DickyMagz (Edisi Perdana)

5

description

Majalah online karya anak bangsa. Baca dan saksikan, antara dunia maya dan dunia nyata. Yaw

Transcript of DickyMagz (Edisi Perdana)

Page 1: DickyMagz (Edisi Perdana)
Page 2: DickyMagz (Edisi Perdana)
Page 3: DickyMagz (Edisi Perdana)

Balada Absen Siang

Oleh: Dicky Dwi Septian

Seperti biasanya, aku menandatangani absen menggunakan pena pinjaman, dan ketika map kuning itu kubuka banyak coret-coretan anak-anak kelas yang menurutnya itulah tanda yang berarti mereka hadir untuk pelajaran tambahan siang ini. Sambil sedikit tertawa akupun berpikir.. 'Hm.. apa ya yang bagus untuk tanda tangan hari ini?' Aku melihat ada sebuah gambar tanda not balok, 'Ini pasti tanda

tangannya si Kevin' gumamku. Ada juga sebuah tulisan inisial dua nama orang yang digabung menjadi satu, 'Haha.. Ini pasti tanda tangan si Ara' Ucapku perlahan sambil menyenggol lengan Harvi, teman disebelahku. Dia hanya merespon biasa saja, sepertinya dia sedang serius memperhatikan Bu Tuti yang didepan kelas.Semakin kebaris bawah aku lihat semakin banyak pula macam-macam tanda tangan teman sekelasku.

Dan aku mulai mencoret kertas absen dengan tulisan tegak bersambung nama depanku dan dibelakangnya aku beri simbol hati berwarna hitam, hitam karena pena yang kugunakan bertinta hitam. Dan seharusnya itu memang bukan tanda tanganku. Selesai 'menghias' absen, akupun pergi ke meja guru untuk memberikan map kuning tersebut. Setelah kira-kira 10 menit aku memperhatikan Ibu Tuti menerangkan pelajaran, ya lumayan pahamlah untuk siang ini, karena biasanya belajar siang itu sulit untuk berkonsentrasi, jadi tak heranlah

Page 4: DickyMagz (Edisi Perdana)

menurutku jika belajar tambahan siang disekolah itu tidak efektif. Ibu Tuti memberikan kami latihan soal di papan tulis, dan beliau duduk di meja guru sembari kami menyelesaikan soal-soal tersebut. Tiba-tiba Bu Tuti mengerutkan keningnya saat melihat absen yang sudah kami isi dengan berbagai macam bentuk tanda tangan. 'Ini siapa yang nyuruh tanda tangan coret coret tidak jelas seperti ini ?' Buk Tuti dengan suara lantangnya mengheningkan kelas yang sebelumnya memang sudah hening. Bu Tuti memanggil namaku saat melihat ada simbol hati berwarna hitam, akupun maju ke depan kelas.Satu persatu nama siswa dikelasku dipanggil, tapi cuma aku, Riri, dan Ridwan yang

disuruh maju ke depan meja guru. 'Dicky, ini kenapa kamu tanda tangan gambar tidak jelas seperti ini? Apa memang seperti ini tanda tanganmu selalu' 'Hm.. Tidak Bu, tadi itu cuma iseng tanda tangan seperti itu' jawabku dengan ragu.

Kami sekelaspun dimarahi, atau lebih tepatnya diberi nasehat oleh Bu Tuti. Bu Tuti memang terlihat kesal dan tidak suka dengan kelakuan kami yang hampir sekelas menandatangani absen seperti itu. Memang faktanya saat itu kami tidak menandatangani lembaran absen dengan memberi tanda tangan yang biasa, rata-rata ditambah dengan gambar atau simbol tidak penting, malah ada yang menulis kata-kata dikolom absen seperti yang dilakukan Ridwan. Bu Tuti benar-benar marah, beliau merasa tidak dihormati karena kelakuan kami. 'Kalian tidak tahu ya, kalau absen ini nanti akan di check oleh Kepala Sekolah sebagai tanda kalian hadir siang ini, dan apa kalian tidak lihat kalau di sudut kanan bawah absen ini ada tanda tangan saya sebagai guru yang mengajar kalian ? Sedangkan kalian malah tanda tangan diatas dengan gambar-gambar yang tidak jelas seperti ini ?' 'Maafkan kami Bu..' Ucapku memotong kalimat Bu Tuti, aku sadar harus meminta maaf karena yang aku dan teman-teman lakukan memang salah. 'Ibu kecewa sama kalian' Bu Tuti dengan wajah kesal langsung merobek kertas lembaran absen tadi. 'Siang ini kita tidak ada belajar apa-apa, silahkan kalian belajar sendiri' Komentar Bu Tuti sembari membereskan buku-bukunya. Dalam hati aku merasa benar-benar menyesal berbuat seperti ini, lagi, aku mencoba minta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya. Kelas tetap dalam suasana hening.

Page 5: DickyMagz (Edisi Perdana)

'Dicky, jangan paksa Ibu, buat kali ini Ibu belum bisa memaafkan, biarlah dulu’ Bu Tuti berbicara secara pribadi kepadaku yang saat itu memang cuma aku yang mau minta maaf.

Bel tanda pergantian pelajaran berbunyi, Bu Tuti langsung meninggalkan kelas tanpa sepatah kata kepada kami dan membiarkan latihan soal tadi tanpa dibahas jawabannya. Aku mencoba mengikuti dari belakang Bu Tuti yang tadi keluar, tapi Harvi menghalang dan

mengatakan 'Biarin dululah Ibu itu nenangin dirinya, mungkin sifatnya memang seperti itu, Enggak bisa dipaksa' Aku kembali ke tempat duduk dengan wajah cemas campur kecewa karena belum dimaafkan, begitu pula dengan teman-teman yang lain. Saat itu kami sekelas khusunya yang 'menghias' lembar absen tadi menjadi sadar, bahwa hal yang tidak baik sekecil apapun dapat membuat seseorang merasa tersinggung atau tidak dihormati.

Tanda tangan memang terlihat sepele, namun ada kalanya kita tidak boleh mengganggap hal sepele apapun tidak penting bagi orang lain. Masing-masing orang punya sifat yang berbeda, mungkin sebelumnya kita mengira hal ini sepele dan tidak akan mungkin jadi masalah, dan kita baru menyadari kesalahan ketika perkiraan kita tadi salah.

Sejak balada absen siang itu, kami sekelas selalu menandatangani absen dengan tanda tangan yang seharusnya. Dan seminggu setelah itu Bu Tuti terlihat seperti sudah melupakannya, kami kembali belajar seperti biasa. Syukurlah Bu Tuti sudah mencabut kata-kata silahkan kalian belajar sendiri.