Analisis Proksimat Kulit, Gubal Teras 3 Jenis Kayu Indonesia

download Analisis Proksimat Kulit, Gubal Teras 3 Jenis Kayu Indonesia

of 6

description

laporan

Transcript of Analisis Proksimat Kulit, Gubal Teras 3 Jenis Kayu Indonesia

ANALISIS PROKSIMAT KULIT, GUBAL, TERAS KAYU KREY PAYUNG (Flicium decipiens), MAHONI (Swentenia mahogany) DAN FLAMBOYAN (Delonix regia)(Dini Lestari1, Nyoman J Wistara2)Mahasiswa Pascasarjana Ilmu dan Tekhnologi Hasil Hutan Institut pertanian BogorEmail : [email protected]

Abstrak

Sebagai bahan berligniselulosa kayu dapat digunakan sebagai sumber energi pengganti bahan bakar fosil. Untuk menganalisis sifat bahan bakar perlu diketahui kadar air, kadar zat terbang, kadar abu, karbon terikat dan nnilai kalor pada kayu. Perbedaan komponen kayu pada kulit, teras, gubal menyebabkan perbedaan nilai kalor pada suatu biomassa. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis proksimat pada 3 jenis kayu yaitu 3 jenis yaitu krei payung (Flicium decipiens),mahoni (Swentenia mahogany) dan flamboyan (Delonix regia) diketiga bagian kayu yaitu kulit, teras dan gubal.Komponen yang dicari meliputi kadar air, zat terbang, kadar abu, nilai karbon terikat dan nilai kalor. Metode yang digunakan berdasarkan ASTM E-871 (kadar air), ASTM D-1102 ASTM (kadar abu) E-872(karbon terikat). Berdasarkan penelitian Teras kayu flamboyan memiliki nlai kalor tertinggi yaitu 20210,83 kJ, diikuti dengan teras kayu mahoni 20253,53. Dan nilai analisis proksimat pada kesembilan sampel nilai kadar air 5,74-15,08%, kadar zat terbang 77,67-84,45%, kadar abu 0,43-2,91%, karbonn terikat 15,07- 19,6%, dan nilai kalor 19701,35-20210,83 kJ.

Kata kunci: analisis proksimat, kayu flamboyan, kayu krey payug, kayu mahoni, kulit, gubal,teras

Pendahuluan

Kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat dan pemenuhannya masih bertumpu pada bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam dan batu bara. Kebutuhan yang terus meningkat menyebabkan cadangan bahan bakar fosil semakin terbatas. Berdasarkan KESDM 2009, cadangan minyak bumi akan habis pada tahun 2032, gas alam tahun 2067, dan batu bara tahun 2091.Salah satu pemanfaatan energi alternatif adalah energi yang berasal dari biomassa. Pemanfaatan energi alternatif dari biomassa akan terus dikembangkan sampai tersedia sumber energi yang murah dan tersedia beriimpah. Sumber kayu yang melimpah merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui sehingga kayu banyak digunakan sebagai bahan bakar (Winandy et al. 2008). Untuk itu diperlukan informasi mengenai sifat kayu yang baik untuk dijadikan sumber energi.Penggunaan kayu sebagai sumber energi memiliki kelebihan dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Kelebihan kayu adalah karbon dioksida yang dihasilkan dari proses pembakarannya sedikit, dan kandungan sulfur serta logam berat juga lebih sedikit.Berdasarkan komponen kimia yang dimiliki kayu berpotensi dijadikan sebagai sumber energi. Namun komponen kimia kayu juga berbeda berdasarkan posisi kayu seperti gubal dan teras sehingga nilai kalornya juga berbeda. Cahyono et al (2008) menunjukkan bahwa nilai kalor dipengaruhi oleh berat jenis, posisi dalam batang, kadar air, proporsi kulit dalam kayu. Sehingga penelitian mengenai analisis proksimat di ketiga bagian kayu meliputi kayu kulit, gubal dan teras perlu dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis proksimat pada 3 jenis kayu yaitu 3 jenis yaitu krei payung (Flicium decipiens),mahoni (Swentenia mahogany) dan flamboyan (Delonix regia) diketiga bagian kayu yaitu kulit, teras dan gubal.

Bahan dan Metode

Analisis proksimat dilakukan pada 3 jenis kayu yaitu krei payung (Flicium decipiens),mahoni (Swentenia mahogany) dan flamboyan (Delonix regia) diketiga bagian kayu yaitu kulit, teras dan gubal. Kemudian dihitung kadar air, kadar abu,karbon terikat, zat terbang, nilai kalor. 1. Kadar airSembilan sampel kayu dibuat menjadi serbuk dengan ukuran 40-60 mesh sebanyak 2 gram, kemudian di oven pada suhu 103 2 0C selama 24 jam untuk menentukan kadar air dengan rumus :Kadar air (%) = x 100Keterangan:BA : Berat Awal (g)BKT: Berat Kering Tanur (g)

2. Kadar volatail dan kadar abuSampel Kadar air kemudian dipanaskan pada Electric Muffle Furnance pada suhu 9000C selama 15 menit untuk menentukan kadar volatile dan dipanaskan pada suhu 5000C selama 8 jam untuk mendapatkan kadar abu.Kadar abu (%) = x 100Volatile (%) = 100-x100)3. Fixed CarbonUntuk nilai fixed carbon didapatkan dengan menggunakan data persentase kadar abu dan volatile dengan rumus :Fixed Carbon (%) = 100 - (%Volatile + % Ash)4. Nilai KalorNilai Fixed Carbon dan volatile digunakan untuk menentukan nilai heating value dengan rumus :HV = 354.3FC + 170.8VCKeterangan:HV : Heating Value (kJ/kg)FC : Fixed CarbonVC : Volatile Contet

Hasil dan PembahasanAnalisis proksimat dilakukan untuk menganalisis karakteristik kayu sebagai bahan bakar alternatif. Tabel 1 menggambarkan analisis proksimat kayu mahoni, krey payung dan flamboyan di bagian kulit, gubal dan teras.Analisi proksimat meliputi kadar air, kadar zat terbang, kadar abu, karbon terikat dan Nilai kalor

Tabel 1. Nilai Kadar Air, Kadar Zat Terbang, Kadar Abu, Karbon Terikat, dan Nilai KalorJenis KayuKadar Air (%)Kadar Zat Terbang (%)Kadar Abu (%)Karbon Terikat (%)Nilai Kalor

kulit flamboyan15,0884,090,8415,0719701,35

teras flamboyan7,0583,710,4315,8619917,48

gubal flamboyan7,6684,450,4615,0919771,83

kulit krey payung9,1278,992,9118,119902,88

teras krey payung7,0677,672,7319,620210,83

gubal krey payung7,8080,061,5418,3920191,36

kulit mahoni9,1382,670,2817,0520160,19

teras mahoni5,7481,80,4717,7320253,53

gubal mahoni6,5982,330,4417,2320166,97

1. Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya kandungan air di dalam kayu (Panshin de Zeeuw 1980). Selain itu kadar air merupakan faktor yang utama dalam penggunaan biomassa sebagai sumber energi, karena sangat berpengaruh terhadap nilai kalor yang dihasilkan (Saputro et al 2002). Peningkatan kadar air berpengaruh negatif terhadap nilai kalor pada kayu, semakin tinggi kadar air maka nilai kalor akan semakin rendah (Chin et al. 2012). Hal ini disebabkan karena energi yang dihasilkan digunakan untuk menguapkan air sebelum menghasilkan energi untuk pembakaran, sehingga kalor yang dihasilkan pada kadar air yang tinggi sedikit.

Gambar 1 menunjukkan bahwa nilai kadar air pada tiga jenis kayu pada bagian kulit,teras dan gubal. Nilai kadar air tertinggi adalah kadar kulit kayu flamboyan, mahoni dan krey payung masing-masing 15,8%, 9,13%, dan 9,12%. Dan secara keseluruhan kadar air sampel berkisar 5,74-15,08%. Cahyono et al. (2008) menyatakan bahwa kadar air yang optimum untuk bahan baku energi biomassa sebesar 12% Sehingga berdasarkan nilai kadar airnya seluruh sampel memiliki sifat yang baik kecuali kulit flamboyan. Cahyono et al. (2008) mengestimasi bahwa peningkatan 1% kadar air kayu dapat menurunkan nilai kalor kayu sekitar 50 kkal/kg. Pada masing-masing jenis kayu kadar air cenderung menurun dari kulit, gubal, menuju kayu teras. Hal ini disebabkan karena perubahan kayu gubal ke kayu teras menyebabkan pengurangan porsi dindig sel (Haygreen dan Bowyer 1982).

2. Kadar Zat Terbang

Gambar 2 menggambarkan kadar zat terbang pada 3 jenis kayu. Kadar zat terbang merupakan fraksi menguap dari biomassa yang dipanaskan pada suhu 950 C (Basu 2010). Kandungan zat-zat yang menguap tersebut diantaranya karbon monoksida, karbon dioksida, dan hidrogen (Demirbas 2004). Berdasarkan penelitian kadar zat terbang tertinggi tertinggi adalah gubal,kulit dan teras kayu flamboyan yaitu 84,45 %, 83,71% dan 84,09%. Secara keseluruhan kadar zat terbang sampel berkisar 77,67-84,45%. Kadar zat terbang ini sesuai dengan Ragland dan Aerts (1991) yaitu berkisar 7090%.

Berdasarkan nilai kadar zat terbang, semua sampel yang diuji memiliki kadar zat terbang kurang dari 85% yang mengindikasikan bahwa semua sampel memiliki sifat biomassa yang baik. Kadar zat terbang yang tinggi dapat menyebabkan emisi dan polusi udara pada saat pembakaran (Fuwape & Akindele 1997). Yuniarti et al. (2011) menyebutkan bahwa kadar zat terbang yang tinggi akan mengurangi nilai karbon terikat sehingga menurunkan nilai kalor dalam biomassa.

3. Kadar Abu

Kadar abu merupakan karbon yang tersisa yang menjadi unsur abu dari pembakaran sempurna selulosa, hemiselulosa, dan lignin akan teruarai sempurna. Berdasarkan Gambar 3 nilai kadar abu pada penelitian ini berkisar 0,43-2,91%. Nilai kadar abu tertinggi dimiliki oleh berturut turut kulit, teras dan gubal krey payung yaitu 2,91, 2,73, 1,54 %. Perbedaan jenis kayu berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar abu yang dihasilkan. Hal ini dapat disebabkan jenis kayu yang diuji memiliki komposisi kimia dan jumlah mineral yang berbeda-beda sehingga mengakibatkan kadar abu yang dihasilkan berbeda pula (Hendra & Winarni 2003). Kadar abu secara keseluruhan sesuai dengan kadar abu kayu daun lebar yaitu berkisar 0,1-5,4% (Tsoumis 1991). Perbedaan nilai kadar abu disebabkan karena kandungan mineral masing jenis dan bagian-bagian kayu. Kadar abu yang tinggi, dalam biomassa akan menyebabkan nilai kalor yang dihasilkan semakin rendah (Satmoko et al. 2013). Abu pada sebuah pembakaran harus dihindari, karena dapat menyebabkan penumpukan abu dan mengganggu proses pembakaran. Oleh karena itu pemanfaatan kayu sebagai bahan baku alternatif harus memperhatikan nilai kadar abu, walaupun sangat kecil.Nilai kadar abu dari teras hingga ke kulit akan semakin tinggi. Hal ini dijelaskan oleh Wistara (2014) bahwa kadar abu bagian gubal lebih tinggi daripada kayu teras. Gubal terdiri dari sel-sel yang masih hidup yang merupakan tempat berlangsungnya tarnsportasi air dalam pohon, serta perbedaan kadar abu membentuk elemen dalam jaringan tanaman akibat dari perbedaan lingkungan (Werkelin et al. 2005).

4. Karbon Terikat

Karbon terikat merupakan fraksi karbon selain kadar abu, air, dan zat terbang (Hendra 2011). Nilai karbon terikat pada penelitian ini berkisar 15,07- 19,6%. Nilai karbon terikat tertinggi dimiliki oleh teras krey payung yaitu 19,6%. Stahl et al. (2004) menyatakan biomassa untuk bahan energi minimal 16%, dan oleh karena itu sebagian besar sampel kayu yang diuji tergolong baik kecuali jenis flamboyan baik bagian teras, gubal maupun kulit. Kadar karbon terikat dipengaruhi oleh kadar zat terbang dan kadar abu. Semakin rendah kadar zat terbang dan abu kayu maka semakin tinggi kadar karbon terikat dan nilai kalor kayu. Menurut Satmoko et al. (2013) kadar karbon terikat dipengaruhi oleh komponen kimia kayu seperti selulosa dan lignin. Hal ini disebabkan selulosa memiliki bagian kristalin yang tinggi dan lignin tersusun dari senyawa karbon aromatik.

5. Nilai kalor Nilai kalor mengindikasikan jumlah energi yang terkandung di dalam kayu. Nilai karbon terikat dipengaruhi oleh kadar abu dan kadar zat terbang karena kadar karbon terikat merupakan hasil pengurangan dari kedua faktor tersebut. Kadar karbon terikat dipengaruhi oleh jenis bahan baku, karena kadar abu dan kadar zat terbang untuk setiap bahan baku berbeda-beda . Semakin tinggi kadar abu dan atau zat terbang, semakin rendah kadar karbon terikat. Berdasarkan Gambar 5 diperoleh nilai kalor tertinggi yaitu teras krey payung, diikuti oleh teras mahoni dengan nilai 20210,83 kJ dan 20253,53 kJ. Hal ini disebabkan selain nilai kadar air teras flamboyan dan mahoni yang paling rendah rendah (7,05 dan 5,74%), juga nilai kadar abu (0,43 dan 0,47 %) dan zat terbang (83,71 dan 81,8%) yang rendah . secara keseluruhan nilai karbon terikat berkisar 19701,35-20210,83 kJ.

Kesimpulan

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kalor antara lain adalah kadar air, zat terbang, kadar abu dan karbon yang terikat. karbon terikat memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan nilai kalor, sedangkan zat terbang dan karbon terikat memberikan pengaruh negatif terhadap nilai kalor. Berdasarkan penelitian sampel yang memiliki nilai kalor tertinggi adalah teras kayu flamboyan yaitu 20210,83 kJ/kg, diikuti dengan teras kayu mahoni sebesar 20253,53 kJ/kg. Nilai analisis proksimat pada kesembilan sampel yaitu nilai kadar air 5,74-15,08%, kadar zat terbang 77,67-84,45%, kadar abu 0,43-2,91%, karbon terikat 15,07- 19,6%, dan nilai kalor 19701,35-20210,83 kJ.

Daftar Pustaka(ASTM). American Society for testing Material. 2003. ASTM D_1102. Test Method for Ash in Wood. USA__________________________________.2013. ASTM E-871. Test Method for Moisture in the Analysis of Particulate Wood Fuels. USA. ___________________________________2013. ASTM E-872. Test Method for Volatile Matter in the Analysis of Particulate Wood Fuels. USA.Basu P. 2010. Biomass Gasification and Pyrolysis Practical Design. Oxford (GB): Elsevier Inc.Cahyono D, Coto Z, Febrianto F. 2008. Aspek thermofisis pemanfaatan kayu sebagai bahan bakar substitusi di pabrik semen. JITHH. 1(1):45-53.Chin.K.L, Hng PS,Chai EW, Tey BT, Chinn MJ, Paridah MT, Luqman AC, Maminski. 2012. Fuel characteristic of solid Biofuel deriver from Oil Palm Biomass and Fast Growing Timber Species in Malaysia.Demirbas A. 2004. Combustion characteristics of different biomass fuels. Progress In Energy and Combustion Science 30: 219-230.[FPL] Forest Product Laboratory. 2004. Wood biomass for energy. TechLine Forest Product Laboratory Hendra D, Winarni I. 2003. Sifat fisis dan kimia briket arang campuran limbah kayu gergajian dan sebetan kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 21(3):211-226. Hendra D. 2011. Pemanfaatan eceng gondok (Eichornia crassipes) untuk bahan baku briket sebagai bahan bakar alternatif. J. Penelitian Hasil Hutan. 29 (2): 189-210.[KESDM] Kementrian Energi dan SumberdayaMineral. 2009. Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia. Center for Data and Information on Energy and Mineral Resources.Jakarta(ID): Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral.Nyoman J.W, Evelin Y. 2014. Trace Elements Measurement of Mangium Wood (Acacia mangium) by AAS. J. Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis 12 (1): 1-10.

Panshin AJ, Zeeuw C de. 1980. Textbook of Wood Technology, Fourth Edition. NewYork : Mc Graw Hill Book Company Ragland KW, Aerts DJ. 1991. Properties of Wood for Combustion Analysis. Wisconsin (US): University of Wisconsin-Madison Pr.Saputro DD, Hidayat W, Rusiyanto, Saptoadi H, Fauzun. 2012. Karateristik briket dari limbah pengolahan kayu sengon dengan metode cetak panas. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi (SNAST) Periode III; 2012. Nov 3; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): ISSN. Hlm 394-400. Satmoko MEA, Saputro DD, Budiyono A. 2013. Karakterisasi briket dari limbah pengolahan kayu sengon dengan metode cetak panas. J. Mechanical Engineering Learning. 2(1):1-8.Stahl R, Henrich E, Gehrmann HJ, Vodegel S, Koch M. 2004. Definition of Standar Biomass. Karlsruhe (DE): Forschungszentrum Karlsruhe.Tsoumis G. 1991. Science of Technology of Wood (Structure, Properties, Utilization). New York (US): Van Nostrand Reinhold.Werkelin J, Skrifvars BJ, Hupa M. 2005. Ash-forming elements in four Scandinavian wood species. Part 1: Summer harvest. Biomass Bioenergy 29:451-466.Winandy JE, Alan WR, R. Sam Williams, dan Theodore H. Wegner. 2008. A Future for Optimally Using Wood Biomass. Forest Product Journal Vol 58 No 6.Yuniarti, Theo YP, Faizal Y, Arhamsyah. 2011. Briket arang dari serbuk gergajian kayu meranti dan arang kayu gelam. J. Riset Industri Hasil Hutan 3 (2): 37-42.