ANALISIS SPASIAL KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYA KERANG …

12
ANALISIS SPASIAL KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYA KERANG HIJAU (Perna viridis) BERDASARKAN KONDISI LINGKUNGAN DI KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT I Nyoman Radiarta *) , Adang Saputra **) , dan Idil Ardi *) *) Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya Jl. Ragunan 20, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540 E-mail: [email protected] **) Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Jl. Sempur No. 1, Bogor (Naskah diterima: 5 Mei 2011; Disetujui publikasi: 8 Agustus 2011) ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kelayakan lahan budidaya kerang hijau menggunakan metode tancap di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pengumpulan data lingkungan perairan telah dilakukan pada bulan Juli 2010. Data lapangan dan data sekunder lainnya (peta dan data penginderaan jauh) kemudian dianalisis secara spasial dengan sistem informasi geografis (SIG). Lima parameter penting kelayakan lahan dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor lingkungan dan pembatas. Penelitian ini menggunakan sistem skor 1-4, 4 adalah sangat layak dan 1 adalah tidak layak untuk pengembangan budidaya kerang hijau. Hasil analisis SIG menunjukkan bahwa sekitar 46% (23 km 2 ) dari total lokasi potensial (50 km 2 ) tergolong sangat layak. Lokasi ini menyebar sejajar dengan garis pantai dari Kecamatan Kapetakan sampai Kecamatan Suranenggala. Tidak ditemukan lokasi dengan kategori tidak layak. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa lokasi penelitian di Kabupaten Cirebon sangat mendukung untuk pengembangan budidaya kerang hijau. KATA KUNCI: budidaya kerang hijau, kelayakan lahan, SIG, penginderaan jauh, Cirebon ABSTRACT: Spatial analyses for green mussel (Perna viridis) aquaculture site selection based on environmental conditions in Cirebon District, West Java. By: I Nyoman Radiarta, Adang Saputra, and Idil Ardi This study was conducted to identify suitable sites for green mussel aquaculture using stakes structures methods in Cirebon District, West Java. Field survey was conducted in July 2010. Field data and other secondary data (map dan remotely sensed data) were analyzed using geographic information system (GIS). Five important parameters were grouped into two main criteria for green mussel aquaculture development, namely environmental factor and constraints. This study was adopted 1-4 scoring system: 4 as most suitable and 1 as not suitable for green mussel aquaculture development. The results showed that about 46% (23 km 2 ) of the total potential area (50 km 2 ) was classified as most suitable area. These areas were distributed in parallel with the coastline from Kapetakan to Suranenggala Sub-districts. Analisis spasial kelayakan lahan budidaya kerang hijau ..... (I Nyoman Radiarta) 341

Transcript of ANALISIS SPASIAL KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYA KERANG …

Page 1: ANALISIS SPASIAL KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYA KERANG …

ANALISIS SPASIAL KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYAKERANG HIJAU (Perna viridis) BERDASARKAN KONDISILINGKUNGAN DI KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT

I Nyoman Radiarta*), Adang Saputra**), dan Idil Ardi*)

*) Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan BudidayaJl. Ragunan 20, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540

E-mail: [email protected]

**) Balai Riset Perikanan Budidaya Air TawarJl. Sempur No. 1, Bogor

(Naskah diterima: 5 Mei 2011; Disetujui publikasi: 8 Agustus 2011)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kelayakan lahan budidaya kerang hijaumenggunakan metode tancap di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pengumpulan datalingkungan perairan telah dilakukan pada bulan Juli 2010. Data lapangan dan datasekunder lainnya (peta dan data penginderaan jauh) kemudian dianalisis secara spasialdengan sistem informasi geografis (SIG). Lima parameter penting kelayakan lahandibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor lingkungan dan pembatas. Penelitian inimenggunakan sistem skor 1-4, 4 adalah sangat layak dan 1 adalah tidak layak untukpengembangan budidaya kerang hijau. Hasil analisis SIG menunjukkan bahwa sekitar46% (23 km2) dari total lokasi potensial (50 km2) tergolong sangat layak. Lokasi inimenyebar sejajar dengan garis pantai dari Kecamatan Kapetakan sampai KecamatanSuranenggala. Tidak ditemukan lokasi dengan kategori tidak layak. Hasil analisis inimenunjukkan bahwa lokasi penelitian di Kabupaten Cirebon sangat mendukung untukpengembangan budidaya kerang hijau.

KATA KUNCI: budidaya kerang hijau, kelayakan lahan, SIG, penginderaanjauh, Cirebon

ABSTRACT: Spatial analyses for green mussel (Perna viridis) aquaculturesite selection based on environmental conditions in CirebonDistrict, West Java. By: I Nyoman Radiarta, Adang Saputra,and Idil Ardi

This study was conducted to identify suitable sites for green mussel aquacultureusing stakes structures methods in Cirebon District, West Java. Field survey wasconducted in July 2010. Field data and other secondary data (map dan remotelysensed data) were analyzed using geographic information system (GIS). Fiveimportant parameters were grouped into two main criteria for green musselaquaculture development, namely environmental factor and constraints. This studywas adopted 1-4 scoring system: 4 as most suitable and 1 as not suitable for greenmussel aquaculture development. The results showed that about 46% (23 km2) of thetotal potential area (50 km2) was classified as most suitable area. These areas weredistributed in parallel with the coastline from Kapetakan to Suranenggala Sub-districts.

Analisis spasial kelayakan lahan budidaya kerang hijau ..... (I Nyoman Radiarta)

341

Page 2: ANALISIS SPASIAL KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYA KERANG …

PENDAHULUANKerang hijau (Perna viridis) tersebar secara

luas sepanjang pesisir wilayah Indo-Pasifik.Spesies ini memiliki nilai ekonomis yangcukup tinggi sehingga banyak negara telahmelakukan kegiatan budidayanya. Produksidunia untuk kerang hijau dari kegiatanbudidaya menunjukkan peningkatan yangsignifikan yaitu dari sekitar 30.000 ton ditahun 1980-an menjadi sekitar 300.000 tondi tahun 2008 (FAO, 2011). Pesatnya per-kembangan budidaya kerang hijau disebab-kan karena mudahnya teknik budidayaspesies tersebut, dibandingkan denganteknologi budidaya biota lainnya. Metodebudidaya yang umumnya digunakan adalahmetode tancap dengan kombinasi tali dankayu/bambu yang berfungsi sebagai mediauntuk spat dapat menempel dan berkembang(Vakily, 1989). Metode budidaya yang ber-kembang bervariasi tergantung dari karak-teristik wilayah perairan, namun umumnyamodifikasi metode tersebut bertujuan untukmeningkatkan produksi dan meminimalkansistem operasional.

Kabupaten Cirebon merupakan bagian dariProvinsi Jawa Barat yang terletak di bagiantimur dan berbatasan dengan Provinsi JawaTengah. Wilayah kabupaten ini berada padaposisi 108o40’-108o48’ Bujur Timur dan 6o30’-7o00’ Lintang Selatan. Sebagian kecamatan dikabupaten ini merupakan kecamatan pantaidengan berbagai jenis aktivitas perikanan baikperikanan tangkap maupun budidaya.Perikanan budidaya masih didominasi olehperikanan tambak dengan total produksi ditahun 2007 sebesar 4.182 ton (BappedaCirebon, 2008). Selain budidaya di tambak,budidaya air tawar (di kolam dan waduk) danbudidaya laut juga telah berkembang dikabupaten ini. Kerang hijau merupakan satukomoditas budidaya laut unggulan dikabupaten ini. Pada tahun 2008, produksikerang hijau meningkat sekitar 11% (13.167ton) dibandingkan tahun sebelumnya (DinasKelautan dan Perikanan Cirebon, 2008).

Dengan melihat potensi yang ada sekitar 400km2, masih terbuka peluang yang luas untukpengembangannya.

Keberhasilan budidaya kerang hijau harusdidukung oleh kondisi lingkungan yang ideal,sehingga aktivitas budidaya yang dilakukanberwawasan lingkungan dan berkelanjutan(Costa-Pierce, 2008; FAO, 2010). Untukmeyakinkan kondisi lingkungan dapat men-dukung kegiatan budidaya kerang hijau,analisis kelayakan lahan merupakan tahapanawal yang harus dilakukan. Analisis kelayakanlahan dilakukan dengan memperhatikanbeberapa faktor, meliputi: keterlindunganlokasi, kondisi kualitas perairan (fisik dankimia), kesuburan perairan, ketersediaan benihalam, dan sosial infrastruktur (Vakily, 1989;Kingzet et al., 2002). Dengan tersedianya databaru yang lebih baik kualitas dan kuantitas-nya, ditambah juga dengan memperhatikantingkat kepentingan masing-masing data,menjadikan analisis kelayakan lahanbertambah kompleks dan memakan waktu.Sistem Informasi Geografis (SIG) memungkinanuntuk melakukan analisis spasial kelayakanlahan dengan menggabungkan berbagai jenisdata dan tingkat kepentingannya (Burrough &McDonnell, 1998; Nath et al., 2000). AplikasiSIG untuk budidaya perikanan semakinbanyak dimanfaatkan (Kapetsky & Anguilar-Manjarrez, 2007; Aguilar-Manjarrez et al.,2010). Kajian yang umum dilakukan adalahkelayakan lahan untuk berbagai komoditas, diantaranya scallop (Radiarta et al., 2008), ikanlaut (Perez et al., 2005); kelp (Radiarta et al.,2011); dan ekosistem yang berbeda, diantaranya: air payau (Giap et al., 2005; Hossain& Das, 2010); air tawar/danau (Ross et al.,2010); pantai/laut (Radiarta et al., 2011).Penelitian ini bertujuan untuk menganalisispotensi kelayakan lahan budidaya kerang hijaudi Kabupaten Cirebon, Jawa Barat denganmemanfaatkan SIG. Hasil dari kajian inidiharapkan dapat memberikan tambahaninformasi yang akurat guna mendukungpercepatan program peningkatan produksiperikanan budidaya (minapolitan).

There was no area classified as not suitable. Analysis from this study shows thatCirebon Distrcit has potential area for supporting development of green musselaquaculture.

KEYWORDS: green mussel aquaculture, site selection, GIS, remote sensing,Cirebon

J. Ris. Akuakultur Vol.6 No.2 Tahun 2011: 341-352

342

Page 3: ANALISIS SPASIAL KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYA KERANG …

BAHAN DAN METODELokasi PenelitianPenelitian ini telah dilakukan di perairan

pantai Kecamatan Kapetakan dan Suranenggala(sekitar muara Sungai Bondet), KabupatenCirebon (Gambar 1). Lokasi penelitian ter-bentang pada posisi 6o36’-6o42’ LintangSelatan dan 108o32’–108o35’ Bujur Timur.Karakteristik perairan yang relatif landai dantenang sangat mendukung bagi kegiatanbudidaya kerang hijau.

Identifikasi DataKajian kelayakan lahan untuk budidaya

kerang hijau dapat mempertimbangkan ber-bagai aspek yang mempengaruhinya baiklingkungan maupun sosial-infrastruktur (Nathet al., 2000; Valavanis, 2002). Dalam penelitianini, kajian kelayakan lahan lebih difokuskanpada aspek lingkungan perairan yang dapatmempengaruhi pertumbuhan dan teknik

budidaya yang digunakan. Data utama yangdigunakan dalam penelitian ini meliputi datasurvai lapangan, peta, dan data satelit.

Survai lapangan untuk melihat kondisikualitas perairan telah dilakukan padabulan Juli 2010. Penentuan lokasi survaidiperoleh dari hasil diskusi dengan DinasKelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon.Lokasi pengamatan ditentukan secara acak(Morain, 1999), dan disebar proposionalsehingga dapat mewakili karakteristik perairanyang disurvai. Pengukuran data kualitasperairan dilakukan pada kisaran waktu pukul09.00-16.00 WIB di kedalaman <3 m. Peubahpenting lingkungan perairan diukur meng-gunakan YSI 556. Data yang dikumpulkanmeliputi: suhu air, salinitas, dan kandunganoksigen. Sedangkan data posisi pengamatandan kedalaman perairan dicatat denganmenggunakan Global Positioning System (GPS)Garmin GPSMAP 298 Sounder. Data kedalamanperairan juga diperoleh dari hasil scan dandigitasi peta kedalaman perairan keluaran

Gambar 1. Lokasi penelitian di Kabupaten Cirebon Provinsi JawaBarat, dan sebaran lokasi pengamatan kualitas air

Figure 1. Study area in Cirebon District West Java Province,and distribution of water quality sampling stations

Analisis spasial kelayakan lahan budidaya kerang hijau ..... (I Nyoman Radiarta)

343

Page 4: ANALISIS SPASIAL KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYA KERANG …

Dinas Hidro Oseanografi-TNI AL untuk lembarJawa-Pantai Utara, Pelabuhan Cirebon skala1:50.000 tahun 2008.

Peta dasar dan kondisi tutupan lahan disekitar lokasi penelitian diperoleh dari citrasatelit ALOS AVNIR-2 tanggal 9 Juli 2008. Datayang digunakan adalah data yang telahdikoreksi secara geometrik dan radiometrikatau level 1B2G (JAXA, 2006), dan memilikiresolusi spasial 10 m. Tema utama yangdidigitasi meliputi: garis pantai, sungai, jalan,sebaran penduduk, dan budidaya tambak. Datahasil digitasi kemudian divalidasi dengan petarupabumi skala 1:25.000 (lembar 1309-23)keluaran Bakosurtanal tahun 1999.

Seluruh data yang terkumpul kemudiandikonversi menjadi data raster melalui teknikinterpolasi. Data kualitas perairan diinterpolasidengan metode inverse distance weighted(IDW), sedangkan jarak dari lokasi pertambakandiinterpolasi dengan metode distance analy-sis (Johnson & McChow, 2001). Data analisisseluruhnya dilakukan dengan menggunakanArcGIS v.9.3 (The Environmental System Re-search Institute, USA). Data spasial yangdigunakan dalam analisis kelayakan lahandiproyeksikan dengan sistem koordinat WGS84 UTM zone 49 South.

Prosedur AnalisisPenelitian ini mempertimbangkan dua

kategori yaitu faktor pendukung dan pembatas

(Gambar 2; Radiarta et al., 2008). Faktorpendukung adalah parameter lingkunganperairan yang berpengaruh bagi pertumbuhankerang hijau meliputi: kedalaman, suhu air,salinitas, dan kandungan oksigen. Sedangkanfaktor pembatas adalah kondisi spesifik dilapangan yang dapat membatasi atau lokasiyang tidak dapat digunakan untuk kegiatanbudidaya kerang hijau. Dalam penelitian ini,jarak sejauh 500 m dari lokasi pertambakandikategorikan sebagai pembatas.

Tingkat kelayakan lahan (skor) untukkondisi lingkungan perairan menggunakansistem skor 1-4 (Giap et al., 2005), skor 4 adalahsangat layak dan 1 adalah tidak layak bagibudidaya kerang hijau. Skor dari masing-masing peubah lingkungan perairan ditentukanberdasarkan kesesuaiannya terhadap kegiatanbudidaya kerang hijau (Tabel 1). Tingkatkesesuaian dari masing-masing peubahdipenelitian ini mengacu pada Vakily (1989),Sulistijo & Nontji (1995), dan Anonimous(2007).

Bobot dari masing-masing peubah ling-kungan ditentukan dengan pair-wise com-parison, yang merupakan bagian dari prosespengambilan keputusan yang dikenal denganmetode analytical hierarchy process (AHP;Saaty, 1977). Tingkat kepentingan dari masing-masing peubah disusun berdasarkan studipustaka dan opini peneliti. Kelebihan metodeAHP adalah dapat menghasilkan tingkat

Gambar 2. Kategori yang digunakan dalam analisis kelayakan lahan untukbudidaya kerang hijau di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat

Figure 2. Different categories used for green mussel aquaculture site selectionprocess in Cirebon District, West Java

Kelay

akan

laha

n bu

diday

a ker

ang h

ijau

Suit

able

sit

es f

or g

reen

m

uss

el c

ult

ure

Lingkungan perairanEnvironmental factors

PembatasConstraints

Suhu airWater temperature

SalinitasSalinity

KedalamanBathymetry

Kandungan oksigenDissolve oxygen

500 m dari pertambakan500 m to pond culture

J. Ris. Akuakultur Vol.6 No.2 Tahun 2011: 341-352

344

Page 5: ANALISIS SPASIAL KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYA KERANG …

konsistensi dari bobot yang dibuat denganmenghitung rasio konsistensi. Nilai rasio lebihkecil atau sama dengan 0.1 merupakan nilaiyang dapat diterima dan menunjukkanpembobotan yang konsisten (Saaty, 1977;Banai-Kashani, 1989). Tabel 2 menyajikanMatrik pair-wise comparison untuk penentuanbobot dari masing-masing peubah lingkunganperairan.

Setelah seluruh skor dan bobot ditentukan,langkah selanjutnya adalah melakukan analisisspasial kelayakan lahan. Analsis ini dilakukandengan metode weighted linear combination(Malczewski, 1999), yang merupakan aplikasidari multi-ceriteria evaluation. Analisis denganweighted linear combination dilakukan denganpemodelan yang terdapat dalam perangkatlunak ArcGIS versi 9.3.

Tabel 1. Tingkat kelayakan lingkungan perairan untuk budidaya kerang hijau di KabupatenCirebon, Jawa Barat

Table 1. Environmental factor requirements and suitability scores for green mussel aqua-culture in Cirebon District, West Java

Tabel 2. Matrik pair wise comparison untuk penentuan bobot dari masing-masing peubahlingkungan perairan untuk analisis kelayakan lahan budidaya kerang hijau di KabupatenCirebon, Jawa Barat

Table 2. Pair wise comparison matrix for assessing relative important weight of eachparameter for green mussel aquaculture site selection in Cirebon District, West Java

Rasio konsistensi (Consistency ratio) : 0.03

4 3 2 1Sangat layak Most suitable

Layak Suitable

Cukup layak Moderately suitable

Tidak layak Not suitable

2-3; 7-10

29-30; 27-29; 32-34 34-35

Kandungan oksigen Dissolve oxygen (mg/L) >6 4-6 2-4 <2

20-25; 14-20; 30-33 33-35

Salinitas Salinity (ppt) 30-32 <27; >35

Suhu air Water temperature (oC) 25-30 <14; >35

Tingkat kelayakan (Suitability level )

Kedalaman Bathymetry (m) 3-5 5-7 <2; >10

PeubahParameters

Peubah Parameters

Kedalaman Bathymetry

Suhu air Water

temperatureSalinitas Salinity

Kandungan oksigen

Dissolve oxygenBobot

Weight

Kedalaman Bathymetry (m) 1 3/2 7/4 2 0.35

Suhu air Water temperature (oC) 2/3 1 2 7/3 0.31

Salinitas Salinity (ppt) 4/7 1/2 1 2 0.20

Kandungan oksigen Dissolve oxygen (mg/L) 1/2 3/7 1/2 1 0.14

Analisis spasial kelayakan lahan budidaya kerang hijau ..... (I Nyoman Radiarta)

345

Page 6: ANALISIS SPASIAL KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYA KERANG …

HASIL DAN BAHASANKerang hijau merupakan komoditas ung-

gulan perikanan budidaya di KabupatenCirebon. Kegiatan budidaya kerang hijau dikabupaten ini dilakukan baik sebagai kegiatanutama ataupun kegiatan sampingan. Kegiatansampingan artinya aktivitas budidaya inidilakukan oleh para nelayan saat aktivitaspenangkapan ikan tidak dilakukan. Denganpotensi lahan yang dimiliki, menjadikanaktivitas budidaya kerang hijau cukup ber-kembang di kabupaten ini. Dukungan pasarjuga terbuka luas, yang umumnya dipasarkanke wilayah Jakarta.

Keberhasilan dari kegiatan budidayakekerangan (shellfishes) sangat tergantung dariketersediaan benih alam, kondisi lingkunganperairan yang ideal sehingga dapat men-dukung pertumbuhan biota budidaya, danrendahnya pemangsa atau penyakit (Vakily,

1989). Pada penelitian ini lebih menfokuskananalisis kondisi lingkungan perairan yangberpengaruh terhadap pertumbuhan keranghijau (di antaranya suhu air, salinitas, dankandungan oksigen). Selain itu, juga memper-hatikan parameter yang dapat mempengaruhimedia budidaya yang digunakan. Hasil analisisspasial untuk parameter lingkungan perairandisajikan pada Gambar 3. Tabel 3 menyajikanluasan dan persentase tingkat kelayakan lahanuntuk budidaya kerang hijau.

Kedalaman perairan sangat mempengaruhimetode budidaya yang digunakan. Di lokasipenelitian, budidaya kerang hijau dilakukandengan menggunakan metode tancap(gabungan antara bambu dan tali) yangumumnya berlokasi pada kedalaman sekitar3-5 m (Gambar 4). Kondisi kedalaman airberhubungan dengan tingkat penetrasicahaya yang berimplikasi pada ketersediaanmakanan alami (plankton). Menurut Vakily

Gambar 3. Peta tingkat kelayakan lahan peubah lingkungan perairan, (a) kedalaman, (b)suhu air, (c) salinitas, dan (d) kandungan oksigen, untuk budidaya kerang hijaudi Kabupaten Cirebon, Jawa Barat

Figure 3. Suitability maps of different environmental parameters, (a) bathymtery, (b)water temperature, (c) salinity, and (d) dissolve oxygen, generated for greenmussel aquaculture in Cirebon District, West Java

Legenda (Legend):Jalan (Road)Sungai (River)Penduduk (Settlement)Pertambakan (Pond Aquaculture)Daratan (Land)Pembatas (Constraint)Tidak layak (Not suitable)Cukup layak (Moderately suitable)Layak (Suitable)Sangat layak (Most suitable)

108o32’E 108o34’E 108o32’E 108o34’E

108o32’E 108o34’E 108o32’E 108o34’E

6o38’S 6o38’S

6o40’S 6o40’S

6o38’S 6o38’S

6o40’S 6o40’S

J. Ris. Akuakultur Vol.6 No.2 Tahun 2011: 341-352

346

Page 7: ANALISIS SPASIAL KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYA KERANG …

(1989), spat kerang hijau umumnya ditemukanpada kedalaman antara 1,5-11,7 m, di manapada kedalaman tersebut ketersediaanmakanan alami cukup tersedia. Hasil analisiskelayakan lahan untuk peubah kedalamanperairan menunjukkan bahwa sekitar 28%(14 km2) tergolong sangat layak. Lokasi yangsangat layak ini terbentang sepanjang garispantai dari Kecamatan Kapetakan sampai keKecamatan Suranenggala (Gambar 3a). Lokasidengan kategori tidak layak ditemukan sebesar6% (Tabel 3).

Pertumbuhan kerang hijau sangat di-pengaruhi oleh kondisi suhu perairan(Rajagopal et al., 1998; Manoj Nair &Appukuttan, 2003). Menurut Manoj Nair &Appukuttan (2003), suhu perairan yang tinggiberdampak lebih baik untuk pertumbuhankerang hijau dibandingkan dengan suhu yangrendah. Hasil penelitian mereka menunjukkanbahwa suhu optimum untuk penempelan spatadalah sekitar 29oC-31oC. Hasil pengumpulandata dan analisis spasial menunjukkan bahwakondisi suhu perairan di lokasi penelitiansangat mendukung kegiatan budidaya keranghijau. Hampir seluruh lokasi penelitian (88%)masuk dalam kategori sangat layak (Gambar 3b).Sedangkan tidak layak untuk pengembanganbudidaya kerang hijau hanya ditemukan sekitar2% (1 km2; Tabel 3).

Salinitas merupakan faktor lingkunganyang sangat penting karena dapat mem-pengaruhi pertumbuhan dan sintasan daribiota laut. Di daerah estuari dan pesisir,perubahan salinitas sangat dinamis baik secaraspasial maupun temporal (perubahan waktu).Kerang hijau mempunyai toleransi yang cukupbaik terhadap kisaran salinitas perairan (Wanget al., 2011). Namun menurut Vakily (1989),optimum salinitas untuk budidaya kerang hijauadalah 31 ppt. Banyaknya pasokan air tawar(muara-muara sungai) yang masuk ke kawasanpesisir akan sangat mempengaruhi kondisisalinitas, sehingga lokasi tersebut umumnyatidak layak untuk kegiatan budidaya keranghijau (Wang et al., 2011). Hasil analisis spasialuntuk peubah salinitas perairan menunjukkanbahwa lokasi penelitian layak untuk kegiatanbudidaya kerang hijau. Sekitar 38% (19 km2)dan 50% (25 km2) lokasi penelitian di-kategorikan masing-masing sangat layak danlayak untuk pengembangan budidaya keranghijau (Tabel 3). Tidak ditemukan lokasi dengankategori tidak layak. Lokasi dengan kategorisangat layak umumnya tersebar merata dibagian utara sekitar perairan KecamatanKapetakan (Gambar 3c). Hal ini dapat di-sebabkan bagian selatan lokasi penelitianmemiliki banyak muara sungai, di antara yangterbesar adalah Sungai Bondet. Sebagai

Tabel 3. Luasan (ha) dan persentase (%) tingkat kelayakan lahan untuk budidaya kerang hijaudi Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Luasan total lokasi penelitian adalah 50 km2

Table 3. Areas (ha) and different suitability levels (%) for green mussel aquaculture in CirebonDistrict, West Java. Total study area for suitability analysis is 50 km2

km2 % km2 % km2 % km2 % km2 %KedalamanBathymetry (m) 5 10 14 28 20 40 8 16 3 6

Suhu air Water temperature (oC) 5 10 44 88 0 0 0 0 1 2

Salinitas Salinity (ppt) 5 10 19 38 25 50 1 2 0 0

Kandungan oksigenDissolve oxygen (mg/L) 5 10 40 80 5 10 0 0 0 0

Total kelayakan lahanOverall suitability site

5 10 23 46 21 42 1 2 0 0

Cukup layak Moderately

suitableTidak layak

Not suitablePeubah

ParametersPembatas

ConstraintsSangat layak

Most suitable

LayakSuitable

Analisis spasial kelayakan lahan budidaya kerang hijau ..... (I Nyoman Radiarta)

347

Page 8: ANALISIS SPASIAL KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYA KERANG …

pembanding, saat survai lapangan dilakukan,salinitas yang terukur di muara Sungai Bondetadalah < 5 ppt (stasiun pengamatan ini tidakdisertakan dalam analisis spasial).

Berdasarkan kondisi kandungan oksigen,hampir seluruh lokasi potensial termasukkategori sangat layak (80%). Kategori layakuntuk pengembangan budidaya kerang hijauditemukan sebesar 10% (5 km2). Tidak di-temukan lokasi dengan kategori tidak layak(Tabel 3; Gambar 3d). Efek kandungan oksigenterhadap pertumbuhan kerang hijau telahdibuktikan oleh Wang et al. (2011), yangmelakukan penelitian di perairan Hong Kong.Mereka menemukan bahwa kerang hijau tidakdapat berkembang dengan baik (pertum-buhannya negatif) jika kandungan oksigenberada pada nilai 3 mg/L dan nilai salinitas 20ppt atau kurang.

Selain faktor pendukung budidaya keranghijau yaitu kondisi kualitas perairan, faktorpembatas juga diperhatikan dalam penelitianini. Aktivitas pertambakan sepanjang pantaidi lokasi penelitian dapat merupakan faktorpembatas (Gambar 1). Hal ini disebabkanaktivitas pertambakan tersebut dapatmenyebabkan polusi perairan yang dapatberimplikasi negatif terhadap biota budidaya.Untuk menghindari kemungkinan efek negatiftersebut, pada penelitian ini telah meng-klasifikasikan jarak sejauh 500 m dari arealpertambakan sebagai faktor pembatas. Totalluasan faktor pembatas ini mencapai 5 km2

(10%; Tabel 3). Jarak dari sumber polusi,

misalnya perkampungan dan kawasan industri,juga telah digunakan oleh Radiarta et al.(2008) untuk analisis kelayakan lahan budidayascallop di Teluk Funka, Hokkaido.

Penggabungan seluruh faktor pendukungdan pembatas melalui analisis multi-criteriaakhirnya diperoleh total tingkat kelayakanlahan untuk budidaya kerang hijau (Tabel 3;Gambar 5). Dari total luasan potensial untukbudidaya kerang hijau (50 km2), kategori sangatlayak ditemukan sebesar 46% (23 km2). Lokasiini menyebar sejajar dengan garis pantai dariKecamatan Kapetakan sampai KecamatanSuranenggala (Gambar 5). Bagian utara lokasipenelitian menyediakan potensi dengankategori sangat layak yang lebih besardibandingkan dengan bagian selatan. Hal inidisebabkan karena limitasi dari peubahsalinitas perairan (Gambar 3c). Lokasi dengankategori sangat layak umumnya didukung olehkondisi lingkungan perairan yang baik untukmendukung pertumbuhan dan ketahananhidup kerang hijau. Kategori layak dan cukuplayak masing-masing ditemukan sebesar 42%(21 km2) dan 2% (1 km2) dan tidak ditemukannyalokasi dengan karegori tidak layak. Secaraumum menunjukkan bahwa lokasi penelitiandi Kabupaten Cirebon sangat mendukunguntuk pengembangan budidaya kerang hijau.

Kondisi klimatologi dan meteorologi jugasangat mempengaruhi kelangsungan aktivitasbudidaya kerang hijau di Kabupaten Cirebon.Berdasarkan data kecepatan angin yangdiperoleh dari stasiun pengamatan Jatiwangi,

Gambar 4. Budidaya kerang hijau dengan metode tancap di Kabupaten Cirebon, Jawa BaratFigure 4. Green mussel aquaculture using the stakes method in Cirebon District, West Java

J. Ris. Akuakultur Vol.6 No.2 Tahun 2011: 341-352

348

Page 9: ANALISIS SPASIAL KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYA KERANG …

Cirebon (data diperoleh dari http://www.inigis.com/data-iklim-dan-peta-hujan-indonesia/), menunjukkan bahwa kecepatanangin maksimum di kabupaten ini terjadi sekitarbulan Juli-September (Gambar 6). Perubahankecepatan angin yang terjadi ini akanberpengaruh terhadap kondisi perairanterutama tinggi/rendahnya gelombangperairan. Pada saat survai lapangan dilakukan,banyak ditemui media tancap kerang hijau dilokasi penelitian mengalami kerusakan.Berdasarkan informasi nelayan setempat, halini disebabkan karena kencangnya hembusanangin sehingga berakibat buruk bagi kegiatanbudidaya kerang hijau. Kondisi serupa jugaditemui di Perairan Pandeglang (Radiarta et al.,2010). Di India, kondisi cuaca (angin) yangdapat merusak media budidaya merupakansalah satu penghalang perkembangan budi-daya kerang hijau, di samping faktor lainnyameliputi, keamanan dan kurangnya kepeduliandalam hubungannya dengan penyediaanmodal usaha (Kripa & Mohamed, 2008).

Budidaya kekerangan merupakanbudidaya yang ramah lingkungan (Shumwayet al., 2003). Hal ini disebabkan karenakekerangan memperoleh makanan dari alam(berupa fitoplankton dan detritus). Beberapapenelitian telah membuktikan bahwa budidayakekerangan sangat kecil atau bahkan tidak adadampaknya terhadap penurunan kualitaslingkungan (Ellis et al., 2002; Crawford et al.,2003; Ysebaert et al., 2009). Namun produkbudidaya kekerangan dapat berdampaknegatif terhadap kesehatan manusia (Chinabutet al., 2006), jika kegiatan budidayanyadilakukan di kawasan yang tercemar limbahrumah tangga dan banyaknya fitoplanktonyang beracun (red tide). Hal ini disebabkankarena kekerangan memperoleh makanandengan cara menyaring kolom air (filter-feed-ers) sehingga bahan pencemar tersebut dapatterakumulasi dalam tubuh biota budidayatersebut. Untuk menghindari masalahtersebut, kajian kelayakan lahan merupakantahapan awal yang harus dilakukan.

Gambar 5. Peta tingkat kelayakan lahan untuk budidaya kerang hijau di Kabupaten Cirebon,Jawa Barat

Figure 5. Overall site selection map for green mussel aquaculture in Cirebon District,West Java

108o32’E

108o32’E

108o34’E

108o34’E

6o38’S

6o40’S

6o38’S

6o40’S

Legenda (Legend):Jalan (Road)Sungai (River)Penduduk (Settlement)Pertambakan (Pond Aquaculture)Daratan (Land)Pembatas (Constraint)Tidak layak (Not suitable)Cukup layak (Moderately suitable)Layak (Suitable)Sangat layak (Most suitable)

Analisis spasial kelayakan lahan budidaya kerang hijau ..... (I Nyoman Radiarta)

349

Page 10: ANALISIS SPASIAL KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYA KERANG …

Penelitian ini telah menunjukkan peman-faatan SIG untuk kajian kelayakan lahanbudidaya kerang hijau di Kabupaten Cirebon.Analisis kelayakan lahan dipenelitian ini dapatdipertajam melalui beberapa tahapan yaitu:menambah kriteria/faktor yang mempengaruhipertumbuhan dan sintasan kerang hijau(misalnya, kecepatan arus, sumber benih,tinggi gelombang, kesuburan perairan) dankondisi sosial-ekonomi atau infrastrukturpenunjang; dan memperhatikan kualitas dankuantitas data yang digunakan dalam analisissehingga dapat diperoleh hasil yang lebih baik.Selain itu, perlu dilibatkannya masyarakatdan pengguna (stakeholders) dalam prosesperencanaan dan pengambilan keputusansehingga implementasi lapangan dari aktivitasbudidaya yang dilakukan dapat berkelanjutan(Stead et al., 2002).KESIMPULAN

Kerang hijau yang bernilai ekonomis cukuptinggi dan mudah dibudidayakan, merupakansatu komoditas unggulan di KabupatenCirebon. Informasi tentang kelayakan lahansangat diperlukan guna mendukung ke-berlanjutan usaha budidaya kerang hijau dikabupaten ini. Berdasarkan kajian faktorlingkungan perairan yang berpengaruhterhadap pertumbuhan dan sintasan keranghijau, menunjukkan bahwa Kabupaten Cirebonmempunyai potensi yang cukup besar untuk

pengembangan budidaya kerang hijau.Analisis spasial kelayakan lahan menunjukkanhampir separuh dari lokasi penelitian (46%)masuk dalam kategori sangat layak untukbudidaya kerang hijau. Lokasi ini tersebarmerata dari Kecamatan Kapetakan sampaiKecamatan Suranenggala. Hasil penelitian inidiharapkan dapat memberikan tambahaninformasi guna mendukung kegiatan budidayakerang hijau di Kabupaten Cirebon.UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepadaDinas Kelautan dan Perikanan KabupatenCirebon atas bantuannya selama kegiatanlapangan. Penulis mengucapkan terima kasihkepada Erlania yang telah menyiapkan petakedalaman. Penelitian ini merupakan bagiandari kegiatan minapolitan Pusat Penelitiandan Pengembangan Perikanan Budidaya TA2010.DAFTAR ACUANAnonim. 2007. Petunjuk teknis budidaya

kekerangan. Dinas Kelautan dan Perikanan.Pemerintah Provinsi Banten. Serang, 84 hlm.

Aguilar-Manjarrez, J., Kapetsky, J.M., & Soto, D.2010. The potential of spatial planningtools to support the ecosystem approachto aquaculture. FAO/Rome. Expert Work-shop. 19-21 November 2008, Rome, Italy.

Gambar 6. Kondisi kecepatan angin (m/s) di perairan Cirebon, Jawa Baratdari tahun 2005-2009

Figure 6. Variation of wind speed (m/s) in Cirebon District, West Javafrom 2005-2009

Bulan (Month)

Kece

pata

n an

gin

Win

d s

pee

d (m

/s)

1

8.0

0.0

7.06.05.04.03.02.01.0

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

20092008200720062005

J. Ris. Akuakultur Vol.6 No.2 Tahun 2011: 341-352

350

Page 11: ANALISIS SPASIAL KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYA KERANG …

FAO Fisheries and Aquaculture Proceedings.No.17. Rome, 176 pp.

Bappeda Cirebon. 2008. Kabupaten Cirebondalam angka 2008. Disadur dari: http://bappeda.c i rebonkab.go. id/index.php?option=com_content&view=article&id=58&Itemid=69, tanggal 30 Maret 2011.

Banai-Kashani, R. 1989. A new method for sitesuitability analysis: the analytic hierarchyprocess. Environmental Management, 13:685-693.

Burrough, P.A. & McDonnell, R.A. 1998. Prin-ciple of geographical information systems.Oxford University Press, 327 pp.

Chinabut, S., Somsiri, T., Limsuwan, C., & Lewis,S. 2006. Problems associated with shell-fish farming. Rev. sci. tech. Off. int. Epiz.,25: 627-635.

Costa-Pierce, B. 2008. An ecosystem approachto marine aquaculture: a global review. InD. Soto, J. Aguilar-Manjarrez, and N.Hishamunda (Eds.). Building an ecosystemapproach to aquaculture. FAO Fisheries andAquaculture Proceedings. No. 14. Rome,FAO, p. 81-155.

Crawford, C.M., Macleod, C.K.A., & Mitchell, I.M.2003. Effects of shellfish farming on thebenthic environment. Aquaculture, 224:117–140.

Dinas Kelautan dan Perikanan Cirebon. 2008.Laporan Tahunan Dinas Kelautan danPerikanan, Kabupaten Cirebon, 90 hlm.

Ellis, J., Cummings, V., Hewitt, J., Thrush, S., &Norkko, A. 2002. Determining effect of sus-pended sediment on condition of a sus-pension feeding bivalve (Atrina zelandica):results of a survey, a laboratory experimentand a field transplant experiment. J. ofExperimental Marine Biology and Ecology,267: 147-174.

FAO. 2011. Species Fact Sheets Perna viridis(Linnaeus, 1758). Disadur dari http://www.fao.org/fishery/species/2691/enpada tanggal 29 Maret 2011.

FAO. 2010. Aquaculture development. 4. Eco-system approach to aquaculture. FAO Tech-nical Guidelines for Responsible Fisheries.No. 5, Suppl. 4. Rome, FAO, 53 pp.

Giap, D.H., Yi, Y., & Yakupitiyage, A. 2005. GISfor land evaluation for shrimp farming inHaiphong of Vietnam. Ocean & CoastalManagement, 48: 51-63.

Hossain, M.S. & Das, N.G. 2010. GIS=basedmulti-criteria evaluation to land suitability

modelling fro giant prawn (Marcobrachiumrosenbergii) farming in CompanigonjUpazila of Noakhali, Bangladesh. Comput-ers and Electronic in Agriculture, 70: 172-186.

JAXA. 2006. ALOS/AVNIR-2 Level 1 product for-mat description. Revision J. JAXA-EarthObservation Research Center, 140 pp.

Johnson, K. & McChow, J. 2001. Using ArcGISspatial analysis. Environmental SystemsResearch Institute (ESRI), Inc, USA, 236 pp.

Kapetsky, J.M. & Anguilar-Manjarrez, J. 2007.Geographic information systems, remotesensing and mapping for the developmentand management of marine aquaculture.FAO Fish. Tech. Pap. No. 458. Rome, 125pp.

Kingzet, B., Salmon, R., & Canessa, R. 2002.First nations shellfish aquaculture regionalbusiness strategy. BC central and north-ern coast. Aboriginal relations and eco-nomic measures, Land and Water BritishColumbia Inc., 256 pp.

Kripa, V. & Mohamed, K.S. 2008. Green mussel,Perna viridis, farming in Kerala, India-tech-nology diffusion process and socioeco-nomic impacs. J. of World Aquaculture, 39:612-624.

Malczewski, J. 1999. GIS and mutlicriteria deci-sion analysis. John Wiley & Sons. New York,392 pp.

Manoj Nair, R. & Appukuttan, K.K. 2003 Effectof temperature on the development,growth,survival and settlement of greenmussel Perna viridis (Linnaeus, 1758).Aquaculture Research, 34: 1037-1045.

Morain, S. 1999. GIS solution in natural re-sources management: balancing the tech-nical-political equation. On world press.USA, 361 pp.

Nath, S.S., Bolte, J.P., Ross, L.G., & Aguilar-Manjarrez, J., 2000. Applications of geo-graphical information systems (GIS) for spa-tial decision support in aquaculture. Aqua-cultural Engineering, 23: 233-278.

Pérez, O.M., Telfer, T.C., & Ross, L.G. 2005.Geographical information system-basedmodels for offshore floating marine fishcage aquaculture site selection inTenerife, Canary Islands. AquacultureResearch, 36: 946-961.

Radiarta, I N., Saitoh, S-I., & Yasui, H. 2011.Aquaculture site selection for Japanesekelp (Laminaria japonica) in southern

Analisis spasial kelayakan lahan budidaya kerang hijau ..... (I Nyoman Radiarta)

351

Page 12: ANALISIS SPASIAL KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYA KERANG …

Hokkaido, Japan, using satellite remotesensing and GIS models. ICES J. of MarineSciences, 68: 773-780.

Radiarta, I N., Erlania, Albasri, H., & Sudradjat, A.2010. Analisis spasial kelayakan perairanuntuk pengembangan budidaya keranghijau di Teluk Lada, Kabupaten Pandeglang,Provinsi Banten. Prosiding Forum InovasiTeknologi Akuakultur. Pusat Penelitian danPengembangan Perikanan Budidaya.

Radiarta, I N., Saitoh, S-I., & Miyazono, A. 2008.GIS-based multi-criteria evaluation modelsfor identifying suitable sites for Japanesescallop (Mizuhopecten yessoensis) aqua-culture in Funka Bay, southwesternHokkaido, Japan. Aquaculture, 284: 127-135.

Rajagopal, S., Venugopalan, V.P., Nair, K.V.K.,Van der Velde, G., & Jenner, H.A. 1998.Settlement and growth of the green mus-sel Perna viridis (L.) in coastal waters: influ-ence of water velocity. Aquatic Ecology,32: 313-322.

Ross, L.G., Falconer, L.L., Mendoza, A.C., &Palacios, C.A.M. 2010. Saptial modelling forfreshwater cage location in the Presa AdolfoMateos Lopez (El Infiernillo), Michoacan,Mexico. Aquaculture Research, doi:10.1111/j.1365-2109.2010.02689.x

Saaty, T.L. 1977. A Scaling Method for Priori-ties in Hierarchical Structures. J. of Math-ematical Psychology, 15: 234-281.

Shumway, S.E., Davis, C., Downey, R., Karney,R., Kraeuter J., Parson, J., Rheault, R., &Wikfors, G. 2003. Shellfish aquaculture-In

praise of sustainable economies and envi-ronments. World Aquaculture, 34: 15-17.

Stead, S.M., Burnell, G., & Goulletquer, P. 2002.Aquaculture and its role in integratedcoastal zone management. Aquaculture In-ternational, 10: 447-468.

Sulistijo & Nontji, A. 1995. Potensi lingkunganlaut untuk kegiatan budidaya. Sudradjat etal. (penyunting). Prosiding temu usahapemasyarakatan teknologi kerambajaring apung bagi budidaya laut, Jakarta12-13 April 1995. Pusat Penelitian danPengembangan Perikanan, Badan LitbangPertanian bekerjasama dengan ForumKomunikasi Penelitian dan PengembanganAgribisnis, hlm. 54-68.

Vakily, J.M. 1989. The biology and culture ofmussels of the genus Perna. ICLARM Stud-ies and Review 17, 63 pp.

Valavanis, V. 2002. Geographic informationsystems in oceanography and fisheries.London: Taylor and Francis, 209 pp.

Wang, Y., Hu, M., Wong, W.H., Shin, P.K.S., &Cheung, S.G. 2011. The combined effectsof oxygen availability and salinity on physi-ological responses and scope for growthin the green-lipped mussel Perna viridis.Marine Pollution Bulletin. doi:10.1016/j.marpolbul.2011.02.004.

Ysebaert, T., Hart, M., & Herman, P.M.J. 2009.Impacts of bottom and suspended culturesof mussels Mytilus spp. on the surround-ing sedimentary environment andmacrobenthic biodiversity. HelgolandMarine Research, 63: 59-74.

J. Ris. Akuakultur Vol.6 No.2 Tahun 2011: 341-352

352