Analisis Sinyal Kelautan.docx
-
Upload
billy-pranata -
Category
Documents
-
view
236 -
download
16
Transcript of Analisis Sinyal Kelautan.docx
Analisis Sinyal Kelautan
Prediksi Curah Hujan di Kabupaten Sintang
Menggunakan Metode Gauss Newton Fungsi Fouries series Orde 8
Disusun Oleh :
Nicodemus Billy Pranata H1081131012
Jurusan Ilmu Kelautan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Tanjungpura
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cuaca dan iklim merupakan gejala ilmiah yang sangat penting bagi kehidupan manusia di
Sektor prakiraan cuaca dan bermanfaat juga di sektor pertanian. Pola umum curah hujan di
Indonesia antara lain dipengaruhi oleh letak geografisnya. Data curah hujan yang digunakan
bersifat non-linier (berfluktuasi terhadap waktu) sehingga untuk mengestimasi curah hujan
diperlukan pendekatan bentuk non-linier dengan menggunakan model inversi diantaranya
dengan metode Gauss Newton Dalam beberapa kasus di pemodelan sains, terdapat beberapa
permasalahan untuk melakukan pencocokan kurva dengan model yang bersifat non linier,
seperti model cuaca, persamaan pemodelan kedepan Self Potential, peluruhan radioaktif dan
lain-lain. Seperti halnya kuadrat terkecil, regresi non linier didasarkan pada penentuan nilai
parameter model yang meminimumkan jumlah dari kuadrat kesalahan. Namun, tidak seperti
halnya pada kasus linier, pada kasus non linier solusi diperoleh melalui proses yang
dilakukan secara iteratif. Penelitian ini menggunakan data curah hujan bulanan selama 13
tahun dengan periode waktu dari Januari 2000 s.d Desember 2013 untuk wilayah Sintang
(PU,2013).
BAB IITinjauan Pustaka
2.1.Kondisi iklim Kalimantan Barat
Kalimantan Barat merupakan suatu wilayah yang dilalui oleh garis
khatulistiwa yang terletak diantara 108o BT hingga 114o BT dan antara 2o6’ LU
hingga 3o5’ LS. Karena letak inilah Kalimantan Barat memiliki jenis iklim tropik
basah dengan curah hujan merata untuk setiap tahunnya. Kalimantan Barat juga
dikenal
dengan daerah penghujan dengan intensitas yang tinggi, dengan curah hujan
tahunan berkisar antara 2000 s.d 3000 mm (BPS, 2012).
2.2. Fungsi Deret Fourier
Fungsi Deret Fourier adalah jumlah fungsi sinus dan cosinus yang menggambarkan
sinyal perodik. Adapun persamaan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai
berikut (Supegina, 2012)
Y=a0+∑i=1
n
a 0cos (nwx )+bisin(nwx) Dimana y adalah model, n adalah banyaknya orde
Deret Fourier, w adalah frekuensi sudut, x adalah waktu.
2.3. Metode Gauss Newton
Metode gauss newton merupakan suatu algoritma untuk meminimumkan
jumlah kuadrat galat. Konsep kunci yang mendasari teknik tersebut dalah uraian
deret taylor yang digunakan untuk menyatakan persamaan nonlinear semula dalam
suatu bentuk hampiran yang linier. Dengan demikian,teori kuadrat terkecil dapat
digunakan untuk memperoleh taksiran taksiran baru dari parameter yang bergerak
kearah yang meminimumkan galat tersebut.
Pada metode ini, fungsi nonlinier diekspansikan dalam deret Taylor. Bentuk
hampiran tersebut berbentuk fungsi linier.
f ( x i ) j+1=f ( x i ) j+∂ f ( x i ) j
∂a0∆ a0+
∂ f ( x i ) j
∂ a1∆ a1
dengan j adalah tebakan awal, j+1 adalah prediksi, a0 = a0,j+1 – a0,j dan a1 = a1,j+1
– a1,j
Dari proses ini terlihat hubungan yang linier antara model asal terhadap
parameter modelnya. Persamaan hampiran kemudian disubstitusikan ke
persamaan model menjadi:
y i−f ( xi) j=∂ f ( x i ) j
∂ a0∆ a0+
∂ f ( x i ) j
∂ a1∆ a1+ei
atau dalam bentuk matriks : { D }= [Z j ] {∆ A }+ {E }
dengan [Zj] adalah matrik turunan parsial fungsi non linier terhadap setiap
parameter model, atau biasa juga disebut sebagai matriks Jacobi,
[ Z j ]= [∂ f 1
∂ a0
∂ f 1
∂ a1
∂ f 2
∂ a0
∂ f 2
∂ a1
⋮∂ f n
∂ a0
⋮∂ f n
∂ a1
]dengan n adalah jumlah data dan
∂ f n
∂ ak adalah turunan parsial fungsi terhadap
parameter model ke k yang kemudian dievaluasi pada data ke i. Vektor {D} berisi
selisih antara data dengan nilai fungsi
{ D } =[y1−f (x1)y2−f (x2)y3−f (x3)
⋮yn−f (xn)
]Dan vektor {A} adalah vektor yang berisi perubahan nilai parameter model.
{∆ A }=[∆ a0
∆ a1
∆ a2
⋮∆ am
]Dengan menggunakan teorema kuadrat terkecil diperoleh
[ [Z j ]T [ Z j ] ] {∆ A }={ [Z j ]T {D }}
Solusi setiap langkahnya dapat diperoleh dengan menggunakan teknik
penyelesaian SPL pada umumnya. Hasil dari proses ini adalah lebar langkah dari
perubahan parameter model, yang kemudian dapat digunakan untuk melakukan
perbaikan hampiran parameter model yang diperoleh pada iterasi sebelumnya.
BAB IIIMetodologi
Data yang digunakan data sekunder berupa data curah hujan bulanan di
Wilayah Sambas dari tahun 2000 sampai dengan 2013, Langkah pertama dalam
pengerjaan model curah hujan bulanan adalah dengan menentukan grafik curah
hujan bulanan (data observasi). Langkah kedua yaitu proses estimasi, data curah
hujan yang diproses menggunakan metode gauss newton. Dengan fungsi Deret
Fourier sebagai fungsi nonliniernya.
General model Fourier8:
f(x) =
a0 + a1*cos(x*w) + b1*sin(x*w) +
a2*cos(2*x*w) + b2*sin(2*x*w) + a3*cos(3*x*w) + b3*sin(3*x*w) +
a4*cos(4*x*w) + b4*sin(4*x*w) + a5*cos(5*x*w) + b5*sin(5*x*w) +
a6*cos(6*x*w) + b6*sin(6*x*w) + a7*cos(7*x*w) + b7*sin(7*x*w) +
a8*cos(8*x*w) + b8*sin(8*x*w)
3.1. Algoritma
3.2. Pemograman
Masukan : xi, yi dengan i =1,2,3,..., jumlah data
a00 , a1
0 parameter model awal
n_iter jumlah iterasi
f (x , a0❑ , a1
❑ , a 2 , a 3 , a 4 , a 5 , a 6 , a7 , a8 , b1, b 2 , b 3 , b 4 , b 5 , b 6 , b7 , b8)
eps :0,01
Keluaran : A solusi
Langkah :
Untuk ii = 1 : n_iter
fx =
f (x , a0❑ , a1
❑ , a2 , a3 , a 4 , a 5 , a6 , a 7 , a 8 , b 1, b2 , b3 , b4 , b 5 , b 6 , b 7 , b 8)
D= { y }−{ fx }
[ Z ] =¿
dA=(ZT*Z)-1*(ZT*D);
a0 = a0+dA(1,1);
a1 = a1+dA(2,1);
A = [a0; a1
, a 2 , a 3 , a 4 , a 5 , a 6 , a 7 , a8 , b1 ,b 2 , b 3 , b 4 ,b5 , b6 , b7 , b8]
fx =
f (x , a0❑ , a1
❑ , a2 , a3 , a 4 , a 5 , a6 , a 7 , a 8 , b 1, b2 , b3 , b4 , b 5 , b 6 , b 7 , b 8)
jika RMS (y-fx) ≤ eps maka solusi = A
clc; clear all;data=load('Sintang.txt’);x=data(:,1);y=data(:,2);[m,N]=size(x);a0=223.7; a1 =11.19; b1 =31.76; a2 =6.895; b2 =-12.03; a3=5.691; b3 =43.99; a4 =21.74; b4 =-11.52; a5 =-10.82; b5 =-29.44; a6 =-24.1; b6 =4.458; a7 =4.297; b7 =-51.68; a8 =34.82; b8 =62.97; w =0.06706;n_iter=200;n_iter=200;eps=0.01;for iterasi=1:n_iter f =@(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8) a0+a1*cos(w*x) +b1*sin(w*x) +a2*cos(2*w*x) +b2*sin(2*w*x) +a3*cos(3*w*x) +b3*sin(3*w*x) +a4*cos(4*w*x) +b4*sin(4*w*x) +a5*cos(5*w*x) +b5*sin(5*w*x) +a6*cos(6*w*x) +b6*sin(6*w*x) +a7*cos(7*w*x) +b7*sin(7*w*x) +a8*cos(8*w*x) +b8*sin(8*w*x); dfa0=@(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8)1; dfa1=@(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8) cos(w*x); dfb1=@(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8) sin(w*x);dfa2=@(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8) cos(2*w*x);dfb2=@(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8) sin(2*w*x);dfa3=@(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8) cos(3*w*x);dfb3=@(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8) sin(3*w*x);dfa4=@(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8) cos(4*w*x);dfb4=@(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8) sin(4*w*x);dfa5=@(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8) cos(5*w*x);dfb5=@(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8) sin(5*w*x);dfa6=@(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8) cos(6*w*x);dfb6=@(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8) sin(6*w*x);dfa7=@(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8) cos(7*w*x);dfb7=@(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8) sin(7*w*x);dfa8=@(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8) cos(8*w*x);dfb8=@(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8) sin(8*w*x);
for i=1:N df_a0=[ones(size(x))]; df_a1=dfa1(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8);df_b1=dfb1(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8); df_a2=dfa2(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8); df_b2=dfb2(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8);df_a3=dfa3(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8); df_b3=dfb3(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8); df_a4=dfa4(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8); df_b4=dfb4(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8);df_a5=dfa5(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8); df_b5=dfb5(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8); df_a6=dfa6(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8); df_b6=dfb6(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8); df_a7=dfa7(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8); df_b7=dfb7(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8); df_a8=dfa8(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8); df_b8=dfb8(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8); d=y-f(x,w,a0,a1,b1,a2,b2,a3,b3,a4,b4,a5,b5,a6,b6,a7,b7,a8,b8);
end D=transpose(d); Z=[df_a0' df_a1' df_b1' df_a2' df_b2' df_a3' df_b3' df_a4' df_b4' df_a5' df_b5' df_a6' df_b6' df_a7' df_b7' df_a8' df_b8']; Zt=transpose(Z); dA=(Zt*Z)\(Zt*D); a0=a0+dA(1,1); a1=a1+dA(2,1); b1=b1+dA(3,1); a2=a2+dA(4,1); b2=b2+dA(5,1); a3=a3+dA(6,1);
Gambar 1.1 Grafik pencocokan Kurva orde 8 wilayah sintang
Berdasarkan Gambar pada proses estimasi tahun 2000 s.d 2010 yang
menunjukkan bahwa data model yang dihasilkan hampir mengikuti data
observasinya, Dengan melakukan tahap estimasi akan menghasilkan parameter
model yang dianggap mampu mewakili data observasi. Parameter model yang
dihasilkan diinput ke dalam Persamaan (1) untuk menghasilkan data model berupa
grafik pencocokan kurva orde 8 wilayah Sintang. Hasil Model menunjukkan curah
hujan di kabupaten sintang tergolong sangat tinggi dan curah hujan tertinggi terjadi
pada tahun 2011, akan tertapi ketika terjadi musim kemarau, hujan pun tidak terjadi
beberapa kali bahkan menunjukkan angka 0. Dari hasil model tahun 2000 sampai
2012 dibuat prediksi pula untuk tahun 2013 yang menunjukkan 2013 akan terjadi
kemarau.
Pada tahap validasi menggunakan data curah hujan bulanan selama 2 tahun
yaitu dari bulan Januari 2011 s.d Desember 2012. Validasi dilakukan untuk menguji
keakuratan data model dan data observasi. Validasi ini menggunakan parameter
model yang dihasilkan dari proses estimasi, kemudian parameter model tersebut
diinput ke dalam Persamaan (1). Koefisien korelasi validasi yang dihasilkan dari
fungsi Deret fourier.
DAFTAR PUSTAKA
BPS, 2011.,Kalimantan Barat Dalam Angka, BPS Provinsi Kalimantan Barat, Pontianak.
Nurfarahim, Prediksi Curah Hujan Bulanan Di Wilayah Sambas Kalimantan Barat Berdasarkan Metode Newton Raphson . PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal. 19 - 22 ISSN ,Unversitas Tanjungpura
PU, 2013., Curah Hujan Bulanan Wilayah Sambas, PU Balai Wilayah Sungai kalimantan, Kalimantan Barat, Pontianak
Supegina, 2012., differensial dan integral Deret FourierI,http:// Kuliahonlineunikom.ac.id listmateri/differensial-dan-integralderet- fourier.pdf, 3Januari 2013.