Analisis putusan Pengadilan Negeri Kotabaru nomor 216.docx
-
Upload
ochaann-sipp -
Category
Documents
-
view
23 -
download
0
Transcript of Analisis putusan Pengadilan Negeri Kotabaru nomor 216.docx
Analisis putusan Pengadilan Negeri Kotabaru nomor 216/Pid.B/2011/PN.Ktb terhadap
tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh Septian Hadi Saputra bin Saiman.
1. Analisis berdasarkan UU 39/99.
Menurut penjelasan dari Undang-undang nomor 30 tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia, dasar pemikiran pembentukan Undang undang ini adalah mengingat
bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta dengan segala isinya; pada
dasarnya, manusia dianugerahi jiwa, bentuk, struktur, kemampuan, kemauan serta
berbagai ke mudahan oleh Penciptanya, untuk menjamin kelanjutan hidupnya; untuk
melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan martabat manusia, diperlukan
pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, karena tanpa hal tersebut manusia akan
kehilangan sifat dan martabat nya, sehingga dapat mendorong manusia menjadi serigala
bagi manusia lainnya (homo homini lupus); karena manusia merupakan makhluk sosial,
maka hak asasi manusia yang satu dibatasi oleh hak asasi manusia yang lain, sehingga
kebebasan atau hak asasi manusia bukanlah tanpa batas; hak asasi manusia tidak boleh
dilenyapkan oleh siapapun dan dalam keadaan apapun; setiap hak asasi manusia
mengandung kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia orang lain, sehingga di
dalam hak asasi manusia terdapat kewajiban dasar; hak asasi manusia harus benar benar
dihormati, dilindungi, dan ditegakkan, dan untuk itu pemerintah, aparatur negara, dan
pejabat publik lainnya mempunyai kewajiban dan tanggungjawab menjamin
terselenggaranya penghormatan, perlindungan, dan penegakan hak asasi manusia. Dari
penjelasan ini dapat ditarik sebuah hipotesa bahwa hak asasi manusia merupakan hak
yang bersifat kekal dari setiap orang yang harus ditegakan dan dilindungi.
Perlindungan ini juga tercermin dalam putusan Pengadilan Negeri Kotabaru
nomor 216/Pid.B/2011/PN.Ktb, yang memutus terdakwa Septian Hadi Saputra karena
tindakanya melanggar 351 ayat (1) tentang penganiaayaan yang mengakibatkan luka-
luka berat. Dalam undang-undang ini, dikenal beberapa asas dasar yang telah dilanggar
oleh terdakwa adalah sebagaimana tercantum dalam pasal 3 ayat (1), (2) dan (3) yang
berbunyi:
1) Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang
sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup
berrnasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudaraan.
2) Setiap orang berhak atas pegakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan
hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama
di depan hukum.
3) Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan
dasar manusia, tanpa diskriminasi.
Pelaku penganiayaan dalam hal ini melanggar Hak Asasi Manusia yang diatur dalam
ayat pasal 3 (1), yakni “setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat
manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup
berrnasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudaraan”. Bebas dalam
hal ini, termasuk bahwa fisiknya bebas dari penganiayaan yang dilakukan oleh orang
lain. Sedangkan dalam ayat (2) yang berbunyi “setiap orang berhak atas pegakuan,
jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum
dan perlakuan yang sama di depan hukum”. Dalam pasal ini, berisikan tentang
himbauan bahwa setiap orang harus mendapatkan perlindungan. Sehingga korban
penganiayaan tersebut juga harus dilindungi oelh negara. Begitu pula dalam ayat (3)
yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan
kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi.
Selain pasal 3, perbuatan terdakwa juga melanggar pasal 4 yang berbunyi “ Hak
untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani,
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan
persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apaapun oleh siapapun”. Dari bunyi pasal ini, jelas dapat terlihat, bahwa terdakwa yakni
Septian hadi Saputra telah melanggar hak asasi korban yakni Kurnia riyadi. Hak yang
dilanggar adalah “hak untuk tidak disiksa”. Hal ini dapat dilihat dari tindakan terdakwa
yang telah
memukul korban menggunakan tangan kanan terdakwa dengan posisi mengepal
sebanyak 2 (dua) kali yaitu pukulan pertama mengenai mata kiri korban sedangkan pada
pukulan kedua yang diarahkan pada wajah korban, korban menangkis dengan tangan
kanan akan tetapi pukulan terdakwa tetap mengenai korban di bagian ibu jari kanan dan
pipi kiri. Tindakan pemukulan ini terjadi karena korban selaku jabatanya sebagai polisi
menegur terdakwa karena telah terlibat perkelahian dengan pemuda lain. Sehingga
karena perbuatanya yang melanggar Hak Asasi korban, berdasar pada pasal 5 undang-
undnag hak asasi Manusia ini yang berbunyi “Setiap orang diakui sebagai manusia
pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama
sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum” dan pasal 7 ayat (1) yang
berbunyi “Setiap orang berhak untuk menggunakan semua upaya hukum nasional dan
forum internasional atas semua pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin oleh
hukum Indonesia dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah
diterima negara Republik Indonesia “. Sehingga dari sini, korban dengan menggunakan
hukumnasional melalui pengadilan Negeri Kotabaru mengajukan penuntutan terhadap
pelaku. Dan hakim pengadilan Negeri menghukum terdakwa karena tindakanya tersebut
dengan pidan penjara selama 4 Bulan.
Dilihat dari pasal lain dalam undang-undang Hak Asasi Manusia ini, tindakan
pelaku terhadap korban termasuk melanggar pasal 33 ayat (1) yang berbunyi “Setiap
orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam,
tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya” dan pasal 34
yang berbunyi “Setiap orang tisak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan,
diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang”. Dari kedua bunyi pasal dalam
undang-undang ini dapat diketahui bahwa kembali lagi terdakwa melanggar materi
muatan yang diatur dalam undang-undang hak asasi manusia tersebut. Pelaku dengan
sengaja dan sadar melakukan penganiayaan kepada korban. Penganiayaan yang
dilakukan oleh Septian hadi saputra telah melanggar kedua pasal tersebut. Dalam pasal
33 ayat (1) khususnya pada bunyi kalimat Setiap orang berhak untuk bebas dari
penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam telah dilanggar terdakwa karena,
ia dengan sengaja dan sadar melakukan penganiayaan memukul korban menggunakan
tangan kanan terdakwa dengan posisi mengepal sebanyak 2 (dua) kali yaitu pukulan
pertama mengenai mata kiri korban sedangkan pada pukulan kedua yang diarahkan
pada wajah korban, korban menangkis dengan tangan kanan akan tetapi pukulan
terdakwa tetap mengenai korban di bagian ibu jari kanan dan pipi kiri. Dan karena
tindakannya tersebut menyebabkan korban mengalami luka, dengan bukti Visum et
Repertum No. 07 / VER / II / 2011 tanggal 20 Pebruari 2010 yang dibuat dan
ditandatangani oleh dr. Ajiwijaya terhadap diri korban Kurnia Riyadi. Dari Visum et
Repertum ini diketahui bahwa pada kelopak mata sebelah kiri korban terdapat
pembengkakan akibat persentuhan benda tumpul, kelopak mata sebelah kiri terdapat
pembengkakan akibat persentuhan benda tumpul, yang mengakibatkan bagian kelopak
mata membengkak ringan, hal ini tidak bersifat menetap, dan tidak menganggu aktifitas
sehari-hari, pada ujung ibu jari kanan terdapat luka memar akobat persentuhan dengan
benda tumpul, menyebabkan luka ringan yang tidak menetap dan tidak menganggu
aktifitas. Walaupun tidak bersifat tetap dan mengganggu aktifitas, namun penganiayaan
ini tetap saja melanggar rumusan pasal 33 ayat (1) dengan pengkhususan “Setiap orang
berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam”.