ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan,...

55
VIETA ANNISA NURHIDAYATI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, KETERSEDIAAN ZAT GIZI, SERTA DAYA TERIMA MENU DI TAMAN KANAK-KANAK

Transcript of ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan,...

Page 1: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

VIETA ANNISA NURHIDAYATI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN,

KETERSEDIAAN ZAT GIZI, SERTA DAYA TERIMA

MENU DI TAMAN KANAK-KANAK

Page 2: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan
Page 3: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sistem

Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, serta Daya Terima Menu di

Taman Kanak-kanak adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Vieta Annisa Nurhidayati

NIM I14110084

Page 4: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

ABSTRAK

VIETA ANNISA NURHIDAYATI. Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan,

Ketersediaan Zat Gizi, serta Daya Terima Menu di Taman Kanak-kanak.

Dibimbing oleh DRAJAT MARTIANTO dan TIURMA SINAGA.

Tujuan penelitian adalah menganalisis sistem penyelenggaraan makanan,

ketersediaan zat gizi, dan daya terima menu di TK. Penelitian menggunakan desain

cross sectional study dengan 80 sampel yang dibagi dalam kelompok dengan

penyelenggaraan makanan dan tanpa penyelenggaraan makanan. Sistem

penyelenggaraan makanan dianalisis secara deskriptif. Daya terima diukur

menggunakan skala Comstock, tingkat kesukaan menggunakan skala wajah.

Ketersediaan makanan diukur dengan menimbang satu porsi makanan yang siap

disajikan lalu dihitung kandungan gizinya. Data konsumsi sampel dikumpulkan

dengan metode food recall. Tidak ada hubungan antara usia, jenis kelamin, status

gizi, dan lama mengikuti katering terhadap daya terima menu (p>0.1). Tidak ada

hubungan antara daya terima menu terhadap kecukupan energi dan zat gizi (p>0.1).

Tidak ada perbedaan pada tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat,

kalsium, dan vitamin C pada kedua kelompok (p>0.1), tetapi terdapat perbedaan

pada tingkat kecukupan zat besi pada kedua kelompok (p<0.1).

Kata kunci: anak TK, daya terima, ketersediaan zat gizi, pelayanan makanan,

tingkat kecukupan zat gizi

ABSTRACT

VIETA ANNISA NURHIDAYATI. Analysis of Food Service System, Nutrients

Availability, and Menu Acceptability in Kindergarten. Supervised by DRAJAT

MARTIANTO and TIURMA SINAGA.

The purpose of this study was to analyze the implementation of food service

system, nutrients availability, and menu acceptability in kindergarten. The study

was conducted by using cross sectional study with 80 samples kindergarten students

that were divided into sample with food service and without food service. Food

service system were analyzed descriptively. Menu acceptability was measured

using Comstock’s scale, and the preference level was measured using facial hedonic

scale. Food availability was measured by weighing the portions of food and the

nutrients content of the food was calculated. Food consumption data were collected

by food recall. There is no significant correlation between age, sex, nutritional

status, as well as catering duration with menu acceptability (p> 0.1). There is no

significant correlation between menu acceptability with energy and nutrients

adequacy (p> 0.1). There are no significant differences in energy, protein, fat,

carbohydrates, calcium, and vitamin C adequacy level in both groups of samples

(p> 0.1), but there are significant difference in iron adequacy level in both groups

of samples (p < 0.1).

Keywords: kindergarten children, menu acceptability, nutrients availability, food

service system, nutrients adequacy level

Page 5: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

iii

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN,

KETERSEDIAAN ZAT GIZI, SERTA DAYA TERIMA

MENU DI TAMAN KANAK KANAK

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

VIETA ANNISA NURHIDAYATI

Page 6: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

iv

Page 7: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan
Page 8: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

vi

Page 9: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

karuniaNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Topik yang dipilih dalam

penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2015 ini berjudul

Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanaan, Ketersediaan Zat Gizi, serta Daya

Terima Menu di Taman Kanak-kanak.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Dr Rimbawan selaku Ketua Departemen Gizi Masyarakat dan dosen

pembimbing penulis saat internship atas motivasi dan inspirasinya.

2. Dr Ir Drajat Martianto, M Si dan Dr Tiurma Sinaga, MFSA selaku dosen

pembimbing skripsi yang telah memberikan motivasi, koreksi, dan masukan

untuk perbaikan karya ilmiah ini.

3. Ibu Reisi Nurdiani, SP, M Si selaku dosen pemandu seminar dan penguji

sidang atas koreksi dan masukan untuk perbaikan karya ilmiah ini.

4. Keluarga tercinta, Mama Yeti, Papa Bambang, Teh Viena, Teh Viera dan

seluruh keluarga besar atas motivasi, kasih sayang, dan semangatnya.

5. Sahabat-sahabat terdekat, Buruys, Geng KUA, Keluarga HIMAGIZI, ILMAGI,

IKAMASI, dan Mineral Gizi Masyarakat 48 atas motivasi, semangat, dan

bantuannya.

6. Kepala TK Daruttaqwa, Kepala TK Negeri Pembina, dan Pengelola Katering

TK Daruttaqwa atas izin, dukungan, dan bantuannya selama penelitian.

Penulis memohon maaf atas segala kekurangan maupun kekhilafan yang

penulis lakukan dalam karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

Vieta Annisa Nurhidayati

Page 10: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

viii

Page 11: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

ix

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR x PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Hipotesis Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 4 METODE 6

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 6 Jumlah dan Cara Penarikan Sampel 6 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6 Pengolahan dan Analisis Data 8

Definisi Operasional 9 HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Karakteristik Sekolah 10 Karakteristik Sampel 12 Karakteristik Keluarga 14

Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan 17 Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi 32

Hubungan Karakteristik Sampel terhadap Daya Terima Makanan 37 Hubungan Daya Terima terhadap Tingkat Kecukupan 37

SIMPULAN DAN SARAN 38

Simpulan 38 Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 39

RIWAYAT HIDUP 43

Page 12: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

x

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 7

2 Sebaran siswa di TK Daruttaqwa 11

3 Sebaran siswa di TK Negeri Pembina Lembursitu 11

4 Karakteristik sampel penelitian 12

5 Sebaran sampel SPM berdasarkan lama mengikuti katering 14

6 Karakteristik keluarga sampel 14

7 Persyaratan teknis katering golongan A1 di TK Daruttaqwa 17

8 Karakteristik subsistem input katering TK Daruttaqwa 18

9 Pembagian kerja katering TK Daruttaqwa 19

10 Jumlah produksi harian katering 19

11 Inventaris alat katering TK Daruttaqwa 20

12 Karakteristik subsistem proses katering TK Daruttaqwa 22

13 Siklus menu makan siang TK Daruttaqwa 23

14 Karakteristik pembelian bahan pangan 24

15 Ketersediaan energi dan zat gizi menu makan siang TK 28

16 Perbandingan ketersediaan zat gizi dengan standar kandungan gizi 29

17 Daya terima menu 31

18 Tingkat kesukaan menu 32

19 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel pada hari sekolah 33

20 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel pada hari libur 35

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 5

2 Area penyimpanan bahan kering katering TK Daruttaqwa 25

3 Area pengolahan makanan katering TK Darrutaqwa 26

4 Proses pemorsian katering TK Daruttaqwa 26

5 Lunchbox yang siap didistribusikan 27

6 Penyajian menu katering kepada anak 27

Page 13: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anak-anak pada usia sekolah melewati seperempat waktu hariannya di

sekolah yang juga melewati waktu makan siang. Waktu-waktu istirahat sekolah

biasanya digunakan untuk mengonsumsi makanan dalam rangka memenuhi

kebutuhan energi dan zat gizi mereka. Konsumsi di sekolah tersebut berasal dari

bekal dari rumah maupun jajanan di sekitar sekolah (Winarno dalam Aprillia 2011).

Rahmi dan Muis (2005) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa konsumsi

jajanan di sekolah memberikan kontribusi terhadap asupan energi sebesar 22.9%

dan protein 15.9%. Kontribusi makanan di sekolah yang cukup besar terhadap

pemenuhan kebutuhan anak sehari-hari menjadi potensi untuk memenuhi

kebutuhan energi dan zat gizi anak dan membentuk pola makan yang sesuai dengan

pedoman gizi seimbang.

Upaya untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi anak yang baik melalui

konsumsi di sekolah dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui

penyelenggaraan makanan di sekolah. Penyelenggaraan makanan di sekolah

biasanya menyediakan sarapan, makan siang, atau selingan yang diberikan pada

hari sekolah. Perbedaan pada cara pemberian ini dipengaruhi oleh kondisi ekonomi,

kondisi kesehatan, serta keadaan pangan di daerah penyelenggara. Penyelenggaraan

makanan di sekolah ini pada dasarnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan siswa

di sekolah, meningkatkan status gizi, dan meningkatkan kemampuan belajar siswa

(Ishida 2015).

Penyelenggaraan makanan di sekolah selain dapat memenuhi kebutuhan gizi

anak juga dapat menjadi pendidikan gizi bagi anak. Pendidikan gizi di sekolah

dilakukan melalui pemberian pengetahuan serta praktik secara langsung.

Penyelenggaraan makanan sebagai praktik pendidikan gizi dapat dijadikan media

untuk anak dalam menerima, menyukai, dan memilih makanan yang baik dalam

jumlah yang tepat. Acara makan di sekolah ini dapat membina kebiasaan tentang

pola makan dan waktu makan yang baik untuk anak (Santoso dan Ranti 2004).

Hasil penelitian Jomaa et al. (2011) menunjukkan bahwa asupan energi dan

zat gizi mikro serta angka kehadiran pada siswa penerima penyelenggaraan

makanan di sekolah lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang tidak menerima.

Penyelenggaraan makanan dalam jangka panjang di Jepang juga menunjukkan

adanya peningkatan rata-rata berat badan dan tinggi badan siswa serta membantu

dalam pembentukkan pola makan yang sehat (Ishida 2015). Sinaga et al. (2012)

pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan pada siswa

SD memberikan pengaruh nyata pada peningkatan asupan energi dan zat gizi siswa.

Penyelenggaraan makanan di sekolah pada berbagai penelitian tersebut terbukti

telah memberikan manfaat untuk memenuhi kebutuhan gizi siswa, tetapi berbagai

penelitian menunjukkan adanya kekurangan dari menu yang diberikan oleh

penyelenggaraan makanan di sekolah.

Penelitian Kwon et al. (2010), menunjukkan bahwa bantuan makan oleh

Pemerintah Korea Selatan untuk anak-anak usia sekolah dari golongan menengah

ke bawah tidak memenuhi kebutuhan gizi mereka. Clark dan Fox (2009) dalam

Page 14: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

2

penelitiannya yang dilakukan di sekolah publik di Amerika Serikat menunjukkan

adanya kelebihan ketersediaan natrium dalam menu penyelenggaraan makanan di

sekolah. Menu tersebut telah memenuhi kebutuhan energi dari siswa di sekolah,

tetapi 80% dari total energi berasal dari lemak jenuh. Kondisi tersebut diperparah

dengan rendahnya kandungan serat dalam diet. Ketidaksesuaian antara tujuan dari

penyelenggaraan makanan di sekolah dan keadaan menu yang ada ini dapat

mengurangi manfaat dari penyelenggaraan makanan di sekolah atau bahkan

menimbulkan masalah baru.

Pemerintah Indonesia melakukan program makanan tambahan untuk anak

sekolah (PMT-AS) berdasarkan Instruksi Presiden No. 1 tahun 1997 dengan target

utama adalah siswa SD/MI. Program ini bertujuan untuk meningkatkan keadaan

gizi dan minat belajar siswa, mendukung program diversifikasi pangan, serta

menanamkan kebiasaan makan yang baik pada siswa (Inpres 1997). Intervensi

PMT-AS yang dilakukan oleh Kustiyah (2005) kepada siswa SD menunjukkan

bahwa pemberian PMT-AS dapat meningkatkan kadar glukosa darah siswa secara

nyata dan meningkatkan daya ingat siswa. Cakupan dari program PMT-AS ini

kemudian diperluas lagi dengan penambahan target anak TK/RA pada tahun 2011.

Program ini dilaksanakan di 27 kabupaten dalam 27 provinsi yang meliputi 1.4 juta

siswa SD/MI serta TK/RA (ACDP Kemdikbud 2013).

Pelaksanaan PMT-AS di TK juga mulai diikuti dengan munculnya program

makan siang untuk anak di TK. Sebanyak 15% dari 61 TK yang berada di Kota

Sukabumi mulai menyediakan penyelenggaraan makan siang untuk siswanya. Dua

di antaranya menyelenggarakan makan siang dengan menu lengkap setiap harinya.

Santoso dan Ranti (2004) menyebutkan bahwa fungsi dari pelaksanaan makan siang

di TK diantaranya adalah menambah konsumsi zat gizi anak, mendidik sopan

santun dalam makan bersama, memupuk kebersamaan, melatih anak maka berbagai

jenis makanan yang bergizi, melatih anak makan sendiri, serta melatih anak

menggunakan peralatan makan dengan benar. Pencapaian dari fungsi-fungsi

tersebut tidak terlepas dari penyelenggaraan makanan yang sesuai dengan

ketentuan yang berlaku serta penerapan menu yang sesuai dengan kebutuhan anak.

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis sistem

penyelenggaraan makanan, ketersediaan zat gizi, serta daya terima menu di taman

kanak-kanak di Kota Sukabumi.

Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini

diantaranya adalah:

1. Bagaimanakah sistem penyelenggaraan makanan di TK?

2. Berapakah jumlah ketersediaan energi dan zat gizi dalam menu

penyelenggaraan makanan di TK?

3. Seberapa besar pemenuhan kecukupan energi dan zat gizi dari

ketersediaan menu penyelenggaraan makanan di TK?

4. Bagaimana daya terima anak terhadap makanan yang disajikan dalam

menu penyelenggaraan makanan di TK?

5. Adakah perbedaan tingkat kecukupan energi dan zat gizi antara anak

yang mengikuti penyelenggaraan makanan dengan anak yang tidak

mengikuti penyelenggaraan makanan di TK?

Page 15: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

3

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sistem

penyelenggaraan makanan, ketersediaan zat gizi, serta daya terima menu di TK.

Tujuan khusus dari penelitian ini diantaranya adalah:

1. Menganalisis sistem penyelenggaraan makanan di TK

2. Menghitung ketersediaan energi dan zat gizi pada menu penyelenggaraan

makanan di TK

3. Menganalisis daya terima anak terhadap menu penyelenggaraan

makanan yang disajikan di TK

4. Menghitung pemenuhan kecukupan energi dan zat gizi dari ketersediaan

menu penyelenggaraan makanan TK

5. Menganalisis perbedaan tingkat kecukupan energi dan zat gizi konsumsi

pangan sehari antara anak yang mengikuti penyelenggaraan makanan

dengan anak yang tidak mengikuti penyelenggaraan makanan di TK

Hipotesis Penelitian

Hipotesis awal dari penelitian ini adalah tingkat kecukupan energi dan zat gizi

anak yang mengikuti penyelenggaraan makanan di sekolah lebih baik dibandingkan

anak yang tidak mengikuti penyelenggaraan makanan di sekolah.

Manfaat Penelitian

Salah satu tujuan penyelenggaraan makanan di sekolah adalah untuk

memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi anak yang sebagian besar waktunya

dihabiskan di sekolah. Penyelenggaraan makanan di sekolah yang baik selain dapat

memenuhi kebutuhan anak, juga dapat membentuk pola makan yang baik dan

teratur. Sistem penyelenggaraan makanan di sekolah haruslah diperhatikan dengan

baik agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Manfaat yang didapatkan dari

penelitian ini diantaranya adalah:

1. Mengungkapkan apakah pelaksanaan penyelenggaraan makanan di TK

sudah sesuai atau belum

2. Memberikan evaluasi terhadap sistem penyelenggaraan makanan di TK

3. Mengungkapkan apakah menu yang disajikan di TK sudah memiliki

ketersediaan zat gizi yang baik, disukai, dan dapat diterima oleh anak

Page 16: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

4

KERANGKA PEMIKIRAN

Penyelenggaraan makanan di sekolah merupakan suatu sistem yang terdiri

dari tiga subsistem yaitu input, proses, dan output. Input dari penyelenggaraan

makanan diantaranya adalah sumber daya manusia, bahan, biaya, metode, dan

peralatan. Proses terdiri atas tahapan yang dimulai dari perencanaan menu hingga

penyajian. Output dari penyelenggaraan makanan adalah makanan, ketersediaan zat

gizi, serta daya terima makanan. Penyelenggaraan makanan di sekolah

dilaksanakan pada makan siang sehingga ketersediaan zat gizi yang ada dalam

menu makanan di sekolah sekurang-kurangnya sepertiga dari total kebutuhan zat

gizi anak. Sisa dari kebutuhan lainnya berasal dari makanan yang disediakan di

rumah atau makanan jajanan.

Daya terima menu makan siang anak di sekolah akan mempengaruhi

konsumsi makan anak yang pada akhirnya akan memberi kontribusi terhadap

pemenuhan kebutuhan zat gizi anak. Tingkat kecukupan zat gizi anak dihitung

berdasarkan perbandingan antara total konsumsi anak dengan angka kecukupan gizi

anak. Tingkat kecukupan gizi anak juga akan dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan

menu yang disajikan. Ketersediaan dari menu juga dibandingkan dengan angka

kecukupan gizi untuk menilai apakah menu sudah memenuhi sepertiga kebutuhan

anak.

Belum semua TK melaksanakan penyelenggaraan makanan untuk anak-

anak. Ada TK yang secara khusus menyediakan fasilitas penyelenggaraan

makanan dan ada TK yang belum menyediakan fasilitas penyelenggaraan makanan.

Penelitian ini melakukan perbandingan pada tingkat kecukupan energi dan zat gizi

pada kedua kelompok sampel untuk mengetahui perbedaan antara anak yang

menerima penyelenggaraan makanan dan anak yang tidak menerima

penyelenggaraan makanan.

Page 17: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

5

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Input:

- SDM

- Bahan

- Biaya

- Metode

- Peralatan

Proses:

- Perencanaan

menu

- Pembelian bahan

pangan

- Penerimaan bahan

pangan

- Penyimpanan

bahan pangan

- Pengolahan bahan

pangan

- Penyajian

Feed

back

Karakteristik Sampel:

- Umur

- Jenis kelamin

- Status gizi

- Lama mengikuti katering

- Sosial ekonomi keluarga

Anak dengan

penyelenggaraan

makanan (Sampel SPM)

Anak tanpa

penyelenggaraan makanan

(Sampel Tanpa SPM)

Konsumsi anak

di TK

Konsumsi anak

di luar TK

Konsumsi anak

di luar TK

Tingkat kecukupan zat gizi anak Output:

- Makanan

- Ketersediaan zat

gizi

- Daya terima

- Tingkat kesukaan

Page 18: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

6

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional

study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu yang tidak berkelanjutan untuk

menggambarkan karakteristik dari sampel. Penelitian ini dilakukan di TK

Daruttaqwa, Kota Sukabumi untuk TK dengan penyelenggaraan makanan dan TK

Negeri Pembina Lembursitu, Kota Sukabumi untuk TK tanpa penyelenggaraan

makanan. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive. Pertimbangan pemilihan

tempat berdasarkan perbedaan dalam segi penyelenggaraan makanan, tetapi

karakteristik lainnya sama. Karakteristik tersebut yaitu memiliki akreditasi A

(sangat baik) dan berada di lokasi strategis. Penelitian dilakukan pada bulan Januari

2015 sampai dengan April 2015.

Jumlah dan Cara Penarikan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah anak yang bersekolah di TK

Daruttaqwa dan TK Negeri Pembina Lembursitu. Pengambilan sampel dilakukan

secara purposive sampling, dengan sampel penelitian adalah anak TK kelas B.

Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu anak dengan penyelenggaraan makanan

untuk TK Daruttaqwa dan anak tanpa penyelenggaraan makanan untuk TK Negeri

Pembina Lembursitu. Kriteria inklusi dalam pengambilan sampel antara lain: 1)

sampel merupakan anak TK Daruttaqwa atau TK Negeri Pembina Lembursitu kelas

B dengan usia 6-7 tahun; 2) sampel tidak sedang sakit; 3) sampel mampu mengikuti

penelitian secara lengkap dari awal hingga akhir. Pengambilan jumlah sampel

didasarkan pada perhitungan Slovin sebagai berikut.

- Sampel dengan penyelenggaraan makanan (TK Daruttaqwa)

𝑛 = 𝑁

1 + 𝑁(𝑑)2=

63

1 + 63 (0,1)2= 38.65

- Sampel tanpa penyelenggaraan makanan (TK Negeri Pembina Lembursitu)

𝑛 = 𝑁

1 + 𝑁(𝑑)2=

52

1 + 52 (0,1)2= 34.21

Dimana: n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

d = Tingkat kesalahan yang dapat ditolerir (10%)

Hasil perhitungan sampel untuk kedua kelompok menunjukkan bahwa

jumlah minimal sampel untuk kelompok anak dengan penyelenggaraan makanan

adalah 39 orang, sedangkan jumlah minimal sampel untuk kelompok anak tanpa

penyelenggaraan makanan adalah 35 orang.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data

primer meliputi: 1) sistem penyelenggaraan makanan sekolah; 2) karakteristik

Page 19: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

7

sampel (nama, umur, jenis kelamin, sosial ekonomi keluarga); 3) karakteristik fisik

sampel (berat badan dan tinggi badan); 4) ketersediaan makanan yang disajikan

oleh sekolah; 5) daya terima sampel terhadap menu yang disajikan; 6) konsumsi

sampel terhadap makanan yang disajikan sekolah; 7) konsumsi sampel di luar

sekolah; 8) total konsumsi sampel satu hari; 9) tingkat kecukupan gizi sampel.

Sistem penyelenggaraan makanan sekolah diketahui dengan menggunakan

wawancara dan observasi langsung. Karakteristik sampel didapatkan melalui

pengisian kuesioner yang diberikan kepada orang tua. Karakteristik fisik yang

mencakup berat badan dan tinggi badan diukur secara langsung. Data berat badan

diperoleh dengan penimbangan langsung menggunakan timbangan injak dengan

ketelitian 0.1 kg, data tinggi badan diperoleh dengan pengukuran langsung di lokasi

menggunakan stature meter dengan ketelitian 0.1 cm.

Ketersediaan makanan yang disediakan di sekolah dilihat melalui

penimbangan satu porsi makanan yang disajikan dengan timbangan digital

berkapasitas 5 kg dengan ketelitian 1 g. Daya terima sampel terhadap menu yang

disajikan diketahui dari habis atau tidaknya konsumsi siswa terhadap makanan

sekolah. Konsumsi sampel terhadap makanan yang disajikan oleh sekolah dilihat

dari sisa makanan sampel menggunakan formulir daya terima dan tingkat kesukaan.

Total konsumsi sampel dalam satu hari dilakukan melalui metode food recall

selama dua hari yaitu hari sekolah dan hari libur. Tingkat kecukupan zat gizi sampel

dihitung dengan cara membandingkan total konsumsi sehari sampel dengan angka

kecukupan gizinya.

Data sekunder meliputi lokasi sekolah, karakteristik sekolah, jumlah siswa

dan jam belajar, serta sarana dan prasana yang dimiliki oleh sekolah. Data sekunder

diperoleh berdasarkan wawancara dengan kepala sekolah dan bagian tata usaha.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

Variabel Jenis data Cara pengumpulan data

Karakteristik sampel

- Nama

- Umur

- Jenis kelamin

- Status gizi

- Sosial ekonomi keluarga

- Lama mengikuti katering

Pengisian kuesioner oleh

orang tua sampel dan data

sekunder yang didapatkan

dari sekolah

Karakteristik fisik sampel

- Berat Badan

- Tinggi Badan

Penimbangan

menggunakan timbangan

injak dengan ketelitian 0.1

kg. Pengukuran tinggi

badan menggunakan

stature meter dengan

ketelitian 0.1 cm.

Input penyelenggaraan

makanan

- Sumber daya manusia - Bahan - Biaya - Metode - Peralatan

Wawancara dan

pengamatan langsung

Page 20: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

8

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data (lanjutan)

Pengolahan dan Analisis Data

Data-data yang diperoleh dari hasil penelitian pertama-tama diperiksa

terlebih dahulu kelengkapannya sesuai dengan tujuan penelitian. Pengolahan data

dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu pengeditan, pengkodean, pengentrian,

Variabel Jenis data Cara pengumpulan data

Proses penyelenggaraan

makanan

- Perencanaan menu

- Pembelian bahan pangan

- Penerimaan bahan

pangan

- Penyimpanan bahan

pangan

- Pengolahan bahan pangan

- Penyajian makanan

Wawancara dan

pengamatan langsung

Output penyelenggaraan

makanan

- Makanan

- Ketersediaan energi dan

zat gizi

- Daya terima

- Tingkat kesukaan

Penimbangan satu porsi

makanan, penimbangan

sisa makanan, form daya

terima dan tingkat

kesukaan

Ketersediaan makanan - Menu makanan

- Bahan/komposisi

makanan

- Berat makanan

Penimbangan satu porsi

makanan yang akan

disajikan (sebelum

dikonsumsi) dengan

timbangan digital dan juga

melalui wawancara dengan

tenaga pengolah makanan.

Daya terima menu

makanan

- Sisa makanan Form daya terima dan

tingkat kesukaan

Konsumsi sampel di

sekolah

- Jumlah makanan yang

dikonsumsi di sekolah

- Kandungan energi dan

zat gizi dari menu di

sekolah

Penghitungan kandungan

energi dan zat gizi menu

yang dikonsumsi di

sekolah

Konsumsi sampel di luar

sekolah

- Jumlah makanan yang

dikonsumsi di luar

sekolah

- Kandungan energi dan

zat gizi dari makanan di

luar sekolah

Pengisian food recall

melalui metode wawancara

Tingkat kecukupan gizi

sampel

- AKE dan AKG anak

- TKE dan TKG anak

Penghitungan total

konsumsi sehari anak

dibandingkan dengan

angka kecukupan

Karakteristik sekolah - Lokasi sekolah

- Karakteristik sekolah

- Jumlah siswa

- Jam belajar

Wawancara dengan kepala

sekolah dan bagian tata

usaha

Page 21: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

9

pengecekan ulang, dan analisis. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel

2012 dan dianalisis lebih lanjut menggunakan SPSS 16.0 for Windows.

Sistem penyelenggaraan makanan dianalisis secara deskriptif. Data

karakteristik sampel terdiri atas nama, jenis kelamin, status gizi, sosial ekonomi

keluarga dianalisis menggunakan tabulasi. Data jumlah makanan yang disediakan

dan dikonsumsi dari sekolah serta dari luar sekolah dikonversikan ke dalam bentuk

energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, zat besi, dan vitamin C dengan

menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan sehingga diperoleh konsumsinya

sehari. Jika makanan yang dikonsumsi berupa makanan kemasan, kandungan gizi

dilihat berdasarkan nutrition fact dari label makanan tersebut

Tingkat ketersediaan energi dan zat gizi dari menu makanan yang

disediakan oleh sekolah dihitung dengan cara membandingkan ketersediaan energi

dan zat gizi makanan yang disediakan dengan kebutuhan gizi sampel. Kebutuhan

gizi sampel didasarkan pada angka kecukupan energi dan zat gizi untuk Bangsa

Indonesia tahun 2014 menurut kelompok umur.

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi dihitung dengan membandingkan

total konsumsi energi dan zat gizi dalam sehari dengan angka kecukupan zat gizi

yang dianjurkan menurut umur. Tingkat kecukupan zat gizi makro diperoleh

dengan menggunakan cut-off point Depkes (1996) yang dibedakan menjadi defisit

tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-

89%), normal (90-119%), dan kelebihan (>120%). Tingkat kecukupan zat gizi

mikro diperoleh dengan menggunakan cut-off point Gibson (2005) yang dibedakan

menjadi kurang (<77) dan cukup (≥77). Analisis data yang digunakan adalah

deskriptif dan inferensia yang terdiri dari:

1. Deskriptif (Persentase dan rata-rata)

a. data karakteristik sampel,

b. karakteristik sosial ekonomi,

c. daya terima dan konsumsi makanan sampel,

d. tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel,

2. Inferensia:

a. Uji korelasi Spearman dan Chi-Square digunakan untuk mengetahui

hubungan antara:

- karakteristik sampel terhadap daya terima makanan di sekolah

- tingkat kesukaan terhadap daya terima makanan di sekolah

- daya terima terhadap tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel

b. Uji beda Mann-Whitney digunakan untuk mengetahui perbedaan antara:

- karakteristik sampel dan keluarga sampel SPM dengan sampel tanpa SPM

- tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel SPM dengan sampel tanpa

SPM.

Definisi Operasional

Sampel adalah siswa TK yang terpilih berdasarkan kriteria inklusi yang telah

ditentukan.

Sampel SPM adalah siswa TK yang mengikuti program makan siang yang

diadakan oleh sekolah.

Sampel tanpa SPM adalah siswa TK yang tidak mengikuti program makan siang

yang diadakan oleh sekolah dan membawa bekal sendiri.

Page 22: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

10

Sistem penyelenggaraan makanan adalah serangkaian subsistem meliputi input,

proses, dan output yang saling berkaitan dalam penyelenggaraan makanan bagi

siswa di TK Daruttaqwa.

Katering adalah suatu organisasi terpilih yang melaksanakan kegiatan

penyelenggaraan makanan untuk siswa di TK Daruttaqwa.

Menu adalah daftar makanan yang disediakan oleh katering yang terdiri dari makan

siang dan selingan.

Ketersediaan energi dan zat gizi adalah jumlah energi dan zat gizi dari makanan

yang disediakan di sekolah per porsi makanan per siswa.

Daya terima makanan adalah penerimaan (habis atau tidaknya konsumsi) siswa

terhadap makanan yang disajikan di sekolah menggunakan skala Comstock.

Tingkat kesukaan makanan adalah preferensi siswa terhadap makanan yang

disajikan oleh sekolah menggunakan skala wajah.

Konsumsi anak di TK adalah kandungan energi dan zat gizi makanan yang

dikonsumsi oleh siswa berdasarkan ketersediaan makanan di sekolah dan daya

terima siswa terhadap makanan tersebut.

Konsumsi anak di luar TK adalah kandungan energi dan zat gizi makanan yang

dikonsumsi oleh siswa di luar makanan yang disediakan di sekolah.

Total konsumsi anak adalah jumlah makanan yang dikonsumsi oleh siswa baik di

TK maupun di luar TK selama sehari.

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi adalah kategori pemenuhan kecukupan

energi dan zat gizi yang dikonsumsi oleh anak berdasarkan persentase total

konsumsi terhadap kecukupan zat gizi siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sekolah

TK Daruttaqwa TK Daruttaqwa merupakan bagian dari Daruttaqwa Foundation, sebuah

PAUD terpadu yang membawahi pendidikan anak usia pra-sekolah secara formal

maupun non-formal. Pendidikan anak usia pra-sekolah yang bersifat formal adalah

taman kanak-kanak (TK), sedangkan pendidikan anak usia pra-sekolah yang

bersifat non-formal adalah kelompok bermain (kober) dan tempat penitipan anak

(TPA). Jumlah keseluruhan siswa pada tahun ajaran 2014/2015 adalah sebanyak

120 anak. Jumlah guru yang mengajar sebanyak 15 orang, sedangkan jumlah tenaga

kependidikan sebanyak 3 orang.

Kegiatan belajar anak di TK Daruttaqwa diselenggarakan pada hari Senin

hingga Jumat mulai pukul 08.00 - 12.30 WIB. Kegiatan belajar pada hari Jumat

hanya berlangsung setengah hari hingga pukul 10.30 WIB. Anak yang mengikuti

kegiatan full-day course melakukan kegiatan belajar setiap harinya berlangsung

hingga pukul 16.00 WIB. Jumlah kelas di TK Daruttaqwa sendiri adalah 5 kelas,

terdiri dari dua kelas A dan tiga kelas B. Tabel 2 menunjukkan sebaran siswa

menurut kelas di TK Daruttaqwa.

Page 23: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

11

Tabel 2 Sebaran siswa di TK Daruttaqwa Kelas Jumlah Siswa

A1 28

A2 28

B1 25

B2 20

B3 19

Total 120

Lokasi TK Daruttaqwa terletak di Jalan R.E. Martadinata nomor 49 Toserba

Selamat lantai 3, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi. Lokasi tersebut merupakan

lokasi yang strategis karena berada di lintasan jalan kota dan hanya berjarak 2 km

dari pusat pemerintahan Kota Sukabumi.

Pendidikan terkait gizi yang diberikan kepada anak-anak di TK Daruttaqwa

diwujudkan dalam pendidikan lingkungan hidup, yang didalamnya berisi

pengenalan tentang pola hidup bersih dan sehat (PHBS), makanan bergizi, dan lain-

lain oleh guru wali kelas. Pemberian makanan tambahan atau PMT diadakan setiap

bulan dan diselenggarakan oleh orang tua siswa. Menu yang disajikan biasanya

menu seperti bubur sumsum, bubur kacang hijau, atau jagung susu keju. Salah satu

fasilitas yang disediakan oleh TK Daruttaqwa adalah fasilitas katering untuk makan

siang siswa. Pengelolaan katering dilakukan secara terpisah dari sekolah dan

diselenggarakan oleh katering terpilih. Pengadaan makan siang di sekolah ini

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak selama di sekolah, membiasakan

anak untuk makan secara mandiri dan tertib, dan membiasakan anak untuk makan

sayur. Katering yang disediakan bersifat sukarela sehingga orang tua dapat memilih

apakah anaknya mengikuti katering sekolah, atau membawa bekal dari rumah.

Pendaftaran untuk katering sendiri dilakukan secara mingguan kepada koordinator

katering. Katering ini juga diperuntukkan untuk guru dan tenaga kependidikan.

TK Negeri Pembina Lembursitu TK Negeri Pembina Lembursitu merupakan salah satu TK negeri yang berada

di Kota Sukabumi. TK Negeri Pembina Lembursitu terdiri dari satu kelas kelompok

bermain (kober) serta empat kelas TK yang terbagi menjadi dua kelas A dan dua

kelas B. Jumlah keseluruhan siswa pada tahun ajaran 2014/2015 adalah sebanyak

92 orang. Jumlah guru yang mengajar sebanyak 8 orang dengan jumlah tenaga

kependidikan sebanyak 3 orang. Kegiatan belajar mengajar anak di TK Negeri

Pembina Lembursitu diselenggarakan pada hari Senin hingga Sabtu mulai pukul

07.00 – 11.00 WIB. Tabel 3 menunjukkan sebaran siswa menurut kelas di TK

Negeri Pembina Lembursitu.

Tabel 3 Sebaran siswa di TK Negeri Pembina Lembursitu

Kelas Jumlah Siswa

A1 23

A2 17

B1 26

B2 26

Total 92

Lokasi TK Negeri Pembina Lembursitu terletak di Jalan Pelabuhan II KM.5

Cipanengah, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi. Lokasi tersebut berada di

Page 24: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

12

dalam komplek Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Sukabumi dan berjarak 5

km dari pusat pemerintahan Kota Sukabumi. Pendidikan terkait gizi untuk anak-

anak di TK Negeri Pembina Lembursitu diberikan bersama dengan pendidikan

kesehatan lain dalam program pendidikan keterampilan hidup sehat (PKHS).

Materi-materi yang disampaikan dalam PKHS diantaranya adalah makanan bergizi,

jajanan sehat, serta PHBS. PKHS dilaksanakan secara bergiliran setiap harinya

dalam seminggu, sehingga setiap kelas mendapat materi PKHS satu minggu sekali

oleh guru penanggung jawab UKS.

TK Negeri Pembina Lembursitu menerapkan program makan siang bersama

dengan menu yang dibawa dari rumah. Daftar menu satu minggu dari sekolah terdiri

dari sumber karbohidrat beserta susu atau minuman lainnya. Setiap bulan juga

diadakan makan siang bersama di sekolah yang diselenggarakan oleh orang tua

siswa dengan menu makan siang lengkap. Pengadaan program makan siang

bersama harian serta bulanan ini bertujuan untuk membiasakan anak makan dengan

mandiri dan dihabiskan. Program makan siang bulanan juga dilakukan dengan

tujuan untuk memperkenalkan jenis-jenis makanan baru kepada anak. Program

makan siang bersama yang dilakukan ini tidak sesuai dengan harapan. Orang tua

siswa sering membawakan bekal yang tidak sesuai dengan menu yang ditetapkan,

sehingga manfaat dari program belum tercapai dengan baik. TK Negeri Pembina

Lembursitu juga perlu menambah variasi daftar menu yang ditetapkan karena pola

menu harian yang ditetapkan belum beragam.

Karakteristik Sampel

Tabel 4 Karakteristik sampel penelitian

Karakteristik Sampel Sampel SPM Sampel Tanpa SPM

Jumlah % n % n %

Usia

6 tahun 41 95.3 35 94.6 76 95

7 tahun 2 4.7 2 5.4 4 5

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.878

Jenis Kelamin

Perempuan 22 51.2 18 48.6 40 50

Laki-laki 21 48.8 19 51.4 40 50

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.824

Status Gizi

Kurus 2 4.7 3 8.1 5 6.2

Normal 36 83.7 30 81.1 66 82.5

Gemuk 3 7.0 3 8.1 6 7.5

Obesitas 2 4.7 1 2.7 3 3.8

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.641

Page 25: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

13

Usia dan Jenis Kelamin

Sampel dalam penelitian diinklusikan ke dalam kelompok anak TK B dengan

rentang usia 6 – 7 tahun. Anak dengan usia 4-6 tahun termasuk ke dalam kelompok

anak usia pra-sekolah, sedangkan anak dengan usia 7-9 tahun termasuk ke dalam

kelompok anak usia sekolah (Soetardjo 2011). Perbedaan antara pengelompokkan

anak berdasarkan usia ini disebabkan oleh karakteristik kelompok anak TK B yang

akan melanjutkan pendidikan ke tingkat sekolah dasar dalam beberapa bulan

berikutnya. Rentang usia sampel berkisar antara 6 hingga 7 tahun. Tabel 4

menunjukkan bahwa sebagian besar sampel penelitian berusia 6 tahun sebanyak

95.3% pada kelompok sampel SPM dan sebanyak 94.6% pada kelompok sampel

tanpa SPM. Kelompok sampel SPM memiliki lebih banyak sampel berjenis kelamin

perempuan yaitu 51.2%, sedangkan kelompok sampel tanpa SPM memiliki lebih

banyak sampel berjenis kelamin laki-laki yaitu 51.4%. Usia dan jenis kelamin

kelompok sampel SPM dengan kelompok sampel tanpa SPM tidak memiliki

perbedaan nyata (p > 0.1).

Status Gizi

Status gizi sampel ditentukan berdasarkan indeks masa tubuh menurut umur

(IMT/U) yang mengacu pada Kepmenkes RI nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010

tentang standar antropometri penilaian status gizi anak. Status gizi sampel

ditentukan berdasarkan z-skor yang dikategorikan ke dalam lima kategori yaitu

sangat kurus (z skor < -3SD), kurus (-3SD < z-skor < -2SD), normal (-2SD < z-skor

< 1SD), gemuk (1SD < z-skor < 2SD), serta obesitas (z-skor > 2SD). Tabel 4

menunjukkan bahwa sebagian besar sampel memiliki status gizi normal yaitu

sebanyak 83.7% pada kelompok sampel SPM serta sebanyak 81.1% pada kelompok

sampel tanpa SPM. Tidak ada sampel yang memiliki status gizi sangat kurus.

Kelompok sampel SPM memiliki sampel dengan status gizi obesitas lebih banyak

dibandingkan kelompok sampel tanpa SPM yaitu sebanyak 4.7%. Kelompok

sampel tanpa SPM memiliki sampel dengan status gizi kurus yang lebih banyak

dibandingkan dengan kelompok sampel SPM yaitu sebanyak 8.1%. Status gizi

antara kelompok sampel SPM dan kelompok sampel tanpa SPM tidak memiliki

perbedaan nyata (p > 0.1). Masalah kegemukan masih terlihat cukup tinggi yaitu

sebesar 11.3%. Prevalensi tersebut masih di bawah prevalensi kegemukan nasional

yaitu 18.8% dan di bawah prevalensi kegemukan Jawa Barat yang memiliki

prevalensi kegemukan dua tingkat di bawah nasional berdasarkan Riskesdas tahun

2013.

Lama Mengikuti Katering Lama mengikuti katering menunjukkan seberapa lama penerapan pola makan

dengan katering diikuti oleh anak. Sampel SPM sebanyak 43 orang mengikuti

katering sekolah dengan sistem pendaftaran bulanan. Kelompok sampel SPM

sebanyak 43 orang dibagi ke dalam beberapa kelompok berdasarkan lama

mengikuti katering yaitu ≤ 6 bulan, 6-12 bulan, dan > 12 bulan. Tabel 5

menunjukkan sebaran sampel berdasarkan lama mengikuti katering.

Page 26: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

14

Tabel 5 Sebaran sampel SPM berdasarkan lama mengikuti katering

Lama Mengikuti Katering Sampel SPM

n %

≤ 6 bulan 7 16.3

6 - 12 bulan 15 34.9

> 12 bulan 21 48.8

Total 43 100

Sebaran sampel berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar

sampel SPM telah mengikuti katering selama > 12 bulan sebanyak 48.8%. Sampel

yang telah mengikuti katering selama ≤ 6 bulan adalah sebanyak 7 orang 16.3%.

Karakteristik Keluarga

Tabel 6 Karakteristik keluarga sampel

Karakteristik Keluarga Sampel SPM Sampel Tanpa SPM

Jumlah % n % n %

Besar Keluarga

Kecil (≤ 4 orang) 26 60.5 23 62.2 49 61.2

Sedang - Besar (> 4 orang) 17 39.5 14 37.8 31 38.8

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.877

Usia Ayah

Dewasa Muda (20-30 tahun) 4 9.3 4 10.8 8 10

Dewasa Madya (31-50 tahun) 36 83.7 31 83.8 67 83.8

Dewasa Lanjut ( > 50 tahun) 3 7.0 2 5.4 5 6.2

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.877

Usia Ibu

Dewasa Muda (20-30 tahun) 7 16.3 13 35.1 20 25

Dewasa Madya (31-50 tahun) 36 83.7 24 64.9 60 75

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.023

Pendidikan Ayah

Lulus SMP 0 0 4 10.8 4 5

Lulus SMA 14 32.6 15 40.5 29 36.2

Lulus PT 29 67.4 18 48.6 47 58.8

Total 43 100 37 100 80 100

P = 0.048

Pendidikan Ibu

Lulus SMP 0 0 6 16.2 6 7.5

Lulus SMA 12 27.9 22 59.5 34 42.5

Lulus PT 31 72.1 9 24.3 40 50

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.000

Page 27: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

15

Tabel 6 Karakteristik keluarga sampel (lanjutan)

Karakteristik Keluarga Sampel SPM Sampel Tanpa SPM

Jumlah % n % n %

Pekerjaan Ayah

PNS 11 25.6 6 16.2 17 21.2

TNI/Polri 5 11.6 2 5.4 7 8.8

Pegawai Swasta 12 27.9 11 29.7 23 28.8

Wirausaha 13 30.3 14 37.8 27 33.8

Buruh dan Jasa 0 0.0 1 2.7 1 1.2

Lainnya 2 4.7 3 8.1 5 6.2

Total 43 100 37 100 80 100

Pekerjaan Ibu

PNS 12 27.9 3 8.1 15 18.8

TNI/Polri 1 2.3 0 0.0 1 1.2

Pegawai Swasta 4 9.3 4 10.8 8 10

Wirausaha 9 20.9 5 13.5 14 17.5

Buruh dan Jasa 1 2.3 0 0.0 1 1.2

Tidak Bekerja 13 30.2 24 64.9 37 46.3

Lainnya 3 7.0 1 2.7 4 5

Total 43 100 37 100 80 100

Penghasilan Keluarga

1-3 juta/bulan 6 14.0 16 43.2 22 27.5

3-5 juta/bulan 15 34.9 13 35.1 28 35

5-8 juta/bulan 7 16.3 5 13.5 12 15

> 8 juta/bulan 15 34.9 3 8.1 18 22.5

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.001

Besar Keluarga

Besar keluarga dikategorikan menjadi kedua kelompok yaitu keluarga kecil

(≤ 4 orang) dan keluarga sedang-besar (> 4 orang). Tabel 6 menunjukkan sebagian

besar sampel dari kedua kelompok memiliki besar keluarga kecil yaitu sebanyak

60.5% pada kelompok sampel SPM dan sebanyak 62.2% pada kelompok sampel

tanpa SPM. Besar keluarga akan mempengaruhi distribusi pangan yang dikonsumsi

setiap anggota keluarga. Anak yang berasal dari keluarga kecil cenderung memiliki

rata-rata asupan energi dan protein sesuai dengan nilai yang dianjurkan (Latief et

al. 2000). Besar keluarga kelompok sampel SPM dengan kelompok sampel non

SPM tidak memiliki perbedaan nyata (p > 0.1).

Usia Orang Tua

Usia orang tua dikategorikan ke dalam kelompok usia dewasa muda (20-30

tahun), dewasa madya (31-50 tahun), dan dewasa lanjut (> 50 tahun). Tabel 6

menunjukkan bahwa sebagian besar sampel (83.8%) pada kedua kelompok

memiliki usia ayah yang tergolong ke dalam dewasa madya. Kelompok sampel

SPM memiliki jumlah sampel dengan usia ayah dewasa madya sebanyak 83.7%,

sedangkan kelompok sampel tanpa SPM memiliki jumlah sampel dengan usia ayah

Page 28: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

16

dewasa madya sebanyak 83.8%. Sebagian besar sampel (75%) juga memiliki ibu

dengan kelompok usia dewasa madya. Kelompok sampel SPM dengan usia ibu

dewasa madya adalah sebanyak 83.7%, sedangkan kelompok sampel tanpa SPM

dengan usia ibu dewasa madya adalah sebanyak 64.9%. Usia ayah kelompok

sampel SPM dengan kelompok sampel non SPM tidak memiliki perbedaan nyata

(p > 0.1). Usia ibu kelompok sampel SPM dengan kelompok sampel tanpa SPM

memiliki perbedaan nyata (p < 0.1), kelompok sampel SPM memiliki usia ibu yang

lebih tinggi dibandingkan kelompok sampel tanpa SPM.

Tingkat Pendidikan Orang Tua

Tingkat pendidikan orang tua berpengaruh terhadap pengasuhan anak

termasuk pengasuhan gizi anak. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan

meningkatkan daya terima terhadap informasi gizi untuk diimplementasikan dalam

perilaku, gaya hidup, serta pola asuh (Amelia 2001). Pendidikan ayah pada

kelompok sampel SPM berkisar antara lulus SMA dan lulus perguruan tinggi,

dengan persentase terbesar pada tingkat pendidikan lulus perguruan tinggi dengan

persentase 67.4%. Kelompok sampel tanpa SPM pendidikan ayah berkisar antara

lulus SMP hingga lulus perguruan tinggi dengan persentase terbesar pada tingkat

pendidikan lulus perguruan tinggi sebesar 48.6%. Pendidikan ibu pada kelompok

sampel SPM berkisar antara lulus SMA dan lulus perguruan tinggi, dengan

persentase terbesar pada tingkat pendidikan lulus perguruan tinggi dengan

persentase 72.1%. Kelompok sampel tanpa SPM pendidikan ibu berkisar antara

lulus SMP hingga lulus perguruan tinggi dengan persentase terbesar pada tingkat

pendidikan lulus SMA sebesar 59.5%. Tingkat pendidikan ayah (p < 0.1) serta

tingkat pendidikan ibu (p < 0.1) pada kedua sampel penelitian memiliki perbedaan

nyata. Tingkat pendidikan ayah dan ibu kelompok sampel SPM nyata lebih tinggi

dibandingkan kelompok sampel tanpa SPM.

Pekerjaan Orang Tua

Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kelas sosial dan

penghasilan seseorang (Notoatmodjo 2007). Pekerjaan orang tua, akan

mempengaruhi penghasilan keluarga dan daya beli keluarga terhadap makanan.

Tabel 6 menunjukkan sebagian besar sampel SPM memiliki ayah dengan jenis

pekerjaan wirausaha yaitu sebanyak 30.3%, sedangkan sebagian besar sampel tanpa

SPM memiliki ayah dengan jenis pekerjaan wirausaha yaitu sebanyak 37.8%.

Sebagian besar sampel SPM memiliki ibu yang tidak bekerja atau ibu rumah tangga

yaitu sebanyak 30.2%. Kelompok sampel tanpa SPM juga memiliki sebagian besar

ibu tidak bekerja atau ibu rumah tangga sebanyak 64.9%. Kelompok sampel SPM

memiliki ibu yang bekerja lebih banyak dibandingkan kelompok sampel tanpa SPM.

Hal tersebut dapat mempengaruhi penghasilan keluarga sampel.

Penghasilan Keluarga

Penghasilan keluarga mempengaruhi daya beli keluarga terhadap pangan.

Penghasilan keluarga sampel diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok.

Sebagian besar sampel SPM memiliki penghasilan keluarga yang berkisar antara 3-

5 juta/bulan serta > 8 juta/bulan dengan jumlah masing-masing 34.9%. Kelompok

sampel tanpa SPM sebagian besar memiliki penghasilan keluarga 1-3 juta/bulan

dengan jumlah 43.2%. Perbedaan yang cukup besar antara tingkat penghasilan

Page 29: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

17

keluarga sampel SPM dengan sampel tanpa SPM dapat dipengaruhi oleh banyaknya

ibu yang memiliki pekerjaan pada sampel SPM dibandingkan dengan sampel tanpa

SPM. Penghasilan keluarga kedua kelompok sampel memiliki perbedaan nyata (p

< 0.1). Kelompok sampel SPM memiliki penghasilan keluarga yang nyata lebih

tinggi dibanding kelompok sampel tanpa SPM.

Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan

Katering yang ditunjuk sebagai penyelenggara makan siang untuk anak di TK

Daruttaqwa adalah katering golongan A1 yang dikelola oleh keluarga di dapur

rumah tangga. Jarak antara lokasi katering dan lokasi TK sendiri hanya berjarak

500 m. Persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh setiap katering golongan A1

berdasarkan Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 yang telah dipenuhi

oleh katering TK Daruttaqwa ditunjukkan oleh Tabel 7.

Tabel 7 Persyaratan teknis katering golongan A1 di TK Daruttaqwa

Persyaratan Teknis Kondisi di Katering

- Ruang pengolahan makanan tidak

dipakai sebagai ruang tidur

- Apabila bangunan tidak mempunyai

ventilasi alam yang cukup, harus

menyediakan ventilasi buatan untuk

sirkulasi udara

- Pembuangan udara kotor atau asap

tidak menimbulkan gangguan terhadap

lingkungan

- Ruang pengolahan makanan tidak

dipakai sebagai ruang tidur

- Terdapat ventilasi buatan di sekitar

dapur tempat pengolahan

- Udara kotor dan asap tidak menimbulkan

gangguan terhadap lingkungan

- Tersedia tempat cuci tangan dan tempat

cuci peralatan yang terpisah dengan

permukaan halus dan mudah

dibersihkan

- Terdapat tempat penyimpanan bahan

pangan dan makanan jadi yang cepat

membusuk minimal 1 buah lemari es

- Tempat cuci tangan dan cuci peralatan

memiliki permukaan halus dan mudah

dibersihkan namun belum dipisahkan

- Terdapat satu buah lemari es untuk

penyimpanan bahan pangan dan

makanan jadi

Sumber: Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011

Secara keseluruhan, Katering TK Daruttaqwa telah memenuhi persyaratan

teknis katering golongan A1, tetapi terdapat persyaratan yang belum sesuai yaitu

tempat cuci tangan terpisah dengan tempat cuci peralatan. Katering TK Daruttaqwa

sebenarnya telah memiliki tempat cuci peralatan yang terpisah, tetapi tenaga

pengolah terkadang mencuci perlatan memasak di tempat cuci tangan dengan

alasan kepraktisan.

Page 30: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

18

Subsistem Input

Tabel 8 Karakteristik subsistem input katering TK Daruttaqwa Komponen Standar Kondisi di Katering

Sumber daya

manusia

- Tenaga kerja harus memiliki

sertifikasi khusus higiene

sanitasi makanan, berbadan

sehat, tidak mengidap

penyakit menular.

- Tenaga kerja menggunakan

alat pelindung untuk

menghindari kontak langsung

dengan makanan

- Produktivitas kerja tenaga

pengolah makanan sekolah

13-15 porsi/jam.

- Tenaga kerja belum memiliki

sertifikasi khusus higene dan

sanitasi

- Tenaga kerja menggunakan

alat pelindung seperti

celemek saat pengolahan,

serta alat bantu sendok dan

garpu untuk menghindari

kontak langsung dengan

makanan

- Produktivitas kerja tenaga

pengolah makanan 15

porsi/jam

Peralatan

- Peralatan terbuat dari bahan

tara pangan

- Lapisan permukaan peralatan

tidak larut dalam suasana

asam, basa atau garam dalam

makanan

- Talenan terbuat dari bahan

selain kayu, dan tidak

melepas bahan beracun

- Perlengkapan pengolahan

harus bersih, kuat, dan

berfungsi dengan baik, tidak

menjadi sumber pencemaran,

serta tidak menjadi sumber

bencana

- Peralatan terbuat dari bahan

tara pangan

- Lapisan permukaan peralatan

tidak larut dalam makanan

- Talenan masih terbuat dari

bahan kayu

- Perlengkapan pengolahan

bersih, kuat, dan berfungsi

dengan baik

Bahan

- Bahan hewani, buah, sayur

harus dalam keadaan baik,

segar, tidak rusak.

- Bahan-bahan yang

digunakan sudah baik dan

sesuai dengan ketentuan.

- Jenis tepung dan biji-bijian

harus dalam keadaan baik,

tidak berubah warna, tidak

bernoda, atau berjamur.

- Pengolahan makanan tidak

menggunakan bahan

tambahan pangan

- Bahan tambahan pangan

harus memenuhi persyaratan

- Makanan kemasan harus

memiliki label, terdaftar,

kemasan tidak rusak, belum

kadaluwarsa, kemasan 1x

pakai

Biaya

- Penetapan harga dilakukan

dengan metode fixed budget

- Metode penetapan harga

fixed budget

- Terdapat pembukuan untuk

biaya yang dikeluarkan atau

masuk ke dalam katering

- Tidak terdapat pembukuan

untuk anggaran masuk dan

keluar pada katering

Page 31: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

19

Tabel 8 Karakteristik subsistem input katering TK Daruttaqwa (lanjutan) Komponen Standar Kondisi di Katering

Metode

Karakteristik metode produksi

konvensional:

- Pengolahan di tempat

penyajian

- Bahan yang digunakan dibeli

dalam bentuk mentah,

sebagian siap olah

- Pembelian barang dalam

jumlah kecil

- Makanan diolah untuk segera

disajikan

- Perlu peralatan persiapan,

pengolahan, penyajian.

- Tenaga kerja bisa terlatih

maupun tidak terlatih

- Tempat pengolahan berbeda

dengan tempat penyajian

- Bahan yang digunakan dibeli

dalam bentuk mentah dan

dalam jumlah kecil

- Makanan segera disajikan

setelah diolah

- Peralatan digunakan untuk

persiapan, pengolahan,

hingga penyajian

- Tenaga kerja tidak terlatih

Sumber: Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011, Palacio dan Theis (2009), Gregoire dan

Spears (2007)

Sumber Daya Manusia. Katering TK Daruttaqwa terdiri 4 orang tenaga

kerja yang dikepalai langsung oleh pemilik katering. Belum ada pembagian kerja

yang jelas maupun spesifik untuk setiap tenaga kerja. Semua karyawan terlibat pada

proses persiapan hingga distribusi. Waktu kerja yang berlaku di katering sendiri

tidak terjadwal dengan pasti, umumnya proses persiapan dan pengolahan

berlangsung mulai pukul 05.00 – 15.00 WIB setiap hari dari Senin hingga Kamis.

Pembagian kerja di katering TK Daruttaqwa ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9 Pembagian kerja katering TK Daruttaqwa Alokasi Kerja Jumlah Tenaga Kerja

Pengelola dan Pembelian 1

Pengolahan 1

Persiapan dan Pemorsian 2

Total 4

Tabel 10 menunjukkan jumlah produksi harian dari katering untuk

Daruttaqwa Foundation secara keseluruhan. Kualitas SDM dapat diukur melalui

produktivitas kerja yang merupakan rasio dari output terhadap input. Gregoire dan

Spears (2007) menyatakan bahwa cara yang biasa digunakan dalam mengukur

produktivitas SDM dalam penyelenggaraan makanan adalah produksi makanan per

jam serta menit produksi per makanan.

Tabel 10 Jumlah produksi harian katering Konsumen Jumlah Porsi

TK 90

Kelompok bermain 30

Guru dan tenaga kependidikan 30

Total 150

𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑗𝑎𝑚 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 =150 𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖

10 𝑗𝑎𝑚=

15 𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖

𝑗𝑎𝑚

Page 32: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

20

Sneed dan Kreese dalam Gregoire dan Spears (2007) menyatakan bahwa level

produktivitas untuk tenaga kerja pelayanan makanan sekolah adalah 13-15

porsi/jam. Hal tersebut menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja katering TK

Daruttaqwa sudah sangat baik, walaupun tenaga kerja di katering belum memiliki

latar belakang pendidikan formal maupun informal terkait penyelenggaraan

makanan maupun manajemen. Pengetahuan terkait higiene dan sanitasi makanan

tenaga kerja masih sangat kurang, sehingga perlu adanya pelatihan bagi tenaga

kerja katering terutama dalam bidang higiene dan sanitasi.

Peralatan. Peralatan merupakan faktor penentu efisiensi kerja dalam

penyelenggaraan makanan (Palacio dan Theis 2009). Nurdiani (2011) menyatakan

bahwa umumnya peralatan katering terbagi menjadi ke dalam tiga kelompok yaitu

alat-alat penyimpanan, alat-alat pengolahan, serta alat-alat penyajian. Kelengkapan

alat di TK Daruttaqwa belum didokumentasikan dengan baik. Perawatan alat

dilakukan seminggu sekali, dan perawatan pada alat yang rusak dilakukan secara

kondisional. Tabel 11 menunjukkan daftar peralatan yang dimiliki katering TK

Daruttaqwa.

Tabel 11 Inventaris alat katering TK Daruttaqwa

Alat Penyimpanan Alat Persiapan dan

Pengolahan

Alat Penyajian

Lemari pendingin (chiller

dan freezer), lemari bahan

kering, rak piring dan alat,

kontainer plastik

Pisau, talenan, baskom,

cobek, nampan, blender,

saringan, parutan, wajan,

panci, teflon, presto,

pengukus, rice cooker,

sodet, centong, cetakan,

kompor

Tempat nasi, lunch box,

sendok, garpu, piring,

mangkuk

Peralatan yang tersedia di dapur katering dinilai sudah cukup dari segi

kualitas maupun kuantitas, tetapi penataan letak peralatan kotor dan bersih masih

bercampur sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi silang. Penyortiran

antara peralatan yang sering digunakan dan tidak digunakan perlu dilakukan, karena

ruang gerak tenaga pengolah di dapur terbatasi oleh banyaknya peralatan yang

berada di dapur, meskipun beberapa peralatan tidak digunakan dengan sering.

Peralatan yang belum memenuhi standar adalah talenan yang berbahan dasar kayu

dan memungkinkan terjadinya cemaran terhadap bahan pangan.

Bahan. Kualitas makanan yang disajikan kepada anak sangat dipengaruhi

oleh kualitas bahan pangan yang digunakan. Katering TK Daruttaqwa sendiri tidak

memiliki spesifikasi khusus dalam pembelian bahan pangan, tetapi bahan pangan

yang digunakan sudah sesuai dengan standar bahan pangan yang digunakan dalam

katering berdasarkan Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011. Katering

TK Daruttaqwa tidak menggunakan bahan tambahan pangan dalam pengolahannya

karena target konsumen adalah anak-anak.

Pemesanan dan pembelian bahan pangan dilakukan setiap hari kepada

langganan yang berada di pasar tradisional atau pemasok untuk bahan tertentu.

Apabila barang yang dipesan di langganan tidak sesuai kualitasnya, maka bahan

pangan yang dipesan di langganan dapat ditukar atau dibatalkan. Katering

Page 33: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

21

kemudian akan mencari bahan yang sama dengan kualitas yang diinginkan di pasar

tradisional yang berjarak 500 m dari katering. Air yang digunakan dalam pencucian

peralatan adalah air sumur, sedangkan air yang digunakan dalam pengolahan bahan

pangan adalah air siap minum. Bahan bakar yang digunakan selama pengolahan

bahan pangan adalah gas.

Biaya. Menu yang ditawarkan oleh katering TK Daruttaqwa memiliki harga

Rp 8000,-/hari. Penetapan harga tersebut dilakukan oleh dewan guru dan komite

sekolah. Penetapan harga sendiri dilakukan berdasarkan hasil diskusi yang

dilakukan setiap awal semester. Pengelola katering kemudian akan menyesuaikan

komposisi menu dengan biaya yang tersedia. Kebijakan harga ini termasuk ke

dalam metode fixed budget yaitu biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan

makanan ditetapkan sebelumnya. Metode ini umum digunakan pada

penyelenggaraan makanan institusi dimana pembiayaannya terbatas dengan

pendapatan rendah (Palacio dan Theis 2009).

Hasil perhitungan terhadap biaya bahan pangan menunjukkan bahwa rata-rata

biaya yang dikeluarkan untuk bahan pangan adalah Rp 3279,-/menu/hari atau

sebesar 41% dari harga per menu. Food Service Director (2014) dalam artikelnya

menyatakan bahwa rata-rata pengeluaran biaya untuk penyelenggaraan makanan

sekolah mengalokasikan 46% untuk biaya makanan, 45% untuk biaya tenaga kerja,

dan 9% untuk biaya peralatan. Apabila dibandingkan dengan persentase tersebut,

maka katering TK Daruttaqwa masih dapat meningkatkan alokasi pembelian untuk

biaya bahan pangan yang dapat meningkatkan porsi menu serta ketersediaan energi

dan zat gizi dari menu.

Katering TK Daruttaqwa belum memiliki anggaran belanja yang terencana.

Katering juga belum memiliki pembukuan untuk setiap anggaran masuk dan keluar

dari usaha katering yang dijalani. Pengelola katering tidak mengetahui budget

maupun omzet bulanan dari katering sekolah. Biaya makan katering anak

dikumpulkan setiap minggunya kepada Wali Kelas yang kemudian dikumpulkan

kepada Guru Penanggung Jawab Katering. Biaya makan katering anak secara

keseluruhan lalu diberikan kepada pengelola katering oleh Guru Penanggung Jawab

katering di awal minggu.

Metode. Metode yang digunakan oleh katering TK Daruttaqwa adalah

metode konvensional. Metode penyelenggaraan makanan yang umum dilakukan

untuk sekolah adalah metode konvensional serta metode produksi terpusat (Lee et

al. 2002). Metode konvensional adalah metode penyelenggaraan makanan yang

pengolahan bahan pangannya dilakukan di tempat yang sama dengan tempat

penyajian makanan sehingga makanan dapat langsung disajikan segera setelah

diolah (Palacio dan Theis 2009). Katering TK Daruttaqwa melakukan proses

persiapan hingga pengolahan bahan pangan di dapur rumah tangga milik pengelola,

sehingga meskipun menggunakan metode konvensional dapur pengolahan bahan

pangan berada di tempat yang berbeda dengan tempat penyajian makanan.

Makanan yang didistribusikan ke tempat penyajian yaitu TK Daruttaqwa

menggunakan sepeda motor dengan waktu tempuh ± 10 menit.

Page 34: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

22

Subsistem Proses

Tabel 12 Karakteristik subsistem proses katering TK Daruttaqwa

Proses Standar Kondisi di Katering

Perencanaan

menu

Menu disusun memperhatikan:

- pemesanan dari konsumen

- ketersediaan bahan, jenis, dan

jumlahnya

- keragaman variasi setiap menu

- proses dan lama waktu

pengolahan

- keahlian dalam mengolah

makanan

- Menu dibuat bersama

antara pihak sekolah

dan pihak katering

memperhatikan hal-

hal tersebut

Pembelian

bahan pangan

Karakteristik open-market buying:

- Penentuan harga berdasarkan

basis harian, mingguan, bulanan

- Pembelian dilakukan setelah ada

kesepakatan kualitas, kuantitas,

harga pengantaran barang serta

servis lain.

- Pembelian dilakukan via telfon,

faksimile, komputer, atau

langsung

- Harga pembelian bahan

pangan fluktuatif

tergantung kondisi

pasar

- Pembelian dilakukan

setelah proses tawar

menawar

- Pembelian dilakukan

secara langsung atau

tatap muka

Penerimaan dan

penyimpanan

bahan pangan

- Tempat penyimpanan terhindar

dari kemungkinan kontaminasi

- Tempat penyimpanan sesuai

dengan jenis bahan

- Penyimpanan bahan makanan

sesuai suhu penyimpanan

- Jarak bahan makanan dengan

lantai 15 cm, dinding 5 cm,

langit-langit 60 cm

- Tempat penyimpanan

masih terbuka dan

rentan kontaminasi

- Penyimpanan bahan

kering dan basah masih

bercampur

- Telur disimpan dalam

suhu ruang untuk

penyimpanan 3-5 hari

- Beberapa bahan pangan

disimpan di lantai atau

menempel di dinding

Pengolahan

Bahan Pangan

- Tempat pengolahan bahan

pangan memenuhi syarat teknis

higiene dan sanitasi

- Melakukan sortir bahan pangan

untuk menjaga mutu dan

keawetan

- Suhu pengolahan minimal 900C

- Peracikan bahan, persiapan

bumbu, persiapan pengolahan,

dan prioritas pengolahan

dilakukan sesuai tahapan

- Memperlakukan makanan sesuai

prinsip higiene sanitasi makanan

- Menempatkan makanan dalam

wadah tertutup dan menghindari

tumpang tindih

- Tempat pengolahan

sudah memenuhi syarat

teknis

- Sortir bahan dilakukan

sehari sebelum

pengolahan

- Belum ada prioritas

pengolahan makanan

- Suhu pengolahan sesuai

- Tenaga pengolah

makanan terkadang

tidak memperhatikan

prinsip higiene dan

sanitasi

- Makanan yang siap

diporsikan disimpan

dalam keadaan terbuka

Page 35: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

23

Tabel 12 Karakteristik subsistem proses katering TK Daruttaqwa (lanjutan) Proses Standar Kondisi di Katering

Distribusi dan

penyajian

- Distribusi menggunakan

kendaraan yang higienis

- Distribusi menggunakan

sepeda motor

- Setiap jenis makanan

mempunyai wadah masing-

masing

- Makanan disajikan dalam

satu lunchbox bersekat

untuk tiap jenis makanan

- Wadah harus utuh, kuat, dan

tidak berkarat

- Beberapa lunchbox sudah

tidak utuh

- Distribusi memperhatikan

suhu makanan

- Suhu makanan tidak

terjaga selama distribusi

- Makanan yang disajikan

dalam bentuk edible portion

- Makanan disajikan dalam

bentuk edible portion

Sumber: Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011, Palacio dan Theis (2009)

Perencanaan Menu. Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan

menyusun variasi makanan untuk penyelenggaraan makanan yang di dalamnya

termasuk proses pengembangan, implementasi, dan evaluasi (Palacio dan Theis

2009). Proses perencanaan menu di katering TK Daruttaqwa melibatkan pengelola

katering, dewan guru, serta orang tua siswa. Perencanaan menu yang dilakukan

sudah mempertimbangkan karakteristik konsumen yang dilayani dari segi kualitas

dan kuantitas, jumlah biaya yang tersedia, keterbatasan fasilitas serta sumber daya

manusia, tetapi ketersediaan zat gizi pada makanan belum dihitung berdasarkan

kebutuhan gizi konsumen. Siklus menu yang diterapkan adalah siklus menu 8 hari

yang digunakan untuk dua minggu penyelenggaraan. Pola menu yang diberikan

setiap harinya adalah nasi, sayur, lauk hewani atau lauk nabati, serta dessert.

Katering belum memiliki resep standar untuk setiap menu, sehingga

memungkinkan terjadinya perbedaan cita rasa setiap kali penyajian.

Tabel 13 Siklus menu makan siang TK Daruttaqwa

Siklus Menu Berat (g)

Hari Ke-1

Nasi 73

Telur dadar 50

Bening bayam 85

Yoghurt 50

Hari Ke-2

Nasi 83

Rolade 30

Zupa Soup 60

Pisang susu 40

Hari Ke-3

Nasi 65

Semur ayam 25

Tahu goreng 36

Pisang 70

Hari Ke-4

Nasi 70

Sup Baso 83

Jamur Krispy 40

Jeruk 50

Page 36: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

24

Tabel 13 Siklus menu makan siang TK Daruttaqwa (lanjutan)

Siklus Menu Berat (g)

Hari Ke-5

Nasi 90

Cumi tepung 20

Tumis Buncis Wortel 58

Yoghurt 50

Hari Ke-6

Nasi 83

Perkedel Kentang 20

Sup Makaroni 35

Agar-agar 40

Hari Ke-7

Nasi 70

Abon 10

Sayur lodeh 40

Pisang 70

Hari Ke-8

Nasi 80

Nugget ayam 35

Bening Katuk 45

Semangka 50

Pembelian Bahan Pangan. Metode pembelian bahan pangan yang

diterapkan di katering TK Daruttaqwa adalah metode open-market buying yaitu

pembelian bahan makanan dilakukan berdasarkan basis harian berdasarkan harga

yang berlaku pada saat itu. Pembelian bahan pangan dilakukan oleh pengelola

katering setiap sore sehari sebelum penyelenggaraan makanan. Tahapan yang

dilakukan oleh pengelola katering dalam pembelian bahan pangan adalah 1) melihat

daftar menu yang akan disajikan keesokan harinya; 2) menentukkan bahan pangan

yang akan digunakan keesokan harinya; 3) menentukkan jumlah bahan pangan

yang akan dibeli; 4) melakukan pembelanjaan ke pasar tradisional dan pemasok.

Pembelanjaan yang dilakukan di pasar tradisional sebelumnya dipesan

terlebih dahulu kepada pedagang yang terpilih. Apabila pada saat pengambilan

bahan pangan kualitas barang sesuai dengan harapan maka pembelian dilanjutkan.

Apabila bahan pangan yang dipesan di rekanan tidak sesuai, maka pengelola

katering akan membatalkan pesanan dan melakukan pembelian bahan pangan pada

tempat lain yang kualitasnya sesuai. Tabel 14 menunjukkan karakteristik pembelian

bahan pangan sesuai dengan jenisnya.

Tabel 14 Karakteristik pembelian bahan pangan Jenis Bahan Frekuensi Tempat pembelian Jumlah

Beras 3x/minggu Pasar tradisional 25 kg

Telur 1x/minggu Pasar tradisional 8 kg

Sayur Setiap hari Pasar tradisional ± 8 kg

Buah 1x/minggu Pasar tradisional ± 8 kg

Lauk hewani Setiap hari Pasar tradisional 5-8 kg

Lauk nabati Setiap hari Pemasok 160 potong

Susu 2x/minggu Pemasok 5 liter

Bahan kering 1x/2 minggu Pasar tradisional Kondisional

Page 37: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

25

Pembelian bahan makanan yang akan diproduksi pada umumnya telah

sesuai dengan prinsip pemilihan makanan yang ditetapkan pada Permenkes RI No.

1096/MENKES/PER/VI/2011 untuk bahan makanan mentah atau makanan olahan.

Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Pangan. Bahan pangan yang telah

dibeli kemudian diterima di dapur pengolahan. Pengecekkan bahan pangan

dilakukan oleh tenaga pengolah makanan untuk diperiksa kualitas dan kuantitasnya.

Apabila ada bahan pangan yang tidak sesuai kualitas dan kuantitasnya, maka

pengolah makanan akan menyiasati hal tersebut dengan mengganti variasi menu.

Penyimpanan bahan pangan belum dibedakan secara spesifik antara bahan

kering dan bahan basah. Hal tersebut dikarenakan persiapan bahan pangan biasanya

dimulai pada malam hari, sehingga setelah penerimaan bahan pangan langsung

dilanjutkan kepada proses persiapan bahan pangan. Waktu simpan rata-rata untuk

bahan basah adalah 1 hingga 2 hari, sedangkan waktu simpan rata-rata untuk bahan

kering adalah dua minggu. Bahan kering biasanya diletakkan pada suhu ruang

dalam suatu wadah terbuka, sedangkan bahan basah diletakkan di dalam chiller atau

freezer. Penyimpanan telur berada di suhu ruang, beberapa jenis sayuran juga

disimpan dalam suhu ruang. Penyimpanan tersebut belum sesuai dengan Permenkes

RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 yang menyatakan bahwa penyimpanan telur

untuk waktu simpan < 3 hari adalah pada suhu 50 – 70C dan penyimpanan sayur

pada suhu 100C. Penyimpanan beberapa bahan pangan masih menempel pada

dinding dan lantai, sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasi terhadap bahan

pangan masih sangat tinggi.

Gambar 2 Area penyimpanan bahan kering katering TK Daruttaqwa

Pengolahan Bahan Pangan. Proses pengolahan makanan di katering TK

Daruttaqwa setiap harinya dimulai pukul 05.00 dan selesai hingga pukul 10.00.

Proses pengolahan yang dilakukan pertama kali adalah persiapan bahan pangan.

Tidak semua persiapan bahan pangan dilakukan mulai dari pagi hari, beberapa

bahan pangan yang membutuhkan waktu persiapan cukup lama mulai diolah pada

malam hari dan dilanjutkan kembali keesokan paginya. Contoh pengolahan menu

yang dimulai pada malam hari adalah menu rolade dan nugget ayam. Adonan dari

menu dipersiapkan terlebih dahulu pada malam hari dan disimpan pada lemari es

dengan suhu <100C. Adonan yang disimpan ini kemudian dilanjutkan

pengolahannya pada pagi hari untuk dibentuk dan digoreng. Proses penyimpanan

bahan pangan yang cukup lama ini menjadi salah satu titik kritis dalam pengolahan

makanan. Apabila proses tersebut tidak dilakukan sesuai dengan prinsip

pengolahan makanan yang baik, maka dapat menimbulkan bahaya keamanan

pangan.

Page 38: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

26

Gambar 3 Area pengolahan makanan katering TK Daruttaqwa

Proses pengolahan makanan dilakukan oleh satu orang juru masak dan dua

orang asisten juru masak. Proses pengolahan untuk semua menu biasanya selesai

hingga pukul 10.30 untuk kemudian dilakukan pemorsian. Pemorsian makanan

dilakukan oleh asisten juru masak langsung ke dalam lunchbox yang akan disajikan

kepada anak. Proses pemorsian tidak menggunakan standar yang pasti.

Gambar 4 Proses pemorsian katering TK Daruttaqwa

Proses pengolahan yang dilakukan di katering TK Daruttaqwa belum

memenuhi prinsip cara pengolahan makanan yang baik (CPMB) berdasarkan

Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 yaitu belum adanya prioritas

dalam pengolahan bahan pangan. Pengolahan terhadap menu berkuah seringkali

dilakukan terlebih dulu dibandingkan dengan makanan, sedangkan pemorsian

untuk menu berkuah dilakukan terakhir. Waktu penyimpanan yang cukup panjang

dari menu selesai diolah hingga pemorsian dan penyajian itu memungkinkan

terjadinya penurunan kualitas menu. Kondisi tersebut juga tidak disertai dengan

adanya proses untuk mempertahankan suhu makanan, sehingga dapat menimbulkan

bahaya keamanan pangan. Peralatan dan fasilitas yang digunakan juga masih

banyak yang belum memenuhi prinsip CPMB seperti talenan yang digunakan masih

terbuat dari bahan kayu dan wadah yang digunakan setelah makanan jadi tidak

memiliki tutup. Hal tersebut terjadi karena dapur yang digunakan masih tercampur

dengan dapur rumah tangga, sehingga peralatan yang digunakan serta pengolahan

bahan pangan dilakukan secara bersamaan dengan untuk konsumsi rumah tangga.

Distribusi dan Penyajian. Peralatan makan yang digunakan untuk

penyajian makanan adalah lunchbox dan sendok plastik. Setelah pemorsian selesai,

makanan yang sudah dimasukkan ke dalam lunchbox disusun ke dalam suatu

keranjang besar sesuai dengan jumlah anak dalam satu kelas. Keranjang-keranjang

besar tersebut kemudian disusun di sepeda motor dan didistribusikan ke lokasi TK.

Makanan diantar setiap harinya pukul 10.00 untuk playgroup dan pukul 11.00 untuk

Page 39: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

27

TK. Jarak antara katering dengan TK Daruttaqwa adalah sekitar 500 m dengan

waktu tempuh menggunakan sepeda motor selama 10 menit.

Gambar 5 Lunchbox yang siap didistribusi

Selama proses distribusi tidak ada upaya untuk menjaga suhu makanan tetap

hangat, sehingga sering kali makanan yang disajikan kepada anak sudah dingin

karena ada jeda yang cukup lama dari makanan selesai diolah, diporsikan, dan

didistribusikan. Menu yang berkuah penyajiannya disatukan dengan menu tidak

berkuah pada lunchbox dengan hanya dibatasi oleh sekat sehingga seringkali kuah

dari menu tercampur ke menu lain pada proses distribusi. Makanan yang disajikan

dalam kondisi dingin seperti yoghurt dan pudding juga pendistribusiannya

dicampur dengan makanan yang bersuhu hangat. Beberapa lunchbox yang

digunakan untuk penyajian juga sudah tidak dapat ditutup dengan rapat sehingga

perlu diikat kembali dengan karet.

Gambar 6 Penyajian menu katering kepada anak

Pelaksanaan makan siang dilaksanakan di setiap kelas. Anak akan dibagi

menjadi dua kelompok makan siang yang terbagi ke dalam dua meja. Satu meja

berisi 10 – 12 anak dan didampingi oleh satu wali kelas. Seluruh peralatan makan

akan diambil kembali oleh pengelola katering pada pukul 13.00 untuk dibersihkan

dan dicuci.

Higiene dan Sanitasi. Permasalahan utama yang ditemukan dalam

pelaksanaan katering TK Daruttaqwa adalah higiene dan sanitasi. Ketidaksesuaian

ditemukan dalam berbagai proses penyelenggaraan makanan terkait higiene dan

sanitasi. Masalah tersebut utamanya terjadi karena penggunaan dapur produksi

bersamaan dengan dapur rumah tangga serta tenaga pengolah yang juga belum

mendapatkan pelatihan mengenai higiene dan sanitasi. Park et al. (2003)

menyatakan bahwa hal yang paling penting dilakukan untuk menangani masalah

higiene dan sanitasi pada fasilitas penyelenggaraan makanan yang serupa dengan

Page 40: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

28

dapur rumah tangga adalah dengan melakukan manajemen sanitasi yang baik serta

renovasi pada fasilitas penyelenggaraan makanan.

Penelitian yang dilakukan oleh Lee dan Oh (2005) tentang persepsi orang tua

terhadap pelayanan makan siang di sekolah menunjukkan bahwa orang tua

menganggap bahwa sanitasi dalam memasak dan aspek gizi adalah hal yang

menjadi inti utama dalam pelaksanaan makan siang di sekolah. Orang tua juga

menganggap bahwa masalah sanitasi menjadi kekurangan utama yang sering

ditemukan dalam pelaksanaan makan siang anak di TK. Ariestawati (2006) dalam

penelitiannya juga menemukan hanya 16.7% TK yang memenuhi persyaratan

higiene dan sanitasi fasilitas sementara 83.3% lainnya belum memenuhi

persyaratan higiene dan sanitasi yang baik.

Subsistem Output

Ketersediaan Zat Gizi. Ketersediaan zat gizi dari menu makan siang yang

diberikan kepada anak dihitung berdasarkan penilaian terhadap kandungan energi

dan zat gizi dari berbagai pangan komponen menu. Penilaian terhadap ketersediaan

zat gizi dilakukan selama 8 hari sesuai dengan siklus menu yang ditawarkan oleh

katering. Hasil perhitungan terhadap ketersediaan energi dan zat gizi setiap menu

tersebut menunjukkan belum adanya keseragaman kandungan gizi dari setiap menu

makan siang. Tabel 15 menunjukkan ketersediaan energi dan zat gizi pada setiap

siklus menu yang diberikan kepada anak.

Tabel 15 Ketersediaan energi dan zat gizi menu makan siang TK

Siklus Energi

(kkal)

Protein

(g)

Lemak

(g)

Karbohidrat

(g)

Ca

(mg)

Fe

(mg)

Vit. C

(mg)

Hari Ke-1 345 11.3 13.4 43.5 176.6 3.2 9.4

Hari Ke-2 405 9.3 14.2 59.9 32.8 1.6 2.0

Hari Ke-3 330 9.6 13.1 45.0 57.0 1.1 2.1

Hari Ke-4 280 5.5 7.5 48.5 60.4 2.1 37.7

Hari Ke-5 315 7.3 10.2 47.6 97.7 2.2 6.6

Hari Ke-6 352 6.0 7.9 62.6 15.4 0.8 3.2

Hari Ke-7 255 4.2 3.4 53.3 26.9 1.1 12.5

Hari Ke-8 365 10.0 13.4 50.4 49.7 1.9 16.2

Rata-rata

± SD 331±48 7.9±2.5 10.4±3.8 51.4±6.9 64.6±51.8 1.8±0.8 11.2±11.9

min-max 255-405 4.2-11.3 3.4-14.2 43.5-62.6 15.4-176.6 0.8-3.2 2.0-37.7

Ketersediaan energi tertinggi siklus menu Hari Ke-2, menu yang diberikan

berisi rolade dan zupa soup yang diolah dengan susu murni sehingga kandungan

energinya lebih tinggi dibandingkan menu lainnya. Ketersediaan energi terendah

adalah siklus menu Hari Ke-7, menu yang diberikan adalah abon dan sayur lodeh.

Ketersediaan protein tertinggi adalah pada hari Hari Ke-1, kandungan protein dari

menu didapatkan dari telur dadar dan yoghurt. Ketersediaan protein terendah adalah

menu Hari Ke-7 dengan kandungan protein dari menu sebagian berasal dari abon.

Ketersediaan lemak tertinggi berasal dari siklus menu Hari Ke-2 yang

menggunakan bahan-bahan sumber lemak seperti ayam, sosis, dan minyak dari

rolade. Ketersediaan lemak terendah juga didapatkan pada siklus menu Hari Ke-7

dengan menu yang memberikan kandungan lemak adalah abon. Kandungan

Page 41: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

29

karbohidrat tertinggi adalah pada siklus menu Hari Ke-2 dengan menu sup

makaroni dan perkedel kentang yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi.

Kandungan karbohidrat terendah adalah siklus menu Hari Ke-1 dengan kandungan

karbohidrat sebagian besar berasal dari nasi dan bening bayam.

Ketersediaan kalsium tertinggi berasal dari siklus menu Hari Ke-1 yang

menggunakan bahan-bahan sumber kalsium seperti bayam, telur, dan susu murni.

Ketersediaan kalsium terendah berada pada siklus menu Hari Ke-6 dengan menu

sup makaroni, perkedel kentang, serta agar-agar. Ketersediaan zat besi tertinggi

berasal pada siklus menu Hari Ke-1, bahan makanan yang menyumbang kandungan

zat besi adalah telur. Menu dengan ketersediaan zat besi terendah adalah siklus

menu Hari Ke-6 yang lebih banyak menggunakan pangan sumber karbohidrat.

Ketersediaan vitamin C tertinggi didapatkan pada siklus menu Hari Ke-4 yang

memberikan jeruk sebagai dessert, sedangkan siklus menu dengan ketersediaan

vitamin C terendah adalah siklus menu Hari Ke-2 dengan menu yang

menyumbangkan vitamin C adalah pisang susu.

Sinaga (2007) menyatakan bahwa ketersediaan makan siang yang diberikan

di sekolah setidaknya harus memenuhi 1/3 kebutuhan gizi anak dalam sehari.

Pemerintah Jepang dalam Tanaka dan Miyoshi (2012) menetapkan secara langsung

jumlah kandungan energi dan zat gizi yang harus disajikan setiap kali makan siang

berdasarkan kelompok umur anak. Sampel SPM memiliki rata-rata kebutuhan

energi 1587 kkal, protein 34.9 g, lemak 61.5 g, karbohidrat 218.3 g, kalsium 100

mg, zat besi 9 mg, serta vitamin C 45 mg. Hasil perbandingan antara rata-rata

ketersediaan energi dan zat gizi yang disediakan dengan standar ditunjukkan pada

Tabel 16.

Tabel 16 Perbandingan ketersediaan zat gizi dengan standar kandungan gizi

Zat Gizi

Rata-rata

ketersediaan

menu

Rata-rata

kebutuhan

anak

Standar

kandungan energi

dan zat gizi

(Sinaga 2007)

Standar kandungan

energi dan zat gizi

(Tanaka dan

Miyoshi 2012)

Energi (kkal) 331 1587 476 560

Protein (g) 7.9 34.9 10.5 16

Lemak (g) 10.4 61.5 18.5 16

Karbohidrat (g) 51.4 218.3 65.5 -

Kalsium (mg) 64.6 100.0 30 300

Zat besi (mg) 1.8 9.0 2.7 3

Vitamin C (mg) 11.2 45.0 13.5 20

Hasil perbandingan pada Tabel 16 menunjukkan bahwa rata-rata

ketersediaan energi dan zat gizi yang diberikan dalam satu porsi makan siang TK

Daruttaqwa belum memenuhi standar ketersediaan gizi untuk makan siang di

sekolah berdasarkan standar ketersediaan dari Sinaga (2007) maupun Tanaka dan

Miyoshi (2012). Zat gizi yang sudah cukup memenuhi ketersediaan adalah kalsium

(64.6%) dengan seringnya pemberian yoghurt dan sayuran hijau dalam menu.

Ketersediaan kalsium tersebut belum memenuhi standar yang ditetapkan

Pemerintah Jepang sebesar 300 mg. Standar kandungan kalsium dari Pemerintah

Jepang ini mengambil nilai sepertiga dari recommended dietary allowance (RDA)

yang ditambahkan kembali menjadi 50% dari RDA kalsium untuk masyarakat

Page 42: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

30

Jepang yaitu sebesar 600 mg (Ishida 2015). Ketersediaan lemak dan protein dari

menu masih sangat kurang. Hal tersebut dipengaruhi oleh tidak selalu diberikannya

protein hewani dalam menu setiap siklus dan porsi untuk protein hewani masih

sedikit. Rata-rata porsi nasi yang diberikan dalam satu kali makan siang adalah 80

gram, yaitu hanya 20% dari anjuran porsi nasi untuk anak usia 6 tahun dari

Kemenkes (2014b).

Ketersediaan menu makan siang belum mencukupi karena perencanaan

menu dan porsi tidak dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi anak.

Hal tersebut juga mempengaruhi adanya variasi yang besar antara ketersediaan

energi dan zat gizi pada masing-masing siklus. Salah satu upaya yang dapat

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak dari pemberian makan siang adalah

dengan menetapkan komposisi bahan makanan serta pola makan dalam setiap menu

(Ishida 2015). Komposisi menu yang diberikan untuk anak sebaiknya disesuaikan

dengan pedoman gizi seimbang dan porsinya disesuaikan dengan anjuran porsi

makanan untuk anak usia 5-6 tahun berdasarkan Kemenkes yang telah disesuaikan

angka kecukupan energi dan zat gizi yang harus dipenuhi (2014b). Lee et al. (2006)

menemukan hanya 7% katering untuk anak yang mempekerjakan ahli gizi,

sementara sebagian besar lainnya melakukan perencanaan kegizian pada tenaga

non-profesional. Lee et al. (2006) juga menyarankan bahwa pelaksanaan

administrasi katering dilakukan oleh ahli gizi, sehingga pelaksanaan makan siang

di sekolah dapat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Tujuan utama dalam pelaksanaan makan siang di sekolah adalah untuk

meningkatkan kesehatan anak serta membentuk pola makan yang sehat (Woo 2015).

Pelaksanaan makan siang di sekolah yang sesuai dengan kebutuhan anak terbukti

telah memiliki manfaat bagi pola makan anak. Spence et al. (2013) dalam

penelitiannya menunjukkan bahwa makan siang di sekolah memiliki banyak

keuntungan gizi dibandingkan bekal dari rumah, serta berpotensi mengurangi

kejadian obesitas pada anak. Evans et al. (2012) dalam penelitiannya menunjukkan

bahwa intervensi makan siang di sekolah dapat meningkatkan asupan buah dan

sayur pada anak-anak. Pemanfaatan pangan lokal dalam komposisi menu juga dapat

dilakukan untuk memperkenalkan anak kepada berbagai macam jenis pangan lokal.

Daya Terima. Penilaian daya terima dilakukan dengan mengukur sisa

makanan di piring yang tidak dimakan oleh anak dengan skala Comstock.

Pengelompokkan sisa makanan dibagi ke dalam 6 kategori yaitu tidak dimakan,

hanya dicicipi, dimakan ¼ bagian, dimakan ½ bagian, dimakan ¾ bagian, serta

dihabiskan. Penilaian daya terima dilakukan untuk seluruh menu dalam satu siklus

kecuali nasi dan dessert. Hasil persentase daya terima setiap menu dari 43 sampel

kelompok SPM ditunjukkan pada Tabel 17.

Page 43: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

31

Tabel 17 Daya terima menu

Menu

Tidak

dimakan

(%)

Hanya

dicicipi

(%)

Dimakan

1/4

bagian

(%)

Dimakan

1/2

bagian

(%)

Dimakan

3/4

bagian

(%)

Dihabiskan

(%)

Jumlah

(%)

Bening Bayam 7.0 9.3 0.0 16.3 11.6 55.8 100

Zupa Soup 16.3 16.3 9.3 14.0 16.3 27.9 100

Semur Ayam 27.9 2.3 2.3 14.0 11.6 41.9 100

Sup Baso 4.7 9.3 7.0 18.6 39.5 20.9 100

Tumis Buncis

Wortel 4.7 7.0 14.0 27.9 18.6 27.9 100

Sup Makaroni 2.3 2.3 4.7 23.3 9.3 58.1 100

Sayur Lodeh 23.3 9.3 9.3 16.3 9.3 32.6 100

Bening Katuk 16.3 4.7 2.3 4.7 2.3 69.8 100

Telur Dadar 4.7 4.7 4.7 7.0 9.3 69.8 100

Rolade Ayam 16.3 4.7 0.0 7.0 7.0 65.1 100

Tahu Goreng 20.9 2.3 0.0 11.6 4.7 60.5 100

Jamur Crispy 0.0 4.7 2.3 9.3 30.2 53.5 100

Cumi Tepung 2.3 2.3 2.3 4.7 14.0 74.4 100

Perkedel

Kentang 9.3 0.0 0.0 4.7 2.3 83.7 100

Abon 11.6 0.0 0.0 2.3 2.3 83.7 100

Nugget Ayam 2.3 0.0 0.0 0.0 0.0 97.7 100

Menu dengan daya terima dihabiskan semua dengan persentase tertinggi

adalah nugget ayam (97.7%), abon (83.7%), serta perkedel kentang (83.7%). Menu

dengan daya terima dihabiskan semua dengan persentase terendah adalah sup baso

(20.9%), zupa soup (27.9%), serta tumis buncis wortel (27.9%). Meskipun sup baso,

zupa soup, serta tumis buncis wortel adalah menu yang paling banyak tidak

dihabiskan, menu yang tidak dimakan sama sekali dengan persentase tertinggi

adalah semur ayam (27.9%), sayur lodeh (23.3%), serta tahu goreng (20.9%).

Tingkat Kesukaan. Penilaian preferensi anak diukur menggunakan uji

hedonik yang dinilai dari berbagai tingkatan mulai dari sangat suka, suka, biasa,

tidak suka, sampai sangat tidak suka. Tingkatan preferensi tersebut dinilai

menggunakan skala hedonik wajah. Penilaian dilakukan dengan cara menilai

ekspresi wajah anak pada saat mengonsumsi setiap menu berdasarkan skala wajah.

Satu penilai melakukan penilaian pada satu meja yang diisi oleh 10-12 anak.

Kelemahan dari penilaian ini adalah tidak dilakukan secara individu sehingga

kemungkinan terjadinya bias masih tinggi. Kesukaan anak terhadap menu

dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor intrinsik yang berasal dari

penampilan makanan; faktor ekstrinsik meliputi lingkungan, situasi, promosi,

musim, dan suhu lingkungan; faktor biologi, fisiologi, dan psikologi; faktor

personal; pengaruh dari orang lain; faktor sosial ekonomi; serta faktor agama dan

budaya (Sinaga 2012). Hasil penilaian preferensi 43 sampel SPM terhadap menu

ditunjukkan pada Tabel 18.

Page 44: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

32

Tabel 18 Tingkat kesukaan menu

Menu Sangat

Suka (%)

Suka

(%)

Biasa

(%)

Tidak

Suka (%)

Sangat Tidak

Suka (%)

Jumlah

(%)

Bening Bayam 11.6 46.5 39.5 2.3 0.0 100

Zupa Soup 14.0 39.5 25.6 14.0 7.0 100

Semur Ayam 11.6 51.2 14.0 16.3 7.0 100

Sup Baso 4.7 37.2 44.2 14.0 0.0 100

Tumis Buncis

Wortel 11.6 51.2 25.6 11.6 0.0 100

Sup Makaroni 20.9 55.8 18.6 4.7 0.0 100

Sayur Lodeh 9.3 23.3 37.2 18.6 11.6 100

Bening Katuk 16.3 53.5 7.0 16.3 7.0 100

Telur Dadar 14.0 51.2 30.2 2.3 2.3 100

Rolade Ayam 23.3 51.2 11.6 7.0 7.0 100

Tahu Goreng 7.0 55.8 11.6 16.3 9.3 100

Jamur Crispy 11.6 60.5 23.3 4.7 0.0 100

Cumi Tepung 46.5 41.9 7.0 4.7 0.0 100

Perkedel Kentang 25.6 60.5 7.0 7.0 0.0 100

Abon 30.2 46.5 16.3 4.7 2.3 100

Nugget Ayam 27.9 67.4 2.3 2.3 0.0 100

Menu dengan tingkat sangat suka dengan persentase tertinggi adalah cumi

tepung (46.5%), abon (30.2%), serta nugget ayam (27.9%). Hal ini mendukung

hasil persentase daya terima, yaitu menu yang paling banyak dihabiskan adalah

abon serta nugget ayam. Menu dengan tingkat sangat tidak suka yang paling tinggi

adalah sayur lodeh (11.6%) serta tahu goreng (9.3%). Menu sayur lodeh dan tahu

goreng juga memiliki persentase daya terima tidak dimakan yang tinggi. Sayur

lodeh tidak disukai karena rasanya yang tidak familiar untuk anak-anak, sedangkan

tahu goreng tidak disukai karena bentuknya yang tidak menarik dan porsinya yang

terlalu besar. Bening katuk, semur ayam, rolade ayam, serta zupa soup juga

memiliki persentase sangat tidak suka yang cukup tinggi yaitu masing-masing 7%.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara

daya terima dan tingkat kesukaan dari seluruh menu (p = 0.001, r = 0.486). Hal ini

menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat kesukaan anak terhadap menu, maka

daya terimanya akan semakin besar.

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Penilaian terhadap tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel dilakukan

baik pada hari sekolah maupun hari libur. Uji statistika Mann-Whitney dilakukan

untuk mengetahui adakah perbedaan nyata pada tingkat kecukupan energi dan zat

gizi antara sampel SPM dan sampel tanpa SPM. Tingkat kecukupan energi dan zat

gizi sampel pada hari sekolah ditunjukkan pada Tabel 19.

Page 45: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

33

Tabel 19 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel pada hari sekolah

Tingkat Kecukupan Sampel SPM Sampel Tanpa SPM

Jumlah % n % n %

Energi

Defisit tingkat berat 13 30.2 7 18.9 20 25

Defisit tingkat sedang 5 11.6 2 5.4 7 8.7

Defisit tingkat ringan 5 11.6 5 13.5 10 12.5

Normal 19 44.2 17 45.9 36 45

Kelebihan 1 2.3 6 16.2 7 8.8

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.359

Protein

Defisit tingkat berat 4 9.3 24 64.9 28 35

Defisit tingkat sedang 8 18.6 3 8.1 11 13.8

Defisit tingkat ringan 5 11.6 4 10.8 9 11.2

Normal 11 25.6 5 13.5 16 20

Kelebihan 15 34.9 1 2.7 16 20

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.330

Lemak

Defisit tingkat berat 25 58.1 10 27.0 35 43.8

Defisit tingkat sedang 5 11.6 4 10.8 9 11.2

Defisit tingkat ringan 4 9.3 5 13.5 9 11.2

Normal 7 16.3 16 43.2 23 28.8

Kelebihan 2 4.7 2 5.4 4 5

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.540

Karbohidrat

Defisit tingkat berat 12 27.9 1 2.7 13 16.2

Defisit tingkat sedang 4 9.3 36 97.3 40 50

Defisit tingkat ringan 6 14.0 0 0 6 7.5

Normal 19 44.2 0 0 19 23.8

Kelebihan 2 4.7 0 0 2 2.5

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.971

Kalsium

Kurang 0 0 18 48.6 18 22.5

Cukup 43 100 19 51.4 62 77.5

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.281

Page 46: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

34

Tabel 19 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel pada hari sekolah (lanjutan)

Tingkat Kecukupan Sampel SPM Sampel Tanpa SPM

Jumlah % n % n %

Zat Besi

Kurang 13 30.2 18 48.6 31 38.8

Cukup 30 69.8 19 51.4 49 61.2

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.094

Vitamin C

Kurang 31 72.1 30 81.1 61 76.2

Cukup 12 27.9 7 18.9 19 23.8

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.349

Tingkat kecukupan energi kelompok SPM dan tanpa SPM sebagian besar

termasuk ke dalam kategori normal yaitu 44.2% dan 45.9% secara berturut-turut.

Sampel SPM sebagian besar memiliki tingkat kecukupan protein kelebihan (34.9%)

dan normal (25.6%), tetapi sebagian besar sampel tanpa SPM memiliki tingkat

kecukupan protein defisit tingkat berat (64.9%). Tingkat kecukupan lemak sampel

SPM sebagian besar pada kategori defisit tingkat berat (58.1%), sedangkan sampel

tanpa SPM sebagian besar pada kategori normal (43.2%). Sampel SPM sebagian

besar memiliki tingkat kecukupan karbohidrat normal (44.2%), sedangkan sampel

tanpa SPM sebagian besar berada pada kategori defisit tingkat sedang (97.3%).

Tingkat kecukupan kalsium pada kelompok sampel SPM seluruhnya termasuk pada

kategori cukup (100%), sebagian besar sampel tanpa SPM termasuk ke dalam

kategori cukup (51.4%). Tingkat kecukupan zat besi pada kedua kelompok sampel

termasuk ke dalam kategori cukup yaitu 69.8% untuk sampel SPM serta 51.4%

untuk sampel tanpa SPM. Tingkat kecukupan vitamin C kedua kelompok sampel

sebaliknya termasuk ke dalam kategori kurang yaitu 72.1% untuk sampel SPM serta

81.1% pada sampel tanpa SPM. Sebesar 30.2% sampel SPM masih memiliki

tingkat kecukupan energi defisit tingkat berat. Hal tersebut dipengaruhi oleh pola

konsumsi kelompok sampel SPM yang jarang mengonsumsi selingan atau jajanan

selain makanan pokok. Kelompok sampel tanpa SPM meskipun sebagian besar

telah memiliki tingkat kecukupan energi kategori normal, tetapi asupan energi

sebagian besar berasal dari konsumsi lemak dari selingan dan jajanan. Kelompok

sampel tanpa SPM juga sebagian besar memiliki tingkat kecukupan protein,

karbohidrat, dan zat gizi mikro yang kurang dibandingkan dengan sampel SPM.

Perbandingan terhadap kedua sampel penelitian menunjukkan bahwa

kelompok sampel SPM cenderung memiliki tingkat kecukupan energi dan zat gizi

yang lebih baik dibandingkan kelompok sampel tanpa SPM pada hari sekolah. Hal

tersebut menunjukkan bahwa makan siang sekolah membantu meningkatkan

konsumsi energi dan zat gizi sampel. Santoso dan Ranti (2004) menyatakan bahwa

penyelenggaraan makanan di sekolah seringkali membuat anak yang sulit makan

lebih mudah menerima makanan karena suasana lingkungan sekolah dan adanya

teman saat mengonsumsi makanan. Rakhmawati (2009) dalam penelitiannya juga

menunjukkan kontribusi makanan di sekolah pada kelompok dengan

penyelenggaraan makanan lebih tinggi dibandingkan kelompok tanpa

Page 47: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

35

penyelenggaraan makanan. Kontribusi tersebut juga berdampak pada tingkat

kecukupan energi dan zat gizi yang lebih tinggi pada kelompok dengan

penyelenggaraan makanan. Perbandingan antara tingkat kecukupan energi dan zat

gizi sampel menunjukkan bahwa kelompok SPM cenderung memiliki tingkat

kecukupan yang lebih baik, tetapi hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa

tidak ada perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan energi, protein, lemak,

karbohidrat, kalsium, serta vitamin C antara kedua kelompok (p > 0.1). Tingkat

kecukupan zat besi antara kedua kelompok sampel pada hari sekolah memiliki

perbedaan nyata (p < 0.1).

Tabel 20 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel pada hari libur

Tingkat Kecukupan Sampel SPM Sampel Tanpa SPM

Jumlah % N % n %

Energi

Defisit tingkat berat 13 30.2 7 18.9 20 25

Defisit tingkat sedang 12 27.9 5 13.5 17 21.2

Defisit tingkat ringan 7 16.3 8 21.6 15 18.8

Normal 7 16.3 9 24.3 16 20

Kelebihan 4 9.3 8 21.6 12 15

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.897

Protein

Defisit tingkat berat 5 11.6 26 70.3 31 38.8

Defisit tingkat sedang 5 11.6 2 5.4 7 8.7

Defisit tingkat ringan 2 4.7 6 16.2 8 10

Normal 21 48.8 3 8.1 24 30

Kelebihan 10 23.3 0 0 10 12.5

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.144

Lemak

Defisit tingkat berat 25 58.1 12 32.4 37 46.2

Defisit tingkat sedang 5 11.6 5 13.5 10 12.5

Defisit tingkat ringan 4 9.3 7 18.9 11 13.8

Normal 6 14.0 13 35.1 19 23.8

Kelebihan 3 7.0 0 0 3 3.7

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.206

Karbohidrat

Defisit tingkat berat 16 37.2 3 8.1 19 23.8

Defisit tingkat sedang 4 9.3 34 91.9 38 47.5

Defisit tingkat ringan 10 23.3 0 0 10 12.5

Normal 10 23.3 0 0 10 12.5

Kelebihan 3 7.0 0 0 3 3.7

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.837

Page 48: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

36

Tabel 20 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel pada hari libur (lanjutan)

Tingkat Kecukupan Sampel SPM Sampel Tanpa SPM

Jumlah % n % n %

Kalsium

Kurang 2 4.7 24 64.9 26 32.5

Cukup 41 95.3 13 35.1 54 67.5

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.527

Zat Besi

Kurang 16 37.2 24 64.9 40 50

Cukup 27 62.8 13 35.1 40 50

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.014

Vitamin C

Kurang 33 76.7 31 83.8 64 80

Cukup 10 23.3 6 16.2 16 20

Total 43 100 37 100 80 100

p = 0.435

Tingkat kecukupan energi sampel SPM sebagian besar termasuk ke dalam

kategori defisit tingkat berat (30.2%), tetapi sampel tanpa SPM sebagian besar

termasuk ke dalam kategori normal (24.3%). Sampel SPM sebagian besar memiliki

tingkat kecukupan protein normal (48.8%), tetapi sebagian besar sampel tanpa SPM

memiliki tingkat kecukupan protein defisit tingkat berat (70.3%). Tingkat

kecukupan lemak sampel SPM sebagian besar berada pada kategori defisit tingkat

berat (58.1%), sedangkan sampel tanpa SPM sebagian besar berada pada kategori

normal (35.1%). Sampel SPM sebagian besar memiliki tingkat kecukupan

karbohidrat defisit tingkat berat (37.2%), sedangkan sampel tanpa SPM sebagian

besar berada pada kategori defisit tingkat sedang (91.9%). Tingkat kecukupan

kalsium pada kelompok sampel SPM sebagian besar termasuk pada kategori cukup

(95.3%), sedangkan sebagian besar sampel tanpa SPM termasuk ke dalam kategori

kurang (64.9%). Tingkat kecukupan zat besi pada kelompok sampel SPM sebagian

besar termasuk ke dalam kategori cukup (62.8%), sedangkan sampel tanpa SPM

sebagian besar termasuk ke dalam kategori kurang (64.9%). Tingkat kecukupan

vitamin C kedua kelompok sampel termasuk ke dalam kategori kurang yaitu 76.7%

untuk sampel SPM serta 83.8% pada sampel tanpa SPM.

Perbandingan tingkat kecukupan energi dan zat gizi hari libur tidak begitu

terlihat pada kedua kelompok sampel. Hasil uji menunjukkan bahwa tidak ada

perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat,

kalsium, serta vitamin C antara kedua kelompok sampel pada hari libur (p > 0.1),

tetapi tingkat kecukupan zat besi antara kedua kelompok sampel memiliki

perbedaan nyata (p < 0.1). Tingkat kecukupan energi dan zat gizi kelompok sampel

SPM mengalami penurunan bila dibandingkan dengan hari sekolah. Hal tersebut

dipengaruhi oleh berkurangnya asupan yang berasal dari makan siang yang

disediakan sekolah, serta pola makan kelompok sampel SPM yang jarang

mengonsumsi selingan atau jajanan. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi sampel

Page 49: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

37

dari kedua kelompok masih banyak yang termasuk ke dalam kategori defisit dan

kurang. Santoso dan Ranti (2004) menyatakan bahwa kondisi gizi yang sering

terjadi pada anak adalah kekurangan konsumsi energi, protein, vitamin A, yodium,

dan zat besi. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh kondisi dan anggapan orang tua

yang merugikan penyajian makanan untuk anak. Kondisi tersebut diantaranya

adalah penyajian makanan masih perlu diadaptasi karena anak masih dalam proses

transisi dari makanan bayi ke makanan dewasa serta pengurusan anak tidak begitu

diperhatikan lagi dan biasanya diserahkan kepada orang lain termasuk pengurusan

makanan. Kondisi-kondisi tersebut memungkinkan tidak terpenuhinya kebutuhan

energi dan zat gizi anak dari konsumsi selama di rumah.

Hasil uji menunjukkan bahwa tingkat kecukupan zat gizi yang memiliki

perbedaan nyata pada kedua kelompok sampel penelitian hanya zat besi. Hal ini

berbeda dengan hasil penelitian Rakhmawati (2009), yang menunjukkan adanya

perbedaan nyata antara tingkat kecukupan energi, vitamin C, dan kalsium pada

kelompok sampel SPM dengan kelompok sampel tanpa SPM pada siswa sekolah

dasar. Perbedaan nyata pada tingkat kecukupan zat besi terjadi karena kelompok

SPM cenderung mengonsumsi sumber zat besi lebih baik dibandingkan kelompok

tanpa SPM seperti daging, susu, bayam, serta katuk. Kedua kelompok sampel

sebagian besar memiliki tingkat kecukupan vitamin C yang kurang pada hari

sekolah maupun hari libur. Hal tersebut dipengaruhi oleh kurangnya konsumsi buah

dan sayur pada anak usia sekolah (Mohammad dan Madanijah 2015). Kondisi

tersebut dapat diperbaiki dengan pemberian buah sebagai dessert pada menu makan

siang pada kelompok SPM. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan

memberikan pendidikan terkait jenis dan manfaat buah dan sayur kepada anak-anak

pada kegiatan belajar mengajar.

Hubungan Karakteristik Sampel terhadap Daya Terima Makanan

Daya terima menu yang dianalisis dalam uji hubungan adalah daya terima

keseluruhan menu menggunakan nilai rata-rata daya terima setiap sampel. Hasil

analisis uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa status gizi, usia, serta lama

mengikuti katering tidak memiliki hubungan yang nyata (p > 0.1) dengan daya

terima makanan. Hasil uji korelasi Chi-square antara jenis kelamin dengan daya

terima juga tidak memiliki hubungan yang nyata (p > 0.1). Hasil analisis ini sesuai

dengan hasil penelitian Paramita (2011) yaitu karakteristik sampel yaitu jenis

kelamin dan status gizi tidak memiliki hubungan yang nyata dengan daya terima

makanan di sekolah.

Hubungan Daya Terima terhadap Tingkat Kecukupan

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata

antara daya terima menu di sekolah dengan tingkat kecukupan sampel SPM (p >

0.1). Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan energi dan zat gizi menu makan siang

yang belum memenuhi standar kecukupan makan siang di sekolah sebesar 30% dari

kebutuhan harian. Porsi menu yang disajikan oleh katering TK Daruttaqwa masih

belum sesuai dengan anjuran porsi makanan untuk anak usia 4-6 tahun oleh

Kemenkes (2014). Nursafitri (2013) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa

perencanaan menu yang dilakukan di katering sekolah belum memperhitungkan

Page 50: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

38

kecukupan energi dan zat gizi siswa. Ishida (2015) menyatakan bahwa pengaruh

dari makan siang di sekolah terhadap asupan harian tidak begitu besar karena hanya

dilakukan pada satu kali waktu makan di hari sekolah. Santoso dan Ranti (2004)

juga menyatakan bahwa penyelenggaraan makanan di sekolah tidak dilakukan

setiap hari sehingga konsumsi anak selain di sekolah sangat dipengaruhi oleh

pengetahuan dan kemampuan ibu.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Penyelenggaraan makanan di TK Daruttaqwa dilakukan oleh katering terpilih

yang dikelola oleh rumah tangga dengan tenaga kerja empat orang. Harga per

menu yang disajikan adalah Rp 8000,-. Katering menggunakan metode

konvensional. Peralatan masak yang digunakan merupakan peralatan rumah

tangga. Bahan yang digunakan sudah sesuai standar Permenkes. Jarak antara

katering dengan TK adalah 500 m dengan waktu tempuh 10 menit. Kelemahan

utama yang ditemukan pada katering TK Daruttaqwa adalah praktik

pengolahan makanan serta higiene dan sanitasi yang belum sesuai dengan

Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011. Perencanaan menu juga

belum mempertimbangkan kebutuhan gizi anak.

2. Ketersediaan energi dan zat gizi menu yang diberikan memiliki rata-rata

kandungan energi 331 kkal, protein 7.9 g, lemak 10.4, karbohidrat 51.4 g,

kalsium 64.6 mg, zat besi 1.8 mg, serta vitamin C 11.2 mg. Rata-rata

ketersediaan energi dan zat gizi menu yang disediakan belum memenuhi

standar yang ditetapkan, hanya ketersediaan kalsium sebesar 64.6% yang dapat

memenuhi standar pemenuhan kecukupan zat gizi anak.

3. Standar kandungan energi dan zat gizi yang pada menu masih banyak yang

belum terpenuhi disebabkan karena perencanaan menu belum

memperhitungkan kebutuhan gizi anak serta tidak adanya standar porsi untuk

setiap menu yang disajikan.

4. Daya terima anak terhadap menu secara keseluruhan sudah baik. Menu yang

disajikan juga beragam dan disukai oleh anak. Tidak adanya standar resep

menyebabkan adanya perbedaan cita rasa dalam penyajian menu yang sama

pada siklus berbeda. Daya terima memiliki hubungan nyata dengan tingkat

kesukaan (p < 0.1), tetapi tidak memiliki hubungan nyata dengan karakteristik

sampel (p > 0.1). Daya terima juga tidak memiliki hubungan nyata (p > 0.1)

terhadap tingkat kecukupan gizi sampel SPM.

5. Tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, serta vitamin

C kelompok sampel SPM dengan sampel tanpa SPM tidak berbeda nyata, baik

hari sekolah maupun hari libur (p > 0.1). Tingkat kecukupan zat besi antara

kelompok sampel SPM dengan kelompok sampel tanpa SPM baik hari sekolah

maupun hari libur memiliki perbedaan nyata (p < 0.1). Keragaan tingkat

kecukupan energi dan zat gizi menunjukkan bahwa kelompok sampel SPM

Page 51: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

39

cenderung memiliki tingkat kecukupan energi dan zat gizi yang lebih baik

dibandingkan kelompok sampel tanpa SPM pada hari sekolah.

Saran

1. Tenaga pengolah di katering sebaiknya diberikan pelatihan terkait higiene dan

sanitasi serta cara pengolahan makanan yang baik.

2. Perlu dilakukan pengelolaan penggunaan dapur untuk katering dan untuk

rumah tangga karena dapur produksi bercampur dengan dapur rumah tangga.

3. Perencanaan menu yang dilakukan di katering TK Daruttaqwa seharusnya

melibatkan ahli gizi sebagai konsultan, sehingga ketersediaan energi dan zat

gizi yang diberikan dalam setiap menu sesuai dengan standar pemenuhan dari

makan siang.

4. Penggunaan protein hewani dan sayur-sayuran harus lebih beragam untuk

memperkaya variasi menu. Penggunaan buah-buahan sebagai dessert juga

seharusnya dilakukan setiap hari.

5. Perlu adanya suatu sistem evaluasi dari TK terhadap pengelolaan katering

secara berkala agar kualitas makan siang anak tetap terjaga.

6. Diperlukan penelitian lanjutan tentang perbedaan konsumsi sampel SPM dan

sampel tanpa SPM secara kualitatif dan pengaruhnya terhadap status gizi atau

indikator kesehatan lainnya.

7. Penelitian selanjutnya juga dapat dilakukan untuk mengetahui sikap orang tua

terhadap penyelenggaraan makan siang untuk anak di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

[ACDP Kemdikbud] Educational Sector Analytical and Capacity Development

Partnership Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Evaluasi

Program Pemberian Makanan Tambahan bagi Anak Sekolah (PMT-AS).

Jakarta (ID): ACDP Kemdikbud.

Amelia E. 2001. Pengetahuan Gizi dan Persepsi Ibu Rumah Tangga Kader dan

Bukan Kader tentang Kurang Energi Protein Balita serta Partisipasi

Penanggulangannya [skripsi]. Bogor (ID): Program Studi Gizi Masyarakat

dan Sumberdaya Keluarga, IPB.

Aprillia BA. 2011. Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Makanan Jajanan

pada Anak Sekolah Dasar. Artikel Penelitian. Semarang (ID): Program

Studi Ilmu Gizi, Undip.

Ariestawati DW. 2006. Aspek Manajemen dan Gizi Makanan yang Disediakan

Taman Kanak-kanak di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Program Studi

Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, IPB.

[BPPK Kemenkes RI] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta

(ID): Kemenkes RI.

Page 52: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

40

Clark MA, Fox MK. 2009. Nutritional quality of the diets of US public school

children and the role of the school meal program. J Am Diet Assoc.

Feb;109(2 Suppl):S44-56.

[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi

Orang Dewasa. Jakarta (ID): Depkes RI.

Evans CEL, Christian MS, Cleghorn CL, Greenwood DC, Cade JE. 2012.

Systematic Review and meta-analysis of school-based interventions to

improve daily fruit and vegetable intake in children aged 5 to 12 y. Am J

Clin Nutr 96:889-901.

Food Service Director. 2014. Food, labor budgets up-for most.

http://www.foodservicedirector.com/research/big-picture/articles/food-

labor-budgets-most. [Diakses 2015 Agustus 07]

Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment 2nd Edition. New York

(US): Oxford University Press Inc.

Gregoire M, Spears MC. 2007. Foodservice Organizations: A Managerial and

System Approach 6th Ed. New Jersey (US): Columbus, Ohio, Pearson,

Prentice Hall.

[Inpres] Instruksi Presiden. 1997. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 1997 tentang Program Makanan Tambahan Anak Sekolah.

Ishida H. 2015. Role of School Meal Service in Nutrition. J Nutr Sci Vitaminol,

61.S20-S22.

Jomaa LH, McDonnel E, Probart C. 2011. School feeding program in developing

countries: impacts on children’s health and educational outcomes. Nutr Rev.

Feb;69(2):83-98.

[Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar

Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta (ID): Kemenkes RI.

[Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene

Sanitasi Jasaboga. Jakarta (ID): Kemenkes RI.

[Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2014a. Angka Kecukupan Gizi yang

Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia. Jakarta (ID): Kemenkes RI.

[Kemenkes] Kementrian Kesehatan RI. 2014b. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta

(ID): Kemenkes RI.

Kustiyah L. 2005. Kajian pengaruh intervensi makanan kudapan terhadap

peningkatan kadar glukosa darah dan daya ingat anak sekolah dasar

[disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, IPB.

Kwon SY, Lee KW, Yoon JH. 2010. Diet of children under the government-funded

meal support program in Korea. Nutr Res Pract 4(6):515-521.

Page 53: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

41

Latief D, Atmarita, Minarto, Basuni A, Tilden R. 2000. Konsumsi Pangan Tingkat

Rumah Tangga Sebelum dan Selama Krisis Ekonomi. Widyakarya Nasional

Pangan dan Gizi VII, Jakarta, 29 Feb – 2 Mar 2000.

Lee MS, Lee JY, Yoon SH. 2006. Assessment of Foodservice Management

Performance at Child Care Centers. Korean J Community Nutrition.

11(2):229-239.

Lee Y, Oh YJ. 2005. Parents Perception and Attitudes to the School Meal Service

Program in Kindergarten. Korean J Community Nutrition. 10(2):141-150.

Lee YE, Yang IS, Cha JA, Chae IS, Kang HS. 2002. School Food Service in Korea:

Investigation of the Operation and Management Systems. Korean J

Community Nutrition. 7(3):361-372.

Mohammad A, Madanijah S. 2015. Konsumsi Buah dan Sayur Anak Usia Sekolah

Dasar di Bogor. J Gizi Pangan, 10(1):70-76.

Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta (ID): Rineka

Cipta.

Nurdiani R. 2011. Analisis Penyelenggaraan Makan di Sekolah dan Kualitas Menu

Bagi Siswa Sekolah Dasar di Bogor [tesis]. Bogor (ID): Departemen Gizi

Masyarakat, IPB.

Nursafitri R. 2013. Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan

Energi dan Zat Gizi serta Daya Terima Menu Asrama Sekolah Smart

Ekselensia Indonesia, Parung, Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Departemen

Gizi Masyarakat, IPB.

Palacio JP, Theis M. 2009. Introduction to Foodservice 11th Ed. New Jersey (US):

Columbus, Ohio, Pearson, Prentice Hall.

Paramita NB. 2011. Analisis Tingkat Ketersediaan dan Daya Terima Makanan di

Sekolah terhadap Tingkat Kecukupan Zat Gizi pada Siswa-siswi SD

Marsudirini, Parung, Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Gizi

Masyarakat, IPB.

Park YJ, Kwak TK, Kang YJ, Chung HK. 2003. Assessment of the Child Care

Centers, Food Service Facility, and Development of the Kitchen Facility

Model based on the General Sanitation Standards and Guidelines. J Korean

Diet Assoc. Aug;9(3)219-232.

Rahmi AA, Muis SF. 2005. Kontribusi makanan jajanan terhadap tingkat

kecukupan energi dan protein serta status gizi anak Sekolah Dasar Siliwangi

Semarang. Media Medika Muda 1:55-59.

Rakhmawati L. 2009. Kontribusi Makanan di Sekolah dan Tingkat Kecukupan

Energi dan Zat Gizi pada Anak Usia Sekolah Dasar di Kota Bogor [skripsi].

Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat, IPB.

Santoso S, Ranti AL. 2004. Kesehatan & Gizi. Jakarta (ID): Rineka Cipta.

Sinaga T. 2007. Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah. Diktat Pelatihan Gizi

untuk Anak Sekolah. Jakarta (ID): Yayasan Gizi Kuliner.

Page 54: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

42

Sinaga T. 2012. Pengembangan Model Penyelenggaraan Makanan di Sekolah

Dasar Bagi Siswa Keluarga Miskin [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah

Pascasarjana, IPB.

Sinaga T, Kusharto CM, Setiawan B, Sulaeman A. 2012. Dampak Menu Sepinggan

terhadap Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Lain pada

Siswa SD. J Gizi Pangan, 7(1):27-34.

Soetardjo S, Almatsier S, Soekatri M. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan.

Almatsier, editor. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Spence S, Delve J, Stamp E, Matthews JNS, White M, Adamson AJ. 2013. The

impact of food and nutrient-based standards on primary school chidren’s

lunch and total dietary intake: A natural experimental evaluation of

government policy in England. Plos one 8(10):1-8.

Tanaka N, Miyoshi M. 2012. School lunch program for health promotion among

children in Japan. Asia Pac J Clin Nutr 21(1):155-158.

Woo TJ. 2015. The School Meal System and School-Based Nutrition Education in

Korea. J Nutr Sci Vitaminol, 61.S23-24.

Page 55: ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN, … · Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan, Ketersediaan Zat Gizi, ... pada penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian sarapan sepinggan

43

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 12 Oktober 1994 dari ayah

Bambang Rusbandi dan ibu Yeti Nurhayati (almh), merupakan putri ketiga dari tiga

bersaudari. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Kota Sukabumi dan

diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB pada

tahun yang sama melalui jalur SNMPTN ujian tulis.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi

sebagai Staf Biro Kesekretariatan BEM TPB IPB Kabinet Madani tahun 2011/2012,

Sekretaris Divisi Keprofesian HIMAGIZI 2012/2013, Sekretaris Umum IKAMASI

2012/2013, Staf Departemen Pendidikan dan Profesi ILMAGI 2013/2014, Ketua

Divisi Keprofesian HIMAGIZI 2013/2014, Anggota Dewan Pertimbangan Agung

ILMAGI 2014/2015, serta beberapa kepanitiaan lain seperti Nutrition Fair 2014 dan

International Symposium on Food and Nutrition 2015. Penulis juga menjadi asisten

praktikum Manajemen Jasa Makanan dan Gizi pada tahun ajaran 2014/2015 dan

asisten praktikum Ekonomi Pangan dan Gizi pada tahun ajaran 2014/2015.

Penulis berkesempatan mengikuti kegiatan Korean Language and Culture

Program di Jeju National University, Korea Selatan, selama dua minggu pada bulan

Agustus 2013. Kuliah Kerja Profesi dilaksanakan penulis pada bulan Juli-Agustus

2014 di Desa Koleang, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Pada bulan Oktober

hingga November 2015 penulis mengikuti internship bidang Manajemen Sistem

Penyelenggaraan Makanan dan internship bidang Dietetik di Rumah Sakit Pantai

Indah Kapuk, Jakarta. Penulis merupakan salah satu peserta mentorship program

Youth Connection-South Korea dari Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia

Klaster Mahasiswa (MITI KM) pada tahun 2015.