Brother Tex Tbk 300118 264225 307709 140844 112292 126772 2.13 2.35 2.43
12 Ricky Putra Globalindo Tbk 234902 207634 222256 260766 263827 297377 0.90 0.79 0.75
13 Roda Vivatex Tbk 196859 178589 178585 301737 309646 322871 0.65 0.58 0.55
14 Sunson Textile Manufacture Tbk 507144 526184 548070 811519 913734 923895 0.62 0.58 0.59
15 Tifico Tbk 1570829 1946954 2590237 2279387 2123547 2547453 0.69 0.92 1.02
Lampiran 6
Rata-Rata Rasio Keuangan Altman
Tahun 2002-2004
No Nama Perusahaan X1 X2 X3 X4 X5
2002 2003 2004 2002 2003 2004 2002 2003 2004 2002 2003 2004 2002 2003 2004
1 Apac Citra Centertex Tbk -55.49% -5.16% -9.74% -25.29% -30.49% -34.26% 0.47% -2.41% -0.55% 2.09% 4.89% 4.87% 0.73 0.74 0.84
2 Argo Pantes Tbk -41.28% -46.03% -53.91% -44.81% -47.10% -70.36% -0.48% -3.77% -5.34% 4.07% 8.10% 8.84% 0.46 0.48 0.56
3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 45.70% 46.66% -28.56% 8.67% 9.27% 0.70% -2.09% -1.95% 1.11% 12.51% 17.78% 6.10% 1.76 2.02 0.38
4 Eratex Djaja Tbk 32.75% 14.92% 6.90% 5.28% -8.95% -17.14% -3.35% -15.36% 3.25% 2.89% 3.93% 2.15% 0.87 1.35 1.43
5 Ever Shine Textile Industry Tbk 15.44% 29.51% 31.88% 21.93% 19.89% 18.65% -1.03% -6.88% -1.30% 21.90% 11.75% 8.13% 0.63 0.66 0.90
6 GT Petrochem Industries Tbk -36.23% 12.57% 13.20% -35.34% -24.80% -23.94% -1.00% 0.07% 10.17% 1.58% 6.36% 21.78% 0.44 0.49 0.99
7 Indorama Synthetics Tbk 10.53% 4.09% 9.57% 12.06% 12.97% 13.90% 3.04% 2.24% 2.25% 5.22% 6.65% 7.45% 0.59 0.66 0.80
8 Karwell Indonesia Tbk -30.93% -36.29% -30.05% -45.81% -60.43% -49.22% -2.48% -2.80% 5.89% 24.32% 32.54% 25.31% 1.10 1.27 1.13
9 Panasia Filament Inti Tbk 15.38% 6.63% 10.51% -19.55% -27.19% -35.86% -5.35% -10.60% -8.04% 1.91% 1.87% 3.09% 0.72 0.52 0.57
10 Panasia Indosyntec Tbk 4.35% 0.99% 1.84% -44.85% -49.97% -85.10% -3.69% -7.05% -4.21% 3.11% 4.59% 21.14% 0.58 0.53 0.96
11 Pan Brother Tex Tbk 54.44% 49.88% 48.34% 22.24% 25.46% 29.99% 18.80% 6.52% 6.78% 114.81% 38.73% 33.79% 2.13 2.35 2.43
12 Ricky Putra Globalindo Tbk -5.90% -2.14% 47.39% -53.80% -51.80% -36.78% -5.98% 0.21% 8.80% 2.34% 6.43% 145.81% 0.90 0.79 0.75
13 Roda Vivatex Tbk 21.10% 29.19% 12.26% 40.72% 41.83% 43.71% -6.47% 1.06% 3.90% 275.69% 238.89% 212.27% 0.65 0.58 0.55
14 Sunson Textile Manufacture Tbk 6.48% 2.08% -6.62% 5.24% 5.59% 0.28% 2.57% 1.13% -1.38% 3.55% 5.10% 49.56% 0.62 0.58 0.59
15 Tifico Tbk 5.14% -10.58% -9.52% 2.41% -0.97% -7.09% -1.43% -0.80% -1.12% 7.83% 7.72% 6.28% 0.69 0.92 1.02
Rata-Rata 2.77% 6.42% 2.90% -10.06% -12.44% -16.83% -0.57% -2.69% 1.35% 32.25% 26.36% 37.10% 0.86 0.93 0.93
Tertinggi 54.44% 49.88% 48.34% 40.72% 41.83% 43.71% 18.80% 6.52% 10.17% 275.69% 238.89% 212.27% 2.13 2.35 2.43
Terendah -55.49% -46.03% -53.91% -53.80% -60.43% -85.10% -6.47% -15.36% -8.04% 1.58% 1.87% 2.15% 0.44 0.48 0.38
Lampiran 7
Perhitungan Z-Score Altman
Tahun 2002-2004
No Nama Perusahaan X1 (0.717) X2 (0.847) X3 (3.107) X4 (0.420) X5 (0.998) Z-Score
2002 2003 2004 2002 2003 2004 2002 2003 2004 2002 2003 2004 2002 2003 2004 2002 2003 2004
1 Apac Citra C. Tbk -55.49% -5.16% -9.74% -25.29% -30.49% -34.26% 0.47% -2.41% -0.55% 2.09% 4.89% 4.87% 0.73 0.74 0.84 0.140 0.389 0.482
2 Argo Pantes Tbk -41.28% -46.03% -53.91% -44.81% -47.10% -70.36% -0.48% -3.77% -5.34% 4.07% 8.10% 8.84% 0.46 0.48 0.56 -0.214 -0.333 -0.552
3 Daeyu Orchid I. Tbk 45.70% 46.66% -28.56% 8.67% 9.27% 0.70% -2.09% -1.95% 1.11% 12.51% 17.78% 6.10% 1.76 2.02 0.38 2.145 2.443 0.241
4 Eratex Djaja Tbk 32.75% 14.92% 6.90% 5.28% -8.95% -17.14% -3.35% -15.36% 3.25% 2.89% 3.93% 2.15% 0.87 1.35 1.43 1.056 0.918 1.441
5 Ever Shine T. I. Tbk 15.44% 29.51% 31.88% 21.93% 19.89% 18.65% -1.03% -6.88% -1.30% 21.90% 11.75% 8.13% 0.63 0.66 0.90 0.985 0.874 1.279
6 GT Petrochem Tbk -36.23% 12.57% 13.20% -35.34% -24.80% -23.94% -1.00% 0.07% 10.17% 1.58% 6.36% 21.78% 0.44 0.49 0.99 -0.144 0.398 1.287
7 Indorama S. Tbk 10.53% 4.09% 9.57% 12.06% 12.97% 13.90% 3.04% 2.24% 2.25% 5.22% 6.65% 7.45% 0.59 0.66 0.80 0.883 0.895 1.086
8 Karwell Indo. Tbk -30.93% -36.29% -30.05% -45.81% -60.43% -49.22% -2.48% -2.80% 5.89% 24.32% 32.54% 25.31% 1.10 1.27 1.13 0.513 0.545 0.785
9 Panasia F. Inti Tbk 15.38% 6.63% 10.51% -19.55% -27.19% -35.86% -5.35% -10.60% -8.04% 1.91% 1.87% 3.09% 0.72 0.52 0.57 0.505 0.015 0.104
10 Panasia Indosy. Tbk 4.35% 0.99% 1.84% -44.85% -49.97% -85.10% -3.69% -7.05% -4.21% 3.11% 4.59% 21.14% 0.58 0.53 0.96 0.129 -0.087 0.208
11 Pan Brother Tex Tbk 54.44% 49.88% 48.34% 22.24% 25.46% 29.99% 18.80% 6.52% 6.78% 114.81% 38.73% 33.79% 2.13 2.35 2.43 3.771 3.284 3.378
12 Ricky Putra G. Tbk -5.90% -2.14% 47.39% -53.80% -51.80% -36.78% -5.98% 0.21% 8.80% 2.34% 6.43% 145.81% 0.90 0.79 0.75 0.224 0.368 1.663
13 Roda Vivatex Tbk 21.10% 29.19% 12.26% 40.72% 41.83% 43.71% -6.47% 1.06% 3.90% 275.69% 238.89% 212.27% 0.65 0.58 0.55 2.102 2.179 2.020
14 Sunson Tex. M. Tbk 6.48% 2.08% -6.62% 5.24% 5.59% 0.28% 2.57% 1.13% -1.38% 3.55% 5.10% 49.56% 0.62 0.58 0.59 0.804 0.698 1.129
15 Tifico Tbk 5.14% -10.58% -9.52% 2.41% -0.97% -7.09% -1.43% -0.80% -1.12% 7.83% 7.72% 6.28% 0.69 0.92 1.02 0.734 0.842 0.881
Lampiran 13
Perhitungan Transportation Expense to Operating Revenue Ratio (X)
Tahun 2002-2004 (Dalam Jutaan Rupiah)
No Nama Perusahaan Transportation Expense Operating Revenue TE/OR (X)
2002 2003 2004 2002 2003 2004 2002 2003 2004
1 Apac Citra Centertex Tbk 161499 164732 179193 1955031 1912468 2165991 0.083 0.086 0.083
2 Argo Pantes Tbk 68142 72001 58358 1033464 1028794 982371 0.066 0.070 0.059
3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 9392 6628 9554 71816 81189 311638 0.131 0.082 0.031
4 Eratex Djaja Tbk 57163 60703 47283 363804 391008 426083 0.157 0.155 0.111
5 Ever Shine Textile Industry Tbk 27294 25158 30969 417869 376682 487609 0.065 0.067 0.064
6 GT Petrochem Industries Tbk 137385 192505 142322 2935694 3059049 4481624 0.047 0.063 0.032
7 Indorama Synthetics Tbk 237067 244696 271845 2834824 3008769 3936841 0.084 0.081 0.069
8 Karwell Indonesia Tbk 47380 57263 48582 540637 525007 583340 0.088 0.109 0.083
9 Panasia Filament Inti Tbk 54011 39113 53950 559865 371625 403333 0.096 0.105 0.134
10 Panasia Indosyntec Tbk 100037 74595 73511 1164127 978309 1073768 0.086 0.076 0.068
11 Pan Brother Tex Tbk 32886 31394 35562 300118 264225 307709 0.110 0.119 0.116
12 Ricky Putra Globalindo Tbk 34273 34122 38826 234902 207634 222256 0.146 0.164 0.175
13 Roda Vivatex Tbk 19693 18477 17562 196859 178586 178585 0.100 0.103 0.098
14 Sunson Textile Manufacture Tbk 29321 39991 34114 507144 526184 548070 0.058 0.076 0.062
15 Tifico Tbk 62392 62203 83976 1570829 1946954 2590237 0.040 0.032 0.032
Lampiran 14
Perhitungan Time Interest Earned Ratio (Y)
Tahun 2002-2004 (Dalam Jutaan Rupiah)
No Nama Perusahaan EBIT Interest Expense TIE (Y)
2002 2003 2004 2002 2003 2004 2002 2003 2004
1 Apac Citra Centertex Tbk 12589 -62379 -14044 -172446 -227795 -158028 -0.073 0.274 0.089
2 Argo Pantes Tbk -10946 -80098 -93980 239542 10920 -250025 -0.046 -7.335 0.376
3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk -854 -780 9241 -220 -606 -8135 3.882 1.287 -1.136
4 Eratex Djaja Tbk -14022 -44556 9705 21209 -12020 -36958 -0.661 3.707 -0.263
5 Ever Shine Textile Industry Tbk -6862 -39472 -7082 8406 -1905 -11760 -0.816 20.720 0.602
6 GT Petrochem Industries Tbk -66430 4335 462658 920660 257570 -309849 -0.072 0.017 -1.493
7 Indorama Synthetics Tbk 146946 101325 111240 -89435 -41725 -46828 -1.643 -2.428 -2.376
8 Karwell Indonesia Tbk -12207 -11541 30322 675 -18078 -28624 -18.084 0.638 -1.059
9 Panasia Filament Inti Tbk -41795 -76087 -57098 74960 22109 -9117 -0.558 -3.441 6.263
10 Panasia Indosyntec Tbk -74141 -131411 -46902 154616 63019 35236 -0.480 -2.085 -1.331
11 Pan Brother Tex Tbk 26484 7326 8599 -3815 1059 3274 -6.942 6.918 2.626
12 Ricky Putra Globalindo Tbk -15585 558 26177 16289 3278 -629 -0.957 0.170 -41.617
13 Roda Vivatex Tbk -19534 3272 12587 3391 5156 3485 -5.761 0.635 3.612
14 Sunson Textile Manufacture Tbk 20841 10363 -12766 19297 536 -53729 1.080 19.334 0.238
15 Tifico Tbk -32508 -16886 -28625 -18609 -66481 -112400 1.747 0.254 0.255
Lampiran 15
Rata-Rata Rasio Keuangan Foster Tahun 2002-2004
No Nama Perusahaan TE/OR (X) TIE (Y) 2002 2003 2004 2002 2003 2004 1 Apac Citra Centertex Tbk 0.083 0.086 0.083 -0.073 0.274 0.0892 Argo Pantes Tbk 0.066 0.070 0.059 -0.046 -7.335 0.3763 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 0.131 0.082 0.031 3.882 1.287 -1.1364 Eratex Djaja Tbk 0.157 0.155 0.111 -0.661 3.707 -0.2635 Ever Shine Textile Industry Tbk 0.065 0.067 0.064 -0.816 20.720 0.6026 GT Petrochem Industries Tbk 0.047 0.063 0.032 -0.072 0.017 -1.4937 Indorama Synthetics Tbk 0.084 0.081 0.069 -1.643 -2.428 -2.3768 Karwell Indonesia Tbk 0.088 0.109 0.083 -18.084 0.638 -1.0599 Panasia Filament Inti Tbk 0.096 0.105 0.134 -0.558 -3.441 6.26310 Panasia Indosyntec Tbk 0.086 0.076 0.068 -0.480 -2.085 -1.33111 Pan Brother Tex Tbk 0.110 0.119 0.116 -6.942 6.918 2.62612 Ricky Putra Globalindo Tbk 0.146 0.164 0.175 -0.957 0.170 -41.61713 Roda Vivatex Tbk 0.100 0.103 0.098 -5.761 0.635 3.61214 Sunson Textile Manufacture Tbk 0.058 0.076 0.062 1.080 19.334 0.23815 Tifico Tbk 0.040 0.032 0.032 1.747 0.254 0.255 Rata-rata 0.090 0.093 0.081 -1.959 2.578 -2.348 Tertinggi 0.157 0.164 0.175 3.882 20.720 6.263 Terendah 0.040 0.032 0.031 -18.084 -7.335 -41.617
Lampiran 16
Perhitungan Z-Score Foster
Tahun 2002-2004 No Nama Perusahaan X (-3.366) Y (0.657) Z-Score
2002 2003 2004 2002 2003 2004 2002 2003 2004
1 Apac Citra Centertex Tbk -0.278 -0.290 -0.278 -0.048 0.180 0.058 -0.326 -0.110 -0.220
2 Argo Pantes Tbk -0.222 -0.236 -0.200 -0.030 -4.819 0.247 -0.252 -5.055 0.047
3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk -0.440 -0.275 -0.103 2.550 0.846 -0.746 2.110 0.571 -0.850
4 Eratex Djaja Tbk -0.529 -0.523 -0.374 -0.434 2.435 -0.173 -0.963 1.913 -0.546
5 Ever Shine Textile Industry Tbk -0.220 -0.225 -0.214 -0.536 13.613 0.396 -0.756 13.388 0.182
6 GT Petrochem Industries Tbk -0.158 -0.212 -0.107 -0.047 0.011 -0.981 -0.205 -0.201 -1.088
7 Indorama Synthetics Tbk -0.281 -0.274 -0.232 -1.079 -1.595 -1.561 -1.361 -1.869 -1.793
8 Karwell Indonesia Tbk -0.295 -0.367 -0.280 -11.881 0.419 -0.696 -12.176 0.052 -0.976
9 Panasia Filament Inti Tbk -0.325 -0.354 -0.450 -0.366 -2.261 4.115 -0.691 -2.615 3.664
10 Panasia Indosyntec Tbk -0.289 -0.257 -0.230 -0.315 -1.370 -0.875 -0.604 -1.627 -1.105
11 Pan Brother Tex Tbk -0.369 -0.400 -0.389 -4.561 4.545 1.726 -4.930 4.145 1.337
12 Ricky Putra Globalindo Tbk -0.491 -0.553 -0.588 -0.629 0.112 -27.342 -1.120 -0.441 -27.930
13 Roda Vivatex Tbk -0.337 -0.348 -0.331 -3.785 0.417 2.373 -4.121 0.069 2.042
14 Sunson Textile Manufacture Tbk -0.195 -0.256 -0.210 0.710 12.702 0.156 0.515 12.447 -0.053
15 Tifico Tbk -0.134 -0.108 -0.109 1.148 0.167 0.167 1.014 0.059 0.058
Lampiran 22
Perhitungan Debt Ratio (Ratio Hutang)
Tahun 2002-2004 (Dalam Jutaan Rupiah)
Total Hutang Total Aktiva Rasio Hutang No Nama Perusahaan
2002 2003 2004 2002 2003 2004 2002 2003 2004 1 Apac Citra Centertex Tbk 2816389 1915103 2048469 2867344 2592556 2576148 98% 74% 80%2 Argo Pantes Tbk 2277498 2124752 1983059 2265174 2125970 1759150 101% 100% 113%3 Daeyu Orchid Indonesia Tbk 14805 13884 540606 40856 40096 830457 36% 35% 65%4 Eratex Djaja Tbk 339660 262717 297078 418678 290042 298389 81% 91% 100%5 Ever Shine Textile Industry Tbk 276107 214371 198378 664935 574093 543566 42% 37% 36%6 GT Petrochem Industries Tbk 7798613 6601155 3079865 6637499 6239217 4549288 117% 106% 68%7 Indorama Synthetics Tbk 2820089 2581733 2743174 4837746 4530166 4937424 58% 57% 56%8 Karwell Indonesia Tbk 422433 369948 475660 491824 412820 514999 86% 90% 92%9 Panasia Filament Inti Tbk 654383 633908 606634 780672 717711 709778 84% 88% 85%
10 Panasia Indosyntec Tbk 1708653 1592882 837849 2010353 1863039 1113478 85% 85% 75%11 Pan Brother Tex Tbk 66895 38171 46019 140844 112292 126772 47% 34% 36%12 Ricky Putra Globalindo Tbk 246508 246419 78120 260766 263827 297377 95% 93% 26%13 Roda Vivatex Tbk 48751 50634 52236 301737 309646 322871 16% 16% 16%14 Sunson Textile Manufacture Tbk 530594 574359 633075 811519 913734 923895 65% 63% 69%15 Tifico Tbk 1425160 1385908 1888334 2279387 2123547 2547453 63% 65% 74%