ANALISIS SEMIOTIKA REPRESENTASI CITRA ISLAM DALAM...
Transcript of ANALISIS SEMIOTIKA REPRESENTASI CITRA ISLAM DALAM...
ANALISIS SEMIOTIKA REPRESENTASI CITRA ISLAM
DALAM FILM DOKUMENTER SALAM NEIGHBOR
Skripsi:
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
M. RISHA GLAMORA LIONDA
NIM: 1112051000008
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
i
ABSTRAK
M. Risha Glamora Lionda. 1112051000008. Analisis
Semiotika Representasi Citra Islam dalam Film Dokumenter
Salam, Neighbor.
Film Salam Neighbor merupakan salah satu film
dokumenter yang mengangkat isu kemanusiaan atas krisis
pengungsi Suriah. Selain menceritakan kehidupan pengungsi,
film ini mengonstruksikan citra Islam. Film dokumenter memiliki
kekuatan tersendiri dalam menyampaikan pesan melalui isu yang
diangkatnya. Isu-isu yang diangkat film dokumenter cukup
beragam, seperti isu sosial, kemanusiaan, lingkungan, ekonomi,
politik, agama, budaya, dsb.. Selain bertujuan memberikan
informasi melalui fakta dan data, film dokumenter bertujuan
untuk mengkampanyekan, dan mengonstruksi citra tertentu.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka telah
dirumuskan pertanyaan penelitian di antaranya bagaimana bentuk
repsantament, object, dan interpretant yang terdapat dalam film
Salam Neighbor? Kemudian, apa saja citra Islam yang terdapat
dalam film Salam Neighbor?
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
semiotika Charles Sanders Peirce. Semiotika adalah ilmu yang
mempelajari tanda (sign). Peirce menjelaskan teorinya melalui
semiotic triangle, yaitu berupa reprasentament (penanda), object
(tanda), dan interpretant (korelasi tanda dan penanda).
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif dengan paradigma konstruktivis. Dalam
memperoleh data dan temuan, dilakukan observasi dengan
menonton dan mengamati setiap adegan yang ada pada film,
untuk kemudian dilakukan pencatatan dan analisis. Selain itu
dilakukan pula dokumentasi berupa pengumpulan dokumen soft
copy film serta dokumen tertulis lainnya yang berkaitan dengan
penelitian.
Hasil penelitian ini menemukan tanda dari enam scene
yang mengandung citra Islam. Peneliti menemukan citra Islam
yang terdapat pada gambar dan dialog dari scene yang
mengonstruksi Islam sebagai ajaran yang mengajarkan sikap
tolong menolong, keutamaan pendidikan, Islam sebagai korban
dari pemberitaan media, keistimewaan perempuan dalam Islam
dan Islam sebagai agama yang damai.
Kata Kunci: Semiotika, Citra, Islam, Film, Salam Neighbor.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil’alamin, puji dan syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah dilimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam senantiasa
dilimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Semiotika Representasi Citra Islam dalam Film Dokumenter
Salam Neighbor”.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini
banyak mengalami kesulitan, sehingga rasa putus asa kerap kali
datang dan selalu dirasakan. Namun, berkat bantuan, motivasi,
bimbingan dan pengarahan yang sangat berharga dari berbagai
pihak, menjadikan penulis semakin bersemangat untuk
menyelesaikan skripsi ini dan pada akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu dengan segala ketulusan,
perkenankan penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis, dengan
bimbingan, arahan, serta semua kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis, terutama kepada:
1. Suparto, M. Ed, Ph. D, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Terima kasih juga kepada Dr. Siti Napsiah selaku Wakil
Dekan I Bidang Akademik, Dr. Sihabbudin Noor, MA,
selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum,
serta Dr. Cecep CastraWidjaya M.Si selaku Wakil
Dekan III Bidang Kemahasiswaan.
iii
2. Dr. Armawati Arbi, M.Si. selaku Ketuan Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Dr. H. Edi Amin,
S.Ag, M.A selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam.
3. Dr. Arief Subhan, M.A, selaku Dosen Pembimbing
Skripsi yang telah memberikan bimbingan khusus dan
petunjuk yang sangat berharga, dengan keramahannya
selalu memberikan kemudahan, dorongan, bagi penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini dari awal hingga akhir
dengan penuh kesabaran dan dedikasi yang tinggi.
Semoga Allah SWT memberikan keberkahan dalam
setiap aktivitas.
4. Prof. Yunan Yusuf, selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan arahan dan
masukkan selama perkuliahan.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang memberikan ilmu dengan
harap ilmu yang didapat menjadi bermanfaat kepada
peneliti selama menempuh pendidikan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah membantu peneliti dalam urusan administrasi
selama perkuliahan dan penelitian skripsi ini.
7. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang
iv
telah melayani peminjaman buku-buku literatur sebagai
referensi dalam penulisan skripsi ini.
8. Orang tua tercinta, Ayahanda Hadi Riyanto dan Ibunda
Sri Hasanah yang tak lelah merajut doa, memberikan
motivasi dukungan berupa moril atau materil tanpa
akhir, dan senyum penuh ikhlas kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir. Juga
kepada adik-adik penulis, M. Risha Bakastio Virda,
Trishadea Rindu Arti, Farisha Zintani Muharraw, dan
Meirisha Katriz Branidya yang telah menjadi motivasi
penulis dalam menjalani kehidupan.
9. Kepada teman-teman KPI A 2012 dan rekan-rekan
mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam,
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang
selalu memberikan semangat dan motivasi selama
menempuh perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
Terutama kepada Muhamad Nur, Sopyan Asauri, Milki
Amirus S. dan Gilang Sakti.
10. Teman-teman dari KKN MAGIC. Terima kasih untuk
kebersamaan yang singkat namun kompak dan banyak
memberikan ilmu bagi penulis. Semoga selalu kompak
dan tetap menjaga silaturahmi diantara para anggota
kelompok.
11. Keluarga Besar HMI Komfakda, yang telah menjadi
tempat untuk saya berproses menempa diri dalam
meningkatkan kualitas. Terima kasih atas banyaknya
ilmu, relasi pertemanan, serta pengalaman organisasi
v
yang saya dapatkan selama berproses. Terutama kepada
Kanda Donni Bhestadi, Kanda Daniel Halim Badran,
Kanda Deni Hidayat, Kanda Brian Muhammad, dan
Kanda Dedi Eka S, Kanda M. Fajry Yanuar, Kanda
Meteor Mardiansyah, Kanda Abdul Fattah Muzakkir,
Kanda Zuyin Arwani, yang telah menjadi sahabat
sekaligus mentor bagi penulis. Panjang umur HMI,
semoga selalu diterpa keberkahan dan kebahagiaan.
Bahagia HMI.
12. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Lampung, yang
telah menjadi rumah bagi penulis selama menjalani
rantauan. Terima kasih atas kehangatan dan rasa
kekeluargaan yang telah diberikan kepada penulis.
Terutama kepada Kiyay Mursal Darwis, Kiyay Rahmat
Ramdani, Kiyay Ibnoe Nugraha, Kiyay Gerry
Novandika Age, Kiyay Ade Septiawan, Kiyay M. Afif
K, Kiyay Wahid Syarifuddin, Atu Nursholeha, Kiyay
Fahmi M. Ahmadi, M.Si dan Kiyay Toni Sastra Jaya,
M.H.
13. Sahabat penulis, Irfan Rahmatullah, Hendi Hardiansyah
dan Santo Setiadi yang telah menemani dan mewarnai
kehidupan penulis selama 14 tahun terakhir.
Terimakasih atas pemberian makna hidup bagi penulis.
14. Dian Cahyaningrum, yang telah menemani penulis
melewati masa-masa sulit dan mengajarkan ketulusan
dan pengorbanan kepada penulis. Terimakasih atas
kesetiaan dan pengorbanannya.
vi
15. Untuk semua pihak yang telah membantu dalam
penelitian skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu
per satu. Tanpa mengurangi rasa hormat, peneliti
ucapkan terima kasih yang begitu besar. Semoga apa
yang telah dilakukan adalah hal yang terbaik dan hanya
Allah yang dapat membalas segala kebaikan dengan
balasan terbaik-Nya. Amin. Akhir kata penulis hanya
bisa berharap Allah SWT berkenan membalas segala
kebaikan dari seluruh pihak yang telah membantu.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan khususnya bagi diri
penulis sendiri.
Jakarta, 04 Juli 2019
M. Risha Glamora Lionda
NIM.1112051000008
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ........................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ..................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................... 10
D. Metodologi Penelitian ................................................... 11
E. Tinjauan Pustaka ........................................................... 21
F. Sistematika Penulisan ................................................... 23
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA
KONSEPTUAL ....................................................................... 25
A. Semiotika ...................................................................... 25
B. Konstruksi Citra ............................................................ 36
C. Konsep Film .................................................................. 48
BAB III GAMBARAN UMUM
FILM SALAM NEIGHBOR ................................................... 65
A. Profil Film Salam Neighbor .......................................... 65
B. Sinopsis Film Salam Neighbor ..................................... 69
C. Distribusi dan Penayangan Film Salam Neighbor ........ 71
D. Tim Produksi Film Salam Neighbor ............................. 73
E. Unsur Ekstrinsik Film Salam Neighbor ........................ 74
viii
BAB IV TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN ................. 81
A. Temuan Data ................................................................. 81
B. Makna Representamen, Objek dan Interpretan ............. 85
C. Interpretasi terhadap Film Salam Neighbor .................. 127
BAB V PENUTUP ................................................................... 131
A. Kesimpulan ................................................................... 131
B. Saran .............................................................................. 133
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 135
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Deskripsi Sequence dan Scene dalam Film
Salam Neighbor ........................................................................ 8
Tabel 2.1 Klasifikasi Tanda Charles Sanders Peirce ............... 26
Tabel 3.1 Tim Produksi Film ................................................... 73
Tabel 4.1 Scene 1 ..................................................................... 85
Tabel 4.2 Scene 2 ..................................................................... 95
Tabel 4.3 Scene 3 ..................................................................... 103
Tabel 4.4 Scene 4 ..................................................................... 108
Tabel 4.5 Korban Tewas Berdasarkan Periode Waktu ............ 112
Tabel 4.6 Scene 5 ..................................................................... 116
Tabel 4.7 Scene 6 ..................................................................... 122
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Komponen-komponen dalam Analisis Data ........ 18
Gambar 2.1 The Semiotic Triangle .......................................... 30
Gambar 4.1 Persepsi Muslim di Eropa .................................... 94
Gambar 4.2 Korban Kematian Sipil ......................................... 113
Gambar 4.3 Korban Kematian Perempuan .............................. 114
Gambar 4.4 Korban Kematian Anak ........................................ 114
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Film Salam Neighbor sebagai sebuah karya
dokumenter yang diproduksi atas kerjasama 1001 Media dan
Living on One Dollar merupakan sebuah karya yang unik.
Film ini mencoba mendokumentasikan pengalaman sang
sutradara sekaligus produser film yaitu Zach Ingrasci dan
Chris Temple Bersama para pengungsi Suriah di kamp
pengungsi Za’atari,Yordania. Mereka merupakan tim
pembuatan film pertama yang diberikan izin oleh PBB untuk
dapat mendirikan tenda pengungsian di kamp tersebut, dan
menghabiskan satu bulan untuk membahas apa yang disebut
oleh United Nations High Commissioner for Refugees
(UNHCR) sebagai krisis kemanusiaan yang paling
mendesak1.
Film ini merupakan komponen tiga bagian yang di
fokuskan pada krisis para pengungsi Suriah, yaitu: film
dokumenter, film realitas virtual, dan kampanye dampak
sosial. Pertama, sebagai sebuah film dokumenter, Salam
Neighbor mendokumentasikan kisah-kisah pengungsi Suriah
di kamp pengungsi Za’atari, yang hanya salah satu dari sekian
ratus kamp pengungsian warga korban perang Suriah lainnya
yang ada di seluruh dunia. Dalam mendokumentasikan cerita
1 https://en.wikipedia.org/wiki/Salam_Neighbor (diakses pada tanggal 17
Januari 2019, pukul 13.00 WIB)
2
pada film ini, para tim menggunakan gaya imersif. Dalam
dunia jurnalistik, terdapat jurnalisme imersif yang diartikan
sebagai karya jurnalisme yang memungkinkan seorang
jurnalis untuk menjelaskan peristiwa atau situasi dalam
laporan berita dan film dokumenter dengan menggunakan
teknologi 3D dan teknologi imersif sehingga dapat membuat
khalayak mengalami rasa “ada disana” serta menawarkan
kesempatan secara pribadi untuk terlibat langsung dalam
sebuah cerita. Jurnalisme imersif menempatkan khalayak
langsung ke acara tersebut. Dengan mengakses versi virtual
dari lokasi di mana cerita terjadi berdasarkan saksi/pelaku,
atau dengan perspektif karakter yang digambarkan dalam
berita, penonton bisa mendapatkan akses ke dalam situasi,
pemandangan atau suara yang belum pernah dialami
sebelumnya, dan bahkan perasaan serta emosi dalam berita.2
Pada komponen kedua, yaitu film realitas virtual
dengan latar belakang data bahwa sebanyak 80% pengungsi
Suriah di Yordania adalah pengungsi perkotaan dibandingkan
yang tinggal di kamp pengungsian. Untuk mengangkat situasi
pengungsi non kamp/perkotaan, Salam Neighbor
mengembangkan film virtual reality yang berjudul For My
Son. Film berdurasi 5 menit 47 detik ini adalah surat video
dari seorang pengungsi perkotaan Suriah (yang tinggal di
Amman Timur, Yordania) kepada putranya, mengungkapkan
2 Maria V Sanchez-Vives, Mel Slater, From Presence To Cconsciousness
Through Virtual Reality. (New York: Nature Publishing Group, 2005), h.
332-339
3
harapan untuk masa depan putranya. Komponen kedua dari
proyek film dokumenter Salam Neighbor ini dapat ditonton di
You Tube dengan pencarian “For My Son – in 360o”.
Komponen ketiga dalam proyek film ini adalah
kampanye dampak sosial. Sebagaimana yang disampaikan
oleh Zach Ingrasci selaku co-sutradara sekaligus salah satu
produser film ini “Jika kita dapat memobilisasi perubahan
narasi itu untuk memiliki perubahan kebijakan yang nyata,
itu dapat memiliki efek besar. Tujuannya adalah untuk
menciptakan respons yang lebih berkelanjutan dan terhubung
bagi para pengungsi Suriah".3 Tema utama kampanye
dampak film ini adalah mendukung negara tuan rumah atau
negara penampung para pengungsi Suriah, dan menciptakan
peluang pendidikan bagi anak-anak usia sekolah yang
terganggu pendidikannya sebagai akibat dari konflik.
Melihat dari website resmi livingonone.org, produsen
film Salam Neighbor mengajak para khalayak untuk ikut serta
dan berpartisipasi kedalam permasalahan yang dialami oleh
para pengungsi Suriah tersebut. Pada halaman website
tersebut, livingonone menuliskan “Together let’s seek
understanding instead of accepting stereotypes and take
action instead of sitting idly by.”4 Upaya dari para sineas
adalah mengajak khalayak yang telah menonton film Salam
Neighbor untuk melakukan aksi nyata dengan cara melakukan
3 https://en.wikipedia.org/wiki/Salam_Neighbor (diakses pada tanggal 20
Januari 2019) 4 http://livingonone.org/salamneighbor/get-involved/ (diakses pada tanggaln 20
Januari 2019)
4
advokasi dan menjadi fundraiser untuk para pengungsi
Suriah.
Dari tiga komponen tersebut, tentu magnus ovum dari
proyek ini adalah film dokumenter itu sendiri, yaitu film
Salam Neighbor. Dengan pendekatan imersifnya, penonton
diajak untuk merasakan dan menyaksikan langsung
kehidupan para pengungsi Suriah di Yordania. Pendekatan
Timur bertemu Barat yang coba ditampilkan pada film ini
mencoba memanusiakan dunia arab. Selain itu pendekatan ini
mengangkat bentuk budaya dan kehidupan masyarakat
muslim Suriah dan penerimaannya terhadap orang-orang
asing (tim pembuatan film).
Film Salam Neigbor memanfaatkan kekuatan dari
media film melalui pendekatan-pendekatan yang digunakan
tersebut sehingga dapat diterima publik secara besar dan
terhitung memberikan dampak politik. Dampak politik yang
dikandung film Salam Neighbor selain persoalan
kemanusiaan yang dialami para pengungsi Suriah, juga
menampilkan realitas sosial masyarakat Suriah sebagai
pengungsi di Za’atari yang mayoritas memeluk agama Islam.
Dengan kata lain, Salam Neighbor mencoba memberikan
gambaran yang utuh dan sesungguhnya yang dialami
pengungsi serta gambaran yang sesungguh dari muslim
Suriah tersebut.
Film sendiri merupakan alat yang sedemikian kuatnya
dalam mempengaruhi manusia, terlebih lagi pada film Salam
Neighbor dilengkapi dengan ilustrasi visual yang dapat
5
menyampaikan pesan yang tidak mampu disampaikan melalui
narasi verbal atau kata-kata. Sehingga film merupakan media
komunikasi yang efektif dalam menyampaikan nilai-nilai
kepada masyarakat dan membuat khalayak untuk dapat
berubah mengikuti apa yang disaksikan dalam film. Melihat
hal tersebut, film sangat memungkinkan untuk dijadikan
medium untuk mengostruksi citra.
Film memiliki kapasitas untuk memuat pesan yang
sama secara serempak dan mempunyai sasaran yang beragam,
dari agama, etnis, status, umur dan tempat tinggal. Sebagai
medium komunikasi massa, film merupakan alat
penyampaian pesan melalui gambar yang bergerak, dengan
memanfaatkan teknologi kamera, warna dan suara. Unsur-
unsur tersebut dilatarbelakangi oleh suatu pesan yang ingin
disampaikan kepada khalayak film.
Unsur audio visual yang melekat pada film memiliki
efektivitas bagi audiens untuk menerima pesan, sehingga
pengaruh dari tanda yang memiliki kandungan mana dalam
film kemudian menjadi pesan yang diterima oleh audiens.
Film memberikan ruang kepada publik dan berhasil
menampilkan gambar-gambar yang semakin menjadi
kenyataan sehingga seolah-olah benar-benar terjadi dihadapan
publik yang menyimak.5
Dalam menyampaikan pesan, film menyajikan makna
pesan dalam sebuah gambar dan audio yang memnunjukan
5 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT
Citra Aditya Bakti, 2003), h. 207
6
suasana, tempat dan kejadian yang sedang berlangsung.
Komprehensivitas yang dimiliki film ini membuat khalayak
merasakan bahwa apa yang ada dalam merupakan cerminan
dari kehidupan sosialnya. Bahkan film menciptakan
konstruksi baru dibenak khalayak atas realitas yang ada pada
film.
Dalam memproduksi sebuah film, hal yang sangat
mempengaruhi hasil dari film adalah rekayasa sosial,
imajinasi dan konstruksi cerita yang dibangun oleh pembuat
film.6 Pada proses pembuatannya, cerita dan pesan pada film
yang dibuat oleh penulis naskah kemudian dikonstruksi oleh
sutradara sehingga kemudian ketika film tersebut sudah
beredar dipublik, dapat memberikan efek bagi penontonnya.
Efek yang diterima oleh audiens film melalui konstruksi citra
yang dikandung film dapat berupa kognitif, afektif dan
konatif.7
Film sebagai media komunikasi memiliki tujuan
transformation of values, yakni menyebarluaskan nilai-nilai
yang terkandung didalamnya.8 Nilai-nilai dalam film memuat
citra tertentu baik positif maupun negatif. Citra yang
ditonjolkan dalam film paling lazim merupakan citra yang
merepresentasikan tokoh atau lakon yang ada pada film. Akan
tetapi representasi citra tersebut kadang juga mewakili
6 Ade Irwansyah. Seandainya Saya Kritikus Film: Pengantar Menulis Kritik
Film. (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2009), h. 25 7 Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 318-319
8 Irwansyah. Seandainya Saya Kritikus Film: Pengantar Menulis Kritik Film.
h. 12
7
kelompok sosial, kelompok masyarakat, etnis, agama dan
sebuah bangsa.
Film sebagai media komunikasi massa dengan
karakteristik audio visul dan bersifat rekreatif memiliki
kekuatan dalam mentransmisikan pesan-pesannya kepada
khalayak dengan cara yang menarik. Melalui cerita yang
dibangun, dan karakter-karakter yang terdapat dalam cerita
tersebut mengirimkan pesan dengan menyentuh aspek
psikologis khalayak. Kandungan pesan dalam sebuah film
ditampilkan melalui dialog, suara latar, gambar, serta adegan
di dalam film tersebut.
Dari penjelesan diatas, peneliti dapat mengidentifikasi
bahwa terdapat tanda atau pesan berupa dialog, suara, dan
adegan pada film Salam Neighbor yang terdapat bentuk-
bentuk citra Islam. Oleh karenanya peneliti bermaksud
menyusun skripsi dengan judul “Analisis Semiotika
Representasi Citra Islam dalam Film Salam Neighbor”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Penulis membuat batasan masalah untuk
mempermudah proses penulisan dan memfokuskan
perhatian pada permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini. Adapun batasan masalah yang akan dikaji
dan difokuskan adalah pada adegan-adegan film Salam
Neighbor yang penulis anggap memiliki makna di dalam
rangkaian gambar atau adegan (scene) film untuk
8
mengungkap pesan yang terkandung didalamnya. Film
berdurasi 75 menit ini memiliki 9 sequence, yang
didalamnya terdapat 30 scene. Dalam film ini terdapat
enam adegan/scene yang mengandung pesan-pesan yang
merepresentassikan citra Islam, sehingga penelitian ini
akan dibatasi dengan memfokuskan pada adegan-adegan
yang memiliki pesan-pesan tersebut.
Tabel 1.1
Deskripsi Sequence dan Scene dalam Film Salam
Neighbor
No Sequence Scene
1 Sequence 1
Prolog dan latar belakang
pembuatan film.
Scene 1
Scene 2
Scene 3
2 Sequence 2
Kedatangan tim pembuat film di
Za’atari.
Scene 4
Scene 5
Scene 6
3 Sequence 3
Interaksi awal antara tim
pembuat film dengan para
pengungsi.
Scene 7
Scene 8
Scene 9
Scene 10
4 Sequence 4
Permasalahan lingkungan dan
perkembangan komunitas di
pengungsian.
Scene 11
Scene 12
Scene 13
Scene 14
9
5 Sequence 5
Permasalahan gender dan
pendidikan yang ditimpa para
pengungsi di Za’atari
Scene 15
Scene 16
Scene 17
Scene 18
6 Sequence 6
Dampak politik, dan ke-
manusiaan serta kerusakan
akibat peperangan Suriah.
Scene 19
Scene 20
Scene 21
Scene 22
7 Sequence 7
Harapan dan perubahan positif
yang dialami para pengungsi
Suriah.
Scene 23
Scene 24
Scene 25
Scene 26
8 Sequence 8
Perpisahan sineas dan para
pengungsi.
Scene 27
Scene 28
Scene 29
9 Sequence 8
Epilog
Scene 30
2. Rumusan Masalah
Dengan mengacu pada batasan masalah di atas,
maka kemudian penulis merumuskan permaslahan
penelitian yang sesuai dengan konsentrasi penelitian,
yaitu :
a. Bagaimana bentuk penanda (reprasentament) dalam
film Salam Neighbor sebagai konstruksi citra Islam?
10
b. Bagaimana bentuk tanda (object) dalam film Salam
Neighbor sebagai konstruksi citra Islam?
c. Bagaimana bentuk korelasi tanda dan objek yang
diwakilinya (interpretant) dalam film Salam Neighbor
sebagai konstruksi citra Islam?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dengan permasalahan diatas, maka
penelitian ini bertujuan untuk :
a. Mendeskripsikan bentuk penanda (reprasentament)
dalam film Salam Neighbor sebagai konstruksi citra
Islam
b. Mendeskripsikan bentuk tanda (object) dalam film
Salam Neighbor sebagai konstruksi citra Islam
c. Mendeskripsikan bentuk korelasi tanda dan objek yang
diwakilinya (interpretant) dalam film Salam Neighbor
sebagai konstruksi citra Islam
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan
manfaat baik dalam ranah akademis maupun praktis
sebagai berikut :
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan berguna sebagai
referensi bagi perkembangan ilmu komunikasi,
khususnya pada pada kajian film dan semiotika serta
teori-teori yang berkaitan bagi mahasiswa UIN Syarif
11
Hidayatullah Jakarta khususnya bagi Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
b. Manfaat Praktis
Penulis berharap penelitian ini berguna bagi
kalangan akademisi, mahasiswa, masyarakat dan
berbagai pihak lainnya yang menaruh minat pada
kajian semiotika secara khusus pada konstruksi citra
dan sosial pada film.
D. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Bogdan dan Bilken dalam Moleong menerangkan
bahwa paradigma merupakan kumpulan proposisi yang
mengarahkan cara berpikir dalam sebuah penelitian.
Sedangkan menurut Horman paradigma adalah cara
mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan
melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus
tentang realitas9. Berdasarkan definisi – definisi tersebut,
dapat disimpulkan bahwa paradigma merupakan
seperangkat konsep, keyakinan, asumsi, nilai, metode,
atau aturan yang membentuk kerangka kerja penelitian.
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini
adalah paradigma konstruktivisme. Paradigma ini
memandang bahwa realitas sosial bukanlah suatu hal yang
9 Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 1997), h. 30
12
terbentuk secara alami, akan tetapi hasil dari sebuah
konstruksi. Konstruktivisme menyatakan bahwa individu
menginterpretasikan serta bereaksi sesuai dengan
konseptual dan pemikiran10
. Selanjutnya Little John
memperkuat argumen ini bahwa paradigma
konstruktivisme berlandaskan pada ide bahwa realitas
bukanlah bentukan dari objektivitas, akan tetapi hasil dari
sebuah konstruksi yang melalui proses interaksi dalam
kelompok, masyarakat dan budaya.11
Paradigma ini menolak pandangan positivisme
yang memisahkan subjek dengan objek komunikasi.
Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa dipandang
tidak hanya sebagai alat untuk memahami realitas objektif
dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan.
Konstrutivisme justru memandang penting subjek
(komunikan) dalam kegiatan komunikasi, sebab penerima
pesan yang harus memaknai pesan itu sesuai dengan
pengalamannya masing – masing. Sehingga realitas sosial
yang dihasilkan adalah perpaduan dari realitas objektif
dan realitas subjektif.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan kualitatif. Menurut Dimyati penelitian
kualitatif digunakan untuk meneliti peristiwa sosial, gejala
10
Elvaniaro Ardianto & Bambang Q-Anees, Filsafat Ilmu Komunikasi
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2009), h. 151 11
Stephen W. Little John, Theories of Humman Communication, (Wadsworth:
Belmon, 2002), h. 163
13
keagamaan, dan proses tanda kualitatif berdasarkan
pendekatan nonpositivis. Selanjutnya Strauss dan Corbin
menambahkan bahwa hal-hal yang diteliti dapat berupa
kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku,
fungsionalisasi organisasi, gerakan sosial, keagamaan atau
hubungan kekerabatan12
. Pendekatan kualitatif bertujuan
untuk mendeskripsikan dan menganlisis fenomena,
peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi,
dan pemikiran manusia secara individu maupun
kelompok13
.
Pada pendekatan kualitatif, data yang dihasilkan
adalah data deskriptif yang berupa kata – kata tertulis,
lisan dari orang – orang dan prilaku yang di amati14
. Oleh
karenanya penelitian kualitatif adalah penelitian khusus
bagi objek yang tidak dapat diteliti secara statistik atau
cara kuantifikasi.
3. Sifat Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan sifat penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang memiliki tujuan untuk memberikan
gambaran tentang sebuah fenomena, realitas sosial
sedetail mungkin untuk menggambarkan kenyataan yang
terjadi.
12
Anselm Strauss & Juliet Corbin, Basic of Qualitative Research : Grounded
Theory Procedures and Techniques (Surabaya: Bina Ilmu, 1997), h. 1. 13
M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif,
(Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2016), cet. 3, h. 13 14
Jalaludin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 2007), h. 25
14
Menurut Juliansyah Noor, penelitian deskriptif
merupakan proses penelitian yang menjelaskan gejala,
peristiwa dan kejadian yang terjadi pada saat peneliti
terjun langsung untuk mencari data. Melalui penelitian
deskriptif, seorang peneliti berusaha mendeskripsikan
peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa
memberikan atau mengurangi isi dalam peristiwa tersebut.
“Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha
mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang
terjadi saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan
perhatian pada masalah aktual sebagaimana adanya saat
penelitian berlangsung. Melalui penelitian deskriptif …”15
Data yang dikumpulkan pada penelitian deskriptif
adalah data yang berupa kata – kata, gambar dan bukan
angka-angka. Sehingga laporan penilitan berupa kutipan-
kutipan data untuk memberi gambaran penyajian dari
pelaporan penelitian tersebut. Data yang dilaporkan
tersebut merupakan olahan data yang bersumber dari
naskah wawancara, catatan lapangan, catatan atau memo
dan dokumen resmi lainnya16
.
Selain itu, sifat penelitian deskriptif ialah suatu
cara untuk mencari fakta dengan interpretasi yang tepat.
Deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam
masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam
15
Juliansyah Noor, Metode Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya
Ilmiah, (Jakarta: Kencana, 2014), cet. Ke-4, h. 34-35. 16
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2003), cet. 2, h. 39
15
masyarakat, situasi yang terjadi termasuk hubungan dan
pengaruh dari suatu fenomena.17
4. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek yang diambil pada penelitian ini adalah
sebuah film dokumenter yang diproduksi oleh Living on
One Dollar dan 1001 Media yang berjudul Salam
Neighbor sedangkan yang menjadi unit analisisnya adalah
potongan gambar dan dialog yang terdapat di dalam film
Salam Neighbor yang memiliki keterkaitan dengan
rumusan masalah penelitian.
5. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan sekitarnya untuk membantu
referensi dalam mengumpulkan data penelitian. Untuk
waktu penelitian dimulai sejak disetujuinya proposal
penelitian ini oleh pihak jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi (FIDIKOM) Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam proses penelitian merupakan hal yang
bersifat substantif. Oleh karenanya penting bagi peneliti
untuk mengumpulkan data yang menunjang penelitian ini.
17
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h. 55.
16
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini,
menggunakan observasi dan dokumentasi18
.
a. Observasi
Secara sederhana, observasi adalah perilaku
mengamati dengan panca indra manusia. Observasi
ditujukan untuk mendapatkan hasil riset yang
komprehensif dan mendalam. Jenis observasi pada
penelitian ini adalah observasi non partisipan.
Observasi jenis ini maksudnya peneliti tidak terlibat
secara langsung dalam aktivitas yang diteliti, hanya
sebatas mengamati tanpa ikut langsung dalam
aktivitas tersebut19
. Obsevasi akan dilakukan secara
langsung dengan mengamati setiap adegan/scene yang
terdapat pada film Salam Neighbor.
b. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan tata cara
pengumpulan data dengan menghimpun dokumen-
dokumen atau catatan peristiwa yang sudah berlalu
berupa tulisan, gambar, atau karya monumental dari
seseorang. Dokumentasi merupakan upaya yang
melengkapi metode lainnya. Sebab, hasil penelitian
akan lebih terpercaya jika didukung dengan
dokumenter20
. Dalam hal ini, peneliti akan melakukan
18
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta: LKIS, 2008), cet. 2,
h. 96 19
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 204 20
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Bumi Aksara,
2013), h. 176
17
dokumentasi dengan cara capture scene yang terdapat
pada film, mengambil gambar-gambar, mencatat
suara-suara pada film yang memuat rumusan
permasalahan penelitian. Selain itu, peneliti juga
melakukan dokumentasi dengan mencari data melaui
buku, jurnal, artikel-artikel yang berkaitan dengan
penelitian baik di perpustakaan maupun secara daring.
c. Studi Pustaka
Studi pustaka atau library research menurut
Sugiyono berkaitan dengan kajian teoritis dan
referensi lain yang berkaitan dengan nilai, budaya dan
norma yang berkembang pada situasi sosial yang
diteliti, selain itu studi kepustakaan sangat penting
dalam melakukan penelitian, hal ini dikarenakan
penelitian tidak akan lepas dari literatur-literatur
Ilmiah.21
Pengumpulan data melalui studi kepustakaan
dengan mencari dan mengumpulkan literatur yang
memiliki relevansi dengan latar belakang dan
permasalahan penelitian, yang berupa koran, buku-
buku, majalah, naskah, dokumen dan sebagainya.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses penyususan data
secara sistematis yang diperoleh adalan dengan
mengarsipkan data ke dalam kategori, menjabarkan ke
21
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2012), h. 291
18
dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih bagian penting dan yang akan dipelajari
lalu membuat kesimpulan22
.
Miles dan Huberman menjelaskan bahwa kegiatan
menganalisa data terdiri dari reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan/verifikasi23
. Langkah-langkah
analisis ditujukan pada gambar berikut:
Gambar 1.1
Komponen-komponen dalam Analisis Data (flow model)24
Teknik analisis ini dijelaskan sebagai
berikut:
a. Reduksi Data
Reduksi data berarti proses memilih, memusatkan
perhatian, penyederhanaan, pengabstrakan dan
transformasi data kasar yang didapat dari lapangan.
Data yang diperoleh dilapangan tersebut kemudian
direduksi dengan cara merangkum, memilih dan
memfokuskan data.
Mereduksi data berarti mengambil hal yang
pokok atau inti dari kumpulan data yang ada yang
22
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, h. 333 23
Matthew Miles & A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku
Sumber Tentang Metode-Metode Baru, (Jakarta: UI Press, 1992), h. 17 24
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, h. 246
19
terkait dengan tujuan. Dengan demikian data yang
telah direduksi dapat memberikan gambaran yang
jelas bagi peneliti untuk pengumpulan data
selanjutnya dan mencarinya kembali apabila
diperlukan.
b. Penyajian Data
Proses penyajian data adalah kegiatan
menyampaikan data yang dapat berbentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antara ketegori, flowchart
dan sejenisnya25
. Dalam penyajian data pada
penelitian kualitatif menurut Miles dan Huberman
dalam Sugiyono yang paling sering sering digunakan
untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif
adalah dengan teks yang bersifat naratif.
Dengan mendisplay data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan
melakukan perencanaan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
c. Menarik Kesimpulan/Verifikasi
Kegiatan analisis data yang ketiga adalah menarik
kesimpulan dan verifikasi. Miles dan Huberman
(1984) dalam Sugiyono menjelaskan kesimpulan awal
yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan
berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat
yang mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
25
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, h. 333
20
dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-
bukti yang valid dan konsisten saat penelitian kembali
kelapangan mengumpulkan data maka kesimpulan
yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang
kredibel.26
Dalam hal ini peneliti akan mencari arti dan
maksud dari data-data yang telah diperolehnya.
Kemudian melakukan analisis dan penjabaran
berupa teks naratif dan mengambil kesimpulan
dari tidakan sebelumnya. Penarikan kesimpulan
dapat berupa pandangan sementara saja. Kemudian
akan di verifikasikan selama penelitian berlangsung.
Dengan kata lain adalah menguji kebenaran-kebenaran
kasus yang ada dilapangan selama proses penelitian
dilakukan oleh peneliti. Dan dalam penelitian
kualitatif ini kesimpulan diharapkan dapat
menemukan sesuatu hal yang baru dan belum tergali
sebelumnya.
8. Pedoman Penulisan
Pedoman dalam teknik penulisan skripsi ini
merujuk pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
(Skripsi, Tesis dan Disertasi)” yang diterbitkan oleh
CeQDA (Center For Quality Development And
Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
26
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D, h. 343
21
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dalam sebuah penelitian bertujuan
sebagai pembanding dan ukuran pernyataan bahwa
perumusan masalah dalam penelitian berbeda. Sehingga dapat
dikatakan tinjauan pustaka merupakan penguat bagi proses
penelitian yang dilakukan bahwa peneliti tidak melakukan
plagiasi pada penelitian yang sudah ada. Pada tinjauan
pustaka ini, peneliti akan mempertegas kesamaan dan
perbedaan antara penelitian yang akan peneliti buat dengan
penelitian – penelitian sebelumnya.
Sebelum melakukan penyusunan lebih lanjut, peneliti
melakukan penelusuran penelitian di Institutional Repository
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga menelusuri
beberapa penelitian di Universitas lain. Adapun penelitian
terdahulu yaitu :
1. Skripsi dengan judul “Eksistensi Kerelawanan Warga
Sipil pada Konflik di Suriah (Analisis Semiotika dalam
Film Dokumenter The White Helmets)” yang ditulis pada
tahun 2018 oleh Muhammad Anharudin mahasiswa
program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini membahas tentang
konflik moral yang dialami relawan warga sipil di Suriah.
Penelitian ini menemukan bahwa relawan dalam film
dokumenter The White Helmets dapat dikategorikan ke
dalam tingkatan antara diam dan terlibat berdasarkan teori
konflik moral W. Barnett Pearce dan Stephen W.
22
Berdasarkan analisis semiotika Roland Barthes, makna
denotasi dari film yang diteliti menampilkan adegan
tentang penyelamatan warga sipil, sedangkan makna
konotasi menggambarkan kondisi dan situasi yang
mencekam di Suriah, serta mitosnya adalah kesungguhan,
kegigihan dan sikap sabar dari para relawan akan
memberikan harapan dan semangat baru. Persamaan
penelitian ini adalah menggunakan objek film dokumenter
dan menggunakan analisis semiotika sebagai pisau analisa
untuk penelitian. Perbedaan penelitian ini terletak pada
subjek yang dianalisa, yaitu eksistensi kerelwanan.
2. Skripsi dengan judul “Wacana Perang Ideologi pada
Konflik Suriah di Media Umat” pada tahun 2014 karya
Nely Rahmawati mahasiswa program studi Komunikasi
dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah jakarta. Penelitan
ini membahas tentang hierarki pengaruh atas pemberitaan
mengenai konflik Suriah yang dilakukan oleh Media
Umat, selanjutnya menganalisa objel dengan pendekatan
analisis framing. Penelitian ini menemukan bahwa
Tabloid Media Umat sebagai media massa yang termasuk
berdideologi Islam mengonstruksikan wacana perang
ideologi dengan menampilkan dan menonjolkan
kebengisan rezim Suriah, intervensi dan kepentingan
asing atas konflik Suriah, serta para pejuang pemberontak
yang tidak bergeming atas kebengisan rezim. Persamaan
dengan penelitian ini adalah sama-sama menganalisis
23
konflik Suriah. Perbedaan pada penelitian ini adalah pada
pemilihan subjek dan objek penelitian.
3. Skripsi berjudul “Visualisasi Penderitaan Rakyat dalam
Foto Konflik/Perang Suriah Majalah National
Geoghraphic Indonesia Maret 2014 (Analisis Semiotika
Roland Barthes)” yang ditulis oleh Dede Nurmaya pada
tahun 2015 mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa, Serang. Penelitian ini membahas bentuk
dan tanda yang terdapat pada foto konflik/perang Suriah
dan penderitaan rakyat Suriah yang terkandung
didalamnya. Persamaan pada penelitian ini adalah pada
analisis yang digunakan, yaitu analisis semiotika. Letak
perbedaan dengan penelitian ini adalah pada objek yang
diteliti, penelitian ini memilih foto sebagai objek yang
diteliti.
F. Sistematika Penulisan
Agar pembahasan dalam penelitian ini terarah, teratur
dan sistematis, maka perlu dibuat sistematika penulisan.
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
BAB I Merupakan bab pendahuluan yang mencakup;
latar belakang masalah, identifikasi masalah,
batasan masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metodologi
24
penelitian, tinjauan pustaka, pedoman
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II Merupakan bab yang akan membahas tinjauan
teori yang akan digunakan sebagai pisau
analisa dalam penelitian ini. Didalamnya
meliputi tentang semiotika, konsep konstruksi
citra dan ruang lingkup film.
BAB III Bab ini merupakan gambaran umum dari objek
yang akan diteliti yaitu film Salam Neighbor.
BAB IV Bab ini akan menguraikan sajian data dan
temuan-temuan pada penelitian yang di
lakukan, selanjutnya pada bab ini akan
menganalisa hasil penelitian dan mencari
keterkaitannya dengan latar belakang
permasalahan dan teori yang digunakan.
BAB V Merupakan bab terakhir yang didalamnya
terdapat kesimpulan dan saran.
25
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Semiotika
1. Pengertian Semiotika
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis
untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang
dipakai dalam upaya berusaha mencari jalan di kehidupan
ini, di tengah-tengah manusia dan bersama dengan
manusia. Semiotika, pada dasarnya mempelajari
bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal
(things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat
dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to
communicate). Memaknai berarti bahwa obyek-obyek
tidak hanya membawa informasi, berupaya untuk
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem
berstruktur dari tanda.27
Manusia dalam prosesnya, dapat berinteraksi
melalui sistem tanda dan simbol. Manusia bisa memaknai
segala hal yang ada disekelilingnya dengan sebuah tanda
dan simbol. Sistem tanda bekerja dengan sebagaimana
mestinya yang kemudian dipersepsi, diartikan dan
dimaknai sesuai dengan kognisi manusia tersebut.
Istilah semiotika pertamakali diperkenalkan oleh
Hippocrates (460-377 SM) yakni penemu cabang ilmu
27
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009),
h. 15
26
kedokteran dan bidang medis seperti ilmu gejala-gejala.
Gejala dalam bahasa Yunani memiliki kata semeion dan
menururut Hippocrates kata tersebut berarti sebuah
“penunjuk” atau “tanda fisik”28
. Istilah lain dari semiotika
adalah semiologi, kedua kata ini seringkali dipakai dan
memiliki arti yang sama. Semiotika adalah cabang ilmu
yang familiar di Amerika, sedangkan semiologi lebih
sering digunakan di Eropa.
Ilmu semiotika berawal dari ilmu linguistik
dengan tokohnya Ferdinand de Saussure (1857-1913).
Saussure dikenal sebagai tokoh semiotika karena bukunya
yang berjudul Course in General Linguistics yang
diterbitkan pada tahun 1916. Buku tersebut merupakan
sumber teori linguistic yang paling berpengaruh dan
dikenal dengan istilah strukturalisme. Bahasa dimata
Saussure layaknya sebuah karya musik berbentuk simfoni,
apabila ingin memahaminya, maka harus melihat
keutuhan karya musik secara keseluruhan dan bukan
kepada permainan individualnya.
Umberto Eco mendefinisikan semiotika sebagai
disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang bisa
dipakai untuk berbohong, karena jika sesuatu tidak bisa
dipakai untuk berbohong, sebaliknya itu itu tidak bisa
28
Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenal
Semiotika dan Teori Komunikasi (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 7
27
dipakai untuk berkata jujur; dan pada kenyataannya tidak
bisa dipakai untuk apa pun juga.29
Sedangkan menurut Charles Sanders Peirce
semiotika adalah doktrin formal tentang tanda-tanda (the
formal doctrin of signs); selanjutnya menurut Saussure
semiologi adalah ilmu umum tentang tanda, suatu ilmu
yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di dalam
masyarakat (a science that studies the life signs within
society). Dengan demikian bagi Peirce semiotika adalah
suatu cabang dari filsafat; sedangkan bagi Saussure
semiologi adalah bagian dari disiplin ilmu psikologi
sosial.30
Istilah semiotika sebagai sebuah bidang ilmu
seringkali disebut semiologi. Selain penyebutan tersebut,
istilah lain yang digunakan adalah semasiologi, sememik,
dan semik untuk merujuk pada bidang studi yang
mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau
lambang.31
2. Semiotika Charles Sanders Peirce
Charles Sanders Peirce adalah seorang filsuf
Amerika yang paling orisinal dan multidimensioanl. Bagi
teman-teman semasanya, ia terlalu orisinal. Dalam
bermasyarakat, teman-temannya membiarkannya dalam
kesusahan dan meninggal dalam kemiskinan. Perhatian
29
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta:
Jalasutra. 2010), h. 33 30
Kris Budiman , Semiotika Visual , (Yogyakarta: Jalasutra. 2011), h. 3 31
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 11
28
untuk karya-karyanya tidak banyak diberikan oleh teman-
temannya. Peirce banyak menulis, tetapi kebanyakan
tulisannya bersifat pendahuluan, sketsa dan sebagian
besar tidak diterbitkan sampai ajalnya. Baru pada tahun
1931-1935 Charles Hartshorne dan Paul Weiss
menerbitkan enam jilid pertama karyanya yang berjudul
Collected Papers of Charles Sanders Peirce. Pada tahun
1957, terbit jilid 7 dan 8 yang dikerjakan oleh Arthur W
Burks. Jilid yang terakhir berisi bibliografi tulisan Peirce.
Selain seorang seorang filsuf, Peirce juga seorang
ahli logika dan ia memahami bagaimana manusia itu
bernalar. Peirce akhirnya sampai pada keyakinan bahwa
manusia berpikir dalam tanda. Maka diciptakannyalah
ilmu tanda yang ia sebut semiotik. Semiotika baginya
sinonim dengan logika. Secara harafiah ia mengatakan
“Kita hanya berpikir dalam tanda”. Di samping itu ia juga
melihat tanda sebagai unsur dalam komunikasi.
Charles Sanders Peirce menyatakan semiotika
merupakan suatu cabang filsafat32
. Sebab menurut Peirce
yang merupakan ahli filsafat dan logika, penalaran
manusia hanya bisa dilakukan lewat tanda. Artinya,
manusia dapat bernalar dan berfikir hanya lewat tanda
saja. Sehingga menurutnya, semiotika merupakan sebuah
logika33
.
32
Kris Budiman, Semiotika Visual (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), h. 3 33
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual (Yogyakarta: Jalasutra,
2013), h. 12
29
Selanjutnya Peirce mengemukakan pandangan
pansemiotika, yaitu semua gejala alam maupun budaya
yang ada harus dilihat sebagai tanda. Model tanda yang
dikemukakan oleh Peirce adalah trikotomik atau triadik.
Prinsip dasarnya adalah bahwa tanda bersifat
representatif, “something that representative something
else” sesuatu mewakili sesuatu yang lain34
. Menurut
Peirce tanda atau representamen adalah sesuatu bagi
seseorang mewakili sesuatu yang lain atau interpretan
dalam beberapa hal. Interpretan dari tanda yang pertama
tadi pada gilirannya mengacu pada objek. Dengan
demikian sebuah tanda atau representamen memiliki
hubungan langsung yang dalam bahasa Peirce adalah
relasi triadik dengan interpretan dan objeknya35
.
“suatu tanda atau representamen merupakan sesuatu yang
menggantikan sesuatu bagi seseorang dalam beberapa hal
atau kapasitas. Ia tertuju kepada seseorang, artinya di dalam
benak orang itu tercipta suatu tanda lain yang ekuivalen, atau
mungkin suatu tanda yang lebih terkembang.…
(Peirce:1986:5).36
Proses pemaknaan tanda Peirce mengikuti
hubungan tiga titik, yaitu representament (R), object (O),
dan interpretant (I). R merupakan tanda yang dapat
dipersepsi baik secara fisik maupun mental yang merujuk
pada sesuatu yang diwakili yaitu O. Kemudian I
34
Benny H. Hoed, Semiotika & Dinamika Sosial (Depok: Komunitas Bambu,
2014), h. 58 35
Budiman, Semiotika Visual, h. 17 36
Budiman, Semiotika Visual, h. 73
30
merupakan proses yang menafsirkan korelasi R dan O
tersebut. Oleh karena itu, dalam semiotika Peirce tanda
tidak hanya representatif tetapi juga interpretatif.37
Pemikiran Peirce yang mengungkapkan tentang
triangle meaning dijelaskan melalui gambar berikut:
Gambar 2.1
The Semiotic Triangle38
Melalui gambar tersebut Peirce menjelaskan
mengenai reprasentament, interpretant, dan object. Tanda
dibentuk oleh hubungan triangle meaning atau segitiga
makna. Tanda (sign) atau reprasentamen berhubungan
langsung dengan objek yang diwakilinya. Hubungan
keduanya menghasilkan interpretan. Representamen
adalah tanda yang merujuk pada sesuatu yang lain,
sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda
tersebut. Biasanya objek adalah sesuatu yang lain dari
tanda itu sendiri, atau objek bisa juga merupakan sesuatu
37
Hoed, Semiotika & Dinamika Sosial Budaya, h. 58 38
Winfried Noth, Handbook Of Semiotics (Bloomington: Indiana University
Press, --), h. 89
31
yang sama dengan tanda. Kemudian interpretan
merupakan tafsiran kognitif manusia atas hubungan
(representamen dan objek) berdasarkan fenomonologi
manusia tersebut.39
Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi,
oleh Peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda
(sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan
triadik, yakni ground, object, dan interpretant. Atas dasar
hubungan ini, Peirce menciptakan klasifikasi tanda.
Klasifikasi tanda bagi Peirce dijelaskan pada tabel berikut
:
Tabel 2.1
Klasifikasi Tanda Charles Sanders Peirce40
Ground Qualisign Kualitas yang ada pada tanda,
misalnya kata-kata kasar,
keras, lemah, lembut, merdu.
Sinsign Eksistensi aktual benda atau
peristiwa yang ada pada tanda;
misalnya kata kabur atau keruh
yang ada pada urutan kata air
sungai keruh yang menandakan
bahwa ada hujan di hulu
sungai.
Legisign Norma yang dikandung oleh
39
Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis bagi
Peneltian dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h.
169 40
Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 41-42
32
tanda, misalnya rambu-rambu
lalu lintas yang menandakan
hal-hal yang boleh atau tidak
boleh dilakukan manusia.
Object Icon Tanda yang hubungan antara
penanda dan petandanya
bersifat bersamaan bentuk
alamiah. Atau dengan kata lain,
ikon adalah hubungan antara
tanda dan objek atau acuan
yang bersifat kemiripan;
misalnya, potret dan peta.
Index Tanda yang menunjukkan
adanya hubungan alamiah
antara tanda dan petanda yang
bersifat kausal atau hubungan
sebab akibat, atau tanda yang
langsung mengacu pada
kenyataan. Contoh yang paling
jelas ialah asap sebagai tanda
adanya api.
Symbol Tanda yang mengacu
ke denotatum melalui
konvensi. Atau tanda yang
menunjukkan hubungan
alamiah antara penanda dengan
33
petandanya. Hubungan di
antaranya bersifat arbriter atau
semena-mena, berdasarkan
konvensi (perjanjian)
masyarakat.
Interpret
ant
Rheme Tanda yang memungkinkan
orang menafsirkan berdasarkan
pilihan. Misalnya, orang yang
merah matanya dapat saja
menandakan bahwa orang itu
baru menangis, atau menderita
penyakit mata, atau mata
dimasuki insekta, atau baru
bangun, atau ingin tidur.
Dicentsign
/dicisign
Tanda sesuai kenyataan.
Misalnya, jika pada suatu jalan
sering terjadi kecelakaan, maka
di tepi jalan dipasang rambu
lalu lintas yang menyatakan
bahwa di situ sering terjadi
kecelakaan.
Argument Tanda yang langsung
memberikan alasan tentang
sesuatu.
34
Berdasarkan berbagai klasifikasi tersebut, Peirce
membagi tanda menjadi sepuluh jenis:41
a. Qualisign, yakni kualitas sejauh yang dimiliki tanda.
kata keras menunjukkan kualitas tanda.
misalnya, suaranya keras yang menandakan orang itu
marah atau ada sesuatu yang diinginkan.
b. Inconic Sinsign, yakni tanda yang memperlihatkan
kemiripan. Contoh: foto, diagram, peta, dan tanda baca.
c. Rhematic Indexical Sinsign, yakni tanda berdasarkan
pengalaman langsung, yang secara langsung menarik
perhatian karena kehadirannya disebabkan oleh
sesuatu. Contoh: pantai yang sering merenggut nyawa
orang yang mandi di situ akan dipasang bendera
bergambar tengkorak yang bermakna, dilarang mandi
di sini.
d. Dicent Sinsign, yakni tanda yang memberikan
informasi tentang sesuatu. Misalnya, tanda larangan
yang terdapat di pintu masuk sebuah kantor.
e. Iconic Legisign, yakni tanda yang menginformasikan
norma atau hukum. Misalnya, rambu lalu lintas.
f. Rhematic Indexical Legisign, yakni tanda yang
mengacu kepada objek tertentu, misalnya kata ganti
penunjuk. Seseorang bertanya, “Mana buku itu?” dan
dijawab, “Itu!”
g. Dicent Indexical Legisign, yakni tanda yang bermakna
informasi dan menunjuk subyek informasi. Tanda
41
Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 42-43
35
berupa lampu merah yang berputar-putar di atas mobil
ambulans menandakan ada orang sakit atau orang yang
celaka yang tengah dilarikan ke rumah sakit.
h. Rhematic Symbol atau Symbolic Rheme, yakni tanda
yang dihubungkan dengan objeknya melalui asosiasi
ide umum. Misalnya, kita melihat gambar harimau.
Lantas kita katakan, harimau. Mengapa kita katakan
demikian, karena ada asosiasi antara gambar dengan
benda atau hewan yang kita lihat yang namanya
harimau.
i. Dicent Symbol atau Proposition (Proposisi) merupakan
tanda yang langsung menghubungkan dengan objek
melalui asosiasi dalam otak. Kalau seseorang berkata,
“Pergi!” penafsiran kita langsung berasosiasi pada
otak, dan sertamerta kita pergi. Padahal proposisi yang
kita dengar hanya kata. Kata-kata yang kita gunakan
yang membentuk kalimat, semuanya adalah proposisi
yang mengandung makna yang berasosiasi di dalam
otak. Otak secara otomatis dan cepat menafsirkan
proposisi itu, dan seseorang secara otomatis dan cepat
menafsirkan proposisi itu, dan seseorang segera
menetapkan pilihan atau sikap.
j. Argument, yakni tanda yang merupakan preferensi
seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu.
Seseorang berkata, “Gelap.” Orang itu berkata gelap
sebab ia menilai ruang itu cocok dikatakan gelap.
Dengan demikian argumen merupakan tanda yang
36
berisi penilaian atau alasan, mengapa seseorang berkata
begitu. Tentu saja penilaian tersebut mengandung
kebenaran
B. Konstruksi Citra
1. Pengertian Citra
Citra berasal dari bahasa sansekrta yang berarti
gambar. Kemudian berkembang pengertiannya menjadi
gambaran seperti padanan kata image dalam bahasa
Inggris. Citra merupakan suatu yang abstrak dan
kompleks serta meilbatkan aspek emosi (afektif) dan
aspek penalaran (kognitif). Sehingga citra secara
serentak memiliki sifat subjektif dan objektif. Citra pada
khalayak terbentuk sebagai dampak afektif dan kognitif
dari komunikasi.42
Menurut Nimmo, citra adalah segala hal yang
berkaitan dengan situasi keseharian seseorang;
menyangkut pengetahuan, perasaan dan
kecenderungannya terhadap sesuatu. Sehingga citra
dapat berubah seiring dengan perjalanan waktu. Teori
image building menyebutkan bahwa citra akan terlihat
atau terbentuk melalui poses penerimaan secara fisik
(panca indra), masuk ke saringan perhatian (attention
filter), dan kemudian menghasilkan pesan yang dapat
42
Anwar Arifin, Komunikasi Politik, Filsafat, Paradigma, Teori, Tujuan,
Strategi dan Komunikasi Poilitik Indonesia. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011),
h. 178
37
dilihat dan dimengerti (perseived message), yang
selanjutnya berubah menjadi persepsi dan membentuk
citra.43
Secara mendasar citra dapat didefinisikan sebagai
konstruksi atau representasi dan persepsi khalayak
terhadap individu, kelompok, dan suatu institusi atau
lembaga dalam kaitannya di masyarakat. Citra yang
melekat atau menempel pada benak seseorang dapat
berbeda dengan realitas objektif atau tidak selamanya
merefleksikan kenyataan yang sesungguhnya.
Baudrillard dalam Arifin, mengatakan bahwa
citra memiliki empat fase, yaitu: (1) representasin
dimana citra merupakan cermin suatu realitas; (2)
ideologi dimana citra menyembunyikan dan memberikan
gambaran yang salah akan realitaas; (3) citra
menyembunyikan bahwa tidak ada realitas; dan (4) citra
sama sekali tidak memiliki hubungan dengan realitas
apapun.44
Menurut Roberts dalam Rachmat, Gambaran
yang mempunyai makna atas realitas, lazim disebut citra
(image). Dimana citra menunjukkan keseluruhan
informasi tentang dunia ini yang telah diolah,
diorganisasikan, dan disimpan individu. Citra disajikan
media melalui pengungkapan teks media. Jalaluddin
43
Komarudin Hasan, Komunikasi Poilitik dan Pencitraan, (Jurnal Dinamika
Fisip Universitas Baturaja, Palembang, Sumsel, Oktober 2010) 44
Arifin, Komunikasi Politik, Filsafat, Paradigma, Teori, Tujuan, Strategi dan
Komunikasi Poilitik Indonesia, h. 178
38
Rachmat selanjutnya menyatakan bahwa citra terbentuk
berdasarkan informasi yang kita terima. Media massa
bekerja untuk menyampaikan informasi untuk khalayak
kemudian informasi tersebut membentuk, mem-
pertahankan atau meredefinisikan citra.45
Menurut Bill Clanton citra adalah “the
impression, the feeling, the conception which the public
has of a company; a consciously created impression of
an object, person or organization” (kesan, perasaan,
gambaran diri publik terhadap suatu lembaga, yang
sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau
organisasi).46
Pemikiran-pemikiran tentang image (citra) di
massa sekarang diungkapkan Daniel J. Bourstin seperti
yang dikutip oleh Mira Khairunnisa sebagai berikut:47
a. An image is syntethic
Citra itu buatan. Citra itu direncanakan,
dibuat untuk memiliki suatu tujuan, untuk
menciptakan suatu pesan.
b. An image is believable
Citra itu sudah pasti mudah dipercaya. Hal
itu tidak akan dapat memiliki tujuan apapun jika
tidak memercayainya. Dalam pemikiran mereka
45
Jalaluddin Rachmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 221- 224 46
Sholeh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-Dasar Public Relations,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 111 47
Mira Khairunnisa. Citra Perempuan Ideal dalam Sinetron: Studi Analisis
Wacana Sinetron Dewi Fortuna. Skripsi Fisip UI, Depok, 1992. h. 39-42
39
sudah terbentuk sebuah citra yang kokoh tentang
sesuatu. Jika citra itu ingin dihidupkan, itu tidak
harus di luar dari aturan-aturan umum yang memang
sudah dikenal.
c. An image is passive
Citra itu bersifat pasif. Memang pada
dasarnya citra itu harus dibangun dengan realitas.
Organ-orang yang menciptakan sebuah citra
diharapkan dapat menyesuaikan ke dalam citra
tersebut daripada sebaliknya.
d. An image is valid and concrete
Citra itu hidup dan konkrit. Citra itu sering
menyajikan tujuannya yang terbaik dengan
menyajikan hal-hal yang menarik kepada perasaan
dan citra semacam itu terbatas. Citra itu harus lebih
mudah dipahami daripada objek- objek spesifikasi
lain.
e. An image is simplified
Citra itu bersifat sederhana. Citra itu harus
lebih sederhana daripada objek yang
direpresentasikan. Hal ini mempunyai tujuan untuk
meniadakan aspek- aspek yang diinginkan ataupun
yang tidak diinginkan.
f. An image is ambiguous
Citra itu ambigu. Jadi, citra itu muncul di
antara imaji dimana perasaan, antara harapan dan
realita. Sejalan dengan J. Bourstin, Lee Loevinger
40
beranggapan bahwa media massa adalah cermin
masyarakat yang mencerminkan suatu citra yang
ambigu, menimbulkan tafsiran bermacam-macam,
sehingga pada media massa setiap orang
memproyeksikan atau melihat citranya.
2. Konsep Citra Frank Jefkins
Frank Jefkins mendefinisikan citra sebagai kesan,
gambaran, dan impresi sesuai dengan realita yang dapat
berarti kebijakan, anggota, produk atau jasa dari sebuah
perusahaan atau organisasi. Citra dapat dikatakan
sebagai persepsi masyarakat dari adanya pengalaman,
kepercayaan, perasaan, dan pengetahuan masyarakat itu
sendiri terhadap perusahaan atau organisasi, sehingga
aspek fasilitas dan layanan yang disampaikan karyawan
atau anggota kelompoknya kepada publik dapat
mempengaruhi persepsi publik terhadap citra.48
Secara luas, menurut Frank Jefkins, citra
diartikan sebagai kesan seseorang atau individu tentang
sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan
pengalamannya. Citra tersebut diperoleh berdasarkan
pengetahuan dan pengertian seseorang tentang fakta-
fakta atau kenyataan.
Citra itu sendiri bersifat abstrak (intangible),
tidak nyata, tidak bisa digambarkan secara fisik dan
tidak dapat diukur secara sistematis, karena citra hanya
48
Frank Jefkins, Public Relations, Edisi Kelima, Terjemahan Daniel Yadin
(Jakarta: Erlangga. 2003), h. 93
41
berkonsep dalam pikiran. Namun demikian, wujudnya
bisa dirasakan dari hasil penilaian baik atau buruk
seperti penerimaan dan tanggapan, baik positif maupun
negatif yang datang dari publik (khalayak sasaran) dan
masyarakat luas.
Dalam proses terbentuknya citra, terdapat faktor
yang membuat citra tersebut menjadi kuat. Faktor
identitas dan reputasi merupakan faktor penting dalam
pembentukan citra. Frank Jefkins menyebutkan beberapa
jenis citra, yaitu49
:
a. Citra Bayangan (Mirror Image)
Citra bayangan merupakan gambaran yang
dipercaya orang-orang di dalam perusahaan atau
institusi mengenai bagaimana publik memandang
organisasi atau lembaganya. Namun citra ini
seringkali tidak tepat dan berbeda dengan kenyataan
yang sebenarnya.
b. Citra Terkini (Current Image)
Citra ini merupakan kebalikan dari citra
bayangan. Citra terkini merupakan hasil dari
pandangan pihak luar terhadap suatu organisasi,
lembaga, atau perusahaan. Sifatnya yang terbatas
menyebabkan citra ini kerap kali salah dan cenderung
menampilkan citra negatif. Hasil dari terbentuknya
citra ini adalah permusuhan dan prasangka buruk, dan
seringkali muncul kesalahpahaman.
49
Frank Jefkins, Public Relations, h. 20-22
42
c. Citra Harapan (Wish Image)
Citra jenis ini merupakan hasil dari keinginan
suatu organisasi atau lembaga. Dalam hal ini, pihak
organisasi atau lembaga tersebut akan berusaha
menciptakan kesan positif, dengan menumbuhkan
persepsi baik bagi publik.
d. Citra Perusahaan (Corporate Image)
Citra ini merupakan gabungan dari beberapa
jenis citra yang ada. Citra ini terbentuk dari adanya
sejarah, riwayat perusahaan, stabilitas ekonomi,
hubungan yang baik, dan banyak lagi faktor yang
mempengaruhi citra ini. Pihak perusahaan
membangun dan menjaga eksistensi perusahaan yang
diwakilinya.
e. Citra Majemuk (Multiple Image)
Citra jenis ini merupakan citra pelengkap dari
sebuah lembaga. Dalam hal ini, pihak lembaga alam
menambilkan identitas lembaga mereka yang berupa
atribut yang identik dan terhubung dengan citra
lembaga.
3. Konstruksi Citra di Media Massa
Lee Loevinger (1968) dalam reflective projective
theory, menyebutkan bahwa media massa adalah cermin
masyarakat yang menampilkan suatu citra yang ambigu,
menimbulkan tafsiran yang bermacam-macam, sehingga
pada media massa setiap orang memproyeksikan atau
melihat citranya sendiri. Media massa mencerminkan
43
citra khalayak, dan khalayak memproyeksikan citranya
pada penyajian media massa.50
Media massa dapat berperan dalam
mengonstruksi realitas sosial dalam suatu peristiwa.
Menurut Keneth Gergen, konstruksi sosial memusatkan
perhatiannya pada proses ketika individu menanggapi
peristiwa yang terjadi di sekitar mereka berdasarkan
pengalaman mereka.51
Istilah konstruksi sosial (social construction of
reality) didefinisikan sebagai proses sosial melalui
tindakan dan interaksi dimana individu menciptakan
secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan
dialami bersama secara subjektif.52
Menurut Peter L.
Berger dan Thomas Luckman, realitas tidak dibentuk
secara ilmiah. Tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh
Tuhan. Tetapi dibentuk dan dikonstruksi. Dengan
pemahaman ini realitas berwujud ganda atau prural.
Setiap orang mempunyai konstruksi yang berbeda-beda
atas suatu realitas, berdasarkan pengalaman, preferensi,
pendidikan dan lingkungan sosial, yang dimiliki masing-
masing individu.53
50
Idi Subandy Ibrahim, Kritik Budaya Komunikasi, Budaya, Media, dan Gaya
Hidup dalam Proses Demokratisasi di Indonesia, (Yogyakarta: Jalasutra,
2011), h. 91 51
Sasa Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka,
2005), h. 83 52
Margareth Poloma, Sosiologi Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 301. 53
Eryanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media ( LkiS,
Yogyakarta: 2002), h.15.
44
Burhan Bungin menjelaskan bahwa media
memiliki kekuatan untuk mengonstruksi realitas sosial,
melalui pemindahan pesan kepada media dengan atau
setelah dirubah citranya, kemudian media tersebut
memindahkan atau mentransfer kembali citra yang
dikonstruksinya kepada masyarakat, seolah sebagai
realitas yang sebagaimana mestinya.54
Dalam pandangan konstruktivisme, media massa
bukan hanya menyampaikan pesan kepada khalayak,
tetapi juga menjadi subjek yang mengonstruksi realitas
beserta pandangan, bias dan pemihakan. Media massa
dianggap sebagai agen konstruksi sosial yang
mendefinisikan realitas terhadap peristiwa yang terjadi
di masyarakat. Media membentuk opini publik dengan
melakukan tiga kegiatan. Pertama, menggunakan
simbol-simbol untuk memunculkan pengenalan. Kedua,
melakukan strategi pengemasan pesan supaya pesan
yang dikonsumsi oleh publik sesuai dengan apa yang
media harapkan. Ketiga, melakukan agenda media untuk
menentukan prioritas pesan yang akan disampaikan oleh
media massa tersebut kepada khalayak.
Khalayak media seharusnya menyadari bahwa
media harus dipandang sebagai sebagai hasil konstruksi
dari realitas-realitas yang dikemas hingga sedemikian
rupa. Media massa menjadi media pembentuk citra oleh
54
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma dan Diskursus
Tekhnologi Komunikasi Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2007), h.2
45
para penguasa dan menjadi pintu gerbang bagi setiap
kelompok sosial melakukan propaganda untuk
memengaruhi opini publik.
Substansi teori dan pendekatan konstruksi sosial
atas realitas Berger dan Luckman adalah proses simultan
yang terjadi secara alamiah melalui bahasa dalam
kehidupan sehari-hari pada sebuah komunitas primer dan
semi sekunder. Basis sosial teori dan pendekatan ini
adalah masyarakat transisi modern di Amerika pada
sekitar tahun 1960-an, di mana media massa belum
menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk
dibicarakan. Dengan demikian teori konstruksi sosial
atas realitas Peter L. Berger dan Luckman tidak
memasukkan media massa sebagai variabel atau
fenomena yang berpengaruh dalam konstruksi sosial atas
realitas
Bahasa merupakan unsur terpenting dalam
konstruksi realitas. Bahasa merupakan alat yang
digunakan untuk menyampaikan realitas dalam sebuah
peristiwa. Bahasa merupakan alat konseptualiasi dan alat
narasi.55
Konten media massa adalah bahasa, baik itu
bahasa verbal maupun non verbal. Bahasa verbal dapat
berupa lisan dan tulisan sementara bahasa non verbal
55
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik di Media Massa: Sebuah Study
Critical Discourse Analysis, (Jakarta: Granit, 2004), h. 12.
46
dapat berupa gambar, foto, grafik, angka tabel dan lain-
lain.
4. Proses Konstruksi Sosial Media Massa
Proses kelahiran konstruksi sosial media massa
berlangsung dengan melalui tahap-tahap sebagai
berikut:56
a. Tahap menyiapkan materi konstruksi
Pada tahap ini isu-isu penting dimunculkan.
Isu-isu ini dipilih berdasarkan isu yang paling
menjadikan khalayak tertarik. Selain itu, isu yang
sifatnya menyentuh atau memiliki kedekatan
(proximity) dengan pembaca juga dimunculkan.
Misalnya isu konflik, isu kriminalitas, dan human
interest.
b. Tahap sebaran konstruksi
Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial
media massa adalah semua informasi harus sampai
pada khalayak secepatnya dan setepatnya
berdasarkan pada agenda media. Apa yang
dipandang penting oleh media, menjadi penting pula
bagi khalayak.
c. Tahap pembentukan konstruksi
- Pembentukan konstruksi realitas
Setelah terjadinya sebaran konstruksi, di
mana pesan-pesan dari media telah diterima
56
Bungin, Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma dan Diskursus Tekhnologi
Komunikasi Masyarakat, h. 204-212
47
oleh khalayak, selanjutnya yaitu terjadinya
tahap pembentukan konstruksi di masyarakat
melalui tiga tahap yang berlangsung secara
generic. Pertama, konstruksi realitas
pembenaran; kedua, kesediaan dikonstruksi
oleh media massa; ketiga, menjadi pilihan
konsumtif.
- Pembentukan konstruksi citra
Pembentukan konstruksi citra adalah
bangunan yang diinginkan oleh tahap
konstruksi. Di mana bangunan konstruksi citra
yang dibangun oleh media massa ini terbentuk
dalam dua model; model good news dan model
bad news.
d. Tahap konfirmasi
Konfirmasi adalah tahap ketika media massa
maupun khalayak memberikan argumentasi dan
akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat
dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media,
tahapan ini perlu sebagai bagian untuk memberi
argumentasi terhadap alasan-alasan konstruksi
sosial. Sedangkan bagi khalayak, tahapan ini juga
sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia
terlibat dan bersedia hadir pada proses konstruksi
sosial.
48
C. Konsep Film
1. Pengertian Film
Film secara sederhana merupakan sebuah
medium untuk memberikan hiburan, informasi dan
edukasi kepada khalayak. Namun, khalayak hanya
memandang film sebatas hiburan. Film merupakan
penemuan dari pengembangan prinsip-prinsip fotografi
dan proyektor. Sebagai sebuah media massa, film
memiliki kekuatan dari segi estetika karena film
menyajikan dialog, musik, pemandangan dan tindakan
secara bersamaan secara visual dan naratif.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 8 tahun 1992 tentang perfilman pada bab 1 pasal
1, disebutkan bahwa “ film adalah karya cipta seni dan
budaya yang merupakan media komunikasi massa
pandang-dengar yang dibuat berdasar asas sinematografi
dengan direkam pada pita seluloid, pita video, dan atau
bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala
bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses
elektronik atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara
yang dapat dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan
system proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya.57
Onong Uchjana Effendy mengartikan film
sebagai hasil dari budaya dan alat ekspresi kesenian,
menurutnya film sebagai bentuk komunikasi massa
57
https://ngada.org/uu8-1992bt.htm (diakses pada tanggal 24 Januari 2019,
pukul 14.30 WIB.)
49
adalah hasil penggabungan dari berbagai kesenian
seperti seni rupa, seni teater, sastra, arsitektur dan musik,
dan gabungan dari teknologi fotografi dan rekaman
suara.58
Selanjutnya menurut Apriadi Tamburaka, film
merupakan penayangan hasil konstruksi oleh
pembuatnya dari hasil rekam dan citra realitas di dunia
nyata, dengan tujuan memberikan pengalaman pada
khalayak bahwa apa yang ditayangkan seolah-olah
adalah realitas sungguhan. Khalayak hanya menerima
gambaran realitas dan tidak utuh, sebab realitas
sesungguhnya tidak akan pernah sama dengan realitas
hasil konstruksi pembuat film.59
Berdasarkan beberapa pemaparan diatas, dapat
diartikan bahwa film adalah hasil konstruksi atas realitas
dengan ditampilkan menggunakan media audio-visual,
dan dalam proses menekankan pada aspek estetika sebab
film juga merupakan hasil dari berbagai bentuk
kesenian.
Film sebagai bentuk komunikasi massa dalam
proses penyampaian pesan memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan yang dimiliki film adalah
jangkauannya yang luas, dan bersifat rekreatif atau
hiburan sehingga pesan-pesan yang hendak disampaikan
58
Onong Uchjana Effendy,Dimensi Dimensi Komunikasi, (Bandung: Alumni,
1986), h. 239. 59
Apriadi Tambuaraka, Literasi Media: Cerdas Bermedia Khalayak Media
Massa, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 117-118
50
dapat diterima dengan mudah oleh penonton. Sedangkan
kekurangan pada film adalah pada sifatnya yang cepat
dan sekilas, sehingga jika khalayak mengalihkan
perhatiannya pada hal lain saat menikmati film, pesan-
pesan yang hendak disampaikan dalam film tidak dapat
diterima secara utuh.
Film pun memiliki karakteristik tertentu, untuk
membedakannya dengan media massa yang lain
terutama televisi. Karakteristik yang dimiliki film adalah
layar yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan
keleluasaan kepada penonton untuk melihat adegan yang
ditayangkan. Karakteristik selanjutnya adalah
pengambilan gambar dalam film diambil secara
menyeluruh untuk memberikan kesan artistik yang tinggi
sehingga film terlihat menarik. Karakteristik yang ketiga
adalah konsentrasi penuh, biasanya konsentrasi penuh
dapat terwujud saat menonton di bioskop. Karakteristik
terakhir adalah Identifikasi psikologis, maksudnya
adalah pada saat menonton film khalayak menyamakan
karakter dirinya dengan peran yang ada di film.60
2. Sejarah Perkembangan Film
Para teoritikus film menyatakan bahwa film
merupakan perkembangan dari fotografi. Fotografi
ditemukan oleh Joseph Nichepore Niepce asal Perancis
pada tahun 1826. Pada saat ituu ia berhasil membuat
campuran dengan perak untuk menciptakan gambar pada
60
Ardianto, Komunikasi Massa, Suatu Pengantar, h. 145-146
51
sebuah lempeng timah yang tebal yang telah disinari
selama beberapa jam.61
Penyempurnaan fotografi
tersebut terus berlanjut hingga akhirnya mendorong
rintisan penciptaann film.
Pada tahun 1887, ilmuwan Amerika Serikat,
Thomas Alva Edison merancang alat untuk merekam
dan memproduksi gambar. Alat yang dirancang tersebut
mirip dengan fungsi fonograf untuk merekam suara.
Thomas Alva Edison berhasil merancang mekanisme
alat tersebut namun belum menemukan bahan dasar yang
tepat untuk membuat gambar. Hingga Goerge Eastman
memberikan bantuan dengan menawarkan gulungan pita
seluloid. Akhirnya terciptalah alat yang kemudian
dinamakan kinetoskop.62
Penemuan tersebut kemudian dikembangkan oleh
dua ilmuwan kakak-beradik asal Perancis, Lumiere
bersaudara. Mereka merancang perkembangan
kinetoskop berupa piranti yang mengkombinasikan
kamera, alat memproses film dan proyekter menjadi
satu. Piranti ini disebut sinematograf.
Pertama kalinya film di perkenalkan kepada
publik pada tanggal 28 Desember 1895 di Perancis. Pada
saat itu Lumiere bersaudara, Lumiere Louis (1864-1948)
dan Lumiere Auguste (1862-1954), inventor terkenal
61
Marseli Sumarno, Dasar-Dasar Apresiasi Film, (Jakarta: Gramedia. 1996),
h. 2 62
Sumarno, Dasar-Dasar Apresiasi Film, h. 3
52
asal Perancis mendatangkan sekitar 30 orang dan
membayar mereka untuk menyaksikan film-film pendek
yang mempertunjukkan kehidupan warga Perancis.
Pemutaran film tersebut dilakukan di Grand Café di
Boulevard des Capucines, Perancis.63
Pemutaran film yang dilakukan oleh Lumiere
bersaudara ini menandai lahirnya industri perfilman.
Walaupun Max dan Emil Skladanowsky muncul lebih
awal di Berlin pada 1 November di tahun yang sama,
akan tetapi pertunjukan Lumiere lah yang di akui
kalangan internasional.
Oey Hoeng Lee dalam Sobur menyebutkan “film
sebagai alat komunikasi massa yang kedua muncul di
dunia, mempunyai masa pertumbuhnannya pada akhir
abad ke-19, dengan kata lain pada saat perkembangan
surat kabar sudah mengalamangi banyak rintangan dan
hampir lenyap.64
Film pada awal kemunculuan dan
perkembangannya sebagai media komunikasi dianggap
mulus. Tidak seperti kemunculan surat kabar, film tidak
mengalami hambatan dari unsur-unsur teknik, politik,
ekonomi, sosial dan demografi.
3. Jenis-jenis Film
63
Misbach Yusa Biran, Sejarah Film 1900-1950:Bikin Film di Jawa, (Jakarta:
Komunitas Bambu, 2009), h. xv. 64
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya:
2013), h. 126
53
Pada dasarnya film dikelompokkan berdasarkan
jenisnya, untuk memberikan pehaman dalam klasifikasi
film. Secara umum film dikelompokkan sebagai berikut:
a. Film Dokumenter
Fillm dokumenter merupakan karya ciptaan
mengenai kenyataan (creative treatment of
actuality), dan jenis film ini adalah hasil interpretasi
pembuatnya mengenai kenyataan tersebut.65
Tujuan
film ini adalah memberikan fakta dan gambaran
sebenarnya akan sebuah peristiwa atau kenyataan
dalam masyarakat.66
b. Film Fiksi (Story Film)
Film fiksi atau film cerita adalah bentuk film
yang mengangkat cerita fiksi atau cerita berdasarkan
kisah nyata yang kemudian dimodifikasi oleh
pembuatnya agar lebih menarik. Oleh karenanya,
film jenis ini terikat pada plot dan memiliki konsen
adegan yang sudah dirancang sejak awal. Struktur
cerita dalam film ini pun mengandung hukum
kausalitas dan harus terdapat karakter protagonist,
antagonis, masalah serta konflik.67
65
Ardianto, Komunikasi Massa, Suatu Pengantar, h, 148 66
Asnawir dan Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat
Pers, 2002), h. 100 67
Himawan Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008),
h. 6
54
c. Film Berita (Newsreel)
Film berita adalah film mengenai fakta,
peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena bersifat
berita, maka film yang disajikan harus mengandung
nilai berita (newsvalue). Dengan adanya televisi
yang memiliki kesamaan sifat dengan film, maka
berita yang difilmkan dapat ditayangkan kepada
publik melalui medium televisi dapat dijangkau
lebih luas dan cepat dibandingkan film yang
biasanya dipertunjukkan di bioskop.68
d. Film Kartun
Titik berat pembuatan film kartun adalah
pada seni lukis. Penemuan sinematografi
menimbulkan gagasan dari para pelukis untuk
menghidupkan lukisannya. Lukisan-lukisan tersebut
dapat menimbulkan hal yang lucu dan menarik serta
menciptakan fantasi seperti dapat terbang,
menghilang, menjadi besar dan kecil dan lain-lain.69
Selanjutnya dengan pesatnya perkembangan
teknologi komputer, film kartun juga mengalami
perkembangan yang signifikan. Film kartun tidak
hanya menayangkan bentuk-bentuk gambar dua
dimensi saja, akan tetapi berkembang menjadi
gambar tiga dimensi. Bahkan dengan adanya
68
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, (Bandung:
Citra Aditia Bakti. 1993), h. 213 69
Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, h. 216
55
teknologi CGI (Computer-Generated
Imagery) sebuah teknik pencitraan 3D yang
dilakukan oleh komputer pada media tertentu seperti
aktor yang diperankan manusia, benda-benda dan
greenscreen atau bluescreen. CGI termasuk ke
dalam golongan spesial efek yang biasa digunakan
dalam pembuatan film, acara televisi, iklan dan
game.
e. Film Eksperimental
Film jenis ini adalah film yang sangat
berbeda dengan jenis diatas. Film ini tidak memiliki
plot namun tetap memiliki struktur, dan itu pun
sangat di pengaruhi subjektifitas pembuatannya,
seperti gagasan, ide, emosi serta pengalaman
batinnya. Film jenis ini sangat susah dipahami
karena pembuatnya menggunakan simbol-simbol
personal yang mereka ciptakan sendiri.70
4. Tim Produksi Film
Dalam proses produksi film, diperlukan
kerjasama yang melibatkan berbagai pihak dan tenaga
kreatif yang saling menunjang satu sama lain sehingga
menghasilkan suatu karya yang utuh. Sehingga
diperlukan para pelaku utama dalam film, yaitu:71
70
Pratista, Memahami Film, h. 7-9 71
Sumarno, Dasar-Dasar Apresisasi Film, h. 34-80
56
a. Sutradara
Sutradara merupakan orang yang
bertanggung jawab untuk mengatur laku aktor di
depan kamera, mengarahkan akting dan dialog serta
mengontrol posisi kamera beserta gerak kamera,
suara, pencahayaan, di samping hal lain yang
menyumbang kepada hasil akhir sebuah film.
b. Penulis Skenario
Penulis skenario memiliki tugas untuk
menjabarkan gagasan, jalan cerita, perwatan dan
bahasa. Ia menyusun dialog ke dalam bahasa yang
hidup dan sesuai dengan karakter para tokoh.
c. Penata Fotografi (Juru Kamera)
Juru kamera atau cameraman bertugas
mendampingi sutradara untuk menentukan jenis-
jenis pengambilan gambar dan menentukan jenis
lensa yang hendak digunakan serta diafragma
kamera dan mengatur pencahayaan. Ia juga
bertangung jawab untuk memeriksa hasil
pengambilan gambar dan menjadi pengawas pada
proses film di laboratorium agar mendapatan hasil
akhir yang baik.
d. Penyunting (Editor)
Editor bertugas untuk menyusun hasil
pengambilan gambar hinga membentuk pengertian
cerita.
57
e. Penata Artistik
Tugas penata artistik adalah menyusun
segala sesuatu yang melatar belakangi cerita film,
yakni menyangkut tentang setting atau tempat dan
waktu berlangsungnya cerita dalam film.
f. Penata Suara
Penata suara memiliki tugas untuk merekam
suara baik di lapangan maupun di studio. Kemudian
memadukan unsur suara tersebut dan menyelaraskan
dengan jalur gambar dalam hasil akhir film yang
siap diputar.
g. Penata Musik
Penata musik merupakan orang yang
bertugas dan bertanggung jawab untuk menata
paduan bunyi yang berfungsi untuk menambah nilai
dramatik dalam sebuah film.
h. Pemeran
Pemeran merupakan orang yang bertugas
untuk memainkan peran tokoh dalam sebuah film.
5. Unsur-unsur Pembentuk Film
Unsur pembentuk film dapat dibagi menjadi dua,
unsur naratif dan unsur sinematik. Dalam pembentukan
film, kedua unsur ini saling berkaitan. Unsur naratif
merupakan materi atau bahan cerita yang akan diolah,
sedangkan unsur sinematik merupakan cara-cara yang
dilakukan untuk mengolah materi cerita atau teknis
pembentuk film. Unsur sinematik ini terbagi menjadi
58
empat elemen pokok, yaitu mise-en-scene,
sinematografi, editing dan suara.72
a. Unsur Naratif
Dalam pembentukan film, unsur naratif
merupakan unsur dasar yang harus dibutuhkan.
Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau
tema film. Di dalam cerita pasti memiliki elemen-
elemen seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi,
waktu ataupun lainnya. Elemen tersebut saling
berkaitan satu sama lain untuk membentuk sebuah
jalinan peristiwa yang memiliki maksud dan tujuan.
Seluruh jalinan perisitiwa tersebut terikat oleh
sebuah aturan yakni hukum kausalitas (logika
sebab-akibat). Bersamaan dengan unsur ruang dan
aspek, aspek kausalitas adalah elemen pokok
pembentuk naratif.
b. Unsur Sinematik
Unsur ini merupakan unsur pembentuk film
yang menentukan bagaimana materi akan diolah
menjadi sebuah cerita. Dengan kata lain, unsur
sinematik merupakan aspek-aspek teknis produksi
dalam membuat sebuah film. Aspek teknis dalam
produksi memiliki empat elemen pokok, pertama
mise-en-scene, elemen ini memuat segala hal yang
berada di depan kamera, seperti latar (setting), tata
cahaya, kostum, make up, serta pergerakan pemain.
72
Pratista, Memahami Film, h. 1-2
59
Elemen kedua adalah sinematografi, elemen ini
merupakan bagaimana perlakuan terhadap kamera
dan filmnya serta hubungan kamera dengan obyek
yang di ambil. Ketiga adalah editing, elemen ini
adalah transisi sebuah gambar ke gambar lainnya.
Dan elemen yang terakhir adalah suara, elemen ini
memuat segala hal dalam film yang mampu kita
tangkap dengan indera pendengaran kita. Sama
seperti halnya dengan unsur naratif, seluruh elemen
pokok dalam unsur sinematik ini saling berkaitan
dan berkesinambungan untuk membentuk unsur
sinematik secara keseluruhan.
6. Struktur Film
Film berjenis apapun maupun yang berdurasi
panjang atau pendek, pasti memiliki struktur fisik yang
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:73
a. Shot (gambar)
Shot memiliki arti satu rangkaian gambar
utuh yang tidak terinterupsi oleh potongan gambar
(editing). Sekumpulan shot biasanya dapat
dikelompokkan menjadi sebuah adegan, sedangkan
satu adegan bisa berjumlah belasan hingga puluhan
shot. Satu shot dapat berdurasi kurang dari satu
detik, beberapa menit bahkan jam.
73
Pratista, Memahami Film, h. 107
60
b. Scene (adegan)
Scene adalah satu segmen pendek dari
keseluruhan cerita yang memperlihatkan satu aksi
berkesinambungan yang diikat oleh ruang, waktu,
isi (cerita), tema, karakter atau motif. Umumnya,
satu adegan terdiri dari beberapa shot yang saling
berhubungan. Biasanya film cerita terdiri dari 30-35
adegan.
c. Sequence (sekuen)
Sekuen adalah satu segmen besar yang
memperlihatkan satu rangkaian peristiwa yang utuh
atau sebuah rangkaian adegan. Satu sekuen
umumnya terdiri dari beberapa adegan yang saling
berhubungan. Dalam film biasanya berisi 8-15
sekuen.
7. Film sebagai Komunikasi Massa
Komunikasi massa yang paling sederhana
dikemukakan oleh Bittner dalam Rakhmat, yakni: mass
communication is messages communicated through a
mass medium to a large number of people.74
Berdasarkan
definisi tersebut, dapat dilihat komunikasi massa haruslah
menggunakan medium yang yang mencakup khalayak
dalam jumlah besar yaitu media massa. Media komunikasi
yang termasuk dalam media massa adalah: radio siaran
dan televisi yang keduanya dikenal sebagai media
74
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2003), h. 188
61
elektronik; surat kabar dan majalah, keduanya dikenal
sebagai media cetak; serta media film75
.
Film adalah medium komunikasi massa yang
ampuh, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk
penerangan dan pendidikan. Film sebagai salah satu
media penyampai pesan dalam ilmu komunikasi, juga
berperan sebagai alat propaganda atas sebuah tujuan, yang
pada akhirnya disadari atau tidak akan membawa
pengaruh yang kuat terhadap pola pikir suatu masyarakat.
Film sebagai media komunikasi merupakan suatu
kombinasi antara usaha penyampaian pesan melalui
gambar yang bergerak, pemanfaatan teknologi kamera,
warna dan suara. Unsur-unsur tersebut dilatarbelakangi
oleh suatu pesan yang ingin disampaikan kepada khalayak
film.
Sebagai salah satu bentuk media massa, film
dinilai paling berpengaruh terhadap kejiwaan para
penontonnya. Dalam ilmu sosial hal ini disebut sebagai
identifikasi psikologi.76
Secara sederhana Identifikasi
psikologi adalah proses kognisi khalayak sebagai individu
ketika membayangkan dirinya sama dengan tokoh yang
ada di dalam film, kemudian menirunya dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya, gaya berbicara, gaya berpakaian,
75
Elvinaro Ardianto, Komunikasi Massa Suatu Pengantar. (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2009), h. 3 76
Onong Uchjana Effendy, Dimensi-Dimensi Komunikasi, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 1981), h. 192
62
potongan rambut sampai dengan mengasosiasikan
karakter dari peran yang dimainkan aktor dalam film.
Kendatipun demikian, karena film sebagai sebuah
medium komunikasi massa dipandang memiliki kapasitas
untuk memuat pesan yang sama secara serempak dan
memiliki sasaran serta jangkauan yang luas dan beragam
yang melewati sekat-sekat agama, etnis, ras, status sosial,
umur serta tempat tinggal, maka film dianggap dapat
memainkan peranan sebagai saluran penarik untuk pesan-
pesan tertentu.
Sebagai medium komunikasi massa, film
memberikan informasi dan gambaran tertentu tentang
sebuah realitas tertentu, dalam hal ini realitas yang sudah
diseleksi oleh pembuatnya.77
Film memiliki tujuan
transformasion of values, yakni menyebarluaskan nilai-
nilai yang terkandung didalamnya. Sehingga kemudian
pada perkembangannya film pun dimanfaatkan sebagai
alat propaganda dan mengonstruksi sebuah realita bagi
khalayak.
Fenomena film sebagai alat propaganda, meskipun
pada sebagian kasus terjadi secara kebetulan, mampu
menyebabkan terjadinya krisis sosial di beberapa
Negara78
. Sebagai alat propaganda, penggunaan media
film bukanlah hal yang baru. Hal ini dapat ditelusuri dari
77
Asep S. Muhtadi & Sri Handyani, Dakwah Kontemporer: Pola Alternatif
Dakwah Melalui TV, (Bandung: Pusdai Press, 2000), h. 95 78
Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Jakarta:
Erlangga, 1987), h. 13
63
pernyataan Hitler “Gambar ... termasuk film, punya
kesempatan yang lebih baik, dan jauh lebih cepat,
ketimbang bacaan untuk membuat orang memahami
pesan-pesan tertentu,"79
. Selanjutnya Hitler Bersama
menteri propagandanya, Joseph Goebbels, meyakini film
adalah alat yang sangat potensial untuk menggiring opini
publik. Kemudian mereka mengambil alih industri film di
Jerman pada saat itu, dengan tujuan menyeleksi film yang
tidak diinginkan dan membimbing industri film agar
sesuai dengan tujuan propaganda Nazi.
Hal tersebut, pernah juga terjadi di Indonesia pada
masa orde baru. Rezim pemerintahan Soeharto menyadari
betul potensi film sebagai wahana penyebarluasan nilai
dan propaganda. Sehingga dapat di lihat karya propaganda
berbentuk film yang terlahir pada masa itu yaitu terdapat
film seperti Janur Kuning karya Alam Surawidjaja pada
tahun 1979, karya Arifin C Noer pada tahun 1981
Serangan Fajar dan Penumpasan Pengkhianatan
G30S/PKI pada 1983.
Penggunaan film sebagai alat propaganda ini
senada dengan yang disampaikan oleh John A. Broadwin
dan V. R. Beghan dalam bukunya yang berjudul The
Triumph of Propaganda (1996), bahwa dibanding dengan
seni lain, film menimbulkan dampak psikologis dan
propagandistik yang abadi dan pengaruhnya sangat kuat
79
www.tirto.id/film-sebagai-alat-propaganda-rezim-penguasa-cxgY diakses
pada tanggal 16 Januari 2019, pukul 20.10 WIB
64
serta efeknya tidak hanya melekat pada pikiran, tetapi
juga emosi dan bersifat visual sehingga bertahan lebih
lama dibandingkan pengaruh yang dicapai oleh ajaran-
ajaran gereja atau sekolah.80
80
Mohammad Soelhi, Propaganda dalam Komunikasi
Internasional¸(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2012), h. 165
65
BAB III
GAMBARAN UMUM FILM SALAM NEIGHBOR
A. Profil Film Salam Neighbor
Salam Neighbor adalah film dokumenter yang dirilis
pada tahun 2016 oleh perusahaan produksi film Living on
One Dollar dan 1001 MEDIA dan ditayangkan perdana di
Washington, DC di festival film AFI DOCS pada 20 Juni
2015. Judul film ini berarti "halo" tetangga. Judul ini
memiliki makna ganda karena kata salam dalam bahasa Arab
juga berarti perdamaian.81
Salam Neighbor adalah komponen dari proyek tiga
bagian yang difokuskan pada krisis pengungsi Suriah: film
dokumenter, film realitas virtual (VR) dan kampanye dampak
sosial.
Pada proses pembuatan Salam Neighbor , para
pembuat film berusaha memahami sisi kemanusiaan dari krisis
pengungsi Suriah dengan tinggal di antara para
pengungsi. Gaya film imersif ini, dikombinasikan dengan
kampanye dampak sosial, mencerminkan strategi Living on
One, yang didirikan bersama oleh sutradara sekaligus
produser Salam Neighbor , Chris Temple dan Zach
Ingrasci, dan menggemakan film dokumenter mereka
sebelumnya, Living on One Dollar. Pendekatan "Timur
bertemu Barat" untuk memanusiakan dunia Arab
81
https://www.npr.org/sections/goatsandsoda/2015/06/30/411541010/meet-
your-new-neighbors-the-american-filmmakers diakses pada 04 Mei 2019
66
mencerminkan strategi produser film lainnya, Mohab Khattab
dan Salam Darwaza, pendiri 1001 MEDIA.
Anggota tim film Salam Neighbor telah menguraikan
pandangan dan konstruksi mereka akan film ini dalam
berbagai wawancara televisi dan radio. Pada Andrea Mitchell
Reports di MSNBC, sutradara menggambarkan kisah Raouf
yang berusia 10 tahun dan trauma yang dihadapinya.82
Di The
Leonard Lopate Show di radio WNYC , para sutradara
berdiskusi tentang empat karakter utama dalam film, impresi
pembuat film saat pertama memasuki kamp pengungsi,
masalah keamanan di kamp, masalah pengungsi perkotaan
(pengungsi yang tinggal di luar kamp) , pertanyaan
pemukiman kembali dan bagaimana krisis mengubah
pandangan gender dan norma-norma budaya untuk para
pengungsi Suriah.83
Di The Mimi Geerges Show, keempat
produser membahas masalah yang sama seperti wawancara
Lopate, serta membahas juga tujuan dari pembuatan film,
peran dan fungsi kamp pengungsian, kondisi logistik di
kamp, interaksi pembuat film dengan pengungsi di kamp,
kewirausahaan yang dipamerkan di kamp, masalah negara
tuan rumah, peran negara-negara Arab yang lebih maju dalam
krisis ini dan kemitraan Living on One / 1001 MEDIA.
Meskipun Salam Neighbor sebagian besar mencakup
pengungsi Suriah di kamp Za'atari, sekitar 80% pengungsi
82
http://www.msnbc.com/andrea-mitchell-reports/watch/two-filmmakers-
spent-month-in-refugee-camp-605066307813 diakses pada 04 Mei 2019 83
http://www.rollcall.com/news/politics/37014-2 diakses pada 05 Mei 2019
67
Suriah di Yordania adalah pengungsi perkotaan yang tinggal
di luar kamp. Untuk meliput situasi pengungsi
perkotaan, Salam Neighbor mengembangkan film virtual
reality (VR) For My Son dalam kemitraannya dengan RYOT
Studio dan UNOCHA (United Nations Office for the
Coordination of Humanitarian Affairs) atau Kantor
Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB.84
Film ini berbentuk
surat video dari seorang pengungsi perkotaan Suriah (yang
tinggal di Amman Timur, Yordania) kepada putranya,
mengungkapkan harapan untuk masa depan putranya. For My
Son juga tersedia untuk para penonton di beberapa pemutaran
film Salam Neighbor dan dapat diakses di YouTube.
Selanjutnya, Salam Neighbor mengembangkan model
kampanye dampak sosial dalam hubungannya dengan film
dokumenter. Tema utama kampanye dampak film ini adalah
(1) mendukung negara tuan rumah bagi pengungsi, dan (2)
mendukung peluang pendidikan bagi anak-anak yang
sekolahnya terganggu oleh konflik.85
Pada Mei 2016, anggota
Kongres AS Ted Lieu dan Judith Rowland dari Global
Citizen menampilkan Salam Neighbor dalam sebuah artikel
yang mereka terbitkan di MSNBC, berjudul "Krisis
pengungsi Suriah menciptakan kesenjangan besar dalam
pendanaan pendidikan."
84
http://livingonone.org/formyson/ diakses pada 09 Mei 2019 85
http://www.msnbc.com/msnbc/analysis-syrian-refugee-crisis-creates-huge-
gap-educat ion- kids diakses pada 09 Mei 2019
68
Dengan membangun persepsi dan menciptakan
kesadaran akan krisis yang terjadi pada film, Salam
Neighbor juga mendorong advokasi secara masif untuk
meningkatkan dana kemanusiaan dan meningkatkan opsi
pemukiman kembali bagi para pengungsi di seluruh
dunia. Upaya-upaya akar rumput termasuk mendorong
kesukarelaan dalam mendukung para pengungsi.86
Salam Neighbor telah bermitra dengan Global
Citizen, Creative Visions Foundation, Take
Part dan RYOT untuk meningkatkan kesadaran akan isu-isu
terkait krisis pengungsi Suriah di antara para pembuat
kebijakan dan influencer. Pada 15 Maret 2016, Global
Citizen mengulurkan tangan untuk mendorong para
pemimpin dunia untuk meningkatkan pendanaan pendidikan
untuk anak-anak yang terkena dampak krisis menggunakan
klip dari Salam Neighbor .87
Klip dan karakter tambahan dari
film ini juga ditampilkan dalam video dengan aktris Salma
Hayek Pinault (didukung oleh 60 badan amal dan juru
kampanye terkemuka dan 250.000 pemohon petisi dari
seluruh dunia) yang mempromosikan dana pendidikan.
Berbagai negara yang menghadiri KTT menjanjikan $ 90 juta
untuk dana tersebut untuk membantu memastikan anak-anak
terlantar seperti Raouf mendapatkan kesempatan untuk
dididik.
86
https://takeaction.takepart.com/actions/tell-your-mayor-our-town-must-
support-refug ees diakses pada 09 Mei 2019 87
https://www.globalcitizen.org/en/action/syria-emergency-funding/ diakses
pada 10 Mei 2019
69
Salam Neighbor juga telah mengejar kampanye
pengaruhnya di media sosial. Salam Neighbor telah dilihat
oleh lebih dari 3,1 juta orang dan dibagikan lebih dari 25.000
kali. Salam Neighbor juga menjangkau langsung ke
audiensnya di media sosial. Ini disiarkan langsung di
Facebook pada saat pemutaran film di Georgetown
University.
B. Sinopsis Film Salam Neighbor
Perang saudara serta konflik bersenjata ini telah
memunculkan krisis pengungsi terburuk setelah perang dunia
kedua. Warga sipil Suriah terpaksa mengungsi ke negara
tetangga demi keselamatannya, salah satu negara yang
banyak menampung pengungsi Suriah adalah Jordania.
Jordania berbatasan langsung dengan Suriah,
mengungsi ke Jordania adalah salah satu pilihan logis para
warga Suriah, pengungsi dapat menuju Jordania hanya
dengan berjalan kaki melintasi bukit bebatuan serta gurun,
tetapi sebagian besar dari mereka melakukannya pada malam
hari, selain untuk menghindari panas terik gurun, mereka
harus bersembunyi dari otoritas, jika otoritas mengetahui,
mereka bisa ditembak mati.
Zach Ingrasci dan Chris Temple, dua sineas muda
dari Amerika Serikat berusaha untuk mengangkat cerita
mengenai pengungsi di Kamp Pengungsian Za’atari,
Jordania, dimana hanya berjarak 11 kilometer dari perbatasan
dengan Suriah. Zach Ingrasci dan Chris Temple
70
mendapatkan izin resmi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) untuk mendokumentasikan kehidupan 85.000
pengungsi. Faktanya, ada sekitar 80% pengungsi di Jordania
tidak tinggal di kamp pengungsian, mereka tinggal di
desa/kota dimana mereka bisa tinggal. Tentunya hal ini
menambah beban bagi Jordania.
Dari sekitar 85.000 pengungsi ini, Zach Ingrasci dan
Chris Temple memfokuskan cerita terhadap lima individu
yaitu Ghoussoon, seorang perawat yang terpaksa mengungsi
bersama tiga anaknya, dimana ia menjalankan bisnis
prakarya untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya, Um
Ali, wanita paruh baya yang berjuang untuk menaklukan rasa
kehilangan anggota keluarganya, Raouf, bocah berusia 10
tahun yang menyimpan trauma mendalam akan perang
dibalik senyum dan keceriaannya, Ghassem, seorang
pegawai negeri sipil di Suriah, yang berusaha membuat
perbedaan hidup di kamp pengungsian serta Ismail, seorang
mahasiswa yang berusaha mencari cara untuk membuat
kehidupan di kamp pengungsian menjadi lebih baik.
Harapan adalah satu-satunya yang membuat para
pengungsi tetap bertahan hidup di tanah yang asing, harapan
bahwa suatu saat nanti perang saudara yang berkecambuk
akan selesai dan berakhir. Harapan dimana suatu saat nanti
mereka bisa pulang ke Suriah dan kembali untuk
membangun tanah air mereka.
Itulah kesamaan yang mereka punya, Ismail,
Ghassem, Ghoussoon, Um Ali dan Raouf, mereka masih
71
berharap bahwa konflik Suriah akan selesai, dan mereka bisa
kembali ke negeri mereka untuk membangun kembali negeri
mereka, walau mereka harus membangunnya dari nol.88
C. Distribusi dan Penayangan Film Salam Neighbour
Salam Neighbor tidak memanfaatkan rilis teater yang
normal. Sebagai gantinya, film ini diluncurkan dengan
pemutaran film berdasarkan permintaan (on-deman
theatrical) dan komunitas melalui Tugg.89
Film ini juga
diputar di Georgetown University yang dihadiri oleh Yang
Mulia Ratu Rania Al-Abdullah dari Yordania,90
diputar di
New York City untuk para pejabat tinggi PBB yang dibuka
oleh Samantha Power selaku Duta Besar AS untuk PBB.
Screening film ini juga dilakukan di US Capitol Visitors
Center di Washington DC dengan kata sambutan yang
disampaikan oleh anggota kongres Ted Lieu.91
Di Los
Angeles, pemutaran film ini ditayangkan bersama oleh
Human Rights Watch. Salam Neighbor juga sempat
ditayangkan di kantor pusat Google dan Facebook di Silicon
Valley, California.
Pada 20 Juni 2016 film Salam Neighbor untuk
pertama kalinya diluncurkan di televisi AS pada saluran TV
88
Hasil pengamatan peneliti pada 26 April 2019 89
https://www.tugg.com/titles/salam-neighbor diakses pada 27 Juni 2019 90
https://sfs.georgetown.edu/humanitarians-around-world-gather-discuss-
salam-neighbor -film-screening-syrian-refugee-crisis/ diakses pada 27 Juni
2019 91
http://www.rollcall.com/news/politics/37014-2 diakses pada 27 Juni 2019
72
kabel Pivot milik Participant Media.92
Sedangkan di Timur
Tengah film ini diputar dalam bahasa arab pada 17 Juni 2016
disaluran TV Alhurra yang merupakan saluran TV yang
berbasis di Amerika Serikat untuk pemirsa Timur Tengah
dan Afrika Utara.
iTunes juga merilis film ini pada 6 Mei 2016 untuk
pengguna aplikasi di AS dan Kanada. Vimeo on Demand
pada tanggal 10 Juni 2016 juga melakukan hal yang sama
dengan iTunes. Sedangkan Netflix yang juga merupakan
penyedia layanan video on-demand menayangkan di seluruh
dunia dalam 21 bahasa berbeda. Selanjutnya pada 20 Juni
2016 sebagai peringatan Hari Pengungsi Dunia, film ini
dirilis secara bersamaan di Amazon Video dan Google Play.
Film Salam Neighbor dipilih untuk 2016-17
American Film Showcase (AFS) yang disponsori oleh
kedutaan besar AS di seluruh duni sebagai bagian dari
festival film, pemutaran kusus dan lokakarya.93
Film ini juga
diputar diberbagai festival seperti AFI-DOCS (American
Film Institute-Documentaries) sebagai sorotan utama di
Washington, dikategorikan sebagai lima film terbaik di
CPH:DOX 2015 di Copenhagen, Denmark.94
Selain pada
festival-festival tersebut, Salam Neighbor juga diputar pada
Festival Film Aruba 2015, Festival Film Human Rights
92
https://www.participantmedia.com/2015/12/pivot-expands-documentary-
focus-debuts-two-films-spotlighting-refugee-crisis-syria-salam diakses pada
28 Juni 2019 93
http://americanfilmshowcase.com/year-5/ diakses pada 28 Juni 2019 94
https://www.thelocal.dk/20151116/the-six-best-films-from-cphdox diakses
pada 28 Juni 2019
73
Watch pada 2016, dan Crossroads di Graz, Austria pada
tahun 2016.
Salam Neighbor berhasil meraih 2016 Media Award
Honoring Voices of Courage & Conscience dalam kategori
film dokumenter untuk features dari The US Muslim Public
Affairs Council (MPAC). Salam Neighbor juga tercatat jadi
finalis 2016 SIMA Awards untuk kategori dokumenter
features.
D. Tim Produksi Film Salam Negihbour
Berikut adalah tim produksi film Salam Neighbor.95
Tabel 3.1
Tim Produksi Film
Director Zach Ingrasci
Chris Temple
Producer Salam Darwaza
Mohab Khattab
Zach Ingrasci
Chris Temple
Cinematography Sean Kusanagi
Film Editor Mohammed El Manasterly
Jenniver Tiexiera
Composer Snuffy Walden
Patrick Rose
Interpreter/Fixer Ibraheem Shaheen
Production
Company
1001 MEDIA
Living on One
95
http://livingonone.org/salamneighbor/team/ diakses 04 Mei 2019
74
Distributor Participant Media/Pivot (US)
Al Hurra (Mid-East & North Africa)
Netflix (Worldwide)
iTunes (US/Canada)
Amazon Video (US/Canada)
Google Play (US/Canada)
Vimeo on Demand (US/Canada)
Off the Fence (Worldwide)
Tugg (Worldwide)
E. Unsur Ekstrinsik Film Salam Neighbour
1. Konflik Suriah
Konflik Suriah dapat ditelusuri dari peristiwa protes
yang dilakukan oleh sekelompok peajar saat mereka menulis
slogan-slogan anti pemerintahan di tembok-tembok kota.96
Slogan yang mereka tuliskan berbunyi “rakyat menginginkan
rezim turun”. Pelajar-pelajar tersebut kemudian ditangkap
oleh pihak kepolisian dan dipenjarakan selama satu bulan.97
Peristiwa penangkapan terhadap para pelajar tersebut
menimbulkan kecaman dari warga Suriah. Pada tanggal 11
Maret 2011 aksi protes terjadi di kota Daraa, kemudian
demonstrasi dibubarkan dengan tembakan dari pasukan
keamanan Suriah ke arah para demonstran tersebut. Aksi
represif dari pasukan keamanan Suriah tersebut
menimbulkan aksi protes lanjutan. 23 Maret 2011 di Daraa
96
Dina Y Sulaiman, Prahara Suriah: Membongkar Persekongkolan
Multinasional, (Depok: IMaN, 2013) h. 100 97
Siti Muti’ah, Pergolakan Panjang Suriah: Masih Adakah Pan-Arabisme
dan Pan-Islamisme?, Jurnal CMES Vol. V No. 1, 2012 , h. 5.
75
demonstrasi berlanjut, dan 20 orang demonstrans dikabarkan
meninggal akibat tembakan dari aparat keamanan. Kekerasan
dari pihak keamanan menyebabkan aksi protes meluas ke
kota-kota lain. Pada 25 Maret aksi protes melanda seluruh
negeri.98
Tuntutan percepatan reformasi dari para demonstran
Suriah menyebabkan pemerintah Suriah mengundurkan diri
dari kabinet. Sehari setelahnya, tepat pada tanggal 30 Maret,
Presiden Assad untuk pertama kalinya berbicara di hadapan
publik dan mengklaim aksi demonstrasi oleh warga Suriah
adalah konspirasi asing. Tudingan Assad ini menyebabkan
gelombang demonstrasi lebih besar dan intens. Untuk
menghalau aksi demonstrasi, pemerintah Suriah semakin
sering melakukan tindakan kekerasan terhadap para
demonstran. Sepanjang tahun 2011 aksi protes dan kekerasan
dari pihak pemerintah Suriah terus berlanjut. Hal ini menarik
campur tangan dunia Internasional.99
Pada pertengahan Agustus 2011, Amerika Serikat,
Inggris, Uni Eropa dan Kanada menyatakan bahwa rezim
Suriah tidaklah sah, mereke meminta Bashar al-Assad untuk
turun dari jabatannya. Reaksi internasional berlanjut dengan
agenda Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB. Namun Rusia
dan China, dua negara yang tergabung dalam dewan
menggunakan hak veto mereka agar tidak terjadi campur
98
A. Muchaddam Fahham dan A. M. Kartaatmaja, Konflik Suriah: Akar
Masalah dan Dampaknya, Jurnal Politica, Vol. 5, No. 1, 2014, h. 40 99
A. Muchaddam Fahham, Konflik Suriah, h. 41-42
76
tangan pihak asing dalam konflik Suriah. Hal ini
mengakibatkan interensi asing gagal diterapkan di Suriah.
Liga Arab juga mengutus pengamat mereka untuk
menwarkan protokol yang berisi penyeleseian konflik dan
menyerukan agar Assad menyerahkan jabatannya, namun
tawaran tersebut ditolak. Usaha internasional yang terakhir
adalah dengan membentuk gabungan negara arab dan barat.
Pada pertemuan pertama, pihak oposisi pemerintah meminta
gencatan senjata kepada rezim Assad.100
Pada November 2011 pimpinan oposisi Suriah
mengumungkan pembentukan koalisi baru yang disebut
Koalisi Nasional untuk Revolusi Suriah dan Kekuatan
Militer Oposisi Koalisi Nasional Suriah atau Syrian National
Council for Opposition and Revolutionary Forces
(SNCORF) sebagai respon atas anggapan pengamat
inernasional yang menilai Dewan Nasional Suriah (Syirian
National Council) terlalu lemah sebagai perwakilan
kelompok oposisi Suriah.
Pada kemelut konflik Suriah dapat dilihat aktor-aktor
yang terlibat didalamnya pada awalnya adalah dua
kelompok, yaitu kelompok pro pemerintah dan kelompok
oposisi pemerintahan. Kelompok pro-pemerintah adalah
kelompok yang mendukung Presiden Bashar al-Assad, terdiri
dari minoritas Alawi, Druze dan Ismaili. Selain dukungan
dari dalam, Bashar al-Assad juga disokong oleh kelompok
100
Raisa Rachmania, Skripsi: Konflik Suriah pada saat Arab Spring
2010,(Jakarta, UIN Jakarta, 2015), h. 65-66
77
yang berasal dari luar negeri. Iran, Rusia dan China adalah
negara yang mendukung rezim Assad, selain ketiga negara
tersebut rezim Assad juga didukung oleh Hizbullah Libanon
sebagai kelompok militan Syiah.101
Sedangkan kelompok oposisi pemerintah adalah
warga Suriah yang protes dan hendak menumbangkan rezim
Assad. Kelompok oposisi pemerintah terbelah menjadi
kelompok pemberontak dan kelompok anti-kekerasan, anti-
sektarianisme dan anti-interensi asing. Kelompok
pemberontak ini antara lain Free Syrian Army (FSA), Syrian
National Council (SNC) dan Syrian National Council for
Opposition and Revolutionary Forces (SNCORF) yang
didirikan atas inisiasi Amerika Serikat di Qatar. Sedangkan
kelompok anti-kekerasan, anti-sektarianisme dan anti-
interensi asing tergabung dalam koalisi yang bernama
National Coordination Body for Democratic Change.
Pada awalnya perang sipil Suriah terjadi antara kedua
kelompok diatas. Akan tetapi kelompok ekstremis Islam
yang awalnya membantu kelompok oposisi kemudian
memanfaatkan situasi konflik untuk mensukseskan agenda
mereka sendiri dan mendirikan khilafah. Kelompok ini
berafiliasi dengan al-Qaida, dan terdiri dari Jabha al-Nusrah,
Ahrar al-Sham kataeb, Liwa’ al-Tauhid, Ahrar Souria, Halab
alShahba, al-Harakah al-Fajr al-Islamiyah, Dar al-Ummah,
101
A. Muchaddam Fahham, Konflik Suriah, h. 46
78
Liwa Jaish Muhammad, Liwa’ alNasr, Liwa’ Dar al-Islam
dan lain-lain.102
Jika disederhanakan sumber konflik Suriah dapat
dipilah menjadi dua. Pertama, berasal dari dalam negeri,
yakni masalah sosial, ekonomi, dan politik dalam berupa
tingginya pengangguran, tingginya inflasi, terbatasnya
mobilitas sosial, merajalelanya korupsi, tidak adanya
kebebasan politik, serta represifnya aparat keamanan. Kedua,
berasal dari luar negeri, berupa kepentingan politik dan
ekonomi. Turki misalnya berambisi untuk menjadi pemain
utama di Timur Tengah karena itu negara ini ikut campur
dalam konflik Suriah. Qatar dan Arab Saudi takut akan Iran
yang membantu Suriah.
2. Kondisi Pengungsi Suriah di Dunia
Perang yang terjadi di Suriah telah menciptakan
krisis pengungsi terbesar pada dekade ini. 6,6 juta warga
suriah tercatat sebagai pengungsi yang dapat keluar dari
negaranya. Sedangkan ada sekitar 6.1 juta warga Suriah
yang mengungsi di dalam negeri.103
Berdasarkan data dari UNHCR per 13 Juni 2019
terdapat 5.635.061 pengungsi yang terdata, diantaranya
3.614.108 pengungsi berada di Turki, 935.454 di Libanon,
664.330 di Yordania, 252.983 ditampung di Irak, 132.473
berada di Mesir dan 35.713 diwilayah Afrika Utara.104
Dari jumlah pengungsi yang bisa keluar dari Suriah
102
A. Muchaddam Fahham, Konflik Suriah, h. 47 103
https://www.unrefugees.org/emergencies/syria/ diakses pada 26 Juni 2019 104
https://data2.unhcr.org/en/situations/syria diakses pada 26 Juni 2019
79
tersebut hanya 10 persen yang tinggal di kamp yang
disediakan oleh lembaga-lembaga donor. Sedangkan
selebihnya tinggal diluar kamp, ditempat penampungan
sementara atau daerah perkotaan.
Kondisi demikian menciptakan kesulitan bagi
negara-negara penampung yang menerima pengungsi
Suriah. Yordania misalnya, menurut catatan Bank Dunia
telah mengalami kerugian $ 2,5 milliar per tahun sejak
kedatangan pengungsi Suriah. Kondisi ini semakin
memburuk ketika para pengungsi Suriah lebih banyak
ditemukan di daerah perkotaan. Hal ini mengakibatkan
ketidak-sanggupan insfrastruktur Yordania dalam
menampung pengungsi. Belum lagi tingkat pengangguran
yang tinggi dan tidak cukupnya sumber daya alam yang
dimiliki Yordania menambah tumpukan masalah negara
penerima pengungsi. Permasalahan serupa juga dialami
oleh negara-negara lain yang menjadi negara penerima
pengungsi.
Konflik Suriah telah memasuki tahun ke-delapan,
upaya internasional selain menemui jalan buntu dalam
resolusi perdamaian atas pertikaian politik dan
kepentingan yang terjadi di Suriah, juga belum adanya
kejelasan akan nasib warga Suriah yang menjadi
pengungsi, baik di dalam negeri maupun di negara-negara
penampung. Ketidakjelasan yang dialami oleh para warga
suriah sangatlah beragam, seperti mulai dari akses
pendidikan, tempat tinggal, akses kesehatan, dan
80
pekerjaan. Belum lagi intervensi negara penampung untuk
menyerukan kepulangan para pengungsi Suriah dari
negara mereka, seperti yang disampaikan Presiden
Lebanon Michel Aoun pada KTT Pembangunan Ekonomi
dan Sosial Arab.105
Hingga kini, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)
masih menggalakkan upaya untuk penerimaan donor yang
kemudian akan disalurkan untuk kebutuhan dasar para
pengungsi. Meskipun penyaluran bantuan tersebut
bukanlah solusi utama atas krisis pengungsian tersebut.
105
https://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-
tengah/19/01/20/plmvfs383-lebanon-serukan-pemulangan-pengungsi-suriah-
di-ktt-arab diakses pada 26 Juni 2019
81
BAB IV
TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Temuan Data
Film Salam Neighbor termasuk jenis film
dokumenter. Film dokumenter merupakan cerita nyata yang
didokumentasikan di lokasi yang sebenarnya, menggunakan
efek realitas dengan menggunakan kamera, suara serta lokasi
yang mengandung fakta juga terdapat subjektifitas
pembuatnya. Dengan kata lain, film dokumenter adalah fakta
yang disusun secara artistik dengan penggabungan antara
sains dan seni.
Isu-isu yang diangkat dalam film dokumenter cukup
variatif, seperti sosial, kemanusiaan, lingkungan, ekonomi
sampai politik. Film berjenis dokumenter sendiri sudah
cukup banyak beredar dipublik Indonesia, hanya saja film
jenis ini jarang dijumpai di bioskop dikarenakan rilis film ini
biasanya cukup ekslusif.
Film Salam Neighbor sendiri merupakan film
dokumenter yang mengangkat isu kemanusiaan. Film ini
mendokumentasikan realitas yang dialami oleh para
pengungsi Suriah di Suria. Film ini menggambarkan orang-
orang Amerika Serikat sebagai tim pembuat film dengan
kebersamaan mereka bersama para pengungsi Suriah di
Kamp Pengungsian Za’atari selama beberapa bulan.
Selama berada di Za’atari, Zach Ingrasci dan Chris
Temple sebagai sutradara sekaligus produser, yang juga
82
menjadi tokoh pemain dalam film ini berkenalan dan
berinteraksi secara langsung dengan para pengungsi.
Pengungsi yang menjadi sorotan utama dalam film ini
adalah, Abdel Rouf, Ghasseem, Ghousson, Ismael, Abu Ali
dan istrinya Umi Ali.
Setiap karakter diangkat untuk menceritakan kondisi
yang mereka alami sejak dimulainya krisis Suriah sampai
mereka terusir menjadi pengungsi. Seperti Abdel Rouf dan
Ismail misalnya dipilih menjadi representasi korban krisis
yang menerima dampak putusnya pendidikan mereka. Abdel
Rouf adalah anak berusia 9 tahun yang harus meninggalkan
sekolah karena sekolahnya diledakkan sebab peperangan di
Suriah dan mengalami trauma sehingga takut ketika berada
di dalam ruang kelas saat di Za’atari. Sedangkan Ismael
adalah mahasiswa saat di Suriah, yang harus kehilangan
masa depannya.
Selanjutnya ada Ghoussoun dan Umi Ali yang
merupakan representasi dari permasalahan-permasalahan
perempuan yang ada diantara korban krisis Suriah.
Ghoussoun merupakan seorang single mother yang terpaksa
menjadi pengungsi demi keselamatan ketiga anaknya yang
masih belia. Ghoussoun juga mengalami permasalahan
antara harus tetap berada di kediamannya untuk mengurusi
anak-anaknya atau harus bekerja di luar demi memenuhi
kebutuhan sehari-hari mereka. Sedangkan Umi Ali
merupakan sosok ibu paruh baya yang kehilangan anaknya
saat di Suriah, Umi Ali diceritakan mampu bangkit dari
83
trauma yang dialaminya, mampu menyingkirkan pandangan
konservatifnya tentang status perempuan dan ia
menginspirasi perempuan-perempuan lain di Za’atari untuk
dapat keluar dari trauma mereka dan berkontribusi terhadap
perubahan di kamp.
Terakhir adalah Ghassem dan Abu Ali yang
merupakan representasi dari kepala keluarga yang menemui
permasalahan-permasalahan baru di pengungsian seperti
permasalahan ekonomi dan budaya.
Film ini berdurasi 75 menit. Proses produksi film ini
dimulai setelah 3 tahun terjadinya peperangan di Suriah,
tepatnya pada Januari 2014 saat tim pembuat film tiba untuk
pertama kalinya di pengungsian. Film ini berlatar di kota
Mafraq, Yordania yang berbatasan langsung dengan Suriah.
Latar yang diambil secara spesifik adalah Kamp Pengungsian
Za’atari namun juga tetap menceritakan sedikit kondisi
pengungsi yang berada di pusat kota Mafraq, yaitu
Ghousson.
Film Salam Neighbor menitik beratkan pada isu
pendidikan, dukungan terhadap perempuan, krisis ekonomi
dan ekologi yang terjadi di kamp pengungsian dan
permasalahan yang dialami oleh negara penampungan bagi
pengungsi tersebut, yaitu Yordania.
Selain permasalahan-permasalahan di atas, film ini
juga menyoroti media-media arus utama dan publik dunia
yang terlalu fokus pada peperangan yang terjadi di Suriah.
84
Bukan kepada dampak dan kerugian-kerugian yang dialami
warga Suriah dan dunia.
Film ini dengan mendokumentasikan keseharian
pengungsi di Za’atari yang mayoritas muslim secara tidak
langsung juga merekam realitas muslim sesungguhnya.
Proses penggambaran kehidupan muslim di Za’atari ini juga
salah satu upaya dari pembuatan film untuk membenarkan
kesalahan persepsi publik terhadap Islam yang terjadi selama
ini.
Film dokumenter Salam Neighbor ini dalam proses
pembuatannya menggunakan pendekatan imersif dan
dokudrama untuk membuat cerita yang dikandung film ini
tampak semakin realistis. Teknik pendekatan imersif dalam
dunia jurnalisme merupakan suatu konsep jurnalisme yang
menggunakan teknologi 3D, sehingga memungkinkan
terciptanya “rasa ada di sana” bagi audiens. Sedangkan
dokudrama adalah pengaturan pada proses produksi film
untuk memfilmkan peristiwa yang telah terjadi dan
merekayasa kenyataan yang belum terjadi.
Untuk memperinci proses penelitian, penulis
membuat tabel yang menjelaskan representamen, (ikon,
indeks, simbol), objek, dan interpretan yang merupakan
konsep semiotika Charles Sanders Peirce. Potongan gambar
dan dialog pada setiap scene yang diteliti juga ditambahkan
sebagai bahan analisa dari film ini.
Pada bagian selanjutnya, peneliti menuliskan hasil
analisa yang didapat dari setiap scene yang diteliti. Analisa
85
tersebut dilakukan melalui potongan-potongan gambar pada
scene dan dialog yang terdapat dialamnya, kemudian
disertakan konstruksi citra Islam yang terdapat pada setiap
scene yang diteliti.
B. Makna Representamen, Objek dan Interpretan
Pada bagian ini dipilih dari enam scene yang akan
dijabarkan makna reprasentament, object, interpretant dan
konstruksi citra Islam yang terkandung pada masing-masing
scene. Kategori tersebut dijabarkan berdasarkan visual
(gambar) dan verbal (dialog) yang terdapat pada scene yang
di analisa tersebut. Pemilihan scene dilakukan berdasarkan
latar belakang penelitian.
1. Scene 1
Tabel 4.1
Scene 1: Tayangan televisi oleh media-media
internasional tentang konflik di Timur Tengah
Visual Verbal
Pembaca Berita :
“para saksi telah mendengar
tembakan dan ledakan dari
roket dan granat. Anda akan
menyadari momen ini ketika
dunia yang lama sedang
sekarat, namun dunia yang
baru belum juga lahir. Dan ini
sangat berbahaya. Dan pada
saat yang membahayakan ini,
seluruh dunia tampaknya
86
sedang berperang sekarang.
No Tipe Tanda Data
1 Reprasentamen (X)
Qualisign Kualitas pada tanda ini bersifat
keras, dan tegas. Menunjukkan
bahwa Timur Tengah dan Islam
adalah dalang konflik di Suriah.
Sinsign Eksistensi aktual yang terdapat
pada tanda adalah kondisi yang
mencekam, yang ditunjukkan
baik pada bentuk visual dan
verbal. Pada verbal ditunjukkan
melalui narasi yang
menyebutkan terdengar
tembakan dan ledakan.
Legisign Norma pada yang terdapat pada
tanda merupakan bentuk
peringatan pada dunia bahwa
kondisi di Timur Tengah,
terutama Suriah sangatlah
berbahaya.
2 Objek (Y)
Icon - Gambar 1, Terlihat empat
orang pemberontak di Suriah,
ada yang sedang mengacungkan
senjata api dan menembakannya
di udara, dua diantaranya sedang
berbincang dan seorang lagi
sedang bersiaga.
- Gambar 2, para warga sipil
yang berada di Suriah sedang
mengadakan demonstrasi dan
terlihat melempari batu ke arah
suatu bangunan.
87
Index Kedua gambar tersebut
menunjukkan kondisi yang
berbahaya yaitu peperangan dan
kerusuhan yang dilakukan
warga.
Symbol Perang dan kerusuhan sebagai
teror.
3 Interpretan
(X=Y)
Representasi cuplikan-cuplikan
gambar tersebut menunjukkan
bahwa Timur Tengah sedang
terjadi peperangan dan hal
tersebut di asosiasikan oleh
media-media barat sebagai
sebuah teror.
Berdasarkan analisa penulis, potongan-potongan
gambar diatas menunjukkan para tentara pemberontak,
dan para warga sipil yang melakukan kerusuhan saat
berdemonstari. Hal ini merepresentasikan kondisi yang
berbahaya yang terjadi di Timur Tengah, tepatnya di
Suriah.
Sebagaimana ditunjukkan pada kolom indeks,
gambaran beberapa orang yang memegang senjata api
menunjukkan kondisi konflik peperangan yang terjadi di
Timur Tengah, hal ini di perkuat dengan kondisi
kerusuhan yang digambarkan dengan aksi demonstrasi
dan pelemparan batu oleh para warga sipil di Aleppo,
Suriah. Kondisi tersebut menyimbolkan keadaan
peperangan dan kisruh di Timur Tengah yang berdampak
teror bagi masyarakat dunia. Hal ini dipertegas melalui
88
kalimat yang disampaikan oleh pembaca berita pada scene
tersebut.
Lebih dalam, peneliti mengamati bahwa pada
cuplikan adegan yang menggambarkan konflik
peperangan dan kerusuhan di Timur Tengah sebagai
bentuk teror diasosiasikan sebagai Islam. Islam serta
merta menjadi kambing hitam atas perebutan kekuasaan
yang terjadi di Suriah. Pemberitaan oleh media-media
besar seperti CNN, MSNBC dan ABC NEWS
menunjukkan gambar secara terus-menerus berupa perang
dan kekerasan bahkan seringkali menjadi headline.
Hasilnya adalah rasa takut. Ketakutan akan terorisme,
ketakutakan akan Timur Tengah dan rasa takut akan
Islam.
Cara media-media tersebut memberitakan dan
membuat narasi akan kondisi yang sesugguhnya terjadi di
Suriah sangatlah tidak berimbang. Lebih dari tiga juta
warga Suriah yang menjadi korban atas konflik yang
terjadi ditenggelamkan oleh media-media barat tersebut.
Perang, kerusuhan dan kelompok Islam radikal
merupakan tajuk utama yang diberitakan oleh korporasi
media. Sedangkan, kondisi krisis atas konflik yang terjadi
tidak pernah diberitakan secara sungguh-sungguh.
Opini yang hendak digiring oleh media-media
mainstream adalah untuk menciptakan konstruk kepada
khalayak bahwa Timur Tengah yang juga diasosiasikan
dengan Islam merupakan sebuah teror bagi masyarakat
89
dunia. Hal ini jelas digambarkan dengan jelas oleh
framing dari media-media tersebut yang menjadi cuplikan
adegan dalam film Salam Neighbour. Pada scene awal
tersebut dengan jelas si pembuat film mengambil
potongan-potongan berita dari CNN, MSNBC, ABC
News yang secara seragam mengkonstruksikan keadaan di
Suriah hanyalah pertumpahan darah semata dengan
mengesampingkan prihal kemanusiaan. Dengan seolah
menutup mata, bahwa banyak warga Suriah yang harus
kehilangan keluarganya, pendidikan, tempat tinggal dan
bahkan statusnya sebagai manusia.
Hal ini tentu bertentangan dengan asas pers yang
berlaku universal, yaitu sebuah berita haruslah cover both
sides. Di dalam melakukan pemberitaan, yakni dalam
menyebarkan informasi, harus ada keseimbangan berita.
Maksud dari keseimbangan ini, menempatkan suatu
berita/informasi secara berimbang antara fakta dan opini,
tanpa vonis dan menerapkan asas-asas keadilan. Cover
both sides bermula dari pemahaman bahwa apa yang
disampaikan melalui pemberitaan harus dipahami makna
tanggung jawabnya. Artinya bahwa cover both sides
mendorong adanya suatu bentuk tanggung jawab yang
tepat dari media, terkait dengan pemberitaan yang
disebarkannya.
Kebutuhan masyarakat akan informasi yang
disediakan oleh berbagai sumber media, menjadikan
masyarakat perlu juga untuk dididik secara seimbang, agar
90
informasi yang mereka peroleh adalah informasi yang
mengandung kualitas yang baik. Tidak cukup dengan
hanya memberikan kesempatan kepada para pihak yang
memiliki ketersinggungan terhadap informasi dan berita,
namun secara etis juga disadari bahwa cover both sides
memberikan kualitas pembanding secara materiil.
Pembanding ini dapat berupa situasi pro dan kontra yang
dapat membantu masyarakat memperoleh pandangan-
pandangan tentang isi di dalam berita.
Selain itu dalam Islam, diajarkan bahwa baik ketika
menyampaikan maupun menerima informasi ada aspek
yang harus dipertimbangkan. Hal yang harus
dipertimbangkan tersebut adalah menguji terlebih dahulu
dan meneliti kebenaran dari informasi atau berita tersebut.
Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al Hujurat ayat 6
berikut:
ها يأ ين ي ن تصيبوا قونا ٱلذ
ءاننوا إن جاءكم فاسق بنبإ فتبيذنوا أ
نا فعلتم ندنين ٦بهلة فتصبحوا عل“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu
orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah
dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu (Al Hujurat: 6)
91
Adapun citra Islam yang hendak dikonstruksikan jika
dilihat dari scene ini adalah bahwa Timur Tengah yang
sedang bergejolak diidentifikasikan sebagai Islam. Hal ini
tentu menggiring persepsi khalayak bahwa seolah-olah
peperangan dan huru-hara yang terjadi di Timur Tengah,
secara khusus di Suriah adalah kondisi yang diakibatkan
oleh Islam. Padahal konflik yang terjadi di Suriah adalah
semata-mata karena konflik kekuasaan.
Penggiringan opini tersebut tentu berdampak cukup
signifikan karena diperparah oleh pemberitaan media-
media barat dengan melakukan generalisasi bahwa ISIS
adalah umat Islam secara keseluruhan yang berada di
Suriah. Islamophobia adalah dampak yang jelas dihasilkan
atas konstruksi media tersebut. Ketakutan, rasa curiga dan
kebencian terhadap kelompok-kelompok muslim, dan
komunitas muslim menyebar ke banyak negara. Terutama
di Eropa dan Amerika Serikat.
Meskipun islamophobia merupakan gejala yang
sudah cukup lama menjangkit Eropa, tetapi belakangan
semakin meningkat. Secara historis, ketegangan hubungan
Islam dan Barat terjadi akibat proses globalisasi dan
migrasi internasional. Dua proses ini mengakibatkan
banyak umat Islam melakukan migrasi dan menetap di
beberapa negara barat. Suksesnya diaspora muslim di
beberapa negara Barat mengharuskan masyarakat Barat
berhadapan dengan identitas dan budaya Islam yang
berbeda.
92
Hal itu diperkuat dengan legitimasi ayat-ayat dalam
Al kitab, argumentasi kebudayaan, bahkan pembenaran
melalui filsafat turut disertakan untuk membenarkan
islamophobia. Selain itu media-media sayap kanan dan
para politisi gencar mengargumentasikan propaganda
bahwa kelompok Islam di Eropa adalah kelompok yang
harus dicurigai dan diberi batasan dalam ruang publik.
Citra negatif yang disematkan kepada Islam ini,
bukanlah serta merta hasil dari konstruksi yang dibuat
pihak-pihak tersebut. Akan tetapi sumbangsih informasi
dari kelompok Islam itu sendiri yang paling sering diakses
oleh khalayak adalah kelompok salafi. Kelompok salafi
dengan perjuangan ideologisnya berpandangan bahwa
nilai-nilai budaya barat sangatlah bertentangan dengan
Islam, mendukung praktik pemisahan gender, dan
penolakan keterlibatan politik dan sipil merupakan contoh
dari pandangan kelompok ini. Bentuk Islam seperti ini
adalah salah satu interpretasi yang paling terlihat, tersebar
luas dan dapat diakses. Dengan demikian, gambaran yang
dapat diterima oleh khalayak, baik muslim maupun non-
muslim bahwa salafisme adalah Islam yang dominan dan
paling benar.
Selain salafisme, kelompok-kelompok teroris yang
mengatasnamakan Islam menjadi referensi bagi khalayak
untuk mengetahui Islam. ISIS misalnya, sebagai jaringan
terorisme besar dianggap sebagai kelompok yang
memiliki jejak digital terbanyak. Mereka kerap kali
93
membanjiri media sosial yang menggambarkan
perjuangan para kader-kadernya. Kelompok ini bahkan
sering menyeberkan rekaman-rekaman mereka ketika
mengeksekusi tentara yang mereka anggap kafir dan para
warga sipil. ISIS menolak untuk diberitakan oleh para
jurnalis dari media-media luar, sehingga mereka dapat
bebas dan leluasa memonopoli informasi demi
melancarkan paham dan ideologi mereka. Sebaran konten
video dan foto kebrutalan dari kelompok ini kemudian
semakin menambah persepsi negatif citra Islam dimata
publik.
Persepsi negatif terhadap Islam melihat penjelasan
diatas bukan semata hasil dari konstruksi media-media
arus utama, tetapi juga merupakan dari kelompok
konservatif dan radikal di dalam Islam itu sendiri. Kedua
pandangan yang saling bertabrakan ini uniknya justru
menciptakan efek yang seragam dimata khalayak.
Meskipun kelompok konservatif dalam Islam dan
jaringan terorisme tersebut bukanlah representasi dari
kompleksitas Islam sebagai agama dan muslim sebagai
individu, akan tetapi kelompok-kelompok tersebut yang
diidentikkan sebagai representasi dari mayoritas Islam.
Sebab kelompok tersebut yang memiliki agenda besar
dalam ruang publik global.
Berdasarkan hasil analisa dan rekam jejak bentuk
islamophobia yang dilaporkan oleh Eourpean
Islamophobia Report (EIR), gejala islamphobia semakin
94
meningkat di UNI Eropa. Laporan ini merupakan hasil
pengamatan di 25 negara UNI Eropa sejak tahun 2015.
Hasilnya sangat signifikan. Di Prancis, usai insiden
Charlie Hebdo sentimen anti muslim naik 500 persen.
Sementara PEW Research bersama Templeton Global
Religious Futures Project merilis hasil penelitian pada
tahun 2010 tentang persepsi negara-negara UNI Eropa
terhadap Islam yang diolah oleh tim tirto.id sebagaimana
ditampilkan pada gambar berikut.
Gambar 4.1
Persepsi Muslim di Eropa106
106
https://tirto.id/bagaimana-warga-eropa-memandang-islam-bAzu diakses
pada 23 Mei 2019
95
2. Scene 2
Tabel 4.2
Scene 2: Pendirian tenda untuk tim pembuat film yang
dibantu oleh pengungsi
Visual Verbal
Narator (Zach):
“Segera, orang datang untuk
membantu kami mendirikan
tenda kami”.
Ghasseem:
Mereka tetangga kita,
Rasulullah berkata, kita harus
memperlakukan tetangga
dengan baik.
No Tipe Tanda Data
1 Reprasentamen (X)
Qualisign Dialog dari pengungsi yang
menganjurkan untuk
memperlakukan tetangga dengan
baik menunjukkan kualitas yang
baik.
Sinsign Eksistensi yang ditunjukkan
tanda pada scene ini adalah pada
gambar seorang anak kecil yang
ikut membantu pendirian tenda
dan pada dialog yang
menegaskan untuk membantu
tetangga.
Legisign Norma yang ditunjukkan pada
tanda berupa anjuran untuk
saling tolong menolong.
96
2 Objek (Y)
Icon Gambar 1, Seorang anak kecil
sedang menggali lubang untuk
dipergunakan sebagai patok
untuk tenda.
Gambar 2, Salah seorang
pengungsi sedang menjelaskan
kepada orang-orang yang
berkumpul bahwa para sineas
merupakan tetangga mereka, dan
ia menjelaskan bahwa mereka
wajib memperlakukan tetangga
dengan baik
Index Keadaan yang ditampilkan dari
kedua gambar tersebut
menunjukkan kondisi yang
bersahabat, keramah-tamahan
serta bantuan yang datang dari
para pengungsi kepada tim
pembuat film.
Symbol Kegiatan tolong-menolong
sebagai bentuk penyambutan
dan keramahan terhadap
tetangga.
3 Interpretan
(X=Y)
Cuplikan gambar pada scene ini
merepresentasikan sebuah nilai
untuk saling tolong menolong
dan membantu satu sama lain.
Hal ini ditunjukkan dengan
berbondong-bondong dari
datangnya para pengungsi di
Za’atari untuk membantu
mendirikan tenda yang
diperuntukkan bagi para tim
97
pembuat film, dan memberikan
kebutuhan bagi mereka.
Berdasarkan hasil pengamatan dari penulis, scene ini
menampilkan suatu adegan saat tim pembuat film datang
untuk pertama kalinya ke lokasi dimana tenda mereka
akan didirikan. Pada saat tim relawan PBB akan
mendirikan tenda yang diperuntukkan bagi tim pembuat
film, para pengungsi di lokasi yang sama dengan mereka
berbondong-bondong datang untuk membantu mendirikan
tenda tersebut. Hal yang paling menarik adalah ketika
salah seorang pengungsi menawarkan gas silinder yang
biasanya digunakan sebagai penghangat di dalam tenda
kepada para tim pembuat film yang baru saja datang.
Pengungsi tersebut kemudian merujuk kepada perkataan
Rasulullah bahwa sebagai muslim, mereka diwajibkan
untuk menolong tetangganya.
Menurut analisa penulis, dialog dan gambar yang
ditonjolkan pada scene ini setidaknya merepresentasikan
dua hal. Pertama, mengandung pesan bahwa yang selama
ini media-media arus utama beritakan tidak benar, bahwa
Timur Tengah dan Islam bukanlah teror dan kekerasan.
Hal ini ditunjukkan dari bantuan yang datang dari para
pengungsi untuk mendirikan tenda. Kedua, Islam adalah
agama yang mengajarkan kebaikan.. Point kedua
ditunjukkan melalui dialog diatas yang mengutip perintah
dari Rasulullah untuk berbuat baik kepada tetangga.
98
Transfromasi nilai yang dibangun oleh film Salam
Neighbour melalui scene ini merupakan salah satu bagian
terpenting. Sebab scene ini seolah menjawab semua
tuduhan-tudahan tidak mendasar yang disasarkan kepada
Islam dan Timur Tengah. Mispersepsi publik dibantah
scene ini bukan hanya melalui dialog dan gambar yang
ditampilkan, tetapi bantahan terkuat terletak pada alur
cerita yang ada pada scene ini. Scene yang peneliti pilih
ini merupakan adegan yang bersifat spontanitas atau tanpa
direkayasa terlebih dahulu oleh pembuat film.
Hal tersebut diatas dibuktikan dengan kedatangan tim
pembuat film yang berasal dari Amerika Serikat untuk
pertama kalinya ke Kamp Pengungsian Za’atari. Sehingga
dapat disimpulkan antara pengungsi dan tim pembuat film
sama sekali belum pernah ada interaksi sebelumnya.
Persepsi khalayak terhadap Timur Tengah dan Islam
pada kurun waktu pembuatan film ini sangatlah negatif.
Faktor-faktor penyebab buruknya citra Islam dan Timur
Tengah yang paling utama adalah Arab Spring yang
sedang melanda Timur Tengah dan pemberitaan besar-
besaran mengenai kelompok ekstremis Islam. Terlebih
lagi pasca kejadian 9/11 di Amerika Serikat. Persepsi
publik kepada masyarakat muslim diseluruh dunia atas
bias media yang menyudutkan Timur Tengah menjadi
satu stereotip.
Dampak dari stereotip tersebut adalah sangat besar
terutama di Amerika Serikat dan Uni Eropa. Meskipun
99
tidak secara keseluruhan warganya, namun pada dua
wilayah ini seringkali terjadi mensubordinasikan
komunitas-komunitas muslim setempat. Komunitas-
komunitas muslim dianggap sebagai kelompok yang
terbelakang, tidak berbaur dengan budaya-budaya barat
dan cenderung menutup diri terhadap kelompok di luar
mereka.
Pandangan demikian seringkali menutup kenyataan
dari banyaknya sinergitas kelompok-kelompok muslim
yang mampu beradaptasi dengan lingkungan disekitarnya
dan bentuk penerimaan masyarakat Uni Eropa dan
Amerika Serikat terhadap muslim. Bahwa tidak serta
merta seluruh Eropa dan Amerika adalah pembenci Islam.
Sehingga buruknya pandangan Barat terhadap Islam
berbanding lurus dengan buruknya pandangan Islam
terhadap Barat. Seperti melawan stereotip dengan
stereotip lainnya.
Melalui pesan yang dimuat oleh film Salam Neighbor
ini, benturan persepsi dan pandangan-pandangan negatif
akan komunitas-komunitas muslim yang berada di Uni
Eropa dan Amerika Serikat diluruskan kembali dengan
realitas yang ada. Persepsi yang dibangun pada scene ini
untuk hal tersebut adalah bahwa pada dasarnya Islam
sebagai ajaran yang mengajarkan kebaikan dan muslim
sebagai pemeluknya diwajibkan untuk mematuhi ajaran-
ajaran tersebut.
100
Bahkan dalam Islam terdapat ajaran yang secara
khusus untuk mengatur persoalan sosial, bersosialisasi
dengan tetangga dan kepada non-muslim. Ajaran Islam
yang begitu terperinci bahkan memerintahkan
pemeluknya untuk dapat bersosialisasi dengan lingkungan
sekitar. Perintah ini terdapat pada QS. Al Hujurat ayat 13:
ها يأ نث وجعلنلم شعوبا ٱلنذاس ي
إنذا خلقنلم نن ذكر وأ
كرنلم عند إنذ أ وقبائل لعارفوا لم إنذ ٱللذ تقى
أ عليم ٱللذ
١٣خبير
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling takwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal” (Al Hujurat: 13)
Semakin kuat pengenalan satu pihak kepada
selainnya, semakin terbuka peluang untuk saling memberi
manfaat. Karena itu, ayat di atas menekankan perlunya
saling mengenal. Selain perintah untuk saling mengenal
tersebut meskipun dalam sekat perbedaan suku dan
bangsa, Islam juga memerintahkan pemeluknya untuk
saling tolong menolong satu sama lainnya.
101
Perintah tolong menolong ini terdapat pada QS. Al
Maidah ayat 2:
وتعاونوا عل بثم ول تعاونوا عل ٱلذقوى و ٱل ٱلعدون و ٱل
“… Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran … (Al Maidah: 2)
Ayat tersebut mengandung perintah dan larangan
yang saling berkesinambungan. Perintahnya adalah untuk
saling tolong-menolong dalam berbuat kebaikan,
sedangkan Islam melarang untuk bekerja-sama dalam hal
keburukan. Bekerja-sama yang merupakan ejawantah dari
perintah tolong-menolong diatas sangat dianjurkan dengan
tujuan untuk mencapai manfaat dan maslahat.
Bahkan selain ajaran-ajaran diatas, Islam memiliki
anjuran-anjuran lainnya yang berkonteks dengan urusan
bermasyarakat. Seperti perintah untuk memuliakan tamu,
berbuat baik kepada tetangga, bersifat adil kepada non-
muslim dan sebagainya. Melalui ajaran-ajaran diatas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa esensi ajaran Islam terkait
urusan bermasyarakat adalah anjuran-anjuran kebaikan.
Point inilah yang dikonstruksi melalui scene ini.
102
3. Scene 3
Tabel 4.3
Scene 3: Dialog Zach dan Rouf tentang sekolah dan
cita-cita Rouf
Visual Verbal
Zach:
“Kamu kelas berapa ketika
meninggalkan sekolah?
Rouf:
“Kelas tiga”
Zach:
“Jadi, uhm, cita-citamu ingin
jadi apa?
Rouf:
“Dokter”.
Zach:
“Kenapa kamu ingin menjadi
dokter?
Rouf:
“Aku ingin membantu orang-
orang yang terluka.
No Tipe Tanda Data
1 Reprasentamen (X)
Qualisign Kualitas pada tanda ditampilkan
melalui dialog Rouf. Kualitas
tersebut menunjukkan sifat
keseriusan dan kemantapan hati.
Sinsign Eksistensi yang ditunjukkan
pada tanda adalah berupa
kepolosan anak kecil dan
kesungguhannya dalam memiliki
cita-cita.
Legisign Norma yang terdapat pada tanda
103
berupa pentingnya pendidikan
dan cita-cita.
2 Objek (Y)
Icon Gambar 1, Terlihat seorang anak
sedang bersandar pada Zach,
mereka berdua sedang duduk
menaiki mobil pick up. Anak
kecil tersebut terlihat sedang
menikmati minuman.
Gambar 2, Terlihat wajah anak
kecil yang merautkan rona serius
sekaligus sedih.
Index Keadaan yang ditampilkan pada
kedua gambar tersebut adalah
kondisi psikologis seorang anak
kecil tentang pengharapan dan
masa depannya.
Symbol Harapan dan masa depan
3 Interpretan
(X=Y)
Gambar dan dialog di atas
merepresentasikan sebuah nilai
akan kondisi psikologis seorang
anak, harapan yang ada pada
benaknya dan sebuah nilai
kebaikan yang tertanam pada
anak kecil.
Berdasarkan hasil analisa dari penulis, potongan pada
scene tersebut menampilkan dialog antara Zach Ingrasci
dengan salah satu tokoh yang difokuskan dalam film ini,
Abdel Rouf. Rouf adalah anak berusia 9 tahun yang
menjadi korban atas pecahnya peperangan di Suriah.
Gambar tersebut mengeksplorasi ekspresi dan gestur dari
104
Rouf ketika Zach bertanya soal pendidikan dan cita-cita
Rouf. Dalam dialognya dengan Zach, Rouf menjawab
pertanyaan-pertanyaan dengan kesan serius dan kepolosan
yang dimiliki anak berusia 9 tahun.
Dialog yang terjadi antara Zach dan Rouf
menyiratkan makna, bahwa pada dasarnya seorang anak
kecil yang menjadi korban perangpun masih memiliki
harapan dan kebaikan pada dirinya. Hal ini dapat dilihat
pada jawaban Rouf atas pertanyaan Zach menyoal kenapa
Rouf ingin menjadi dokter. Dengan lugu Rouf menjawab
bahwa ia akan menolong orang-orang yang terluka.
Hasil analisa selanjutnya, peneliti mengamati pada
scene ini bahwa pesan yang coba disampaikan melalui
film ini adalah kondisi pendidikan yang menimpa warga
Suriah. Sektor pendidikan menjadi hal yang paling
mengerikan atas pecahnya konflik Suriah yang dimulai
pada tahun 2011. Menurut catatan Syrian Observer yang
dirilis pada 2018 ada 7400 bangunan sekolah yang hancur
dan berhenti melakukan pelayanan, sekitar 1900 bangunan
digunakan untuk pengungsian sementara bahkan sebagai
barak militer.107
Sedangkan berdasarkan pada data
UNICEF, diperkirakan 1,75 juta anak usia sekolah di
Suriah yang putus sekolah, sedangkan mesikpun sebanyak
54 persen anak-anak yang mengungsi sudah bisa masuk
sekolah formal dan 3 persen lainnya mengikuti sekolah
107
https://syrianobserver.com/EN/features/47446/the-wars-effect-on-the-
education-of-syrias-children.html diakses pada 10 Juni 2019.
105
non-formal tetapi 43 persen sisanya masih tidak bisa
dijangkau akses pendidikan.108
Pada kenyataannya aspek ini sering luput dari
pemberitaan media-media arus utama. Krisis pendidikan
sebagai dampak perang Suriah hampir tidak pernah
menjadi perhatian utama media-media tersebut. Bahkan
pemberitaan mengenai krisis pendidikan akibat dampak
peperangan hanyalah semata untuk mengarahkan opini
publik untuk memperkuat argumen mereka akan
kekejaman di Timur Tengah. Seperti pemberitaan tentang
ISIS tidak jarang yang memilih tajuk tentang anak-anak
yang dieksploitasi oleh ISIS untuk menjadi martir mereka.
Pemberitaan demikian selain mengarahkan pada
pandangan yang cendrung salah, juga mengaburkan
realitas sesungguhnya bahwa kondisi anak-anak Suriah
secara keseluruhan adalah korban. Bingkai pemberitaan
jarang ditemui yang menerangkan anak-anak korban krisis
yang harus meninggalkan bangku sekolah, mengalami
penderitaan psikologis bahkan fisik.
Selanjutnya, peneliti menangkap tanda yang
disimbolkan pada scene ini adalah anak kecil memiliki
kemurnian hati dan tertanam nilai kebaikan yang tinggi.
Hal ini diperlihatkan melalui jawaban tulus dari Rouf
bahwa ia bercita-cita untuk menjadi dokter agar nantinya
dapat menolong orang-orang yang terluka. Apa yang
108
https://theirworld.org/news/seven-years-of-syria-conflict-how-it-affects-
children-education-refugees-schools diakses pada 10 Juni 2019.
106
dialami oleh Rouf dan dicita-citakan Rouf merupakan
gambaran dari kondisi yang juga dialami jutaan anak-anak
Suriah lainnya.
Anak-anak merupakan korban atas terjadinya krisis
dan peperangan, kehilangan kesempatan pendidikan
hanyalah rangkaian kecil dari dampak-dampak lainnya
yang dialami mereka. Bahkan tidak sedikit anak-anak
yang diculik dan dipaksa untuk ikut langsung dalam
medan peperangan oleh kelompok-kelompok ekstremis.
Hal ini memberikan pandangan bahwa anak-anak
secara psikologis belum bisa mengarahkan dan
menentukan pilihan bagi dirinya sendiri. Latar belakang
sosial dan lingkungan yang kemudian menentukan sisi
psikologis mereka sendiri. Erik Erikson dalam Gunarsa
menjelaskan salah satu fase yang dilewati oleh manusia
adalah identity and identity confusion. Fase ini terjadi
pada anak-anak dan remaja, dimana mereka menemukan
pribadinya dari penangkapan mereka akan sekitarnya.109
Penjelesan Erikson tersebut sejalan dengan yang
dijelaskan oleh ajaran Islam, bahwa setiap anak terlahir
dalam keadaan suci. Sebagaimana hadits Rasulullah yang
diriwayatkan Bukhari berikut:
109
Singgih D. Gunarsa, Dasar dan Teori Perkembangan Anak, (Jakarta :
Gunung Mulia, 1990) h. 27-28
107
“Dari (Abu) Hurairah ra. Dia berkata: Rasulullah SAW
bersabda: tidak ada seorang anakpun kecuali ia
dilahirkan menurut fitrah. kedua orang tua nyalah yang
akan menjadikan yahudi, nasrani, dan majusi
sebagaimana binatang melahirkan binatang dalam
keadaan sempurna. Adakah kamu merasa kekurangan
padanya. Kemudian abu hurairah ra. berkata : “fitrah
Allah dimana manusia telah diciptakan tak ada
perubahan pada fitrah Allah itu. Itulah agama yang
lurus” (HR Bukhari dalam kitab jenazah)110
Scene ini berupaya untuk mengkonstruksi citra bahwa
kondisi yang sebenarnya terjadi atas krisis Suriah
berdampak sangat besar bagi anak-anak. Anak-anak
sebagai korban perang mengalami keadaan harus
kehilangan pendidikannya, bahkan tidak sedikit yang
mengalami trauma karena peperangan.
Rouf sebagai representasi anak-anak Suriah lainnya
yang menjadi korban peperangan disuguhkan dengan
kepolosan dan kebaikan hatinya. Hal ini menekankan
bahwa persepsi publik selama ini yang menandai Timur
Tengah dan Islam sebagai dalang kekerasan adalah salah.
110
Abi Hasan Nuruddin dan Muhammad ibni Abdul Hadi
Assindi, Shahih Bukhari, (Lebanon: Darul Kutub Al-ilmiah, 2008) h. 457.
108
Ditandai dengan jawaban polos dari Rouf bahwa ia
bercita-cita untuk bisa membantu orang-orang. Konstruksi
seperti ini mencitrakan bahwa Islam tidak serta merta
dapat disalahkan atas bentuk kekerasan yang ada di Timur
Tengah.
4. Scene 4
Tabel 4.4
Scene 4: Abu Ali dan Umi Ali mengisahkan anaknya
yang menjadi korban peperangan di Suriah
Visual Verbal
Abu Ali:
“Anak baik yang mati dengan
tujuan. Ia tertembak di kaki,
mereka menyeretnya keluar
dari rumah dan mereka
mengikatnya di tank. Mereka
menyeretnya dalam keadaan
masih hidup dungan luka di
kaki di belakang tank dalam
keadaan masih hidup. Mereka
menyeretnya hingga 200 meter
lalu mereka menaruhnya di
pinggir jalan, lalu mereka
membunuhnya. Dam dia bukan
satu-satunya.
No Tipe Tanda Data
1 Reprasentamen
Qualisign Kualitas yang ditunjukkan pada
tanda bersifat kesedihan, yang
ditunjukkan melalui ekspresi
sedih seorang Ibu pada gambar
dan dialog pada scene ini.
109
Sinsign Eksistensi aktual pada scene ini
ditampilkan melalui secarik foto
yang terpampang di dinding.
Foto tersebut merepresentasikan
bentuk kehilangan keluarga.
Legisign Norma yang dikandung pada
tanda menyatakan bahwa perang
menciptakan korban jiwa dan
kehilangan.
2 Objek (Y)
Icon Gambar 1, Menunjukkan sebuah
dinding yang dipenuhi hiasan-
hiasan, dan terdapat sebuah
gantungan kunci yang terpasang
foto seseorang.
Gambar 2, Menunjukkan raut
kesedihan seorang ibu, dan
gambar ini masih menunjukkan
gantungan kunci yang terdapat
foto.
Index Keadaan yang ditampilkan pada
scene ini adalah kondisi
kesedihan yang amat mendalam
yang dirasakan oleh pengungsi
Suriah yang anaknya menjadi
korban atas peperangan yang
terjadi di Suriah.
Symbol Korban peperangan Suriah
3 Interpretan
(X=Y)
Scene dan dialog yang terdapat
pada cuplikan ini menjelaskan
bahwa peperangan yang terjadi
di Suriah adalah bentuk
kejahatan terhadap kemanusiaan,
tanpa melihat latar belakang
110
identitas agama. Hal ini
dibuktikan dengan cerita yang
disampaikan Abu Ali yang
merupakan salah seorang
pemuka agama di Suriah yang
anaknya justru menjadi korban
kekejaman perang yang terjadi
di Suriah.
Berdasarkan hasil analisa dari penulis, scene ini
menampilkan gambar sebuah dinding yang dipenuhi
hiasan kerajinan tangan dan di antara hiasan-hiasan
tersebut terdapat sebuah foto yang dipajang pada sebuah
gantungan kunci. Foto tersebut menyimbolkan sebuah
kenangan dan memori yang mendalam, yang ditampilkan
pada gambar kedua, dengan memperlihatkan seorang ibu
sedang menangis dengan latar dinding yang terdapat foto
tersebut.
Pada scene ini Abu Ali menceritakan kematian
anaknya sebagai korban konflik di Suriah. Cerita Abu Ali
tentang kematian anaknya menyiratkan sebuah kekejaman
dan kebrutalan manusia atas manusia lainnya. Sebab
anaknya dibunuh dengan cara disiksa terlebih dahulu. Ia
mendeskripsikan kronologis kematian anaknya bahwa
sebelum dibunuh, anaknya ditembak dikaki, diseret dan
diikat di tank. Dan menurut Abu Ali, anaknya bukanlah
sati-satunya korban.
Dengan menganalisa visual yang ditampilkan dan
bentuk verbal yang disampaikan Abu Ali
111
merepresentasikan kesedihan yang dialami Abu Ali dan
Um Ali sebagai orang tua yang menjadi korban atas
kematian anaknya. Abu Ali dan istrinya pada scene ini
dijadikan representasi dari korban-korban lainnya.
Kejadian yang mereka alami menghasilkan trauma dan
kesedihan atas kehilangan mereka. Bahkan menurut
Kilian sebagai Manager Kamp dari UN Refugee Agency,
UNHCR bahwa luka yang dialami oleh para pengungsi
Suriah bukanlah luka fisik yang dapat diobati.111
Kondisi psikologis seperti ini hampir tidak pernah
diberitakan oleh media-media yang memberitakan konflik
Suriah. Korban krisis Suriah dieksploitasi pemberitannya
sebagai alat dan kepentingan. Berita tentang korban
diarahkan untuk menjatuhkan dan menghakimi pihak yang
berkonflik tanpa memandang sisi psikologis keluarga
korban.
Rilis angka kematian yang menjadi korban perang
saudara di Suriah sering dikutip oleh media-media arus
utama sebagai alat legitimasi untuk melakukan
generalisasi atas kekejaman Timur Tengah dan Islam.
Selain itu campur tangan pihak luar dalam konflik Suriah
seperti Rusia, Iran, Amerika Serikat, Arab Saudi
memperburuk situasi krisis di Suriah.
Terhitung sejak awal mulainya perang saudara di
Suriah pada tanggal 15 Maret 2011 sampai periode
Februari 2016 menurut catatan Syrian Center for Policy
111
Hasil pengamatan peneliti pada film Salam Neighbor pada 18 Juni 2019
112
Resesarch (SCPR) memperkirakan 470.000 orang telah
tewas dalam konflik tersebut.112
Sedangkan menurut
laporan Utusan PBB dan Liga Arab ke Suriah sampai
April 2016 terdapat 400.000 korban yang tewas.113
Catatan yang paling komprehensif dirilis oleh Syrian
Observatory for Human Rights (SOHR). SOHR
memperkirakan lebih dari 570.000 orang tewas selama 8
tahun konflk Suriah, terhitung sejak 15 Maret 2011
sampai dengan 15 Maret 2019.114
Berikut detail korban
perang yang dirilis oleh SOHR:
Tabel 4.5
Korban Tewas Berdasarkan Periode Waktu115
Jangka
Waktu
Pasukan
pro-
pemerinta
h
Pasukan
anti-
pemerint
ah
Warga
Sipil
Jumlah
Total
(Termasuk
yang tidak
teridentifi
kasi)
2011 -
2013
82.529 47.893 68.702 130.582
2014 25.160 32.726 17.790 76.021
2015 17.686 24.010 13.249 55.219
112
https://www.pbs.org/wgbh/frontline/article/a-staggering-new-death-toll-
for-syrias-war-470000/ di akses pada 18 Juni 2019 113
https://www.aljazeera.com/news/2016/04/staffan-de-mistura-400000-killed-
syria-civil-war-160423055735629.html diakses pada 18 Juni 2019 114
http://www.syriahr.com/en/?p=120851 diakses pada 18 Juni 2019 115
Hasil pengamatan penulis dan dihimpun dari website resmi SOHR
www.syriahr.com dari tanggal 18 Juni 2019 – 20 Juni 2019
113
2016 14.192 21.146 13.617 49.742
2017 8.813 13.995 10.507 33.425
2018 4.549 8.559 6.482 19.799
2019/Mei 807 1.784 1.609 4.513
Total 123.497 131.624 110.331 369.301
Data yang dihimpun dari SOHR tersebut belum
meliputi korban jiwa yang tidak terdokumentasi. SOHR
memperkirakan 200.000 kematian yang tidak
terdokumentasikan. Menurut Syrian Network for Human
Rights (SNHR), jumlah warga sipil yang tewas sampai
dengan Maret 2019 berjumlah 223.161 jiwa dengan
rincian sebagai berikut:
Gambar 4.2
Korban Kematian Sipil116
116
http://sn4hr.org/blog/2018/09/24/civilian-death-toll/ diakses 20 Juni 2019
114
Gambar 4.3
Korban Kematian Perempuan117
Gambar 4.4
Korban Kematian Anak-anak118
Berdasarkan data dari SNHR tersebut, dapat
disimpulkan kelompok yang paling diidentikkan sebagai
wajah Islam yang menebar teror tidak berada pada posisi
tertinggi sebagai pelaku dari kematian warga sipil
tersebut. Dapat dilihat dari ketiga gambar diatas, pelaku
117
http://sn4hr.org/blog/2018/09/24/female-death-toll/ diakses 20 Juni 2019 118
http://sn4hr.org/blog/2018/09/24/child-death-toll/ diakses 20 Juni 2019
115
utama yang paling banyak menelan korban jiwa adalah
kelompok-kelompok pro pemerintah.
Pemberitaan secara terus-menerus dan memojokkan
kelompok ekstremis Islam dalam media-media arus utama
memberikan kesan yang buruk terhadap Islam secara
keseluruhan. Meskipun apa yang dilakukan kelompok
ekstremis Islam bukanlah hal yang dapat dibenarkan,
tetapi kelompok ekstremis Islam dalam perang Suriah
seringkali dijadikan kambing hitam atas kerusakan dan
kekacauan yang dilakukan kelompok-kelompok lain,
termasuk pihak asing.
Konstruksi citra yang dibangun pada scene ini adalah
dengan menandai kehilangan yang dialami oleh Abu Ali
dan istrinya sebagai representasi dari kehilangan yang
dialami oleh warga Suriah lainnya. Scene ini juga
memberikan perspektif bahwa persoalan atas krisis Suriah
adalah persoalan kemanusiaan yang disebababkan oleh
kepentingan politik, bukan dampak atas persoalan agama.
Hal ini memberikan kesan bahwa Islam bukanlah domain
utama dalam persoalan konflik Suriah.
Pemberian framing bahwa Islam bukan domain utama
dalam konflik Suriah meluruskan kesalahan pandangan
yang terdapat pada benak publik bahwa sebenarnya
perang saudara Suriah adalah karena faktor kediktatoran
pemerintahan dan keinginan kebebasan berekspresi.
Pemahaman seperti ini selalu dibelokkan dengan
116
membingkai pemerintah sebagai Syiah dan kelompok
pemberontak sebagai mayoritas Sunni.
Karena itu, persepsi yang dibangun oleh film ini
adalah jika Islam sebagai domain utama atas pecahnya
perang saudara Suriah, maka Islam harus pula dipandang
sebagai korban atas terjadinya krisis ini.
5. Scene 5
Tabel 4.6
Scene 5: Aktivitas Perempuan Pengungsi di Women
Center
Visual Verbal
Abu Ali:
“Sebelumnya kami tidak
mendukung women center.
Karena di Suriah, wanita di
marginalkan. Kami dibesarkan
disebuah paham dimana laki-
laki yang bekerja, dan
memenuhi kebutuhan. Namun
banyak hal yang berubah
drastis dari Suriah. Wanita
dapat bekerja dan keluar
rumah, bekerja bersama lelaki
dan menolongnya dalam
memenuhi tanggungjawab.
Kami membuang keyakinan
lama yang tak mudah untuk
disingkirkan.
Umi Ali:
“Aku menganjurkan semua
wanita bekerja, Ibu bukan
hanya untuk memasak,
117
mencuci dan bersih-bersih.
Wanita setara dengan lelaki.
Kami bekerja keras dan
berpartisipasi dalam membuat
berharganya sebuah
kehidupan.
No Tipe Tanda Data
1 Reprasentamen (X)
Qualisign Kualitas yang terdapat pada
tanda bersifat perubahan positif,
hal ini ditunjukkan melalui
pendapat Abu Ali dan ekspresi
kebahagiaan ketika ia
menyampaikan pendapatnya
melalui dialog pada scene ini.
Sinsign Eksistensi aktual yang
ditunjukkan tanda pada scene ini
berupa aktivitas perempuan di
Women Center.
Legisign Norma yang ditunjukkan pada
tanda adalah perubahan status
sosial perempuan muslim Suriah
ditengah masyarakat.
2 Objek (Y)
Icon
Gambar 1, Menampilkan
ekspresi seorang yang bahagia
ketika ia menyampaikan bahwa
ia bisa menerima perubahan
sosial baru bagi perempuan.
Gambar 2, Menunjukkan
kegiatan dan aktivitas yang
dilakukan oleh para perempuan
pengungsi Suriah di Women
Center kamp Za’atari.
118
Index Keadaan yang ditampilkan pada
scene ini baik pada visual
maupun verbal adalah perubahan
sosial status perempuan Suriah
yang berada kamp Za’atari.
Symbol Emansipasi wanita dan sadar
gender.
3 Interpretan
(X=Y)
Representasi cuplikan-cuplikan
gambar dan kutipan dialog
merepresentasikan berubahnya
paradigma orang-orang Suriah
baik laki-laki dan perempuan
dalam memandang status sosial
perempuan. Status sosial
perempuan di Suriah merupakan
kelompok yang dimarginalkan,
sebab pandangan mereka secara
umum bahwa laki-laki adalah
kelompok yang superior.
Berdasarkan hasil pengamatan dari penulis, scene ini
menampilkan suatu adegan saat Abu Ali dan Umi Ali
menceritakan tentang kedudukan dan status perempuan
pengungsi dimasyarakat. Scene ini secara bergantian
menampilkan pemaparan Abu Ali dan Umi Ali, juga
aktivitas yang terjadi di Women Center Za’atari Refugees
Camp. Aktivitas yang ditampilkan di Women Center
tersebut menunjukkan bentuk produktivitas dari
perempuan Suriah yang menjadi pengungsi di Za’atari.
Kegiatan yang mereka lakukan adalah trauma healing
baik kepada sesama perempuan korban Suriah maupun
119
anak-anak, juga kegiatan belajar mengajar yang
diperuntukkan bagi anak-anak Suriah.
Dalam scene ini Abu Ali menceritakan bahwa pada
saat di Suriah kebanyakan perempuan adalah kelompok
yang dipinggirkan. Sebab mereka dibesarkan dengan
pemahaman bahwa laki-laki adalah kelompok yang
superior. Pemahaman ini kemudian berubah ketika
mereka dihadapkan pada status menjadi pengungsi bahwa
perempuan dapat bekerja bersama lelaki dan bahkan
bertukar peran. Bagi Abu Ali perubahan ini tidaklah
mudah untuk disingkirkan. Tetapi yang menjadi menarik
adalah pada saat Abu Ali menyatakan kesukarannya untuk
menyingkirkan keyakinan lama tersebut, dia
mengucapkannya dengan ekspresi yang bahagia.
Selanjutnya Umi Ali juga menyatakan bahwa
perempuan setara dengan laki-laki, perempuan juga dapat
bekerja keras dan dapat berpartisipasi dalam membuat
kehidupan yang berharga. Bahkan Umi Ali mengajak
perempuan yang berada di kamp pengungsi Za’atari agar
bekerja dan beraktivitas untuk menghilangkan trauma
yang mereka alami.
Persepsi publik terhadap perempuan muslim sebagian
besar merupakan pandangan yang membahayakan. Hijab
sebagai identitas kehormatan perempuan muslim
misalnya, dijustifikasi sebagai bentuk keterbelakangan
dan kungkungan. Cathi Young, editor majalah Reason,
menulis kolom pada 24 Oktober 2006 dan menyatakan
120
bahwa bagi orang-orang barat, cadar menjadi simbol
penekanan terhadap kaum perempuan dalam dunia
Islam.119
Pada tahun 2016 saat Donald Trump masih menjadi
kandidat presiden AS, memicu kemarahan atas
komentarnya tentang ibu mendiang Kapten Tentara
Amerika-Pakistan Humayun Khan. Ghazala Khan, yang
hadir di pidato yang mengharukan dari suaminya di
Konvensi Nasional Demokrat 2016, dituduh "ditindas"
seperti yang dinyatakan Trump dalam sebuah wawancara
sesudahnya, "Jika Anda melihat istrinya, ia berdiri di
sana. Mungkin dia tidak diizinkan bicara. Katakan pada
saya." Ghazala kemudian membuat video yang
menyatakan bahwa dia tidak berbicara di Konvensi karena
dia berjuang untuk menahan air mata ketika melihat foto-
foto almarhum putranya.120
Media arus utama selalu akan mendukung pandangan
Trump. Karena itu adalah bagian dari norma dalam
masyarakat Amerika untuk memandang perempuan
Muslim sebagai yang tertindas, dan sangat membutuhkan
bantuan untuk “dibaratkan”. Apa yang seharusnya
menjadi acara untuk menghormati putra yang memberikan
hidupnya kepada negara yang dicintainya dialihkan ke
119
Yusnarida Eka Nizmi, Pandangan Amerika Terhadap Perempuan Muslim
Pasca Serangan Sebelas September 2011, Jurnal Kajian Politik dan Masalah
Pembangunan Vol. 11 No. 1, 2015. h. 24 120
http://gal-dem.com/representation-muslim-women-media/ diakses pada
tanggal 20 Juni 2019
121
narasi palsu seputar ibunya. Hanya karena mereka adalah
keluarga muslim.
Pers Inggris lebih jauh mengemukakan gagasan
bahwa perempuan muslim ditindas. Sebuah analisa
terhadap 200 artikel, secara sistematis mengambil sampel
dari delapan surat kabar yang paling banyak dibaca di
Inggris selama periode satu tahun (23/12/15-23/12/16),
menemukan bahwa surat kabar Inggris mengabadikan
stereotip perempuan muslim sebagai istri, dan para ibu,
sebagai pasif dan patuh, dan sebagai korban dan budak
seks. Representasi positif hampir tidak ada, misalnya,
tidak ada diskusi tentang partisipasi aktif perempuan
muslim dalam angkatan kerja. Satu-satunya
penggambaran positif dari perempuan muslim
menggambarkan mereka yang terbebaskan dari jilbab atau
kerudung.121
Stereotip yang didorong pers tidak hanya mengikis
keragaman sosial, ekonomi, dan budaya perempuan
muslim, mereka hampir selalu mengabaikan fakta bahwa
dunia Islam terdiri dari banyak negara, masyarakat,
tradisi, bahasa, dan, tentu saja, jumlah pengalaman yang
tak terbatas. Menghomogenisasi sekelompok orang yang
sangat beragam bukan hanya picik, tetapi juga tidak
akurat.
121
https://centreforfeministforeignpolicy.org/journal/2017/8/24/representation-
muslim-women-western-media diakses pada tanggal 20 Juni 2019
122
Konstruksi citra Islam yang dibangun pada scene ini
adalah untuk memberikan kesan positif terhadap
perempuan muslim. Pandangan positif bagi perempuan
muslim dikemas melalui dua cara pada scene ini.
Pertama disampaikan oleh laki-laki yang
direpresentasikan sebagai orang yang memiliki pandangan
religi konservatif, hal ini menunjukkan bahwa perempuan
muslim dalam memperoleh haknya tidaklah sendiri. Laki-
laki muslim juga memberikan ruang ekspresi dan
kebebasan sebagai hak dasar yang sama bagi perempuan.
Kedua, disampaikan oleh Umi Ali yang
merepresentasikan bahwa perempuan yang pada awalnya
menganut paham konservatif sanggup untuk menerima
perubahan dan bisa memperjuangkan haknya sendiri.
6. Scene 6
Tabel 4.7
Scene 6: Perpisahan dari Tim Pembuat Film kepada
para Pengungsi di Za’atari
Visual Verbal
Ismail:
“Banyak persepsi di seluruh
dunia bahwa arab atau muslim
adalah teroris. Kami berfikir
bahwa kita tidak menginginkan
pertumpahan darah. Pernah-
kah kami mempengaruhi anda?
Abu Ahmed:
Sebagian besar orang-orang
disini adalah muslim, apakah
123
kami terlihat seperti apa yang
kalian lihat media?
Chris:
“Tidak, tidak sama sekali. Dan
saya pikir, ada hal baik dan
buruk dalam setiap
masyarakat.
Zach:
“Apa yang kami pahami
adalah kita tidak hanya Suriah
dan Amerika, kita adalah
tetangga. Ketika ada tetangga
yang membutuhkan, semoga
kita bisa bersama-sama dan
saling membantu.
No Tipe Tanda Data
1 Reprasentamen (X)
Qualisign Kualitas pada tanda bersifat
keakraban dan kebersamaan
ditunjukkan bentuk duduk yang
melingkar dan gambar jamuan
kopi.
Sinsign Eksistensi aktual yang terdapat
pada tanda berupa dialog yang
menggambarkan keseriusan
mengenai topik perbincangan
dan gambar yang menunjukkan
keakraban.
Legisign Norma yang terdapat pada tanda
berupa pesan kemanusiaan
bahwa setiap masyarakat pada
dasarnya adalah sama.
124
2 Objek
Icon Gambar 1, Menampilkan tim
pembuat film dan para
pengungsi Suriah sedang
berkumpul dan membicarakan
sesuatu.
Gambar 2, Terlihat sebuah
tangan sedang membagikan
gelas berisi kopi kepada orang-
orang yang sedang berkumpul.
Index Keadaan yang ditampilkan
adalah kegiatan berbincang
bersama antara para tim pembuat
film dengan warga pengungsi.
Tim pembuat film meminta izin
untuk berpamitan pulang ke
Amerika dan para pengungsi
mendoakan serta menyampaikan
pendapat bahwa Islam yang
sesungguhnya bukanlah
kekerasan.
Symbol Kerukunan dan kebersamaan.
3 Interpretan
(X=Y)
Scene ini merepresentasikan
kebersamaan antara tim pembuat
film dengan para pengungsi
Suriah. Selanjutnya dalam dialog
pada scene ini, pengungsi
menyampaikan kegelisahan
mereka terkait buruknya citra
Islam yang terdapat pada
persepsi publik, dan bahwa
persepsi tersebut salah. Hal ini
diargumentasikan dengan bentuk
kebersamaan mereka di Kamp.
125
Berdasarkan pengamatan dari penulis, scene ini
menampilkan sekelompok orang yang sedang berkumpul
di dalam sebuah tenda. Mereka terlihat sangat antusias
terhadap topik yang dibicarakan. Keakraban juga
merupakan situasi yang digambarkan dalam adegan ini.
Adegan ini menceritakan ucapan perpisahan dari tim
pembuat film kepada warga pengungsi yang berada di
Distrik 5, tempat yang sama dimana tim pembuat film
menetap.
Dialog yang ditekankan pada scene ini menariknya
adalah bukan kata-kata perpisahan, tetapi lebih kepada
bentuk negasi dari warga pengungsi yang merupakan
mayoritas muslim bahwa mereka tidaklah sama dengan
citra Arab dan Islam yang selama ini diberitakan oleh
media-media arus utama.
Bentuk negasi tersebut disampaikan oleh warga
pengungsi bukan berupa pernyataan, tetapi pertanyaan-
pertanyaan kepada tim pembuat film. Bahkan para warga
menegaskan bahwa mereka tidak sama sekali
menginginkan pertumpahan darah.
Selanjutnya, pesan yang ditekankan pada dialog ini
adalah bahwa mereka bukan hanya Suriah dan Amerika,
tetapi mereka adalah tetangga. Makna dari tetangga pada
kalimat yang diucapkan Zach yaitu meskipun mereka
dibedakan berdasarkan suku, agama dan bangsa, tetapi
ada satu titik persamaan yaitu sebagai warga dunia.
126
Sebagai sesama manusia seharusnya melupakan sekat-
sekat identitas tersebut.
Scene ini merupakan adegan terakhir pada film, dan
merupakan jawaban serta antitesa dari scene pertama yang
menjustifikasi Timur Tengah dan Islam sebagai ancaman,
dan teror. Antitesa tersebut dibalut dengan pernyataan
yang diucapkan langsung dari sutradara film, yaitu Zach
dan Chris yang merupakan warga Amerika Serikat
sebagai representasi barat. Pernyataan Chris bahwa
selama dia mendokumentasikan keseharian pengungsi
Suriah di Za’atari merupakan jawaban jujur bahwa ia
tidak menemukan kesamaan antara para pengungsi
sebagai representasi muslim dengan potret muslim di
media-media arus utama.
Menarik kesimpulan dari scene ini dapat ditemukan
bahwa citra Islam yang selama ini dibangun oleh media-
media dan politisi sayap kanan merupakan pandangan
yang bias dan standar ganda. Untuk memahami realitas
sesungguhnyaa dibutuhkan pengetahuan dan empiris, dan
hal inilah yang ditunjukkan oleh para pembuat film.
Citra Islam yang dibangun pada scene ini adalah
bahwa Islam tidak dapat disalahkan secara keseluruhan
atas krisis yang terjadi di Timur Tengah khususnya Suriah
dan Islam juga tidak bisa dijadikan kambing hitam atas
aksi-aksi terorisme yang terjadi. Sebagaimana ucapan
Chris, bahwa dalam setiap masyarakat ada kelompok yang
baik dan jahat, maka kejahatan yang terjadi atas nama
127
Islam hanyalah oknum dan kelompok kepentingan-
kepentingan tertentu.
C. Interpretasi terhadap Film Salam Neighbor
Film Salam Neighbor sangat tajam dalam
mengangkat isu-isu kemanusiaan yang terjadi di Za’atari
dengan merekam kehidupan sehari-hari para pengugsi
Suriah. Film ini berdasar pada fakta-fakta yang terjadi atas
krisis Suriah, dibalut dengan padanan estetika yang baik.
Film ini memberikan dampak sosial yang cukup signifikan di
kancah internasional. Kampanya sosial yang dibuat dalam
film ini berkesinambungan menjadi penggalangan bantuan
kemanusiaan jangka panjang dengan bekerja sama dengan
PBB dan lembaga-lembaga kemanusiaan.
Keberhasilan film ini dalam menggalang aksi
kemanusiaan sekaligus membuka mata publik akan keadaan
krisis yang terjadi akibat perang Suriah. Persoalan
pendidikan, pemberdayaan perempuan, lapangan pekerjaan
dan kesanggupan negara-negara penampung pengungsi
menjadi tajuk utama dalam film ini.
Persepsi negatif terhadap Islam juga diluruskan
dengan rilisnya film ini di khalayak. Film ini mengkonstruksi
citra Islam yang sebelumnya digambarkan sebagai teroris,
ketakutan dan terbelakang diluruskan melalui film ini.
Konstruksi yang dibangun oleh film ini melalui pengambilan
gambar dan penokohan yang tidak direkayasa
menggambarkan kehidupan Islam yang sesungguhnya.
128
Penggambaran Islam dalam film ini setidaknya
memberi citra positif terhadap Islam itu sendiri. Dengan
mendokumentasikan keterbatasan yang dialami para
pengungsi namun masih bisa bermurah hati dalam
menyambut dan menerima tim pembuat film yang non-
muslim menggambarkan bahwa Islam adalah agama yang
penuh kasih sayang.
Tuduhan-tuduhan terhadap Islam yang dipandang
sebagai belenggu budaya bagi media-media mainstream
dijawab dengan kesanggupan pengungsi Suriah di Za’atari
dalam beradaptasi dan meninggalkan pemahaman-
pemahaman konservatif mereka. Nuansa bersahabat dan
saling tolong menolong juga digambarkan secara alami
dalam film ini tanpa mengeksploitasi muslim di pengungsian
secara berlebihan.
Bagian paling menarik pada film ini terletak pada
bagian awal dan akhir film. Pada awal film ini, Salam
Neighbor menggabungkan potongan-potongan berita dari
media-media arus utama yang memberikan tuduhan negatif
terhadap Islam, dan terjawab bagian akhir film yang
memberikan kesempatan bagi audiens untuk memberikan
kesimpulan tersendiri tanpa harus dinarasikan dalam film ini.
Produksi film ini selain untuk kampanye dampak
sosial yang dimulai oleh Living on One, memang untuk
meluruskan persepsi negatif terhadap Islam sebagaimana visi
dari 1001 Media yang juga merupakan salah satu rumah
produksi dalam film ini.
129
Citra Islam yang dibangun pada film ini meliputi,
persepsi media arus utama terhadap Islam, keramah-tamahan
dan tolong-menolong, keutamaan pendidikan, Islam
merupakan korban utama atas krisis yang terjadi, sadar
gender dan emansipasi, serta jawaban atas citra Islam yang
dibangun media-media arus utama selama ini.
Interpretasi penulis terhadap scene yang dipilih
dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
Scene 1, Zach dan Chris sedang berada dikediaman
mereka di Amerika Serikat dan merasa jengah atas
pemberitaan-pemberitaan media arus utama terhadap Islam.
Media-media tersebut ditampilkan berupa potongan-
potongan dari saluran TV yang mengasosiasikan konflik
Timur Tengah sebagai Islam. Dalam hal ini citra Islam yang
dibangun sebagai teror, ancaman dan ketakutan.
Scene 2, Saat tim pembuat film untuk pertama
kalinya tiba di lokasi pendirian tenda mereka, dan mereka
hendak mendirikan tenda mereka dibantu oleh tetangga-
tetangga tenda mereka yang merupakan pengungsi. Citra
Islam yang dibangun pada scene ini yaitu muslim pada
dasarnya merupakan pemeluk agama yang ramah, saling
tolong-menolong dan tidak menutup diri terhadap kelompok
selain muslim.
Scene 3, Dialog antara Zach dan Abdel Rouf
mengenai kondisi pendidikan Rouf dan cita-citanya ketika
dewasa. Rouf bercita-cita ingin menjadi dokter agar dapat
menolong orang lain yang membutuhkan. Islam dicitrakan
130
pada scene ini mengajarkan pentingnya pendidikan dan
menanamkan kebaikan terhadap sesama.
Scene 4, Abu Ali yang merupakan salah satu pemuka
agama ketika di Suriah menceritakan kematian anaknya
secara tragis sebagai korban perang Suriah. Ini
mengonstruksi citra bahwa sesungguhnya Islam adalah
korban utama atas peperangan yang terjadi di Suriah.
Scene 5, Kegiatan aktivitas para perempuan
pengungsi di Suriah dan pemaparan kesediaan Abu Ali untuk
berpikiran terbuka terhadap perempuan, dilanjutkan dengan
inspirasi dari Umi Ali bahwa perempuan dan laki-laki
memiliki kewajiban yang sama dalam urusan sosial. Hal ini
mencitrakan bahwa Islam sebenarnya memberikan
kedudukan penting terhadap perempuan dan memberikan
ruang ekspresi serta menganjurkan perempuan muslim agar
mampu berprilaku produktif.
Scene 6, Salam perpisahan antara tim pembuat film
dan warga pengungsi di Za’atari. Dialog yang terjadi berupa
pertanyaan-pertanyaan warga pengungsi yang mayoritas
muslim mengenai citra Islam yang buruk di mata publik dan
membandingkannya dengan prilaku mereka selama mereka
berinteraksi dengan tim pembuat film. Pada scene terakhir ini
merupakan bantahan sekaligus jawaban atas tuduhan yang
media-media arus utama sebut pada scene awal. Bahwa
Islam sebagai agama mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan
dan kebaikan kepada para pemeluknya.
131
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Objek pada penelitian ini adalah enam scene film
Salam Neigbor karya Zach Ingrasci dan Chris Temple tahun
2015. Enam scene tersebut dipilih berdasarkan rumusan latar
belakang penelitian, yaitu scene yang memuat pesan citra
Islam. Selanjutnya scene tersebut dianalisa menggunakan
semiotic triangle Charles Sanders Pierce, yaitu
reprasentamen, objek dan interpretan.
Berdasar pada analisa yang dilakukan peneliti dapat
disimpulkan bahwa film Salam Neighbor ini terdapat
kandungan citra Islam didalamnya. Citra Islam pada film ini
bermuatan positif, dan ditampilkan melalui tanda-tanda yang
ada pada film, baik pada potongan-potongan gambar dan
dialog yang terdapat pada scene yang diteliti tersebut.
Hasil analisa penulis pada penelitian ini
menyimpulkan bahwa film dokumenter Salam Neighbor
yang dikaji tanda-tanda didalamnya melalui analisa
semiotika Pierce dijelaskan sebagai berikut:
1. Bentuk reprasentament atau penanda muncul dalam
bentuk visual dan verbal. Tanda-tanda yang yang
berbentuk visual pada scene yang diteliti terdapat pada
kegiatan atau aktivitas tertentu, seperti tentara
pemberontak dan aksi kerusuhan warga sipil pada scene
1, kegiatan mendirikan tenda pada scene 2, anak kecil
132
dan orang dewasa sedang meniki mobil pick up pada
scene 3, aktivitas perempuan pengungsi pada scene 5,
dan kegiatan berdiskusi bersama pada scene 6. Tanda-
tanda ini juga terdapat pada ekspresi dan prilaku tokoh
dalam film seperti anak kecil yang sedang menggali
lubang pada scene 2, ekspresi keseriusan anak kecil pada
scene 3, ekspresi kesedihan seorang ibu pada scene 4,
dan ekspresi kebahagian laki-laki pada scene 5. Selain
pada dua hal tersebut tanda visual ditunjukkan melalui
benda yang terdapat pada film, seperti objek foto pada
dinding sebuah trailer pada scene 4, dan hidangan
minuman pada scene 6. Sedangkan tanda-tanda verbal
yang muncul pada scene yang diteliti terdapat pada
narasi dalam film dan dialog-dialog yang diucapkan oleh
tokoh yang terdapat dalam film. Pada narasi film dan
dialog-dialog ini tertuang representasi citra Islam.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan,
tokoh, objek benda, narasi dan dialog yang terdapat pada
scene yang diteliti mengandung citra Islam.
2. Bentuk object atau tanda yang muncul dalam film ini
berdasarkan latar belakang penelitian dan permasalahan
penelitian adalah berupa tokoh dan aktivitas yang
terdapat dalam film. Pada scene 1 tanda yang muncul
berupa sekelompok pemberontak Suriah dan demonstrasi
warga, pada scene 2 tanda yang dimunculkan adalah
para pengungsi Suriah yang membantu mendirikan
tenda, pada scene 3 tanda yang muncul berupa anak
133
kecil, pada scene 4 tanda yang muncul adalah sebuah
foto di dinding dan seorang ibu paruh baya, scene 5
memunculkan tanda berupa seorang pria lansia dan
aktivitas perempuan, dan scene 6 menampilkan tanda
berupa hidangan minuman dan aktivitas mengobrol.
3. Bentuk interpretant atau korelasi antara tanda dan
penanda dalam film ini sesuai dengan latar belakang
penelitian masing-masing adalah, scene 1
menggambarkan citra Islam dalam media-media arus
utama yang berskala internasional, bahwa Islam
diidentikkan dengan teror dan kekerasan, pada scene 2
citra Islam yang dibangun yaitu tolong menolong
merupakan sifat dasar yang diajarkan dalam Islam.
Scene 3 merepresentasikan citra Islam bahwa Islam
sebagai agama dan muslim sebagai individu
menganggap penting pendidikan. Scene 4 menunjukkan
citra Islam yang merupakan korban atas konflik dan
peperangan yang terjadi, justru bukan sebagai pelaku.
Scene 5 merepresentasikan citra bahwa Islam
memberikan ruang ekspresi dan status sosial yang sama
bagi para perempuan. Scene 6 menggambarkan Islam
sebagai agama yang damai dan membantah apa yang
telah diberitakan oleh media-media arus utama.
B. Saran
Melalui penelitian ini peneliti ingin menyampaikan
saran sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan demi
134
perbaikan-perbaikan dalam dunia akademis, media dan
perfilman. Pertama, peneliti ingin menyampaikan saran
kepada para sineas terutama yang memiliki konsentrasi
terhadap film jenis dokumenter agar menjadikan film Salam
Neighbor sebagai salah satu referensi pembuatan film,
dikarenakan konsep, ide cerita, research, teknik pengambilan
gambar dalam film ini dapat dikatakan sangat baik dan
bervariasi dalam teknik priduksi. Terlebih pada political
standing sebagai fondasi yang tajam untuk menciptakan
karya dokumenter.
Kedua, kepada pembaca dan civitas akademika.
Peneliti berharap agar para pembaca dapat memahami secara
sistematis pesan yang ingin disampaikan oleh peneliti.
Khusunya untuk mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam,
agar penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam menelaah
dan mengkaji konstruksi citra yang dikandung dalam film.
Ketiga, ditujukan kepada peneliti selanjutnya, agar
dapat bisa memperluas dan memperinci dalam mencari
makna konstruk citra Islam dalam sebuah film. Semoga
peneliti selanjutnya daoat mengembangkan analisa semiotika
pada film, dan dalam film Salam Neighbor masih banyak
kandungan makna yang dapat dianalisa, dan lingkup kajian
komunikasi yang dapat diteliti dari film ini, sehingga film ini
bersifat kontinyu jika dijadikan objek penelitian selanjutnya.
135
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ardianto, Elvinaro. 2009. Komunikasi Massa Suatu Pengantar.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media
______. dan Bambang Q-Anees. 2009. Filsafat Ilmu Komunikasi.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Arifin, Anwar. 2011. Komunikasi Politik, Filsafat, Paradigma,
Teori, Tujuan, Strategi dan Komunikasi Poilitik Indonesia.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Asnawir, dan Basyiruddin Usman. 2002. Media Pembelajaran.
Jakarta: Ciputat Pers.
Biran, Misbach Yusa. 2009. Sejarah Film 1900-1950: Bikin Film
di Jawa. Jakarta: Komunitas Bambu.
Budiman, Kris. 2011. Semiotika Visual. Yogyakarta: Jalasutra.
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
______. 2007. Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma dan
Diskursus Tekhnologi Komunikasi Masyarakat. Jakarta:
Kencana.
Danesi, Marcel. 2010. Pesan, Tanda dan Makna: Buku Teks
Dasar Mengenal Semiotika dan Teori Komunikasi.
Yogyakarta: Jalasutra.
______. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media.
Yogyakarta: Jalasutra
Effendy, Onong Uchjana . 1981. Dimensi-Dimensi Komunikasi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
136
______. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT
Citra Aditya Bakti.
Eryanto. 2002. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan
Politik Media. LkiS, Yogyakarta:
Ghony, M. Djunaidi & Fauzan Almanshur. 2016. Metode
Penelitian Kualitatif. Yogjakarta: Ar-Ruz Media.
Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Bumi Aksara.
Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik di Media Massa:
Sebuah Study Critical Discourse Analysis. Jakarta: Granit.
Hoed, Benny H. 2014. Semiotika & Dinamika Sosial. Depok:
Komunitas Bambu.
Ibrahim, Idi Subandy. 2011 Kritik Budaya Komunikasi, Budaya,
Media, dan Gaya Hidup dalam Proses Demokratisasi di
Indonesia. Yogyakarta: Jalasutra.
Irwansyah, Ade. 2009. Seandainya Saya Kritikus Film:
Pengantar Menulis Kritik Film. Homerian Pustaka:
Yogyakarta.
John, Stephen W. Little. 2002. Theories of Humman
Communication. Wadsworth: Belmon.
Jefkins, Frank. 2003. Public Relations, Edisi Kelima, Terjemahan
Daniel Yadin. Jakarta: Erlangga
McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa Suatu
Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Miles, Matthew & A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data
Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru.
Jakarta: UI Press.
137
Moloeng, Lexy J. 1997. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Muhtadi, Asep S. dan Sri Handyani. 2002. Dakwah
Kontemporer: Pola Alternatif Dakwah Melalui TV. Bandung:
Pusdai Press.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Noor, Juliansyah. 2014. Metode Penelitian: Skripsi, Tesis,
Disertasi, dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana.
Pawito. 2008. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta:
LKIS.
Poloma, Margareth. 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta:
Homerian Pustaka.
Rachmat, Jalaluddin. 2011. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
__________. 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT
Remaja Rosda Karya.
Sanchez-Vives, Maria V & Mel Slater. 2005. From Presence To
Cconsciousness Through Virtual Reality. New York: Nature
Publishing Group.
Sendjaja, Sasa Djuarsa. 2005. Teori Komunikasi. Jakarta:
Universitas Terbuka
Sobur, Alex. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Soelhi, Mohammad. 2012. Propaganda dalam Komunikasi
Internasional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
138
Soemirat, Sholeh dan Elvinaro Ardianto. 2007. Dasar-Dasar
Public Relations. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Strauss , Anselm & Juliet Corbin. 1997. Basic of Qualitative
Research : Grounded Theory Procedures and Techniques.
Surabaya: Bina Ilmu.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
______. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D.
Bandung: Alfabeta
Sulaiman, Dina Y. 2013. Prahara Suriah: Membongkar
Persekongkolan Multinasional. Depok: ImaN.
Sumarno, Marseli. 1996. Dasar-Dasar Apresiasi Film. Jakarta:
Gramedia.
Tambuaraka, Apriadi. 2013. Literasi Media: Cerdas Bermedia
Khalayak Media Massa. Jakarta: Rajawali Pers.
Tinarbuko, Sumbo. 2013. Semiotika Komunikasi Visual.
Yogyakarta: Jalasutra.
Wibowo, Seto Wahyu. 2013. Semiotika Komunikasi Aplikasi
Praktis bagi Peneltian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta:
Mitra Wacana Media
Jurnal:
A. Muchaddam Fahham dan A. M. Kartaatmaja. 2014. Konflik
Suriah: Akar Masalah dan Dampaknya. Jurnal Politica. 5(1):
h. 40-47
Siti Muti’ah. 2012. Pergolakan Panjang Suriah: Masih Adakah
Pan-Arabisme dan Pan-Islamisme?. Jurnal CMES. 5(1): 5-11
139
Yusnarida Eka Nizmi. 2015. Pandangan Amerika Terhadap
Perempuan Muslim Pasca Serangan Sebelas September
2011. Jurnal Kajian Politik dan Masalah Pembangunan.
11(1): 24-27
Skripsi:
Abdullah, Dimas Lazuardy. 2018. Analisis Semiotika Makna
Islam dalam Film Pengabdi Setan. Skripsi. Jakarta.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Firdaus, Achmad. 2017. Film dan Konstruksi Citra Islam: Analsis
Semiotik dalam Film Bajrangi Baijaan. Skripsi. Yogyakarta.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Khairunnisa. Mira . 1992. Citra Perempuan Ideal dalam Sinetron:
Studi Analisis Wacana Sinetron Dewi Fortuna. Skripsi.
Depok. Universitas Indonesia
Nisa, Ishmatun. 2014. Analisis Semiotika Pesan Moral dalam
Film Jokowi. Skripsi. Jakarta. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah.
Rachmania, Raisa. 2015. Konflik Suriah pada saat Arab Spring
2010. Jakarta. Universitas Islam Negeri.
Internet:
Dhani, Arman. 2016. Bagaimana Warga Eropa Memandang
Islam.
https://tirto.id/bagaimana-warga-eropa-memandang-islam-
bAzu (23 Mei 2019)
140
Grill, Sara. 2017. Representation of Muslim Women in Western
Media.
https://centreforfeministforeignpolicy.org/journal/2017/8/24/
representation-muslim-women-western-media (20 Juni 2019)
Lieu, Ted. Judith Rowland. 2016. Analysys: Syirian Refugees
Crisis Creates Huge Gap Education Kids.
http://www.msnbc.com/msnbc/analysis-syrian-refugee-crisis-
creates-huge-gap-education-kids (09 Mei 2019)
Living on One. 2015. Team Salam Neighbor.
http://livingonone.org/salamneighbor/team/ (04 Mei 2019)
Operation Data Portal UNHCR. 2019. Syria Regional Refugees
Response.
https://data2.unhcr.org/en/situations/syria (26 Juni 2019)
Salon Syria. 2018. The Wars Effect on the Education of Syrias
Children.
https://syrianobserver.com/EN/features/47446/the-wars-
effect-on-the-education-of-syrias-children.html (10 Juni
2019)
Syirian Networks for Human Rights. 2019. Death Toll due to
Torture.
http://sn4hr.org/blog/2018/09/24/death-toll/ (20 Juni 2019)
The Syrian Observatory for Human Rights. 2019. 8 Years
Revolution Report.
http://www.syriahr.com/en/?p=120851 (18 Juni 2019)
Wikipedia. 2019. Salam Neighbor.
https://en.wikipedia.org/wiki/Salam_Neighbor (17 Januari
2019)
LAMPIRAN
Poster Film Salam Neighbor
Halaman Website Salam Neighbor