Analisis Sperma Tugas

18
BAB 1 LATAR BELAKANG Sperma yang sering disebut juga mani atau semen adalah ejakulat yang berasal dari seorang pria berupa cairan kental dan keruh, berisi sekret dari kelenjar prostat, kelenjar2 lain dan spermatozoa. Pemeriksaan sperma merupakan salah satu elemen penting dalam penilaian fertilitas atau infertilitas. Pemeriksaan sperma meliputi maksroskopis (hal-hal yang terlihat dengan mata telanjang), mikrospkopis, kimia dan imunologi. Namun, di sini yang akan kita lakukan adalah hanya pemeriksaan sperma secara makroskopis dan mikroskopis saja. Tidak semua pria dengan mudah bisa mengeluarkan sperma apalagi disebuah tempat yang cukup asing seperti rumah sakit atau laboratorium. Sebenarnya hal ini tidak bisa menjadi alasan karena saat ini rumah sakit atau laboratorium biasanya telah menyediakan tempat yang dibuat sedemikian rupa agar pasien bisa melakukan proses mengeluarkan sperma dengan nyaman.

description

rw

Transcript of Analisis Sperma Tugas

BAB 1

LATAR BELAKANG

Sperma yang sering disebut juga mani atau semen adalah ejakulat yang berasal dari seorang pria berupa cairan kental dan keruh, berisi sekret dari kelenjar prostat, kelenjar2 lain dan spermatozoa. Pemeriksaan sperma merupakan salah satu elemen penting dalam penilaian fertilitas atau infertilitas. Pemeriksaan sperma meliputi maksroskopis (hal-hal yang terlihat dengan mata telanjang), mikrospkopis, kimia dan imunologi. Namun, di sini yang akan kita lakukan adalah hanya pemeriksaan sperma secara makroskopis dan mikroskopis saja.

Tidak semua pria dengan mudah bisa mengeluarkan sperma apalagi disebuah tempat yang cukup asing seperti rumah sakit atau laboratorium. Sebenarnya hal ini tidak bisa menjadi alasan karena saat ini rumah sakit atau laboratorium biasanya telah menyediakan tempat yang dibuat sedemikian rupa agar pasien bisa melakukan proses mengeluarkan sperma dengan nyaman.BAB II

PEMBAHASAN

Kriteria WHO untuk analisis sperma berdasarkan data populasi pria yang fertil, dan lebih tepat disebut sebagai nilai rujukan dibandingkan nilai normal. Untuk deteksi adanya kasus fertilitas pada pria, kriteria dasar dari WHO merupakan pemeriksaan yang sensitif (sensitifitas 89,6%), tetapi memiliki spesifisitas yang rendah. Pemeriksaan ulang dapat meningkatkan spesifisitas dalam mendeteksi abnormalitas sperma, analisis sampel tunggal akan menimbulkan kesalahan pemeriksaan sebesar 10%, tetapi jika pemeriksaan diulang akan dapat mengurangi kesalahan sebesar 2%.

1. Pengumpulan dan pengiriman sampel

Penderita harus diberi penjelasan tertulis dan instruksi lisan tentang cara pengumpulan sampel, sampai cara membawa cairan semen ke tempat pemeriksaan. Perlu dilakukan analisis juga terhadap riwayat penyakit terdahulu dan pemakaian obat-obatan (anabolik steroid, testosteron), karena dapat mempengaruhi jumlah serta motilitas sperma. Sediaan diambil setelah dilakukan abstinen setidaknya 48 jam dan tidak lebih lama dari 7 hari. Berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengambilan sediaan.

a. Pada evaluasi awal dilakukan pemeriksaan terhadap 2 sediaan. Waktu antara kedua pemeriksaan tidak boleh kurang dari 7 hari atau lebih dari 3 bulan. Jika hasil kedua pemeriksaan tersebut berbeda, maka perlu dilakukan pemeriksaan ulang karena dapat terjadi variasi hasil pemeriksaan yang besar dalam produksi sperma seseorang.

b. Sediaan sebaiknya dikeluarkan dalam sebuah kamar yang tenang di dekat laboratorium, atau jika tidak maka sediaan harus diantar ke laboratorium dalam waktu 1 jam setelah dikeluarkan.

c. Sediaan diambil dengan cara masturbasi dan ditampung ke dalam wadah kaca atau plastik yang bersih dan bermulut lebar. Wadah sebaiknya dihangatkan dulu untuk menghindari efek renjatan (shock) dingin.

d. Sebaiknya tidak menggunakan kondom biasa untuk menampung semen, karena dapat mengganggu viabilitas sperma. Jika oleh karena sesuatu masturbasi sulit dilakukan, maka dapat digunakan kondom plastik khusus untuk penampungan semen. Coitus interuptus tidak dapat diterima sebagai cara pengumpulan sediaan karena ada kemungkinan bagian pertama ejakulat yang paing banyak mengandung sperma akan hilang. Selain itu juga akan terjadi kontaminasi selular dan bakteri pada sediaan, dan pengaruh kurang baik terhadap motilitas sperma sebagai akibat pH cairan vagina yang asam.

e. Sediaan harus dilindungi dari suhu yang ekstrim, (di bawah 20C dan di atas 40C) selama transport ke laboratorium.

2. Pemeriksaaan makroskopis

a. Pencairan (likuefaksi)

Segera setelah ejakulasi, semen yang dikeluarkan adalah berupa massa menggumpal semi-padat. Setelah beberapa menit dalam suhu kamar, semen akan mencair,pada awalnya akan terlihat gumpalan-gumpalan heterogen dalam cairan semen. Selanjutnya setelah likuefaksi berlanjut, semen akan berubah menjadi lebih cair dan homogen. Pada beberapa kasus pencairan sempurna tidak terjadi dalam waktu 60 menit, hal ini perlu dicatat.

Likuefaksi dapat diamati secara makroskopis maupun mikroskopis. Secara mikroskopis, likuefaksi dapat diamati dengan melihat gerakan spermatozoa. Jika ditemukan spermatozoa yang immobilized, maka perlu ditunggu lagi hingga likuefaksi tejadi secara sempurna. Selama proses likuefaksi, dapat dilakukan pengadukan secara perlahan atau dengan rotasi kontainer sampel pada shaker, dalam suhu ruangan atau pada inkubator dengan suhu 37C untuk membantu menghasilkan sampel yang homogen. Jika semen tidak mencair dalam waktu 30 menit, jangan melanjutkan analisis semen selanjutnya, tetapi tunggu dulu 30 menit lagi, tetapi jika likuefaksi tidak terjadi dalam 60 menit,maka dilanjutkan dengan langkah analisis selanjutnya.

Kadang-kadang terjadi gangguan likuefaksi pada semen, sehingga analisis selanjutnya sulit dilakukan, sehingga perlu diberikan perlakuan tambahan terhadap semen tersebut, yaitu:

- Penambahan cairan fisiologis (misalnya Dulbeccos phospate-buffered saline) dengan volume yang sama.

- Membantu menghomogenkan semen dengan cara menghisap semen berulang-ulang (6-10 kali) dengan jarum tumpul ukuran 18 gauge (diameter internal 0,84 mm) atau 19 gauge (diameter internal 0,69 mm).

- Menambahkan Bromelain, yaitu suatu enzim proteolitik, untuk membantu mempercepat likuefaksi.

Catatan: perlakuan-perlakuan tersebut dapat mempengaruhi sifat biokimiawi cairan seminalis, morfologi sperma, serta motilitas sperma, sehingga penggunaannya harus diperhatikan. Penambahan semen dengan bromelain harus diperhitungkan saat menghitung konsentrasi sperma.

b. Penampilan

Sediaan yang normal tampak putih kelabu homogen. Sediaan mungkin tampak jernih jika jumlah sperma terlalu sedikit, atau tampak coklat jika ada sel darah merah.

c. Volume

Volume ejakulat harus diukur dengan baik karena akan mempengaruhi perhitungan jumlah total spermatozoa dan sel-sel non sperma dalam ejakulat. Volume paling baik diukur dengan cara menimbang ejakulat dalam wadah penampungnya. Tentu sebelumnya wadah penampungnya harus ditimbang terlebih dahulu, kemudian hasil penimbangan wadah yang terisi ejakulat dikurangi dengan berat wadah kosong tadi. Kemudian dilakukan perhitungan volume ejakulat dari beratnya, dengan asumsi densitas semen adalah 1 g/mL (densitas semen bervariasi, antara 1,043 sampai 1,102 g/mL). Cara lain adalah dengan mengukur langsung ejakulat dengan menggunakan penampung yang sudah berisi skala. Pengukuran volume semen dengan mengaspirasinya dengan pipet atau menuangnya ke dalam tabung ukur tidak dianjurkan karena tidak semua sampel akan terambil sehingga volume yang terukur akan lebih rendah dari seharusnya.

Volume semen yang berkurang dapat disebabkan oleh kesalahan dalam pengumpulan sampel (adanya fraksi ejakulat yang hilang atau tidak tertampung), ejakulasi retrograd parsial, atau adanya defisiensi androgen. Sedangkan volume semen yang meningkat dapat menandakan adanya eksudasi berlebihan karena adanya inflamasi dari organ-organ aksesoris yang menghasilkan cairan semen. Volume rujukan terendah adalah 1,5 mL.

d. Konsistensi

Konsistensi (sering disebut viskositas) sediaan yang telah mencair dinilai dengan cara menyedot sediaan secara perlahan ke dalam pipet dengan diameter 1,5 mm, kemudian biarkan semen menetes karena gaya berat, dan diamati panjang dari benang tetesan tersebut. Sediaan normal akan keluar dari pipet sebagai tetesan-tetesan kecil, sedangkan untuk kasus konsistensi abnormal, tetesan akan membentuk benang yang panjangnya dapat lebih dari 2 cm. Konsistensi juga dapat dinilai dengan cara memasukkan batang kaca ke dalam sediaan kemudian diamati benang yang terbentuk saat batang tersebut dikeluarkan. Panjang benang tidak boleh lebih dari 2 cm. Konsistensi yang tidak normal misalnya disebabkan oleh banyaknya kandungan musin, dapat mengganggu penilaian motilitas dan jumlah sperma, serta pengujian antibodi pelapis sperma.

e. pH

Setetes semen disebarkan secara merata di atas kertas pH (kisaran pH antara 6,0 sampai 10). Setelah 30 detik, warna daerah yang dibasahi akan berubah, kemudian dibandingkan dengan kalibrator untuk dinilai pH nya. pH harus diukur dalam waktu 1 jam setelah ejakulasi, kisaran normalnya 7,2-8,0. Jika pH kurang dari 7,0 pada sediaan azoospermia, perlu dipikirkan kemungkinan adanya disgenesis vas deferens, vesika seminalis, atau epididimis.

3. Pemeriksaaan mikroskopis

Pada pemeriksaan mikroskopis awal, digunakan pembesaran 10x ,dilakukan identifikasi terhadap adanya mukus, agregasi atau aglutinasi sperma, adanya sel-sel lain selain spermatozoa misalnya sel epitel, round cells (lekosit dan sel imatur). Selanjutnya ada pembesaran 40x diamati motilitas sperma serta penilaian apakah diperlukan pengenceran untuk pemeriksaan jumlah sperma.

Aglutinasi didefinisikan sebagai adanya penempelan spermatozoa yang motil satu sama lain (dapat berupa penempelan kepala dengan kepala, ekor dengan ekor, atau bercampur). Terdapat 4 tingkatan (grade) aglutinasi,yaitu :

Grade 1 (isolated) : < 10 spermatozoa per aglutinasi, banyak spermatozoa bebas.

Grade 2 (moderate) : 10-50 spermatozoa per aglutinasi, terdapat spermatozoa bebas.

Grade 3 (large) : terdapat aglutinasi >50 spermatozoa, beberapa spermatozoa masih bebas.

Grade 4 (gross) : semua spermatozoa teraglutinasi, dan aglutinasi-aglutinasi tersebut saling berhubungan.BAB III

ALAT BAHAN dan CARA KERJA

ALAT

1. Mikroskop

2. Objek glass

3. Deck glass

4. Kertas lakmus (pH)

5. Counter

6. Neuebauer

7. Pipet mikro

8. Pipet tetes

9. Tabung reaksi

10. Batang kaca

11. Gelas ukur

12. Pipet ukur

13. Hematokrit Neubauer

BAHAN

1. Semen ejakulat

2. Larutan eocyn Y

3. Alkohol 96%

4. Larutan Giemsa

5. Larutan George

6. Larutan HoST

7. Emersi oil

8. AquadestilataCARA KERJA

Cara Kerja

Pemeriksaan Makroskopik1. Likuifaksi

Semen dianalisis setelah mengalami likuifaksi, biarkan semen sekitar 20. menit atau maksimal 1 jam setelah ejakulasi

2. Warna semen

Warna semen diamati dengan mata telanjang

3. Bau semen

Dengan mengamati secara langsung

4. pH

Setetes sperma disebarkan secara merata diatas kertas Ph ( kisaran Ph 6,4-8). Setelah 30 detik warna daerah yang dibasahi akan merata dan kemudian dibandingkan dengan kertas kalibrasi untuk di baca Ph nya.

5. Volume

Volume harus diukur dengan suatu gelas ukur, atau dengan cara menyedot seluruh siapan ke dalam suatu semprit atau pipet ukur.

6. Viskositas

Semen diaduk rata, lalu dihisap ke dalam pipet Pasteur 5ml. Selanjutnya semen dibiarkan menetes keluar pipet sambil diamati panjang benang dari tetesan semen.

Pemeriksaan Mikroskopik

1. Kecepatan gerak sperma (velocity)

Teteskan semen yang telah diaduk, diteteskan dalam hemositometer Neubauer. Sperma yang gerakannya paling cepat dan lurus saja yang dicatat,

2. Motilitas atau pergerakan spermatozoa dihitung dalam persentase. Suatu volume semen tertentu diteteskan diatas kaca objek yang bersih dan kemudian ditutup dengan kaca tutup. Motilitas setiap sperma yang dijumpai dicatat. Biasanya diamati pada beberapa lapang pandang terhadap 100 ekor spermatozoa ( jumlah total presentase adalah 100%).

Motilitas digolongkan menjadi beberapa kriteria sbb :

a. Progresif lurus : beregerak lurus kedepan lincah dan cepat

b. Progresif lamabat : bergerak ke depan tetapi lambat.

c. Gerak di tempat : gerakan tidak menunjukkan perpindahan

tempat, biasanya bergetar di tempat, berputar atau melompat.

d. Tidak bergerak : tidak ada gerakan sama sekali atau diam

ditempat.

3. Konsentrasi sperma

Siapan yang telah diencer kan harus diaduk dengan baik dan kemudian 1 tetes di letakkan diatas hemocytometer Neubauer serta ditutup dengan kaca tutup (deck glass).

Menentukan jumlah pengenceran yang akan ditentukan, misalnya :

a. Untuk sediaan dengan jumlah sperma per LPB (400x) 200 sperma, maka pengencerannya 1:50.

Oleh karena itu kita dapat menentukan :

1. 25 kotak : N x 10.000 x factor pengencer x 25/jumlah kotak yang dihitung.

2. 10 kotak : N x 10.000 x factor pengencer x 25/jumlah kotak yang dihitung.

3. 5 kotak :N x 10.000 x factor pengencer x 25/jumlah kotak yang dihitung

4. Jumlah Sperma total

Diperoleh dari mengalirkan sperma dengan volume ejakulat.

5. Viabilitas sperma

Setelah semen diaduk rata (homogen), teteskan dengan satu tetes di atas gelas objek. Kemudian ditambahkan satu tetes larutan Eosin Y 0,5 % pada tetesan semen tadi, lalu ditutup dengan kaca penutup. Ditunggu 1-2 menit sampai larutan semen-eosin Y di bawah kaca penutup stabil. Selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop fase kontras. Sperma hidup berwarna kuning, sedangkan yang mati kebiru-biruan.

6. Morfologi sperma normal

Untuk pemeriksaan morfologi sperma, dibuat sediaan apus semen pada gelas objek, dikeringkan pada suhu kamar. Setelah kering, difiksasi dengan methanol selama 5 menit, kemudian diwarna dengan Giemsa selama 30 menit. Diamati dengan mikroskop cahaya.

7. Hipoosmotik Swelling Test ( HoST)

Pada uji HOST digunakkan larutan HOST sebagai berikut:

1. 100 mikroliter semen dicampur dalam 1 ml larutan HOST diamkan selama 1 jam.

2. Lalu ambil setetes dan teteskan pada objek glass lalu diamati dibawah mikroskop dengan per besaran 400 kali

3. Hitung 100 sper matozoa , spermatozoa ekornya tidak lurus berarti tidak ada kebocoran membran, sedangkan spermatozoa yang ekornya lurus berarti ada kebocoran.

8. Aglutinasi sperma

Aglutinasi diamati dalam 10 lapang pandang yang dipilih secara acak dan tentukan presentase rata-rata sperma yang berlekatan.BAB IV

KESIMPULAN

Analisis semen dapat memberikan informasi, Produksi sperma oleh testis, Sumbatan dan fungsi saluran reproduksi pria, Aktivitas kelenjar aksesori, Kapabilitas Ejakulasi, sehingga pemeriksaan semen dilakukan untuk diagnosis infertilitas pria dan prognosis kesuburan pria.

Daftar Pustaka

Sherwood, Lauree. Fisiologi manusia:dari sel ke sistem. Ed.2. Jakarta:EGC. 2001Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed 9. Jakarta:EGC, 2010