ANALISIS TEKNIK MENCARI ALAT BUKTITERHADAP PELAKU ...digilib.unila.ac.id/54804/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of ANALISIS TEKNIK MENCARI ALAT BUKTITERHADAP PELAKU ...digilib.unila.ac.id/54804/3/SKRIPSI TANPA BAB...
ANALISIS TEKNIK MENCARI ALAT BUKTITERHADAP PELAKU
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA TAHAP PENYELIDIKAN
DAN PENYIDIKAN
( SKRIPSI )
Oleh:
INDRA AMOZA PERDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
ANALISIS TEKNIK MENCARI ALAT BUKTI TERHADAP PELAKU
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA TAHAP PENYELIDIKAN
DAN PENYIDIKAN
Oleh
INDRA AMOZA PERDANA
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-undang. Terhadap upaya penanggulangan
narkotika terutama upaya represif, aparat kepolisian dan pihak BNN dalam
menangkap seseorang yang diduga menyalahgunakan narkotika harus
mengumpulkan cukup bukti untuk memperkuat alasan mereka untuk menangkap
seseorang yang diduga menyalahgunakan narkotika. Berdasarkan latar belakang
tersebut yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana
Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan dalam mencari alat bukti terhadap
pelaku penyalahgunaan narkotika dan apa saja faktor penghambat dalam mencari
alat bukti terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika pada tahap penyidikan dan
penyelidikan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.
Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Narasumber terdiri dari Penyidik
Ditresnarkoba polda lampung , Petugas Badan Narkotika Nasional Provinsi
Lampung dan Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lampung. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan dalam mencari alat bukti terhadap
pelaku penyalahgunaan narkotika maka pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan
memiliki berbagai cara dan teknik mulai dari observasi (peninjauan), surveillance
(pembuntutan), undercover agent (penyusupan agen), undercover buy (pembelian
terselubung), controlled planning (penyerahan yang dikendalikan), dan raid
planning execution (rencana Pelaksanaan penggerebekan).
INDRA AMOZA PERDANA
Dan proses penyidikan (1) Menerima Laporan (2) Melakukan Tindakan Pertama
yaitu setelah menerima laporan dari seseorang maka penyidik melakukan
serangkaian penyelidikan dan pembuntutan terhadap seseorang yang dicurigai (3)
Penangkapan (4) Penggeledahan (5) Penyitaan (6) Pemeriksaan Tersangka dan
Saksi (7) Penahanan (8) Selesainya Penyidikan.
Faktor penghambat dalam mencari alat bukti terhadap pelaku penyalahgunaan
narkotika pada tahap penyelidikan dan penyidikan adalah besarnya biaya yang
dibutuhkan untuk mencari barang bukti dan pengujian terhadap alat bukti terhadap
jenis golongan narkotika yang membutuhkan biaya yang cukup besar, hambatan
lain datang dari anggota penyidik Polri yang kurangnya pendidikan khusus
tentang narkotika, dan hambatan yang terbesar yakni dari masyarakat yang masih
kurang mengetahui ciri-ciri narkotika dan kurangnya kesadaran akan kejahatan
narkotika yang terjadi dilingkungan sekitarnya.
Adapun saran yang diberikan penulis dalam peranannya diharapkan penyidik
Polri dan BNN dapat memberikan pembinaan terhadap masyarakat agar mengenal
apa itu narkotika dan kejahatan narkotika, karena tidak semua masyarakat
mengetahui tentang narkotika dan kejahatan narkotika dan pembinaan terhadap
masyarakat agal lebih peka terhadap lingkungan sekitar, salah satunya bila terjadi
kejahatan narkotika yang mereka ketahui sehingga dapat melaporkannya kepada
yang berwajib.
Kata kunci: Analisis, Mencari Alat Bukti, Pelaku, Tindak Pidana Narkotika,
Penyelidikan, Penyidikan
ANALISIS TEKNIK MENCARI ALAT BUKTI TERHADAP PELAKU
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA TAHAP PENYELIDIKAN
DAN PENYIDIKAN
Oleh :
INDRA AMOZA PERDANA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Indra Amoza Perdana dilahirkan di Bandar Lampung pada 25
November 1995, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, buah
hati pasangan Bapak Amanuddin, S.E, M.M, dan Ibu Helmawati,
A.Md.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis, yaitu :
1. TK Unila Bandar Lampung, diselesaikan Tahun 2002
2. SD Negeri 02 Labuhan Ratu Bandar Lampung, diselesaikan Tahun 2008
3. SMP Al-Kautsar Bandar Lampung, diselesaikan Tahun 2011
4. SMA Al-Kautsar Bandar Lampung, diselesaikan Tahun 2014
Penulis tercatat sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung pada
pertengahan juli 2014. Di pertengahan Tahun 2016 penulis memfokuskan diri
untuk lebih mendalami Hukum Pidana. Semasa perkuliahan penulis bergabung di
Himpunan Mahasiswa (HIMA) Hukum Pidana. Pada pertengahan Tahun 2017
penulis mengabdikan diri guna mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama
perkuliahan dengan melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Padang Ratu
Kecamatan Padang Ratu Kabupaten Lampung Tengah
MOTO
“Fiat Iustitia, Et Pereat Mundus”
Keadilan akan tetap ada meskipun dunia akan musnah.
(Philipp Melanchthon)
Bergelap-gelaplah dalam Terang, Berterang-teranglah dalam Gelap.
(Tan Malaka)
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula)
kepadamu,dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari (ni’mat)-Ku.“
(QS. Al-Baqarah:152)
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan karya skripsi kecilku
ini kepada inspirasi terbesarku:
Orangtuaku Amanuddin, S.E, M.M. dan Helmawati, A.Md. Yang senantiasa membesarkan, mendidik, membimbing, berdoa,
berkorban dan mendukungku.
Terimakasih untuk semua kasih sayang dan pengorbanannya serta
setiap doa’nya yang selalu mengiringi setiap langkahku menuju
keberhasilan.
Kakak-kakak ku Amelia Perdana, S.Pd. dan Dian Arista, S.K.M. yang kusayangi dan kubanggakan dan terimakasih atas motivasi dan
doa untuk keberhasilanku.
Terima kasih atas kasih sayang tulus yang diberikan, semoga suatu saat dapat membalas semua budi baik dan nantinya dapat menjadi
anak yang membanggakan kalian.
Dosen Pembimbingku dan Dosen Pembahasku, terima kasih untuk
bantuan dan dukungannya dalam pembuatan skripsi ini.
Almamater Universitas Lampung Fakultas Hukum
Tempat aku menimba Ilmu dan mendapatkan pengalaman berharga
yang menjadi awal langkahku meraih kesuksesan
SANWACANA
Segala Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan Nikmat, Hidayah dan
Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat
waktu. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Suri Tauladan Rasulullah
Muhammad SAW berserta keluarga dan para sahabat serta seluruh Umat Muslim.
Skripsi dengan judul ” Analisis Teknik Mencari Alat Bukti Terhadap Pelaku
Penyalahgunaan Narkotika Pada Tahap Penyelidikan dan Penyidikan”
adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas
Hukum Universitas Lampung.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi
ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan untuk pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini. Pada kesempatan
kali ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M. P, selaku Rektor Universitas
Lampung;
2. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung beserta staf yang telah memberikan bantuan dan
kemudahan kepada Penulis selama mengikuti pendidikan;
3. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H. selaku ketua jurusan, yang telah meluangkan
waktu, untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam
upaya penyusunan skripsi ini;
4. Bapak Prof. DR. Sunarto, S.H., M.H. selaku pembimbing satu, yang telah
meluangkan waktu, pikiran, serta memberi dorongan semangat dan
pengarahan kepada penulis dalam upaya penyusunan skripsi ini;
5. Bapak Budi Rizki Husin, S.H., M.H. selaku pembimbing dua, yang telah
meluangkan waktu, pikiran, serta memberi dorongan semangat dan
pengarahan kepada penulis dalam upaya penyusunan skripsi ini;
6. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H. selaku pembahas satu dan juga penguji utama
yang telah memberikan masukan, saran dan pengarahannya dalam penulisan
skripsi ini;
7. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. selaku pembahas dua yang telah
memberikan masukan, kritik, dan saran dalam penulisan skripsi ini;
8. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.Hum. selaku dosen Pembimbing Akademik
yang telah memberikan bimbingan dan motivasi selama ini;
9. Seluruh Dosen Hukum Universitas Lampung yang telah meluangkan waktu
untuk selalu memberikan bimbingan, ilmu pengetahuan, dan juga bantuannya
kepada penulis serta kepada staf administrasi Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
10. Seluruh Karyawan Gedung A, Bude Siti, Pakde Misio, dan Bu As untuk selalu
mengingatkan penulis agar segera menyelesaikan studi, memberikan masukan,
dan motivasi dalam penulisan ini;
11. Narasumber dalam penulisan skripsi ini bapak Darman Bm Seri, S.H.,M.H.
selaku Kabag Binopsal Ditres Narkoba Polda Lampung, bapak Panca Okta
Wijaya selaku anggota Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung serta
bapak Tri Andrisman, S.H.,M.Hum. selaku Dosen Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah sangat membantu dalam
mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini, terima kasih
untuk semua kebaikan dan bantuannya;
12. Kedua Orang Tuaku yang selalu menjadi inspirasi terbesar bagi penulis
Amanuddin, S.E, M.M, dan Helmawati,A.Md. Serta seluruh keluarga besar ,
Terimakasih atas dukungan dan doanya;
13. Kakak-kakakku yang selalu memberikan bantuan dan semangat
Amelia Perdana, S.Pd. Dauzan Deriyansyah Praja, S.Sos. dan Dian Arista,
S.K.M. , Terimakasih atas dukungan dan doanya;
14. Sahabat-sahabat terbaikku, M Wiryawan, Rachmad Septiawan, Ilham Guntara,
Ridho Ferdian, Dimas Kurniawan, Rexzi Ananda, Dimas Putra Pamungkas, Gian,
Bowo, Rosanti Marlinda, Bima Erza , Joshua Purba, Jody setiawan ,Andey ,Erick
,Naim dan seluruh Teman Teman ORMAS 00, CALON SH. Terimakasih selalu
ada untukku baik saat suka maupun duka, serta motivasi yang diberikan selama
ini, kalian sudah seperti keluarga bagiku, semoga persahabatan ini tetap terjalin
untuk selamanya;
15. Keluarga baruku KKN Desa Padang Ratu Kecamatan Padang Ratu Kabupaten
Lampung Tengah Ayu Citra Pertiwi , Indra Pambudi, Ilham Yoditama ,
Mariah Ramandisyah, Mewa Safitri, Osy Lulu Alfarossi, terimakasih atas 40
hari yang sangat berharga dan pengalaman yang luar biasa dan tak akan
telupakan;
16. Seluruh Angkatan 2014 Fakultas Hukum Unila;
17. Almamaterku tercinta, Universitas Lampung;
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua bantuan dan
dukungannya. Akhir kata atas bantuan, dukungan, serta doa dan semangat dari
kalian, penulis yang hanya mampu mengucapkan mohon maaf apabila ada
yang salah dalam penulisan skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan keilmuaan pada umumnya dan ilmu hukum khususnya hukum pidana.
Bandar Lampung, November 2018
Penulis
INDRA AMOZA PERDANA
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ................................. 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..................................................... 7
D. Kerangka Teori dan Konseptual ...................................................... 8
E. Sistematika Penulisan ...................................................................... 15
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Umum Tentang Narkotika ............................................. 17
B. Tindak Pidana Narkotika ................................................................. 21
C. Pengertian, Jenis-Jenis dan Unsur Tindak Pidana ........................... 25
D. Tinjauan Umum Penyelidikan dan Penyidikan ............................... 32
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah ........................................................................ 42
B. Sumber dan Jenis Data .................................................................... 43
C. Penentuan Narasumber .................................................................... 44
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ................................. 45
E. Analisis Data.................................................................................... 46
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penyelidikan dan Penyidikan dalam Mencari
Alat bukti Terhadap Pelaku Penyalahgunaan Narkotika .... ............ 47
B. Faktor Penghambat dalam Mencari Alat Bukti Terhadap
Pelaku Penyalahgunaan Narkotika pada Tahap Penyelidikan
dan Penyidikan ................................................................................ 71
V. PENUTUP
A. Simpulan .......................................................................................... 76
B. Saran ................................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-undang.
Narkotika adalah sejenis zat yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu
bagi orang-orang yang menggunakannya, yaitu dengan cara memasukkan ke
dalam tubuh.1
Narkotika merupakan salah satu obat yang diperlukan dalam dunia pengobatan,
demikian juga dalam bidang penelitian untuk tujuan pendidikan, pengembangan
ilmu dan penerapannya.2 Dengan maksud untuk kepentingan pengobatan maka
ketersediannya perlu dijamin akan tetapi yang terjadi pada saat ini adalah
penyalahgunaan narkotika menjadi masalah besar karena dapat pula menimbulkan
ketergantungan yang berkepanjangan jika dipergunakan tidak sesuai dengan dosis
dan pengawasan yang ketat. Penyalahgunaan narkotika juga mengakibatkan
gangguan fisik, mental, sosial, keamanan dan ketertiban masyarakat.
1 Taufik Makarao, dkk, 2003, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia, Jakarta,Hal. 16.
2 Andi Hamzah, 1991, Perkembangan Hukum Pidana Khusus, Rineka Cipta, Jakarta,Hal. 176.
2
Zat-zat narkotika yang semula ditujukan untuk kepentingan pengobatan, namun
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, khususnya
perkembangan tekhnologi obat-obatan maka jenis-jenis narkotika dapat diolah
sedemikian banyak seperti yang terdapat pada saat ini, serta dapat pula
disalahgunakan fungsinya yang bukan lagi untuk kepentingan di bidang
pengobatan, bahkan sudah mengancam kelangsungan eksistensi generasi suatu
bangsa.3
Penyalahgunaan narkotika yang dilakukan seseorang dapat diartikan
menggunakan narkotika tidak sebagaimana mestinya, dalam hal ini tentunya di
luar pengawasan seorang dokter. Terjadinya penyalahgunaan di dalam masyarakat
tentunya sangat mempengaruhi masyarakat itu sendiri. Pengaruh itu bisa berupa
pengaruh terhadap ketenangan dalam masyarakat, pengaruh terhadap timbulnya
kejahatan dalam masyarakat dan sebagainya4
Berdasarkan penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) yang bekerjasama
dengan Puslitkes UI bahwa angka penyalahgunaan Narkoba di Indonesia pada
tahun 2017 menyentuh hampir 6 juta penduduk indonesia yang terlibat dalam
penyalahgunaan narkoba.5
Hasil data tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan narkotika di Indonesia
semakin lama semakin meningkat sehingga perlu adanya upaya penanggulangan
terhadap permasalahan penyalahgunaan narkotika ini.
3
Ibid, Halaman 19.
4 Mardani, 2007, Penyalahgunaan Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana
Nasional, Jakarta: Raja Grafindo, hlm. 102 5 https://news.okezone.com/read/2017/07/20/337/1740788/indonesia-darurat-narkoba-6-juta-
orang-jadi-pecandu diakses pada hari senin, tanggal 29 Januari 2018 pada pukul 21.45
3
Kasus penyalahgunaan narkotika tidak dapat dibiarkan terus berlangsung karena
semakin berkembangnya narkotika tidak hanya secara langsung dapat merusak
kesehatan fisik dan mental para penggunanya, tetapi dampaknya dapat
mengancam perkembangan ekonomi dan kemajuan sosial. Penyalahgunaan
narkotika dan obat-obatan terlarang di kalangan generasi muda dewasa ini kian
meningkat. Berbagai tindakan terus dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah
dan memberantas tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang timbul di
masyarakat, yaitu dengan cara :
a. Pre-emptive adalah pencegahan secara dini atau lebih awal, sebelum adanya
tanda-tanda kriminogen (faktor pencetus tindak kriminal).
b. Tindakan preventif adalah tindakan sebelum terjadinya kejahatan atau
perbuatan yang melanggar hukum
c. Tindakan represif yaitu tindakan ini dimulai dari suatu adanya pelanggaran
sampai pada suatu proses pengusutan, penuntuntan, dan penjatuhan pidana
serta pelaksanaan pidana yakni menjerat pelaku dengan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.6
Upaya penanggulangan penyalahguaan narkotika telah banyak dilakukan, baik itu
upaya preventif (pencegahan) seperti melakukan penyuluhan-penyuluhan
mengenai dampak penyalahgunaan narkoba, baik yang dilakukan oleh Badan
Narkotika Nasional (BNN) atau aparat kepolisian dan upaya represif (penindakan)
yaitu menindak mereka yang menyalahgunakan narkotika yang dilakukan oleh
aparat kepolisian termasuk juga BNN yang bertindak sendiri-sendiri.
6 Wresniworo. Masalah Narkotika dan Obat-obatan Berbahaya. Jakarta: Mitra Bintimar. 2002
hlm. 33.
4
Terhadap upaya penanggulangan narkotika terutama upaya represif, aparat
kepolisian dan pihak BNN dalam menangkap seseorang yang diduga
menyalahgunakan narkotika harus mengumpulkan cukup bukti untuk memperkuat
alasan mereka untuk menangkap seseorang yang diduga menyalahgunakan
narkotika. Salah satu cara untuk membuktikan seseorang mengunakan narkotika
atau tidak yaitu dengan menggunakan tes urine, disamping itu banyak cara lain
untuk membuktikan seseorang mengunakan narkotika atau tidak yaitu dengan cara
melakukan tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes
bagian tubuh lainnya dengan cara dilakukan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Ketentuan ini diatur pada Pasal 75 huruf l Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika yang menyatakan “Dalam rangka melakukan penyidikan,
penyidik BNN berwenang untuk melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes
asam dioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes bagian tubuh lainnya.”
Penjelasan Pasal 75 huruf l Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tersebut
bahwa penyidik dapat melakukan semua tes tersebut, akan tetapi pada
kenyataannya dari berbagai macam tes tersebut yang merupakan suatu cara untuk
membuktikan seseorang menggunakan narkotika, pihak penyidik hanya akan
melakukan salah satu dari tes tersebut. Adapun tes yang sering dilakukan oleh
penyidik dan dipandang mewakili dari semua tes di atas yaitu tes urine.
Padahal tes urine ini memiliki kelemahan yaitu tes ini tidak bisa mendeteksi
narkotika yang sudah dikonsumsi lama. “Kandungan narkoba dalam urine dapat
5
berkurang dan hilang dalam waktu singkat, antara 48 hingga 72 jam. Kandungan
narkoba cepat hilang bila orang sering minum dan buang air kecil.”7
Membandingkan keakuratan dari beberapa tes untuk menentukan seseorang
menggunakan narkotika atau tidak, uji narkoba melalui rambut lebih akurat bila
dibandingkan dengan uji lainnya. Tes melalui rambut bisa diketahui jejak narkoba
dalam kurun waktu tiga bulan ke belakang. Pengujian dengan media rambut ini
lebih sederhana dan tidak menjijikkan dibandingkan memeriksa urine. 8
Kurangnya alat bukti bila tidak ditemukan barang bukti dapat terlihat seperti kasus
Tersangka Yudiyanto, satu diantara dua anggota dewan yang tertangkap karena
diduga penyalahgunaan narkoba kini dapat menghirup udara bebas. Pasalnya,
penyidik telah membantarkan dan menyerahkan tersangka tersebut kepada Badan
Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Lampung untuk dilakukan rehabilitasi.
Direktur Direktorat Reserse Narkoba (Diresnarkoba) Polda Lampung Kombes
Pol Abrar Tuntalanai menjelaskan kepada PeNa melalui sambungan telepon
genggamnya. “Untuk proses perkara atas nama tersangka Rama dan Yudi,
penyidik melanjutkan perkara tersebut dengan pengajuan keduanya rehabilitasi
dan assesment ke BNNP. Dan menunggu pembentukan tim assesment terpadu
dari BNNP,” kata dia, Senin (9/1). Ditambahkan dia, pada keduanya terdapat
barang bukti berbeda dan hanya sama positif saat tes urin. “Meskipun TKP sama
dalam olah TKP diperoleh bukti yang berbeda. Dimana untuk Rama ditemukan
BB sabu bekas pakai dan alat bong serta urin positif Metaphitamine (sabu) jadi
7
http://www.rmol.co/read/2012/10/24/83183/Bawa-Penampung-Urine,-Hakim-Antre-Ke-Toilet,
diakses pada hari senin, tanggal 29 januari 2018 pada pukul 22.52 8
https://lifestyle.kompas.com/read/2016/02/22/115810223/Berapa.Lama.Narkoba.Bertahan.dala
m.Darah. Diakses pada hari selasa , tanggal 30 januari 2018 pada pukul 09.00
6
kasus lanjut sidik sedangkan Yudi tidak ditemukan BB di TKP hanya urin positif
Amphetamine (ekstasi) jadi langsung rehabilitasi. Saat ini sedang proses
pengajuan assesment dan rehabilitasi ke BNNP Lampung,” terang dia.9
Berdasarkan latar belakang itulah yang menjadi alasan penulis untuk melakukan
penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Teknik Mencari Alat
Bukti Terhadap Pelaku Penyalahgunaan Narkotika Pada Tahap
Penyelidikan dan Penyidikan”
9 http://penaberlian.com/kasus-dugaan-penggunaan-narkoba-anggota-dprd-pesawaran-yudiyanto-
bebas-hannya-dilakukan-rehabilitasi.html Diakses pada hari selasa , tanggal 30 januari 2018
pada pukul 09.00
7
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi inti
permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan dalam mencari alat
bukti Terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika ?
2. Apa saja faktor penghambat dalam mencari alat bukti terhadap pelaku
penyalahgunaan narkotika pada tahap penyidikan dan penyelidikan ?
2. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah kajian hukum pidana , khususnya yang
berkaitan dengan Alat bukti terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang akan dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan dalam mencari
Alat bukti Terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika
b. Untuk mengetahui faktor penghambat dalam mencari alat bukti terhadap
pelaku penyalahgunaan narkotika pada tahap penyelidikan dan penyidikan.
8
2. Kegunaan Penelitian
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perkembangan
hukum dalam pembuktian pidana khususnya terhadap pidana narkotika.
b. Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi masukan bagi masyarakat pada
umumnya dan pada instansi dan lembaga terkait khususnya dalam hal
pembuktian pada tindak pidana narkotika.
D. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi
dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan
mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan
untuk penelitian.10
Landasan kerangka teori ini perlu dilakukan agar sebuah penelitian yang
dilakukan mempunyai dasar yang kokoh adapun beberapa teori untuk menjawab
permasalah di atas yaitu:
1. Penyidikan
Pengertian penyidikan adalah suatu upaya yang dilakukan oleh polisi sebagai
penyidik untuk mencari dan mengungkap keterangan atau informasi tentang
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana atau peristiwa kejahatan tindak
pidana yang diduga dilakukan oleh seseorang yang belum diketahui identitas
pelakunya, dalam hal penyidikan penyidik mengumpulkan data-data atau
10
Soerjono soekanto. Pengantar penelitian hukum. UI press. Jakarta. 1986. Hlm 123
9
informasi yang harus mampu membongkar pelaku pelanggar hukum yang
sebenarnya.11
Menurut Andi Hamzah mengenai penyidikan untuk membuktikan alat alat bukti
dari tersangka yaitu berupa upaya dari penyidik untuk mencari informasi dan
sebagai bukti-bukti pelaku tindak pidana yang harus sesuai dengan peraturan
Perundang-Undangan, Bagian-bagian hukum acara pidana yang menyangkut
tentang penyidikan yaitu sebagai berikut: 12
a. Ketentuan tentang alat-alat penyidik.
b. Ketentuan tentang diketahui terjadinya delik.
c . Pemeriksaan di tempat kejadian.
d. Pemanggilan tersangka atau terdakwa.
e. Penahanan sementara.
f. Pemeriksan atau interogasi.
g. Berita acara (penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan di tempat).
h. Penyitaan.
i. Penyampingan perkara.
j. Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembalian kepada
penyidik untuk disempurnakan Dalam hal melakukan penyidikan sebagai
penyidik haruslah mengetahui tentang aturanaturan penyidikan, aturan-
aturan dalam penyidikan adalah sebagai berikut:13
a) Penyidikan dilakukan segera setelah adanya laporan atau pengaduan
terjadinya tindak pidana atau mengetahui terjadinya perbuatan pidana,
11
Hartono, PenyidikandanPenegakanHukumPidanaMelaluiPendekatanHukumProgresif (Jakarta:
SinarGrafika, 2010), hlm, 33. 12
AndiHamzah, HukumAcaraPidana, (Jakarta: SinarGrafika, 2014), hlm, 120-121. 13
Mohammad TaufikMakarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek,
(Jakarta :GhaliaIndonesia, 2002), hlm. 25.
10
b) Penyidikan oleh penyidik pegawai negri sipil diberi petunjuk oleh
penyidik Kepolisian Republik Indonesia.
2. Penyelidikan
Berdasarkan Pasal 1 butir 5 KUHAP menegaskan „penyelidikan adalah
serangkaian tindakan/ penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau
tidaknya dilakukan penyelidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-
undang.”
Penyelidikan dilakukan sebelum penyidikan. Dengan pengertian yang ditegaskan
dalam KUHAP, penyelidikan sesungguhnya penyelidik yang berupaya atau
berinsiatif sendiri untuk menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana.
Walaupun dalam pelaksaanan tugas penyelidikan terkadang juga menerima
laporan atau pengaduan dari pihak yang dirugikan (vide: Pasal 108 KUHAP).
Tujuan dari pada penyelidikan memberikan tuntutan tanggung jawab kepada
aparat penyelidik, agar tidak melakukan tindakan hukum yang merendahkan
harkat dan martabat manusia.
3. Bukti Permulaan yang cukup
Bukti permulaan yang cukup pada Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) harus dimaknai minimal dua alat
bukti sesuai Pasal 184 KUHAP, yaitu:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
11
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.
Chandra M Hamzah dalam bukunya Penjelasan Hukum tentang Bukti Permulaan
yang Cukup menjelaskan bahwa pada dasarnya, fungsi bukti permulaan yang
cukup dapat diklasifikasikan atas 2 (dua) buah kategori, yaitu merupakan
prasyarat untuk:
1. Melakukan penyidikan;
2. Menetapkan status tersangka terhadap seseorang yang diduga telah
melakukan suatu tindak pidana.
Terhadap kategori pertama, Chandra M. Hamzah menjelaskan bahwa fungsi bukti
permulaan yang cukup adalah bukti permulaan untuk menduga adanya suatu
tindak pidana dan selanjutnya dapat ditindaklanjuti dengan melakukan suatu
penyidikan. Sedangkan terhadap kategori kedua, fungsi bukti permulaan yang
cukup adalah bukti permulaan bahwa (dugaan) tindak pidana tersebut diduga
dilakukan oleh seseorang.
4. Upaya Paksa
Upaya paksa yang berwenang melakukannya yaitu penyidik dan penuntut umum
dan hakim, upaya paksa bisa dilakukan dengan dasar hukum yang kuat seperti
penangkapan harus didahului dengan adanya bukti bahwa seorang tersangka telah
melakukan tindak pidana, penyidik, penuntut umum dan hakim dalam melakukan
upaya paksa haruslah mempunyai dasar-dasar hukum agar tidak terjadinya
kesalahan dalam melakukan upaya paksa tersebut, seperti salah tangkap dan
penahanan.
12
Secara etimologi upaya paksa adalah upaya yang dilakukan aparat penegak
hukum berupa penangkapan, penahananm, penggeledahan, penyitaan dan
pemeriksaan dalam rangka melaksanakan proses peradilan, sementara itu, pakar
hukum acara pidana Universitas Islam Indonesia Mudzakkir mengakui
sesungguhnya upaya paksa hanya dapat dilakukan pada tahap penyidikan, karena
penyelidikan itu menurut beliau belum sampai pada penegakan hukum pidana,
Pengaturan upaya paksa secara eksplisit tercatat pada Pasal 112 ayat 1 dan ayat 2
dalam Kitab UndangUndang Acara Pidana, Macam-macam upaya paksa yaitu
sebagai berikut:14
a. Penangkapan
b. Penahanan
c. Penggeledahan
d. Penyitaan
e. Pemeriksaan
5. Teori Penegakan Hukum
Penegakan hukum pada hakikatnya mengandung supremasi nilai substansial yaitu
keadilan.15
Hukum dibuat untuk dilaksanakan, hukum tidak dapat lagi disebut
sebagai hukum apabila tidak pernah dilaksanakan. Oleh karena itu, hukum dapat
disebut konsisten dengan pengertian hukum sebagai suatu yang harus
dilaksanakan.16
Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-
14
Diakses dari http://syahrul-r1703.blogspot.com/2012/05/hukum-acara-pidana-hukum-
acarapidana.html, 14 Februari 2018 15
Sajipto Raharjo, 2009, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing,
Yogyakarta, hlm ix 16
Ibid,hlm 1
13
ide keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan social menjadi kenyataan.
Menurut Soerjono Soekanto , faktor yang mempengaruhi penegakan hukum
adalah :
a. Faktor hukum itu sendiri yakni dibatasi pada undang-undang saja.
b. Penegak hukum yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan
hukum.
c. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum yakni berupa
tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik,
peralatan yang memadai, dan sebagainya.
d. Masyarakat dimana hukum tersebut diterapkan yakni dimana hukum
tersebut berlaku atau diterapkan
e. Kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan
pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
2. Konseptual
Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara
konsepkonsep khusus yang akan diteliti. Konsep bukan merupakan
gejala/faktayang akan diteliti, melainkan abstraksi dari gejala-gejala tersebut.
Dalam penelitian dan penulisan ini, penulis akan mencantumkan beberapa konsep
yang bertujuan untuk menjelaskan istilah-istilah yang digunakan dalam
pembuatan skripsi ini antara lain:
14
a. Analisis adalah analisa atau penyelidikan terhadap suatu peristiwa.
(Karangan, perubahan dan sebagainya untuk mengetahui keadaan yang
sebenarnya, sebab musabab duduk perkaranya, dan sebagainya).17
b. Bukti Permulaan adalah keadaan,perbuatan,dan/atau bukti berupa keterangan,
tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat
bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana.
c. Narkotika adalah zat atau obat yang bersal dari tanaaman atau bukan tanaman
baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika).
d. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini.
d. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang
17
Kamus Besar Bahasa Indonesia
15
terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Ketentuan yang memuat
mengenai penyidikan diatur oleh KUHAP.18
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahsan dalam penulisan skripsi ini maka penulis
memyusun pembahasan ini menjadi 5 bab, yaitu :
I. PENDAHULUAN
Berisi latar belakang skripsi, kemudian menarik permasalahan dan membatasi
ruang lingkup penulisan, memuat tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori
dan konseptual serta sistematika penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tinjauan pustaka yang merupakan pengantar dalam pemahaman dan
pengertian umum mengenai analisis bukti permulaan terhadap pelaku
penyalahgunaan narkotika pada tahap penyelidikan dan penyidikan
III. METODE PENELITIAN
Menjelaskan tentang metode penulisan skripsi berupa langkah-langkah yang
digunakan dalam pendekatan masalah, sumber data dan metode pengumpulan dan
pengolahan serta analisis data.
18
Undang-Undang Nomor 8 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana, Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981., Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76 tahun 1981
Pasal 1 butir 2.
16
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Merupakan penjelasan dan pembahasan tentang permasalahan yang ada, yaitu
pembahasan tentang analisis teknik mencari alat bukti terhadap pelaku
penyalahgunaan narkotika pada tahap penyelidikan dan penyidikan , dan faktor
penghambat pembuktian terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika pada tahap
penyelidikan dan penyidikan.
V. PENUTUP
Merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan dan kemudian memberikan beberapa saran yang dapat membantu serta
berguna bagi pihak–pihak yang membutuhkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Umum tentang Narkotika
Kata narkotika ada hubungannya dengan kata narkam dalam bahasa Yunani yang
berarti menjadi kaku (kejang), dalam terminologi medis dikenal istilah-istilah
narcose atau narkosis yang berarti dibiuskan terutama disaat pelaksanaan
pembedahan (operasi), arti inilah yang kiranya terdapat dalam istilah latin
narkotikum (obat bius), yang kemudian artinya semakin luas sehingga sama
dengan drug dalam bahasa Inggris.19
Secara umum, yang dimaksud dengan narkotika adalah sejenis zat yang dapat
menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi orang-orang yang
menggunakannya, yaitu dengan cara memasukkan ke dalam tubuh.20
Menurut
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, Narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana
terlampir dalam Undang-Undang ini.
19
Soedjono D, 1985, Narkotika dan Remaja, Alumni, Bandung, Hal. 129.
20 Taufik Makarao, op cit, Halaman 16.
18
Istilah narkotika yang dipergunakan pada penelitian ini sama artinya dengan
“drug”, yaitu sejenis zat yang apabila dipergunakan akan membawa efek dan
pengaruh-pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai, yaitu :
a. Mempengaruhi kesadaran;
b. Memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia;
c. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat berupa :
1) Penenang;
2) Perangsang (bukan rangsangan sex);
3) Menimbulkan halusinasi .21
Pada mulanya zat narkotika ditemukan orang yang penggunaannya ditujukan
untuk kepentingan umat manusia, khususnya di bidang pengobatan.22
Zat-zat
narkotika yang semula ditujukan untuk kepentingan pengobatan, namun dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, khususnya perkembangan
tekhnologi obat-obatan maka jenis-jenis narkotika dapat diolah sedemikian
banyak seperti yang terdapat pada saat ini, serta dapat pula disalahgunakan
fungsinya yang bukan lagi untuk kepentingan di bidang pengobatan, bahkan
sudah mengancam kelangsungan eksistensi generasi suatu bangsa. Narkotika yang
terkenal di Indonesia sekarang ini berasal dari kata “Narkoties”, yang sama
artinya dengan kata narcosis yang berarti membius.23
Sifat zat tersebut terutama
21
Taufik Makarao, dkk, op cit, Halaman 16-17.
22 Soedjono D, 1996, Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta,
Hal. 69-70.
23 Taufik Makarao, op cit, Halaman 21.
19
berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan perubahan pada perilaku, perasaan,
pikiran, persepsi, keasadaran, halusinasi, di samping dapat digunakan untuk
pembiusan.
Tujuan dibuatnya pengaturan mengenai tindak pidana narkotika berdasarkan Pasal
4 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 yaitu :
a. menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b. mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan Narkotika;
c. memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
d. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna
dan pecandu Narkotika.
Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 menyebutkan
bahwa narkotika digolongkan menjadi 3 golongan yaitu :
a. Narkotika Golongan I;
b. Narkotika Golongan II; dan
c. Narkotika Golongan III
Dari ketiga golongan tadi masih banyak penggolongannya lagi akan tetapi ada
jenis-jenis narkotika yang perlu diketahui dalam kehidupan sehari -hari karena
sudah marak beredar di dalam masyarakat yaitu :
1. Candu atau disebut juga dengan opium
Berasal dari jenis-jenis tumbuhan-tumbuhan yang dinamakan Papaver
Somniferum, nama lain dari candu selain opium adalah madat.
20
Bagian yang dapat dipergunakan dari tanaman ini adalah getahnya yang diambil
dari buahnya, narkotika jenis candu atau opium termasuk jenis depressants yang
mempunyai pengaruh hypnotics dan tranglizers. Depressants yaitu merangsang
sistem saraf parasimpatis, dalam dunia kedokteran digunakan sebagai pembunuh
rasa sakit yang kuat.
2. Morphine
Adalah zat utama yang berkhasiat narkotika yang terdapat pada candu mentah,
diperoleh dengan jalan mengolah secara kimia. Morphine termasuk jenis
narkotika yang membahayakan dan memiliki daya eskalasi yang relatif cepat,
dimana seorang pecandu untuk memperoleh rangsangan yang diingini selalu
memerlukan penambahan dosis yang lambat laut membahayakan jiwa.
3. Heroin
Berasal dari tumbuhan papaver somniferum. Heroin disebut juga dengan sebutan
putau, zat ini sangat berbahaya bila dikonsumsi kelebihan dosis, bisa mati
seketika.
4. Cocaine
Berasal dari tumbuhan yang disebut erythroxylon coca. Untuk memperoleh
cocaine yaitu dengan memetik daun coca, lalu dikeringkan dan diolah dipabrik
dengan menggunakan bahan kimia.
5. Ganja
Berasal dari bunga dan daun-daun sejenis tumbuhan rumput bernama cannabis
sativa. Sebutan lain dari ganja adalah mariyuana. Ganja terbagi atas dua jenis
yaitu :
21
a) Ganja jenis jantan, dimana jenis seperti ini kurang bermamfaat, yang
diambil hanya seratnya saja untuk pembuatan tali.
b) Ganja jenis betina, jenis ini dapat berbunga dan berbuah, biasanya
dipergunakan untuk pembuatan rokok ganja.
6. Narkotika Sintetis atau buatan
Adalah jenis narkotika yang dihasilkan dengan melalui proses kimia secara
farmakologi yang sering disebut dengan istilah Napza, yaitu kependekan dari
Narkotika Alkohol Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.24
Kesimpulannya adalah narkotika dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Narkotika golongan I adalah narkotika yang paling berbahaya. Daya
adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini digunakan untuk penelitian dan ilmu
pengetahuan. Contoh : ganja, heroin, kokain, morfin, dan opium.
2. Narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat,
tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin,
benzetidin, dan betametadol.
3. Narkotika golongan III adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan,
tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : kodein dan
turunannya.
B. Tindak Pidana Narkotika
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum
larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu bagi
barangsiapa melanggar larangan tersebut.25
Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan
24
Ibid, Halaman 21-25. 25
Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, Hal. 59.
22
pidana adalah suatu perbuatan yang melanggar aturan hukum dan apabila
melanggar dikenakan sanksi.
Penyalahgunaan narkoba atau narkotika adalah pemakaian narkoba di luar
indikasi medik, tanpa petunjuk atau resep dokter dan pemakaiannya bersifat
patologik dan menimbulkan hambatan dalam aktivitas di rumah, sekolah atau
kampus, tempat kerja dan lingkungan sosial.26
Penyalahguna narkotika merupakan suatu perbuatan pidana karena telah ada
aturan hukum yang mengatur mengenai penyalahguna narkotika yaitu Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, sehingga seseorang yang
menyalahgunakan narkotika dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. “Penyalahguna narkoba itu sendiri adalah pengguna narkoba yang
dilakukan bukan untuk maksud pengobatan, tetapi
karena ingin menikmati
pengaruhnya, dalam jumlah berlebih yang secara kurang teratur, dan berlangsung
cukup lama, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental dan
kehidupan sosialnya.”27
Menurut ketentuan hukum pidana para pelaku tindak pidana narkotika pada
dasarnya dapat dibedakan menjadi :
1. Pelaku utama
2. Pelaku peserta
3. Pelaku pembantu.28
26
Mardani, 2008, Penyalahgunaan Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana
Nasional, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 2.
27 Lydia Harlina dan Satya Joewana, 2010, Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan
Narkoba Berbasis Sekolah, Balai Pustaka, Jakarta, Hal. 5. 28
Taufik Makarao, dkk, op cit, Halaman 44-45.
23
Untuk menentukan apakah seorang pelaku tersebut termasuk kedalam golongan
pembagian di atas maka akan dibuktikan melalui proses peradilan sesuai
ketentuan yang berlaku.
Bentuk tindak pidana narkotika yang umum dikenal antara lain berikut ini :
1. Penyalahgunaan/melebihi dosis
2. Pengedaran narkotika
3. Jual beli narkotika29
Bila melihat ketiga bentuk penyalahgunaan di atas, maka tindak tertutup
kemungkinan terjadinya tindak pidana lainnya seperti pembunuhan, pencurian,
pemerasan, penipuan, dan lain-lain, karena ketika pengguna sedang dalam
keadaan sakaw (putus obat) karena efek ketergantungan dari narkotika itu maka
biasanya orang yang sakaw tadi melakukan berbagai cara untuk dapat
mendapatkan zat atau obat yang dibutuhkannya tersebut sehingga karena tidak
memiliki uang untuk membeli zat atau obat terlarang tersebut maka melakukan
tindak pidana lain yang telah dicontohkan seperti di atas.
Menurut Moh. Taufik Makarao bentuk-bentuk tindak pidana narkotika yang
umum dikenal antara lain sebagai berikut :
1. Penyalahgunaan/melebihi dosis;
Hal ini disebabkan oleh banyak hal antara lain :
a. Membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan berbahaya dan
mempunyai resiko;
b. Menentang suatu otoritas, baik terhadap guru, orang-orang hukum, maupun
instansi tertentu;
c. Mempermudah penyaluran perbuatan seks;
29 Ibid, Halaman 44-45.
24
d. Melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman-pengelaman
emosional;
e. Berusaha agar menemukan arti dari pada hidup;
f. Mengisi kekosongan-kekosongan dan perasaan bosan karena tidak ada
kegiatan;
g. Menghilangkan rasa frustasi dan gelisah;
h. Mengikuti kemauan teman dan tata pergaulan lingkungan;
i. Hanya sekedar ingin tahu atau iseng.
2. Pengedaran narkotika
Karena keterkaitan dengan sesuatu mata rantai peredaran narkotika, baik nasional
maupun internasional;
3. Jual beli narkotika
Ini pada umumnya dilatarbelakangi oleh motivasi untuk mencari keuntungan
materiil, namun ada juga karena motivasi untuk kepuasan.30
Di dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika telah diatur
mengenai ketentuan pidana terhadap penyalahgunaan narkotika yaitu terdapat
pada Pasal 111 sampai dengan Pasal 148. Bagi pengedar dan pengguna narkotika
terdapat pasal-pasal yang berbeda dalam hal mengatur mengenai jenis sistem
perumusan jenis sanksi pidana (strafsoort) dan sistem perumusan lamanya sanksi
pidana (strafmaat), yang akan dijelaskan sebagai berikut :
Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika untuk pengedar dikenal
adanya dua jenis sistem perumusan jenis sanksi pidana (strafsoort) yaitu sistem
perumusan kumulatif antara pidana penjara dan pidana denda (Pasal 111, 112,
113, 116, 117, 120, 122, 123, 124, 125 UU Narkotika) dan sistem perumusan
kumulatif-alternatif (campuran/gabungan) antara pidana mati, pidana penjara
30
Ibid, Halaman 45.
25
seumur hidup atau pidana penjara dan pidana denda (Pasal 114, 115, 118, 119 UU
Narkotika). Kemudian untuk sistem perumusan lamanya saksi pidana (strafmaat)
dalam UU Narkotika juga terdapat dua perumusan yaitu fixed/indefinite sentence
system atau sistem maksimum dan determinate sentence system (Pasal 111, 112,
113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 124, 125 UU Narkotika).31
Berikutnya pada Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika untuk
pengguna dikenal adanya tiga jenis sistem perumusan sanksi pidana (strafsoort)
yaitu sistem perumusan kumulatif antara pidana penjara dan pidana denda (Pasal
126 UU Narkotika), kemudian sistem perumusan kumulatif-alternatif
(campuran/gabungan) antara pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara dan pidana denda (Pasal 116, 121 UU Narkotika) dan sistem
perumusan alternatif antara pidana kurungan atau denda (Pasal 128, 134 UU
Narkotika). Kemudian untuk sistem perumusan lamanya saksi pidana (strafmaat)
dalam UU Narkotika juga terdapat dua perumusan yaitu fixed/indefinite sentence
system atau sistem maksimum (Pasal 128, 134 UU Narkotika) dan determinate
sentence system (Pasal 116, 121, 126 UU Narkotika).32
C. Pengertian, Jenis-Jenis dan Unsur Tindak Pidana
1. Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana sebagai terjemahan strafbaar feit diperkenalkan oleh pihak
pemerintahan Departemen Kehakiman. Istilah ini banyak dipergunakan dalam
undang-undang tindak pidana khusus, misalnya: undang-undang tindak pidana
31
http://pn-kepanjen.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=168:ba b-
iiipemidanaan-terhadap-pengedar-narkoba&catid=23:artikel&Itemid=36, diakses pada hari
kamis, tanggal 10 Mei pada pukul 10.23 32
Ibid
26
korupsi, undang-undang tindak pidana narkotika, dan undang-undang mengenai
pornografi yang mengatur secara khusus tindak pidana pornografi.33
Tindak
pidana adalah salah kelakuan yang diancam oleh peraturan perundang-undangan,
jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan ancaman pidana.34
Menurut Simons, tindak pidana adalah kelakuan (handeling) yang diancam
dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan
kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab,35
sedangkan menurut Prodjodikoro, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang
pelakunya dikenakan hukuman pidana.36
Pompe mendefinisikan tindak pidana
menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena
kesalahan pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata
hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum sedangkan menurut hukum
positif adalah suatu kejadian yang oleh peraturan undang-undang dirumuskan
sebagai perbuatan yang dapat dihukum.37
Moeljatno, mengemukakan tindak pidana adalah suatu perbuatan yang memiliki
unsur dan dua sifat yang berkaitan, unsur-unsur yang dapat dibagi menjadi dua
macam yaitu :
a) Subyektif adalah berhubungan dengan diri sipelaku dan termasuk ke
dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung dihatinya.
33
Teguh Prasetyo. Hukum Pidana. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2012. hlm. 49. 34
Tri Andrisman. Hukum Pidana. Bandar Lampung. Universitas Lampung. 2007. hlm. 81. 35
Ibid. 36
Ibid. 37
Ibid.
27
b) Obyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang
ada hubungannya dengan keadaan-keadaannya, yaitu dalam keadaan-
keadaan mana tindakan-tindakan dari pelaku itu harus dilakukan.38
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat diketahui bahwa tindak pidana
adalah perbuatan melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, dimana penjatuhan pidana
terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya
kepentingan umum.
2. Jenis-Jenis Tindak Pidana
Menurut Moeljatno, jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar tertentu,
antara lain sebagai berikut:39
a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) membedakan antara
kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam
Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan “pelanggaran”
itu bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita menjadi Buku
ke II dan Buku III melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem
hukum pidana di dalam perundang-undangan secara keseluruhan.
b. Cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil (Formeel
Delicten) dan tindak pidana materil (Materiil Delicten). Tindak pidana formil
adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu
adalah melakukan perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 351 KUHP yaitu
tentang penganiayaan. Tindak pidana materil inti larangannya adalah pada
38
Moeljatno. Azas-Azas Hukum Pidana. Jakarta. Rineka Cipta. 1993. hlm. 69. 39
Ibid. hlm. 47.
28
menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan
akibat yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana.
c. Dilihat dari bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana
sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten).
Contoh tindak pidana kesengajaan (dolus) yang diatur di dalam KUHP antara
lain sebagai berikut: Pasal 310 KUHP (penghinaan) yaitu sengaja menyerang
kehormatan atau nama baik seorang, Pasal 322 KUHP (membuka rahasia)
yaitu dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya
karenajabatan atau pencariannya.Pada delik kelalaian (culpa) orang juga
dapat dipidana jika ada kesalahan, misalnya Pasal 360 Ayat 2 KUHP yang
menyebabkan orang lain luka-luka.
d. Berdasarkan macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif), perbuatan
aktif juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya
diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya
Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan penipuan (Pasal 378 KUHP).Tindak pidana
dibedakan menjadi dua yaitu :
1) Tindak pidana murni adalah tindak pidana yang dirumuskan secara formil
atau tindak pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa
perbuatan pasif, misalnya diatur dalam Pasal 224, Pasal 304 dan Pasal 552
KUHP.
2) Tindak pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada dasarnya berupa
tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau tindak
pidana yang mengandung unsur terlarang tetapi dilakukan dengan tidak
29
berbuat, misalnya diatur dalam Pasal 338 KUHP, ibu tidak menyusui
bayinya sehingga bayi tersebut meninggal.
e. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara
tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama
atau berlangsung lama/berlangsung terus.40
Tindak pidana yang terjadi dalam
waktu yang seketika disebut juga dengan aflopende delicten. Misalnya
pencurian Pasal 362, jika perbuatan mengambilnya selesai, tindak pidana itu
menjadi selesai secara sempurna. Sebaliknya, tindak pidana yang terjadinya
berlangsung lama disebut juga dengan voortderende delicten. Seperti Pasal
333, perampasan kemerdekaan itu berlangsung lama, bahkan sangat lama,
dan akan terhenti setelah korban dibebaskan/terbebaskan.
f. Berdasarkan sumbernya, tindak pidana dapat dibedakan antara tindak pidana
umum dan tindak pidana khusus. Tindak pidana umum adalah tindak pidana
yang dapat dilakukan oleh setiap orang sedangkan yang dimaksud dengan
tindak pidana khusus adalah tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh
orang-orang tertentu.
g. Dilihat dari sudut subjek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak pidana
communia (delicta communia) yang dapat dilakukan siapa saja dan tindak
pidana propia dapat dilakukan hanya oleh orang yang memiliki kualitas
pribadi tertentu. Jika dilihat dari sudut subjek hukumnya, tindak pidana itu
dapat dibedakan antara tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang
(delicta communia) dan tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang
40
Adami Chazawi.Pelajaran Hukum Pidana bagian I.Jakarta. Rineka Cipta. 2001.hlm. 126
30
yang berkualitas tertentu (delicta propria). Pada umumnya, itu dibentuk
untuk berlaku kepada semua orang. Akan tetapi, ada perbuatan-perbuatan
tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang berkualitas
tertentu saja.
h. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka
dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak pidana
aduan ( klacht delicten).41
Tindak pidana biasa adalah tindak pidana yang
untuk dilakukannya penuntutan pidana tidak disyaratkan adanya aduan dari
yang berhak. Sedangkan delik aduan adalah tindak pidana yang untuk
dilakukannya penuntutan pidana disyaratkan adanya aduan dari yang berhak.
i. Berdasarkan berat dan ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat
dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok (eenvoudige delicten) tindak
pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) dan tindak pidana yang
diperingan (gepriviligieerde delicten).
j. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana
terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang dilindungi
seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta benda, tindak
pidana pemalsusan, tindak pidana terhadap nama baik, terhadap kesusilaan
dan lain sebagainya
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa jenis-jenis tindak pidana
terdiri dari tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran, tindak pidana
formil dan tindak pidana materil, tindak pidana sengaja dan tindak pidana tidak
41
Ibid. hlm. 127-128
31
sengaja, tindak pidana aktif dan tindak pidana pasif, tindak pidana yang terjadi
seketika dan tindak pidana yang terjadi dalam waktu lama, tindak pidana umum
dan tindak pidana khusus, tindak pidana communia dan tindak pidana propia,
tindak pidana biasa dan tindak pidana aduan, serta tindak pidana bentuk pokok
dan tindak pidana yang diperberat.
3. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Unsur-unsur tindak pidana adalah sebagai berikut:
a) Kelakuan dan akibat (perbuatan);
b) Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan;
c) Keadaan tambahan yang memberatkan pidana;
d) Unsur melawan hukum yang objektif;
e) Unsur melawan hukum yang subyektif.42
Menurut Leden Marpaung unsur tindak pidana yang terdiri dari 2 (dua) unsur
pokok, yakni43
:
1) Unsur Subjektif
a. Sengaja (dolus)
b. Keadaan (culpa)
2) Unsur Objektif
a. Perbuatan manusia
42
Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta. Ghalia Indonesia.
2001. hlm. 22. 43
Leden Marpaung. Proses Penanganan Perkara Pidana. Jakarta. Sinar Grafika. 1992. hlm. 295.
32
b. Akibat (result) perbuatan manusia
c. Keadaan-keadaan
d. Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum.
D. Tinjauan Umum Tentang Penyelidikan dan Penyidikan
Penyelidikan dan penyidikan merupakan pemahaman awal proses hukum dalam
perkara pidana, dimulai dari proses yang ditangani oleh polisi sebagai aparat
penyelidik dan aparat penyidik serta aparat lainnya dalam hal ini adalah PPNS
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 4 KUHAP yang berbunyi sebagai
berikut. Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia.
44Selain itu yang dimaksud Penyidik diatur dalam Pasal 6 ayat (1) KUHAP
sebagai berikut. Penyidik adalah:
a. Pejabat polisi negara Republik Indonesia;
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang.
1. Penyelidikan
Secara umum penyelidikan atau dengan kata lain sering disebut penelitian adalah
langkah awal atau upaya awal untuk mengidentifikasi benar dan tidaknya suatu
peristiwa pidana itu terjadi. Adapun penyelidikan menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP
adalah sebagai berikut:
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan
44
Hartono, Penyidikan & Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum Progresif.
Cetakan II, Sinar Grafika, Jakarta, 2012,hal. 17
33
dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini45
. Jadi, menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 KUHAP,
penyelidikan adalah tindakan atas nama hukum untuk melakukan penelitian,
apakah perkara dimaksud benar-benar merupakan peristiwa pelanggaran terhadap
hukum pidana atau bukan merupakan pelanggaran terhadap hukum pidana.
a. Jenis-Jenis Tindakan dalam Penyelidikan
Untuk mengetahui pada tahap awal, apakah peristiwa itu merupakan peristiwa
pidana atau bukan merupakan peristiwa pidana, harus terlebih dahulu dilakukan
tindakan hukum yang berupa penyelidikan. Penyelidikan yang dapat dilakukan
antara lain dapat berupa tindakan mendengarkan informasi yang beredar di
masyarakat, atau keterangan-keterangan apa saja yang diucapkan atau
disampaikan oleh masyarakat tentang peristiwa yang sedang terjadi dan
melakukan pengecekan secara langsung terhadap objek yang diduga ada
hubungannya dengan peristiwa yang sedang terjadi. Tindakan-tindakan itu
dimaksudkan untuk mensinkronkan dengan aturan hukum mana yang cocok
dengan peristiwa itu.46
Proses penyelidikan dinamakan dengan tindakan hukum karena dalam
penyelidikan itu terdapat tindakan-tindakan yang ditujukan untuk pengungkapan
peristiwa hukumnya, yang ditandai dengan adanya surat perintah dari penyidik
yang di dalamnya juga terdapat kewenangan yang harus dihormati oleh setiap
orang. Dalam penyelidikan, untuk mengidentifikasi apakah peristiwa itu
merupakan peristiwa pidana atau bukan merupakan peristiwa pidana, antara lain
dengan cara sebagai berikut:
45
Ibid.hal. 18 46
Ibid. hal. 26
34
a) Menentukan siapa pelapor atau pengadunya
Untuk menentukan siapa pelapor atau pengadu dalam perkara pidana biasanya
relatif tidak mengalami kesulitan, karena pelapor atau pengadu akan datang ke
kantor polisi untuk melaporkan atau mengadukan peristiwa yang diduga
merupakan peristiwa pidana. Pengaduan yang sudah dilakukan itu adalah bagian
dari yang menyebabkan hukum sudah mulai dapat dioperasionalkan.
b) Menentukan peristiwa apa yang dilaporkan
Untuk mengidentifikasi apakah peristiwa itu merupakan peristiwa pelanggaran
hukum tertentu, perlu dilakukan upaya penyelidikan, artinya upaya atau tindakan
penyelidikan itu untuk mengumpulkan keterangan tertentu dari berbagai pihak
yang dianggap mengerti karena melihat, mendengarkan, dan mengerti secara
langsung peristiwa itu.
c) Dimana peristiwa itu terjadi
Tindakan selanjutnya masih dalam rangka penyelidikan terhadap peristiwa hukum
itu untuk menentukan tempat perkara itu terjadi (locus delicty).
d) Kapan peristiwa itu terjadi
Dalam peristiwa tertentu, waktu kejadian (tempos delicty) yang mendekati
ketepatan waktunya sangat penting untuk mengungkap peristiwa pelanggaran
hukum itu. karena peristiwa hukum tanpa diketahui kapan waktu peristiwa itu
secara jelas, akan sulit untuk dilaksanakan proses penegakan hukumnya.47
e) Menentukan siapa pelaku dan korban atau pihak yang dirugikan
Tindakan selanjutnya adalah menentukan atau mengidentifikasi siapa pelaku dan
siapa korbannya. Dalam perkara tertentu seperti kasus penipuan, penggelapan, dan
47
Ibid. hal. 29
35
pencemaran nama baik, menentukan pelaku tidak banyak mengalami masalah
karena biasanya antara pelaku dan korban sudah saling kenal. Namun, dalam
perkara lain misalnya perkara pencurian atau perampokan, untuk menentukan
siapa pelakunya mengalami kesulitan dikarenakan korban rata-rata tidak
mengenal pelakunya. Adapun dalam peristiwa lainnya, misalnya dalam peristiwa
yang diatur dalam undang-undang psikotropika, untuk mengetahui siapa
sebenarnya pelaku dari peristiwa itu, perlu dilakukan pendalaman secara sungguh-
sungguh terhadap peristiwa yang sesungguhnya terjadi, tidak ada jaminan yang
hanya mendasari kepada didapatnya barang bukti itu menyebabkan yang
kedapatan adalah tersangkanya.
f) Bagaimana peristiwa itu terjadi
Tugas selanjutnya masih dalam rangka penyelidikan, adalah mencari tahu
bagaimana peristiwa kejahatan itu terjadi, artinya dengan cara bagaimana pelaku
kejahatan itu melakukan aksinya. Tujuan dari mengumpulkan bahan keterangan
ini adalah dalam rangka mencari persesuaian antara perbuatan melawan aturan
hukum dengan aturan hukum yang ada. Apabila ada kesesuaian dalam perkara ini
secara benar, maka hukum harus mulai digerakkan melalui upaya
penyidikan.Persesuaian harus dicermati dengan benar bahwa memang benar
terdapat persesuaian antara peristiwa dengan kelakuan yang sesungguhnya, bukan
semata-mata bahwa antara keadaan yang terjadi itu dibuat bersesuaian dengan
peraturan yang ada. Karena hanya secara lahiriah saja sesuai belum tentu
peristiwa itu betulbetul merupakan peristiwa pelanggaran hukum, mengingat
banyak perilaku oknum yang berwenang mengolah situasi sedemikian, seolah-
36
olah peristiwa itu benar adanya, padahal sesungguhnya peristiwa itu adalah rekaan
saja.48
b. Lembaga Penyelidik
Lembaga penyelidik adalah lembaga yang oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan diberi kewenangan untuk melakukan tugas penyelidikan terhadap
peristiwa yang diduga merupakan peristiwa pidana. Kemudian timbul pertanyaan
siapa sebenarnya lembaga penyelidik itu, Pasal 1 angka 4 KUHAP, berbunyi
penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang
oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.
Dengan demikian, menurut KUHAP bahwa penyelidik adalah pejabat Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dengan catatan apabila kejahatan itu diatur dalam
KUHP, sedangkan untuk ketentuan lain misalnya dalam kasus korupsi tentu akan
berlaku aturan tersendiri. Dalam ranah ini yang perlu menjadi catatan penting
adalah ranah penegakan hukum, bukan ranah penegakan peraturan perundang-
undangan.49
2. Penyidikan
Penyidikan merupakan tindakan preventif setelah dilakukannya penyelidikan dan
dari laporan penyelidik diputuskan untuk ditindak lanjutkan. Sebagaimana
KUHAP menjelaskan Ketentuan Umum pasal 1 point 2 yang berbunyi:
Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti
48
Ibid.hal. 31 49
Ibid. hal. 31
37
itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya.50
Dari bunyi pasal di atas, menurut M. Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya
Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan
untuk memahami perbedaan mencolok antara penyelidikan dengan penyidikan
jika dalam penyelidikan arahnya untuk menentukan ada atau tidaknya peristiwa
yang diduga merupakan perbuatan pidana, sedang dalam penyidikan arahnya
untuk menentukan siapa tersangka yang dapat diduga melakukan perbuatan
pidana tersebut.51
Maka dari itu, tentulah tugas selanjutnya aparat hukum menentukan kepastian
perbuatan seseorang merupakan perbuatan pidana berdasarkan undang-undang
pidana dengan cara memperoleh bukti-bukti kuat bahwa pelaku benar-benar
melakukannya. Dengan dimualainya penyidikan ditandai secara formal procedural
dikeluarkannya surat perintah oleh pejabat yang berwenang di instansi penyidik
sekaligus diterimanya laporan atau pengaduan ataupun informasi tentang telah
terjadinya perbuatan pidana di lapangan.
a. Petugas Penyidik
Dalam pasal 6 KUHAP, ditentukan instansi dan kepangkatan seorang pejabat
penyidik yang melakukan tugas. Dari pasal tersebut menjelaskan bahwa penyidik
terbagi menjadi 2 bagian sesuai dengan syarat-syaratnya yang ditentukan, yaitu:
50
M. Yahya Harahap, S.H. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Ed. 2 Cet.14,
Jakarta, Sinar Grafika,2012, hal. 70. 51
Ibid. hal. 33
38
1. Pejabat Penyidik Polisi
Menurut ketentuan pasal 6 ayat 1 huruf a, salah satu instansi yang diberi
kewenangan untuk melakukan penyidikan ialah pejabat polisi Negara. Peraturan
kepangkatan pejabat penyidik kepolisian tersebut telah ditetapkan pada tanggal 1
Agustus 1983, berupa PP No. 27 Tahun 1983. Syarat kepangkatan pejabat
penyidik diatur dalam BAB 2 PP No. 27 Tahun 1983. Memperhatikan ketentuan
kepangkatan yang diatur dalam BAB 2 peraturan pemerintah dimaksud, syarat
kepangkatan dan pengangkatan pejabat penyidik kepolisian, dapat diperinci
sebagai berikut:
a) Pejabat penyidik penuh, syarat-syaratnya:
Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi
Atau yang berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua apabila
dalam suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang berpangkat
Pembantu Letnan Dua,
Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian R.I.
b) Penyidik Pembantu, syarat-syaratnya:
Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi
Atau pegawai negeri sipil dalam lingkungan Kepolisian Negara dengan
syarat sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (golongan II/a),
Diangkat oleh Kepala R.I. atas usul komandan atau pimpinan kesatuan
masing-masing.
39
2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Penyidik pegawai negeri sipil ini diatur dalam Pasal 6 ayat 1 huruf b. Yaitu
pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi dan wewenang sebagai penyidik.
Pada dasarnya wewenang yang mereka miliki bersumber pada ketentuan undang-
undang pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang
penyidikan pada salah satu pasalnya. Sesuai dengan pembatasan wewenang yang
disebutkan dalam Pasal 7 ayat 2 yang berbunyi: Penyidik pegawai negeri sipil
sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 6 ayat 1 huruf b mempunyai wewenang
sesuai dengan undang-undang yang menjadi landasan hukumnya masing-masing
dan dalam pelakasanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan
penyidik Polri. Berikut kedudukan dan wewenang penyidik pegawai negeri sipil:
a) Penyidik pegawai negeri sipil kedudukannya berada di bawah:
Koordinasi penyidik Polri, dan
Di bawah pengawasan penyidik Polri.
b) Penyidik Polri memberikan petunjuk kepada penyidik pegawai negeri sipil
tertentu, dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan (Pasal 107
ayat 1).
c) Penyidik pegawai negeri tertentu, harus melaporkan kepada penyidik Polri
tentang adanya suatu tindak pidana yang sedang di disidiknya (Pasal 107 ayat
2).
d) Apabila penyidik pegawai negeri sipil telah selesai, hasil penyidikan harus
diserahkan kepada penuntut umum melalui penyidik Polri (Pasal 107 ayat 3)
40
e) Apabila penyidik pegawai negeri sipil mengehntikan penyidikan yang telah
dilaporkannya pada penyidik Polri maka penghentian penyidikan itu harus
diberitahukan kepada penyidik Polri dan penuntut umum (Pasal 109 ayat 3).52
b. Wewenang Penyidik
Mengetahui wewenang pejabat penyidik yang terbagi menjadi pejabat penyidik
dan penyidik pembantu, dapat kita lihat dalam aturan Pasal 7 ayat 1. Wewenang
kedua pejabat ini semua terperinci secara umum dalam pasal tersebut, yang oleh
M. Yahya Harahap dipaparkan sebagai berikut:53
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana,
2. Melakukan tindak pertama pada saat di tempat kejadian,
3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka,
4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan,
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat,
6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang,
7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi,
8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan saat perkara,
9. Mengadakan penghentian penyidikan,
10.Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
52
M. Yahya Harahap, Op.cit. hal. 77 53
Ibid. hal. 118
41
c. Tata cara pemeriksaan penyidikan
Sebagaimana diketahui, titik pangkal pemeriksaan dihadapan penyidikan ialah
oknum tersangka. Dari dialah akan diperoleh keterangan tentang peristiwa pidana
yang sedang diperiksa. Akan tetapi sekalipun tersangka yang menjadi titik tolak
pemeriksaan, terhadapnya harus diperlukan akusatur.Tersangka harus ditempatkan
pada kedudukan manusia yang memiliki harkat martabat diri.Perbuatan tindak
pidana yang dilakukannya itulah pemeriksaan ditujukan.Tersangka harus
dianggap tak bersalah, sesuai dengan prinsip hukum “praduga tak bersalah”
(presumption of innocent) sampai diperoleh keputusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap.Pada suatu pemeriksaan tindak pidana, tidak selamanya
hanya tersangka saja yang harus diperiksa.Adakalanya diperlukan pemeriksaan
saksi-saksi atau ahli, demi untuk terangnya dan jelasnya peristiwa pidana yang
disangkakan kepada tersangka.Namun, sedangkan kepada tersangka harus
ditegakkan harkat martabat dan hak-hak asasinya.
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Penelitian Hukum adalah suatu penelitian yang mempunyai obyek hukum, baik
hukum sebagai suatu ilmu atau aturan-aturan yang sifatnya dogmatis maupun
hukum yang berkaitan dengan perilaku dan kehidupan masyarakat. pendapat
Soerjono Soekanto, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang
didasarkan pada metode sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara
menganalisisnya.54
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua
pendekatan, yaitu :
a. Pendekatan Yuridis Normatif, yaitu pendekatan dengan cara melihat dan
mempelajari buku-buku dan dokumen-dokumen serta peraturan-peraturan
lainnya yang berlaku dan berhubungan dengan judul dan pokok bahasan yang
akan diteliti, yaitu Analisis Teknik Mencari Alat Bukti terhadap Pelaku
penyalahgunaan Narkotika pada tahap penyelidikan dan penyidikan
b. Pendekatan Empiris, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan meneliti data
primer yang diperoleh secara langsung dari wawancara guna mengetahui
54
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, 2004, Rajawali Pers : Jakarta, hlm.1.
43
kenyataan yang terjadi dalam praktek. Peneliti melakukan wawancara dengan
Petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung, Penyidik
kepolisian Dir Res Narkoba Polda Lampung dan Dosen Bagian Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung untuk mendapat gambaran
tentang bagaimana Analisis Teknik Mencari Alat Bukti Terhadap Pelaku
Penyalahgunaan Narkotika pada tahap penyelidikan dan penyidikan.
B. Sumber dan Jenis Data
Sumber data dari penelitian ini berasal dari data lapangan dan data
kepustakaan,sedangkan jenis data terdiri atas data primer dan data sekunder, yaitu
sebagai berikut :
1. Jenis Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh penulis dari sumber utama melalui
penelitian yang dilakukan dilapangan dan hasil wawancara, yang berupa datadata,
informasi atau keterangan dari pihak yang terkait dengan permasalahan.
2. Jenis Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, terdiri dari:
a. Bahan hukum primer terdiri dari:
1. UU. NO. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
44
4. Peraturan-peraturan pelaksana lainnya.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan
penjelasan mengenai bahan-bahan hukum primer seperti literatur-leteratur
ilmu hukum, makalah-makalah, dan tulisan hukum lainnya yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti.
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang bersumber dari kamus-kamus,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, artikel, jurnal, media massa, paper, serta
bersumber dari bahan-bahan yang didapat melalui internet.
C. Penentuan Narasumber
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data primer dalam penelitian ini
adalah wawancara terhadap para narasumber atau informan.Wawancara ini
dilakaukan dengan metode depth Interview (wawancara langsung secara
mendalam).
Adapun narasumber atau responden yang akan diwawancarai adalah:
1. Petugas Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung : 1 orang
2. Penyidik Kepolisian Dir Res Narkoba Polda Lampung : 1 orang
3. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila : 1 orang +
Jumlah : 3 orang
45
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan
dan studi laporan.
a. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dimaksud untuk memperoleh data-data
sekunder. Dalam hal ini penulis melakukan serangkaian kegiatan studi
dokumenter dengan cara membaca, mencatat, mengutip buku-buku referensi
dan menelaah Perundangundangan, dokumen dan informasi lain yang ada
hubungannya dengan permasalahan.
b. Studi Lapangan Studi lapangan merupakan usaha mendapatkan data primer
dan dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara terpimpin yaitu dengan
cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pemasalahan
yang ada dalam penelitian ini. Pertanyaan yang telah dipersiapkan diajukan
kepada pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk mendapatkan
data, tanggapan, dan juga jawaban dari responden. Selain itu, untuk
melengkapi penulisan ini penulisan juga melakukan observasi untuk
melengkapi data-data dan fakta-fakta yang berkaitan dengan permasalahan.
2. Prosedur Pengolahan Data
Data yang diperoleh baik dari studi lapangan maupun dari studi kepustakaan
kemudian diolah dengan cara sebagai berikut:
46
a. Seleksi data yaitu data yang diperoleh diperiksa dan diteliti mengenai
kelengkapan, kejelasan, kebenaran, sehingga terhindar dari kekurangan dan
kesalahan
b. Klasifikasi data yaitu pengelompokan data yang telah diseleksi dengan
mempertimbangkan jenis dan hubungannya guna mengetahui tempat masing-
masing data.
c. Penyusunan data yaitu dengan menyusun dan menempatkan data pada pokok
bahasan atau pemasalahan dengan susunan kalimat yang sistematis sesuai
dengan tujuan penelitian.
E. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisa data kualitatif, yang merupakan tata
cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan
responden secara nyata, dan perilaku nyata.55
Analisa data seperti ini bersifat
deskriptif analisis, yaitu berusaha menganalisa data yang dikumpulkan, dengan
cara menguraikan dan memaparkan secara jelas dan apa adanya mengenai obyek
yang diteliti didapat hasil yang benar-benar valid.
55
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 2007, hlm.32
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, baik dalam penelitian kepustakaan, maupun
penelitian lapangan, serta analisis yang telah penulis lakukan pada bab-bab
terdahulu, berikut disajikan kesimpulan yang merupan jawaban terhadap rumusan
permasalahan dalam penelitian hukum, beberapa hal sebagai berikut :
1. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan dalam menemukan alat bukti
tindak pidana narkotika memiliki berbagai cara ada beberapa teknik
penyelidikan mulai dari observasi (peninjauan), surveillance (pembuntutan),
undercover agen (penyusupan agen), undercover buy ( pembelian
terselubung), controlled planning (penyerahan yang dikendalikan), dan raid
planning execution (rencana Pelaksanaan penggerebekan). Dan memiliki
beberapa teknik, Teknik yang bertujuan untuk mendapatkan atau menguatkan
informasi tentang terjadinya tindak pidana narkoba yang meliputi : observasi,
surveillance dan undercover agen. Teknik yang bertujuan untuk menangkap
pelaku tindak pidana narkoba yang meliputi: undecover buy, controled
delivery. Dari teknik yang ada dapat dikatakan bahwa teknik yang pertama
adalah mendahului tindakan kedua. Karena pada teknik pertama penyidik
harus berusaha untuk mendapatkan informasi serta menguatkan informan
yang telah didapat mengenai pelaku tindak pidana narkotika dan modus
77
operandinya. Setelah mendapatkan informasi-informasi tersebut maka
diadakanlah teknik yang kedua yaitu merupakan usaha untuk merencanakan
adanya tindak pidana yang dikontrol dengan cara pembuatan TKP. Kegiatan
yang paling menentukan keberhasilan tindakan pendahuluan diatas adalah
Raid Planning Execution. Dan Proses Penyidikan Berdasarkan hasil
penelitian dan analisa data dapat disimpulkan bahwa Proses penyidikan
perkara tindak pidana narkotika yaitu (1) Menerima Laporan (2) Melakukan
Tindakan Pertama yaitu setelah menerima laporan dari seseorang maka
penyidik melakukan serangkaian penyelidikan dan pembuntutan terhadap
seseorang yang dicurigai (3) Penangkapan (4) Penggeledahan (5) Penyitaan
(6) Pemeriksaan Tersangka dan Saksi (7) Penahanan (8) Selesainya
Penyidikan.
2. Hambatan-hambatan yang ditemui penyidik Polri dalam Pembuktian tindak
pidana narkotika , adalah besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mencari
barang bukti dan pengujian terhadap alat bukti terhadap jenis golongan
narkotika yang membutuhkan biaya yang cukup besar, hambatan lain datang
dari anggota penyidik yang kurangnya pendidikan khusus tentang narkotika,
dan hambatan yang terbesar yakni dari masyarakat yang masih kurang
mengetahui ciri-ciri narkotika dan kurangnya kesadaran akan kejahatan
narkotika yang terjadi dilingkungan sekitarnya.
78
B. Saran
Bertitik tolak dari kesimpulan diatas tentang hambatan yang ditemui penyidik ,
berikut ini yang ingin dikemukakan oleh penulis beberapa saran yang mungkin
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat penyelesaian perkara tindak
pidana narkotika antara lain :
1. Perlu pengadaan suatu pendidikan atau penataran khusus terhadap para
penyidik yang terlibat dalam pencegahan tindak pidana narkotika, karena
dilihat dari berbagai macam jenis-jenis narkotika yang disalahgunakan dan
beredar di masyarakat, diharapkan penyidik telah mengetahui jenis-jenis obat-
obatan yang beredar di masyarakat.
2. Dalam peranannya diharapkan penyidik Polri dan BNN dapat memberikan
pembinaan terhadap masyarakat agar mengenal apa itu narkotika dan
kejahatan narkotika, karena tidak semua masyarakat mengetahui tentang
narkotika dan kejahatan narkotika dan pembinaan terhadap masyarakat agar
lebih peka terhadap lingkungan sekitar, salah satunya bila terjadi kejahatan
narkotika yang mereka ketahui sehingga dapat melaporkannya kepada yang
berwajib.
DAFTAR PUSTAKA
Andrisman, Tri, Hukum Pidana. Bandar Lampung: Universitas Lampung. 2007.
Chazawi, Adami, Pelajaran Hukum Pidana bagian I. Jakarta: Rineka Cipta. 2001.
Hamzah, Andi, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta: Ghalia
Indonesia. 2001.
Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana. Jakarta : Sinar Grafika. 2014.
Hamzah, Andi. Perkembangan Hukum Pidana Khusus. Jakarta: Rineka Cipta.
1991.
Harahap, Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Ed. 2
Cet.14, Jakarta: Sinar Grafika. 2012.
Harahap, Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHP penyidikan
dan penuntutan, Edisi kedua. Jakarta: Sinar Grafika. 2009.
Harlina, Lydia dan Satya Joewana. Pencegahan dan Penanggulangan
Penyalahgunaan Narkoba Berbasis Sekolah. Jakarta: Balai Pustaka. 2010.
Hartono, Penyidikan & Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum
Progresif . Cetakan II. Jakarta : Sinar Grafika. 2012.
Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum
Progresif . Jakarta : Sinar Grafika. 2010.
Husin, Kadri dan Budi Rizki, Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia. Bandar
Lampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung. 2015.
Makarao, Taufik dan Suhasril. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek.
Jakarta : Ghalia Indonesia. 2002.
Makarao, Taufik dkk. Tindak Pidana Narkotika. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2003.
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum
Pidana Nasional. Jakarta: Raja Grafindo. 2007.
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum
Pidana Nasional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2008.
Marpaung, Leden, Proses Penanganan Perkara Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.
1992.
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta. 2008.
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta. 1993.
Prasetyo, Teguh, Hukum Pidana. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2012.
Raharjo, Sajipto. Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta:
Genta Publishing. 2009.
Soedjono , D. Narkotika dan Remaja. Bandung: Alumni. 1985.
Soedjono, D. Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia. Jakarta: PT Rineka
Cipta. 1996.
Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Rajawali Pers. 2004.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press. 2007.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press. 1986.
Soesilo, R, Taktik dan teknik penyidikan perkara kriminal. Bogor: Politea. 1980.
Suharsil, Tindak Pidana Narkotika. Bogor: Ghalia Indonesia. 2005.
Sujono, AR, dan Bony Daniel, Komentar dan Pembahasan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: Sinar Grafika. 2011.
Tentri, Andi. Proses Penyidikan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika. 2013.
Wresniworo, Masalah Narkotika dan Obat-obatan Berbahaya. Jakarta: Mitra
Bintimar. 2002.
Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.14 Tahun 2012
tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
Internet
http://bnn.go.id
http://www.rmol.co
http://www.lifestyle.kompas.com
http://www.penaberlian.com
https://news.okezone.com